• Tidak ada hasil yang ditemukan

Hubungan antara heroic leadership atasan dengan intensi turnover karyawan.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Hubungan antara heroic leadership atasan dengan intensi turnover karyawan."

Copied!
93
0
0

Teks penuh

(1)

i

HUBUNGAN ANTARA HEROIC LEADERSHIP ATASAN DENGAN INTENSI TURNOVER KARYAWAN

SKRIPSI

Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat

Memperoleh Gelar Sarjana Psikologi

Program Studi Psikologi

Disusun Oleh :

Wawan Setiawan NIM : 089114034

PROGRAM STUDI PSIKOLOGI JURUSAN PSIKOLOGI FAKULTAS PSIKOLOGI

UNIVERSITAS SANATA DHARMA YOGYAKARTA

(2)

ii SKRIPSI

HUBUNGAN ANTARA HEROIC LEADERSHIP ATASAN DENGAN INTENSI TURNOVER KARYAWAN

Disusun Oleh :

Wawan Setiawan

NIM : 089114034

Telah Disetujui Oleh :

Pembimbing,

(3)

iii SKRIPSI

HUBUNGAN ANTARA HEROIC LEADERSHIP ATASAN DENGAN INTENSI TURNOVER KARYAWAN

Dipersiapkan dan ditulis oleh :

Wawan Setiawan

NIM : 089114034

Telah dipertahankan di depan Panitia Penguji

pada tanggal 14 Januari 2013

dan dinyatakan telah memenuhi syarat

Susunan Panitia Penguji

Nama Lengkap Tanda Tangan

Dewi Soerna Anggraeni, M.Psi ...

P.Henrietta PDADS, M.A ...

Agung Santoso, M.A ...

Yogyakarta,

Fakultas Psikologi

Universitas Sanata Dharma

Dekan,

(4)

iv

PERNYATAAN KEASLIAN KARYA

Saya menyatakan dengan sesungguhnya bahwa skripsi yang saya tulis ini

tidak memuat karya atau bagian dari karya milik orang lain, kecuali yang telah

disebutkan dalam kutipan dan daftar pustaka, sebagaimana layaknya karya ilmiah.

Yogyakarta, 19 Februari 2013

Penulis,

(5)

v

HUBUNGAN ANTARA HEROIC LEADERSHIP ATASAN DENGAN INTENSI TURNOVER KARYAWAN

Wawan Setiawan

ABSTRAK

Peneltian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara heroic leadership atasan dengan intensiturnoverkaryawan. Hipotesis dalam penelitian ini adalah adanya hubungan yang negatif antara heroic leadership atasan dengan intensi turnover karyawan. Subjek dipilih menggunakan teknik convenience sampling. Data dikumpulkan dengan skala heroic leadership

dan Skala intensi turnover. Validitas skala diuji menggunakan validitas isi. Aitem dalam skala diseleksi menggunakan teknik korelasi aitem total. Aitem yang digunakan adalah aitem yang memiliki nilai daya beda diatas 0,25. Koefisien reliabilitas skalaheroic leadership adalah 0,919 dan skala intensi turnover adalah 0,869. Hasil analisis data yang dikumpulkan dari 87 subjek menunjukkan bahwa tidak ada hubungan yang linear. Hal tersebut berarti tidak ada hubungan yang linear antaraheroic leadershipatasan dengan intensiturnoverkaryawan.

(6)

vi

THE CORRELATION BETWEEN HEROIC LEADERSHIP BOSS WITH EMPLOYEE TURNOVER INTENTIONS

Wawan Setiawan

ABSTRACT

This research aimed to determine the relationship between heroic leadership boss with employee turnover intentions. The hypothesis of this research was what there was a negative relationship between heroic leadership boss with employee turnover intentions. The Subjects were selected by using convenience sampling technique. The data were collected by the scale of heroic leadership and turnover intention scale. The validity of the scale was tested by using content validity. Item on the scale selected with total item correlation technique. Item used was Item that had different power values above 0.25. Heroic leadership scale reliability coefficient was 0.919 and turnover intentions scale was 0.869. The results of the analysis of data collected from 87 subjects indicated that there was no linear relationship. It meant there was no linear relationship between heroic leadership boss with employee turnover intentions.

(7)

vii

LEMBAR PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS

Yang bertanda tangan di bawah ini, saya mahasiswa Universitas Sanata Dharma :

Nama: Wawan Setiawan NIM : 089114034

Demi pengembangan ilmu pengetahuan, saya memberikan kepada Perpustakaan Universitas Sanata Dharma karya ilmiah saya yang berjudul :

Hubungan antara Heroic Leadership Atasan Dengan Intensi Turnover Karyawan

beserta perangkat yang diperlukan (bila ada). Dengan demikian saya memberikan kepada Perpustakaan Universitas Sanata Dharma hak untuk menyimpan, mengalihkan dalam bentuk media lain, mengelolanya di internet atau media lain untuk kepentingan akademis tanpa meminta ijin dari saya maupun memberikan royalti kepada saya selama tetap mencantumkan nama saya sebagai penulis.

Demikian pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya.

Dibuat di Yogyakarta

Pada tanggal : 19 Februari 2013

Yang menyatakan,

(8)

viii

KATA PENGANTAR

Puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa yang saya kenal melalui

pengajaran dari orang tua, gereja dan pengalaman hidup. Berkat kehendak-Nya

penulis dapat menyelesaikan penyusunan skripsi dengan lancar. Skripsi dengan

judul “Hubungan Antara Heroic Leadership Atasan Dengan Intensi Turnover

Karyawan disusun untuk memenuhi salah satu syarat kelulusan di Fakultas

Psikologi Sanata Dharma Yogyakarta dan meraih gelar sarjana psikologi.

Pada kesempatan ini penulis juga ingin mengucapkan terimakasih kepada

pihak yang telah memberikan bantuan, kritik dan saran bagi penulis. Penulis

mengucapkan terimakasih kepada:

1. DR. Ch. Siwi Handayani , S.Psi.,M.Si. Dekan Fakultas Psikologi Universitas

Sanata Dharma dan sekaligus dosen pembimbing akademik. Terimakasih atas

kata-kata yang memberikan semangat bagi penulis.

2. Ratri Sunar Astuti, M.Si. sebagai Kaprodi Fakultas Psikologi Sanata Dharma.

Penulis mengucapkan terimakasih atasa bantuan yang telah diberikan kepada

penulis.

3. Dewi Soerna Anggraeni, S.Psi., M.Psi. selaku dosen pembimbing skripsi.

Terimakasih atas masukan-masukan, kritik, dan saran selama proses

pengerjaan skripsi. Terimakasih juga atas ketersediaan beliau untuk

membimbing penulis selama pengerjaan skripsi .

4. P. Henrietta PDADS.,M.A dan Agung Santoso, M.A. Terimakasih atas kritik

(9)

ix

5. Seluruh dosen dan karyawan Fakultas Psikologi Universitas Sanata Dharma.

Terimakasih atas ilmu dan informasi yang telah diberikan selama penulis

mengikuti perkuliah. Banyak hal yang berkesan baik pengalaman dan ilmu

yang bisa penulis pelajari.

6. Mahmudi Joko Riyanto dan karyawan PT. Aneka Adhilogam Karya, yang

telah menyediakan waktu bagi penulis sehingga proses penelitian dapat

berlangsung dengan lancar.

7. Orang tua penulis, Dwi Atmojo dan Dwi Janingsih yang telah memberikan

dukungan baik berupa doa, materi dan semangat bagi penulis.

8. Mahasiswa Fakultas Psikologi angkatan 2008 yang telah bersedia berbagi

suka dan duka selama mengikuti perkuliahan. “ Semoga sukses

teman-teman”.

9. Agviena Indriasari, yang telah bersedia bersabar menghadapi tingkah laku

penulis yang bisa dibilang unik selama penulis mengerjakan skripsi.

Penulis menyadari bahwa skripsi ini tidak lepas dari kekurangan. Oleh

karena itu, kritik dan saran yang membangun sangat penulis harapkan.

Terimaksih.

Penulis

(10)

x DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL... i

HALAMAN PERSETUJUAN DOSEN PEMBIMBING ... ii

HALAMAN PENGESAHAN... iii

HALAMAN PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ILMIAH ... iv

ABSTRAK ... v

ABSTRACT... vi

HALAMAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH ... vii

KATA PENGANTAR ... viii

DAFTAR ISI... x

DAFTAR BAGAN ... xiii

DAFTAR TABEL ... xiv

DAFTAR LAMPIRAN ... xv

BAB I. PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang Masalah... 1

B. Rumusan Masalah ... 6

C. Tujuan Penelitian ... 7

D. Manfaat Penelitian ... 7

1. Manfaat Teoritis ... 7

2. Manfaat Praktis ... 7

BAB II. LANDASAN TEORI ... 8

(11)

xi

1. Pengertian Intensi... 8

2. PengertianTurnover ... 11

3. Pengertian IntensiTurnover ... 12

4. Faktor- faktor yang MempengaruhiTurnover... 15

B. Heroic Leadership... 18

1. PengertianHeroic Leadership... 18

2. Pilar- pilarHeroic Leadership... 19

C. Hubungan antaraHeroic Leadership Atasan dengan IntensiTurnoverKaryawan ... 24

D. Kerangka Berpikir ... 26

E. Hipotesis ... 27

BAB III. METODOLOGI PENELITIAN ... 28

A. Jenis Penelitian... 28

B. Variabel Penelitian ... 28

C. Definisi Operasional... 28

1. IntensiTurnover ... 28

2. Heroic Leadership... 29

D. Subjek Penelitian... 29

E. Metode dan Alat Pengumpulan Data ... 30

1. Skala IntensiTurnover... 30

2. SkalaHeroic Leadership... 31

F. Validitas, Seleksi Aitem, dan Reliabilitas Skala... 33

(12)

xii

2. Seleksi Aitem ... 34

3. Reliabilitas... 36

G. Metode Analisis Data ... 36

1. Uji Asumsi... 37

2. Uji Hipotesis... 37

BAB IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ... 39

A. Persiapan Penelitian ... 39

B. Pelaksanaan Penelitian ... 39

C. Hasil Penelitian ... 40

1. Uji Asumsi... 40

2. Uji Hipotesis... 42

3. Deskripsi Data Penelitian ... 42

D. Pembahasan... 43

BAB V. PENUTUP... 46

A. Kesimpulan ... 46

B. Keterbatasan Penelitian ... 46

C. Saran... 46

1. Bagi Perusahaan ... 46

2. Bagi Peneliti Selanjutnya ... 46

DAFTAR PUSTAKA ... 48

(13)

xiii

DAFTAR BAGAN

Bagan 1. Bagan Teori Perilaku Terencana

(Theory of Planned Behavior) (Ajzen, 1991) ... 9

(14)

xiv

DAFTAR TABEL

Tabel 1. BlueprintSkala IntensiTurnover... 31

Tabel 2. BlueprintSkalaHeroic Leadership... 33

Tabel 3. BlueprintSkala IntensiTurnoverSetelah Seleksi Aitem... 35

Tabel 4. BlueprintAitemHeroic LeadershipSetelah Seleksi Aitem ... 35

(15)

xv

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1. SkalaHeroic Leadershipdan IntensiTurnover... 52

Lampiran 2. Uji Reliabilitas SkalaHeroic Leadership... 63

Lampiran 3. Uji Reliabilitas Skala IntensiTurnover... 69

Lampiran 4. Uji Asumsi... 73

Lampiran 5. Uji-T DataHeroic Leadershipdan Intensi Turnover... 74

(16)

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Penelitian dengan topik turnover telah banyak dilakukan oleh para

ahli (Ongori, 2007). Walaupun sudah banyak penelitian yang dilakukan

tetapi tren terjadinya turnover terus meningkat. Terjadinya turnover

didukung oleh pertumbuhan ekonomi Indonesia yang rata-rata mencapai

5,9% pada rentang waktu lima tahun terakhir. Hal tersebut, mengakibatkan

terjadinya persaingan memperebutkan karyawan oleh sejumlah perusahaan.

Oleh karena itu, perusahaan menganggap mepertahankan karyawan sebagai

salah satu tantangan bisnis yang paling penting (Radjasa, 2012).

Turnover adalah berpindahnya karyawan dari tempatnya bekerja

(Mobley, 1986). Perpindahan karyawan dapat berdampak positif dan

negatif bagi perusahaan. Dampak positif turnover antara lain: pergantian

karyawan menyebabkan kinerja perusahaan meningkat apabila karyawan

yang keluar adalah karyawan yang berkinerja rendah, masuknya

keterampilan dan kreativitas yang dibawa oleh karyawan baru ke dalam

perusahaan, kesempatan promosi jabatan bagi karyawan lain dan

menghemat pengeluaran perusahaan apabila tidak mengganti karyawan

yang keluar (Allen, Bryant & Vardaman, 2010).

Turnover juga memiliki dampak yang negatif bagi perusahaan.

(17)

oleh perusahaan. Menurut Hinkin & Tracie (2010) biaya tersebut berupa

biaya perpisahan meliputi biaya untuk wawancara keluar dan pemrosesan

berkas. Biaya rekrutmen meliputi biaya iklan, fee untuk agen (jika

menggunakan) dan biaya korespondensi. Sedangkan biaya seleksi meliputi

biaya cek kesehatan, wawancara HRD dan wawancara manajerial . Biaya

lain yang juga harus ditanggung perusahaan adalah biaya pelatihan

karyawan baru (Allen, Bryant & Vardaman, 2010). Selain itu, pergantian

karyawan memungkinkan terjadinya penurunan atau kehilangan

produktivitas perusahaan (Hinkin & Tracie, 2000). Penurunan produktivitas

dapat terjadi apabila karyawan yang meninggalkan organisasi merupakan

rekan kerja yang berharga. Hal tersebut akan berdampak pada merosotnya

semangat kerja dan masalah komunikasi (Mobley, 1986) Dampak negatif

tersebut berpotensi merugikan perusahaan. Oleh karena itu, perusahaan akan

berusaha mencegah terjadinya turnover. Hal tersebut dilakukan untuk

menghindari kerugian yang akan ditanggung perusahaan.

Perusahaan dapat mengetahui seberapa besar kemungkinan

seseorang melakukan turnover. Turnover dapat diprediksi dengan

mengetahui intensi turnover pada karyawan. Intensi turnover merupakan

prediktor turnover yang baik (Kreitner & Kenicki, 2008). Intensi turnover

adalah kesadaran dan keinginan yang disengaja untuk meninggalkan

organisasi (Tett & Meyer, 1993).

Salah satu alasan karyawan melakukan turnover karena mereka

(18)

Kepemimpinan adalah kemampuan mempengaruhi orang lain untuk

mencapai suatu tujuan yang telah ditetapkan (Morrow, 1999). Dalam suatu

organisasi, pemimpin merupakan seseorang yang mempengaruhi,

memotivasi dan merubah perilaku (Kreitner & Kinicki, 2008).

Kepemimpinan merupakan hal yang penting bagi organisasi.

Kepemimpinan dibutuhkan untuk membuat suatu misi organisasi berhasil.

Tanpa kepemimpinan sebuah organisasi akan mengalami stagnasi dan

kehilangan arah tujuan (Sharma & Bajpai, 2010). Akan tetapi dalam proses

penerapannya, kepemimpinan dapat berdampak positif atau negatif bagi

perusahaan.

Kepemimpinan dapat berdampak positif ketika pemimpin: mampu

memberikan penghargaan pada bawahan, terbuka pada pendapat dari orang

lain (Sharma & Bajpai, 2010), serta menjadi teladan bagi bawahan dan

mampu memecahkan suatu masalah (Barry, 2012). Hal tersebut akan

mengakibatkan karyawan memiliki penilaian yang positif terhadap figur

atasan. Penilaian yang positif terhadap kepemimpinan akan meningkatkan

kepuasan kerja (Chen, Beck & Amos, 2005), meningkatka komitmen

organisasi (Tatlah, ali & Saeed, 2011) dan mengurangi terjadinya turnover

(Branham, 2005).

Ada banyak teori kepemimpinan yang ditawarkan oleh para ahli

(Yukl, 2007; Harsono, 2010). Salah satu model kepemimpinan yang ada

adalah Heroic leadership (Lowney, 2005). Heroic leadership merupakan

(19)

diri (mengetahui kelemahan dan kelebihan dalam diri), ingenuitas (mampu

beradaptasi dalam situsai yang berubah), cinta (menciptakan hubungan atas

dasar kesetian dan penghargaan pada orang lain) dan heroisme (selalu

berusaha yang terbaik).

Heroic leadership menolak gaya kepemimpinan ketua yang selama

ini dipraktikkan oleh kebanyakan perusahaan. Kepeimpinan ketua adalah

kepemimpinan yang mengacu pada orang yang bertindak sebagai pemimpin.

Selama ini, yang disebut sebagai pemimpin adalah orang yang memegang

kekuasaan seperti manajer atau direktur (Harsono, 2010). Menurut Harsono

(2010), dari sekian banyak teori kepemimpinan yang ada memiliki

kesamaan pokok. Kesamaan tersebut yaitu bahwa pengertian kepemimpinan

mengacu pada unsur orangnya. Sedangkan perbedaan utama dari teori- teori

kepemimpinan yang ada adalah pada keikutsertaan bawahan dalam

pembuatan keputusan.

Kelemahan dari kepemimpinan ketua antara lain: bahwa keputusan

terakhir ada di tangan pemimpin, hal tersebut menegaskan bahwa partisipasi

dalam pengambilan keputusan adalah partisipasi semu, orang yang terpilih

sebagai pemimpin terkadang merasa lebih pandai, lebih bijaksana dan paling

benar (Harsono, 2010). Dalam hal ini orang lain akan diposisikan sebagai

pengikut yang tenaganya diperas untuk melakukan apa yang diinginkan

pemimpin. Sebagai gantinya heroic leadership memandang bahwa “kita

semua pemimpin, dan kita memimpin sepanjang waktu”. Seorang pemimpin

(20)

adalah pemimpin dan mereka memiliki pengaruh baik bagi dirinya sendiri

maupun orang lain (Lowney, 2005). Oleh karena itu, pemimpin akan

mengembangkan setiap calon pemimpin untuk memimpin sehingga pada

suatu saat dia bisa bertindak sebagai seorang pemimpin yang baik.

Selain itu, terdapat juga teori kepemimpinan yang memberikan

kesempatan partisipasi memimpin atau pengambilan keputusan. Namun,

dalam praktiknya teori tersebut hanya diposisikan sebagai gaya

kepemimpinan. Gaya kepemimpinan dapat berbeda tergantung pada siapa

orangnya. Ketika seorang pemimpin bersedia maka kesempatan tersebut

terbuka. Akan tetapi menurut teori tersebut tidak diungkapkan siapa yang

berwenang menentukan keputusan akhir (Harsono, 2010). Berbeda dengan

pandangan heroic leadership tentang kepemimpinan. Heroic leadership

memandang bahwa “kepemimpinan bukan suatu tindakan, melainkan suatu

cara hidup”. Kepemimpinan bukan suatu tugas atau bukan peran yang harus

dimainkan ketika seseorang bekerja. Oleh karena itu, kapanpun dan

dimanapun orang tersebut berada heroic leadership akan terwujud dalam

tindakannya (Lowney, 2005). Dalam hal ini tindakan seseorang dengan

heroic leadership mencerminkan pilar kesadaran diri, ingenuitas, cinta dan

heroisme.

Pilar-pilar yang ada dalam heroic leadership akan mampu

menjadikan seorang pemimpin yang efektif. Pemimpin mungkin akan

mampu menciptakan penilaian yang positif dari karyawan. Hal tersebut

(21)

mereka memberikan suatu visi yang besar. Tidak hanya sebatas memberikan

visi yang besar tetapi pemimimpin juga akan berusaha mewujudkan visi

tersebut dengan penuh semangat. Oleh karena itu, pemimpin akan menjadi

teladan bagi pengikutnya. Selain itu, hubungan kerja yang didasarkan pada

cinta akan membuat seseorang merasa diterima dan dihargai. Perasaan

diterima dan dihargai akan mengakibatkan terciptanya hubungan yang

positif antara atasan dan bawahan. Karyawan yang menilai atasan adalah

seseorang yang baik, menghargai para karyawan, mampu memberi

semangat dan menjadi teladan akan memiliki kepuasan kerja yang tinggi

(Sharma & Bajpai, 2010). Kepuasan kerja yang tinggi akan mengurangi

terjadinya turnover. Akan tetapi, penelitian mengenai hubungan antara

heroic leadership dengan intensi turnover belum pernah diteliti. Oleh

karena itu, belum dapat disimpulkan bahwa heroic leadership termasuk

dalam kepemimpinan yang berpengaruh terhadap turnover. Melalui

penelitian ini, peneliti ingin mengetahui apakah heroic leadershipmemiliki

hubungan dengan tingkat intensiturnoverkaryawan?

B. Rumusan Masalah

Apakah ada hubungan antara heroic leadership atasan dengan intensi

(22)

C. Tujuan Penelitian

Mengetahui hubungan antara heroic leadership atasan dengan intensi

turnoverkaryawan.

D. Manfaat Penelitian 1. Manfaat Teoretis

Memperkaya penelitian dalam bidang psikologi industri

organisasi kaitannya dengan kepemimpinanheroic leadershipdan intensi

turnover.

2. Manfaat Praktis

a. Memberikan gambaran mengenai hubungan antaraheroic leadership

atasan dengan intensi turnover kepada perusahaan. Informasi

tersebut dapat berguna bagi perusahaan dalam menentukan kebijakan

untuk mencegah terjadinyaturnover.

b. Memberikan informasi mengenai tingkat intensi turnover karyawan

(23)

8 BAB II

LANDASAN TEORI A. Intensi Turnover

1. Pengertian Intensi

Intensi merupakan niat seseorang untuk berperilaku tertentu

(Azwar, 2005). Sedangkan definisi lain dari intensi adalah kemungkinan

subjektif seseorang bahwa dirinya akan berperilaku tertentu (Fishbein &

Ajzen, 1975).

Dalam teori perilaku terencana (theory planned behavior), intensi

merupakan prediktor terbaik dari perilaku yang akan dilakukan.

Sedangkan intensi tersebut ditentukan oleh 3 hal, yaitu: sikap spesifik

terhadap perilaku (attitude toward the behavior), norma subjektif

(subjective norms) dan kontrol perilaku yang dihayati (perceived

behavioral control) (Aronson, Wilson & Akert, 2005). Ketiga komponen

tersebut berinteraksi dan menjadi penentu bagi intensi (Azwar, 2005)

Akan tetapi, hal yang paling mendasar dari ketiga hal tersebut adalah

keyakinan (beliefs) (Ajzen, 1991). Hubungan antara keyakinan, sikap,

(24)

Bagan 1. Bagan teori perilaku terencana ( Theory of Planned Behavior) (Ajzen, 1991).

a. Behavioral BeliefdanAttitude Toward The Behavior

Behavioral belief adalah keyakinan bahwa perilaku tersebut

membawa kepada hasil yang diinginkan atau tidak (Azwar, 2005).

SedangkanAttitude toward the behaviormerujuk pada sejauh mana

seseorang memiliki evaluasi atau penilaian bahwa perilaku tersebut

menguntungkan atau tidak (Ajzen, 1991). Ketika seseorang memiliki

keyakinan bahwa perilaku tertentu akan membawa kepada hasil

tertentu, maka secara otomatis dan bersamaan sikap terhadap

perilaku tersebut juga akan terbentuk (Ajzen, 1991).

Intention Behavior

Control beliefs

Perceived Behavioral

Control Behavioral

beliefs

Attitude toward the

behavior

Normative beliefs

(25)

b. Normative BeliefsdanSubjective Norms

Normative beliefs adalah keyakinan mengenai apakah

perilaku yang bersangkutan adalah perilaku yang diharapakan oleh

anggota kelompok atau tidak (Azwar, 2005). Normative beliefs akan

membentuksubjective normsdalam siri seseorang. Subjective norms

adalah tekanan sosial yang dirasakan untuk melakukan atau tidak

melakukan perilaku (Ajzen, 1991).

c. Control BeliefsdanPerceived Behavioral Control

Control beliefs adalah suatu keadaan yang berkaitan dengan

ada atau tidak adanya sumber daya dan kesempatan. Control beliefs

didasarkan pada pengalaman masa lalu dengan perilaku dan

informasi dari orang lain mengenai perilaku yang bersangkutan

(Ajzen, 1991). Hal tersebut akan menimbulkan kesan apakah

perilaku tersebut mudah atau sulit untuk dilakukan atau disebut

sebagaiperceived behavioral control(Ajzen, 1991).

Attitude Toward The Behavior, Subjective Norms dan

Perceived Behavioral Control dapat saling berinteraksi dalam

membentuk intensi. Akan, tetapi perceived behavioral control dapat

berakibat secara langsung dari terbentuknya suatu perilaku (Ajzen,

1991).

Berdasarkan hal tersebut maka dapat disimpulkan bahwa

(26)

terntentu didasarkan pada sikap spesifik terhadap perilaku (Attitude

Toward The Behavior), norma subjektif (Subjective Norms) dan

kontrol perilaku yang dihayati (Perceived Behavioral Control).

2. Pengertian Turnover

Penelitian dengan topikturnover telah banyak dilakukan (Ongori,

2007). Demikian juga telah banyak ahli yang memberikan definisi

turnover. Dalam suatu perusahaan, turnover dapat digolongkan menjadi

2 tipe: turnover berdasarkan keinginan pekerja (voluntary turnover) dan

turnover berdasarkan keinginan perusahaan (involuntary turnover)

(Riggio, 2008). Selain itu, turnover diartikan sebagai perputaran pekerja

di seputar pasar tenaga kerja; di antara firma dan pekerjaan; di antara

keadaan bekerja dan tidak bekerja (Abassi dalam Ongori, 2007). Akan

tetapi turnover juga diartikan sebagai pemutusan hubungan kerja

seseorang dengan perusahaan (Tett & Mayer, 1993). Namun, Mobley

memberikan batasan turnover sebagai berhentinya seseorang dari

keanggotaan organisasi atau perusahaan yang disertai dengan pemberian

imbalan keuangan oleh organisasi yang bersangkutan (Mobley, 1986).

Pemberian imbalan ditegaskan pada UU 13 tahun 2003 pasal 162 ayat 1

tentang ketenagakerjaan, ketika seseorang mengundurkan diri maka

orang tersebut tetap mendapat uang penggantian hak sebagaimana yang

(27)

Berdasarkan definisi tersebut, dapat disimpulkan bahwa turnover

adalah putusnya hubungan kerja seseorang dengan perusahaan tempatnya

bekerja disertai dengan sejumlah imbalan keuangan.

3. Pengertian Intensi Turnover

Intensi turnover merupakan prediktor turnover yang baik

(Kreitner & Kenicki, 2008). Intensi turnover adalah kesadaran dan

keinginan yang disengaja untuk meninggalkan organisasi (Tett & Meyer,

1993). Intensi turnover juga diartikan sebagai suatu proses berfikir,

merencanakan, dorongan untuk meninggalkan organisasi (Mobley dalam

Feng & Angeline 2010).

Berdasarkan hubungan perantara Mobley (Mobley, 1986 ;

Mobley dalam Luu & Hattrup, 2010), keinginan seseorang untuk keluar

dari tempat kerja disebabkan oleh evaluasi terhadap pekerjaan saat ini.

Hasil dari evaluasi tersebut adalah kepuasan terhadap pekerjaan saat ini.

Karyawan yang merasa tidak puas dengan pekerjaannya akan memiliki

pemikiran untuk keluar dari perusahaan.

Karyawan yang berpikir untuk keluar, tidak langsung keluar

begitu saja dari perusahaan. Akan tetapi, karyawan tersebut akan

mempertimbangkan dahulu dampak pengunduran diri bagi dirinya.

Selanjutnya karyawan tersebut akan mencari alternatif pekerjaan lain.

Alternatif pekerjaan yang telah didapatkan kemudian dibandingkan

(28)

akan memiliki keinginan untuk tetap tinggal atau tidak. Pada akhirnya

karyawan memutuskan untuk keluar dari perusahaan atau tetap tinggal.

Dari penjelasan tersebut maka dapat disimpulkan bahwa intensi

turnover adalah keinginan seseorang untuk meninggalkan organisasi

dalam hal ini perusahaan. Seseorang yang memiliki intensi turnover

apabila : berpikir untuk keluar dan mencari alternatif pekerjaan lain.

Model hubungan perantara Mobley digambarkan dalam bagan sebagai

(29)

Bagan 2. Model Hubungan Perantara Mobley (Mobley, 1986).

Evaluasi terhadap Pekerjaan yang ada.

Kepuasan terhadap pekerjaan yang dirasakan- perasaan tidak puas.

Berpikir keluar.

Evaluasi atau membandingkan alternatif lain.

Maksud untuk mencari alternatif lain.

Mencari alternatif lain.

Menbandingkan alternatif yang ada dengan pekerjaan sekarang.

Evaluasi terhadap akibat pengunduran diri.

Niat untuk keluar atau tinggal

(30)

Dari pengertian yang telah disebutkan, maka dapat disimpulkan

bahwa intensi turnover adalah keinginan karyawan untuk meninggalkan

perusahaan. Keinginan tersebut muncul dalam aspek berpikir keluar dan

mencari alternatif pekerjan lain.

4. Faktor- faktor yang Mempengaruhi Turnover a. Kepuasan Kerja

Kepuasan kerja merujuk pada perasaan dan sikap positif atau

negatif mengenai pekerjaannya (Schultz & Schultz, 2010). Kepuasan

kerja memiliki pengaruh pada terjadinyaturnoverkaryawan (Schultz

& Schultz, 2010). Ada beberapa faktor yang berhubungan dengan

kepuasan kerja seseorang. Faktor tersebut antara lain: usia,

kemampuan kognitif, kesesuaian pekerjaan dan keadilan organisasi.

Secara keseluruhan, kepuasan kerja meningkat berdasarkan

usia seseorang (Schultz & Schultz, 2010). Kepuasan kerja yang

rendah terjadi pada pekerja yang berusia paling muda (Schultz &

Schultz, 2010). Mereka tidak puas pada pekerjaan pertama mereka

karena mereka gagal untuk menemukan tantangan dan

tanggungjawab. Sedangkan pada pekerja yang lebih tua, umur dan

pengalaman yang dimiliki meningkatkan percaya diri, kompetensi

(31)

Selain itu, kemampuan kognitif juga berhubungan dengan

performa dan kepuasan (Schultz & Schultz, 2010). Seseorang yang

merasa pekerjaannya tidak menantang melaporkan bahwa dirinya

tidak puas dengan pekerjaannya (Schultz & Schultz, 2010).

Kepuasan kerja juga dipengaruhi oleh kesesuaian pekerjaan.

Semakin sesuai kemampuan atau keahlian seseorang dengan tuntutan

pekerjaan semakin besar kepuasan kerja seseorang (Schultz &

Schultz, 2010).

Keadilan organisasi adalah persepsi seseorang mengenai

seberapa adil dirinya diperlakukan oleh perusahaan ( Schultz &

Schultz, 2010). Seseorang yang merasa diperlakukan tidak adil oleh

perusahaan maka kepuasan kerjanya akan turun (Schultz & Schultz,

2010).

b. Stres Kerja

Stres adalah respon fisiologis dan psikologis terhadap

stimulus yang berlebihan, tidak menyenangkan dan kejadian yang

mengancam (Schultz & Schultz, 2010). Stres di lingkungan kerja

dapat merugikan perusahaan. Stres dapat menyebabkan produktivitas

yang rendah, menurunkan motivasi dan meningkatkan kecelakaan.

Selain itu, stres yang tinggi berhubungan dengan intensi turnover

(32)

c. Komitmen Organisasi

Komitmen organisasi adalah derajat keterikatan seseorang

dengan perusahaan tempat dirinya bekerja. Seseorang yang memiliki

komitmen organisasi memiliki ciri-ciri: penerimaan terhadap

nilai-nilai dan tujuan perusahaan, melakukan usaha demi organisasi atau

perusahaan dan memiliki dorongan yang kuat untuk terus

bekerjasama dengan perusahaan (Schultz & Schultz, 2010).

Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, komitmen organisasi

berpengaruh terhadapturnoverkaryawan (Teet & Meyer, 1993).

d. Kepemimpinan

Kepemimpinan dapat berpengaruh langsung terhadap

terjadinya turnover (Branham, 2005). Karyawan memutuskan untuk

keluar karena atasan mereka kurang memiliki kepemimpinan. Selain

itu, kepemimpinan juga dapat berpengaruh secara tidak langsung

padaturnover.Karyawan akan menilai bahwa kepemimpinan atasan

merupakan kepemimpinan yang efektif atau tidak efektif. Karyawan

yang menilai bahwa atasan memiliki kepemimpinan yang tidak

efektif akan memiliki kepuasan kerja yang rendah (Sharma &

Bajpai, 2010). Karyawan dengan kepuasan kerja yang rendah

cenderung memiliki intensi turnover (Teet & Meyer, 1993; Schultz

(33)

B. Heroic Leadership

1. Pengertian Heroic Leadership

Heroic leadership merupakan tipe kepemimpinan yang

dikenalkan oleh Chris Lowney dalam bukunya yang berjudul “Heroic

leadership: Praktik terbaik “perusahaan” berumur 450 tahun yang

mengubah dunia” (Lowney, 2005). Heroic leadership bukanlah tipe

kepemimpinan yang baru. Heroic leadership sudah lama dipraktikkan

sejak tahun 1540. Akan tetapi, apa yang mereka lakukan tidak mereka

sebut sebagaiheroic leadership.

Heroic leadership adalah sebutan yang diberikan oleh Chris

Lowney untuk menyebut kepemimpinan yang mereka terapkan. Selain

itu, dalam bukunya Lowney tidak memberikan definisi yang tegas

mengenai heroic leadership. Oleh karena itu, penulis mendefinisikan

heroic leadership sebagai kepemimpinan yang menekankan pada

kesadaran diri, ingenuitas (mampu beradaptasi pada lingkungan yang

selalu berubah), cinta (menciptakan hubungan yang positif dan saling

menghargai), dan heroisme (memiliki tujuan yang besar dan selalu

berusaha yang terbaik).

Perbedaan utama dari tipe kepemimpinan heroik dengan

kepemimpinan yang lain bahwa heroic leadership bukan taktik atau

teknik untuk memimpin. Akan tetapi, heroic leadership merupakan cara

hidup seorang pemimpin. Cara hidup yang dimaksud adalah perilaku

(34)

heroic leaderhip. Pilar-pilar tersebut adalah kesadaran diri, ingenuitas,

cinta dan heroisme (Lowney, 2005).

Pandangan lain yang membuatheroic leadership berbeda dengan

teori kepemimpinan yang lain adalah mengenai siapa yang disebut

pemimpin. Pada umumnya yang disebut dengan pemimpin adalah orang

yang memegang kekuasaan. Akan tetapi, heroic leadership memandang

bahwa yang setiap orang adalah pemimpin dan memimpin sepanjang

waktu. Setiap orang adalah pemimpin bagi dirinya sendiri. Disamping

itu, tiap orang memiliki pengaruh terhadap orang lain (Lowney, 2005).

Pandangan tersebut akan mempengaruhi cara atasan dalam

memperlakukan bawahan.

2. Pilar-pilar Heroic Leadership a. Kesadaran Diri

Menurut Lowney (2005), kesadaran diri bukanlah produk

sekali jadi. Kesadaran diri didapat melalui latihan yang terus

menerus. seseorang yang memiliki kesadaran diri akan meluangkan

waktunya untuk melakukan refleksi. Mereka akan kembali

mengevaluasi apa yang telah mereka lakukan. Mereka menilai

apakah yang telah mereka lakukan sesuai dengan tujuan. Dalam

jalan yang terus berubah, refleksi perlu dilakukan agar mereka selalu

(35)

Kesadaran diri berarti mengetahui siapa dirinya dan apa yang

diinginkannya ( Lowney, 2005). Seseorang dengan kesadaran diri

tidak akan lepas dari tujuan yang telah ditetapkannya. Kesadaran diri

akan selalu mengingatkan seseorang tentang siapa dirinya, dimana

posisi dirinya dan kemana tujuan mereka dalam lingkungan yang

terus berubah.

Contoh kasus yang diberikan oleh Lowney adalah ketika

sebuah perusahaan mengalami pertumbuhan yang pesat dan

kekurangan tenaga. Kebutuhan akan tenaga kerja memaksa

perusahaan untuk memperbanyak rekrutmen. Agar banyak pekerja

yang didapat, tak jarang perusahaan tersebut menurunkan standar

kompetensi yang dibutuhkan. Dengan melakukan hal tersebut,

kebutuhan akan tenaga kerja yang banyak dapat terpenuhi. Akan

tetapi, hal tersebut memungkinkan terjadinya penurunan kualitas

yang dapat berdampak pada nama baik perusahaan. Berbeda dengan

hal tersebut, para pemimpin Yesuit justru semakin mempersulit dan

memperketat proses penerimaan anggota baru. Hal tersebut

dilakukan atas dasar menjaga reputasi perusahaan dan layanan yang

berkualitas. Walupun mereka harus kehilangan peluang untuk

menjadi yang pertama. Hal tersebut menunjukkan bagaimana

seseorang tetap fokus pada tujuan semula dan tidak terpancing pada

(36)

Seseorang yang memiliki kesadaran diri mengetahui apa

kelebihan yang dimilikinya dan menandai kelemahan-kelemahan

yang menghambat pencapaian tujuan. Oleh karena itu, orang dengan

kesadaran diri akan mengejar apa yang diinginkannya dengan penuh

semangat dan mengilhami orang lain (Lowney, 2005).

b. Ingenuitas

Ingenuitas maksudnya adalah suatu kemampuan untuk

berinovasi dan beradaptasi dengan penuh keyakinan diri (Lowney,

2005). Oleh karena itu, ingenuitas menuntut seorang pemimpin

untuk membebaskan diri dari kebiasaan- kebiasaan dan

prasangka-prasangka yang tertanam dalam dirinya (Lowney, 2005). Ingenuitas

akan menyadarkan seseorang pada banyaknya peluang atau

kesempatan yang tersedia.

Lowney menggambarkan ingenuitas dalam bukunya melalui

tokoh yang bernama Fransiskus Xaverius. Dia ditunjuk untuk pergi

kesebuah tempat yang belum pernah dia kunjungi. Jawaban yang dia

berikan adalah “Baik, saya siap”. Hal tersebut menunjukkan bahwa

dia memiliki ingenuitas. Dia yakin bahwa ditempat yang baru dia

akan mampu beradaptasi dan memberikan kontribusi pada

organisasinya. Bagi dia bukan tempat yang perlu dicemaskan tapi

yang terpenting adalah apa yang dia perbuat. Di tempat dia bertugas,

(37)

dengan pimpinannya. Hal tersebut dilakukan karena dia yakin apa

yang dilakukan sesuai dengan arah perusahaannya. Dia juga melihat

bahwa minat orang- orang untuk mendapatkan pendidikan sangat

besar. Selain itu, dia juga dia pergi meninggalkan Jepang dan

bergegas menuju ke Cina karena melihat adanya peluang yang lebih

besar. Ingenuitas membuat tokoh mampu untuk melihat peluang dan

memanfaatkan peluang yang tersedia.

c. Cinta

Cinta yang dimaksud oleh Lowney adalah suatu kemampuan

untuk melihat potensi dan bakat yang dimiliki orang lain. Oleh

karena itu, mereka menciptakan suatu lingkungan yang didasari oleh

kesetian, afeksi dan sikap saling mendukung (Lowney, 2005).

Seseorang akan menghasilkan kinerja yang paling baik ketika

mereka dihormati, dihargai dan dipercaya dengan tulus (Lowney,

2005).

Sebuah perusahaan tidak akan menolak orang berbakat

berdasarkan latar belakangnya. Apapun latar belakangnya, apabila

seseorang tersebut memang berkualitas dan dapat berkontribusi pada

perusahaan maka orang tersebut akan diterima. Tidak hanya sebatas

menerima saja, namun perusahaan tersebut akan memperhatikan

(38)

d. Heroisme

Lowney mengartikan heroisme sebagai suatu kemampuan

untuk menyemangati diri sendiri dan orang lain dengan ambisi yang

heroik. Dengan sasaran yang heroik, seseorang akan membangkitkan

keinginan yang besar dalam diri untuk mencapai sasaran tersebut.

Sedangkan sasaran yang heroik adalah sasaran yang ambisius atau

selalu mengharapkan yang lebih (magis). Akan tetapi, seorang

pemimpin dengan heroic leadership tidak hanya sebatas pada

menetapkan tujuan yang heroik tetapi juga memberikan contoh

dalam mencapai tujuan tersebut.

Saat ini banyak perusahaan yang memberikan tujuan yang

besar bagi karyawan. Tujuan tersebut memang dapat membuat

karyawan termotivasi. Akan tetapi, motivasi yang telah didapat dapat

berubah menjadi pandangan yang pesimis dari karyawan. Hal

tersebut dapat terjadi karena karyawan tidak melihat peran langsung

atasan untuk mewujudkan tujaun tersebut (Lowney, 2005).

Dalam bukunya, Lowney memberikan contoh tentang

heroisme. Lowney menggambarkan heroisme melalui tokoh-tokoh

dalam bukunya. Tokoh- tokoh yang memiliki tujuan yang besar.

Tujuan yang pada waktu itu sangat sulit atau bahkan mustahil untuk

dilakukan. Tujuan tersebut antara lain berusaha untuk bermediasi

dengan raja dan menemukan jalan alternatif untuk mempersingkat

(39)

besar tetapi juga mendedikasikan waktu dan tenaga untuk

mewujudkan tujan tersebut.

Untuk mewujudkan sasaran yang heroik ada tiga langkah

yang harus dilakukan (Lowney, 2005), yaitu:

1) Menganjurkan para anggota baru untuk mengubah aspirasi

perusahaan menjadi misi pribadi.

2) Menekankan budaya perusahaan yang heroisme dan memberi

teladan tentang heroisme tersebut.

3) Memberikan kesempatan pada setiap pribadi untuk

memperbesar diri sendiri dengan memberikan sumbangan yang

bermakna bagi perusahaan.

Dari penjelasan tersebut dapat disimpulakan bahwa heroic

leadership adalah kepemimpinan yang didasarkan pada pilar kesadaran

diri, ingenuitas, cinta dan heroisme. Keempat pilar tersebut akan selalu

ditampilkan oleh pemimpin dimanapun dia berada. Hal tersebut

dikarenakanheroic leadershipmerupakan cara hidup seorang pemimpin.

C. Hubungan antara Heroic Leadership Atasan dengan Intensi Turnover Karyawan.

Menurut Lowney (2005),heroic leadershipmemiliki 4 pilar. Keempat

pilar tersebut adalah kesadaran diri, ingenuitas, cinta dan heroisme.

Kesadaran diri adalah menyadari siapa dirinya, baik itu kelemahan atau

(40)

sebagai seorang yang tahu dimana dia harus memposisikan dirinya dan tahu

apa yang harus dia perbuat. Seseorang dengan kesadaran diri akan selalu

fokus pada tujuan yang telah ditetapkannya. Ingenuitas adalah berinovasi dan

beradaptasi dengan penuh percaya diri. Hal ini menjadikan pemimpin sebagai

seorang yang mampu menyesuaikan diri disegala macam kondisi. Selain itu,

ingenuitas akan membuat seseorang mampu melihat peluang yang bisa

dimanfaatkan. Cinta akan menjadikan pemimpin dapat menciptakan suatu

hubungan yang saling mendukung satu sama lain dan menghargai bawahan.

Seseorang yang memiliki cinta tidak akan menolak orang yang berbakat.

Apapun latar belakangnya, asalkan sejalan dengan tujuan perusahaan dan

mampu memberikan sumbangan yang berharga akan diterima dengan senang

hati. Sedangkan heroisme akan menjadikan pemimpin memiliki ambisi yang

besar. Ambisi yang besar akan membuat seseorang terus termotivasi untuk

mewujudkan tujuan tersebut. Selain itu, pemimpin tidak hanya memberikan

tujuan yang besar tetapi juga menjadi teladan bagi bawahan dalam

mewujudkan tujuan tersebut.

Dalam bekerja, seorang karyawan akan berinteraksi dengan atasannya.

Selama interaksi berlangsung, bawahan akan menilai kepemimpinan atasan.

Karyawan akan menilai apakah atasan memilikiheroic leadershipyang tinggi

atau rendah.

Karyawan yang menilai atasan memilikiheroic leadershipyang tinggi

akan memiliki tingkat intensiturnoveryang rendah. Hal tersebut dikarenakan

(41)

baik. Atasan akan mampu memberikan suatu visi yang besar bagi bawahan.

Selain memberikan visi yang besar, pemimpin juga kan menjadi role model

bagi bawahan. Pemimpin juga akan mampu menciptakan hubungan yang

positif dengan bawahan. Hubungan positif yang didasari oleh cinta akan

membuat bawahan merasa dihargai, didukung dan diperlakukan adil.

Sedangkan karyawan yang menilai atasan memiliki heroic leadership yang

rendah akan memiliki tingkat intensiturnoveryang lebih tinggi.

D. Kerangka Berpikir

(42)

E. Hipotesis

Hipotesis dari penelitian ini adalah adanya hubungan yang negatif

antara heroic leadership dengan intensi turnover karyawan. Hal tersebut

berarti, semakin tinggi atasan memimpin dengan heroic leadership maka

semakin rendah tingkat intensi turnover karyawan tersebut. Begitu pula

sebaliknya, semakin rendah seorang atasan memimpin dengan heroic

(43)

28

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

A. Jenis Penelitian

Dalam penelitian ini, digunakan metode korelasional. Oleh karena itu,

penelitian ini akan mencari hubungan antara dua variabel (Noor, 2011).

Dalam penelitian ini, peneliti akan meneliti hubungan heroic leadership

atasan dengan intensiturnoverkaryawan.

B. Variabel Penelitian

Variabel tergantung : Intensiturnoverkaryawan.

Variabel bebas :Heroic leadership.

C. Definisi Operasional 1. Intensi Turnover

Intensi turnover diartikan sebagai keinginan karyawan untuk

meninggalkan perusahaan. Tingkat intensi turnover diketahui dengan

mengukur aspek intensi turnover. Aspek tersebut adalah berpikir keluar

dan mencari alternatif pekerjan lain.

Tingkat intensi turnover diukur dengan skala intensi turnover

karyawan. Semakin tinggi skor total yang diperoleh berarti semakin

(44)

semakin rendah skor total, semakin rendah tingkat intensi turnover

karyawan.

2. Heroic Leadership

Heroic Leadersip adalah kepemimpinan yang menekankan pada

kesadaran diri, ingenuitas (mampu beradaptasi pada lingkungan yang

selalu berubah), cinta (menciptakan hubungan yang positif dan saling

menghargai), dan heroisme (memiliki tujuan yang besar dan selalu

berusaha yang terbaik). Tingkat heroic leadership atasan akan diukur

dengan skala heroic leadership yang terdiri dari aspek kesadaran diri,

ingenuitas, cinta dan heroisme. Skala dibuat untuk mengetahui apakah

atasan memiliki heroic leadership yang tinggi atau rendah. Skala akan

diberikan pada karyawan. Karyawan akan menilai tingkat heroic

leadership atasan. Semakin tinggi skor total yang diperoleh berarti

semakin tinggiheroic leadershipatasan. Semakin rendah skor total maka

semakin rendahheroic leadershipatasan.

D. Subjek Penelitian

Populasi dari penelitian ini adalah karyawan. Pemilihan subjek dalam

penelitian ini menggunakan teknik Convenience sampling. Subjek dalam

penelitian ini dipilih berdasarkan kesediannya untuk menjadi subjek

penelitian (Noor, 2011). Subjek dalam penelitian ini adalah karyawan PT.

(45)

yang telah bekerja minimal 1 tahun dianggap oleh peneliti telah memiliki

cukup pengalaman berinteraksi dengan atasannya. Berdasarkan asumsi

tersebut, subjek telah mampu memberikan penilaian yang berkaitan dengan

karakteristik atasannya.

E. Metode dan Alat Pengumpulan Data

Data dalam penelitian ini dikumpulkan dengan menggunakan skala.

Skala adalah suatu alat ukur yang berisi pertanyaan atau pernyataan untuk

mengungkap aspek yang hendak diketahui (Azwar, 2010). Subjek diminta

untuk memilih satu jawaban yang menurut subjek paling sesuai.

Skala disusun berdasarkan aitem-aitem dari indikator yang telah

ditetapkan. Aitem-aitem yang digunakan dalam penelitian sebenarnya adalah

aitem-aitem yang lolos pada tahap analisis aitem. Skala yang digunakan pada

penelitian ini adalah Skalaheroic leadership dan skala intensiturnover.

1. Skala Intensi Turnover

Skala intensi turnover digunakan untuk mengukur tingkat intensi

turnover seorang karyawan. Skala intensi turnover disusun berdasarkan

aspek intensi turnover dalam bagan perantara Mobley yang dikemukan

oleh Mobley (1986) yaitu: berpikir untuk keluar dan mencari alternatif

pekerjaan lain.

Jenis skala yang digunakan untuk mengukur intensi turnover

adalah skala likert summated ratings. Subjek diberikan beberapa

(46)

ketidaksetujuan terhadap pernyataan tersebut (Noor, 2011). Tingkat

kesetujuan telah ditetapkan oleh peneliti yang terdiri dari sangat setuju

(SS), setuju (S), tidak setuju (TS) dan sangat tidak setuju (STS). Setiap

jawaban akan diberikan skor berdasarkan ketentuan sebagai berikut:

a. Aitem favorable: sangat setuju, setuju, tidak setuju dan sangat tidak

setuju memiliki nilai masing-masing 4, 3, 2,1.

b. Aitem unfavorable: sangat setuju, setuju, tidak setuju dan sangat

tidak setuju memiliki nilai masing-masing 1, 2, 3, 4.

Skor total yang diperoleh subjek mengindikasikan tingkat intensi

turnover subjek. Skor total yang tinggi mengindikasikan tingkat intensi

turnoveryang tinggi.

Tabel 1.Blueprintskala intensiturnover.

No Aspek

Skala heroic leadership digunakan untuk mengukur sejauhmana

(47)

aspek-aspek heroic leadership yang dikemukakan oleh Lowney (2005). Aspek

yang dimaksud adalah kesadaran diri, ingenuitas, cinta dan heroisme.

Jenis skala yang digunakan dalam penelitian ini adalah skala

likert summated ratings. Subjek akan diminta untuk memberikan

jawaban pernyataan berdasarkan tingkat kesetujuan subjek (Noor, 2011).

Jawaban yang telah ditentukan adalah sangat setuju (SS), setuju (S),

tidak setuju (TS), dan sangat tidak setuju (STS). Masing-masing jawaban

akan memiliki nilai sebagai berikut:

a. Aitem favorable: jawaban sangat setuju, setuju, tidak setuju dan

sangat tidak setuju memiliki nilai masing-masing 4, 3, 2,1.

b. Aitem unfavorable: jawaban sangat setuju, setuju, tidak setuju dan

sangat tidak setuju memiliki nilai masing-masing 1, 2, 3, 4.

Skor total yang diperoleh individu mengindikasikan tingkat heroic

leadership atasannya. Skor total yang tinggi mengindikasikan bahwa

(48)

Tabel 2.Blueprintskalaheroic leadership.

Jumlah 40 40 80 100%

F. Validitas, Seleksi Aitem dan Reliabilitas Skala 1. Validitas

Validitas merupakan ketepatan dan kecermatan alat ukur dalam

melakukan fungsi ukurnya (Azwar, 2009). Suatu alat ukur dikatakan

valid apabila alat ukur tersebut memberikan informasi atau data yang

sesuai dengan tujuan pengukuran (Azwar, 2009). Dalam penelitian ini,

digunakan tipe validitas isi. Validitas isi ditentukan melalui pemeriksaan

butir-butir skala atau aitem. Butir- butir skala diperiksa apakah sudah

merepresentasikan ciri-ciri atribut yang hendak diukur atau belum (Noor,

2011). Dalam menentukan validitas tiap aitem, peneliti dibantu oleh

seorang ahli untuk memberikan professional judgement. Ahli yang

(49)

2. Seleksi Aitem

Setelah aitem-aitem dianalisis berdasarkan kesesuaiannya dengan

prosentase dalam blue-print, aitem-aitem tersebut kemudian diujikan

pada kelompok subjek. Hasil dari pengujian digunakan untuk

menganalisis dan memilih aitem yang memiliki daya beda memuaskan.

Dalam menganalisis data, peneliti menggunakan program SPSS 16.

Pemilihan aitem didasarkan pada nilai koefisien korelasi aitem total.

Suatu aitem dikatakan memilliki daya beda yang memuaskan apabila

memiliki indeks daya beda ≥ 0,3 (Azwar, 2010). Akan tetapi, aitem

yang memiliki indeks daya beda 0,25 akan ikut dipertimbangkan untuk

tidak digugurkan.

Pada skala intensi turnover, analisis aitem menghasilkan 22

aitem yang memiliki indeks daya beda > 0,25. Sedangkan skala heroic

leadership ada 53 aitem yang memiliki daya beda > 0,25. Agar sesuai

dengan persentase dalam blueprint penelitian, ada sejumlah aitem yang

harus digugurkan. Aitem yang digugurkan adalah aitem yang memiliki

daya beda paling kecil pada masing-masing aspek. Pada skala intensi

turnover, proses penguguran aitem menghasilkan 12 aitem yang lolos

seleksi aitem. Sedangkan pada skala heroic leadership didapatkan 40

aitem yang lolos seleksi aitem.

Hasil analisis dan penguguran aitem ditampilkan dalam tabel 3

(50)

Tabel 3.BlueprintSkala intensiturnoversetelah seleksi aitem.

* : aitem yang digugurkan

Tabel 4.BlueprintSkalaheroic leadershipsetelah seleksi aitem.

No Aspek Aitem Jumlah

Jumlah 17 23 40 100%

Keterangan:

_ : aitem gugur

(51)

3. Reliabilitas

Reliabilitas adalah sejauhmana hasil pengukuran dapat dipercaya

(Azwar, 2009). Suatu alat ukur dikatakan reliabel apabila untuk

mengukur sesuatu yang berulang kali, alat ukur tersebut menunjukkan

hasil yang relatif sama sama (Azwar, 2009). Dalam penelitian ini, untuk

mengetahui reliabilitas alat ukur digunakan pendekatan konsistensi

internal. Pada pendekatan konsistensi internal, tes dikenakan hanya satu

kali pada sekelompok subjek. Setelah itu, prosedur analisis reliabilitas

dilakukan dengan koefisien alpha terhadap aitem-aitem atau terhadap

kelompok aitem dalam tes tersebut (Azwar, 2009). Suatu alat ukur

dikatakan memiliki reliabilitas yang memuaskan apabila koefisien

reliabilitasnya mencapai minimal 0,9 (Azwar, 2010). Dalam melakukan

analisis data, peneliti menggunakan program SPSS 16.

Reliabilitas pada skala intensi turnover adalah sebesar 0,869.

Walaupun tidak mencapai angka 0,9 tetapi nilai reliabilitas sebesar 0,869

tergolong tinggi (Murphy & Davidshofer, 2005). Reliabilitas pada skala

heroic leadership adalah 0,919. Hal tersebut berarti koefisien reliabilitas

skalaheroic leadershipsudah memuaskan.

G. Metode Analisis Data

Data dalam penelitian dianalisis dengan metode korelasi Pearson

(52)

melakukan uji prasyarat analisis. Uji asumsi yang dilakukan adalah uji

normalitas dan uji linearitas.

1. Uji Asumsi

a. Uji Normalitas

Uji normalitas dilakukan untuk mengetahui apakah data

berasal dari populasi yang berdistribusi normal (Noor, 2011). Uji

normalitas dibutuhkan karena perhitungan statistik memiliki asumsi

normalitas sebaran (Santoso, 2010) Dalam penelitian ini, uji

normalitas dilakukan dengan menggunakan Uji

Kolmogorov-Smirnov. Data dikatakan memiliki sebaran data yang normal

apabila nilai p > 0,05 (Noor, 2011). Uji normalitas akan dilakukan

dengan menggunakan program SPSS.

b. Uji Linearitas

Uji linearitas dilakukan untuk meyakinkan bahwa perubahan

suatu variabel diikuti oleh perubahan variabel yang lain (Santoso,

2010). Selain itu, perhitungan menggunakan product moment

mensyaratkan data linear agar tidak terjadi underestimated. Data

dikatakan linear apabila p < 0,05.

2. Uji Hipotesis

Uji hipotesis dilakukan untuk menguji apakah ada hubungan

(53)

penelitian ini adalah ada hubungan yang negatif antara heroic leadership

atasan dengan intensiturnoverkaryawan. Uji hipotesis dilakukan dengan

metode Pearson Product Moment. Pengujian dilakukan dengan program

(54)

39 BAB IV

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. Persiapan Penelitian

Sebelum melakukan penelitian, peneliti meminta surat perijinan

penelitian ke sekretariat Fakultas Psikologi Universitas Sanata Dharma.

Surat penerijinan kemudian ditandatangani oleh Dekan Fakultas Psikologi.

Surat perijinan dengan nomor 83a/D/KP/Psi/USD/X/2012 kemudian

diserahkan pada PT Aneka Adhilogam Karya pada tanggal 5 Oktober 2012.

Kemudian pada tanggal 8 Oktober 2012 peneliti diijinkan untuk

mengadakan penelitian di PT Aneka Adhilogam Karya.

B. Pelaksanaan Penelitian

Dalam penelitian ini, peneliti tidak mengikuti tahapan penelitian

pada umumnya. Pada penelitian ini, peneliti hanya satu kali membagikan

skala kepada subjek untuk mendapatkan data penelitian atau disebut sebagai

try outterpakai. Setelah skala terkumpul, aitem-aitem dalam skala dianalisis

untuk seleksi aitem. Aitem-aitem yang lolos dalam seleksi aitem kemudian

disesuaikan dengan blueprint penelitian. Selanjutnya data yang sama

dihitung ulang menggunakan aitem-aitem yang lolos pada seleksi aitem.

Pengambilan data menggunakan try out terpakai, tentunya memiliki

kelemahan yaitu: subjek harus mengisi aitem yang kemungkinan gugur

sehingga usaha subjek untuk merespon aitem tersebut sia-sia, banyaknya

(55)

menjawab menjadi lebih lama (Hadi, 2005). Akan tetapi, hal ini tetap

dilakukan karena peneliti mengalami kesulitan ketika mencari perusahaan

yang bersedia dijadikan tempat untuk penelitian. Selain itu, pada saat ijin

berhasil didapatkan, perusahaan sedang mengerjakan pesanan produk dari

konsumen. Hal tersebut menyababkan, perusahaan hanya mengijinkan

peneliti untuk membagikan skala satu kali saja. Kebijakan tersebut

dikeluarkan karena perusahaan akan kerepotan ketika mengumpulkan skala

yang telah dibagikan.

Setelah kesepakatan terjadi, pada tanggal 8 Oktober 2012 skala

dibagikan pada subjek. Skala yang dibagikan sebanyak 100 eksemplar dan

terkumpul kembali sebanyak 87 eksemplar. Subjek penelitian adalah

karyawan PT Aneka Adhilogam Karya yang telah bekerja minimal satu

tahun.

C. Hasil Penelitian 1. Uji Asumsi

a. Uji Normalitas

Uji normalitas dilakukan untuk mengetahui apakah data

berasal dari populasi yang berdistribusi normal atau tidak (Noor,

2011). Uji normalitas dilakukan dengan program SPSS 16

menggunakan teknik One sample kolmogorov-smirnov test. Hasil

pengujian memperlihatkan bahwa data pada skala intensi turnover

(56)

skala heroic leadership juga terdistribusi normal (Z= 1,170,

P=0,13).

b. Uji Linearitas

Uji Linearitas pada penelitian ini menggunakan program

SPSS 16. Suatu variabel memiliki hubungan linear apabila taraf

signifikansinya lebih kecil dari 0,05. Dari pengujian didapatkan

hasil bahwa variabel heroic leadership dan variabel intensi

turnover tidak linear. Hal tersebut dapat diketahui dari nilai

linearity (F (1,55)= 0,012, P= 0,914) dan nilai deviation from

linearity (F (30, 55)= 1,371, P= 0,153). Selain itu peneliti juga

memastikan hasil tersebut dengan scatter plot. Berdasarkanscatter

plot, dapat diketahui bahwa data tidak mengikuti garis linear. Oleh

karena itu dapat disimpulkan bahwa kedua variabel tidak memiliki

hubungan yang linear.

(57)

2. Uji Hipotesis

Uji hipotesis dilakukan untuk mengetahui apakah hipotesis

dalam penelitian diterima atau ditolak. Hipotesis dalam penelitian ini

adalah “ada hubungan yang negatif antara heroic leadership atasan

dengan intensi turnover karyawan”. Uji hipotesis dilakukan dengan

metode pearson product moment. Akan tetapi, uji hipotesis

mensyaratkan bahwa data kedua variabel harus linear (Santoso, 2010).

Sedangkan pada uji linearitas, didapatkan hasil bahwa data kedua

variabel tidak memiliki hubungan yang linear. Hal tersebut

menyebabkan uji hipotesis dengan metode korelasi pearson product

moment tidak dapat dilakukan. Oleh karena itu kesimpulan hasil

penelitian diambil dari uji linearitas. Dari hasil uji linearitas dapat

disimpulkan bahwa variabel heroic leadership dengan intensi turnover

tidak memiliki hubungan yang linear. Oleh karena itu, hipotesis dalam

penelitian ini ditolak.

3. Deskripsi Data Penelitian

Deskripsi data penelitian ditampilkan dalam tabel 5.

Tabel 5. Perbandingan mean teoritis dan mean empiris

Variabel Mean Teoritis Mean Empiris

SD Mean Empiris IntensiTurnover 30 28,184 4,831

(58)

Dari hasil perbandingan mean teoritis dan mean empiris

didapatkan hasil:

a. Mean teoritis pada intensi turnover lebih tinggi daripada mean

empiris intensi turnover. Hal tersebut berarti intensi turnover

karyawan rendah.

b. Mean teoritis pada heroic leadership lebih rendah daripada mean

empiris heroic leadership. Hal tersebut berarti heroic leadership

atasan tinggi.

D. Pembahasan

Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa kedua variabel memiliki

hubungan yang tidak linear. Hal tersebut berarti perubahan skor pada suatu

varibel tidak diikuti dengan perubahan pada variabel yang lain (Santoso,

2010). Oleh karena itu, dapat disimpulkan bahwa tidak ada hubungan linear

antaraheroic leadership atasan dengan intensiturnoverkaryawan.

Tidak adanya hubungan yang linear antara heroic leadership atasan

dengan intensi turnover karyawan mungkin disebabkan adanya hubungan

yang tidak langsung antara kedua variabel tersebut. Pola hubungan yang

mungkin terjadi adalah faktor kemepimpinan berhubungan dengan kepuasan

kerja dan kepuasan kerja berhubungan dengan intensi turnover. Faktor

kepuasan kerja dalam pola hubungan tersebut berperan sebagai variabel

perantara.

Selain itu dari hasil wawancara dengan sejumlah karyawan, tingkat

(59)

disebabkan oleh faktor lain. Faktor yang mungkin mempengaruhi tingkat

intensiturnoverkaryawan adalah keuntungan yang didapatkan oleh karyawan

selama bekerja di PT. Aneka Adhilogam Karya. Selama bekerja di PT Aneka

Adhilogam Karya, gaji yang diterima karyawan sudah sesuai dengan UMK

ditambah dengan uang lembur, uang makan, uang transport, asuransi

kesehatan, dan tunjangan hari raya. Adanya tunjangan-tunjangan tambahan

bagi karyawan, mungkin menyebabkan karyawan merasa pekerjaannya

dihargai. Seseorang yang merasa dihargai maka kepuasan kerja akan

meningkat. Kepuasan kerja yang tinggi akan menurunkan tingkat intensi

turnover(Schultz & Schultz, 2010).

Selain itu, jarak atara rumah karyawan dengan tempat bekerja relatif

dekat. Jarak rumah karyawan dengan tempatnya bekerja adalah berkisar atara

2 Km sampai dengan 4 Km. Jarak rumah yang dekat membuat karyawan

tidak jauh dari keluarganya. Hal tersebut menjadi keuntungan tersendiri bagi

karyawan karena mereka tidak perlu berpisah dengan keluarganya. Isu

keluarga (membesarkan anak dan merawat orang tua) juga merupakan alasan

seseorang untuk keluar dari tempat bekerja (Aamodt, 2010). Selain itu, dalam

falsafah Jawa ada kalimat “makan tidak makan asal kumpul”. Walaupun gaji

yang diterima tidak banyak, tetapi dapat berkumpul dengan keluarga adalah

kepuasan tersendiri.

Faktor lain yang menjadi alasan karyawan senang bekerja di PT

Aneka Adhilogam Karya adalah adanya fasilitas pinjaman uang bagi

(60)

anak dapat meminjam dari perusahaan. Karyawan berpendapat bahwa

walaupun gaji tidak begitu besar tetapi kesejahteraan meraka terjamin.

Perusahaan juga rutin mengadakan wisata bagi karyawan. Setiap akhir

tahun karyawan diberi kesempatan untuk mengikuti wisata bersama dengan

keluarga yang diadakan oleh perusahaan. Karyawan juga diberi uang saku

selama mengikuti wisata tersebut. Kegiatan ini dapat bermanfaat untuk

mengurangi stres selama bekerja. Karyawan dengan stres kerja yang rendah

akan memiliki tingkat intensiturnoveryang rendah. Hal tersebut dikarenakan

bahwa salah satu alasan seseorang keluar dari tempat bekerja adalah untuk

keluar dari sesuatu yang menyebabkan stres seperti: konflik dengan rekan

kerja atau atasan, kondisi kerja yang tidak aman dan membosankan (Aamodt,

2010).

Berdasarkan keuntungan dan fasilitas yang diperoleh karyawan

selama bekerja di PT. Aneka Adhilogam Karya, karyawan mungkin tidak

begitu mempermasalahkan kepemimpinan atasan ketika memiliki niat untuk

keluar. Dari hasil analisis data juga diketahui bahwa tingkat intensi turnover

pada karyawan PT Aneka Adhilogam Karya tergolong rendah. Hal tersebut

berarti niat untuk keluar dari perusahaan rendah. Selain itu, dari hasil

wawancara juga diketahui bahwa selama tahun 2010-2012 tidak ada

karyawan yang mengundurkan diri. Sedangkan tingkat heroic leadership

atasan tergolong tinggi. Hal tersebut berarti bahwa kepemimpinan atasan

(61)

46 BAB V PENUTUP A. Kesimpulan

Dari hasil penelitian, dapat disimpulkan bahwa tidak ada hubungan

antaraheroic leadership atasan dengan intensiturnoverkaryawan.

B. Keterbatasan Penelitian

Keterbatasan dalam penelitian ini adalah banyaknya aitem yang

gugur. Hal tersebut peneliti sadari sebagai kesalahan peneliti dalam membuat

aitem yang mungkin tidak sesuai dengan konsep yang diukur. Kelemahan

yang terakhir adalah tidak adanya informasi mengenai data demografis

subjek.

C. Saran

1. Bagi Perusahaan

Perusahaan diharapkan untuk mempertahankan tingkat intensi

turnoverkaryawan yang rendah.

2. Bagi Peneliti Selanjutnya

Peneliti selanjutnya disarankan untuk memperkaya penelitian ini

dengan menggunakan aitem- aitem yang dibuat berdasarkan konsep

heroic leadership. Aitem- aitem tersebut kemudian dikonsultasikan pada

(62)

peneliti hanya mengkonsultasikan aitem-aitem pada dosen pembimbing

tanpa mengkonsultasikannya juga pada ahli yang lain. Dengan

melakukan hal tersebut, diharapkan aitem- aitem yang dibuat

(63)

48

DAFTAR PUSTAKA

Aamodt, M.G. (2010).Industrial/ Organizational Psychology Sixth Edition. USA: Wadsworth.

Ajzen, I. (1991). The Theory Of Planned Behavior. Organizational Behavior And Human Decision Processes 50, 179-211

Allen, D. G., Bryant, P. C., Vardaman, J. M. (2010). Retaining Talent: Replacing Misconceptions With Evidence-Based Strategies. Academy of Management Perspectives.

Aronson, E., Wilson, T. D., Akert, R. M.(2005).Social Psychology fifth edition. New Jersey: Pearson Education.

Azwar, S. (2005). Sikap Manusia Teori dan Pengukurannya edisi ke 2. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Azwar, S. (2009).Reliabilitas dan Validitas.Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Azwar, S. (2010).Penyusunan Skala Psikologi. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Barry, T. R. (2012). Top 10 Leadership Qualities of a Project Manager. Diakses dari: http://www.projecttimes.com/articles/top-10-leadership-Faculty Job Satisfaction in Taiwan. Journal Of Nursing Scholarship, 37:4, 374-380.

Feng, W. C., Angeline, T. (2010). Turnover Intention And Job Hopping Behaviour Of Music Teachers In Malaysia. African Journal of Business Management Vol. 4(4), pp. 425-434.

Fishbein, M., Ajzen, I. (1975).Belief, Attitude, Intention, and Behavior: An Introduction to Theory and Research.Reading, MA: Addison-Wesley.

Hadi, S. (2005). Aplikasi Ilmu Statistika Di Fakultas Psikologi. Anima, Indonesia Psychological Journal.Vol. 20, No. 3, 203-229.

Harsono, A. (2010). Paradigma “Kepemimpinan Ketua” Dan Kelemahannnya.

Gambar

Tabel 1.Blueprint Skala Intensi Turnover...................................................31
Tabel 1. Blueprint skala intensi turnover.
Tabel 2. Blueprint skala heroic leadership.
Tabel 4. Blueprint Skala heroic leadership setelah seleksi aitem.
+3

Referensi

Dokumen terkait

Artinya semakin tinggi persepsi karyawan terhadap transformasional seorang pemimpin dihadapan karyawannya maka akan memberikan efek negatif pada intensi turnover

Hasil penelitian Novliadi (2007) yang berjudul intensi turnover karyawan ditinjau dari budaya perusahaan dan kepuasan kerja, menunjukkan bahwa hubungan antara budaya

Tujuan penelitian ini untuk mengetahui terdapat atau tidak terdapat hubungan antara iklim keselamatan kerja, keterikatan kerja, dan intensi turnover pada karyawan

Hubungan Stres Kerja dengan Intensi Turnover Pada Karyawan Bank di Medan.. Melinda Salim dan Emmy

Tujuan penelitian ini adalah untuk melihat apakah terdapat hubungan antara stres kerja dengan intensi turnover pada karyawan bank.. Penelitian ini adalah penelitian

diidentifikasikan sebagai faktor yang mempengaruhi intensi turnover. Apabila tingkat job insecurity dan burnout yang dirasakan karyawan tinggi menyebabkan intensi

4 Hasil penelitian Novliadi (2007) yang berjudul intensi turnover karyawan ditinjau dari budaya perusahaan dan kepuasan kerja, menunjukkan bahwa hubungan antara

Hipotesis yang diajukan adalah terdapat hubungan negatif antara adversity quotient dengan intensi turnover pada karyawan perbankan di wilayah Semarang.. Subjek pada penelitian ini