i
HUBUNGAN ANTARAHEROIC LEADERSHIP ATASAN DENGAN INTENSITURNOVERKARYAWAN
SKRIPSI
Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat
Memperoleh Gelar Sarjana Psikologi
Program Studi Psikologi
Disusun Oleh :
Wawan Setiawan NIM : 089114034
PROGRAM STUDI PSIKOLOGI JURUSAN PSIKOLOGI FAKULTAS PSIKOLOGI
UNIVERSITAS SANATA DHARMA YOGYAKARTA
ii SKRIPSI
HUBUNGAN ANTARAHEROIC LEADERSHIP ATASAN DENGAN INTENSITURNOVERKARYAWAN
Disusun Oleh :
Wawan Setiawan
NIM : 089114034
Telah Disetujui Oleh :
Pembimbing,
iii SKRIPSI
HUBUNGAN ANTARAHEROIC LEADERSHIP ATASAN DENGAN INTENSITURNOVERKARYAWAN
Dipersiapkan dan ditulis oleh :
Wawan Setiawan
NIM : 089114034
Telah dipertahankan di depan Panitia Penguji
pada tanggal 14 Januari 2013
dan dinyatakan telah memenuhi syarat
Susunan Panitia Penguji
Nama Lengkap Tanda Tangan
Dewi Soerna Anggraeni, M.Psi ...
P.Henrietta PDADS, M.A ...
Agung Santoso, M.A ...
Yogyakarta,
Fakultas Psikologi
Universitas Sanata Dharma
Dekan,
iv
PERNYATAAN KEASLIAN KARYA
Saya menyatakan dengan sesungguhnya bahwa skripsi yang saya tulis ini
tidak memuat karya atau bagian dari karya milik orang lain, kecuali yang telah
disebutkan dalam kutipan dan daftar pustaka, sebagaimana layaknya karya ilmiah.
Yogyakarta, 19 Februari 2013
Penulis,
v
HUBUNGAN ANTARAHEROIC LEADERSHIP ATASAN DENGAN INTENSITURNOVERKARYAWAN
Wawan Setiawan
ABSTRAK
Peneltian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara heroic leadership atasan dengan intensiturnoverkaryawan. Hipotesis dalam penelitian ini adalah adanya hubungan yang negatif antara heroic leadership atasan dengan intensi turnover karyawan. Subjek dipilih menggunakan teknik convenience sampling. Data dikumpulkan dengan skala heroic leadership
dan Skala intensi turnover. Validitas skala diuji menggunakan validitas isi. Aitem dalam skala diseleksi menggunakan teknik korelasi aitem total. Aitem yang digunakan adalah aitem yang memiliki nilai daya beda diatas 0,25. Koefisien reliabilitas skalaheroic leadership adalah 0,919 dan skala intensi turnover adalah 0,869. Hasil analisis data yang dikumpulkan dari 87 subjek menunjukkan bahwa tidak ada hubungan yang linear. Hal tersebut berarti tidak ada hubungan yang linear antaraheroic leadershipatasan dengan intensiturnoverkaryawan.
vi
THE CORRELATION BETWEEN HEROIC LEADERSHIP BOSS WITH EMPLOYEE TURNOVER INTENTIONS
Wawan Setiawan
ABSTRACT
This research aimed to determine the relationship between heroic leadership boss with employee turnover intentions. The hypothesis of this research was what there was a negative relationship between heroic leadership boss with employee turnover intentions. The Subjects were selected by using convenience sampling technique. The data were collected by the scale of heroic leadership and turnover intention scale. The validity of the scale was tested by using content validity. Item on the scale selected with total item correlation technique. Item used was Item that had different power values above 0.25. Heroic leadership scale reliability coefficient was 0.919 and turnover intentions scale was 0.869. The results of the analysis of data collected from 87 subjects indicated that there was no linear relationship. It meant there was no linear relationship between heroic leadership boss with employee turnover intentions.
vii
LEMBAR PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS
Yang bertanda tangan di bawah ini, saya mahasiswa Universitas Sanata Dharma :
Nama: Wawan Setiawan NIM : 089114034
Demi pengembangan ilmu pengetahuan, saya memberikan kepada Perpustakaan Universitas Sanata Dharma karya ilmiah saya yang berjudul :
Hubungan antaraHeroic LeadershipAtasan Dengan IntensiTurnover
Karyawan
beserta perangkat yang diperlukan (bila ada). Dengan demikian saya memberikan kepada Perpustakaan Universitas Sanata Dharma hak untuk menyimpan, mengalihkan dalam bentuk media lain, mengelolanya di internet atau media lain untuk kepentingan akademis tanpa meminta ijin dari saya maupun memberikan royalti kepada saya selama tetap mencantumkan nama saya sebagai penulis.
Demikian pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya.
Dibuat di Yogyakarta
Pada tanggal : 19 Februari 2013
Yang menyatakan,
viii
KATA PENGANTAR
Puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa yang saya kenal melalui
pengajaran dari orang tua, gereja dan pengalaman hidup. Berkat kehendak-Nya
penulis dapat menyelesaikan penyusunan skripsi dengan lancar. Skripsi dengan
judul “Hubungan Antara Heroic Leadership Atasan Dengan Intensi Turnover
Karyawan” disusun untuk memenuhi salah satu syarat kelulusan di Fakultas
Psikologi Sanata Dharma Yogyakarta dan meraih gelar sarjana psikologi.
Pada kesempatan ini penulis juga ingin mengucapkan terimakasih kepada
pihak yang telah memberikan bantuan, kritik dan saran bagi penulis. Penulis
mengucapkan terimakasih kepada:
1. DR. Ch. Siwi Handayani , S.Psi.,M.Si. Dekan Fakultas Psikologi Universitas
Sanata Dharma dan sekaligus dosen pembimbing akademik. Terimakasih atas
kata-kata yang memberikan semangat bagi penulis.
2. Ratri Sunar Astuti, M.Si. sebagai Kaprodi Fakultas Psikologi Sanata Dharma.
Penulis mengucapkan terimakasih atasa bantuan yang telah diberikan kepada
penulis.
3. Dewi Soerna Anggraeni, S.Psi., M.Psi. selaku dosen pembimbing skripsi.
Terimakasih atas masukan-masukan, kritik, dan saran selama proses
pengerjaan skripsi. Terimakasih juga atas ketersediaan beliau untuk
membimbing penulis selama pengerjaan skripsi .
4. P. Henrietta PDADS.,M.A dan Agung Santoso, M.A. Terimakasih atas kritik
ix
5. Seluruh dosen dan karyawan Fakultas Psikologi Universitas Sanata Dharma.
Terimakasih atas ilmu dan informasi yang telah diberikan selama penulis
mengikuti perkuliah. Banyak hal yang berkesan baik pengalaman dan ilmu
yang bisa penulis pelajari.
6. Mahmudi Joko Riyanto dan karyawan PT. Aneka Adhilogam Karya, yang
telah menyediakan waktu bagi penulis sehingga proses penelitian dapat
berlangsung dengan lancar.
7. Orang tua penulis, Dwi Atmojo dan Dwi Janingsih yang telah memberikan
dukungan baik berupa doa, materi dan semangat bagi penulis.
8. Mahasiswa Fakultas Psikologi angkatan 2008 yang telah bersedia berbagi
suka dan duka selama mengikuti perkuliahan. “ Semoga sukses
teman-teman”.
9. Agviena Indriasari, yang telah bersedia bersabar menghadapi tingkah laku
penulis yang bisa dibilang unik selama penulis mengerjakan skripsi.
Penulis menyadari bahwa skripsi ini tidak lepas dari kekurangan. Oleh
karena itu, kritik dan saran yang membangun sangat penulis harapkan.
Terimaksih.
Penulis
x DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL... i
HALAMAN PERSETUJUAN DOSEN PEMBIMBING ... ii
HALAMAN PENGESAHAN... iii
HALAMAN PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ILMIAH ... iv
ABSTRAK ... v
ABSTRACT... vi
HALAMAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH ... vii
KATA PENGANTAR ... viii
DAFTAR ISI... x
DAFTAR BAGAN ... xiii
DAFTAR TABEL ... xiv
DAFTAR LAMPIRAN ... xv
BAB I. PENDAHULUAN ... 1
A. Latar Belakang Masalah... 1
B. Rumusan Masalah ... 6
C. Tujuan Penelitian ... 7
D. Manfaat Penelitian ... 7
1. Manfaat Teoritis ... 7
2. Manfaat Praktis ... 7
BAB II. LANDASAN TEORI ... 8
xi
1. Pengertian Intensi... 8
2. PengertianTurnover ... 11
3. Pengertian IntensiTurnover ... 12
4. Faktor- faktor yang MempengaruhiTurnover... 15
B. Heroic Leadership... 18
1. PengertianHeroic Leadership... 18
2. Pilar- pilarHeroic Leadership... 19
C. Hubungan antaraHeroic Leadership Atasan dengan IntensiTurnoverKaryawan ... 24
D. Kerangka Berpikir ... 26
E. Hipotesis ... 27
BAB III. METODOLOGI PENELITIAN ... 28
A. Jenis Penelitian... 28
B. Variabel Penelitian ... 28
C. Definisi Operasional... 28
1. IntensiTurnover ... 28
2. Heroic Leadership... 29
D. Subjek Penelitian... 29
E. Metode dan Alat Pengumpulan Data ... 30
1. Skala IntensiTurnover... 30
2. SkalaHeroic Leadership... 31
F. Validitas, Seleksi Aitem, dan Reliabilitas Skala... 33
xii
2. Seleksi Aitem ... 34
3. Reliabilitas... 36
G. Metode Analisis Data ... 36
1. Uji Asumsi... 37
2. Uji Hipotesis... 37
BAB IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ... 39
A. Persiapan Penelitian ... 39
B. Pelaksanaan Penelitian ... 39
C. Hasil Penelitian ... 40
1. Uji Asumsi... 40
2. Uji Hipotesis... 42
3. Deskripsi Data Penelitian ... 42
D. Pembahasan... 43
BAB V. PENUTUP... 46
A. Kesimpulan ... 46
B. Keterbatasan Penelitian ... 46
C. Saran... 46
1. Bagi Perusahaan ... 46
2. Bagi Peneliti Selanjutnya ... 46
DAFTAR PUSTAKA ... 48
xiii
DAFTAR BAGAN
Bagan 1. Bagan Teori Perilaku Terencana
(Theory of Planned Behavior) (Ajzen, 1991) ... 9
xiv
DAFTAR TABEL
Tabel 1. BlueprintSkala IntensiTurnover... 31
Tabel 2. BlueprintSkalaHeroic Leadership... 33
Tabel 3. BlueprintSkala IntensiTurnoverSetelah Seleksi Aitem... 35
Tabel 4. BlueprintAitemHeroic LeadershipSetelah Seleksi Aitem ... 35
xv
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1. SkalaHeroic Leadershipdan IntensiTurnover... 52
Lampiran 2. Uji Reliabilitas SkalaHeroic Leadership... 63
Lampiran 3. Uji Reliabilitas Skala IntensiTurnover... 69
Lampiran 4. Uji Asumsi... 73
Lampiran 5. Uji-T DataHeroic Leadershipdan Intensi Turnover... 74
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Penelitian dengan topik turnover telah banyak dilakukan oleh para
ahli (Ongori, 2007). Walaupun sudah banyak penelitian yang dilakukan
tetapi tren terjadinya turnover terus meningkat. Terjadinya turnover
didukung oleh pertumbuhan ekonomi Indonesia yang rata-rata mencapai
5,9% pada rentang waktu lima tahun terakhir. Hal tersebut, mengakibatkan
terjadinya persaingan memperebutkan karyawan oleh sejumlah perusahaan.
Oleh karena itu, perusahaan menganggap mepertahankan karyawan sebagai
salah satu tantangan bisnis yang paling penting (Radjasa, 2012).
Turnover adalah berpindahnya karyawan dari tempatnya bekerja
(Mobley, 1986). Perpindahan karyawan dapat berdampak positif dan
negatif bagi perusahaan. Dampak positif turnover antara lain: pergantian
karyawan menyebabkan kinerja perusahaan meningkat apabila karyawan
yang keluar adalah karyawan yang berkinerja rendah, masuknya
keterampilan dan kreativitas yang dibawa oleh karyawan baru ke dalam
perusahaan, kesempatan promosi jabatan bagi karyawan lain dan
menghemat pengeluaran perusahaan apabila tidak mengganti karyawan
yang keluar (Allen, Bryant & Vardaman, 2010).
Turnover juga memiliki dampak yang negatif bagi perusahaan.
oleh perusahaan. Menurut Hinkin & Tracie (2010) biaya tersebut berupa
biaya perpisahan meliputi biaya untuk wawancara keluar dan pemrosesan
berkas. Biaya rekrutmen meliputi biaya iklan, fee untuk agen (jika
menggunakan) dan biaya korespondensi. Sedangkan biaya seleksi meliputi
biaya cek kesehatan, wawancara HRD dan wawancara manajerial . Biaya
lain yang juga harus ditanggung perusahaan adalah biaya pelatihan
karyawan baru (Allen, Bryant & Vardaman, 2010). Selain itu, pergantian
karyawan memungkinkan terjadinya penurunan atau kehilangan
produktivitas perusahaan (Hinkin & Tracie, 2000). Penurunan produktivitas
dapat terjadi apabila karyawan yang meninggalkan organisasi merupakan
rekan kerja yang berharga. Hal tersebut akan berdampak pada merosotnya
semangat kerja dan masalah komunikasi (Mobley, 1986) Dampak negatif
tersebut berpotensi merugikan perusahaan. Oleh karena itu, perusahaan akan
berusaha mencegah terjadinya turnover. Hal tersebut dilakukan untuk
menghindari kerugian yang akan ditanggung perusahaan.
Perusahaan dapat mengetahui seberapa besar kemungkinan
seseorang melakukan turnover. Turnover dapat diprediksi dengan
mengetahui intensi turnover pada karyawan. Intensi turnover merupakan
prediktor turnover yang baik (Kreitner & Kenicki, 2008). Intensi turnover
adalah kesadaran dan keinginan yang disengaja untuk meninggalkan
organisasi (Tett & Meyer, 1993).
Salah satu alasan karyawan melakukan turnover karena mereka
Kepemimpinan adalah kemampuan mempengaruhi orang lain untuk
mencapai suatu tujuan yang telah ditetapkan (Morrow, 1999). Dalam suatu
organisasi, pemimpin merupakan seseorang yang mempengaruhi,
memotivasi dan merubah perilaku (Kreitner & Kinicki, 2008).
Kepemimpinan merupakan hal yang penting bagi organisasi.
Kepemimpinan dibutuhkan untuk membuat suatu misi organisasi berhasil.
Tanpa kepemimpinan sebuah organisasi akan mengalami stagnasi dan
kehilangan arah tujuan (Sharma & Bajpai, 2010). Akan tetapi dalam proses
penerapannya, kepemimpinan dapat berdampak positif atau negatif bagi
perusahaan.
Kepemimpinan dapat berdampak positif ketika pemimpin: mampu
memberikan penghargaan pada bawahan, terbuka pada pendapat dari orang
lain (Sharma & Bajpai, 2010), serta menjadi teladan bagi bawahan dan
mampu memecahkan suatu masalah (Barry, 2012). Hal tersebut akan
mengakibatkan karyawan memiliki penilaian yang positif terhadap figur
atasan. Penilaian yang positif terhadap kepemimpinan akan meningkatkan
kepuasan kerja (Chen, Beck & Amos, 2005), meningkatka komitmen
organisasi (Tatlah, ali & Saeed, 2011) dan mengurangi terjadinya turnover
(Branham, 2005).
Ada banyak teori kepemimpinan yang ditawarkan oleh para ahli
(Yukl, 2007; Harsono, 2010). Salah satu model kepemimpinan yang ada
adalah Heroic leadership (Lowney, 2005). Heroic leadership merupakan
diri (mengetahui kelemahan dan kelebihan dalam diri), ingenuitas (mampu
beradaptasi dalam situsai yang berubah), cinta (menciptakan hubungan atas
dasar kesetian dan penghargaan pada orang lain) dan heroisme (selalu
berusaha yang terbaik).
Heroic leadership menolak gaya kepemimpinan ketua yang selama
ini dipraktikkan oleh kebanyakan perusahaan. Kepeimpinan ketua adalah
kepemimpinan yang mengacu pada orang yang bertindak sebagai pemimpin.
Selama ini, yang disebut sebagai pemimpin adalah orang yang memegang
kekuasaan seperti manajer atau direktur (Harsono, 2010). Menurut Harsono
(2010), dari sekian banyak teori kepemimpinan yang ada memiliki
kesamaan pokok. Kesamaan tersebut yaitu bahwa pengertian kepemimpinan
mengacu pada unsur orangnya. Sedangkan perbedaan utama dari teori- teori
kepemimpinan yang ada adalah pada keikutsertaan bawahan dalam
pembuatan keputusan.
Kelemahan dari kepemimpinan ketua antara lain: bahwa keputusan
terakhir ada di tangan pemimpin, hal tersebut menegaskan bahwa partisipasi
dalam pengambilan keputusan adalah partisipasi semu, orang yang terpilih
sebagai pemimpin terkadang merasa lebih pandai, lebih bijaksana dan paling
benar (Harsono, 2010). Dalam hal ini orang lain akan diposisikan sebagai
pengikut yang tenaganya diperas untuk melakukan apa yang diinginkan
pemimpin. Sebagai gantinya heroic leadership memandang bahwa “kita semua pemimpin, dan kita memimpin sepanjang waktu”. Seorang pemimpin
adalah pemimpin dan mereka memiliki pengaruh baik bagi dirinya sendiri
maupun orang lain (Lowney, 2005). Oleh karena itu, pemimpin akan
mengembangkan setiap calon pemimpin untuk memimpin sehingga pada
suatu saat dia bisa bertindak sebagai seorang pemimpin yang baik.
Selain itu, terdapat juga teori kepemimpinan yang memberikan
kesempatan partisipasi memimpin atau pengambilan keputusan. Namun,
dalam praktiknya teori tersebut hanya diposisikan sebagai gaya
kepemimpinan. Gaya kepemimpinan dapat berbeda tergantung pada siapa
orangnya. Ketika seorang pemimpin bersedia maka kesempatan tersebut
terbuka. Akan tetapi menurut teori tersebut tidak diungkapkan siapa yang
berwenang menentukan keputusan akhir (Harsono, 2010). Berbeda dengan
pandangan heroic leadership tentang kepemimpinan. Heroic leadership
memandang bahwa “kepemimpinan bukan suatu tindakan, melainkan suatu cara hidup”. Kepemimpinan bukan suatu tugas atau bukan peran yang harus
dimainkan ketika seseorang bekerja. Oleh karena itu, kapanpun dan
dimanapun orang tersebut berada heroic leadership akan terwujud dalam
tindakannya (Lowney, 2005). Dalam hal ini tindakan seseorang dengan
heroic leadership mencerminkan pilar kesadaran diri, ingenuitas, cinta dan
heroisme.
Pilar-pilar yang ada dalam heroic leadership akan mampu
menjadikan seorang pemimpin yang efektif. Pemimpin mungkin akan
mampu menciptakan penilaian yang positif dari karyawan. Hal tersebut
mereka memberikan suatu visi yang besar. Tidak hanya sebatas memberikan
visi yang besar tetapi pemimimpin juga akan berusaha mewujudkan visi
tersebut dengan penuh semangat. Oleh karena itu, pemimpin akan menjadi
teladan bagi pengikutnya. Selain itu, hubungan kerja yang didasarkan pada
cinta akan membuat seseorang merasa diterima dan dihargai. Perasaan
diterima dan dihargai akan mengakibatkan terciptanya hubungan yang
positif antara atasan dan bawahan. Karyawan yang menilai atasan adalah
seseorang yang baik, menghargai para karyawan, mampu memberi
semangat dan menjadi teladan akan memiliki kepuasan kerja yang tinggi
(Sharma & Bajpai, 2010). Kepuasan kerja yang tinggi akan mengurangi
terjadinya turnover. Akan tetapi, penelitian mengenai hubungan antara
heroic leadership dengan intensi turnover belum pernah diteliti. Oleh
karena itu, belum dapat disimpulkan bahwa heroic leadership termasuk
dalam kepemimpinan yang berpengaruh terhadap turnover. Melalui
penelitian ini, peneliti ingin mengetahui apakah heroic leadershipmemiliki
hubungan dengan tingkat intensiturnoverkaryawan?
B. Rumusan Masalah
Apakah ada hubungan antara heroic leadership atasan dengan intensi
C. Tujuan Penelitian
Mengetahui hubungan antara heroic leadership atasan dengan intensi
turnoverkaryawan.
D. Manfaat Penelitian 1. Manfaat Teoretis
Memperkaya penelitian dalam bidang psikologi industri
organisasi kaitannya dengan kepemimpinanheroic leadershipdan intensi
turnover.
2. Manfaat Praktis
a. Memberikan gambaran mengenai hubungan antaraheroic leadership
atasan dengan intensi turnover kepada perusahaan. Informasi
tersebut dapat berguna bagi perusahaan dalam menentukan kebijakan
untuk mencegah terjadinyaturnover.
b. Memberikan informasi mengenai tingkat intensi turnover karyawan
8 BAB II
LANDASAN TEORI A. IntensiTurnover
1. Pengertian Intensi
Intensi merupakan niat seseorang untuk berperilaku tertentu
(Azwar, 2005). Sedangkan definisi lain dari intensi adalah kemungkinan
subjektif seseorang bahwa dirinya akan berperilaku tertentu (Fishbein &
Ajzen, 1975).
Dalam teori perilaku terencana (theory planned behavior), intensi
merupakan prediktor terbaik dari perilaku yang akan dilakukan.
Sedangkan intensi tersebut ditentukan oleh 3 hal, yaitu: sikap spesifik
terhadap perilaku (attitude toward the behavior), norma subjektif
(subjective norms) dan kontrol perilaku yang dihayati (perceived
behavioral control) (Aronson, Wilson & Akert, 2005). Ketiga komponen
tersebut berinteraksi dan menjadi penentu bagi intensi (Azwar, 2005)
Akan tetapi, hal yang paling mendasar dari ketiga hal tersebut adalah
keyakinan (beliefs) (Ajzen, 1991). Hubungan antara keyakinan, sikap,
Bagan 1. Bagan teori perilaku terencana ( Theory of Planned Behavior) (Ajzen, 1991).
a. Behavioral BeliefdanAttitude Toward The Behavior
Behavioral belief adalah keyakinan bahwa perilaku tersebut
membawa kepada hasil yang diinginkan atau tidak (Azwar, 2005).
SedangkanAttitude toward the behaviormerujuk pada sejauh mana
seseorang memiliki evaluasi atau penilaian bahwa perilaku tersebut
menguntungkan atau tidak (Ajzen, 1991). Ketika seseorang memiliki
keyakinan bahwa perilaku tertentu akan membawa kepada hasil
tertentu, maka secara otomatis dan bersamaan sikap terhadap
perilaku tersebut juga akan terbentuk (Ajzen, 1991).
Intention Behavior
Control beliefs
Perceived Behavioral
Control
Behavioral beliefs
Attitude toward the
behavior
Normative beliefs
b. Normative BeliefsdanSubjective Norms
Normative beliefs adalah keyakinan mengenai apakah
perilaku yang bersangkutan adalah perilaku yang diharapakan oleh
anggota kelompok atau tidak (Azwar, 2005). Normative beliefs akan
membentuksubjective normsdalam siri seseorang. Subjective norms
adalah tekanan sosial yang dirasakan untuk melakukan atau tidak
melakukan perilaku (Ajzen, 1991).
c. Control BeliefsdanPerceived Behavioral Control
Control beliefs adalah suatu keadaan yang berkaitan dengan
ada atau tidak adanya sumber daya dan kesempatan. Control beliefs
didasarkan pada pengalaman masa lalu dengan perilaku dan
informasi dari orang lain mengenai perilaku yang bersangkutan
(Ajzen, 1991). Hal tersebut akan menimbulkan kesan apakah
perilaku tersebut mudah atau sulit untuk dilakukan atau disebut
sebagaiperceived behavioral control(Ajzen, 1991).
Attitude Toward The Behavior, Subjective Norms dan
Perceived Behavioral Control dapat saling berinteraksi dalam
membentuk intensi. Akan, tetapi perceived behavioral control dapat
berakibat secara langsung dari terbentuknya suatu perilaku (Ajzen,
1991).
Berdasarkan hal tersebut maka dapat disimpulkan bahwa
terntentu didasarkan pada sikap spesifik terhadap perilaku (Attitude
Toward The Behavior), norma subjektif (Subjective Norms) dan
kontrol perilaku yang dihayati (Perceived Behavioral Control).
2. PengertianTurnover
Penelitian dengan topikturnover telah banyak dilakukan (Ongori,
2007). Demikian juga telah banyak ahli yang memberikan definisi
turnover. Dalam suatu perusahaan, turnover dapat digolongkan menjadi
2 tipe: turnover berdasarkan keinginan pekerja (voluntary turnover) dan
turnover berdasarkan keinginan perusahaan (involuntary turnover)
(Riggio, 2008). Selain itu, turnover diartikan sebagai perputaran pekerja
di seputar pasar tenaga kerja; di antara firma dan pekerjaan; di antara
keadaan bekerja dan tidak bekerja (Abassi dalam Ongori, 2007). Akan
tetapi turnover juga diartikan sebagai pemutusan hubungan kerja
seseorang dengan perusahaan (Tett & Mayer, 1993). Namun, Mobley
memberikan batasan turnover sebagai berhentinya seseorang dari
keanggotaan organisasi atau perusahaan yang disertai dengan pemberian
imbalan keuangan oleh organisasi yang bersangkutan (Mobley, 1986).
Pemberian imbalan ditegaskan pada UU 13 tahun 2003 pasal 162 ayat 1
tentang ketenagakerjaan, ketika seseorang mengundurkan diri maka
orang tersebut tetap mendapat uang penggantian hak sebagaimana yang
Berdasarkan definisi tersebut, dapat disimpulkan bahwa turnover
adalah putusnya hubungan kerja seseorang dengan perusahaan tempatnya
bekerja disertai dengan sejumlah imbalan keuangan.
3. Pengertian IntensiTurnover
Intensi turnover merupakan prediktor turnover yang baik
(Kreitner & Kenicki, 2008). Intensi turnover adalah kesadaran dan
keinginan yang disengaja untuk meninggalkan organisasi (Tett & Meyer,
1993). Intensi turnover juga diartikan sebagai suatu proses berfikir,
merencanakan, dorongan untuk meninggalkan organisasi (Mobley dalam
Feng & Angeline 2010).
Berdasarkan hubungan perantara Mobley (Mobley, 1986 ;
Mobley dalam Luu & Hattrup, 2010), keinginan seseorang untuk keluar
dari tempat kerja disebabkan oleh evaluasi terhadap pekerjaan saat ini.
Hasil dari evaluasi tersebut adalah kepuasan terhadap pekerjaan saat ini.
Karyawan yang merasa tidak puas dengan pekerjaannya akan memiliki
pemikiran untuk keluar dari perusahaan.
Karyawan yang berpikir untuk keluar, tidak langsung keluar
begitu saja dari perusahaan. Akan tetapi, karyawan tersebut akan
mempertimbangkan dahulu dampak pengunduran diri bagi dirinya.
Selanjutnya karyawan tersebut akan mencari alternatif pekerjaan lain.
Alternatif pekerjaan yang telah didapatkan kemudian dibandingkan
akan memiliki keinginan untuk tetap tinggal atau tidak. Pada akhirnya
karyawan memutuskan untuk keluar dari perusahaan atau tetap tinggal.
Dari penjelasan tersebut maka dapat disimpulkan bahwa intensi
turnover adalah keinginan seseorang untuk meninggalkan organisasi
dalam hal ini perusahaan. Seseorang yang memiliki intensi turnover
apabila : berpikir untuk keluar dan mencari alternatif pekerjaan lain.
Model hubungan perantara Mobley digambarkan dalam bagan sebagai
Bagan 2. Model Hubungan Perantara Mobley (Mobley, 1986).
Evaluasi terhadap Pekerjaan yang ada.
Kepuasan terhadap pekerjaan yang dirasakan- perasaan tidak puas.
Berpikir keluar.
Evaluasi atau membandingkan alternatif lain.
Maksud untuk mencari alternatif lain.
Mencari alternatif lain.
Menbandingkan alternatif yang ada dengan pekerjaan sekarang.
Evaluasi terhadap akibat pengunduran diri.
Niat untuk keluar atau tinggal
Dari pengertian yang telah disebutkan, maka dapat disimpulkan
bahwa intensi turnover adalah keinginan karyawan untuk meninggalkan
perusahaan. Keinginan tersebut muncul dalam aspek berpikir keluar dan
mencari alternatif pekerjan lain.
4. Faktor- faktor yang MempengaruhiTurnover
a. Kepuasan Kerja
Kepuasan kerja merujuk pada perasaan dan sikap positif atau
negatif mengenai pekerjaannya (Schultz & Schultz, 2010). Kepuasan
kerja memiliki pengaruh pada terjadinyaturnoverkaryawan (Schultz
& Schultz, 2010). Ada beberapa faktor yang berhubungan dengan
kepuasan kerja seseorang. Faktor tersebut antara lain: usia,
kemampuan kognitif, kesesuaian pekerjaan dan keadilan organisasi.
Secara keseluruhan, kepuasan kerja meningkat berdasarkan
usia seseorang (Schultz & Schultz, 2010). Kepuasan kerja yang
rendah terjadi pada pekerja yang berusia paling muda (Schultz &
Schultz, 2010). Mereka tidak puas pada pekerjaan pertama mereka
karena mereka gagal untuk menemukan tantangan dan
tanggungjawab. Sedangkan pada pekerja yang lebih tua, umur dan
pengalaman yang dimiliki meningkatkan percaya diri, kompetensi
Selain itu, kemampuan kognitif juga berhubungan dengan
performa dan kepuasan (Schultz & Schultz, 2010). Seseorang yang
merasa pekerjaannya tidak menantang melaporkan bahwa dirinya
tidak puas dengan pekerjaannya (Schultz & Schultz, 2010).
Kepuasan kerja juga dipengaruhi oleh kesesuaian pekerjaan.
Semakin sesuai kemampuan atau keahlian seseorang dengan tuntutan
pekerjaan semakin besar kepuasan kerja seseorang (Schultz &
Schultz, 2010).
Keadilan organisasi adalah persepsi seseorang mengenai
seberapa adil dirinya diperlakukan oleh perusahaan ( Schultz &
Schultz, 2010). Seseorang yang merasa diperlakukan tidak adil oleh
perusahaan maka kepuasan kerjanya akan turun (Schultz & Schultz,
2010).
b. Stres Kerja
Stres adalah respon fisiologis dan psikologis terhadap
stimulus yang berlebihan, tidak menyenangkan dan kejadian yang
mengancam (Schultz & Schultz, 2010). Stres di lingkungan kerja
dapat merugikan perusahaan. Stres dapat menyebabkan produktivitas
yang rendah, menurunkan motivasi dan meningkatkan kecelakaan.
Selain itu, stres yang tinggi berhubungan dengan intensi turnover
c. Komitmen Organisasi
Komitmen organisasi adalah derajat keterikatan seseorang
dengan perusahaan tempat dirinya bekerja. Seseorang yang memiliki
komitmen organisasi memiliki ciri-ciri: penerimaan terhadap
nilai-nilai dan tujuan perusahaan, melakukan usaha demi organisasi atau
perusahaan dan memiliki dorongan yang kuat untuk terus
bekerjasama dengan perusahaan (Schultz & Schultz, 2010).
Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, komitmen organisasi
berpengaruh terhadapturnoverkaryawan (Teet & Meyer, 1993).
d. Kepemimpinan
Kepemimpinan dapat berpengaruh langsung terhadap
terjadinya turnover (Branham, 2005). Karyawan memutuskan untuk
keluar karena atasan mereka kurang memiliki kepemimpinan. Selain
itu, kepemimpinan juga dapat berpengaruh secara tidak langsung
padaturnover.Karyawan akan menilai bahwa kepemimpinan atasan
merupakan kepemimpinan yang efektif atau tidak efektif. Karyawan
yang menilai bahwa atasan memiliki kepemimpinan yang tidak
efektif akan memiliki kepuasan kerja yang rendah (Sharma &
Bajpai, 2010). Karyawan dengan kepuasan kerja yang rendah
cenderung memiliki intensi turnover (Teet & Meyer, 1993; Schultz
B. Heroic Leadership
1. PengertianHeroic Leadership
Heroic leadership merupakan tipe kepemimpinan yang
dikenalkan oleh Chris Lowney dalam bukunya yang berjudul “Heroic leadership: Praktik terbaik “perusahaan” berumur 450 tahun yang mengubah dunia” (Lowney, 2005). Heroic leadership bukanlah tipe kepemimpinan yang baru. Heroic leadership sudah lama dipraktikkan
sejak tahun 1540. Akan tetapi, apa yang mereka lakukan tidak mereka
sebut sebagaiheroic leadership.
Heroic leadership adalah sebutan yang diberikan oleh Chris
Lowney untuk menyebut kepemimpinan yang mereka terapkan. Selain
itu, dalam bukunya Lowney tidak memberikan definisi yang tegas
mengenai heroic leadership. Oleh karena itu, penulis mendefinisikan
heroic leadership sebagai kepemimpinan yang menekankan pada
kesadaran diri, ingenuitas (mampu beradaptasi pada lingkungan yang
selalu berubah), cinta (menciptakan hubungan yang positif dan saling
menghargai), dan heroisme (memiliki tujuan yang besar dan selalu
berusaha yang terbaik).
Perbedaan utama dari tipe kepemimpinan heroik dengan
kepemimpinan yang lain bahwa heroic leadership bukan taktik atau
teknik untuk memimpin. Akan tetapi, heroic leadership merupakan cara
hidup seorang pemimpin. Cara hidup yang dimaksud adalah perilaku
heroic leaderhip. Pilar-pilar tersebut adalah kesadaran diri, ingenuitas,
cinta dan heroisme (Lowney, 2005).
Pandangan lain yang membuat heroic leadership berbeda dengan
teori kepemimpinan yang lain adalah mengenai siapa yang disebut
pemimpin. Pada umumnya yang disebut dengan pemimpin adalah orang
yang memegang kekuasaan. Akan tetapi, heroic leadership memandang
bahwa yang setiap orang adalah pemimpin dan memimpin sepanjang
waktu. Setiap orang adalah pemimpin bagi dirinya sendiri. Disamping
itu, tiap orang memiliki pengaruh terhadap orang lain (Lowney, 2005).
Pandangan tersebut akan mempengaruhi cara atasan dalam
memperlakukan bawahan.
2. Pilar-pilarHeroic Leadership
a. Kesadaran Diri
Menurut Lowney (2005), kesadaran diri bukanlah produk
sekali jadi. Kesadaran diri didapat melalui latihan yang terus
menerus. seseorang yang memiliki kesadaran diri akan meluangkan
waktunya untuk melakukan refleksi. Mereka akan kembali
mengevaluasi apa yang telah mereka lakukan. Mereka menilai
apakah yang telah mereka lakukan sesuai dengan tujuan. Dalam
jalan yang terus berubah, refleksi perlu dilakukan agar mereka selalu
Kesadaran diri berarti mengetahui siapa dirinya dan apa yang
diinginkannya ( Lowney, 2005). Seseorang dengan kesadaran diri
tidak akan lepas dari tujuan yang telah ditetapkannya. Kesadaran diri
akan selalu mengingatkan seseorang tentang siapa dirinya, dimana
posisi dirinya dan kemana tujuan mereka dalam lingkungan yang
terus berubah.
Contoh kasus yang diberikan oleh Lowney adalah ketika
sebuah perusahaan mengalami pertumbuhan yang pesat dan
kekurangan tenaga. Kebutuhan akan tenaga kerja memaksa
perusahaan untuk memperbanyak rekrutmen. Agar banyak pekerja
yang didapat, tak jarang perusahaan tersebut menurunkan standar
kompetensi yang dibutuhkan. Dengan melakukan hal tersebut,
kebutuhan akan tenaga kerja yang banyak dapat terpenuhi. Akan
tetapi, hal tersebut memungkinkan terjadinya penurunan kualitas
yang dapat berdampak pada nama baik perusahaan. Berbeda dengan
hal tersebut, para pemimpin Yesuit justru semakin mempersulit dan
memperketat proses penerimaan anggota baru. Hal tersebut
dilakukan atas dasar menjaga reputasi perusahaan dan layanan yang
berkualitas. Walupun mereka harus kehilangan peluang untuk
menjadi yang pertama. Hal tersebut menunjukkan bagaimana
seseorang tetap fokus pada tujuan semula dan tidak terpancing pada
Seseorang yang memiliki kesadaran diri mengetahui apa
kelebihan yang dimilikinya dan menandai kelemahan-kelemahan
yang menghambat pencapaian tujuan. Oleh karena itu, orang dengan
kesadaran diri akan mengejar apa yang diinginkannya dengan penuh
semangat dan mengilhami orang lain (Lowney, 2005).
b. Ingenuitas
Ingenuitas maksudnya adalah suatu kemampuan untuk
berinovasi dan beradaptasi dengan penuh keyakinan diri (Lowney,
2005). Oleh karena itu, ingenuitas menuntut seorang pemimpin
untuk membebaskan diri dari kebiasaan- kebiasaan dan
prasangka-prasangka yang tertanam dalam dirinya (Lowney, 2005). Ingenuitas
akan menyadarkan seseorang pada banyaknya peluang atau
kesempatan yang tersedia.
Lowney menggambarkan ingenuitas dalam bukunya melalui
tokoh yang bernama Fransiskus Xaverius. Dia ditunjuk untuk pergi
kesebuah tempat yang belum pernah dia kunjungi. Jawaban yang dia
berikan adalah “Baik, saya siap”. Hal tersebut menunjukkan bahwa
dia memiliki ingenuitas. Dia yakin bahwa ditempat yang baru dia
akan mampu beradaptasi dan memberikan kontribusi pada
organisasinya. Bagi dia bukan tempat yang perlu dicemaskan tapi
yang terpenting adalah apa yang dia perbuat. Di tempat dia bertugas,
dengan pimpinannya. Hal tersebut dilakukan karena dia yakin apa
yang dilakukan sesuai dengan arah perusahaannya. Dia juga melihat
bahwa minat orang- orang untuk mendapatkan pendidikan sangat
besar. Selain itu, dia juga dia pergi meninggalkan Jepang dan
bergegas menuju ke Cina karena melihat adanya peluang yang lebih
besar. Ingenuitas membuat tokoh mampu untuk melihat peluang dan
memanfaatkan peluang yang tersedia.
c. Cinta
Cinta yang dimaksud oleh Lowney adalah suatu kemampuan
untuk melihat potensi dan bakat yang dimiliki orang lain. Oleh
karena itu, mereka menciptakan suatu lingkungan yang didasari oleh
kesetian, afeksi dan sikap saling mendukung (Lowney, 2005).
Seseorang akan menghasilkan kinerja yang paling baik ketika
mereka dihormati, dihargai dan dipercaya dengan tulus (Lowney,
2005).
Sebuah perusahaan tidak akan menolak orang berbakat
berdasarkan latar belakangnya. Apapun latar belakangnya, apabila
seseorang tersebut memang berkualitas dan dapat berkontribusi pada
perusahaan maka orang tersebut akan diterima. Tidak hanya sebatas
menerima saja, namun perusahaan tersebut akan memperhatikan
d. Heroisme
Lowney mengartikan heroisme sebagai suatu kemampuan
untuk menyemangati diri sendiri dan orang lain dengan ambisi yang
heroik. Dengan sasaran yang heroik, seseorang akan membangkitkan
keinginan yang besar dalam diri untuk mencapai sasaran tersebut.
Sedangkan sasaran yang heroik adalah sasaran yang ambisius atau
selalu mengharapkan yang lebih (magis). Akan tetapi, seorang
pemimpin dengan heroic leadership tidak hanya sebatas pada
menetapkan tujuan yang heroik tetapi juga memberikan contoh
dalam mencapai tujuan tersebut.
Saat ini banyak perusahaan yang memberikan tujuan yang
besar bagi karyawan. Tujuan tersebut memang dapat membuat
karyawan termotivasi. Akan tetapi, motivasi yang telah didapat dapat
berubah menjadi pandangan yang pesimis dari karyawan. Hal
tersebut dapat terjadi karena karyawan tidak melihat peran langsung
atasan untuk mewujudkan tujaun tersebut (Lowney, 2005).
Dalam bukunya, Lowney memberikan contoh tentang
heroisme. Lowney menggambarkan heroisme melalui tokoh-tokoh
dalam bukunya. Tokoh- tokoh yang memiliki tujuan yang besar.
Tujuan yang pada waktu itu sangat sulit atau bahkan mustahil untuk
dilakukan. Tujuan tersebut antara lain berusaha untuk bermediasi
dengan raja dan menemukan jalan alternatif untuk mempersingkat
besar tetapi juga mendedikasikan waktu dan tenaga untuk
mewujudkan tujan tersebut.
Untuk mewujudkan sasaran yang heroik ada tiga langkah
yang harus dilakukan (Lowney, 2005), yaitu:
1) Menganjurkan para anggota baru untuk mengubah aspirasi
perusahaan menjadi misi pribadi.
2) Menekankan budaya perusahaan yang heroisme dan memberi
teladan tentang heroisme tersebut.
3) Memberikan kesempatan pada setiap pribadi untuk
memperbesar diri sendiri dengan memberikan sumbangan yang
bermakna bagi perusahaan.
Dari penjelasan tersebut dapat disimpulakan bahwa heroic
leadership adalah kepemimpinan yang didasarkan pada pilar kesadaran
diri, ingenuitas, cinta dan heroisme. Keempat pilar tersebut akan selalu
ditampilkan oleh pemimpin dimanapun dia berada. Hal tersebut
dikarenakanheroic leadershipmerupakan cara hidup seorang pemimpin.
C. Hubungan antara Heroic Leadership Atasan dengan Intensi Turnover
Karyawan.
Menurut Lowney (2005),heroic leadershipmemiliki 4 pilar. Keempat
pilar tersebut adalah kesadaran diri, ingenuitas, cinta dan heroisme.
Kesadaran diri adalah menyadari siapa dirinya, baik itu kelemahan atau
sebagai seorang yang tahu dimana dia harus memposisikan dirinya dan tahu
apa yang harus dia perbuat. Seseorang dengan kesadaran diri akan selalu
fokus pada tujuan yang telah ditetapkannya. Ingenuitas adalah berinovasi dan
beradaptasi dengan penuh percaya diri. Hal ini menjadikan pemimpin sebagai
seorang yang mampu menyesuaikan diri disegala macam kondisi. Selain itu,
ingenuitas akan membuat seseorang mampu melihat peluang yang bisa
dimanfaatkan. Cinta akan menjadikan pemimpin dapat menciptakan suatu
hubungan yang saling mendukung satu sama lain dan menghargai bawahan.
Seseorang yang memiliki cinta tidak akan menolak orang yang berbakat.
Apapun latar belakangnya, asalkan sejalan dengan tujuan perusahaan dan
mampu memberikan sumbangan yang berharga akan diterima dengan senang
hati. Sedangkan heroisme akan menjadikan pemimpin memiliki ambisi yang
besar. Ambisi yang besar akan membuat seseorang terus termotivasi untuk
mewujudkan tujuan tersebut. Selain itu, pemimpin tidak hanya memberikan
tujuan yang besar tetapi juga menjadi teladan bagi bawahan dalam
mewujudkan tujuan tersebut.
Dalam bekerja, seorang karyawan akan berinteraksi dengan atasannya.
Selama interaksi berlangsung, bawahan akan menilai kepemimpinan atasan.
Karyawan akan menilai apakah atasan memilikiheroic leadershipyang tinggi
atau rendah.
Karyawan yang menilai atasan memilikiheroic leadershipyang tinggi
akan memiliki tingkat intensiturnoveryang rendah. Hal tersebut dikarenakan
baik. Atasan akan mampu memberikan suatu visi yang besar bagi bawahan.
Selain memberikan visi yang besar, pemimpin juga kan menjadi role model
bagi bawahan. Pemimpin juga akan mampu menciptakan hubungan yang
positif dengan bawahan. Hubungan positif yang didasari oleh cinta akan
membuat bawahan merasa dihargai, didukung dan diperlakukan adil.
Sedangkan karyawan yang menilai atasan memiliki heroic leadership yang
rendah akan memiliki tingkat intensiturnoveryang lebih tinggi.
D. Kerangka Berpikir
E. Hipotesis
Hipotesis dari penelitian ini adalah adanya hubungan yang negatif
antara heroic leadership dengan intensi turnover karyawan. Hal tersebut
berarti, semakin tinggi atasan memimpin dengan heroic leadership maka
semakin rendah tingkat intensi turnover karyawan tersebut. Begitu pula
sebaliknya, semakin rendah seorang atasan memimpin dengan heroic
28
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
A. Jenis Penelitian
Dalam penelitian ini, digunakan metode korelasional. Oleh karena itu,
penelitian ini akan mencari hubungan antara dua variabel (Noor, 2011).
Dalam penelitian ini, peneliti akan meneliti hubungan heroic leadership
atasan dengan intensiturnoverkaryawan.
B. Variabel Penelitian
Variabel tergantung : Intensiturnoverkaryawan.
Variabel bebas :Heroic leadership.
C. Definisi Operasional 1. IntensiTurnover
Intensi turnover diartikan sebagai keinginan karyawan untuk
meninggalkan perusahaan. Tingkat intensi turnover diketahui dengan
mengukur aspek intensi turnover. Aspek tersebut adalah berpikir keluar
dan mencari alternatif pekerjan lain.
Tingkat intensi turnover diukur dengan skala intensi turnover
karyawan. Semakin tinggi skor total yang diperoleh berarti semakin
semakin rendah skor total, semakin rendah tingkat intensi turnover
karyawan.
2. Heroic Leadership
Heroic Leadersip adalah kepemimpinan yang menekankan pada
kesadaran diri, ingenuitas (mampu beradaptasi pada lingkungan yang
selalu berubah), cinta (menciptakan hubungan yang positif dan saling
menghargai), dan heroisme (memiliki tujuan yang besar dan selalu
berusaha yang terbaik). Tingkat heroic leadership atasan akan diukur
dengan skala heroic leadership yang terdiri dari aspek kesadaran diri,
ingenuitas, cinta dan heroisme. Skala dibuat untuk mengetahui apakah
atasan memiliki heroic leadership yang tinggi atau rendah. Skala akan
diberikan pada karyawan. Karyawan akan menilai tingkat heroic
leadership atasan. Semakin tinggi skor total yang diperoleh berarti
semakin tinggiheroic leadershipatasan. Semakin rendah skor total maka
semakin rendahheroic leadershipatasan.
D. Subjek Penelitian
Populasi dari penelitian ini adalah karyawan. Pemilihan subjek dalam
penelitian ini menggunakan teknik Convenience sampling. Subjek dalam
penelitian ini dipilih berdasarkan kesediannya untuk menjadi subjek
penelitian (Noor, 2011). Subjek dalam penelitian ini adalah karyawan PT.
yang telah bekerja minimal 1 tahun dianggap oleh peneliti telah memiliki
cukup pengalaman berinteraksi dengan atasannya. Berdasarkan asumsi
tersebut, subjek telah mampu memberikan penilaian yang berkaitan dengan
karakteristik atasannya.
E. Metode dan Alat Pengumpulan Data
Data dalam penelitian ini dikumpulkan dengan menggunakan skala.
Skala adalah suatu alat ukur yang berisi pertanyaan atau pernyataan untuk
mengungkap aspek yang hendak diketahui (Azwar, 2010). Subjek diminta
untuk memilih satu jawaban yang menurut subjek paling sesuai.
Skala disusun berdasarkan aitem-aitem dari indikator yang telah
ditetapkan. Aitem-aitem yang digunakan dalam penelitian sebenarnya adalah
aitem-aitem yang lolos pada tahap analisis aitem. Skala yang digunakan pada
penelitian ini adalah Skalaheroic leadership dan skala intensiturnover.
1. Skala IntensiTurnover
Skala intensi turnover digunakan untuk mengukur tingkat intensi
turnover seorang karyawan. Skala intensi turnover disusun berdasarkan
aspek intensi turnover dalam bagan perantara Mobley yang dikemukan
oleh Mobley (1986) yaitu: berpikir untuk keluar dan mencari alternatif
pekerjaan lain.
Jenis skala yang digunakan untuk mengukur intensi turnover
adalah skala likert summated ratings. Subjek diberikan beberapa
ketidaksetujuan terhadap pernyataan tersebut (Noor, 2011). Tingkat
kesetujuan telah ditetapkan oleh peneliti yang terdiri dari sangat setuju
(SS), setuju (S), tidak setuju (TS) dan sangat tidak setuju (STS). Setiap
jawaban akan diberikan skor berdasarkan ketentuan sebagai berikut:
a. Aitem favorable: sangat setuju, setuju, tidak setuju dan sangat tidak
setuju memiliki nilai masing-masing 4, 3, 2,1.
b. Aitem unfavorable: sangat setuju, setuju, tidak setuju dan sangat
tidak setuju memiliki nilai masing-masing 1, 2, 3, 4.
Skor total yang diperoleh subjek mengindikasikan tingkat intensi
turnover subjek. Skor total yang tinggi mengindikasikan tingkat intensi
turnoveryang tinggi.
Tabel 1.Blueprintskala intensiturnover.
No Aspek
Skala heroic leadership digunakan untuk mengukur sejauhmana
aspek-aspek heroic leadership yang dikemukakan oleh Lowney (2005). Aspek
yang dimaksud adalah kesadaran diri, ingenuitas, cinta dan heroisme.
Jenis skala yang digunakan dalam penelitian ini adalah skala
likert summated ratings. Subjek akan diminta untuk memberikan
jawaban pernyataan berdasarkan tingkat kesetujuan subjek (Noor, 2011).
Jawaban yang telah ditentukan adalah sangat setuju (SS), setuju (S),
tidak setuju (TS), dan sangat tidak setuju (STS). Masing-masing jawaban
akan memiliki nilai sebagai berikut:
a. Aitem favorable: jawaban sangat setuju, setuju, tidak setuju dan
sangat tidak setuju memiliki nilai masing-masing 4, 3, 2,1.
b. Aitem unfavorable: jawaban sangat setuju, setuju, tidak setuju dan
sangat tidak setuju memiliki nilai masing-masing 1, 2, 3, 4.
Skor total yang diperoleh individu mengindikasikan tingkat heroic
leadership atasannya. Skor total yang tinggi mengindikasikan bahwa
Tabel 2.Blueprintskalaheroic leadership.
Jumlah 40 40 80 100%
F. Validitas, Seleksi Aitem dan Reliabilitas Skala 1. Validitas
Validitas merupakan ketepatan dan kecermatan alat ukur dalam
melakukan fungsi ukurnya (Azwar, 2009). Suatu alat ukur dikatakan
valid apabila alat ukur tersebut memberikan informasi atau data yang
sesuai dengan tujuan pengukuran (Azwar, 2009). Dalam penelitian ini,
digunakan tipe validitas isi. Validitas isi ditentukan melalui pemeriksaan
butir-butir skala atau aitem. Butir- butir skala diperiksa apakah sudah
merepresentasikan ciri-ciri atribut yang hendak diukur atau belum (Noor,
2011). Dalam menentukan validitas tiap aitem, peneliti dibantu oleh
seorang ahli untuk memberikan professional judgement. Ahli yang
2. Seleksi Aitem
Setelah aitem-aitem dianalisis berdasarkan kesesuaiannya dengan
prosentase dalam blue-print, aitem-aitem tersebut kemudian diujikan
pada kelompok subjek. Hasil dari pengujian digunakan untuk
menganalisis dan memilih aitem yang memiliki daya beda memuaskan.
Dalam menganalisis data, peneliti menggunakan program SPSS 16.
Pemilihan aitem didasarkan pada nilai koefisien korelasi aitem total.
Suatu aitem dikatakan memilliki daya beda yang memuaskan apabila
memiliki indeks daya beda ≥ 0,3 (Azwar, 2010). Akan tetapi, aitem
yang memiliki indeks daya beda 0,25 akan ikut dipertimbangkan untuk
tidak digugurkan.
Pada skala intensi turnover, analisis aitem menghasilkan 22
aitem yang memiliki indeks daya beda > 0,25. Sedangkan skala heroic
leadership ada 53 aitem yang memiliki daya beda > 0,25. Agar sesuai
dengan persentase dalam blueprint penelitian, ada sejumlah aitem yang
harus digugurkan. Aitem yang digugurkan adalah aitem yang memiliki
daya beda paling kecil pada masing-masing aspek. Pada skala intensi
turnover, proses penguguran aitem menghasilkan 12 aitem yang lolos
seleksi aitem. Sedangkan pada skala heroic leadership didapatkan 40
aitem yang lolos seleksi aitem.
Hasil analisis dan penguguran aitem ditampilkan dalam tabel 3
Tabel 3.BlueprintSkala intensiturnoversetelah seleksi aitem.
* : aitem yang digugurkan
Tabel 4.BlueprintSkalaheroic leadershipsetelah seleksi aitem.
No Aspek Aitem Jumlah
Jumlah 17 23 40 100%
Keterangan:
_ : aitem gugur
3. Reliabilitas
Reliabilitas adalah sejauhmana hasil pengukuran dapat dipercaya
(Azwar, 2009). Suatu alat ukur dikatakan reliabel apabila untuk
mengukur sesuatu yang berulang kali, alat ukur tersebut menunjukkan
hasil yang relatif sama sama (Azwar, 2009). Dalam penelitian ini, untuk
mengetahui reliabilitas alat ukur digunakan pendekatan konsistensi
internal. Pada pendekatan konsistensi internal, tes dikenakan hanya satu
kali pada sekelompok subjek. Setelah itu, prosedur analisis reliabilitas
dilakukan dengan koefisien alpha terhadap aitem-aitem atau terhadap
kelompok aitem dalam tes tersebut (Azwar, 2009). Suatu alat ukur
dikatakan memiliki reliabilitas yang memuaskan apabila koefisien
reliabilitasnya mencapai minimal 0,9 (Azwar, 2010). Dalam melakukan
analisis data, peneliti menggunakan program SPSS 16.
Reliabilitas pada skala intensi turnover adalah sebesar 0,869.
Walaupun tidak mencapai angka 0,9 tetapi nilai reliabilitas sebesar 0,869
tergolong tinggi (Murphy & Davidshofer, 2005). Reliabilitas pada skala
heroic leadership adalah 0,919. Hal tersebut berarti koefisien reliabilitas
skalaheroic leadershipsudah memuaskan.
G. Metode Analisis Data
Data dalam penelitian dianalisis dengan metode korelasi Pearson
melakukan uji prasyarat analisis. Uji asumsi yang dilakukan adalah uji
normalitas dan uji linearitas.
1. Uji Asumsi
a. Uji Normalitas
Uji normalitas dilakukan untuk mengetahui apakah data
berasal dari populasi yang berdistribusi normal (Noor, 2011). Uji
normalitas dibutuhkan karena perhitungan statistik memiliki asumsi
normalitas sebaran (Santoso, 2010) Dalam penelitian ini, uji
normalitas dilakukan dengan menggunakan Uji
Kolmogorov-Smirnov. Data dikatakan memiliki sebaran data yang normal
apabila nilai p > 0,05 (Noor, 2011). Uji normalitas akan dilakukan
dengan menggunakan program SPSS.
b. Uji Linearitas
Uji linearitas dilakukan untuk meyakinkan bahwa perubahan
suatu variabel diikuti oleh perubahan variabel yang lain (Santoso,
2010). Selain itu, perhitungan menggunakan product moment
mensyaratkan data linear agar tidak terjadi underestimated. Data
dikatakan linear apabila p < 0,05.
2. Uji Hipotesis
Uji hipotesis dilakukan untuk menguji apakah ada hubungan
penelitian ini adalah ada hubungan yang negatif antara heroic leadership
atasan dengan intensiturnoverkaryawan. Uji hipotesis dilakukan dengan
metode Pearson Product Moment. Pengujian dilakukan dengan program
39 BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Persiapan Penelitian
Sebelum melakukan penelitian, peneliti meminta surat perijinan
penelitian ke sekretariat Fakultas Psikologi Universitas Sanata Dharma.
Surat penerijinan kemudian ditandatangani oleh Dekan Fakultas Psikologi.
Surat perijinan dengan nomor 83a/D/KP/Psi/USD/X/2012 kemudian
diserahkan pada PT Aneka Adhilogam Karya pada tanggal 5 Oktober 2012.
Kemudian pada tanggal 8 Oktober 2012 peneliti diijinkan untuk
mengadakan penelitian di PT Aneka Adhilogam Karya.
B. Pelaksanaan Penelitian
Dalam penelitian ini, peneliti tidak mengikuti tahapan penelitian
pada umumnya. Pada penelitian ini, peneliti hanya satu kali membagikan
skala kepada subjek untuk mendapatkan data penelitian atau disebut sebagai
try outterpakai. Setelah skala terkumpul, aitem-aitem dalam skala dianalisis
untuk seleksi aitem. Aitem-aitem yang lolos dalam seleksi aitem kemudian
disesuaikan dengan blueprint penelitian. Selanjutnya data yang sama
dihitung ulang menggunakan aitem-aitem yang lolos pada seleksi aitem.
Pengambilan data menggunakan try out terpakai, tentunya memiliki
kelemahan yaitu: subjek harus mengisi aitem yang kemungkinan gugur
sehingga usaha subjek untuk merespon aitem tersebut sia-sia, banyaknya
menjawab menjadi lebih lama (Hadi, 2005). Akan tetapi, hal ini tetap
dilakukan karena peneliti mengalami kesulitan ketika mencari perusahaan
yang bersedia dijadikan tempat untuk penelitian. Selain itu, pada saat ijin
berhasil didapatkan, perusahaan sedang mengerjakan pesanan produk dari
konsumen. Hal tersebut menyababkan, perusahaan hanya mengijinkan
peneliti untuk membagikan skala satu kali saja. Kebijakan tersebut
dikeluarkan karena perusahaan akan kerepotan ketika mengumpulkan skala
yang telah dibagikan.
Setelah kesepakatan terjadi, pada tanggal 8 Oktober 2012 skala
dibagikan pada subjek. Skala yang dibagikan sebanyak 100 eksemplar dan
terkumpul kembali sebanyak 87 eksemplar. Subjek penelitian adalah
karyawan PT Aneka Adhilogam Karya yang telah bekerja minimal satu
tahun.
C. Hasil Penelitian 1. Uji Asumsi
a. Uji Normalitas
Uji normalitas dilakukan untuk mengetahui apakah data
berasal dari populasi yang berdistribusi normal atau tidak (Noor,
2011). Uji normalitas dilakukan dengan program SPSS 16
menggunakan teknik One sample kolmogorov-smirnov test. Hasil
pengujian memperlihatkan bahwa data pada skala intensi turnover
skala heroic leadership juga terdistribusi normal (Z= 1,170,
P=0,13).
b. Uji Linearitas
Uji Linearitas pada penelitian ini menggunakan program
SPSS 16. Suatu variabel memiliki hubungan linear apabila taraf
signifikansinya lebih kecil dari 0,05. Dari pengujian didapatkan
hasil bahwa variabel heroic leadership dan variabel intensi
turnover tidak linear. Hal tersebut dapat diketahui dari nilai
linearity (F (1,55)= 0,012, P= 0,914) dan nilai deviation from
linearity (F (30, 55)= 1,371, P= 0,153). Selain itu peneliti juga
memastikan hasil tersebut dengan scatter plot. Berdasarkanscatter
plot, dapat diketahui bahwa data tidak mengikuti garis linear. Oleh
karena itu dapat disimpulkan bahwa kedua variabel tidak memiliki
hubungan yang linear.
2. Uji Hipotesis
Uji hipotesis dilakukan untuk mengetahui apakah hipotesis
dalam penelitian diterima atau ditolak. Hipotesis dalam penelitian ini
adalah “ada hubungan yang negatif antara heroic leadership atasan dengan intensi turnover karyawan”. Uji hipotesis dilakukan dengan metode pearson product moment. Akan tetapi, uji hipotesis
mensyaratkan bahwa data kedua variabel harus linear (Santoso, 2010).
Sedangkan pada uji linearitas, didapatkan hasil bahwa data kedua
variabel tidak memiliki hubungan yang linear. Hal tersebut
menyebabkan uji hipotesis dengan metode korelasi pearson product
moment tidak dapat dilakukan. Oleh karena itu kesimpulan hasil
penelitian diambil dari uji linearitas. Dari hasil uji linearitas dapat
disimpulkan bahwa variabel heroic leadership dengan intensi turnover
tidak memiliki hubungan yang linear. Oleh karena itu, hipotesis dalam
penelitian ini ditolak.
3. Deskripsi Data Penelitian
Deskripsi data penelitian ditampilkan dalam tabel 5.
Tabel 5. Perbandingan mean teoritis dan mean empiris
Variabel Mean Teoritis Mean Empiris
SD Mean Empiris IntensiTurnover 30 28,184 4,831
Dari hasil perbandingan mean teoritis dan mean empiris
didapatkan hasil:
a. Mean teoritis pada intensi turnover lebih tinggi daripada mean
empiris intensi turnover. Hal tersebut berarti intensi turnover
karyawan rendah.
b. Mean teoritis pada heroic leadership lebih rendah daripada mean
empiris heroic leadership. Hal tersebut berarti heroic leadership
atasan tinggi.
D. Pembahasan
Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa kedua variabel memiliki
hubungan yang tidak linear. Hal tersebut berarti perubahan skor pada suatu
varibel tidak diikuti dengan perubahan pada variabel yang lain (Santoso,
2010). Oleh karena itu, dapat disimpulkan bahwa tidak ada hubungan linear
antaraheroic leadership atasan dengan intensiturnoverkaryawan.
Tidak adanya hubungan yang linear antara heroic leadership atasan
dengan intensi turnover karyawan mungkin disebabkan adanya hubungan
yang tidak langsung antara kedua variabel tersebut. Pola hubungan yang
mungkin terjadi adalah faktor kemepimpinan berhubungan dengan kepuasan
kerja dan kepuasan kerja berhubungan dengan intensi turnover. Faktor
kepuasan kerja dalam pola hubungan tersebut berperan sebagai variabel
perantara.
Selain itu dari hasil wawancara dengan sejumlah karyawan, tingkat
disebabkan oleh faktor lain. Faktor yang mungkin mempengaruhi tingkat
intensiturnoverkaryawan adalah keuntungan yang didapatkan oleh karyawan
selama bekerja di PT. Aneka Adhilogam Karya. Selama bekerja di PT Aneka
Adhilogam Karya, gaji yang diterima karyawan sudah sesuai dengan UMK
ditambah dengan uang lembur, uang makan, uang transport, asuransi
kesehatan, dan tunjangan hari raya. Adanya tunjangan-tunjangan tambahan
bagi karyawan, mungkin menyebabkan karyawan merasa pekerjaannya
dihargai. Seseorang yang merasa dihargai maka kepuasan kerja akan
meningkat. Kepuasan kerja yang tinggi akan menurunkan tingkat intensi
turnover(Schultz & Schultz, 2010).
Selain itu, jarak atara rumah karyawan dengan tempat bekerja relatif
dekat. Jarak rumah karyawan dengan tempatnya bekerja adalah berkisar atara
2 Km sampai dengan 4 Km. Jarak rumah yang dekat membuat karyawan
tidak jauh dari keluarganya. Hal tersebut menjadi keuntungan tersendiri bagi
karyawan karena mereka tidak perlu berpisah dengan keluarganya. Isu
keluarga (membesarkan anak dan merawat orang tua) juga merupakan alasan
seseorang untuk keluar dari tempat bekerja (Aamodt, 2010). Selain itu, dalam
falsafah Jawa ada kalimat “makan tidak makan asal kumpul”. Walaupun gaji
yang diterima tidak banyak, tetapi dapat berkumpul dengan keluarga adalah
kepuasan tersendiri.
Faktor lain yang menjadi alasan karyawan senang bekerja di PT
Aneka Adhilogam Karya adalah adanya fasilitas pinjaman uang bagi
anak dapat meminjam dari perusahaan. Karyawan berpendapat bahwa
walaupun gaji tidak begitu besar tetapi kesejahteraan meraka terjamin.
Perusahaan juga rutin mengadakan wisata bagi karyawan. Setiap akhir
tahun karyawan diberi kesempatan untuk mengikuti wisata bersama dengan
keluarga yang diadakan oleh perusahaan. Karyawan juga diberi uang saku
selama mengikuti wisata tersebut. Kegiatan ini dapat bermanfaat untuk
mengurangi stres selama bekerja. Karyawan dengan stres kerja yang rendah
akan memiliki tingkat intensiturnoveryang rendah. Hal tersebut dikarenakan
bahwa salah satu alasan seseorang keluar dari tempat bekerja adalah untuk
keluar dari sesuatu yang menyebabkan stres seperti: konflik dengan rekan
kerja atau atasan, kondisi kerja yang tidak aman dan membosankan (Aamodt,
2010).
Berdasarkan keuntungan dan fasilitas yang diperoleh karyawan
selama bekerja di PT. Aneka Adhilogam Karya, karyawan mungkin tidak
begitu mempermasalahkan kepemimpinan atasan ketika memiliki niat untuk
keluar. Dari hasil analisis data juga diketahui bahwa tingkat intensi turnover
pada karyawan PT Aneka Adhilogam Karya tergolong rendah. Hal tersebut
berarti niat untuk keluar dari perusahaan rendah. Selain itu, dari hasil
wawancara juga diketahui bahwa selama tahun 2010-2012 tidak ada
karyawan yang mengundurkan diri. Sedangkan tingkat heroic leadership
atasan tergolong tinggi. Hal tersebut berarti bahwa kepemimpinan atasan
46 BAB V PENUTUP A. Kesimpulan
Dari hasil penelitian, dapat disimpulkan bahwa tidak ada hubungan
antaraheroic leadership atasan dengan intensiturnoverkaryawan.
B. Keterbatasan Penelitian
Keterbatasan dalam penelitian ini adalah banyaknya aitem yang
gugur. Hal tersebut peneliti sadari sebagai kesalahan peneliti dalam membuat
aitem yang mungkin tidak sesuai dengan konsep yang diukur. Kelemahan
yang terakhir adalah tidak adanya informasi mengenai data demografis
subjek.
C. Saran
1. Bagi Perusahaan
Perusahaan diharapkan untuk mempertahankan tingkat intensi
turnoverkaryawan yang rendah.
2. Bagi Peneliti Selanjutnya
Peneliti selanjutnya disarankan untuk memperkaya penelitian ini
dengan menggunakan aitem- aitem yang dibuat berdasarkan konsep
heroic leadership. Aitem- aitem tersebut kemudian dikonsultasikan pada
peneliti hanya mengkonsultasikan aitem-aitem pada dosen pembimbing
tanpa mengkonsultasikannya juga pada ahli yang lain. Dengan
melakukan hal tersebut, diharapkan aitem- aitem yang dibuat