KARAKTERISTIK TAFSIR DI INDONESIA:
Analisis terhadap Tafsir Juz ‘Amma Risālat al-Qawl al-Bayān dan Kitāb al- Burhān
Oleh :
HALIMATUSSA‟DIYAH NIM.13.3.00.1.40.01.0005
Pembimbing :
Prof. Dr. Salman Harun, MA Prof. Dr. Ahmad Thib Raya, MAKosentrasi Tafsir Interdisipliner Sekolah Pascasarjana
Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta
2020
i KATA PENGANTAR
ِِم ۡسِب
ِ
َِِللّٱ
ِ
ِِه َٰ م ۡح َرلٱ
ِ
ِِمي ِح َرلٱ
Alhamdulillah, Segala Puji untuk Allah, Zat Maha Agung dan Maha Tinggi yang senantiasa melimpahkan petunjuk dan rahmat-Nya kepada semua makhluk. Berkat Rahmat dan „Inayah Allah penulis dapat merampungkan disertasi ini. Shalawat serta salam untuk Nabi Muhammad Saw. semoga umat Islam selalu istiqamah berpedoman pada al-Qur‟an dan Sunnah.
Buku ini berasal dari disertasi penulis untuk menyelesaikan program doktor di Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta. Kehadiran buku ini, tidak terlepas dari bantuan banyak pihak. Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang mempunyai andil besar dalam penyelesaian disertasi ini, di antaranya ; Prof. Dr. Hj. Amany Burhanuddin Umar Lubis, Lc, MA selaku Rektor UIN Syarif Hidayatullah Jakarta beserta jajarannya. Prof. Dr. Jamhari, MA sebagai Direktur Sekolah Pasca Sarjana UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, Dr. Hamka Hasan, Lc. MA, selaku Wakil Direktur Sekolah Pascasarjana UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, Prof. Dr. Didin Saefuddin, MA, Dr. JM. Muslimin, MA. Kedua promotor penulis Prof. Dr. Salman Harun, MA dan Prof. Dr. Ahmad Thib Raya, MA, disela-sela kesibukan beliau telah meluangkan waktu dan mengarahkan penulis selama menyelesaikan disertasi. Prof. Dr. Hamdani Anwar, MA, Prof. Dr. Hj. Zaitunah Subhan, MA dan Prof. Dr. Darwis Hude, M.Si sebagai penguji disertasi yang telah memberikan saran dan kritikan konstruktif untuk perbaikan disertasi. Para dosen penulis di antaranya, Prof. Dr. Azyumardi Azra, MA, Prof. Dr. Suwito, MA, Prof. Dr. M. Atho Mudzhar, MSPD, Prof. Dr. Said Agil Husain Al-Munawwar, Prof. Dr. Zainun Kamal, MA, Prof. Dr. Abuddin Nata, MA, Dr. Yusuf Rahman, MA dan lainnya yang tidak bisa penulis sebutkan semuanya di sini.
Tidak lupa juga penulis sampaikan terima kasih kepada seluruh karyawan akademik dan Perpustakaan Sekolah Pascasarjana
ii
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, Mas Adam, Mbak Vhemy, Mas Arif, Bu Alfida, Bu Nur, Mas Rofiq dan lain-lain, atas semua kemudahan, keramahan, kebaikan dan kelancaran yang diberikan selama mengikuti pendidikan dari awal sampai akhir. Kepada Perpustakaan PSQ (Pusat Studi al-Qur‟an) dan teman-teman PKM.
Begitu juga Rektor UIN Raden Fatah Palembang Prof. Drs. HM Sirozi, Ph.D, yang telah memfasilitasi beasiswa PIU dan memberi izin kepada penulis untuk melanjutakan studi S3, Dekan Fakultas Ushuluddin dan Pemikiran Islam Dr. Alfi Julizun Azwar, MA beserta rekan dosen, Dr. Syefriyeni, M.Ag, Apriyanti, M.Ag, Dra. Murtingsih, M.Pd.I dan dosen lainnya yang tidak dapat disebutkan satu persatu. Begitu juga para karyawan yang ikut memotivasi penulis dalam menyelesaikan studi S3, penulis sampaikan terima kasih yang setinggi-tingginya.
Yang terhormat kedua orang tua penulis, ayahanda H. Abu Nawar (almarhum) dan ibunda Nurhayati (almarhumah) yang telah mengasuh, membesarkan penulis dengan penuh kasih sayang serta mendidik dan menanamkankepada penulis rasa cinta ilmu dengan nasehat Beliau “Yang pokok anak Bapak berilmu” pesan yang senatiasa terngiang-ngiang di telinga penulis. Serta kedua mertua penulis Ayahanda Abu Nawas (almarhum) dan Hj. Asmanidar (almarhumah). Allahummaghfir lahum warhamhum, aamiin. Saudara-saudara penulis, kakanda Dra. Murtasiah, Syaifullah berserta isteri, yang telah memberikan tumpangan kepada penulis selama pendidikan S3, Ibnu Hazmi, Ahmad Tanzil, S.Pd serta adinda Mardiah, SH, Elvi Rahmi, SH,MH dan Fazbul Islam, SPd.I, yang selalu mendoakan dan memotivasi penulis untuk menyelesaikan studi S3.
Suami tercinta, Drs. Ali Amran, MT yang senantiasa memberikan motivasi dan telah banyak berkorban dengan penuh kesabaran selama menjalankan pendidikan. Begitu juga ananda Rasyid Miftahul Ihsan, Zahra Najwa Salsabila dan Rasikhul Ilmi Amran, permata hati ibunda, semoga spirit cinta ilmu selalu tertanam dalam hati ananda serta mendapat ilmu yang bermanfaat untuk dunia dan akhirat, a>mi>n.
iii
Teman-teman sejawat di Sekolah Pascasarjana UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, Bu Fadhlina, Mbak Atif dan lainnya yang tidak bisa disebutkan nama satu persatu, selalu memberi dukungan dan motivasi sampai selesainya disertasi ini. Semoga Allah membalas semua kebaikan yang telah diberikan, aamiin.
Demikianlah, semoga semua kebaikan yang diberikan, mendapat ganjaran yang setimpal dan menjadi amal ibadahdi sisi Allah Swt, a>mi>n.
Jakarta, Mei 2020 Penulis
v
Pedoman Transliterasi Arab Latin yang digunakan dalam penelitian ini berdasarkan ALA-LC ROMANIZATION tables sebagai berikut :
A. Konsonan
Arab Latin Arab Latin
ا A ض d{ ب B ط t{ ت T ظ z{ ث Th ع ، ج J غ Gh ح h{ ف F خ Kh ق Q د D ك K ذ Dh ل L ر R م M ز Z ن N س S ة،ه H ش Sh و W ص s{ ي Y B. Vokal 1. Vokal Tunggal
Tanda Nama Huruf Latin Nama
َ Fath{ah A A
َ Kasrah I I
vi 2. Vokal Rangkap
Tanda Nama Huruf Latin Nama
ي... َ Fath{ah dan ya Ai a dan i و ... َ Fath{ah dan wau Au a dan u 3. Vokal Panjang
Tanda Nama Gabungan
Huruf
Nama اــ Fath{ah dan alif a> a dan garis di
atas
يـ ـ Kasrah dan ya i> i dan garis di atas
وـ ـ D{ammah dan
wau
u> u dan garis di atas
Contoh :
ني س ح : H{usain لو ح : h{aul C. Ta’ Marbu>t{ah
Transliterasi ta‟ marbu>t{ah ( ة( di akhir kata, bila dimatikan ditulis “h” baik yang dirangkai dengan kata sesudahnya atau tidak. Contoh :
ةأرم : Mar’ah ةسردم : Madrasah Ketentuan ini tidak digunakan terhadap kata-kata Arab yang sudah diserap ke dalam bahasa Indonesia seperti shalat, zakat dan sebagainya, kecuali yang dikehendaki lafadz aslinya.
D. Shiddah
Shiddah/Tashdi>d ditransliterasi akan dilambangkan dengan huruf, yaitu huruf yang sama dengan huruf yang bershaddah itu.
vii Contoh :
انّبر : Rabbana> لا ّوش : Shawwa>l E. Kata Sandang
Kata sandang ‚ ال ‚ dilambangkan berdasarkan huruf yang mengikutinya, jika diikuti huruf shamsiyah maka ditulis dengan huruf yang bersangkutan, dan ditulis “al” jika diikuti dengan huruf
qamariyah.
Contoh :
ix
Tujuan disertasi ini adalah untuk mengkaji karakteristik tafsir, ditinjau dari bagaimana aplikasi sumber, metode dan corak tafsir dalam kitab Risālat al-Qawl al-Bayān karangan Sulaiman al-Rasuli dan Kitāb al-Burhān karya Abdul Karim Amrullah. Selain itu disertasi ini juga mengkaji perbedaan penafsiran yang terdapat dalam kedua kitab tafsir tersebut.
Penelitian ini merupakan penelitian kepustakaan (library
reseach). Sumber primer disertasi adalah kitab tafsir Risālat al-Qawl al-Bayān karya Sulaiman al-Rasuli dan Kitāb Tafsīr Al-Burhān karya
Abdul Karim Amrullah. Sumber sekunder disertasi adalah kitab-kitab tafsir karya berbagai mufassīr dan buku teks yang berhubungan dengan penelitian. Jenis penelitian adalah penelitian kualitatif. Data yang terkumpul dideskripsikan, kemudian dianalisis dengan analisis komparatif. Selanjutnya, disertasi ini menggunakan pendekatan ilmu tafsir yang bermanfaat untuk memahami kandungan ayat-ayat yang dikaji. Dalam penelitian ini tokoh yang dikaji adalah Sulaiman al-Rasuli dan Abdul Karim Amrullah.
Disertasi ini menunjukan bahwa karakteristik tafsir di Indonesia adalah penafsiran tekstual lebih dominan dari penafsiran kontekstual. Penafsiran tekstual dapat dibedakan kepada perspektif tekstual tradisionalis dan tekstual modernis. Tekstual tradisionalis adalah menafsirkan al-Qur‟an secara lahiriyah dan memberikan penafsiran secara harfiah. Sedangkan penafsiran tekstual modernis merupakan penafsiran yang tidak terlepas dari penafsiran harfiyah namun di dalamnya juga menggunakan nalar aqliyah. Sulaiman al-Rasuli cenderung kepada penafsiran tekstual tradisionalis, sedangkan Abdul Karim Amrullah cenderung kepada penafsiran tekstualis modernis atau tekstualis rasionalis. Perbedaan penafsiran antara kedua
mufassīr tersebut bersifat variatif bukan kontradiktif.
Temuan disertasi ini memperkuat pendapat Abdul-Raof dalam bukunya Textual Progression and Presentation Techniquein Qur'ānic
Discourse: An Investigation of Richard Bell's Claims of 'Disjointedness' with Especial Reference to Q.17–20,2003 yang
menguraikan bahwa penafsiran tekstual sangat diperlukan karena tidak semua ayat berhubungan dengan ayat yang lain dan tidak semua ayatdi pahami secara kontekstual. Selanjunya, disertasi ini sejalan dengan pendapat Alfrod T Welch dalam bukunya Understanding the
x
Qur‟ān in Text and Context, 1982, yang mengatakan bahwa
penafsiran klasikal atau tekstual jauh lebih baik digunakan untuk memahami ide-ide al-Qur‟ān.
Disertasi ini berbeda dengan penelitian sebelumnya yaitu penelitian Abdullah Saaed dalam bukunya Approaches to the Qur‟ān
in Contemporary Indonesia, 2005 yang menjelaskan bahwa
karakteristik tafsir di Indonesia lebih cenderung kepada penafsiran kontekstual yaitu penafsiran yang sesuai dengan kondisi masyarakat itu sendiri. Rachel M. Scott dalam bukunya A Contextual Approach
to Women's Rights in the Qur'ān, 2009, menjelaskan bahwa penafsiran
kontekstual Qur‟an bertujuan untuk mengungkap kandungan al-Qur‟an sehingga membebaskan umat Islam dari membaca al-al-Qur‟an secara tekstual.
Kata kunci: Karakteristik, Tafsir, Risālat Qawl Bayān, Kitāb
xi
Kata Pengantar ...
i
PedomanTransliterasi ...
v
Abstrak ...
ix
Daftar Isi ...
xi
BAB I: Pendahuluan ...
1
A. Latar Belakang Masalah ... 1
B. Permasalahan ... 11
C. Penelitian Terdahulu yang Relevan ... 12
D. Tujuan dan Manfaat Penelitian ... 15
E. Metodologi Penelitian ... 16
F. Sistematika Penulisan ... 19
BAB II: MENGUNGKAP KARAKTERISTIK TAFSIR DAN KAJIAN AL-QUR’AN DALAM KONTEKS KEINDONESIAAN ... 21
A. Karakteristik Tafsir dalam Penafsiran al-Qur‟an ... 21
1. Diskursus tentang Metode Tafsir ... 22
2. Sumber dalam Menafsirkan al-Qur‟an ... 43
3. Berbagai Corak Penafsiran ... 53
4. Diskursus tentang Perbedaan Tafsir ... 58
B.
Kajian al-Qur‟an dalam Konteks Ke-Indonesiaan ...
70
1. Penafsiran al-Qur‟an dalamSejarahKe-Indonesiaan ... 70
2. Model KajianTafsir al-Qur‟an di Indonesia ... 85
BAB III: STUDI AL-QUR’AN DI MINANGKABAU ... 93
A. Sejarah Awal Islam di Minangkabau ... 93
B. Sekolah al-Qur‟an di Minangkabau ... 99
C. Profil Sulaiman al-Rasuli dan Tafsīr Risālat al-Qawl al-Bayān ... 112
D. Mengenal Abdul Karim Amrullah dan Kitāb al-Burhān ... 119
BAB IV: APLIKASI KARAKTERISTIK TAFSIR DALAM RISĀLAT AL-QAWL BAYĀN DAN KITĀB AL-BURHĀN... 133
A. Mengungkap Sumber Tafsir dalam Penafsiran Ayar-ayat Ibadah ... 133
xii
1. Shalat ... 133
2. Zakat ... 169
B. Aplikasi Metode Tafsir pada Ayat-ayat Aqidah dalam Risālat al-Qawl al-Bayān dan Kitāb al-Burhān ... 182
1. Keesaan Allah ... 182
2. Hari Kiamat ... 201
C. Mengkaji Corak Tafsir dalam Penafsiran Ayat-ayat Sosial dan Kemasyarakatan ... 206
1. Memelihara Anak Yatim ... 207
2. Kebebasan Beragama ... 234
3. Corak Tafsir Ayat Kebebasan dalam Beragama ... 249
BAB V: SHALAT DAN ZAKAT DALAM RISĀLAT AL-QAWL AL-BAYĀN DAN KITĀB AL-BURHĀN ... 255
A. Mengkaji Penafsiran Ayat-ayat Shalat dan Zakat dalam Risālat al-Qawl al-Bayān ... 255
B. Penafsiran Shalat dan Zakat dalam Tafsīr al-Burhān... 264
C. Mengkaji Perbedaan Penafsiran Risālat al-Qawl al-Bayān dan Kitāb al-Burhān ... 270
BAB VI: PENUTUP ... 279
A. Keseimpulan ... 279 B. Saran-saran ... 280 DAFTAR PUSTAKA ... 281 GLOSARIUM ... 297 INDEKS ... 299 BIODATA
1 G. Latar Belakang Masalah
Al-Qur‟an merupakan salah satu objek kajian yang tak habis-habisnya dari zaman Rasulullah Saw. sampai sekarang. Hal ini dapat dibuktikan dengan berkembangnya ilmu pengetahuan yang berhubungan dengan al-Qur‟an dan penafsiran yang bibitnya sudah muncul sejak al-Qur‟an diturunkan hingga masa kini. Munculnya berbagai kitab tafsir dengan bermacam metode dan corak penafsiran menunjukan bahwa usaha untuk menguraikan tujuan dan kandungan al-Qur‟an tidak pernah berhenti.1 Upaya ini merupakan keniscayaan, karena umat Islam menyadari bahwa al-Qur‟an merupakan penuntun kehidupan dalam mengembangkan peradaban.
Tafsir dalam khazanah intelektual Islam tidak dapat dilepaskan dari tujuan, kepentingan dan tendensi tertentu. Hal ini dapat dilihat dari maraknya berbagai penafsiran yang berkembang. Tesis Goldziher menyebutkan bahwa tafsir memiliki bias kepentingan tidak terlalu berlebihan, karena memang indikasi demikian dapat ditemukan dalam Islam. Setiap arus pemikiran yang muncul dalam sejarah Islam cenderung mencari justifikasi kebenaran untuk menunjukan kesesuaian dengan Islam dan dengan apa yang dibawa Rasulullah Saw. Dengan demikian, seseorang dapat mengklaim dirinya memiliki posisi di tengah sistem keagamaan tertentu, lalu dengan teguh ia akan mempertahankan posisi tersebut.2
1Firman Allah :
“Dan seandainya pohon-pohon di bumi menjadi pena dan lautan (menjadi tinta), ditambahkan kepadanya tujuh lautan (lagi) setelah (kering)nya, niscaya tidak akan habis-habisnya dituliskan kalimat-kalimat Allah. Sesungguhnya Allah Maha Perkasa, Maha Bijaksana.” (QS. Luqmān [31] : 27). Lihat Lajnah Pentashihan Mushaf al-Qur‟an Kementerian Agama, Al-Qur‟an Terjemah
dan Tajwid, (Surakarta: Ziyad, t.t.), h. 413.
2Ignaz Goldziher, Mazhab Tafsir: Dari Aliran Klasik Hingga Modern,
Dijumpai banyak karya tafsir yang muncul dan setiap tafsir mempunyai ciri-ciri atau karakteristik tertentu dalam penyajian. Munculnya bermacam perbedaan dan karakteristik tersendiri dalam penafsiran dapat disebabkan oleh perbedaan keahlian dan kecenderungan dari mufassīr serta perbedaan situasi sosio-historis ketika mufassīr hidup. Situasi politik yang berkembang pada saat
mufassīr menulis tafsir, juga memberi pengaruh terhadap produk
tafsir.3 Hasil pemikiran seseorang bukan saja dipengaruhi oleh tingkat kecerdasan, tetapi juga oleh disiplin ilmu yang ditekuni, pengalaman, penemuan-penemuan ilmiah, kondisi sosial, politik dan sebagainya, maka tidak dapat dihindari adanya perbedaan pemikiran seseorang dengan yang lainnya.4 Faktor-faktor ini ikut mempengaruhi perbedaan penafsiran sehingga masing-masing mufasir memiliki karakteristik tersendiri dalam penafsiran.
Indonesia sebagai salah satu negara mayoritas penduduknya menganut agama Islam, dalam perkembangan penafsiran al-Qur‟an mempunyai perbedaan dengan perkembangan tafsir di dunia Arab. Perbedaan tersebut terutama disebabkan oleh latar belakang sosial masyarakat, budaya dan bahasa. Al-Qur‟an diturunkan dalam bahasa Arab, dengan demikian memberi kemudahan bagi bangsa Arab untuk mempelajari dan memahami al-Qur‟an, sehingga tidak membutuhkan proses yang panjang. Berbeda dengan bangsa Indonesia yang menggunakan bahasa Indonesia. Dalam proses pemahaman al-Qur‟an, adakalanya dimulai dengan penerjemahan al-Qur‟an.5
Proses penerjemahan dan penafsiran di Indonesia, mempunyai perjalanan sejarah panjang dalam kajian al-Qur‟an. Umat Islam telah mulai membaca al-Qur‟an sejak Islam masuk ke Indonesia.6 Penulisan
3Abdul Mustaqim, Madzahib al-Tafsir: Peta Metodologi Penafsiran
al-Qur‟an Periode Klasik Hingga Kontemporer, (Yogyakarta: Nun Pustaka,
2003), h. 15.
4M. Quraish Shihab, Membumikan al-Qur‟an: Fungsi dan Peran
Wahyu dalam Kehidupan Masyarakat, (Bandung: Mizan, 2004), h. 77. 5
Nashruddin Baidan, Perkembangan Tafsir al-Qur‟an Indonesia, (Solo: PT. Tiga Serangkai, 2003), h. 3.
6Anne K. Ramussen, “The Qur'an in Indonesian Daily Life: The
Public Project of Musical Oratory”, Ethnomusicology, 45.1 (Winter 2001 ), 33, h. 30-57.
terjemahan al-Qur‟an dan kitab tafsir ditulis dalam bahasa Indonesia, bahasa daerah dan bahasa Melayu.7
Menjelang abad ke -17 pusat-pusat studi di Aceh dan di Palembang di pulau Sumatera, di Jawa Timur dan di Goa Sulawesi telah menghasilkan tulisan-tulisan yang penting. Tradisi intelektual muslim terus berlanjut sampai sekarang. Beberapa penulis muslim Nusantara telah mempersembahkan karya-karya spektakuler dan menghasilkan lebih banyak buku yang menjadi kontribusi penting bagi perkembangan pemikiran Islam baik secara lokal di Asia Tenggara, maupun di luar wilayah Asia Tenggara.8 Di antara kitab tafsir yang muncul pada abad 17, tepatnya sekitar tahun 1675 adalah kitab Turjumān Mustafīd yang dikarang oleh „Abd Ra‟uf al-Singkili.9
Di antara penafsiran ulama Indonesia adalah tafsir di Minangkabau yang ditulis oleh ulama dari Kaum Tua10 dan ulama dari Kaum Muda11 Minangkabau. Dinamika intelektual ulama di
7Si Pencari Ilmu, “Berbagai Kitab Tafsir Karya Ulama Indonesia”,
http ://www.google.com/webhp?
sourceid=chrome-instan&ion=1&espv=2&ie=UTF-8#q (diakses 15 Oktober 2013).
8Howard M. Federspiel, Popular Indonesia Literature of the Qur‟an,
(Ithaca: Cornell University, 1994), h. 3.
9Peter G. Riddel, “From Kitab Malay to Literary Indonesian: A Case
Study in Semantic Change”, Indonesian Journal for Islamic Studies, Vol. 19, No. 2, (2012), h. 279.
10“Kaum Tua” ialah umat Islam di Minangkabau yang dalam bidang
aqidah menganut paham Ahlus Sunnah wal Jama‟ah menurut ajaran Abul Hasan al-Asy‟arī dan Abū Mansūr al-Maturidī, sedang dalam bidang syari‟ah mengikatkan diri kepada mazhab Syafi‟ī semata-mata. Burhanuddin Daya,
Sumatera Thawalib dalam Gerakan Pembaharuan Pemikiran Islam di Sumatera Barat, (Yogyakarta: Institut Agama Islam Negeri Yogyakarta,
1988), h. 128.
11Gerakan pembaharu dalam agama di Minangkabau mulai muncul
ketika sebagian ulama ingin memurnikan agama Islam yang menurut pandangan mereka telah dikotori oleh bermacam bid‟ah, khurafat dan tahayul, baik yang berasal dari kepercayaan, kebiasaan dan kebudayaan Minangkabau sendiri, maupun yang berasal dari negeri-negeri yang telah dilalui agama ini dalam perjalanannya dari tanah Arab ke Indonesia, terutama Persia dan India. Gerakan ini juga menginginkan pembaharuan dalam cara pemikiran dan pemahaman terhadap ajaran-ajaran agama untuk menghindari kebekuan dan kejumudan. Di samping itu, gerakan tersebut juga
Minangkabau turut mewarnai penulisan tafsir di Indonesia. Karya yang muncul dalam bidang tafsir dari ulama Kaum Tua Minangkabau adalah Risālat al-Qawl al-Bayān fī Tafsīr al-Qur‟ān12 ditulis oleh Sulaiman al-Rasuli al-Khalidi13 (selanjutnya disebut Sulaiman al-Rasuli). Sedangkan yang ditulis ulama dari Kaum Muda Minangkabau adalah Kitāb al-Burhān14 karangan Abdul Karim Amrullah15 Jika dikelompokan kepada periodesisasi sejarah penafsiran al-Qur‟ān di Indonesia versi Federspiel, maka Risālat al-Qawl al-Bayān fi Tafsīr
al-Qur‟an dan Kitāb al-Burhān termasuk dalam periode pertama
karena Risālat al-Qawl al-Bayān fī Tafsīr al-Qur‟ān dicetak tahun 1927, sedangkan Kitāb al-Burhān dicetak tahun 1928.
Menjadi suatu hal yang menarik bagi penulis untuk meneliti kedua kitab tafsir ini karena dalam kurun waktu yang sama kedua kitab tafsir ditulis, namun terdapat perbedaan dalam menafsirkan al-Qur‟an. Oleh karena itu, penulis ingin mengetahui faktor-faktor apakah yang mempengaruhi mufassīr dalam menafsirkan al-Qur‟an
menginginkan modernisasi, terutama dalam bidang pendidikan, sosial dan politik. Kaum ulama yang tergabung dalam gerakan tersebut disebut Kaum Muda. Lihat Burhanuddin Daya, Sumatera Thawalib dalam Gerakan
Pembaharuan Pemikiran Islam di Sumatera Barat…, h. 128.
12Sulaiman al-Rasuli, Risālat Qawl al- Bayān fī Tafsīr al-Qur‟ān,
(Ford de Kock: Matṭba‟at al-Islamiyah, 1928), h. 1-2. Risalah ini ditulis dalam bahasa Arab Melayu, yang menafsirkan juz 30 dari surat al-Qur‟ān yang dimulai dari surat al-Nabā‟ dan diakhiri al-Nās.
13Sulaiman al-Rasuli dikenal juga dengan nama Angku Canduang nan
Mudo dan Inyiak Canduang. Sulaiman al-Rasuli merupakan salah seorang ulama terkemuka di Minangkabau dari golongan Kaum Tua. Apria Putra dan Chairullah Ahmad, Bibliografi Karya Ulama Minangkabau Awal Abad XX,
Dinamika Intelektual Kaum Tua dan Kaum Muda, (Padang: Komunitas
Suluah, 2011), h. 111.
14Kitāb al-Burhān merupakan kitab tafsir yang menafsirkan dua puluh
dua surat al-Qur‟an yang dimulai dari surat al-Ḍuḥā diakhiri surat al-Nās. Abdul Karim Amrullah, Kitāb al-Burhān, (Percetakan Baroe, For de Kock, 1927), h. 16.
15
Abdul Karim Amrullah dikenal juga dengan nama Haji Rasul, adalah ulama terkemuka Minangkabau dari golongan Kaum Muda. Abdul Karim Amrullah merupakan anak ulama yang bernama Muhammad Amrullah yang dilahirkan pada tahun 1879. Deliar Noer, Gerakan Modern
sehingga timbul perbedaan dalam penafsiran dan karakteristik dari masing-masing kitab tafsir.
Pengambilan Risālat al-Qawl al-Bayān fī Tafsīr al-Qur‟ān dan
Kitāb al-Burhān dalam studi ini, juga tidak terlepas dari profil kedua
pengarang kitab tersebut. Sulaiman al-Rasuli dipandang sebagai tokoh ulama yang berpengaruh di m Muslimin untuk kembali ke sumber-sumber ajaran-ajaran Islam, yaitu al-Qur‟an dan hadis.
Tidak jauh beda dengan daerah-daerah lain, negeri-negeri Muslim yang berada di bawah pemerintahan asing, para reformis harus berjuang melawan penentang yang sangat banyak sekali. Abdul Karim Amrullah bergerak dan menyerukan untuk meninggalkan taqlid dan membersihkan agama dari praktek-praktek sinkritis. Himbauan untuk menggunakan akal dalam hal-hal yang berkaitan dengan hukum agama, menyebabkan terjadinya perpecahan antara kaum guru agama di Minangkabau. Kaum guru agama terbelah menjadi dua kelompok yang saling bertentangan, yaitu kaum reformis yang kemudian dikenal sebagai Kaum Muda dan kaum tradisionalis yang dikenal sebagai Kaum Tua.16
Selain itu pengambilan kedua kitab ini adalah untuk menggali khazanah tafsir Indonesia yang dtulis oleh ulama-ulama Nusantara, yang dalam penelitian ini adalah kitab tafsir karya ulama Minangkabau, Tafsir Risālat al-Qawl al-Bayān fī Tafsīr al-Qur‟ān dan Kitāb al-Burhān. Kedua kitab ini ditulis dalam bahasa Melayu Minang. Walaupun terdapat kitab-kitab tafsir lain seperti Tafsir
al-Qur‟an al-Karim karya Mahmud Yunus, namun tidak ditulis dalam
bahasa Melayu Minang. Hadirnya kitab ini menunjukan bagaimana intensitas ulama Minangkabau terhadap ajaran Islam, terutama dalam kajian tafsir al-Qur‟an. Oleh karena itu, penelitian ini menjadi penting karena ingin mengetahui lebih mendalam latar belakang penulisan kitab tafsir dari kedua tokoh tersebut. Tafsir Risālat Qawl
al-Bayān fī Tafsīr al-Qur‟ān dan Kitāb al-Burhān ditulis karena
permintaan masyarakat pada waktu itu yang membutuhkan penjelasan al-Qur‟an.
Meskipun penelitian ini terhadap kitab tafsir yang ditulis secara tradisional dan lebih menekankan kepada teks, namun masih ada
16Murni Djamal, DR. H. Abdul Karim Amrullah: His Influence in the
Islamic Reform Movement in Minangkabauin the Early Twentieth Century,
relevansi dengan kebutuhan kajian tafsir masa sekarang, karena kajian tafsir tidak bisa mengabaikan teks dan kajian teks merupakan langkah terbaik dalam memahami pesan-pesan al-Qur‟an.17
Latar belakang keahlian seorang mufassīr membawa pengaruh kepada hasil dari suatu karya tafsir. Di antara perbedaan penafsiran antara kedua ulama tersebut adalah penafsiran terhadap Juz „Amma al-Qur‟an. Sulaiman al-Rasuli menjelaskan dalam muqadimah Risālat
al-Qawl al-Bayān bahwa alasan Sulaiman al-Rasuli memilih
menafsirkan Juz „Amma karena Juz „Amma sering dibaca dalam shalat18 dan bertujuan untuk menambah kekhusyukkan dalam shalat. Penafsiran ini dimulai dari surat al-Nabā‟ dan diakhiri surat al-Nās.
Abdul Karim Amrullah menulis dalam muqaddimah Kitāb
al-Burhān yang dimulai dengan pujian kepada Allah Swt.
menganugerahkan akal dan fikiran kepada manusia. Semua bertujuan untuk tauhid kepada Allah.19 Hampir sama dengan Tafsir al-Azhar, kitab tafsir ini awalnya berasal dari ceramah-ceramah Abdul Karim Amrullah di Surau Jembatan Besi Padang Panjang yang berkaitan dengan tafsir al-Qur‟an.20
Sumber tafsir Abdul Karim Amrullah dalam penulisan kitab tafsir al-Burhān yaitu dengan cara memadukan penafsiran ulama klasik dan abad pertengahan seperti Al-Baghdadī, Al-Razī, Ibnu Kathīr serta penafsiran dari kaum modernis Mesir seperti Muhammad Abduh dan Ṭantawī Jauharī.21
Pentingnya penelitian ini adalah bagaimana mengungkap karakteristik22 dari kedua kitab tafsir terutama ditinjau dari corak
17Richard C. Martin , “Understanding the Qur‟an in Tex and Contex”,
Chicago Journals, Vol. 21, No.4, (1982), h. 361-384. http://www.jstor.org
(accessed 05-07-2014.
18Al-Rasuli, Risālat Qawl al- Bayān..., h.2.
19Amrullah, Kitāb al-Burhān...,h. 3.
20Amrullah, Kitāb al-Burhān..., h. 16.
21
Federspiel, Popular Indonesia Literature of the Qur‟ān..., h.14.
22Rosihan Anwar menjelaskan karekteristik tafsir dapat ditinjau dari
sumber tafsir, metode tafsir dan corak atau pendekatan tafsir. Lihat Rosihan Anwar dan Asep Muharom, Ilmu Tafsir, (Bandung: Pustaka Setia, 2015), h. 149. Berbeda dengan Rosihan Anwar, Abd Hay al-Farmawī membagi karakteristik tafsir kepada empat metode tafsir yaitu metode tahlīlī, mauḍu‟ī,
muqāran dan ijmalī. Karakteristik tafsir dapat juga ditinjau dari metode
penafsiran metode yang digunakan mufassīr dalam menafsirkan al-Qur‟an. Karakteristik tafsir dapat ditinjau dari metode penafsiran, teknik penafsiran dan corak pemikiran penafsiran. Metode penafsiran dapat dilihat dengan melakukan penafsiran ayat dengan ayat, ayat dengan hadis. Tehnik penafsiran merupakan langkah-langkah yang ditempuh dalam menafsirkan al-Qur‟an.
Secara umum, para ulama dalam menafsirkan al-Qur‟an dapat dikategorikan kedalam salah satu tiga kelompok utama: tekstualis,23 semi-tekstualis,24 kontekstualis.25 Dalam argumentasi kontekstualis, untuk memahami kandungan legal-etis al-Qur‟an perlu mempertimbangkan konteks politik, sosial, historis, budaya dan ekonomi ketika al-Qur‟an diwahyukan, ditafsirkan dan diaplikasikan.26
Beberapa pendapat mengenai penafsiran kontekstual antara lain dikemukakan oleh Rachel M. Scott yang menjelaskan bahwa penafsiran kontekstual al-Qur‟an bertujuan untuk mengungkap kandungan al-Qur‟an sehingga membebaskan umat Islam dari membaca al-Qur‟an secara tekstual.27 Al-Qur‟an merupakan teks yang waktu diturunkan berhubungan erat dengan ruang dan waktu. Oleh sebab itu hendaknya setiap penafsiran yang dilakukan mengarah
penafsiran dapat dilihat dengan melakukan penafsiran ayat dengan ayat, ayat dengan hadis. Teknik penafsiran merupakan langkah-langkah yang ditempuh dalam menafsirkan al-Qur‟an, seperti memulainya dengan menjelaskan arti
mufradāt. Lihat M. Yunan Yusuf, ”Karakteristik Tafsir al-Qur‟an di
Indonesia Abad ke Duapuluh”, Jurnal Ulum al-Qur‟an, Vol. III, No. 4, (1992), h. 50-51.
23Kelompok tekstualis percaya bahwa pesan Al-Qur‟an harus tetap
murni dan tidak tunduk pada tuntunan masyarakat modern. Abdullah Saeed,
Interpreting the Qur‟an Towards a Contemporary Approach, (Canada:
Routledge, 2006), h. 3.
24Semitekstualis secara esensial memiliki kesamaan dengan tekstualis,
yakni menekankan pada penggunaan linguistic approach dan mengabaikan konteks sosio-historisnya, akan tetapi mereka mengemas kandungan
legal-etis al-Qur‟an dengan nuansa modernis dan seringkali disertai dengan
diskursus apologetis.
25
Kontekstualis mengarah pada jenis interpretasi yang menekankan konteks sosio-historis dari kandungan legal-etis al-Qur‟an.
26 Abdullah Saeed, Interpreting the Qur‟ān...,h. 3.
27Rachel M. Scott, “ A Contextual Approach to Women's Rights in the
kepada konteks ruang dan waktu ketika al-Qur‟an diturunkan dan ditransformasikan pada konteks ruang dan waktu saat ini.28
Hussein Abdul-Raof menguraikan bahwa penafsiran tekstual sangat diperlukan karena tidak semua ayat berhubungan dengan ayat yang lain dan tidak semua ayat sesuai dengan konteksnya.29 Sementara Alfrod T. Welch mengatakan bahwa penafsiran klasikal atau tekstual jauh lebih baik untuk memahami ide-ide al-Qur‟an.30 Hal ini dikarenakan penafsiran tekstual lebih mengkaji teks ayat itu sendiri.
Mani‟ Abdul Halim Mahmud berpendapat bahwa karakteristik tafsir dapat dapat ditinjau berdasarkan kepada sumber yang dijadikan sandaran oleh para ulama dan ahli tafsir dalam memahami ayat-ayat al-Qur‟an. Di antara sumber-sumber referensi yang dijadikan pegangan oleh para ahli tafsir dalam menafsirkan al-Qur‟an adalah :
1. Al-Qur‟an
2. Riwayat dari Rasulullah Saw. tentang penafsiran ayat-ayat al-Qur‟an yang global serta penjelasan-penjelasan Rasulullah Saw. tentang makna-makna ungkapan al-Qur‟an secara terperinci.
3. Riwayat sahabat karena sahabat paling banyak mengetahui tentang al-Qur‟an.31
Al-Qur‟an mengisyaratkan umat manusia untuk berfikir dan merenungi akan ayat-ayat Allah, seperti dalam firman-Nya :
28Taufik Adnan Amal, Tafsir Kontekstual Kontekstual, (Bandung:
Mizan, 1990).
29Hussein Abdul-Raof, “Textual Progression and
PresentationTechnique in Qur'anic Discourse: An Investigation of Richard Bell's Claims of 'Disjointedness' with Especial Reference to Q. 17–20”,
Journal of Qur‟anic Studies (2003), 36-60, http ://www.jstor.org/stable/25728180 (accessed : 05-07-2014).
30Richard C.Martin, “Understanding the Qur‟an in Tex and Contex”,
Chicago Journals, Vol. 21, No.4, (1982), 361-384, :http://www.jstor.org
(accessed 05-07-2014).
31Mani‟ Abd Halīm Mahmud, Metodologi Tafsir: Kajian
Komprehensif Para Ahli Tafsīr, Penerjamah Syahdianor, (Jakarta: PT Raja
Grafindo Persada, 2006) , h. VII. Istilah lain yang dipakai dalam pendekatan
tafsīr bi al-ma‟thūr adalah penafsiran tekstual al-Qur‟an yaitu menafsirkan
al-Qur‟an dengan al-Qur‟an, al-Qur‟an dengan Sunnah, al-Qur‟an dengan perkataan sahabat dan dengan perkataan tabi‟in.
“Kitab (al-Qur‟an) yang Kami turunkan kepadamu penuh berkah agar mereka menghayati ayat-ayatnya dan agar orang-orang yang berakal sehat mendapat pelajaran.”(QS. Ṣad [38]: 29).32
Berdasarkan ayat di atas muncul pegangan lain dalam penafsiran al-Qur‟an yaitu tafsīr bil ra‟yī. Tafsīr bi al-ra‟yī yaitu menafsirkan al-Qur‟an bersandarkan pada akal dan pemahaman dalam merenungi maksud dan tujuan al-Qur‟an. Termasuk memahami makna yang tersurat dengan menggunakan ilmu-ilmu perangkat khusus sebagai kelengkapakan untuk mencapai kepada pemahaman makna yang tersirat sebagaimana yang difahami oleh kaum rasionalis. Ilmu-ilmu yang harus dimiliki tersebut sangat banyak, di antaranya adalah ilmu bahasa Arab, seperti ilmu ṣarāf, balaghah, nahwu, ilmu riwayat dan beberapa bidang ilmu yang lain.33
Dengan metode seperti ini memberi pengaruh kepada mufassīr dalam menafsirkan al-Qur‟an. Banyak perbedaan sudut pandang para ahli tafsir, sesuai dengan arah pemikiran mereka. Ada yang lebih condong kepada akidah, maka ayat-ayat yang berhubungan dengan akidah dibahas sangat luas dan panjang lebar. Ada yang lebih cenderung kepada fikih, maka pembahasan ayat-ayat yang berkenan dengan masalah-masalah fikih dibahas secara luas dan mendalam. Ada yang lebih fokus dalam membahas cerita-cerita yang terdapat dalam al-Qur‟an, ada yang lebih menekankan pembahasan tentang akhlak dan tasawuf dan bahkan ada yang secara lebih luas membahas tentang alam semesta.34
32Lajnah Pentashihan Mushaf al-Qur‟an Kementerian Agama,
Al-Qur‟an Terjemah..., h. 455. 33
Jalāl al-Dīn Abd Rahmān ibn Abī Bakr al-Suyuṭī, al Itqān fī Ulūm
al-Qur‟ān, Jilid II, (Beirut: Dār al Fikr, t.th), h. 176. Pendekatan penafsiran
secara rasional dikenal juga dengan penafsiran kontekstual al-Qur‟an yaitu: pendekatan penafsiran al-Qur‟an yang mementingkan pentingnya memahami kondisi-kondisi aktual ketika al-Qur‟an diturunkan dalam rangka menafsirkan pernyataan legal dan sosial yang terjadi pada masa lampau dan sekarang.
34
Demikian juga, ada di antara ahli tafsir yang menguraikan pembahasan secara panjang lebar, ada juga yang membahas secara ringkas dan pendek dan ada juga yang tengah-tengah, tidak terlalu panjang dan tidak terlalu pendek.
Dalam kajian tafsir di Indonesia, warna tasawuf lebih dominan pada periode awal penafsiran. Hal ini terlihat dari apa yang ditulis oleh Hamzah Fansuri yang terkenal dengan syair mistiknya dengan bait a-a-a-a/b-b-b-b yang mempunyai makna mendalam. Hamzah Fansuri menerjemahkan sejumlah ayat al-Qur‟an ke dalam bahasa Melayu yang indah. Kebanyakan ayat yang diterjemahkan terkait dengan tasawuf dan dijelaskan dengan interpretasi sufistik dalam tradisi Ibnu ‟Arabi.35 Hal ini memperlihatkan latar belakang pemikiran mufasir mempengaruhi suatu penafsiran.
Riddel dalam penelitiannya terhadap kajian teks Islam Indonesia Melayu yaitu kitab Turjumān al-Mustafīd dan mengkomparatifkan dengan tesk Indonesia modern yaitu Tafsir
Mahmud Yunus, Al-Qur‟an dan Terjemahannya dan karya H.B
Yassin. Dalam kajiannya Riddel lebih memperhatikan unsur bahasa yang ditinjau dari ragam semantik dan butir-butir leksikal tertentu yang digunakan dalam penafsiran al-Qur‟an oleh‟Abd Ra‟uf dan membandingkannya dengan norma-norma kesusastraan berbahasa Indonesia pada akhir abad ke-20.36 Berbeda dengan kedua pendapat di atas, Federspiel menyebutkan bahwa tafsir di Indonesia juga diwarnai oleh ketidak senangan terhadap barat. Hal ini disebabkan oleh pendapat kaum orientalis masa lalu,37 karena Indonesia dijajah oleh bangsa Barat yang menimbulkan rasa benci kepada penjajah.
Dari uraian di atas, menjadi suatu hal yang menarik bagi penulis untuk melakukan penelitian karakteristik tafsir di Indonesia, terutama dilihat dari pendekatan tekstual atau kontekstual dalam menafsiran al-Qur‟an. Bagaimana langkah yang ditempuh seorang mufasir sehingga disebut memakai pendekatan tekstual atau kontekstual. Pentingnya memahami kondisi-kondisi aktual ketika al-Qur‟an diturunkan dalam
35
L. Anthony H Johns, Qur‟anic Exegesis in the Malay-Indonesia
Wordl: An Introduction Survey, Approaches to the Qur‟an in Contemporary Indonesia, (New York :Oxford University Press, 2005), h. 15.
36Peter G. Riddel, From Kitab Malay to Literary Indonesian..., h. 278.
37
rangka menafsirkan pernyataan legal dan sosial yang terjadi pada masa lampau dan sekarang.
B. Permasalahan
1. Identifikasi Masalah
Tema penelitian ini berkaitan dengan karakteristik tafsir di Indonesia. Berdasarkan latar belakang masalah di atas dapat diketahui berbagai pendapat ahli tentang tafsir Indonesia, khususnya karakteristik tafsir di Indonesia. Di antara kriteria tentang karakteristik tafsir di Indonesia yang dikemukakan para ahli dapat ditinjau dari aspek metode, cara penyajian tafsir serta
lawn atau corak penafsiran.
Selain itu bisa juga dilihat dari faktor-faktor yang melatar belakangi dan mempengaruhi penafsiran. Faktor-faktor yang mempengaruhi penafsiran, dapat dilihat dari latar belakang pendidikan mufassīr, kecenderungan mufassīr dan lingkungan tempat mufasir,sumber rujukan mufasir serta metode yang digunakan mufasir, termasuk di dalamnya pendekatan yang digunakan, tekstual atau kontekstual. Hal ini menyebabkan lahirnya beberapa corak dalam penafsiran.
Faktor-faktor yang mempengaruhi mufassīr akan terlihat dari hasil karya tafsir yang ditulis oleh mufassīr. Begitu juga halnya dengan tafsir Indonesia yang mempunyai karakteristik tersendiri, yang boleh jadi berbeda dengan kitab tafsir lain.
Paparan di atas menunjukan banyaknya permasalahan yang muncul berkaitan dengan karakteristik tafsir di Indonesia. Di antaranya:
a. Faktor-faktor apakah yang mempengaruhi mufasir dalam menafsirkan al-Qur‟an dan mana yang paling dominan di antara faktor-faktor tersebut.
b. Di antara sekian banyak metode penafsiran, mauḍu‟ī, tahlīlī,
ijmalī, muqāran, metode manakah yang dipakai dalam
penulisan tafsir Risālat Qawl Bayān dan Kitāb
al-Burhān.
c. Corak atau kecenderungan apakah yang yang terdapat pada suatu karya tafsir, apakah tasawuf, sastra dan sosial kemasyarakatan, fiqh atau ilmi.
d. Pendekatan apa yang dipakai oleh mufassir, apakah pendekatan tekstual atau pendekatan kontekstual.
2. Perumusan Masalah
Rumusan masalah dari penelitian ini adalah bagaimana persamaan dan perbedaan karakteristik tafsir pada tafsir Risālat
al-Qawl al-Bayān karya Sulaiman al-Rasuli dan Kitāb al-Burhān
karya Abdul Karim Amrullah. 3. Pembatasan Masalah
Batasan masalah dalam penelitian ini adalah tafsir Risālat
al-Qawl al-Bayān dan Kitāb al-Burhān. Dari kedua kitab ini dikaji
tentang sumber, metode dan corak tafsir. Kemudian dalam kajiannya difokuskan pada ayat-ayat tentang shalat, zakat, ke-Esaan Allah, hari kiamat, memelihara anak yatim dan kebebasan beragama. Karakteristik tafsir juga dapat dilihat dari perbedaan penafsiran, yang dalam kajian ini fokus pada tema shalat dan zakat. Tema-tema ini dipilih karena sama-sama terdapat pada kedua kitab tafsir.
C. Penelitian Terdahulu yang Relevan
Mengkaji tentang tafsir di Indonesia sangat menarik dilakukan karena bangsa Indonesia mayoritas berpenduduk Islam dan menjadikan al-Qur‟an sebagai pedoman hidup. Hal ini terbukti dengan adanya buku-buku tafsir di Indonesia yang ditulis dari berbagai aspek. Di antara tulisan yang berhubungan dengan kajian tafsir di Indonesia adalah : Howard M. Federspiel, penelitian yang dianggap representatif dan menarik minat para pemerhati al-Qur‟an di Indonesia dengan judul Popular Indonesian Literature of the Qur‟an. Dalam penelitian ini Federspiel menjelaskan perkembangan kajian tafsir di Indonesia dengan membagi kepada beberapa periode. Penelitian ini lebih menekankan kepada aspek sejarah tafsir Indonesia dan beberapa faktor-faktor yang mempengaruhi penulisan tafsir di Indonesia. Di antara faktor yang mempengaruhi penulisan tafsir di Indonesia adalah adanya dorongan dari pemerintah untuk menulis tafsir karena mayoritas bangsa Indonesia menganut agama Islam. Sedangkan ditinjau dari materi tafsir bahwa dalam tafsir Indonesia terdapat unsur ketidak senangan terhadap pengaruh barat yang disebabkan oleh pandangan kaum orientalis masa lalu tentang doktrin Islam. Sebab lainya karena pengetahuan dan moralitas barat menurut kebanyakan umat Islam menjadi lawan terhadap apa yang dijelaskan oleh ajaran
Islam tentang masalah masalah tersebut.38 Penelitian ini sangat membantu penulis terutama dari aspek periodesasi tafsir, namun berbeda dengan fokus kajian peneliti yang lebih fokus kepada aspek karakteristik tafsir.
Peter G. Riddel dalam penelitiannya yang berjudul From Kitab
Malay to Literary Indonesian: A Case Study in Semantic Change
yang mengkaji aspek bahasa menjelaskan adanya perubahan semantik dalam perkembangan tafsir di Indonesia.39 Penelitian ini mengkaji karakteristik tafsir Risālat al- Qawl Bayāni dan Kitāb al-Burhān dan perbedaan penafsiran antara keduanya.
Penelitian yang dilakukan oleh Ervan Nurtawab yang berjudul
Tafsīr al-Qur‟an Nusantara Tempo Doeloe.40 Penelitian ini
menjelaskan tentang adanya penulisan tafsir di kalangan masyarakat Jawa dan Sunda pada awal abad ke-19. Hal ini dibuktikan dengan ditemukannya naskah Jawa yang berisi tentang tafsiran ayat tertentu. Penelitian ini lebih memfokuskan kepada sejarah awal tafsir Indonesia dengan sumber penelitian kitab Tafsīr Turjumān al-Mustafid. Sama-sama meneliti tentang tafsir Indonesia, namun sumber dan fokus kajian berbeda dengan penelitian yang peneliti lakukan.
Islah Gusmian, Khazanah Tafsir Indonesia dari Hermeneutika
Hingga Ideologi. Penelitian yang telah dicetak menjadi buku ini
menguraikan lebih rinci aplikasi hermeneutika dalam tafsir Indonesia dan bagaimana ideologi atau paham seorang mufassir memberi pengaruh dalam penafsiran. Sedangkan dari sisi medan teknis penulisan tafsir, penelitian ini menelusuri seluruh aspek dalam bangunan tekstual dalam penulisan tafsir.41
Pemikiran DR. Abdul Karim Amrullah tentang Purifikasi Ajaran Islam pada Masyarakat Minangkabau, (2000), disertasi karya
Tamrin Kamal. Disertasi ini berisi tentang usaha-usaha purifikasi yang dilakukan oleh Abdul Karim Amrullah dalam bidang aqidah, ibadah, mu‟amalah dan tasawuf atau thariqat. Begitu juga pembaharuan dalam membangun kelembagaan, perubahan sistem pendidikan Islam di
38Federspiel, Popular Indonesia Literature of the Qur‟ān...,h.138.
39
Peter G. Riddel, From Kitab Malay to Literary Indonesian...,h. 304.
40
Ervan Nurtawab,Tafsir Al-Qur‟ān Nusantara Tempo Doeloe, (Jakarta: Ushul Press).
41Islah Gusmian, KhazanahTafsir Indonesia dari Hermeneutika
Sumatera Barat dengan lahirnya Sumatera Thawalib tahun 1918. Perbedaan dengan penelitian ini terletak pada kajian mendalam terhadap pemikiran Abdul Karim Amrullah dan Sulaiman al-Rasuli yang berhubungan dengan tafsir al-Qur‟an.42
Murni Djamal, DR.H. Abdul Karim Amrullah: His Influence in
the Islamic Reform Movement in Minangkabau in the Early Twentieth Century. Disertasi Murni Djamal berisi tentang tingkat pengaruh Dr.
H. Abdul Karim Amrullah dalam gerakan pembaharuan Islam di Minagkabau selama periode paro pertama abad 20.43 Berbeda dengan penelitian yang penulis lakukan, walaupun sama-sama mengkaji Abdul Karim Amrullah, namun pembahasan pada disertasi ini lebih menitik beratkan bidang penafsiran yang dilakukan oleh Abdul Karim Amrullah dalam penafsiran begitu juga oleh Sulaiman al-Rasuli.
Tesis dengan judul Tipologi Tafsīr al-Qur‟ān Mazhab
Indonesia, ditulis oleh M. Nurdi Zuhdi. Sumber utama tesis ini adalah
beberapa karya tafsir Indonesia. Dari karya tafsir yang diteliti semua menggunakan metode mauḍu‟ī. Mayoritas mufasir dalam menafsirkan al-Qur‟an menggunakan metodologi yang sudah mapan dalam Ulūm
al-Qur‟ān dan tidak mempunyai keberanian menggunakan ilmu bantu
baru dalam penafsiran seperti hermeneutika44. Tesis ini memberi kontribusi kepada peneliti terutama ditinjau dari metode tafsir. Jika tesis ini mengkaji beberapa karya tafsir Indonesia yang dipetakan dari aspek tipologi tafsir al-Qur‟an, maka penelitian ini fokus kepada karya tafsir ulama dari Kaum Tua dan Kaum Tua Minangkabau dengan fokus kajian kepada karakteristik tafsir.
Disertasi karangan Badruzzaman M. Yunus dengan judul Tafsīr
al-Sya‟rawī: Tinjauan terhadap Sumber, Metode dan Ittijah
menguraikan bahwa tafsir yang disebut bersumber pada ra‟yu, tidak dapat sepenuhnya bersumber pada ra‟yu semata. Penelitian ini menjadikan Tafsīr al-Sya‟rawī sebagai sumber utama penelitian,
42
Tamrin Kamal, Pemikiran DR. Abdul Karim Amrullah tentang
Purifikasi Ajaran Islam pada Masyarakat Minangkabau, (Jakarta: Program
Pasca Sarjana IAIN Syarif Hidayatullah, 2000).
43
Murni Djamal, DR.H. Abdul Karim Amrullah, His Influence in the
Islamic Reform Movement in Minangkabau in the Early Twentieth Century,
Penerjemah Theresia Slamet, (Jakarta: INIS, 2002).
44M. Nurdi Zuhdi, Tipologi Tafsir al-Qur‟an Mazhab Indonesia,
sementara disertasi ini sumber utama adalah Risālat Qawl
al-Bayāni dan Kitāb al-Burhān.
Paparan di atas diketahui bahwa penelitian yang penulis lakukan mempunyai perbedaan dengan penelitian yang ada ; pertama penekanan terhadap latar belakang penulisan tafsir yang berpengaruh terhadap penafsiran. Kedua, penelitian ini mengkaji karakteristik tafsir yang terdapat pada Risālat Qawl Bayān karya Sulaiman al-Rasuli dantafsir Kitāb al-Burhān karya Abdul Karim Amrullah dari aspek sumber, metode dan corak tafsir dan aplikasinya dalam penafsiran.
D. Tujuan dan Manfaat Penelitian Tujuan penelitian ini adalah;
1. Mengungkap persamaan dan perbedaan karakteristik tafsir yang terdapat pada dalam tafsir Risālat al-Qawl al-Bayān karya Sulaiman al-Rasuli dan Kitāb al-Burhān karangan Abdul Karim Amrullah yang ditinjau dari aspek sumber, metode dan corak tafsir.
2. Untuk mengetahui bagaimana perbedaan penafsiran antara Sulaiman al-Rasuli dalam tafsir Risālat al-Qawl al-Bayān dan
Kitāb al-Burhān karya Abdul Karim Amrullah.
Adapun manfaat penelitian ini adalah :
1. Memberikan kontribusi pemikiran kepada kalangan pemerhati kajian tafsir terutama yang berkaitan dengan karakteristik tafsir di Indonesia. Pada penelitian ini yang dikaji adalah tafsir ulama Minangkabau Sulaiman al-Rasuli dengan karya Risālat
al-Qawl al- Bayān dan Abdul Karim Amrullah dalam Kitāb al-Burhān.
2. Bagaimana bentuk perbedaan penafsiran antara Sulaiman al-Rasuli dalam tafsir Risālat al-Qawl al-Bayān dan Karim Amrullah dalam Kitāb al-Burhān.
3. Untuk menambah khazanah intelektual dan kajian ke-Islaman terutama yang berhubungan dengan perkembangan pemikiran tafsir di Indonesia.
E. Metodologi Penelitian 1. Jenis Penelitian
Penelitian ini lebih fokus kepada penelitian kepustakaan (library research).45 Data yang berkenaan dengan permasalahan diperoleh berdasarkan telaah terhadap buku-buku atau literatur-literatur yang berkaitan dengan masalah yang dibahas.Jenis penelitian ini adalah penelitian kualitatif.46
2. Sumber Penelitian
Untuk keperluan penelitian dipergunakan beberapa sumber kepustakaan, baik sumber primer maupun sumber sekunder. Adapun sumber data primer adalah Risālat al-Qawl al-Bayān karya Sulaiman al-Rasuli47 dan Kitāb al-Burhān karya Abdul Karim Amrullah.48
45Penelitian pustaka dilakukan karena tiga alasan yaitu : pertama;
kemungkinan penelitian tersebut permasalahanya hanya bisa dijawab dari penelitian pustaka dan mungkin tidak bisa diperoleh datanya dari riset lapangan, kedua ; studi pustaka memerlukan studi pendahuluan untuk mengetahui fenomena baru yang terjadi di tengah-tengah masyarakat, ketiga; data yang diperoleh dari studi pustaka adalah data yang andal untuk menjawab masalah penelitian, Mestika Zed, “Resensi: Metode Penelitian Kepustakaan”. History , (2001), https ://www.google.com. (diakses: 06-07-2014).
46Lihat Suharsimi Arikunto, Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan
Praktek, ( Jakarta: PT. Rineka Cipta, 2002), h. 9-12.
47Karya-karya Sulaiman al-Rasuli yang lain adalah: Al-Aqwā al-
Mardiyah fī al-„Aqā‟id al-Diniyyah, 2. Al-Qawl al- Kasyīf fī al-Radd „ala Man I‟tirādh „ala Akābīr, 3. Ibṭal al-Haẓi Ahl al-„Ashbiyah fī al-Tahrīm Qirā‟āt al- Qur‟ān bin „Ajamiyah, 4. Izālat al- Ḍalāl fī al-Tahrīm Iza‟ wa al- Su‟āl, 5. Kisah Muhammad „Arif : Pedoman Hidup di Alam Minangkabau
Menurut Gurisan Adat dan Syara‟, 6. Thamarāt al-Ihsān fī Wilādat al-
Sayyid al- Insān, 7. Dawa‟ al-Qulūb fī al-Qishah Yusuf wa Ya‟qub, 8.
Pertalian Adat dan Syara‟yang terpakai di alam Minangkabau Lareh nan Duo Luhak Nan Tigo, 9. Kisah Mi‟raj.
48Buku-buku lain yang pernah ditulis oleh Abdul Karim Amrullah
adalah sebagaii berikut: 1. Qaṭi‟u Riqāb al-Mulhidīn fī Aqā‟id al- Mufsidīn,
Qaṭi‟u Riqāb Mulhidīn fī Aqā‟id Mufsidīn, 2. „Umdat Anām fī al-„Ilmi al-Kalām, 3. Al-Fawā‟id al-„Aliyah fi Ikhtilāf fī al- Ulamā‟ fī al- Hukmi Talāfuẓ bi al- Niyāh, 4. Pedoman Guru Pembetulan Qiblat Faham Keliru, 5. Aiqāẓun Niyām Fīma Ibtidā‟ min Umūr al- Qiyām, 6. Sendi Aman Tiang
Sedangkan sumber data sekunder adalah buku-buku atau tulisan-tulisan yang berhubungan dengan penelitian, di antaranya buku-buku tafsir dan perkembangan tafsir di Indonesia.
3. Pendekatan Penelitian
Pendekatan yang dipakai dalam penelitian ini adalah pendekatan ilmu tafsir. Al-Farmawī membagi metode tafsir menjadi empat macam metode, yaitu tahlilī, ijmalī, muqāran dan mauḍu‟ī.49
Tafsir tahlilī adalah suatu cara dalam menafsirkan Qur‟ān yang bertujuan untuk mengunkapkan kandungan ayat-ayat al-Qur‟ān yang ditinjau dari seluruh aspeknya. Di dalam penafsirannya, penafsir mengikuti runtutan ayat sebagaimana yang telah tersusun di dalam muṣhaf.50 Uraian dimulai dengan mengemukakan arti kosakata, kemudian diikuti dengan uraian yang berkaitan dengan sabāb
al-nuzūl51
(latar belakang turunnya ayat) serta dalil-dalil yang berasal dari Rasul, atau sahabat dan para tabi‟in. Dalam penjelasan tersebut, terkadang bercampur baur dengan pendapat para penafsir itu sendiri dan diwarnai oleh latar belakang pendidikannya. Penafsiran sering pula memasukan kaedah kebahasaan dan ilmunya yang dipandang dapat membantu memahami nash al-Qur‟an tersebut.
Tafsir ijmalī merupakan suatu metode tafsir yang menafsirkan ayat-ayat al-Qur‟ān dengan cara mengemukakan makna global.52
49
Al-Farmawī, Al-Bidāyat fī al-Tafsīr al-Mauḍuī..., h. 23.
50M.Quraish Shihab, Membumikan al-Qur‟an Fungsi dan Peran
Wahyu dalam Kehidupan Masyarakat, (Bandung: Mizan, 2004), h. 86. 51Di antara ulama yang mengkaji asbāb al-nuzūl adalah buku yang
berjudul Asbāb al-Nuzūl karya Al-Wahidī. Lihat Walid A. Saleh, The Last of the Nishapuri School of Tafsir: Al-Wahidī (d. 468/1076) and His Significance in the History of Qur'ānic Exegesis, Journal of the American
Oriental Society, (Apr-Jun 2006), h. 223-243, http://e-resources.pnri.go.id
2058/docview/217136748, (accessed: 30-08-2013). Imam Jalāl Dīn al-Sayuṭī dalam bukunya al- Itqān fi „Ulūm al-Qur‟ān juga menjelaskan secara mendalam tentang asbāb al-nuzūl, termasuk di dalamnya tentang manfaat mengetahui asbāb al-nuzūl. Lihat Andrew Rippin, “The Perfect Guide to the Sciences of the Qur'ān (al-Itqān fī 'Ulūm Qur'ān by Imam Jalal-al-Din 'Abd al-Rahman al-Suyuṭī”, Journal of the American Oriental Society. (Apr-Jun 2013), h. 394-396. http://e-resources.pnri.go.id : 2058/docview/1437254. (accessed: 01-07-2014).
52
Dalam menguraikan metode tafsir ijmalī sistematika yang digunakan adalah pembahasan ayat per-ayat sesuai dengan sususan yang terdapat di dalam mushaf ; makna dikemukakan secara global. Pengungkapan makna biasanya diletakan di dalam susunan ayat-ayat atau menurut aturan yang diakui oleh jumhur ulama dan mudah dimengerti oleh masyarakat.
Metode mauḍu‟ī, di mana meneliti ayat-ayat tersebut dari seluruh seginya dan melakukan analisis berdasar ilmu yang benar, yang digunakan oleh pembahas untuk menjelaskan pokok permasalahan, sehingga ia dapat memahami permasalahan tersebut dengan mudah dan betul-betul menguasainya, sehingga memungkinkan baginya untuk memahami maksud yang terdalam dari al-Qr‟an dan dapat menolak segala kritik. Maksud metode ini adalah mengemukakan penafsiran ayat-ayat al-Qur‟ān yang ditulis oleh sejumlah para penafsir. Di sini seorang penafsir menghimpun sejumlah ayat-ayat al-Qur‟ān, kemudian ia mengkaji dan meneliti penafsiran sejumlah penafsir mengenai ayat tersebut melalui kitab-kitab tafsir, apakah mufassīr tersebut dari generasi salaf maupun khalaf, apakah termasuk tafsīr bi al-ma‟thūr maupun tafsīr bi al-ra‟yī.
Metode muqāran merupakan langkah untuk menafsirkan ayat-ayat al-Qur‟ān dari karya para penafsir. Pada metode muqāran seorang penafsir mengumpulkan beberapa ayat-ayat al-Qur‟an, kemudian mengkaji dan meneliti penafsiran sejumlah penafsir mengenai ayat tersebut melalui kitab-kitab tafsir mereka, apakah mereka itu penafsir dari generasi salaf maupun khalaf, apakah tafsir mereka itu tafsīr bi al-ma‟thūr maupun tafsīr bial-ra‟yī.53
Dari empat metode tersebut, metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode ijmalī dan metode muqāran. Metode
muqāran lebih dominan digunakan karena lebih sesuai dengan fokus
penelitian ini yaitu muqāran antara Risālat al-Qawl-al-Bayān dengan
Kitāb al-Burhān.
4. Teknik Pengumpulan Data
Teknik pengumpulan data yaitu dengan mencari dan mengumpulkan data-data yang berhubungan dengan penelitian yang terdiri dari data primer dan data sekunder. Setelah data terkumpul, kemudian memilah, memproses dan mengcoding data-data tersebut.
53
Data yang dimaksud adalah kitab tafsir Risālat Qawl
al-Bayān dengan Kitāb al-Burhān serta buku-buku yang berhubungan
dengan penelitian. Selanjutnya diurutkan sehingga mendapatkan pemahaman yang utuh dari kedua kitab tafsir.
5. Teknik Analisis Data
Analisis data merupakan suatu rangkaian yang berkaitan dengan kegiatan penelaahan, pengelompokan data secara sistematis, penafsiran data dan verifikasi data. Analisa data sesungguhnya telah dilaksanakan selama pengumpulan data yaitu dengan cara memilih sebuah fenomena yang memiliki nilai sosial, akademis dan ilmiah.54 Bentuk analisis data yang berhubungan dengan penelitian yaitu memilah data, pengkodean, membuat catatan reflektif, selanjutnya data dianalisis.55
Pada penelitian ini, penulis meneliti karakteristik tafsir yang terdapat pada kitab tafsir Risālat Qawl Bayān karya Sulaiman al-Rasuli dan Kitāb al-Burhān karya Abdul Karim Amrullah. Metode analisis data penelitian yaitu metode analisis komparatif, membandingkan karakteristik tafsir Risālat al-Qawl al-Bayān dan
Kitāb al-Burhān dengan mengkaji metode, sumber dan corak yang
terdapat pada kedua kitab tafsir serta memperhatikan adanya persamaan dan perbedaan antara kedua kitab tafsir.
F. Sistematika Penulisan
Penelitian ini terdiri enam bab. Pemaparan penulisan hasil penelitian; Bab pertama menjelaskan latar belakang masalah penelitian. Hal ini penting sebagai landasan penelitian, alasan-alasan penelitian dilakukan. Tinjauan terhadap penelitian terdahulu yang berhubungan, tetapi terdapat sisi perbedaan dengan penelitian yang dilakukan. Teori-teori yang digunakan dan metodologi yang
54Imam Suprayogo dan Tobroni, Metodologi Sosial..., h. 191.
55
Noeng Muhajir, Metode Penelitian Kualitatif, (Yogyakarta : Rake Sarasin, 2000), h. 43-44. Analisa data kualitatif dapat juga didefinisikan sebagai upaya yang dilakukan oleh peneliti dengan cara mengolah data, memilah-milah data hingga menjadi satu kesatuan yang dapat dikelola, menemukan mana yang penting dan apa yang dipelajari, serta memutuskan apa yang dapat disampaikan kepada orang lain. Lexi J. Moleong, Metodologi
dipakaikan dalam penelitian yang berkaitan dengan mengumpulkan data, mengolah data dan menganalisa data. Di samping itu juga berisi tentang keterbatasan dalam melaksanakan penelitian.
Bab dua merupakan landasan teori yang menjelaskan tentang, karakeristik tafsir di Indonesia, dari diskursus tentang metode tafsir, sumber dalam menafsirkan al-Qur‟an, dan berbagai corak penafsiran dan diskursus tentang perbedaan penafsiran. Pada bab dua juga diuraikan kajian al-Qur‟an dalam konteks ke-Indonesiaan, terdiri dari penafsiran Qur‟an dalam sejarah ke-Indonesia-an, model kajian al-Qur‟an di Indonesia.
Bab tiga merupakan bab inti dari penelitian yang menjelaskan tentang sejarah awal Islam di Minangkabau, pendidikan al-Qur‟an di Minangkabau, profil Tafsīr Risālat al-Qawl Bayān dan pengarang dan profil Kitāb al-Burhān dan pengarang. Pembahasan bab tiga ini penting karena menjadi gambaran tentang lingkungan sosial penafsir dan profil tentang tafsir yang diteliti.
Bab empat juga merupakan bab inti dari penelitian karena berisi tentang bukti-bukti dari permasalahan yang dikaji yang membahas tentang aplikasi sumber, metode dan corak tafsir pada tafsir Risālat
al-Qawl al-Bayān dan Kitāb al-Burhān. Uraian tentang mengungkap
sumber tafsir pada ayat-ayat ibadah dengan tema shalat dan zakat, aplikasi metode tafsir tentang ayat-ayat aqidah dengan tema ke-Esaan Allah dan hari kiamt dan corak tafsir dalam penafsiran ayat-ayat sosial kemasyarakatan yang bertema memelihara anak yatim dan kebebasan beragama.
Bab lima juga merupakan bab inti, berisi tentang perbedaan penafsiran antara Sulaiman Rasuli dalam Kitab Tafsīr Risālat
al-Qawl Bayān dan Kitab Tafsīr al-Burhān karangan Abdul Karim
Amrullah. Bagian pertama mengkaji penafsiran Sulaiman al-Rasuli dalam Kitab Tafsīr Risālat al-Qawl Bayān, kedua ; mengungkap penafsiran Abdul Karim Amrullah Kitab Tafsīr al-Burhān, ketiga ; analisis perbandingan Tafsīr Risālat al-Qawl Bayān dan Kitab Tafsīr
al-Burhān.
Bab enam penutup yang menjelaskan tentang kesimpulan dan saran. Kesimpulan merupakan jawaban dari masalah yang terdapat dalam penelitian ini.
21
AL- QUR’AN DALAM KONTEKS KEINDONESIAAN Uraian bab ini berkaitan dengan karakteristik tafsir yang ditinjau dari aspek metode, sumber dan corak tafsir serta perbedaan penafsiran. Pada bab ini juga dikaji tentang kajian al-Qur‟an dalam konteks ke-Indonsiaan. Bab ini penting sebagai landasan teori untuk kajian pada bab-bab selanjutnya.
A. Karakteristik Tafsir dalam Penafsiran al-Qur’an
Tafsir merupakan upaya untuk menjelaskan dan mengungkapkan maksud dan kandungan ayat-ayat al-Qur‟an.1 Setiap
mufassīr mempunyai karakteristik tersendiri dalam menafsirkan
al-Qur‟an. Ditinjau dari segi bahasa, karakteristik berasal dari bahasa Inggris characteristic yang berarti mengandung ciri khas. Mengungkap sifat-sifat yang khas dari sesuatu. Jika dikaitkan dengan karakteristik tafsir di Indonesia, maka yang dimaksud adalah ciri-ciri khas apa saja yang terdapat pada penafsiran al-Qur‟an di Indonesia.2
Diskursus tentang karakteristik tafsir, Rosihan Anwar mengemukakan bahwa karekteristik tafsir dapat ditinjau dari sumber tafsir, metode tafsir dan corak (lawn).3 Karakteristik tafsir dapat juga ditinjau dari metode penafsiran, teknik penafsiran dan corak pemikiran penafsiran. Metode penafsiran dapat dilihat dengan melakukan penafsiran ayat dengan ayat, ayat dengan hadis. Teknik penafsiran merupakan langkah-langkah yang ditempuh dalam
1Al-Zarkashī, Burhān fī „Ulūm Qur‟ān, (Kairo: Isā Bābī
al-Halabī wa Shirqah, 1957), jilid 2, h. 13. Tafsir secara bahasa mengikuti
wazan taf‟īl, berasal dari akar kata al-fasr yang bermakna menjelaskan,
menyingkap dan menampakan atau menerangkan makna yang abstrak. Dalam al-Qur‟an dinyatakan, artinya: “Tidaklah orang kafir datang kepadamu (membawa) sesuatu yang ganjil, melainkan Kami datangkan kepadamu sesuatu yang benar dan penjelasan yang paling baik. (QS. Al-Furqān [25]: 33).
2M.Yunan Yusuf Nasution, “Karakteristik Tafsir al-Qur‟an di
Indonesia Abad Keduapuluh,” Jurnal Ilmu dan Kebudayaan Ulūm al-Qur‟ān, Vol. III, No. 4, 1992, h. 51.
3Rosihan Anwar dan Asep Muharom, Ilmu Tafsir, (Bandung: Pustaka
menafsirkan al-Qur‟ān, seperti memulainya dengan menjelaskan arti
mufradāt.4
Nashruddin Baidan membagi karakteristik tafsir kepada dua komponen. yaitu komponen eksternal dan komponen internal. Komponen eksternal terdiri dari 1). jati diri Qur‟an (asbāb nuzūl, sejarah al-Qur‟an, nasikh mansukh, qirā‟at, munāsabah, dan lain-lain dan 2). kepribadian mufassīr (akidah yang lurus, ikhlas, netral, sadar dan lain-lain). Komponen internal meliputi unsur-unsur yang terlibat langsung dalam proses penafsiran. Dalam hal ini, ada tiga unsur pembentuk: 1) metode penafsiran (ijmalī, tahlīlī, muqāran dan mauḍu‟ī), 2) corak penafsiran (ṣufī, fiqhī, falsafī
dan lain-lain) dan 3) bentuk penafsiran (ma‟thūr dan ra‟yu).5
Abd Hay al-Farmawī menitikberatkan karakteristik tafsir kepada empat metode tafsir yaitu metode tahlīlī, mauḍu‟ī, muqāran dan ijmalī.6 Muhammad Husain al-Dhahabī menyebutkan bahwa setiap mufasir mempunyai karekteristik tafsir tersendiri dalam menafsirkan al-Qur‟an. Secara umum karakteristik tafsir dapat dikaji melaui metodologi yang digunakan mufassīr dalam menafsirkan al-Qur‟an yang dapat ditinjau dari aspek sumber tafsir, metode tafsir, corak (lawn) tafsir.7
1. Diskursus tentang Metode Tafsir
Penafsiran terhadap ayat-ayat al-Qur‟an telah tumbuh dan berkembang sejak masa-masa awal pertumbuhan dan perkembangan Islam.8 Munculnya berbagai macam metode tafsir lebih banyak disebabkan oleh tuntutan perkembangan masyarakat yang selalu dinamis. Pada zaman Nabi dan sahabat misalnya, pada umumnya mereka adalah ahli bahasa Arab dan mengetahui secara baik latar belakang turunnya ayat (asbāb al-nuzūl), serta mengalami secara langsung situasi dan kondisi umat ketika ayat-ayat al-Qur‟an turun.
4Yusuf, ”Karakteristik Tafsir al-Qur‟an di Indonesia Abad ke
Duapuluh”, Jurnal Ulūm al-Qur‟ān..., h. 50-51.
5Nashruddin Baidan, Rekonstruksi Ilmu Tafsīr, (Yogyakarta: Dana
Bhakti Prima Yasa, 2000), h. 29.
6
Abd al-Qadīr Muhammad Shalah, Tafsīr wa al-Mufasirūn fi al-Ashri
al-Hadīth, (Beirut: Dār al-Ma‟rifat: 2003), h. 109.
7Muh. Husain al-Dhahabī, Al-Tafsīr wa al-Mufasirūn, (Kairo: t.p,
1976), Cet. 2, jilid 1, h. 147.
8
Dengan demikian mereka relatif dapat memahami ayat-ayat al-Qur‟an secara benar dan akurat.9
Ada beberapa istilah yang digunakan dalam kajian ilmu Tafsir untuk menunjukan metode dalam tafsir yaitu al-manhāj, al-ṭāriqah dan al-uslūb. Para pakar tafsir berbeda pendapat dalam menyebut istilah metode tafsir dalam satu istilah yang sama. Untuk menunjuk metode dalam tafsir, ketiga istilah itu sering digunakan secara bergantian. Sedangkan untuk menunjuk metode khusus dalam tafsir yang sering digunakan para pakar tafsir adalah manhāj atau
al-uslūb. Hanya saja manhāj lebih difokuskan untuk melihat metode
yang digunakan seorang mufasir dalam menafsirkan al-Qur‟an.10 Nashruddin Baidan menjelaskan bahwa yang dimaksud dengan metode tafsir adalah suatu cara yang teratur dan terpikir baik-baik untuk mencapai pemahaman yang benar tentang apa yang dimaksud Allah di dalam ayat-ayat al-Qur‟an yang diturunkan kepada nabi Muhammad Saw.11
Di antara pandangan-pandangan di atas, populer di kalangan pengkaji al-Qur‟an terdapat empat metode penafsiran. Keempat metode tafsir tersebut, sebagaimana yang dikemukakan al-Farmāwī, yaitu: ijmālī, tahlīlī, mauḍu‟ī dan muqārān.12
a. Metode Tafsīr Ijmālī
Nabi dan para sahabat menafsirkan al-Qur‟an secara ijmālī, tidak memberikan penjelasan yang terperinci. Menilik kepada metode tafsir ijmālī, sementara pakar banyak beranggapan, bahwa metode tafsir ijmālī merupakan metode tafsir yang pertama kali hadir dalam sejarah perkembangan metodologi tafsir.13 Hal ini diperkuat dengan kondisi bangsa Arab pada masa Nabi dan para sahabat bahwa persoalan bahasa tidak menjadi penghambat dalam mempelajari dan
9Nashruddin Baidan, Rekonstruksi Ilmu Tafsīr, (Yogyakarta: Dana
Bhakti Prima Yasa, 2000), h. 62.
10
Badruzzaman M. Yunus, Tafsīr al-Sya‟rawī: Tinjauan terhadap
Sumber, Metode dan Ittijah, (Jakarta: Sekolah Pascasarjana UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta, 2009), h. 113.
11
Nashruddin Baidan, Metodologi Penafsiran al-Qur‟ān, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 1998), h. 2.
12Abd Hayy al-Farmawī, al-Bidāyah fī al-Tafsīr al-Mawḍu‟ī, (Kairo:
al-Hadarah al-„Arabiyah, 1977), h. 43-44.
13