• Tidak ada hasil yang ditemukan

Model Kajian Tafsir al-Qur’an di Indonesia

AL- QUR’AN DALAM KONTEKS KEINDONESIAAN Uraian bab ini berkaitan dengan karakteristik tafsir yang

B. Kajian al-Qur’an dalam Konteks Ke-Indonesiaan

2. Model Kajian Tafsir al-Qur’an di Indonesia

Tidak diragukan lagi bahwa al-Qur‟an bukan hanya sekedar merupakan suatu hak istimewa bagi suatu kelompok tertentu. Al-Qur‟an telah diwahyukan untuk digunakan oleh setiap orang. Ini ditekankan dalam banyak ayat al-Qur‟an. Al-Qur‟an selalu menekankan bahwa ia adalah kitab petunjuk bagi umat manusia. Al-Qur‟an menjelaskan dan yang dapat mencerahkan kebenaran-kebenaran universal serta kewajiban-kewajiban manusia yang dapat digunakan langsung oleh siapapun yang mengikuti petunjuk Nabi Muhammad Saw.Al-Qur‟an sebagai al-hudā wajib dipelajari sebagai pedoman hidup dengan pandangan filsafat. Dalam hal ini manusia wajib memahami al-Qur‟an sesuai kemampuannya.

Dalam sejarah Islam sering ditemukan orang-orang non-muslim memusuhi Islam mendengarkan beberapa ayat al-Qur‟an. Dari apa yang dapat mereka pahami darinya, di hati mereka timbul semacam rasa cinta dan gairah terhadap Islam, yang akhirnya mengantarkan mereka menjadi muslimin.Al-Qur‟an adalah lautan yang luas, dalam dan tidak bertepi. Ketika para penyelam menyelam ke dalamnya,

166Anthony H Johns, Qur‟anic Exegesis in the Malay-Indonesia

Wordl..., h. 33. Lihat Baidan, Perkembangan Tafsir al-Qur‟an di Indonesia…,h. 102.

maka tidak akan sampai ke dalamnya dan tidak mengetahui hakikat isinya. Al-Qur‟an senantiasa aktual sepanjang masa untuk ditafsirkan oleh para ahli tafsir dan ditakwilkan oleh para ahli takwil, sebagaimana yang disebutkan dalam al-Qur‟an.167

Hanya sedikit yang meragukan konsep-konsep dasar al-Qur‟an, maupun ayat-ayatnya yang implisit dimaksudkan untuk dipahami setiap orang. Ini menjadi terlalu sangat jelas dalam al-Qur‟an sendiri dan dikukuhkan oleh orang-orang yang mengenal sejarah hidup nabi Muhammad Saw. Oleh karena itu al-Qur‟an tidak dimasudkan untuk segelintir orang pilihan. Al-Qur‟an dialamatkan kepada seluruh umat manusia pada umumnya. Al-Qur‟an yang diturunkan dalam bahasa Arab, sangat diperlukan penerjemahan dan penafsiran al-Qur‟an bagi umat Islam Indonesia, karena tidak semua umat Islam mengerti dan paham bahasa Arab.

1. Sifat Mufasir

Dalam menyusun sebuah karya tafsir, seseorang bisa melakukannya secara individual, kolektif dua orang atau lebih atau bahkan dengan membentuk tim atau panitia khusus secara resmi. Model inilah yang dimaksud dengan tafsir mufasir. Dalam konteks sifat mufasir ini, karya tafsir di Indonesia secara garis besar terbagi menjadi dua macam: a. individual dan b. kolektif atau tim.168

a. Mufasir Individual

Istilah mufassīr individual digunakan untuk menunjukkan bahwa suatu karya tafsir lahir dan ditulis oleh satu orang. Mayoritas penafsiran yang dilakukan di mufassīr di Indonesia bersifat individual. Demikian juga yang penafsiran yang dilakukan oleh Sulaiman al-Rasuli dengan kitab Tafsīr Risāl at Qawl Bayān dan penafsiran Abdul Karim Amrullah dalam tafsirnya al-Burhān.

Literatur tafsir individual yang berasal dari karya non akademik selain dua di atas adalah literatur tafsir menyangkut literatur yang asal-usulnya beragam, yaitu: bahan-bahannya pernah

167“Kami akan memperlihatkan kepada mereka tanda-tanda (kekuasaan) Kami disegenap ufuk dan pada diri mereka sendiri, sehingga jelaslah Bagi mereka bahwa al-Qur‟an itu adalah benar. Dan apakah Tuhanmu tidak cukup (bagi kamu) bahwa sesungguhnya Dia menyaksikan segala sesuatu ?” (QS. 41: 53).

168Islah Gusmian, Khazanah Tafsir Indonesia dari Hermeneutika

diceramahkan, dipublikasikan di media massa (koran, majalah, maupun jurnal) dan tulisan utuh yang ditulis secara khusus. Kitāb

al-Burhān termasuk tafsir yang berasal dari ceramah Abdul Karim

Amrullah di surau Jembatan Besi Sumatera Barat. Contoh tafsir lain yang pernah diceramahkan adalah: Hidangan Ilahi, Tafsir al-Hijri, ditulis di media massa: Tafsīr bil Ma‟thūr, dalam Cahaya al-Qur‟ān, dan Ensiklopedi al-Qur‟an. Adapun yang ditulis utuh secara khusus ada dua: Tafsīr bi al-Ra‟yī, dan Memahami Surat Yā sīn.

Selain itu penafsiran individual , hampir didominasi oleh karya yang tafsir yang berawal dari tugas akademik. Di antara karya tafsir secara individual yang berawal dari tugas akademik adalah : dua karya berasal dari disertasi dan selebihnya masing-masing dari skripsi dan tesis, yaitu: Memasuki Makna Cinta (skripsi); Menyelami Kebebasan

Manusia (tesis); Konsep Perbuatan Manusia Menurut al-Qur‟an, Tafsir Kebencian, Tafsir al-Qur‟an Bahasa Bugis : Vernakulasi dalam Kajian tafsir Munir, Jiwa dalam Qur‟ān, Konsep Kufr dalam al-Qur‟an, Argumen Kesetaraan Jenderdan Ahl al-Kitab Makna dan Cakupannya (disertasi).

b. Mufasir Kolektif

Pengertian kolektif di sini untuk menunjukkan bahwa karya tafsir disusun oleh lebih dari satu orang. Sifat kolektif ini, terbagi menjadi dua bagian: 1). kolektif resmi dan 2). kolektif tidak resmi. Pertama adalah kolektivitas yang dibentuk secara resmi oleh lembaga tertentu dalam bentuk tim atau panitia khusus, dalam rangka menulis tafsir. Ada dua karya termasuk dalam jenis ini. Pertama, Tafsir

Tematik al-Qur‟an tentang Hubungan Sosial antar Umat Beragama.

Buku tafsir ini disusun oleh tim yang dibentuk oleh Majelis Tarjih dan Pengembangan Pemikiran Islam PP. Muhammadiyah. Namun, tidak diuraikan dengan jelas, nama-nama yang terlibat dalam proyek penyusunan tafsir yang menggunakan model penyajian tematik ini. Kedua, Al-Qur‟an dan Tafsirnya. Karya tafsir ini disusun oleh tim khusus yang dibentuk oleh Badan Wakaf UII Yogyakarta.

Buku al-Qur‟an dan Tafsirnya ini, sebetulnya merupakan edisi revisi dari al-Qur‟an dan Tafsirnya yang disusun oleh Departemen Agama Republik Indonesia. Seperti dijelaskan di jilid 1 buku ini, edisi revisi mempunyai tim khusus, terdiri: Prof. H. Zaini Dahlan, MA., Drs. H. Zuhad Abdurrahman, Drs. H. Kamal Muchtar, Ir. RHA. Sahirul Alim, M.Sc., Hifni Muchtar, L.ph., MA., Drs. H. Muhadi Zainuddin, L.Th., Drs. H. Hasan Kharomen, dan Drs. H. Darwin

Harsono, dengan sektretaris Drs. H.AF. Djunaidi, Drs. Azharuddin Sahil, dan Hisyam Azwardi, BA. Dari tim ini kemudian ditashih oleh tim penasih Departemen Agama Republik Indonesia, yang terdiri dari: Drs. HA. Hafizh Dasuki, MA., Drs. H. Alhumam Mz., Drs. E. Badri Yunardi, Drs. M. Syaitibi AH., Drs. M. Shohib Tohar, Drs. Mazmur Sya‟roni, dan Drs. H. Bunyamin Surur.

Adapun bentuk kolektif yang kedua tidak bersifat formal, dan dalam kolektivitas itu hanya terdiri dari dua orang penyusun. Dalam bagian ini, hanya ada satu karya tafsir, yaitu Tafsir Juz „Amma karya Rafi‟uddin dan Edham Syifa‟i.

2. Orientasi Penulisan Tafsir

Berbagai tujuan dapat dilihat dari penulisan tafsir di Indonesia. Al-Qur‟an dan Terjemahan, bertujuan untuk membantu masyarakat muslim Indonesia dalam memahami ajaran-ajaran Islam. Hal ini disebabkan oleh tidak semua umat Islam mampu berbahasa Arab sehingga kesulitan dalam mempelajari dan mendalami al-Qur‟an. Tidak diragukan lagi, dalam ayat-ayat al-Qur‟an banyak terdapat petunjuk-petunjuk yang berhubungan dengan pengembangan ajaran yang bersifat sosialistis. Penggalian nilai-nilai agama merupakan suatu hal yang mutlak bagi bangsa Indonesia agar tercipta masyarakat sosialis religius.Al-Qur‟an, memberikan rangsangan dan dinamika untuk mengangkat derjat dan martabat manusia baik secara moril maupun materil.

Dalam kajian al-Qur‟an ada dua orientasi penting: a. arah keimanan bahwa al-Qur‟an sebagai Kitab Suci yang memberikan petunjuk pada umat manusia (al-ittijah al-hida‟ī), b. arah keilmiahan terhadap al-Qur‟an (al-ittijah al-„ilmiyyah). Pada arah orientasi petunjuk, landasan utamanya biasanya adalah keimanan yang sifatnya lebih eksklusif. Suatu tafsir yang dimulai dari kesadaran macam ini cenderung kurang kritis terhadap teks Kitab Suci. Sebab, bisanya model arah petunjuk ini melihat teks al-Qur‟an sebatas pada suatu teks yang sakral dan suci, bebas dari ruang-ruang sejarah. Padahal, betapa pun al-Qur‟an tidak bisa lepas dari sejarah masyarakat Arab sebagai audiensnya.

Bangkitnya angkatan muda Islam di tanah air Indonesia dan di daerah-daerah yang berbahasa Melayu hendak mengetahui isi al-Qur‟an di zaman sekarang, padahal tidak mempunyai kemampuan mempelajari bahasa Arab. Beribu bahkan berjuta angkatan muda

Islam mencurahkan minat kepada agama, karena menghadapi rangsangan dan tantangan dari luar dan dari dalam. Salah satu kitab tafsir populer di Indonesia adalah Tafsir al-Azhar. Tafsir al-Azhar ditulis untuk menjawab semangat generasi muda Islam untuk mempelajari dan mendalami agama.169

Oleh karena itu, orang seperti Abu Zayd menekankan pentingnya menganalisis latar sosio-kultural masyarakat pada saat al-Qur‟an diturunkan. Ini semua dalam rangka menemukan pandangan dunia al-Qur‟an secara komprehensif. Di sini, proses intelektualisasi menjadi penting dalam upaya mengantarkan suatu pemahaman atas kitab suci secara komprehensif.170

3. Bentuk PenyajianTafsir

Bentuk penyajin tafsir yang dimaksud disini adalah suatu bentuk uraian dalam penyajian tafsir yang ditempuh mufasir dalam menafsirkan al-Qur‟an. Dalam bentuk penyajian ini, ada dua bagian: a. bentuk penyajian global dan b. bentuk penyajian rinci.

a. Bentuk Penyajian Global

Bagian pertama dari bentuk penyajian tafsir adalah bentuk global.Maksudbentuk penyajian global adalah suatu bentuk uraian dalam penyajian karya tafsir di mana penjelasan yang dilakukan cukup singkat dan global.171 Biasanya, bentuk ini lebih menitikberatkan pada inti dan maksud dari ayat-ayat al-Qur‟an yang dikaji. Bentuk penyajian global ini bisa diidentifikasi melalui model analisis tafsir yang digunakan, yang hanya menampilkan bagian terjemah dan perumusan pokok-pokok kandungan dari ayat-ayat yang dikaji. Langkah-langkah epistemologis dan analisis atas terma-terma penting yang menjadi kata kunci di suatu konteks ayat, juga perdebatan dan pemaknaan atas kunci yang pernah dielaborasi para ulama sebelumnya pun upaya kontekstualisasi, tidak dilakukan.

Bentuk penyajian global sangat bermanfaat bagi masyarakat awam dan pembaca yang mempunyai waktu terbatas untuk menggali dan mempelajari al-Qur‟an secara detail dan terperinci, baik dari aspek tata bahasa, balāghah, perubahan makna semantik dari berbagai

169

Hamka, Tafsīr al- Azhār, (Jakarta: Pustaka Panjimas, 2004), Jilid

1, h. 33.

170Gusmian, Khazanah Tafsīr Indonesia..., h. 316.

171

kata kunci yang ada dalam al-Qur‟an serta berbagai disiplin keilmuan yang terkain dengan kajian al-Qur‟an. Bentuk penyajian al-Qur‟an secara singkat dan tanpa uraian panjang lebar172 sangat dibutuhkan masyarakat.

Bentuk penyajian global pada umumnya dapat dilihat pada

Tafsīr Juz „Amma. Buku ini menggunakan bentuk penyajian global

dalam kerangka sistematika tematik klasik, yang terpusat pada juz tertentu (Juz „Amma). Setelah menerjemahkan setiap ayat, Tafsīr Juz

„Amma ini menjelaskan tentang inti kandungan surat yang dikaji tanpa

harus memberikan penjelasan detail tentang problem kebahasaan dan sosio-historis. Di banyak kasus, karya tafsir ini bahkan tampak berusaha menghindari dari berbagai perdebatan yang bersifat teologis. Tafsir Risālat Qawl Bayān termasuk dalam kategori penyajian global.

Dari arah pemaparan, model yang ditempuh Tafsīr Juz „Amma tampak sangat sederhana.Tetapi, secara pragmatis cukup bermanfaat bagi orang yang ingin cepat menangkap maksud suatu ayat, tanpa harus dikacaukan dengan berbagai analisis yang rumit. Salah satu contoh, ketika menguraikan ayat pertama dari surah al-Fātihah, Tafsīr

Juz „Amma menguraikan tentang: 1). kedudukan basmallāh bagi

surat-surat al-Qur‟an yang lain dengan megutip pendapat beberapa ulama, 2). pengertian rahmān dan rahīm, sebagai bagian asmā

al-husnā Allah, 3). Bismillāh sebagai permulaan segala hal, merupakan

pengertian tauhid serta disiplin terhadap Allah yang dalam Islam diklaim sebagai prinsip pertama dan utama.173 Penyajian al-Qur‟an secara global memberi kemudahan bagi umat Islam, karena penyajiannya hampir sama dengan terjemahan al-Qur‟an.

b. Bentuk Penyajian Rinci

Bentuk penyajian rinci berbeda dengan bentuk penyajian global. Bentuk penyajian rinci ini sangat kontras jika dibandingkan dengan Tafsīr al-Qur‟ān al-Karīm karya M. Quraish Shihab. Dalam menafsirkan ayat yang sama, yaitu surah al-Fātihah, Quraish sangat komprehensif dalam uraiannya. Bahkan karya tafsir ini membutuhkan 10 halaman untuk menguraikan kata bismillāh

al-rahmān al-rahīm, dengan detail analisis kebahasaannya.

172Ali Hasan Al-„Aridh, Sejarah dan Metodologi Tafsir, Penerjemah.

Ahmad Akrom, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 1994), h. 73.

173

Penjelasan detail juga dapat dilihat pada penafsiran Abdul Karim Amrullah terhadap QS. Ḍuḥā dalam Kitāb al-Burhān. Abdul Karim Amrullah membutuhkan 22 halaman untuk menjelaskan QS. Ḍuḥā. Sebelum masuk ayat, Abdul Karim Amrullah menjelaskan kondisi Nabi, ketika itu terputus menerima wahyu selama 40 hari. Kaum kafir Qurasy menyebutkan bahwa Nabi telah ditinggalkan Allah. Abdul Karim Amrullah juga menjelaskan Allah bersumpah dengan wa al-ḍuḥā, wa al-laili izā sajā adalah untuk mengagungkan dan memuliakan Allah. Siang bagi manusia merupakan waktu untuk berusaha, sedangkan malam adalah waktu untuk beristirahat. Bentuk penyajian rinci lebih lengkap terdapat pada kitab Tafsir al-Azhar karya Hamka dan Tafsir al-Mishbah karya M. Quraish Shihab.

93

Bab ini menjelaskan tentang perkembangan pembelajaran al-Qur‟an di Minangkabau. Pembahasan ini penting karena pembelajaran al-Qur‟an merupakan langkah awal sebelum mempelajari kitab-kitab, termasuk mempelajari kitab tafsir. Tidak jarang terjadi, munculnya ide penulisan tafsir berasal dari ceramah-ceramah tentang kandungan al-Qur‟an. Kitab tafsir yang dikaji pada bab ini adalah kitab tafsir Risālat

Qawl al-Bayān dan Kitāb al-Burhān.