• Tidak ada hasil yang ditemukan

KEWAJIBAN PENANGGUNG DALAM ASURANSI TANGGUNG GUGAT UMUM DALAM MENYELESAIKAN KLAIM TERTANGGUNG PADA POLIS ASURANSI S K R I P S I

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "KEWAJIBAN PENANGGUNG DALAM ASURANSI TANGGUNG GUGAT UMUM DALAM MENYELESAIKAN KLAIM TERTANGGUNG PADA POLIS ASURANSI S K R I P S I"

Copied!
114
0
0

Teks penuh

(1)

KEWAJIBAN PENANGGUNG DALAM ASURANSI TANGGUNG GUGAT UMUM DALAM MENYELESAIKAN KLAIM TERTANGGUNG

PADA POLIS ASURANSI

S K R I P S I

Disusun dan Diajukan Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Hukum pada Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara

Oleh

DINA AFRIANA 130200217

DEPARTEMEN HUKUM EKONOMI

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA M E D A N

2 0 2 0

(2)
(3)

ABSTRAK Dina Afriana*

Prof. Dr. Sunarmi**

Tri Murti Lubis ***

Asuransi merupakan lembaga keuangan non-Bank yang ikut berperan dalam mendorong perkembangan perekonomian di Indonesia. Melihat perkembangan masyarakat yang sangat kompleks, maka asuransi sangat dibutuhkan. Asuransi bukan hanya menguntungkan pihak-pihak yang mengadakan perjanjian, melainkan asuransi juga kepentingan nasional.

Permasalahan yang dibahas dalam penulisan skripsi ini adalah bagaimanakah pengaturan asuransi tanggung gugat umum di Indonesia, bagaimanakah hak dan kewajiban penanggung dan tertanggung dalam asuransi tanggung gugat umum di Indonesia, dan bagaimanakah kewajiban penanggung dalam asuransi tanggung gugat umum dalam menyelesaikan klaim tertanggung pada Polis Asuransi.

Penelitian ini adalah jenis penelitian hukum normatif. Penelitian hukum normatif yaitu metode atau cara meneliti bahan pustaka yang ada. Tahapan penelitian hukum normatif adalah penelitian yang dilakukan untuk mendapatkan hukum objektif dan subjektif. Metode yang digunakan dalam penelitian normatif, yaitu metode pendekatan yuridis agar memberikan kemudahan dalam memahami gejala hukum yang diteliti.

Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan pengaturan asuransi tanggung gugat umum di Indonesia belum diatur secara rinci didalam undang- undang yang mengatur perasuransian di Indonesia yaitu Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2014, namun karena asuransi tanggung gugat umum merupakan usaha asuransi umum sebagaimana diatur dalam Pasal 1 angka 1 (a) dan Pasal 1 angka 5 maka keberadaan dan penyelenggaraannya tetap mengacu pada Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2014 tentang perasuransian. Hak dan kewajiban penanggung dan tertanggung ditentukan lebih detail dalam perjanjian polis asuransi, namun secara umum diketahui penanggung berkewajiban memberikan polis dan membayarkan polis jika hal yang tertuang dalam polis terjadi. Tanggung jawab perusahaan asuransi yang mendapati klaim dari asuransi tanggung gugat dalam menyelesaikan klaim asuransi dari tertanggung dengan memberikan ganti kerugian kepada pihak ketiga. Proses penyelesaian klaim para penanggung memakai berbagai jalan untuk memperoleh penyelesaian kerugian, langkah yang diambil untuk menyelesaikannya tetap sama yaitu dengan memeriksa penutupan asuransi, menyelidiki klaim tertanggung, mengajukan laporan-laporan dan surat- surat yang diperlukan, setelah diteliti layak atau tidaknya penanggung memberikan uang pertanggungan kepada tertanggung maka penanggung harus bertanggung jawab menyelesaikan klaim jika sudah dipenuhinya semua unsur dalam polis pertanggungan.

Kata Kunci: Kewajiban Penanggung Asuransi, Tanggung Gugat Umum, Klaim Tertanggung Pada Polis Asuransi

*Mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara

**Dosen Pembimbing I Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara

***Dosen Pembimbing II Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara

(4)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, sehingga penulis mampu menjalani masa perkuliahan sampai tahap penyelesaian skripsi yang penuh dengan tantangan dan rintangan. Skripsi dengan judul

“KEWAJIBAN PENANGGUNG DALAM ASURANSI TANGGUNG GUGAT UMUM DALAM MENYELESAIKAN KLAIM TERTANGGUNG PADA POLIS ASURANSI” yang merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Hukum (Strata-1) di Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.. Oleh karena itu, dengan segala kerendahan hati, penulis mengucapkan terima kasih kepada:

1. Bapak Prof. Dr. Runtung Sitepu, S.H., M.Hum selaku Rektor Universitas Sumatera Utara;

2. Bapak Prof. Dr. Budiman Ginting,S.H., M.Hum., selaku Dekan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara;

3. Bapak Prof.Dr.OK. Saidin,S.H., M.Hum., selaku Wakil Dekan I Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara;

4. Ibu Puspa Melati Hasibuan,S.H.,M.Hum selaku Wakil Dekan II Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara;

5. Bapak Dr.Jelly Leviza,S.H.,M.Hum selaku Wakil Dekan III Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara;

6. Bapak Prof. Dr. Bismar Nasution.S.H., M.Hum selaku Ketua Departemen Hukum Ekonomi Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara;

7. Ibu Tri Murti Lubis, S.H., M.H., selaku sekretaris Departemen Hukum Ekonomi;

8. Ibu Prof. Dr. Sunarmi, SH.,M.Hum selaku dosen pembimbing I yang membimbing dan memberikan nasihat kepada penulis serta membantu penulis dalam penyempurnaan skripsi ini.

9. Ibu Tri Murti Lubis, S.H., M.H selaku dosen pembimbing II. Terima kasih atas bimbingan, saran, nasihat, dan ilmu yang Ibu berikan selama ini di setiap bimbingan dengan penuh kesabaran sehingga skripsi ini dapat saya selesaikan dengan baik.

(5)

10. Bapak Mohammad Siddik, SH.,M.Hum., selaku dosen pembimbing Akademik penulis sejak di bangku kuliah hingga menyelesaikan perkuliahan.

11. Seluruh Dosen dan seluruh Pegawai Tata Usaha dan Administrasi di Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara;

12. Yang teristimewa kedua Orang tua penulis, Ayahanda Tukiman dan Ibunda Rusmiati yang setiap waktu dan sepanjang masa memberikan motivasi dan mendoakan penulis agar dapat mencapai cita-cita yang setinggi-tingginya.

13. Saudara kandung penulis sendiri, yang senantiasa memberikan dorongan semangat untuk menyelesaikan skripsi ini.

14. Kepada rekan-rekan di Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.

Mudah-mudahan skripsi ini dapat memberikan kontribusi kepada berbagai pihak, namun penulis juga menyadari ketidaksempurnaannya. Oleh sebeb itu diharapkan kritik yang membangun untuk kesempurnaan pernelitian serlanjutnya.

Medan, Juni 2020 Penulis,

Dina Afriana

(6)

DAFTAR ISI

ABSTRAK…………..………... i

KATA PENGANTAR………...ii

DAFTAR ISI………. iii

BAB I PENDAHULUAN………. 1

A. Latar Belakang………. 1

B. Perumusan Masalah……….. 5

C. Tujuan dan Manfaat Penulisan………. 6

D. Keaslian Penulisan……… 7

E. Tinjauan Pustaka……….. 10

F. Metode Penulisan………. 12

G. Sistematika Penulisan………... 15

BAB II PENGATURAN ASURANSI TANGGUNG GUGAT UMUM DI INDONESIA………. 18

A. Sejarah Perkembangan Pengaturan Asuransi Di Indonesia 18 1. Sejarah Perasuransian………. 18

2. Perkembangan Asuransi Di Indonesia……… 24

B. Ruang Lingkup Asuransi……….. 26

1. Pengertian………. 26

2. Prinsip-prinsip Asuransi Tanggung Gugat Umum.. 36

C. Pengaturan Asuransi Tanggung Gugat Umum Berdasarkan Undang-undang Nomor 40 Tahun 2014……….. 43

BAB III HAK DAN KEWAJIBAN PENANGGUNG DAN TERTANGGUNG DALAM ASURANSI TANGGUNG GUGAT UMUM DI INDONESIA……….. 47

A. Kedudukan Para Pihak Dalam Asuransi Tanggung Gugat Umum……….. 47

B. Ketentuan-Ketentuan Yang Mengatur Penetapan Ganti Rugi Dalam Polis Asuransi Tanggung Gugat Umum………….. 57

(7)

C. Hak dan Kewajiban Penanggung dan Tertanggung Dalam

Asuransi Tanggung Gugat Umum Di Indonesia……..…... 66

BAB IV KEWAJIBAN PENANGGUNG DALAM ASURANSI TANGGUNG GUGAT UMUM DALAM MENYELESAIKAN KLAIM TERTANGGUNG PADA POLIS ASURANSI…… 76

A. Proses Pengajuan Klaim Dalam Asuransi Tanggung Gugat Umum……… 76

B. Kewajiban Penanggung Dalam Asuransi Tanggung Gugat Umum Dalam Menyelesaikan Klaim Tertanggung Pada Polis Asuransi……… 89

BAB V PENUTUP………. 98

A. Kesimpulan……….. 98

B. Saran………. 100

DAFTAR PUSTAKA……… 101

(8)

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

Perkembangan usaha perasuransian mengikuti perkembangan ekonomi masyarakat dimana makin tinggi pendapatan perkapita masyarakat semakin mampu memiliki harta kekayaan dan makin dibutuhkan pula perlindungan keselamatannya dari ancaman bahaya.1 Hidup dan usaha serta perusahaan selalu berjalan beriringan dengan risiko baik dalam skala usaha kecil, menengah dan besar, kegiatan yang sederhana atau kegiatan seorang professional. Keadaan yang tampak bagus, lancar, sesuai harapan, berkembang, menjanjikan, cemerlang seketika dapat berubah menjadi suram dan sulit bila tiba-tiba terjadi suatu risiko yang tidak harapkan. Untuk meminimalkan risiko, ada yang bisa di antisipasi, ada juga yang harus di alihkan kepihak lain salah satunya ke pihak asuransi.2

Asuransi merupakan lembaga keuangan non-bank yang mempunyai peranan yang besar dalam kehidupan perekonomian Negara Indonesia. Asuransi jiwa bukan hanya menguntungkan pihak-pihak yang saling mengadakan perjanjian asuransi saja, tetapi dalam ruang lingkup yang lebih luas lagi, dapat pula mguntungkan kepentingan nasional, terutama dalam hubungannya dalam penarikan dana yang berasal dari premi asuransi, yang amat diperlukan dalam pembangunan yang sedang giat dilaksanakan oleh pemerintah pada waktu ini,

1Abdulkadir Muhammad, Hukum Asuransi Indonesia (Bandung: Citra Aditya Bakti, 2006), hlm. 1.

2Sinarmas, Asuransi Tanggung Jawab Hukum http://asuransi tanggunggugat.

blogspot.com/2013/07/asuransi-tanggungj-awab-hukum. (diakses tanggal 28 Agustus 2018).

(9)

demi kemajuan Negara dan kesejahteraan masyarakat Indonesia pada umumnya.3 Perasuransian adalah istilah hukum (legal term) yang dipakai dalam perundang- undangan dan Perusahaan Perasuransian.Istilah perasuransian berasal dari kata

“asuransi” yang berarti pertanggungan atau perlindungan atas suatu objek dari ancaman bahaya yang menimbulkan kerugian. Apabila kata asuransi diberi imbuhan peran,maka muncullah istilah hukum “perasuransian”, yang berarti segala usaha yang berkenaan dengan asuransi. Usaha yang berkenaan dengan asuransi ada dua jenis, yaitu:4

1. Usaha di bidang kegiatan asuransi disebut usaha asuransi (insurance business). Perusahaan yang menjalankan usaha asuransi disebut Perusahaan Asuransi (insurance company).

2. Usaha di bidang kegiatan penunjang usaha asuransi disebut usaha penunjang usaha asuransi (complementary insurance business). Perusahaan yang menjalankan usaha penunjang usaha asuransi disebut Perusahaan Penunjang Asuransi (complementary insurance company).

Pasal 1 angka (1) Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2014 Tentang Perasuransian ( selanjutnya disebut sebagai UU Perasuransian) menyatakan :

“Asuransi itu adalah perjanjian antara dua pihak, yaitu perusahaan dan pemegang polis, yang menjadi dasar bagi penerimaan premi oleh perusahaan asuransi sebagai imbalan untuk:

1. Memberikan penggantian kepada tertanggung atau pemegang polis karena kerugian, kerusakan, biaya yang timbul, kehilangan keuntungan, atau

3Kornelius Simanjuntak, Myra R.B. Setiawan, dan Brian Amy Prasetyo, Hukum Asuransi (Depok: Djokosoetono Research Center, 2011), hlm. 13

4http://asuransi-tanggunggugat.blogspot.com/2013/07/asuransi-tanggungj-awab-hukum.

html

(10)

tanggung jawab hukum kepada pihak ketiga yang mungkin diderita tertanggung atau pemegang polis karena terjadinya suatu peristiwa yang tidak pasti ; atau

2. Memberikan pembayaran yang didasarkan pada meninggalnya tertanggung atau pembayaran yang didasarkan pada hidupnya tertanggung dengan manfaat yang besarnya telah ditetapkan dan/atau didasarkan pada hasil pengelolaan dana.

3. Pada umumnya sengketa klaim asuransi di pengadilan kebanyakan penanggung digugat oleh pihak tertanggung, walaupun terdapat beberapa sengketa klaim asuransi yang diajukan oleh pihak penanggung. Dalam praktik sangat sedikit perusahaan asuransi yang menggugat tertanggung ke pengadilan, tentu karena alasan-alasan tertentu, mungkin karena proses peradilan yang memerlukan waktu lama dan melelahkan, atau mungkin karena nama perusahaannya tidak mau terpublikasi di masyarakat, karena perusahaan asuransi yang berperkara di pengadilan image nya menjadi dipertanyakan di masyarakat.5

Hal paling mendasar dari penyelenggaraan usaha perasuransian adalah pengalihan risiko kerugian akibat bahaya/evenemen yang membuat tertanggung menderita kerugian baik kehilangan keuntungan, cacat jiwa ataupun kematian.

Dengan adanya pengalihan risiko ini, maka kerugian yang timbul dari adanya bahaya/evenemen terhadap objek yang diasuransikan, menjadi beban Penanggung (perusahaan asuransi). Beban Penanggung adalah dengan membayar ganti kerugian kepada Tertanggung (pemegang polis) yang besarnya sesuai dengan ketentuan yang disepakati dalam perjanjian asuransi yang telah dibuat.

Dewasa ini perkembangan dunia membawa dampak yang cukup besar pada perkembangan perekonomian di Indonesia. Perkembangan perkonomian di Indonesia sangat pesat, khususnya di bidang perdagangan yang diringi oleh tingginya tingkat pertumbuhan penduduk yang ada di Indonesia, mengakibatkan tingginya persaingan usaha di berbagai bidang. Disisi lain, risiko usaha juga tidak

5Kapler Marpaung, Meminimalkan Konflik Dalam Proses Klaim Asuransi (Jakarta: Jurnal Asuransi, 2007), hlm. 5.

(11)

dapat terelakkan, sehingga para pelaku usaha sangat membutuhkan asuransi suatu bentuk pengalihan risiko.

Risiko merupakan suatu hal yang tidak diinginkan, dan oleh sebab itu juga menjadi suatu hal yang selalu diusahakan tidak terjadi. Maka dari itu seseorang haruslah mengupayakan agar kerugian itu tidak terjadi. Risiko tidak lain adalah beban kerugian yang diakibatkan karena suatu peristiwa di luar kesalahannya, misalkan : rumah seorang terbakar sehingga pemiliknya mengalami kerugian.6 Risiko dapat berupa ketidak pastian, sehingga untuk mengataasinya diperlukan suatu bentuk pengalihan risiko pada perusahaan asuransi. Pengalihan risiko diimbangi dalam bentuk pembayaran premi pada perusahaan asuransi kerugian (penanggung) setiap bulan atau tahun, bergantung pada perjanjian yang tertuang dalam polis. Manfaat peralihan risiko inilah yang dapat diperoleh konsumen (tertanggung).7

Perusahaan asuransi menawarkan jaminan berupa perjanjian asuransi yang dibuat secara tertulis dalam bentuk akta yang disebut dengan polis. Polis asuransi merupakan sebuah bukti perjanjian tertulis yang dilakukan oleh pihak perusahaan asuransi (penanggung) dengan nasabah pengguna layanan asuransi (tertanggung), yang isinya menjelaskan segala hak dan kewajiban antara kedua belah pihak

6H.M.N. Purwosutjipto, Pengertian Pokok Hukum Dagang Indonesia : Hukum Pertanggungan, (Jakarta: Djambatan, 1990), hlm.47.

7Yusuf Shofie, Perlindungan Konsumen dan Instrumen-instrumen Hukumnya, (Bandung : citrz Aditya Bakti, 2003), hlm. 179.

(12)

tersebut. Polis asuransi akan menjadi bukti tertulis yang sah dalam perjanjian yang dilakukan oleh pihak penanggung dan pihak tertanggung.8

Polis berfungsi sebagai alat bukti tertulis yang menyatakan bahwa telah terjadi perjanjian asuransi antara tertanggung dengan penanggug. Sebagai alat bukti tertulis, isi yang tercantum dalam polis harus jelas, tidak boleh mengandung kata-kata atau kalimat yang memungkinkan perbedaan interpretasi, sehingga mempersulit tertanggung dan penanggung merealisasikan hak dan kewajiban mereka dalam pelaksanaan asuransi. Berdasarkan latar belakang tersebut maka penulisan skripsi ini akan diberi judul “KEWAJIBAN PENANGGUNG DALAM ASURANSI TANGGUNG GUGAT UMUM DALAM MENYELESAIKAN KLAIM TERTANGGUNG PADA POLIS ASURANSI”.

B. Perumusan Masalah

Suatu pengajuan permasalahan bertujuan untuk membatasi ruang lingkup permasalahan agar tidak melebar sehingga akan mengatur tujuan pembahasan, yang dapat dikatakan bahwa pembahasan dapat menjawab permasalahan tersebut.

Adapun permasalahan yang akan dibahas dalam penulisan skripsi ini, yakni sebagai berikut:

1. Bagaimanakah pengaturan asuransi tanggung gugat umum di Indonesia?

2. Bagaimanakah hak dan kewajiban penanggung dan tertanggung dalam asuransi tanggung gugat umum di Indonesia?

8Cermati, Pengertian Polis Asuransi dan Cara Memilih Polis yang Tepat, https://www.cermati.com/artikel/pengertian-polis-asuransi-dan-cara-memilih-polis-yang-tepat, (diakses pada tanggal 29 Agustus 2018)

(13)

3. Bagaimanakah kewajiban penanggung dalam asuransi tanggung gugat umum dalam menyelesaikan klaim tertanggung pada Polis Asuransi ? C. Tujuan dan Manfaat Penulisan

Penulisan dalam rangka penyusunan skripsi ini mempunyai tujuan yang hendak dicapai, sehingga penulisan skripsi ini diharapkan akan lebih terarah serta dapat mengenai sasarannya. Adapun tujuan utama dari penulisan skripsi ini antara lain adalah sebagai sarana untuk melengkapi tugas akhir dalam memenuhi syarat akademik untuk memperoleh gelar Sarjana Hukum pada Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.

Sesuai permasalahan yang diatas adapun tujuan penulisan skripsi ini adalah:

1. Untuk mengetahui pengaturan asuransi tanggung gugat umum di indonesia.

2. Untuk mengetahui hak dan kewajiban penanggung dan tertanggung dalam asuransi tanggung gugat umum di Indonesia

3. Untuk mengetahui kewajiban penanggung dalam asuransi tanggung gugat umum dalam menyelesaikan klaim tertanggung pada polis asuransi

Sedangkan manfaat yang diharapkan dapat diperoleh dari penulisan skripsi ini adalah sebagai berikut:

1. Manfaat secara teoritis

Penulisan skripsi ini diharapkan dapat memberikan sumbangan dan masukan pemikiran di bidang ilmu pengetahuan hukum, khususnya pengetahuan

(14)

ilmu hukum ekonomi dalam bidam perasuransian. Selain itu, diharapkan juga dapat menjadi referensi bagi penelitian selanjutnya.

2. Manfaat secara praktis

Secara praktis diharapkan agar penulisan skripsi ini dapat menjadi bahan masukan bagi masyarakat dan para pihak yang berperan serta yang diharapkan dapat meningkatkan kesadaran dan perannya dalam memberikan perlindungan dan kepastian hukum kepada nasabah dalam setiap proses perjanjian pertanggungan atau polis asuransi yang terjadi di indonesia.

D. Keaslian Penulisan

Berdasarkan hasil penulusuran yang telah dilakukan di perpustakaan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara dan Fakultas Hukum Universitas yang ada di Indonesia baik secara online maupun fisik tidak ditemukan judul berkaitan Kewajiban Penanggung Dalam Asuransi Tanggung Gugat Umum Dalam Menyelesaikan Klaim Tertanggung Pada Polis Asuransi. Namun ada beberapa judul terkait, antara lain:

Faris Danar Saputro (2008) Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret dengan judul Tanggung Jawab Hukum PT. Asuransi Jasa Indonesia Dalam Penyelesaian Klaim Asuransi Pengangkut Barang Laut (Studi Kasus di PT. Asuransi Jasa Indonesia Cabang). Adapun permasalahan dalam penelitian ini adalah:

1. Bagaimana proses penyelesaian klaim asuransi pengangkutan barang di laut oleh PT. Asuransi Jasa Indonesia Cabang Surakarta?

(15)

2. Kendala apa yang dihadapi PT. Asuransi Jasa Indonesia dalam melaksanakan tanggung jawab hukum penyelesaian klaim asuransi pengangkutan barang di laut?

Kesimpulan dalam penilitian pertama, Proses penyelesaian klaim asuransi pengangkutan barang di laut oleh PT. Asuransi Jasa Indonesia, yaitu: laporan klaim tertanggung, penelitian klaim, laporan awal kerugian, survey pendahuluan, analisa pendahuluan, laporan kerugian sementara, independent surveyor/loss adjuster/average adjuster, dokumen pendukung klaim, pengajuan klaim ke kantor pusat, keputusan klaim, laporan penyelesaian klaim, claim recovery. Bentuk pertanggung jawaban yang diberikan oleh PT. Asuransi Jasa Indonesia di dalam penyelesaian klaim asuransi pengangkutan barang di laut adalah dengan memberikan ganti rugi kepada tertanggung sesuai dengan kesepakatan yang telah dicapai antara tertanggung dan penananggung yaitu PT. Asuransi Jasa Indonesia.

Kedua: Kendala yang dihadapi PT. Asuransi Jasa Indonesia dalam melaksanakan tanggung jawab hukum penyelesaian klaim asuransi pengangkutan barang di laut, yaitu laporan klaim lebih dari 3 x 24 jam, besarnya dana yang dibutuhkan untuk adjuster dan surveyor, letak atau lokasi kerugian yang relative jauh, perbedaan fakta antara kondisi polis dengan keadaan sebenarnya, Lack of Document/kurangnya dokumen klaim dan dokumen pendukung, hilangnya barang pada saat kejadian, sehingga sulit menghitung kerugian.

Arti Clara Silaban (2019), Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara, dengan judul Pelaksanaan Klaim Asuransi JiwaTerkait dengan Syarat dan

(16)

Ketentuan Pengajuan Klaim (Studi pada PT.Asuransi Jiwa Generali Indonesia).

Adapun permasalahan dalam penelitian ini adalah:

1. Bagaimana tata cara pengajuan klaim asuransi jiwa pada PT. Asuransi Jiwa Generali Indonesia?

2. Apa sajakah yang menjadi faktor-faktor penyebab terjadinya penolakan klaim asuransi jiwa pada PT. Asuransi Jiwa Generali Indonesia?

3. Bagaimanakah penyelesaian klaim asuransi yang ditolak pada PT.

Asuransi Jiwa Generali Indonesia?

Kesimpulan: Penggantian kerugian pada asuransi jiwa yaitu berupa klaim asuransi jiwa. Tata cara pengajuan klaim pada PT. Asuransi Jiwa Indonesia yaitu terlebih dahulu tertanggung meloporkan atau pengajukan klaim dengan memenuhi syarat dan mengisi formulir klaim yang telah ditentukan perusahaan yaitu informasi tertanggung, informasi penyebab meninggal dunia, dokumen dan data pelengkap lainnya yang telah dituangkan didalam polis asuransi jiwa tersebut.

Setelah itu lalu PT. Asuransi Jiwa memvalidasi dokumen dan melakukan proses klaim yang terdiri dari survei klaim terhadap objek yang mengalami kerugian atau peristiwa yang tidak diinginkan dan memvaliditas klaim apabila telah terbukti kebenaran mengenai klaim lalu perusahaan mengeluarkan dana klaim sesuai yang diperjanjikan dalam polis asuransi.

Dari pernyataan diatas maka judul skripsi “Kewajiban Penanggung Dalam Asuransi Tanggung Gugat Umum Dalam Menyelesaikan Klaim Tertanggung Pada Polis Asuransi”, ternyata berbeda dengan judul-judul yang tertera diatas hal ini dikarenakan rumusan permasalahan yang berbeda-beda.

(17)

E. Tinjauan Pustaka

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI),bahwa yang dimaksud Asuransi adalah perjanjian antara dua pihak. Di dalam perjanjian tersebut, pihak pertama memiliki keharusan untuk memberikan iuran (premi), sementara pihak kedua berkeharusan untuk memberikan jaminan perlindungan sepenuhnya kepada pihak yang membayar iuran tersebut apabila sewaktu-waktu terjadi sesuatu yang menimpah pihak pertama atau barang yang dimiliki oleh pihak pertama, sesuai dengan perjanjian yang telah dibuat atau disepakati.9

1. Asuransi tanggung gugat

Asuransi tanggung gugat adalah produk asuransi yang memberikan jaminan perlindungan kepada tertanggung terhadap risiko yang timbul karena adanya tuntutan dari pihak lain (pihak ketiga) sehubungan dengan aktifitas personal atau perusahaan milik tertanggung. Produk asuransi tanggung gugat tidak lepas dari tanggung jawab hukum pihak ketiga. Tanggung jawab pihak ketiga adalah kewajiban menurut polis yang harus di penuhi tertanggung terhadap pihak ketiga, apabila risiko-risiko yang dijamin oleh polis menyebabkan pihak ketiga tersebut mengalami kerugian.10

Ganti rugi atau kompensasi diberikan kepada pihak ketiga sehubungan dengan kerusakan harta benda (property damage), cedera badan, kerugian keuangan (financial loss), atau kehilangan keuntungan (consequential loss) yang dideritanya. Asuransi tanggung gugat terdiri atas beragam produk, antara lain:11

9KBBI, Indrawan WS, penerbit Lintas Media, Jombang

10Sinarmas, Asuransi Tanggung Gugat http://asuransiumum- jogja.blogspot.com/2010/12/asuransi-tanggung-gugat.html,(diakses tanggal 30 Agustus 2018).

11Ibid..

(18)

a. General liability b. Public liability c. Product liability

d. Comprehensive general liability e. Professional liability

f. Medical malpractice g. Professional indemnity

h. Directors and officers liability

i. Employers liability and workmen's compensation

Prinsip dasar yang perlu diperhatikan dalam kontrak asuransi tanggung gugat ini adalah:12

a. Tuntutan ganti rugi hanya akan dibayarkan oleh penanggung berdasarkan keputusan pengadilan dan bukan berdasarkan keputusan persetujuan bersama antara tertanggung dengan pihak lain.

b. Tidak ada batasan kepada siapa saja pertanggungan ini berlaku, jadi apabila tertanggung melakukan kelalaian dan menyebabkan kerugian kepada pihak ketiga, tidak peduli orang tersebut kaya atau miskin, pejabat atau buruh, orang pribumi atau asing maka pertanggungan tersebut tetap berlaku.

c. Bahwa tindakan tersebut haruslah merupakan suatu kecelakaan, walaupun dalam batas batas tertentu dapat dilakukan untuk tuntutan diluar kecelakaan.

d. Dasar pertanggungan dari asuransi tanggung gugat atau tanggung jawab hukum ini tidak lagi didasarkan pada “caused by accident” akan tetapi lebih kepada “for any occurance” yang menimbulkan tuntutan hukum.

2. Penanggung

Penanggung adalah insurers yaitu pihak yang memiliki izin formal untuk melakukan kegiatan usaha yang berkaitan dengan pengambilalihan resiko pihak lain berdasarkan suatu polis, atas pertanggungan ini, penanggung resiko menerima premi dari pihak lain selaku tertanggung. Lazimnya, penanggung adalah perusahaan asuransi.13

3. Tertanggung

12Asuransi Tanggung Gugat, http://sikapiuangmu.ojk.go.id/id/article/119/asuransi tanggung-gugat (diakses tanggal 30 Agustus 2018).

13Kamus BI, Kamus Bisnis dan Bank. http://www.mediabpr.com/kamus-bisnis- bank/penanggung.aspx (diakses tanggal 30 Agustus 2018).

(19)

Menurut Pasal 1 UU Perasuaransian, Tertanggung adalah pihak yang menghadapi risiko sebagaimana diatur dalam perjanjian asuransi atau perjanjian reasuransi.14

4. Klaim asuransi

Klaim asuransi adalah sebuah permintaan resmi kepada perusahaan asuransi, untuk meminta pembayaran berdasarkan ketentuan perjanjian. Klaim asuransi yang diajukan akan ditinjau oleh perusahaan untuk validitasnya dan kemudian dibayarkan kepada pihak tertanggung setelah disetujui.15

5. Polis asuransi

Polis Asuransi adalah polis atau perjanjian asuransi, atau dengan nama apa pun, serta dokumen lain yang merupakan satu kesatuan tidak terpisahkan dengan perjanjian asuransi, termasuk tanda bukti kepesertaan asuransi bagi pertanggungan kumpulan, antara pihak penanggung dan pihak pemegang polis atau tertanggug.16 F. Metode Penulisan

Metode adalah cara kerja atau tata kerja untuk dapat memahami obyek yang menjadi sasaran dari ilmu pengetahuan yang bersangkutan.17 Sedangkan penelitian merupakan suatu kerja ilmiah yang bertujuan untuk mengungkapkan kebenaran secara sistematis, metodologis dan konsisten.18 Penelitian hukum merupakan suatu kegiatan ilmiah yang didasarkan pada metode, sistematika dan

14 Pasal 1 angka 23,Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2014 tentang Perasuransian.

15Ilmihandayanip.blogspot.com/2013/04/pengertian-premi-asuransi-polis.html (diakses tanggal 30 Agustus 2018).

16Pasal 1 Angka 1 Keputusan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 422/KMK.06/2003 tentang penyelenggaraan Usaha Asuransi dan Perusahaan Reasuransi

17Soerjono Soekanto, Ringkasan Metodologi Penelitian Hukum Empiris (Jakarta:

Indonesia Hillco, 1990), hlm. 106.

18Soerjono Soekanto dan Sri Mumadji, Penelitian Hukum Normatif Suatu Tinjauan Singkat (Jakarta : Rajagrafindo Persada, 2001), hlm. 1.

(20)

pemikiran tertentu yang bertujuan untuk mempelajari sesuatu atau beberapa gejala hukum tertentu dengan cara menganalisanya,19 serta menganalisis fakta-fakta secara cermat dengan aturan hukum positif yang telah ada.

Berdasarkan perumusan masalah dalam menyusun skripsi ini, jenis penelitian yang digunakan adalah jenis penelitian hukum normatif. Penelitian hukum normatif yaitu metode atau cara meneliti bahan pustaka yang ada. Tahapan pertama penelitian hukum normatif adalah penelitian yang ditujukan untuk mendapatkan hukum objektif (norma hukum), yaitu dengan mengadakan penelitian terhadap masalah hukum. Tahapan kedua penelitian hukum normatif adalah penelitian yang ditujukan untuk mendapatkan hukum subjektif (hak dan kewajiban).

Sifat dari penulisan skripsi ini adalah bersifat deskriptif. Deskriptif artinya bertujuan untuk menggambarkan secara cermat karakterisitk dari fakta-fakta (individu, kelompok, atau keadaan), dan untuk menentukan frekuensi sesuatu yang terjadi20 baik fenomena alamiah maupun fenomena buatan manusia.

Penelitian deskriptif merupakan penelitian yang berusaha mendeskripsikan dan menginterpretasikan sesuatu, misalnya kondisi atau hubungan yang ada, pendapat yang berkembang, proses yang sedang berlangsung, akibat atau efek yang terjadi, atau tentang kecendrungan yang tengah berlangsung.21

19Bambang Waluyo, Penelitian Hukum, dalam Praktek (Jakarta: Sinar Grafika, 1996), hlm. 6.

20Rianto Adi, Metode Penelitian Sosial dan Hukum (Jakarta: Garanit, 2004), hlm. 58.

21Ibid.

(21)

Metode pendekatan yang digunakan dalam penelitian normatif ini menggunakan metode pendekatan yuridis yang bertujuan untuk mengerti dan memahami gejala yang di teliti

1. Data penelitian

Materi dalam skripsi ini diambil dari data-data sekunder. Adapun data-data sekunder yang dimaksud adalah:

a. Bahan hukum primer

Yaitu dokumen peraturan yang mengikat dan ditetapkan oleh pihak yang berwenang. Dalam tulisan ini diantaranya Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2011 tentang Otoritas Jasa keuangan, Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2014 tentang Usaha Perasuransian, Peraturan Pemerintah Nomor 73 Tahun 1992 tentang Penyelesaian Usaha Perasuransian, Kitab Undang-Undang Hukum Pedata, Kitab Undang-Undang Hukum Dagang

b. Bahan hukum sekunder

Bahan hukum sekunder, merupakan bahan yang memberikan penjelasan tentang bahan hukum primer meliputi buku-buku teks, kamus-kamus hukum, jurnal- jurnal hukum dan komentar-komentar atas putusan pengadilan yang terkait dalam penelitian ini22

2. Teknik pengumpulan data

Untuk memperoleh suatu kebenaran ilmiah dalam penulisan skripsi, maka digunakan metode pengumpulan data dengan cara studi kepustakaan, yaitu mempelajari dan menganalisis secara sistematis digunakan buku-buku, surat

22Peter Mahmud Marzuki, Penelitian Hukum (Jakarta: Prenada Media, 2005) hlm. 141.

(22)

kabar, makalah ilmiah, majalah, internet, peraturan perundang-undangan dan bahan-bahan lain yang berhubungan dengan materi yang dibahas dalam skripsi ini.23

3. Analisis data

Metode yang digunakan untuk menganalisis data adalah analisis kualitatif24, yaitu data yang diperoleh kemudian disusun secara sistematis dan selanjutnya dianalisis secara kualitatif untuk mencapai kejelasan masalah yang akan dibahas dan hasilnya tersebut dituangkan dalam bentuk skripsi. Metode kualitatif dilakukan guna mendapatkan data yang deskriptif, yaitu data-data yang akan diteliti dan dipelajari sesuatu yang utuh.

G. Sistematika Penulisan

Sistem penulisan untuk mengahasilkan karya ilmiah yang baik, sehingga pembahasan didalamnya harus disusun secara sistematis. Untuk memudahkan penulisan skripsi ini, maka diperlukan adanya penguraian alam bab per bab secara teratur dan berkaitan satu sama lain. Adanya sistematika penulisan skripsi ini adalah:

BAB I PENDAHULUAN

Bab ini merupakan bab pendahuluan yang isinya menguraikan tentang latar belakang pengangkatan judul skripsi, perumusan masalah, tujuan dan manfaat penulisan, keaslian judul, tinjauan pustaka, metode penulisan dan sistematika penulisan.

23Soerjono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum (Jakarta: UI Press, 1986), hlm. 24.

24 Ibid, hlm. 250.

(23)

BAB II PENGATURAN ASURANSI TANGGUNG GUGAT UMUM DI INDONESIA

Dalam bab ini yang akan dibahas mengenai sejarah perkembangan pengaturan asuransi di Indonesia, pengertian asuransi tanggung gugat umum, prinsip-prinsip asuransi tanggung gugat umum, pengaturan asuransi tanggung gugat umum berdasarkan Undang-undang Nomor 40 Tahun 2014

BAB III HAK DAN KEWAJIBAN PENANGGUNG DAN

TERTANGGUNG DALAM ASURANSI TANGGUNG GUGAT UMUM DI INDONESIA

Dalam bab ini yang akan dibahas mengenai kedudukan para pihak dalam asuransi tanggung gugat umum, hak dan kewajiban penanggung dan tertanggung dalam asuransi tanggung gugat umum di indonesia, ketentuan-ketentuan yang mengatur penetapan ganti rugi dalam polis asuransi tanggung gugat umum

BAB IV KEWAJIBAN PENANGGUNG DALAM ASURANSI

TANGGUNG GUGAT UMUM UNTUK

MENYELESAIKAN KLAIM TERTANGGUNG

BERDASARKAN UU NO 40 TAHUN 2014

Dalam bab ini yang akan dibahas mengenai proses pengajuan klaim dalam asuransi tanggung gugat umum, kewajiban penanggung dalam asuransi tanggung gugat

(24)

umum untuk menyelesaikan klaim tertanggung berdasarkan Undang-undang Nomor 40 Tahun 2014, penyelesaian klaim tertanggung dalam asuransi tanggung gugat umum

BAB V PENUTUP

Bab ini adalah bab penutup, yang merupakan bab terakhir dimana akan diberikan kesimpulan dan saran mengenai permasalahan yang dibahas.

(25)

BAB II

PENGATURAN ASURANSI TANGGUNG GUGAT UMUM DI INDONESIA

A. Sejaran Perkembangan Pengaturan Asuransi Di Indonesia 1. Sejarah Perasuransian

Munculnya perusahaan-perusahaan asuransi modern saat ini tidak bisa lepas dari perkembangan atau sejarah perasuransian di masa lalu. Pada dasarnya setiap Negara memiliki sejarah perasuransian yang berbeda, namun berdasarkan catatan sejarah, cikal bakal atau perkembangan usaha perasuransian pertama kali telah mulai dipraktikan di Babylonia, yang selanjutnya berkembang dan dikenal di negara-negara lainnya, seperti Eropa, Amerika, dan Asia, termasuk Indonesia.

Kerajaan yunani di bawah pemerintahan Alexander The great (356-323 BC) ada mempunyai seorang menteri keuangan bernama Antimenes. Pada saat itu Antimenes memerlukan sangat banyak uang untuk membiayai pemerintahannya pada waktu itu. Untuk mendapatkan uang tersebut Antimenes mempunyai suatu gagasan yaitu supaya orang-orang kaya di negeri itu mendaftarkan budak-budak beliannya dan membayar sejumlah uang setiap tahunnya kepada Antimenes.

Sebagai balasannya, Antimenes menjanjikan kepada mereka jika ada budak yang melarikan diri, maka dia akan memerintahkan untuk mencari budak itu dan ditangkap, jika budak itu tidak dapat ditangkap, maka Antimenes akan mengganti rugi dengan sejumlah uang sesuai dengan harga dari budak yang lari tersebut.25

25 Wirjono Prodjodikoro, Hukum Asuransi di Indonesia, pen. PT. Intermasa, Cet.

Keempat, 1972, hlm. 15

(26)

Apabila ditelaah dengan teliti, uang yang diterima oleh Antimenes dari pemilik budak itu adalah semacam premi yang diterima dari tertanggung, sedangkan kesanggupan Antimenes untuk menangkap budak yang melarikan diri atau membayar ganti kerugian karena budak yang hilang adalah semacam resiko yang dipikul oleh penanggung. Perjanjian ini mirip dengan asuransi kerugian.

Masih pada masa Yunani, ada kebiasaan para warganya untuk meminjamkan uang kepada pemerintah kota praja dengan janji bahwa pemilik uang akan diberi manfaat berupa bunga setiap bulan hingga sang pemilik uang tersebut meninggal dunia. Bahkan kepada ahli waris juga diberikan santunan berupa bantuan biaya penguburan. Perjanjian seperti ini memiliki kesamaan dengan asuransi jiwa. Bedanya hanya pada pembayaran premi dan santunan. Pada asuransi jiwa, tertanggung yang membayar premi setiap bulan, bila terjadi kematian atau asuransi jiwa berakhir tanpa kematian, tertanggung memperoleh dari penanggung. Pada pinjaman pemerintah kota praja, pemerintah membayar bunga setiap bulan kepada pemilik uang serta biaya penguburan bila pemilik uang meninggal dunia.26

Perjanjian seperti ini terus berkembang pada zaman Romawi sampai tahun ke-10 sesudah Masehi. Pada waktu itu dibentuk perkumpulan (collegium cultorum dianae et antinoi). Setiap anggota perkumpulan harus membayar uang pangkal dan uang iuran bulanan. Apabila ada anggota perkumpulan yang meninggal dunia, perkumpualan memberikan bantuan biaya penguburan yang disampaikan kepada ahli warisnya. Apabila ada anggota perkumpulan yang pindah ke tempat lain,

26Djoko Prakoso dan I Ketut Murtika, Hukum Asuransi Indonesia, (Jakarta: Rineka Cipta, 2004). hlm. 59.

(27)

perkumpulan memberikan bantuan biaya perjalanan. Apabila ada anggota perkumpulan yang mengadakan upacara tertentu, perkumpulan memberikan bantuan biaya upacara.

Peristiwa-peristiwa hukum yang telah diuraikan diatas terus berkembang pada abad pertengahan. Di inggris sekelompok orang yang mempunyai profesi sejenis membentuk 1 (satu) perkumpulan yang disebut gilde. Perkumpulan ini bertujuan mengurus kepentingan para anggotanya. Apabila ada gilde yang kebakaran rumah, maka gilde akan memberikan bantuan dana yang diambil dari pengumpulan kas dari para anggotanya. Perjanjian ini banyak terjadi pada abad ke-9 Masehi dan mirip dengan asuransi kebakaran.27

Bentuk perjanjian ini lebih lanjut berkembang di Denmark, Jerman, dan Negara-negara Eropa lainnya sampai pada abad ke-12. Pada abad ke-13 dan abad ke-14 perdagangan melalui laut mulai berkembang pesat. Akan tetapi, tidak sedikit bahaya yang mengancam dalam pernalanan perdagangan melalui laut.

Keadaan ini mulai terpikir oleh para pedagang waktu itu untuk mencari upaya dapat mengatasi kemungkinan kerugian yang timbul melalui laut. Inilah titik awal perkembangan asuransi kerugian laut.28

Untuk kepentingan perjalanan melalui laut, pemilik kapal meminjam sejumlah uang dari pemilik uang dengan bunga tertentu, sedangkan kapal dan barang muatannya dijadikan jaminan. Dengan ketentuan, apabila kapal dan barang muatannya rusak atau tenggelam, uang dan bunganya tidak usah dibayar kembali.

Akan tetapi, apabila kapal dan barang muatannya tiba dengan selamat ditempat

27Abdulkadir Muhammad, Hukum Asuransi Indonesia, Cetakan ke-4, (Bandung: PT Citra Aditya Bakti, 2006), hlm. 2

28Ibid hlm. 2

(28)

tujuan, uang yang dipinjam itu dikembalikan ditambah dengan bunganya. Ini disebut bodemerij. Dengan demikian, dapat dipahami bahwa bunga yang dibayar itu seolah-olah berfungsi sebagai premi, sedangkan pemilik uang berfungsi sebagai pihak yang menanggung resiko kehilangan uang dalam hal terjadi bahaya yang menimbulkan kerugian, jadi uang hilang itu dianggap seolah-olah sebagai ganti kerugian kepada pemilik kapal dan barang muatannya. Karena, itu ada larangan menarik bunga oleh agama Nasrani yang dianggap sebagai riba, maka pola perjanjian peminjaman uang itu, pemberi pinjaman tidak perlu memberikan sejumlah uang lebih dahulu kepada pemilik kapal dan barang muatannya, tetapi setelah benar-benar terjadi bahaya yang menimpah kapal dan barang muatannya, barulah dapat diberikan sejumlah uang.

Namun, pada permulaan berlayar pemilik kapal dan barang muatannya perlu menyetor sejumlah uang kepada pemberi pinjaman sebagai pihak yang menaggung. Dengan ketentuan apabila tidak terjadi peristiwa yang meruugikan, maka uang yang sudah disetor itu menjadi hak pemberi pinjaman. Jadi fungsi uang setoran tersebut mirip dengan premi asuransi.29

Demikianlah permulaan perkembangan asuransi pada pengangkutan laut.

Asuransi ini berkembang pesat terutama di Negara-negara pantai (coastal countries), seperti Inggris, Perancis, Belanda, Jerman, Denmark, dan lain-lain.

Sesudah abad pertengahan, bidang asuransi laut dan asuransi kebakaran mengalami perkembangan yang sangat pesat terutama di Negara-negara Eropa Barat, seperti di inggris pada abad ke-17, kemudian di Perancis pada abad ke-18,

29Ibid. hlm. 3

(29)

dan terus ke negeri Belanda. Perkembangan pesat asuransi laut di Negara-negara tersebut dapat dimaklumi karena Negara-negara tersebut banyak berlayar melalui laut dari dan ke Negara-negara seberang laut (overseas countries) terutama daerah-daerah jajahan mereka.

Disaat pembentukan Code de Commerce Perancis awal abad ke-19, asuransi laut dimasukkan dalam kodifikasi. Pada waktu pembentukan Wetboek Van Koophandel Nederland, disamping asuransi laut dimasukkan juga asuransi kebakaran, asuransi hasil panen, dan asuransi jiwa. Sementara di inggris, Asuransi laut diatur secara khusus dalam Undang-undang Asuransi Laut (Marine Insurance act) yang dibentuk pada tahun 1906. Berdasarkan asas konkordansi, Wetboek Van Koophandel Nederland diberlakukan pula di Hindia Belanda melalui Staatsblad Nomor 23 Tahun 1847.30

Perkembangan ilmu dan teknologi yang pesat pada abad ke-20 berdampak positif pada perkembangan usaha bidang perasuransian. Kegiatan usaha tidak hanya bidang asuransi, tetapi juga bidang penunjang asuransi. Pembangunan bidang prasarana transportasi sampai ke daerah pelosok mendorong perkembangan sarana transportasi darat, laut, dan udara serta meningkatkan mobilitas penumpang dari suatu daerah ke daerah bahkan Negara lain. Ancaman bahaya lalu lintas juga makin meningkat, sehingga kebutuhan perlindungan terhadap barang muatan dan jiwa penumpang juga meningkat. Keadaan ini mendorong perkembangan perusahaan asuransi kerugian dan asuransi jiwa serta asuransi sosial (social security insurance).

30Ibid. hlm. 4

(30)

Pembangunan bidang ekonomi ditandai oleh munculnya perusahaan besar yang memerlukan banyak modal melalui kredit, bangunan kantor, tenaga kerja yang membutuhkan jaminan perlindungan dari ancaman bahaya kemacetan, kebakaran, dan kecelakaan kerja. Hal ini mendorong perkembangan asuransi kredit, asuransi kecelakaan, dan asuransi tenaga kerja. Perkembangan di bidang teknologi satelit komunikasi juga memerlukan perlindungan dari ancaman kegagalan peluncuran dan berfungsinya satelit, sehingga perlu diasuransikan. Hal ini pernah terjadi ketika Indonesia meluncurkan satelit Palapa B2 yang gagal masuk garis orbit. Karena kegagalan tersebut, Indonesia mengklaim dan mendapat ganti kerugian dari perusahaan asuransi yang bersangkutan.

` Perkembangan usaha perasuransian mengikuti perkembangan ekonomi masyarakat. Makin tinggi pendapatan per kapita masyarakat, makin mampu masyarakat memiliki harta kekayaan dan makin dibutuhkan pula perlindungan keselamatan dari ancaman bahaya. Karena pendapatan masyarakat meningkat, maka kemampuan membayar premi asuransi juga meningkat. Dengan demikian, usaha perasuransian juga berkembang. Kini banyak sekali jenis asuransi yang berkembang dalam masyarakat yang meliputi asuransi kerugian, asuransi jiwa, dan asuransi social yang diatur dalam berbagai Undang-undang. Khusus mengenai asuransi sosial bukan didasarkan pada perjanjian, melainkan diatur dengan Undang-undang sebagai asuransi wajib (compulsory insurance).31

31Ibid. hlm.5

(31)

2. Perkembangan Asuransi di Indonesia

Asuransi modern baru masuk di Indonesia pada masa penjajahan Belanda yang dipicu oleh keberhasilan perusahaan dari negara tersebut di sektor perkebunan dan perdagangan. Masuknya asuransi di Indonesia diawali dengan berdirinya sebuah perusahaan asuransi Belanda, De Nederlanden van 1845. Di Indonesia, oleh orang Belanda didirakan sebuah perusahaan asuransi jiwa pertama dengan nama Nederlandsch Indische Leven Verzekering En Liefrente Maatschappij (NILMIY) dimana perusahaan ini terkahir di ambil alih oleh pemerintah Indonesia dan berubah menjadi PT Asuransi Jiwasraya. Pada 1853 terdapat perusahaan asuransi kerugian pertama Indonesia, yaitu Bataviasche Zee End Brand Asurantie Maatchappij. Pada 1912 didirikan perusahaan asuransi jiwa bernama Asuransi Jiwa Boemi Poetra 1912.32

Ditahun 1973 Perusahaan Negara Asuransi Bendasraya digabungkan dengan PT Umum Internasional Underwriter menjadi PT Asuransi Jasindo untuk kesejahteraan rakyat, pemerintah juga mendirikan perusahaan asuransi social yang melaksanakan kegiatan berdasarkan ketentuan perundang-undangan, yaitu:33

1. Asuransi Jasa Raharja untuk asuransi kecelakaan penumpang dan lalu lintas jalan raya

2. Perum Taspen untuk tabungan dan Asuransi Pegawai Negeri

3. Perum Asabri untuk Anggota Angkatan Bersenjata Republik Indonesia 4. Jamsostek, yaitu asuransi kecelakaan tenaga kerja perusahaan swasta.

Sejarah berdirinya asuransi syariah di Indonesia baru muncul pada 1994 bersamaan dengan diresmikannya PT Asuransi Takaful Keluarga dan PT Asuransi

32Mulhadi, Dasar-dasar Hukum Asuransi, Cetakan ke-1, (Depok: Rajawali Pers, 2017), hlm.18

33IgnatiusRusmanY.S,PengantarAsuransi,https://www.aca.co.id/cmsprd/uploads/C_101

%20Sejarah%20dan%20Perkembangan%20Asuransi%201504667223.pdf

(32)

Takaful Umum pada 1995. Kedua saham perusahaan tersebut dimiliki oleh PT Asuransi Takaful Indonesia sebagai holding company, yang sahamnya dimiliki oleh PT Abdi Bangsa, PT Bank Muamalat Indonesia, ormas-ormas Islam, dan pengusaha Muslim.

Berkembangannya industri asuransi berbasis syariah mendorong perusahaan asuransi besar yang sudah lebih dulu memasuki dan menawarkan berbagai produk asuransi juga mulai melirik serta memasukkan produk asuransi syariah sebagai bagian dalam daftar penawaran setiap agen asuransinya. Hal ini dilakukan mengingat Indonesia merupakan Negara yang mayoritas penduduknya adalah beragama islam. Seperti yang dilakukan oleh dua perusahaan asuransi, yaitu PT Allianz Indonesia dan PT Prudential Life Assurance yang sudah lebih dulu memasuki area bisnis di Indonesia.

Perusahaan asuransi dari tahun ke tahun akan terus berkembang, dan seiring dengan perkembangan tersebut lemabaga asuransi akan semakin banyak pula. Hal itu terjadi karena populasi manusia yang semakin tidak terkendali sehingga kebutuhan akan perlindungan baik dari segi jiwa atau harta juga akan terus meningkat.

Berdasarkan Pasal 6B ayat (1) dan (2) peraturan pemerintah Nomor 81 Tahun 2008 tentang Perubahan Ketiga Atas Peraturan Pemerintah Nomor 73 Tahun 1991 tentang Perasuransian bahwa pada akhir 2010 perusahaan asuransi jiwa dan umum harus memiliki modal paling sedikit Rp 40 miliar dengan tambahan ekuitas Rp 25 miliar, jika memiliki unit Syariah. Modal Perusahaan

(33)

Reasuransi minimal Rp 100 miliar dengan tambahan Rp 50 miliar untuk unit syariah.34

B. Ruang Lingkup Perasuransian 1. Pengertian

Asuransi merupakan suatu sistem atau tindakan untuk melimpahkan, mengalihkan, atau mentransfer risiko yang ditanggung kepada pihak lain dengan syarat melakukan pembayaran premi dalam rentang waktu tertentu secara teratur sebagai ganti polis yang menjamin perlindungan terhadap risiko yang dimungkinkan terjadi di masa depan seiring dengan ketidakpastian itu sendiri.35

Pengertian asuransi sebagaimana tercantum di dalam Kitab Undang- Undang Hukum Dagang (selanjutnya disebut KUHD) yaitu “asuransi atau pertanggungan adalah suatu perjanjian, dengan mana seorang penanggung mengikatkan diri kepada seorang tertanggung, dengan menerima suatu premi, untuk memberikan penggantian kepadanya karena suatu kerugian, kerusakan atau kehilangan keuntungan yang diharapkan, yang mungkin akan dideritanya karena suatu peristiwa yang tidak tentu.36

Undang-undang Nomor 40 Tahun 2014 Tentang Perasuransian Khususnya Pasal 1 angka 1 huruf a dan b menyatakan:

Asuransi adalah perjanjian antara dua pihak, yaitu perusahaan asuransi dan pemegang polis, yang menjadi dasar bagi penerimaan premi oleh perusahaan asuransi sebagai imbalan untuk :

34Delapan Perusahaan Asuransi Terancam Ditutup”, Jumat, 7 Januari 2011, dalam http://www.tempo.co/read/news/2011/01/07/088304589/Delapan-Perusahaan-Asuransi-Terancam- Ditutup. (Diakses pada 2 Agustus 2018)

35Zian Farodis, Buku Pintar Asuransi, (Jogjakarta: Penerbit Laksana, 2014), hlm. 11

36Pasal 246, Kitab Undang-Undang Hukum Dagang.

(34)

1. Memberikan penggantian kepada tertanggung atau pemegang polis karena kerugian, kerusakan, biaya yang timbul, kehilangan keuntungan, atau tanggung jawab hukum kepada pihak ketiga yang mungkin diderita tertanggung atau pemegang polis karena terjadinya suatu peristiwa yang tidak pasti ; atau

2. Memberikan pembayaran yang didasarkan pada meninggalnya tertanggung atau pembayaran yang didasarkan pada hidupnya tertanggung dengan manfaat yang besarnya telah ditetapkan dan/atau didasarkan pada hasil pengelolaan dana.

Pada Bab II UU Perasuransian baru, mulai Pasal 2 sampai Pasal 5 mengenai ruang lingkup perasuransian yakni sebagai berikut:

1. Perusahaan asuransi umum

Perusahaan asuransi umum hanya dapat menyelenggarakan usaha asuransi umum dan usaha reasuransi. Usaha reasuransi umum adalah usaha jasa pertanggungan risiko yang memberikan penggantian kepada tertanggung atau pemegang polis karena kerugian, kerusakan, biaya yang timbul, kehilangan keuntungan, atau tanggung jawab hukum kepada pihak ketiga yang mungkin diderita tertanggung atau pemegang polis karena terjadinya suatu peristiwa yang tidak pasti, termasuk lini asuransi kesehatan dan lini asuransi kecelakaan diri.

2. Perusahaan asuransi jiwa

Perusahaan yang menyelenggarkan jasa penaggulangan risiko yang memberikan pembayaran kepada pemegang polis, tertanggung atau pihak lain yang berhak dalam hal tertanggung meninggal dunia atau tetap hidup, atau pembayaran lain kepada pemegang polis, tertanggung, atau pihak lain yang berhak pada waktu tertentu yang diatur dalam perjanjian, yang besarnya telah ditetapkan dan/atau didasarkan pada hasil pengelolaan dana.

3. Perusahaan reasuransi

Perusahaan ini hanya dapat menyelenggarakan usaha reasuransi.

Usaha reasuransi adalah usaha jasa pertanggungan ulang terhadap risiko yang dihadapi oleh perusahaan asuransi, perusahaan penjamin, atau perusahaan reasuransi lainnya.

4. Perusahaan asuransi umum syariah

Perusahaan ini hanya dapat menyelenggarakan usaha asuransi umum syriah, termasuk lini usaha asuransi kesehatan berdasarkan prinsip syariah, dan usaha reasuransi syariah untuk risiko perusahaan asuransi umum syariah lain.

5. Perusahaan asuransi jiwa syariah

Perusahaan ini hanya dapat menyelenggarakan usaha asuransi jiwa syariah termasuk lini usaha anuitas berdasarkan prinsip syariah, lini usaha asuransi kesehatan berdasarkan prinsip syariah, dan lini usaha asuransi kecelakaan diri berdasarkan prinsip syariah.

6. Perusahaan reasuransi syariah

(35)

Perusahaan ini hanya dapat menyelenggarakan usaha reasuransi syariah.

usaha reasuransi syariah adalah pengelolaan resiko berdasarkan prinsip syariah atas risiko yang dihadapi oleh peusahaan asuransi syariah, perusahaan penjamin syariah, atau perusahaan reasuransi syariah lainnya.

Usaha asuransi yang menganut prinsip syariah lebih rinci lagi diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor 18/PMK.010/2010 tentang Penerapan Prinsip Dasar Penyelenggaraan Usaha Asuransi dan Usaha Reasuransi Dengan Prinsip Syariah. Berdasarkan peraturan menteri keuangan ini dijelaskan asuransi berdasarkan prinsip syariah adalah usaha saling tolong menolonh (ta’awuni) dan melindungi (takafuli) diantara para peserta melalui pembentukan kumpulan dana (dana tabarru’) yang dikelola sesuai dengan prinsip syariah untuk menghadapi risiko tertentu.

7. Perusahaan pialang asuransi

Perusahaan ini hanya dapat menyelenggarakan usaha pialang asuransi yaitu usaha jasa konsultasi dan/atau keperantaraan dalam penutupan asuransi atau asuransi syariah serta penanganan penyelesaian klaimnya dengan bertindak untuk dan atas nama pemegang polis, tertanggung, atau polis.

8. Perusahaan pialang reasuransi

Perusahaan ini hanya dapat menyelenggarakan usaha pialang reasuransi.

Usaha pialang reasuransi adalah jasa kosultasi dan/atau keperantaraan dalam penempatan reasuransi atau penempatan reasuransi syariah serta penanganan penyelesaian klaimnya dengan bertindak untuk dan atas nama perusahaan asuransi, perusahaan asuransi syariah, perusahaan penjaminan, perusahaan penjaminan syariah, perusahaan reasuransi, atau perusahaan reasuransi syariah yang melakukan penempatan reasuransi atau reasuransi syariah.

9. Perusahaan penilai kerugian asuransi

Perusahaan ini hanya dapat menyelenggarakan usaha penilai kerugian asuransi yaitu usaha jasa penilaian klaim dan/atau jasa konsultasi atas objek asuransi.

Perjanjian asuransi, pada dasarnya merupakan suatu perjanjian yang memmpunyai karakteristik yang dengan jelas akan memberikan suatu cirri khusus, apabila dibandingkan dengan jenis perjanjian yang lain. Hal ini secara jelas dibahas dalam buku-buku anglo saxon antara lain sebagai berikut:37

1. Perjanjian asuransi adalah perjanjian yang bersifat aleatary, bahwa perjanjian ini merupakan perjanjian yang prestasi penanggung masih harus

37Sri Rezeki Hartono, Hukum Asuransi Dan Perusahaan Asuransi, Cetakan Pertama, (Jakarta: Sinar Grafika, 1992, hlm.92)

(36)

digantungkan pada suatu peristiwa yang belum pasti, sedangkan prestasi tertanggung sudah pasti, meskipun tertanggung sudah memenuhi prestasinya dengan sempurna, pihak penanggung belum pasti berprestasi dengan nyata.

2. Perjanjian asuransi adalah perjanjian bersyarat (conditional), bahwa perjanjian ini merupakan suatu perjanjian yang prestasi penanggung hanya akan terlaksana apabila syarat-syarat yang ditentukan dalam perjanjian dipenuhi. Pihak tertanggung pada satu sisi tidak berjanji untuk memenuhi syarat, tetapi ia tidak dapat memaksa penanggung melaksanakannya, kecuali dipenuhi syarat-syarat.

3. Perjanjian asuransi adalah perjanjian yang bersifat sepihak (unilateral), bahwa perjanjian ini menunjukan bahwa hanya satu pihak saja yang memberikan janji yaitu pihak penanggung. Penaggung memberikan janji akan mengganti suatu kerugian, apabila pihak tertanggung sudah membayar premi dan polis sudah berjalan, sebaliknya tertanggung tidak menjanjikan suatu apapun.

4. Perjanjian asuransi adalah perjanjian yang bersifat pribadi (personal), bahwa kerugian yang timbul harus merupakan kerugian orang perorangan, secara pribadi, bukan kerugian kolektif ataupun kerugian masyarakat luas.

Kerugian yang sifatnya pribadi itulah nanti yang akan diganti oleh penanggung.

5. Perjanjian asuransi adalah perjanjian yang melekat pada syarat penanggung (adhesion), karena di dalam perjanjian asuransi pada hakikatnya syarat dan kondisi perjanjian hampir seluruhnya ditentukan diciptakan oleh penanggung/perusahaan asuransi sendiri, dan bukan karena adanya kata sepakat yang murni atau menawar. Oleh karena itu dapat dianggap bahwa kondisi perjanjian asuransi sebagian terbesar ditentukan secara sepihak oleh penanggung sehingga penanggung dianggap sebagai penyusun perjanjian dan seharusnya mengetahui apabila timbul pengertian yang tidak jelas, harus diuntungkan pihak tertanggung.

6. Perjanjian asuransi adalah perjanjian dengan syarat itikad baik yang sempurna, maksudnya ialah bahwa perjanjian asuransi merupakan perjanjian dengan keadaan bahwa kata sepakat dapat tercapai/negosiasi dengan posisi masing-masing mempunyai pengetahuan yang sama mengenai fakta, dengan penilaian sama penelaahannya untuk memperoleh fakta yang sama pula, sehingga dapat bebas dari cacat-cacat tersembunyi

Dari definsi asuransi diatas dapat ditarik kesimpulan:

1. Perusahaan asuransi merupakan perusahaan penanggung yang berhak menerima premi sebagai pembayaran dari tertanggung, dimana premi ini

(37)

digunakan untuk melakukan kewajibannya, yaitu membayar ganti rugi kepada tertanggung.

2. Pihak tertanggung memiliki kewajiban membayar premi kepada perusahaan asuransi sebagai tanda pengalihan risiko tertanggung kepada penanggung, dan berhak atas ganti rugi dari pihak penanggung jika terjadi hal-hal merugikan yang disyaratkan.

3. Asuransi merupakan suatu lembaga keuangan yang melakukan penanggungan atas risiko pihak lain.

Perjanjian asuransi dilihat dari bentuknya merupakan perjanjian konsensual. Perjanjian konsensual adalah perjanjian yang sudah terbentuk sejak adanya kata sepakat. Asas konsensualisme ini dalam hukum perjanjian bahwa semua perjanjian yang dibuat secara sah berlaku sebagai undang-undang bagi mereka yang membuatnya dan perjanjian harus dilakukan dengan adanya itikad baik.38

Secara umum bahwa perjanjian asuransi mempunyai tujuan utama untuk memberi ganti rugi, sehingga perjanjian asuransi dapat diartikan sebagai perjanjian ganti rugi. Asuransi memiliki beberapa teori tujuan utama yaitu:39

a. Teori pengalihan resiko

Menurut teori ini, tertanggung menyadari bahwa ada ancaman bahaya terhadap harta kekayaan miliknya atau terhadap jiwanya. Jika bahaya tersebut

38Pasal 1338 Kitab Undang-undang Hukum Perdata

39Abdulkadir Muhammad, Op.Cit., hlm. 12

(38)

menimpa harta kekayaan atau jiwanya, dia akan menderita kerugian atau korban jiwa atau cacat raganya. Secara ekonomi, kerugian material atau korban jiwa atau cacat raga akan mempengaruhi perjalanan hidup seseorang atau ahli warisnya.

Tertanggung sebagai pihak yang terancam bahaya merasa berat memikul beban resiko yang sewaktu-waktu dapat terjadi. Untuk mengurangi atau menghilangkan beban resiko tersebut, pihak tertanggung berupaya mencari jalan kalau ada pihak lain yang bersedia mengambil alih beban resiko ancaman bahaya dan dia sanggup membayar kontra prestasi yang disebut premi.

Tertanggung mengadakan asuransi dengan tujuan mengalihkan resiko yang mengancam harta kekayaan atau jiwanya. Dengan membayara sejumlah premi kepada perusahaan asuransi (penaggung), sejak itu pula resiko beralih kepada penanggung. Apabila sampai berakhirnya jangka waktu asuransi tidak terjadi peristiwa yang merugikan, penanggung beruntung memiliki dan menikmati premi yang telah diterimanya dari tertanggung.40

Berbeda asuransi kerugian, pada asuransi jiwa apabila sampai berakhirnya jangka waktu asuransi tidak terjadi peristiwa kematian atau kecelakaan yang menimpa dari tertanggung, maka tertanggung akan memperoleh pengembalian sejumlah uang dari penanggung sesuai dengan isi perjanjian asuransi. Premi yang dibayar oleh tertanggung itu seolah-olah sebagai tabungan kepada penanggung.

Timbulnya perbedaaan dengan asuransi kerugian karena pembayaran premi pada asuransi jiwa dilakukan secara berkala biasanya secara bulanan. Dalam jangka waktu yang cukup lama premi yang disetor kepada penanggung dapat berfungsi

40Ridwan Khairandy, Pengantar Hukum Dagang, (Yogyakarta: UII Pers, 2006). hlm. 199

(39)

sebagai modal usaha dengan mana tertanggung diberi hak untuk menikmati hasilnya setelah jangka waktu asuransi berakhir tanpa terjadi evenemen.

b. Pembayaran ganti kerugian

Menurut teori ini, jika suatu hal tidak terjadi peristiwa yang menimbulkan kerugian, maka tidak ada masalah risiko yang ditanggung oleh penanggung.

Dalam kenyataannya tidak senantiasa bahaya yang mengancam itu sungguh- sungguh terjadi. Ini merupakan kesempatan baik bagi penanggung mengumpulkan premi yang dibayar oleh beberapa tertanggung yang mengikatkan diri kepadanya.

Jika pada suatu ketika sungguh-sungguh terjadi peristiwa yang menimbulkan kerugian (risiko berubah menjadi kerugian), maka kepada tertanggung yang bersangkutan akan dibayar ganti kerugian seimbang dengan jumlah asuransinya.

Dalam praktiknya, kerugian itu yang bersifat sebagian (partial loss), tidak semuanya berupa kerugian total (total loss). Dengan demikian, tertanggung mengadakan asuransi yang bertujuan untuk memperoleh pembayaran ganti kerugian yang sungguh-sungguh dideritanya.

Apabila dibandingkan dengan jumlah premi yang diterima dari beberapa tertanggung, maka jumlah ganti kerugian yang dibayarkan kepada tertanggung yang menderita kerugian itu tidaklah begitu besar jumlahnya. Kerugian yang di bayar oleh penanggung itu hanya sebagian kecil dari jumlah premi yang diterima dari seluruh tertanggung. Dari sudut perhitungan ekonomi, keadaan ini merupakan faktor pendorong perkembangan perusahaan asuransi, di samping faktor tingginya pendapatan per kapita warga Negara.

(40)

Berbeda dengan asuransi kerugian, pada asuransi jiwa apabila dalam jangka waktu asuransi terjadi peristiwa kematian atau kecelakaan yang menimpah diri tertanggung, maka penanggung akan membayar sejumlah uang akibat terjadinya peristiwa kematian atau kecelakaan. Jadi pembayaran sejumlah uang itu bukan sebagai ganti kerugian, karena jiwa atau raga manusia bukan harta kekayaan dan tidak dapat dinilai dengan uang.

c. Pembayaran santunan

Asuransi kerugian dan asuransi jiwa diadakan berdasarkan perjanjian bebas (sukarela) antara penanggung dan tertanggung (voluntary insurance). Akan tetapi, undang-undang mengatur asuransi yang bersifat wajib (compulsory insurance) , artinya tertanggung terikat dengan penanggung karena perintah undang-undang, bukan karena perjanjian. Asuransi jenis ini disebut asuransi sosial (social security insurance). Asuransi sosial bertujuan melindungi masyarakat dari ancaman bahaya kecelakaan yang mengakibatkan kematian atau cacat tubuh.

Dengan membayar sejumlah kontribusi (semacam premi), tertanggung berhak memperoleh perlindungan dari ancaman bahaya.

Tertanggung yang membayar kontribusi tersebut adalah mereka yang terikat pada suatu hubungan hukum tertentu yang ditetapkan undang-undang, misalnya hubungan kerja, penumpang angkutan umum. Apabila mereka mendapat musibah kecelakaan dalam pekerjaannya atau selama angkutan berlangsung, mereka (atau ahli warisnya) akan memperoleh pembayaran santunan dari penanggung (BUMN), yang jumlahnya telah ditetapkan oleh undang-undang.

(41)

Jadi, tujuan mengadakan asuransi sosial menurut pembentuk undang-undang adalah untuk melindungi kepentingan masyarakat, dan mereka yang terkena musibah diberi santunan sejumlah uang.

Bila ditinjau secara yuridis, dibedakan atas dua jenis asuransi, yaitu asuransi kerugian (schade verzekering) dan asuransi jumlah (sommen verzekering), tetapi dalam perkembangan usaha perasuransian, muncul satu jenis asuransi baru yang disebut asuransi varia (varia verzekering).41

a. Asuransi kerugian

Asuransi kerugian adalah suatu perjanjian asuransi yang diberisikan ketentuan bahwa penanggung mengikatkan dirinya untuk melakukan prestasi berupa pemberian ganti kerugian kepada tertanggung seimbang dengan kerugian yang diderita oleh pihak tertanggung. Beberapa cirri dari asuransi kerugian antara lain adalah kepentingannya dapat dinilai dengan uang, dalam menentukan ganti kerugian berlaku prinsip indemnitas, serta ketentuan tentang subrogasi. Termasuk dalam golongan asuransi kerugian adalah semua jenis asuransi kepentingannya dapat dinilai dengan uang.

b. Asuransi jumlah (sommen verzekering)

Asuransi jumlah adalah suatu perjanjian asuransi yang berisi ketentuan, bahwa penanggung terikat untuk melakukan prestasi berupa pembayaran sejumlah uang yang sudah ditentukan sebelumnya. Beberapa cirri dari asuransi jumlah, antara lain kepentingannya tidak dapat dinilai dengan uang, sejumlah uang yang

41H.M.N. Purwosutjipto, Op.Cit., hlm.15, 16

Referensi

Garis besar

Dokumen terkait

Model Simulasi Jaringan Internet Proxy Server menggunakan model hirarki bertingkat, dimana hubungan hubungan antar Proxy Server dapat dilakukan dalam tingkatan diatasnya

Pada gambar 2 merupakan alur sistem pakar yang dimulai dari user login dengan username dan password dan menuju ke halaman diagnosa untuk user memilih gejala, lalu

Kekurangan tersebut adalah: memerlukan waktu cukup lama untuk proses pengeringan briket, tidak dapat dilakukan kapan saja, tergantung cuaca, tidak praktis, memerlukan

Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan dengan menggunakan MFT untuk mengetahui tingkat VO 2 max wasit hockey puteri lisensi tingkat dasar, dapat diketahui

Hasil analisis univariat tingkat pengetahuan responden tentang EKG dan interpretasi EKG menjelaskan bahwa responden mayoritas masih memiliki tingkat penegtahuan rendah

Dongeng adalah cerita rakyat yang secara lisan diwariskan dari satu generasi ke generasi berikutnya, pengarangnya anonim, ada dalam dunia khayal atau tidak benar-benar

Jika nilai tukar Rupiah melemah atau menguat sebesar 10% dibandingkan dengan nilai tukar Dollar Amerika Serikat per tanggal 30 September 2014 (dengan semua variabel lainnya

Memberikan tugas k Memberikan tugas kepada para siswa dengan tolera epada para siswa dengan toleransi, nsi, disiplin dan tanggung jawab.. disiplin dan