• Tidak ada hasil yang ditemukan

laporan-steril-injeksi-Hidrocortisone Asetat

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "laporan-steril-injeksi-Hidrocortisone Asetat"

Copied!
45
0
0

Teks penuh

(1)

LAPORAN PRAKTIKUM FARMASETIKA SEDIAAN STERIL

FORMULASI SUSPENSI STERIL HIDROKORTISON ASETAT 2,5 %

DISUSUN OLEH : KELOMPOK A1

ANGGOTA :

Angelia Theodora (102210101090) Estika Yunindarwati (112210101001) Ratih Iman Sari (112210101005) Fitria Dwi Kartini (112210101007) Galuh Ajeng Probowati (112210101009)

BAGIAN FARMASETIKA FAKULTAS FARMASI UNIVERSITAS JEMBER

(2)

1. TUJUAN

1.1. Memahami dan mampu melakukan pembuatan sediaan steril dengan teknik aseptis.

1.2. Memahami dan mampu membuat injeksi hidrokortison asetat suspensi. 2. TEORI DASAR

Hidrokortison asetat digunakan pada heumatoid arthritis sebagai antiinflamasi dan immunosuppresif. Hidrokortison asetat mengganggu antigen T limfosit, menginhibisi prostaglandin dan sintesis leukotrin, menghibisi neutrofil dan turunan monosit superoksidaradikal. Hidrokortison asetat jugamengganggu migrasi seldan menyebabkan redistribusi monosit, limfosit, dan neutrofil, sehingga menumpulkan respon inflamasi dan autoimun. Dalam membran sinovial, sel CD4 + T berlimpah dan berkomunikasi dengan makrofag, osteoklas, fibroblas dan kondrosit, baik melalui interaksi sel-sel langsung menggunakan reseptor permukaan sel atau melalui sitokin proinflamasi seperti TNF-α, IL-1, dan IL-6. Sel-sel ini menghasilkan metaloproteinase dan zat sitotoksik lainnya, yang menyebabkan erosi tulang dan tulang rawan (Dipiro et al., 2008).

Suspensi hidrokortison asetat steril digunakan untuk mengobati rheumatoid pada sendi dan penggunaannya disuntikkan di intraartikular. Inflamasi kronik jaringan sinovial yang melapisi kapsul sendi dihasilkan dalam proliferasi jaringan ini. Karakteristik sinovium yang mengalami proliferasi dari rheumatoid diseut pannus. Pannus ini menyerang kartilago dan akhirnya permukaan tulang, memproduksi erosi tulang dan kartilago dan menyebabkan kerusakan sendi. (Dipiro, 2008)

Sendi sinovial adalah sendi yang paling umum dari kerangka apendikular manusia. Meskipun sendi ini dianggap bergerak bebas, tingkat kemungkinan gerak bervariasi sesuai dengan desain struktural individu dan fungsi utama (gerakan vsstabilitas). Komponen dari sendi sinovial yang khas mencakup unsur-unsur tulang, tulang subkondral, Kartilago artikular, membran sinovial, kapsul sendi fibroligamentous, dan reseptor sendi artikular. Pemahaman tentanganatomidasardaribentuksendi sinovialdasar untukperubahanklinis yang signifikan pada sendi yang menyebabkan disfungsi sendi.

Meskipun peran yang tepat dari cairan sinovial masih belum diketahui, diperkirakan untuk melayani sebagai pelumas sendi atau setidaknya untuk berinteraksi dengan tulang

(3)

rawan artikular untuk mengurangi gesekan antara permukaan sendi. Ini adalah relevansi klinis karena sendi amobil telah terbukti untuk menjalani degenerasi dari kartilago artikular. Cairan sinovial mirip dalam komposisi plasma, dengan penambahan asam hialuronat yang memberikan berat molekul tinggi dan viskositas khas. Membran bagian dalam sendi sinovial disebut membran sinovial dan mengeluarkan cairan sinovial ke dalam rongga sendi. Cairan mengandung asam hialuronat yang disekresikan oleh selfibroblast dalam membran sinovial (Tortora G. J., Derrickson B, 2009). Bentuk cairan ini adalah lapisan tipis(kira-kira50 µm) di permukaan kartilago dan juga ke dalam microcavities dan penyimpangan dalam permukaan kartilago artikular, mengisi semua ruang kosong(Edwards, 2000).

Cairan dalam kartilago artikular secara efektif berfungsi sebagai cadangan cairan sinovial. Selama gerakan, cairan sinovial hadir dalam kartilago, dikeluarkan untuk menjaga lapisan cairan pada permukaan kartilago(disebut pelumasan). Diperkirakan, fungsi cairan sinovial meliputi mengurangi gesekan dimana cairan sinovial akan melumasi sendi, shock absorption yaitu sebagai cairan dilatant, cairan sinovial ditandai dengan menjadi lebih kental di bawah tekanan, cairan sinovial dalam sendi diarthrotic menjadi tebal saat diterapkan untuk melindungi sendi dan selanjutnya menipis keviskositas normal untuk melanjutkan fungsi pelumas. Fungsi ketiga yaitu transportasi nutrisi dan limbah dimana cairan mensuplai oksigen dan nutrisi dan menghilangkan karbon dioksida dan limbah metabolik dari kondrosit dalam kartilago. Jaringan sinovial terdiri dari jaringan ikat vascularized yang tidak memiliki membran basement. Dua jenis sel (tipe A dan tipe B) yang hadir: Tipe A berasal dari monosit darah. Tipe B menghasilkan cairan sinovial. Cairan sinovial terbuat dari asam hialuronat dan lubricin, proteinase, dan kolagenase. Cairan sinovial menunjukkan karakteristik aliran non-Newtonian; koefisien viskositas tidak konstan dan cairan tidak linear kental. Cairan sinovial memiliki karakteristik tiksotropi; viskositas menurun dan menipis cairanselama stres berlanjut.

Cairan sinovial yang normal mengandung 3-4mg/ml asam hialuronat (Hui, Alexander, 2012). Polimerdisakarida yang terdiri dari asam D-glukuronat dan DN-asetilglukosamin yang bergabung bergantian dengan ikatan beta-1,4 danbeta-1,3 glikosidiki. Asam hialuronat disintesis oleh membran sinovial dan disekresikan ke dalam rongga sendi untuk meningkatkan viskositas dan elastisitas kartilago artikular dan untuk melumasi permukaan antara sinovium dan kartilago. Cairan sinovial mengandung lubricin (juga

(4)

dikenal sebagai PRG4) sebagai komponen pelumas kedua, disekresikan oleh fibroblas sinovial (Jay et al, 2000). Terutama, ia bertanggung jawab untuk mengurangi gesekan antara permukaan berlawanan kartilago. Ada juga beberapa bukti bahwa hal itu membantu mengatur pertumbuhan sel sinovial (Warman M, 2003)

(5)
(6)

Gambar 2. Model Lubrikan Untuk Sendi Sinovial

Viskositas cairan sinovial hampir seluruhnya tergantung pada keberadaan asam hialuronat. Ada dua faktor yang menentukan viskositas cairan sinovial yaitu: 1) konsentrasi asam hialoronat dalam cairan; dan 2) polimerisasi dari molekul asam hialuronat (Jebens, et al,1959). Penelitian sebelumnya menunjukkan bahwa viskositas cairan sinovial yang diperoleh dari pasien dengan efusi sendi yang terkait dengan penyakit jaringan ikat akan menurun.

Pada pasien osteoarthitis maupun trauma sendi terdapat perbedaan pH cairan sinovial jika dibandingkan manusia normal. Perbedaan tersebut adalah sebagai berikut

(7)

(Jebens, et al,1959)

3. PERMASALAHAN

3.1 Hidrokortison asetat tidak larut dalam air.

3.2 Sediaan harus dapat melalui syiringe injeksi 18-21 gauge 4. PENYELESAIAN

4.1 Dibuat sediaan suspensi

4.2 Ukuran partikel suspensi hidrokortison yang akan dibuat hendaklah lebih kecil atau sama dengan ukuran suspensi yang ideal dan dapat melewati syringe injeksi ukuran tersebut . Oleh karena itu, dalam proses pembuatan dilakukan proses pengecilan ukuran partikel bahan aktif dengan cara digerus. Kesetaraan ukuran syringe 18 - 21 gauge sama dengan 1,2/1,3 mm – 0,8 mm (www.unimed.ch). Sedangkan menurut Martin et al., 1993 sediaan suspensi yang ideal memiliki ukuran partikel sebesar 0,5 – 1,0 μm atau 0,0005 – 0,01 mm.

(8)

5. PRAFORMULASI BAHAN AKTIF

No. Bahan Aktif Efek Utama Efek Samping Karakteristik Fisik Karakteristik Kimia Sifat Lain 1. Hidrokortison Diberikan secara per

oral bebas alkohol terutama untuk terapi pengganti pada insufisiensi adrenokortikal akut atau kronis. Penggunaan 20 sampai 30 mg per hari (umumnya digunakan dalam 2 dosis, pagi hari lebih besar dan malam hari lebih kecil). Untuk anak-anak diberikan 400-800

mikrogram/kg perhari dalam 2 atau 3 dosis terbagi, adjust jika diperlukan.

Efek samping lebih kecil pada kulit dan kecil kemungkinan mengakibatkan supresi adrenal daripada kortikosteroid topikal lainnnya.

serbuk hablur putih / hampir putih. Tidak berbau, rasa pahit, berbentuk polimorf (Martindale, 1535)

kelarutan pada suhu 25˚C adalah : 0,28 mg/ml dalam air ; 15 mg/ml dalam etanol ; 6,2 mg/ml dalam etanol ; 9,3 mg/ml dalam aseton ; 1,6 mg/ml dalam kloroform ; 72,3 mg/ml dalam eter dan 12,7 mg/ml dalam propilenglikol. Larut dalam asam sulfat pekat dengan memberikan

fluoresensi hijau yang kuat (Stabilitas Obat Kimiawi, 353) tidak larut dalam air, sedikit larut dalam alkohol dan aseton, sedikit larut dalam

(9)

Penambahan sodium klorida mungkin dibutuhkan jika terjadi sekresi aldosteron defektif, tetapi aktivitas mineralokortikostero id umumnya diklorometana (Ph.Eur 6,2) 2 Hidrokortison Asetat Kortikosteroid (BP 2006) dimana dapat dibuat menjadi : - sediaan injeksi berupa suspense (sebagai kortikosteroid) - Ear Drops bersama

Neomycin (sebagai kortilosteroid dan antibakteri - Salep (sebagai kortikosteroid) - Salep bersama Neomycin (sebagai (sama dengan Hidrokortison)

- Penampilan : putih atau hampir putih, serbuk Kristal (Clarke, 2003)

- Rumus molekul : C23H32O6 - BM : 404,5

- Kelarutan : praktis tidak larut dalam air, sedikit larut dalam etanol anhidrat dan dalam metilene klorida - Titik lebur : 220oC, dengan dekomposisi (Clarke, 2003) - Lindungi dari cahaya - Stabilitas : stabil, sensitive terhada cahaya dan kelembaban, inkompatibel dengan agen pengoksidasi kuat - Kesetaraan dengan 100 mg hidrokortison

(10)

kortikosteroid dan antibakteri) -Krim (sebagai kortikosteroid) (BP 2006) adalah 112 mg - Digunakan untuk injeksi intraartikular dengan dosis 5-50 mg tergantung ukuran sendi (Martindale, 2009) -pH Hidrokortison asetat suspense injeksi antara 5,0- 7,0 (USP 29 -Injeksi suspense memiliki viskositas antara 15 hingga 80 centipoise pada suhu 25°C (Chronin John

(11)

p. et al, 1959. Low Viscosity CMC Pharmaceutica l Vehicle.United State Patent Office) 3 Hidrokortison Buteprate Sebagai antiinflamasi (untuk topical) tergantung pada pembawa, tempat aplikasi,konsentrasi (AHFS Drug Information, 2006) (sama dengan Hidrokortison) - - Rumus Kimia : C28H40O7 -BM : 488,613 (PubChem) - Penyimpanan pada suhu ruang - Biasanya igunakan dalam sediaan topical seperti krim atau salep dengan rentang dosis 0,1 – 2,5 % (martindale, 2009) -Kesetaraan dengan 100 mg

(12)

Hidrokortison adalah 135 mg (Martindale, 2009) 4 Hidrokortison hydrogen succinate (sama dengan Hidrokortison) (sama dengan Hidrokortison)

-Bubuk higroskopis putih atau hampir putih. (Ph.Eur.6.2)

- Praktis tidak larut dalam air. Larut dalam alkohol dehidrasi dan dalam aseton. Larut dalam larutan encer karbonat alkali dan hidroksida alkali (Ph.Eur.6.2) -Simpan dalam wadah kedap udara. Lindungi dari cahaya. (Ph.Eur.6.2) 5 Hidrokortison sodium fosfat (sama dengan Hidrokortison) (sama dengan Hidrokortison)

- Bubuk higroskopis putih atau hampir putih (BP 2008)

-Serbuk berwarna putih sampai kuning terang. Tidak berbau atau hampir tidak berbau. Sangat higroskopis. (USP 31)

- Mudah larut dalam air, praktis larut dalam alkohol dehidrasi dan dalam kloroform. 0,5% larutan dalam air mempunyai pH 7,5-9,0 (BP 2008) - Kelarutan dalam air

1:1,5 ; sedikit larut dalam alkohol:

-Lindungi dari cahaya. (BP 2008)

(13)

praktis tidak larut dalam kloroform, dalam dioksan dan dalam eter. (USP 31) 6 Hidrocortison e Sodium Succintae (sama dengan Hidrokortison) (sama dengan Hidrokortison) Berwarna putih,

higroskopis dan bentuknya serbuk kristalin atau serbuk amorf. Titik leleh : 169°C hingga 172 °C (Clarke’s Analysis of Drug and Potions; 2005)..

- Larut dalam air dengan perbandingan 1:3 dan larut dalam etanol dengan perbandingan 1:34; praktis tidak larut dalam kloroform dan eter. Tidak stabil dalam bentuk larutan (Clarke’s Analysis of Drug and Potions; 2005).

- Sedikit larut dalam aseton (Martindale, 2009; USP 31) - Apabila dijadikan sediaan intramuscular absorpsinya tergolong cepat (martindale, 2009) - Disimpan dalam wadah kedap udara dan terhindar dari cahaya (martindale, 2009). - Kesetaraan dg hidrokortison : 134 mg

(14)

- Digunakan pada sediaan injeksi untuk keadaan emergency karena larut air dan absorbsinya cepat -Biasanya digunakan pada injeksi untuk jaringan yang lunak dengan dosis 100mg- 200mg (martindale, 2009) 7 Hydrocortiso ne Valerate (sama dengan Hidrokortison) (sama dengan Hidrokortison)

-Praktis tidak larut dalam air, larut dalam etanol dan metanol; sedikit

larut dalam

- Berbentuk serbuk kristalin berwarna putih, titik leleh 217 -20 °C) (USP SDS

- Biasanya igunakan dalam sediaan topical seperti

(15)

propylenglycol (USP SDS US)

US) krim atau

salep dengan rentang dosis 0,1 – 2,5 % (martindale, 2009) - Kesetaraan dengan hidrokortison sebesar 123mg (martindale, 2009) 8 Hydrocortiso ne Butyrate Untuk penggunaan topikal mengatasi gangguan kulit, sediaan dalam bentuk krim, salep, atau lotion.

Efek samping lebih kecil pada kulit dan kecil kemungkinan mengakibatkan supresi adrenal daripada kortikosteroid topikal lainnnya.

Putih, tidak berbau, berbentuk serbuk kristal.

Praktis tidak larut dalam air, larut dalam alcohol, dalam aseton, dan dalam metal-alkohol. Mudah larut dalam kloroform, sedikit larut dalam eter.

Hidrokortison butirat 119 mg setara dengan 100 mg hidrokortison. Konsentrasi penggunaan pada umumnya dari 0.1 hingga 2.5%.

(16)

ne Cipionate oral bebas alkohol terutama untuk terapi pengganti pada insufisiensi adrenokortikal akut atau kronis. Penggunaan 20 sampai 30 mg per hari (umumnya digunakan dalam 2 dosis, pagi hari lebih besar dan malam hari lebih kecil). Untuk anak-anak diberikan 400-800

mikrogram/kg perhari dalam 2 atau 3 dosis terbagi, adjust jika diperlukan. Penambahan sodium klorida mungkin Hidrokortison) cipionat 134 mg setara dengan 100 mg hidrokortison.

(17)

dibutuhkan jika terjadi sekresi aldosteron defektif, tetapi aktivitas mineralokortikostero id umumnya digunakan sebagai suplemen seperti fludrokortison asetat secara per oral. Kondisi yang sama juga digunakan untuk memperbaiki defisiensi

glukokortikoid dalam penurunan kadar garam dari congenital adrenal hyperplasia.

(18)

Alasan Pemilihan Bahan Aktif

a. Sediaan yang akan dibuat diindikasikan untuk mengobati rheumatoid pada sendi. Dengan demikian dibuat sediaan injeksi lokal bukan sistemik dengan harapan efek langsung pada sendi dan tidak berefek pada organ lain sehingga mengurangi efek samping.

b. Dipilih hidrokortison asetat karena obat inilah yang biasanya digunakan untuk injeksi secara lokal dimana penggunaannya secara intraartikular pada sendi.

c. Sediaan dibuat suspensi agar dapat berefek secara long acting (sehingga tidak diinjeksi berkali-kali) dan hidrokortison asetat terabsorbsi secara lambat apabila diadministrasikan secara intraartikular.

d. Pada sediaan injeksi yang akan kami buat mengandung hidrokortison asetat sebesar 2,5 % (25 mg/ml). Hidrokortison 2,5% artinya 2,5 g dalam 100 ml. Sehingga tiap ml mengandung 25 mg hidrokortison.

2,5 %  = =

Menurut BNF (British National Formulation ) edisi 57 hal 562, dosis hidrokortison asetat sebagai sediaan yang diadministrasikan secara intra-artikular atau injeksi intrasinovial memiliki dosis sebesar 5 – 50 mg tergantung dari ukuran sendi, interval pemberian selama 21 hari, dan dalam sehari tidak boleh lebih dari 3 sendi yang menerima terapi atau injeksi.

Menurut Dipiro et al., 2008, suntikan intraartikular kortikosteroid dapat digunakan untuk mengobati sinovitis dan rasa sakit pada persendian. Rute intraartikular lebih disukai karena efek samping sistemik yang lebih kecil dibanding rute lain. Jika berkhasiat, suntikan intraartikular dapat diulang setiap 3 bulan. Tetapi tidak ada satu sendi yang disuntikkan lebih dari dua sampai tiga kali per tahun karena dapat meningkatkan resiko kerusakan sendi dan atrofi tendon. Jaringan lunak seperti tendon dan bursae juga dapat disuntikkan untuk mengontrol rasa sakit dan peradangan yang terkait dengan struktur ini (Dipiro et al., 2008).

(19)

a. Dosis hidrokortison asetat bila digunakan untuk injeksi intraartikular adalah 5-50 mg tergantung ukuran sendi.

b. Sediaan dibuat 2 vial dengan kandungan 2,5% dengan volume masing-masing 10 mL. Sehingga dalam 10 mL sediaan mengandung 25 mg hidrokortison asestat.

6. PRAFORMULASI BAHAN TAMBAHAN

AGEN TONISITAS 1. Gliserin (HPE 2009, 283)

-Fungsi : Pengawet, cosolvent; emollient; humectant; plasticizer; pelarut; pemanis; agen tonisitas.

Sifat Fisika Kimia

- Pemerian : bening, tidak berwarna,tidak berbau, viscous, larutan higroskopis; rasa manis 0,6 x sukrosa

- Kelarutan :

- Stabilitas : Gliserin bersifat higroskopis, gliserin terdekomposisi dengan pemanasan dan berubah menjadi acrolein toksik, campuran gliserin dengan air, alkhohol 95% dan propilen glikol stabil secara kimia. Gliserin mengalami kristalisasi pada suhu rendah - Cara

sterilisasi:-- Inkompatibilitas: Gliserin dapat meledak jika dicampur dengan agen pengoksidasi kuat seperti khromium triokside, potassium khlorat, or potassium permanganat. Dengan adanya cahaya, gliserin berubah warna menjadi hitam atau ketika kontak dengan zink oksida atau bismuth nitrat.

(20)

-2. Hidroksipropil Betadex (HPE 2009, 315)

- Fungsi : agen pengompleks; enhancer; release-modifying agent; sequestering agent; solubilizing agent; stabilizing agent; agen tonisitas.

Sifat Fisika Kimia

- Pemerian : putih sampai hampir putih, amorf dan serbuk kristal.

- Kelarutan : mudah larut dalam air dan propilen glikol. Larut dalam metanol, dimethyl sulfoxide dan dimethylformamide.

- Stabilitas : Simpan dalam wadah tertutup - Inkompatibilitas:

-- Konsentrasi:

-3. Mannitol (HPE 2009, 424)

- Fungsi : Pengisi; plasticizer; agen pemanis; pengisi tablet dan kapsul; agen terapetik ; agen tonisitas.

Sifat Fisika Kimia

- Pemerian : putih, tidak berbau, serbuk kristalin, or freeflowing granules. Mempunyai rasa manis, polimorfism.

- Kelarutan :

- Stabilitas : manitol stabil pada keadaan kering. Larutan disterilisasi dengan filtrasi dan autoklave.

- Inkompatibilitas: Larutan Mannitol, 20% w/v, mengalami salting out dengan adanya KCl atau NaCl. Manitol 25% w/v mengalami pengendapan jika kontak dengan plastik. Sodium cephapirin at 2 mg/mL and 30 mg/mL incompatibel dengan larutan

(21)

mannitol 20% w/v. Mannitol is inkompatibel dengan infus xylitol dan membentuk kompleks dengan logam seperti aluminum, tembaga, and besi. Mannitol menurunkan bioavaibilitas oral dari cimetidine dibanding sucrose.

- Konsentrasi: -4. NaCl

- Fungsi : Agen tonisitas (HPE 6th, 2009: 637)

- Konsentrasi untuk injeksi ≤ 0,9% w/v. Jadi pada resep, konsentrasi NaCl sesuai dengan literatur

- Pemerian : serbuk kristal, tidak berwarna atau warna putih, rasa asin, dalam kondisi padat tidak mengandung air meskipun mengkristal pada suhu di bawah 0oC, garam mengkristal sebagai dihidrat.

- Kelarutan : 1:2,8 dalam air; 1:2,6 dalam air mendidih; 1:10 dalam gliserin; 1:250 dalam etanol.

- Stabilitas : Stabil tetapi saat disimpan menyebabkan pemisahan partikel padat dari wadah gelas tertentu, sebaiknya disimpan dalam wadah tertutup, sejuk dan kering. - Cara sterilisasi : Autoklaf/filtrasi

- Inkompatibilitas : Lrutan NaCl korosif terhadap besi, bereaksi membentuk endapan dengan perak, timbal dan garam merkuri; oksidator kuat membebaskan klorin dari pengasaman larutan NaCl; Larutan NaCl menurunkan kelarutan dari metil paraben; viskositas karbomer gel dan larutan hidroksi etil selulosa atau hidroksi propil selulosa berkurang dengan penambahan NaCl.

Dipilih NaCl karena merupakan agen mengisotonis yang membuat sediaan dapat masuk dan diterima tubuh saat penyuntikan. Dimana, NaCl ini berfungsi untuk mencegah peradangan akibat tekanan osmotis sediaan tidak sama dengan tekanan tonisitas cairan tubuh pada daerah sendi.

(22)

BAHAN TAMBAHAN SUSPENDING AGENT 1. CMC-Na 2. HPMC 3. Metil selulosa 4. Carbopol

CMC-Na (HPE, 2009)

A. TINJAUAN FARMAKOLOGI

- Fungsi : Suspending agent, agen peningkat viskositas - Efek samping : Reaksi hipersensitivitas dan anafilaksis B. TINJAUAN SIFAT FISIKA KIMIA

- Pemerian :

Putih sampai hampir putih, tidak berbau, tidak berasa, bersifat higroskopis setelah pengeringan.

- Kelarutan :

Praktis tidak larut dalam aseton, etanol 95%, eter, dan toluena. Mudah didispersikan dalam air pada semua temperatur membentuk koloidal.

- Stabilitas :

CMC-Na stabil meskipun higroskopis. Dibawah kondisi kelembaban tinggi, dapat menyerap > 50% air, larutan stabil pada pH 2-10, presipitasi terjadi dibawah pH 2 dan viskositas menurun secara cepat diatas pH 10. Secara umum, larutan menunjukkan viskositas dan stabilitas maksimum pada pH 7-9.

(23)

Oven pada suhu 1600C selama 1 jam menyebabkan penurunan viskositas yang signifikan dan beberapa kerusakan dalam sifat sediaan yang dipreparasi. Sterilisasi autoklaf menyebabkan penurunan viskositas 25% dimana tingkat penurunannya lebih kecil daripada sterilisasi menggunakan oven. Radiasi sinar gamma juga menyebabkan penurunan viskositas.

- Inkompatibilitas :

CMC-Na inkompatibel dengan larutan asam kuat dan dengan garam besi yang mudah larut serta beberapa logam lain seperti alumunium, merkuri, dan zinc. Presipitasi terjadi pada pH dibawah 2 dan juga saat dicampur dengan etanol 95%, CMC-Na membentuk komplek dengan kolagen dan mampu mengendapkan protein tertentu yang bermuatan positif.

- Konsentrasi :

Pada praktikum kali ini CMC-Na menggunakan konsentrasi dalam sediaan injeksi, yaitu 0,05-0,75%. Didalam formula jumlah bobot CMC-Na sudah sesuai dengan konsentrasi yang tertera yaitu 5 mg. Digunakannya CMC-Na karena dapat diaplikasikan pada sediaan injeksi daripada menggunakan bahan suspending agent yang lain.

HPMC

A. TINJAUAN FARMAKOLOGI - Fungsi : suspending agent

(24)

- Pemerian :

Tidak berbau, tidak berasa, putih atau cream putih berserat, serbuk granul. - Kelarutan :

Larut dalam air dingin, membentuk larutan koloidal, praktis larut dalam campuran etanol dan diklorometan, & campuran air – alkohol. Sejumlah tertentu larut dalam aseton, campuran diklorometan dan propan-2-ol, dan pelarut organik lain.

- Stabilitas :

Stabil pada pH 3-11, peningkatan temperatur menyebabkan penurunan viskositas larutan. HPMC mengalami perubahan reversibel antara sol- gel apabila mengalami pemanasan dan pendinginan yang berturut- turut. Titik perubahan gel adalah sekitar 50ᵒC- 90ᵒC, tergantung pada grade dan konsentrasi material.

- Cara sterilisasi:

Disterilisasi menggunakan autoclaf

HPMC digunakan pada formulasi oral, ophthalmic dan topical. Sehingga HPMC tidak dipilih pada formulasi hidrokortison, karena formula kami adalah sediaan injeksi.

Metilselulosa

A. TINJAUAN FARMAKOLOGI

- Fungsi : Suspending agent, emulsifying agent B. TINJAUAN SIFAT FISIKA KIMIA

- Pemerian :

Berwarna putih, granul berserat, tidak berbau, dan tidak berasa. - Kelarutan :

(25)

Praktis tidak larut dalam aseton, metanol, kloroform, etanol 95%, eter, garam jenuh, toluen, dan air panas. Larut dalam asam asetat glacial dan campuran etanol dan kloroform dengan perbandingan volume yang sama. Metilselulosa mengembang dalam air dingin.

- Stabilitas :

Sedikit higroskopis. Sebaiknya disimpan dalam wadah dingin kedap udara, dan ditempatkan didaerah kering. Stabil pada larutan basa dan asam pada pH 3-11 suhu temperatur.

- Cara sterilisasi:

Disterilisasi menggunakan autoklaf, namun dapat menurunkan viskositas. Pada pH <4 dapat mengurangi viskositas lebih dari 20%

- Inkompatibilitas :

Metylcelulosa inkompatibel dengan aminacrine hidroklorid, klorocresol, merkuri klorida, fenol, resorcinol. Selain itu juga inkompatibel dengan pengoksidasi kuat.

Metylselulosa dalam keamanannya tidak boleh digunakan dalam sediaan parenteral (HPE, hal.464). Sehingga tidak digunakan metylselulosa dalam formula kali ini.

Karbopol

A. TINJAUAN FARMAKOLOGI

- Fungsi : Bahan bioadesiv, suspending agent, emulsifying agent, stabilitas agent. B. TINJAUAN SIFAT FISIKA KIMIA

- Pemerian :

Putih, serbuk higroskopis, dan sedikit berbau. - Kelarutan :

(26)

- Stabilitas :

Stabil, bahan higroskopi sehingga dapat dipanaskan pada 104 0C . apabila dipanaskan pada 30 0C selama 260 0C dapat meyebabkan dekomposisi.

- Cara sterilisasi: Dengan autoklaf - Inkompatibilitas :

Inkompatibel dengan fenol, asam kuat, resorsinol.

Carbopol tidak digunakan dalam formulasi ini, karena tidak ada penggunaan carbopol pada formulasi injeksi.

PENGAWET 1. Benzalkanium klorida

 Pemerian

Serbuk amorf berwarna putih atau putih kekuningan, higroskopis, rasa pahit, bau aromatik, berbentuk gel kental atau serpihan seperti gelatin.

 Konsentrasi

Untuk sediaan parenteral digunakan sebesar 0,01 % w/v

 Kelarutan

Praktis tidak larut dalam eter, sangat larut dalam aseton, etanol (95%), metanol, propanolol dan air. Larutan berair benzalkonium klorida dapat berbusa ketika dikocok, mempunyai tegangan permukaan rendah.

(27)

Higroskopis dapat dipengaruhi cahaya, udara dan logam. Larutan benzalkonium klorida stabil pada rentang pH dan suhu yang luas. Serbuk benzalkonium klorida harus disimpan dalam wadah tertutup, terlindung dari cahaya dan tempat kering.

 Cara sterilisasi

Dengan metode autoklaf

 Inkompatibilitas

Inkompatibel dengan alumunium, surfaktan anionik, sitrat, hidrogen peroksida, kaolin, salisilat, zink oksida, garam, protein.

2. Benzil Alkohol

 Pemerian

Bentuk cair, tidak berwarna, tidak berbau, berasa seperti terbakar

 Konsetrasi

Untuk sediaan parenteral konsentrasi yang digunakan hingga 2 %

 Kelarutan

Dalam air 3,5 bagian pada suhu 20 oC; Larut dalam alkohol, eter, kloroform, aseton, benzena, dan pelarut Aromatik

 Stabilitas

Benzil alkohol dapat teroksidasi perlahan di udara menjadi benzaldehida dan asam benzoat ; tidak bereaksi dengan air . harus disimpan dalam wadah kaca atau logam. Benzil alkohol harus disimpan dalam wadah kedap udara , terlindung dari cahaya , di tempat yang sejuk dan kering .

 Cara sterilisasi

(28)

 Inkompatibel

Benzil alkohol inkompatibel dengan oksidator dan kuat asam . Hal ini juga dapat mempercepat autoksidasi lemak . Aktivitas antimikroba berkurang dengan adanya surfaktan nonionik , seperti polisorbat 80 , pengurangan aktivitas ini kurang dengan ester hidroksibenzoat atau kuaterner senyawa amonium . Benzil alkohol tidak kompatibel dengan metilselulosa.

3. Metilparaben (Metil Hidroksi Benzoat) (HPE edisi 5, hal 466)

 Pemerian

Kristal tidak berwarna atau serbuk kristal putih dan tidak berbau.

 Konsentrasi

Injeksi IM, IV, SC sebesar 0.065–0.25%

 Kelarutan

Kelarutan pada suhu 250C:

Ethanol 1 pada 2

Ethanol (95%) 1 pada 3 Ethanol (50%) 1 pada 6

Ether 1 pada 10

Glycerin 1 pada 60 Minyak mineral praktis tidak larut Minyak kacang 1 pada 200 Propilen glikol 1 pada 5

(29)

Water 1 pada 400, 1 pada 50 0 C, 1 pada 3 bagian pada suhu 80 0C

 Stabilitas :

Stabil pada pH 3-6 (kurangdari 10% dekomposisi), bertahan hingga 4 tahun pada temperatur ruang, ketika pH 8 akan megalami hidrolisis.

 Cara sterilisasi :

Larutan berair dari metilparaben pada pH 3–6 disterilisasi menggunakan autoklaf 1200C selama 20 menit, tanpa dekomposisi.

 Inkompatibel :

Metilparaben dan paraben lainnya inkompatibel dengan surfaktan nonionik, sehingga surfaktan akan mengalami reduksi, contohnya polisorbat 80.

4. Propil Paraben

 Pemerian

Putih, Kristal, tidak berbau, tidak berasa.

 Konsentrasi

0.005–0.2% untuk injeksi IM, IV dan SC

 Kelarutan

Kelarutan pada suhu 200 C :

Aseton sangat larut

Etanol (95%) 1 pada 1.1

Etanol (50%) 1 pada 5.6

Eter sangat larut

Gliserin 1 pada 250

Propilen glikol 1 pada 3.9 Propilen glikol (50%) 1 pada 110

Air 1 pada 4350 150 C, 1 pada 2500, 1 pada 225 di 800 C

 Stabilitas:

Stabil pada pH 3-6 (dekomposisi kurang dari 10%)

(30)

Larutan berair propil paraben pH 3-6 dapat disterilisasi menggunakan autoklaf tanpa dekomposisi.

 Inkompatibel:

Propil paraben dapat berinteraksi dengan surfaktan nonionik sehingga menurunkan aktivitasnya.

Dipilih pengawet benzyl alkohol

Alasan : karena merupakan pengawet yang biasa digunakan untuk sediaan injeksi, merupakan agen bakteriostatik spectrum luas yang digunakan pada produk injeksi multi dosis.

WETTING AGENT 1. Polioksietilen sorbitan fatty acid esters / Polisorbat

A. Tinjauan Farmakologi Fungsi : Wetting Agent B. Tinjauan Sifat Fisika Kimia

 Penggunaan : Dispersing agent, emulsifying agent, surfaktan, suspending agent, dan wetting agent

 Pemerian : Mempunyai bau yang khas, rasa pahit, cairan berminyak warna kuning (intensitas warna berbeda dari batc ke batc dan dari produksi satu ke produksi yang lain)

(31)

 Kelarutan : larut dalam etanol dan air, tidak larut dalam minyak mineral dan minyak sayur

 Stabilitas : polisorbat stabil terhadap elektrolit, asam dan basa lemah; saponifikasi terjadi dengan adanya asam dan basa kuat; bersifat higroskopik dan sebaiknya diuji kandungan airnya sebelum digunakan; dikeringkan bila perlu; penyimpanan dalam waktu yang panjang dapat mendukung terbentuknya peroksida; polisorbat sebaiknya disimpan dalam pada wadah tertutup rapat, kering, sejuk dan hindarkan dari sinar

 Inkompatibilitas : penghilangan warna dan presipitasi terjadi dengan banyak zat khususnya, fenol, tannin, tar dan bahan lain yang mirip tar. Aktivitas antimicrobial preservative paraben berkurang dengan adanya polisorbat. Saat terjadi dekomposisi karena pemanasan dapar mengeluarkan asap tajam dan uap yang iritatif.

 Cara penggunaan dan dosis : wetting agent (0.1%-3%), solubilizing agent dan suspending agent (1%-15%),

2. Sodium Lauril Sulfat A. Tinjauan Farmakologi

Fungsi : Wetting Agent B. Tinjauan Sifat Fisika Kimia

(32)

 Pemerian : kristal berwarna putih atau krem sampai kekuningan, serbuk halus,

 Kelarutan : mudah larut dalam air, membentuk larutan putih, praktis tidak larut dalam kloroform fan eter

 Stabilitas : stabil dalam kondisi dibawah normal, tapi pada kondisi yang extrem misal pada pH <2,5 terjadi hidrolysis menjadi lauryl alkohol dan sodium bisulfat. Sebaiknya dikemas dalam wadah tertutup baik dan disimpan ditempat yang sejuk dan kering agar terlindungi dari oksidator kuat.

 Inkompatibilitas : Dapat bereaksi dengan surfaktan kationik, inkompatibel dengan ion polifalen seperti aluminium, membentuk endapan dengan garam potasium.

 Konsentrasi :

3. Sorbitan esters / Span A. Tinjauan Farmakologi

Fungsi : Wetting Agent B. Tinjauan Sifat Fisika Kimia

 Pemerian : Span memberikan warna krem sampai kuning pucat pada sediaan cair dan padat dengan warna dan rasa yang jelas.

(33)

 Kelarutan : Span larut atau terdispersi dalam minyak, dapat larut dalam sebagian besar pelarut organik. Didalam air, meskipun tidak larut tapi Span dapat terdispersi.

 Stabilitas : Span stabil dalam asam dan basa lemah, sebaiknya dikemas dalam wadah tertutup baik dan disimpan di tempat yang sejuk dan kering.

 Inkompatibilitas :

- Konsentrasi :

 Penggunaan : dispersing agent, emulsifying agent, surfaktan, suspending agent, dan wetting agent

Kesimpulan

Pada praktikum kali ini digunakan Polisorbat 80 karena span larut dalam minyak dan pelarut organik, sedangkan sediaan yang diinginkan adalah sediaan injeksi yang bersifat hidrofilik.

(34)

R/ Hidrokortison 25 mg NaCl 9 mg Polisorbat 80 4 mg CMC-Na 5 mg Benzyl alcohol 0,9 % Aqua p.i. 1 cc 7. PERHITUNGAN

Sediaan vial @ 10 ml, yang dimasukkan 10,7 ml Hidrokortison asetat 10,7 ml / 1 ml x 25 mg = 0,2675 g Polisorbat 80 10 ml / 1 ml x 4 mg = 0,0428 g CMC-Na 10 ml / 1 ml x 5 mg = 0,0535 g Benzyl alcohol 0,9 g/100 ml x 10 = 0,0963 g Kelarutan bahan 1. Hidrkortison asetat 1 : 10.000 2. Polisorbat 80 1 : 10 3. CMC-Na 1 : 20 4. Benzil alcohol 1 : 25

Ekivalen bahan terhadap NaCl 1. Hidrokortison asetat 0,08 2. Polisorbat 80 0,02 3. CMC Na 0,03 4. Benzyl alcohol 0,17 Perhitungan tonisitas 1. Hidrokortison asetat

(35)

10.000 ml / 1 g x 0,2675 g = 2675 ml

10,7 ml/2675x 0,2675 g = hidrokortison yang terlarut 0,00107 x 0,08 = 0,0000856

2. Polisorbat 80

10 ml / 1 g x 0,0428 = 0,428 ml

10,7 ml / 0,428 ml x 0,0428 = 1,07 polisorbat 80 yang terlarut 0,0428 x 0,02 = 0,000856 3. CMC Na 20 ml / 1 g x 0,0535 g = 1,07 ml 10,7 ml / 1,07 x 0,0535 = 0,535 0,0535 x 0,03 = 0,001605 4. Benzyl alcohol 25 ml / 1 ml x 0,0963 = 2,4075 ml 10,7 ml / 2,4075 ml x 0,0963 = 0,428 0,0963 x 0,17 = 0,016371

Jumlah ekivalen semua bahan  0,0000856 + 0,000856+ 0,001605+ 0,016371= 0,0189176

Jumlah NaCl dalam formula  10,7 ml / 1 ml x 9 mg = 96,3 mg

Jumlah NaCl  0,009/1 x 100= 0,9 % NaCl (sudah memenuhi tonisitas yang diharapkan) bila ditambahkan jumlah ekivalen semua bahan kecuali NaCl maka sediaan akan menjadi sedikit hipertonis. Hal ini masih diijinkan dari pada sediaan yang hipotonis. Sediaan hipotonis akan mengakibatkan pecahnya sel, sedangkan hipertonis mengakibatkan sel mengkerut dan bisa kembali ke bentuk semula.

(36)

Alat gelas (kaca arloji)

Alat gelas tercuci bersih

Mengulangi prosedur di atas sampai larutan tetaap jernih (max 3x) Mencuci dengan air dan HCl encer

Merendam dalam larutan tepol 1% dan Na2CO3 0,5% Mendidihkan selama 1 hari

Membilas dengan aquadest (3x) 8. ALAT DAN BAHAN

8.1 Penyiapan Alat

a. Alat – alat yang digunakan No

. Nama Alat Jumlah Ukuran Sterilisasi Waktu

1. Kaca Arloji 2 Ø 5 cm Oven – 180oC 30’

2. Kaca arloji 2 Ø 3 cm Oven – 180oC 30’

3. Beaker glass 1 250 ml Oven – 180oC 30’

4. Beaker glass 1 100 ml Oven – 180oC 30’

5. Erlenmeyer 1 100 ml Oven – 180oC 30’

6. Erlenmeyer 2 250 ml Oven – 180oC 30’

7. Pengaduk 2 Oven – 180oC 30’

8. Pinset 2 Oven – 180oC 30’

9. Sendok porselen 2 Oven – 180oC 30’

10. Gelas ukur 1 50 ml Autoklaf – 115oC 15’

11. Pipet tetes pendek 2 Oven – 180oC 30’

12. Tali q.s Autoklaf – 115oC 15’

13. Kertas saring 3 Oven – 180oC 15’

14. Corong 1 Ø 5 cm Oven – 180oC 30’

15. Gelas ukur 1 100 ml Autoklaf – 115oC 15’

b. Pencucian, Pengeringan dan Pembungkusan Alat Pencucian alat

(37)

Alumunium

Alat tercuci bersih

Mendidihkan dengan air 15 menit,kemudian dibilas Mendidihkan dalam tepol 1% selama 10 menit Merendam dalam larutan Na2CO3 selama 5 menit

Membilas dengan aq.panas mengalir

Mendidihkan dengan aquadest , dibilas aquadest 3x Alat-alat yang telah dicuci

Mengeringkan di oven 100-1050C 10 menit,keadaan terbalik ad kering Membungkus

Menutup dengan kertas yang tembus uap air Alat-alat telah dikeringkan

Pinset, kaca arloji, sendok porselen

Membungkus dengan kantong rangkap dua Alat-alat telah dibungkus

Pencucian Alumunium

Pengeringan Alat

Pembungkusan Alat

c. Sterilisasi Alat

(38)

1. Waktu pemanasan : 38 menit 2. Waktu kesetimbangan : 0 menit

3. Waktu pembinasaan : 30 menit

4. Waktu tambahan jaminan sterilitas : 0 menit

5. Waktu pendinginan : 15 menit

TOTAL WAKTU : 78 menit

 Autoklaf 1210C selama 15 menit

1. Waktu pemanasan : 12 menit

2. Waktu pengeluaran udara : 7 menit

3. Waktu menaik : 9 menit

4. Waktu kesetimbangan : 0 menit

5. Waktu pembinasaan : 15 menit

6. Waktu tambahan jaminan sterilitas : 0 menit

7. Waktu penurunan : 10 menit

8. Waktu pendinginan : 10 menit

TOTAL WAKTU : 73 menit

8.2 Cara Kerja

(39)
(40)

HASIL PENGAMATAN

1. Waktu Sterilisasi Bahan Menggunakan Oven 1800C selama 30 menit

 Waktu pemanasan : 28 menit

 Waktu kesetimbangan : 0 menit

 Waktu pembinasaan : 30 menit

 Waktu tambahan jaminan sterilitas : 0 menit

 Waktu pendinginan : 15 menit

TOTAL WAKTU : 73 menit

2. Waktu Sterilisasi Bahan Menggunakan Autoklaf 1150C selama 15 menit

 Waktu pemanasan : 10 menit

 Waktu pengeluaran udara : 7 menit

 Waktu menaik : 14 menit

 Waktu kesetimbangan : 0 menit

 Waktu pembinasaan : 15 menit

 Waktu tambahan jaminan sterilitas : 0 menit

 Waktu penurunan : 8 menit

 Waktu pendinginan : 15 menit

(41)

PEMBAHASAN

Pada praktikum kali ini kami membuat sediaan suspensi hidrokortison asetat 2,5% dengan teknik aseptik.Suspensi hidrokortison asetat steril digunakan untuk mengobati rheumatoid arthritis pada sendi dan penggunaannya disuntikkan di intraartikular. Hidrokortison asetat digunakan pada rheumatoid arthritis sebagai antiinflamasi dan immunosuppresif. Hidrokortison asetat mengganggu antigen T limfosit, menginhibisi prostaglandin dan sintesis leukotrin, menghibisi neutrofil dan turunan monosit superoksidaradikal. Hidrokortison asetat juga mengganggu migrasi seldan menyebabkan redistribusi monosit, limfosit, dan neutrofil, sehingga menumpulkan respon inflamasi dan autoimun

Inflamasi kronik jaringan sinovial yang melapisi kapsul sendi dihasilkan dalam proliferasi jaringan ini. Dimana, dalam membran synovial terdapat sel CD4 + T berlimpah dan berkomunikasi dengan makrofag, osteoklas, fibroblas dan kondrosit, baik melalui interaksi sel-sel langsung menggunakan reseptor permukaan sel-sel atau melalui sitokin proinflamasi seperti TNF-α, IL-1, dan IL-6. Sel-sel ini menghasilkan metaloproteinase dan zat sitotoksik lainnya, yang menyebabkan erosi tulang dan tulang rawan Karakteristik sinovium yang mengalami proliferasi dari rheumatoid diseut pannus. Pannus ini menyerang kartilago dan akhirnya permukaan tulang, memproduksi erosi tulang dan kartilago dan menyebabkan kerusakan sendi. (Dipiro, 2008)

Pada praktikum kali ini menggunakan bahan utama yakni hidrokortison asetat yang biasanya digunakan untuk injeksi secara lokal dimana penggunaannya secara intraartikular pada sendi, serta bahan tambahan seperti NaCl, CMC-Na, polisorbat 80, benzil alkohol serta pelarut Aquadest Pro Injection (API). Dipilih pembawa API karena kompatibilitas air tersebut dengan jaringan tubuh, serta mempunyau konstanta dielektrik yang tinggi sehingga mudah melarutkan elektrolit yang terionisasi.

Pada formula ini digunakan NaCl sebagai agen pengisotonis, dipilihnya NaCl karena merupakan agen mengisotonis yang membuat sediaan dapat masuk dan diterima tubuh saat penyuntikan. Dimana, NaCl ini berfungsi untuk mencegah peradangan akibat tekanan osmotis sediaan tidak sama dengan tekanan tonisitas cairan tubuh pada daerah sendi. NaCl juga tahan panas sehingga dapat disterilisasikan dengan pemanasan, beda halnya dengan gliserin yang dapat

(42)

pula bertindak sebagai agen pengisotonis namun gliserin akan gliserin terdekomposisi dengan pemanasan dan berubah menjadi acrolein toksik.

Bahan tambahan kedua yaitu CMC-Na yang bertindak sebagai suspending agent dalam formula ini yang berfungsi sebagai pendispersi partikel yang tidak larut dan peningkat viskositas. Digunakannya CMC-Na pada formula ini karena dapat diaplikasikan pada sediaan injeksi daripada menggunakan bahan suspending agent yang lain seperti HPMC dan karbopol yang ternyata tidak digunakan dalam sediaan injeksi; Metylselulosa dalam keamanannya tidak boleh digunakan dalam sediaan parenteral (HPE, hal.464). CMC-Na merupakan suspending agent yang tidak OTT

Benzil alkohol, dalam formula ini bertindak sebagai agen pengawet yang mencegah pertumbuhan mikroorganisme yang dapat mempergaruhi stabilitas sediaan. Dipilih pengawet benzil alkohol karena biasa digunakan untuk sediaan injeksi, merupakan agen bakteriostatik spektrum luas yang digunakan pada produk injeksi multi dosis.

Bahan tambahan terakhir adalah polisorbat 80 (Span) yang berfungsi sebagai wetting agent yang dapat menurunkan sudut kontak antara permukaan zat padat dan larutan pembawa sehingga dapat mudah larut. Pada praktikum kali ini digunakan Polisorbat 80 karena span larut dalam minyak dan pelarut organik, sehingga cocok dengan sediaan yang diinginkan adalah sediaan injeksi yang bersifat hidrofilik.

Sediaan hidrokortison asetat ini disterilisasi dengan teknik sterilisasi aseptis, dimana semua bahan atau campuran bahan disterilisasi terlebih dahulu sebelum dicampurkan dibawah LAF. Pembuatan dilakukan dengan tetap menjaga setiap proses agar meminimalkan terjadinya kontaminasi. Suspensi pada suhu tinggi akan menyebabkan terjadinya kehilangan air, karena air menguap pada suhu lebih dari 100˚C dan partikel zat aktif yang tidak larut saat dilakukan pengocokan untuk melarutkan sediaan tidak akan terlarut dengan baik. Karena adanya perbedaan kestabilan dan sifat masig-masing bahan maka sterilisasi lebih baik dilakukan dengan teknik aseptis.

Pada awal proses pembuatan, semua alat yang akan digunakan disterilkan terlebih dahulu dengan menggunakan autoclave dan oven. Selanjutnya serbuk NaCl yang telah ditimbang disterilisasi dengan menggunakan oven selama 1 jam. Serbuk polisorbat, benzil alkohol dan hidrokortison asetat yang telah ditimbang juga disterilisasi menggunakan oven. Hal ini dilakukan karena NaCl stabil dengan pemanasan tinggi dan karena NaCl mudah larut dalam air maka

(43)

dihindari sterilisasi menggunakan panas basah yang menggunakan uap air yang menyebabkan serbuk menjadi basah. Selain itu, karena polisorbat bersifat higroskopis sehingga tidak dapat dilakukan dengan pemanasan basah. Sedangkan hidrokortison asetat stabil dalam pemanasan kering. CMC Na yang telah ditimbang juga ditaburkan pada beaker glass yang telah berisi air panas kemudian ditutup menggunakan kertas perkamen lalu disterilisasi dengan panas basah karena sterilisasi menggunakan oven dapat menyebabkan penurunan viskositas.

Pembuatan suspensi steril hidrokortison pada praktikum ini dilakukan dengan teknik aseptis seperti yang telah dijelaskan sebelumnya dimana tidak perlu dilakukan sterilisasi akhir. Oleh karena itu sebelum melakukan formulasi suspensi hidrokortison, semua alat dan bahan harus disterilisasi terlebih dahulu. Hidrokortison, polisorbat 80, dan NaCl disterilisasi menggunakan metode panas kering (oven) selama 30 menit pada suhu 180oC, sedangkan CMC Na yang sudah dikembangkan disterilisasi menggunakan autoclave (panas basah) dengan suhu 115oC selama 30 menit. Dalam sterilisasi menggunakan panas kering perlu hati-hati karena bahan-bahannya dapat gosong bila waktu sterilisasi terlalu lama.

Setelah semua bahan disterilisasi, formulasi dilakukan. Formulasi suspensi dilakukan di bawah LAF (laminar air flow) dengan teknik aseptis. Polisorbat 80 dan hidrokortison dicampur terlebih dahulu dan diaduk hingga homogen. Setelah homogen ditambahkan CMC Na yang telah dikembangkan, campuran ini diaduk hingga homogen. NaCl dilarutkan dengan sedikit water pro injection, kemudian ditambahkan ke dalam campuran polisorbat 80, hidrokortison, CMC Na dan dicampur hingga homogen menjadi campuran A. Benzil alcohol dilarutkan dengan sedikit water pro injection dan ditambahkan ke dalam campuran A. Setelah campuran homogen ditambahkan sedikit demi sedikit water pro injection sampai tanda batas volume yang diinginkan (21,4ml) sambil diaduk untuk menghomogenkan suspensi. Suspensi hidrokortison dituang dalam vial (2 vial masing-masing 10,7 ml), ditutup dan diberi etiket serta kemasan. Hasil akhir dari formulasi suspense hidrokortison 2,5 % adalah suspensi kental berwarna putih .

(44)

KESIMPULAN

1. Sediaan injeksi suspensi hidrokortison asetat dibuat dengan menggunakan proses aseptis, semua bahan atau campuran bahan disterilisasi terlebih dahulu sebelum dicampurkan dibawah LAF. Pembuatan dilakukan dengan tetap menjaga setiap proses agar meminimalkan terjadinya kontaminasi.

2. Pembuatan injeksi suspensi hidrokortison asetat 2,5 % digunakan bahan aktif hidrokortison asetat yang disterilisasi dengan menggunakan oven. Bahan tambahan NaCl, polisorbat dan benzil alkohol yang juga disterilisasi dengan menggunakan oven, serta CMC-Na dalam aquadest yang disterilisasi dengan menggunakan autoklaf.

(45)

DAFTAR PUSTAKA

Aulton Michael E, Taylor Kevin M.G, 2013. Aulton's Pharmaceutics: The Design and Manufacture of Medicines. Elsevier Healt Science

Bolet, A. J. 1956. The Intrinsic Viscosity of Synovial Fluid Hyaluronic Acid. Journal of Laboratory and Clinical Medicne, 48, 721.

Edwards, Jo, ed. 2000.Normal Joint Structure. Notes on Rheumatology.University College London. Archived.

Hui, Alexander et al. 2012. A Systems Biology Approach to Synovial Joint Lubrication in Health, Injury, and Disease. Systems Biology and Medicine. Wiley Interdisciplinary Reviews 4 (1): 15–7.

Jay et al. 2000. Lubricin is A Product of Megakaryocyte Stimulating Factor Gene Expression by Human Synovial Fibroblasts.J Rheumatol. 27 (3): 594–600.

Jebens, H. E, dan Jones. 1959. On The Viscosity and pH of Synovial Fluid and The pH of Blood. Batersea General Hospital and Royal Fre Hospital Schol of Medicne. 388-400

Rowe J, Raymond. Sheskey J, Paul. Quinin E, Marian. 1986. Handbook of Pharmaceutical Excipients. London

Sundblad, L. 1953. Studies on Hyaluronic Acid in Synovial Fluids. Acta Societais Medicorum Upsaliensi, 58, 13.

Teller MN, Brown GB. 1977.Carcinogenicity of carboxymethylcellulose in rats. Proc Am Assoc Cancer Res; 18: 225

Tortora G. J., Derrickson B. 2009. Principles of Anatomy and Physiology. 12th ed. John Wiley & Sons

Warman M. 2003. Delineating Biologic Pathways Involved in Skeletal Growth and Homeostasis Through The Study of Rare Mendelian Diseases that Affect Bones and Joints. Arthritis Research & Therapy. 5 (Suppl 3): S2

Gambar

Gambar 3. Cairan Sinovial
Gambar 1. Struktur komponen Chondroitin dan keratin
Gambar 2. Model Lubrikan Untuk Sendi Sinovial

Referensi

Dokumen terkait