DEKOMPOSISI SERASAH DAUN Avicennia marinaPADA
BERBAGAI TINGKAT SALINITAS
DecompositionAvicennia marina Leaf Litter At Various Levels Of Salinity
Elisa Januarita Doloksaribu1) , Yunasfi2) , Zulham A. Harahap2)
1)
Program Studi Manajemen Sumberdaya Perairan, Fakultas Perairan Universitas Sumatera Utara, (Email: Januaritaelisa@gmail.com)
2)
Staf Pengajar Program Studi Manajemen Sumberdaya Perairan Fakultas Pertanian, Universitas Sumtera Utara
ABSTRACT
The mangrove litter which has been decomposed contributes organic matter as food source for many species of fish and other organisms in the mangrove ecosystem. This study aims to determine the effect of salinity on the rate of leaf litter decomposition A. marina and to know the nutrient content of carbon (C), nitrogen (N) and phosphorus (P) in the A. marina litter leaf which been released during the decomposition time. This research was done at Hamparan Perak base Deli Serdang sub-district of North Sumatera Province during February until May 2017. The results of the study of leaf litter A. marina at 0-10 ppt salinity level more quickly decomposes. The average weight of the rest of the leaf litter A. marina which decompose at a rate of 0-10 ppt salinity, 10-20 ppt and 20-30 ppt yaitu 1,46 grams, 5,86 grams, dan 6,53 grams.The rate of leaf litter decomposition A. marina at a rate of 0-1 0 ppt salinity, 10-20 ppt and 20-30 ppt was 28.61, 17.68, and 14.97. Carbon levels of nutrients in the leaf litter A.
marina ppt salinity level 0-10, 10-20 ppt and 20-30 ppt was 18,61%, 18,97%, and
18,58%. Levels of nutrients nitrogen in leaf litter A. marina ppt salinity level 0-10 ppt, 0-10-20 ppt and 20-30 ppt was 1,51%, 1,68%, and 1,18% . As well as the levels of the nutrient phosphorus leaf litter A. marina on ppt salinity level 0-10 ppt, 10-20 ppt and 20-30 ppt was 0,58%, 0,52%, and 0,51% respectively.
Keywords :A. marina,decomposition, mangrove leaf litter, nutrients, salinity.
PENDAHULUAN
Ekosistem mangrove
merupakan suatu jenis hutan yang tumbuh di daerah pasang surut yang tergenang pada saat pasang dan bebas dari genangan pada saat surut yang toleransi terhadap garam.
Mangrove berperan untuk
mempertahankan kelangsungan
hidup biota laut seperti ikan, udang, kepiting, siput dan biota lainnya. Mangrove juga berfungsi sebagai sumber makanan atau kesuburan
pantai, tempat berlindung,
berkembang biak atau tempat pembesaran biota laut lain.
Aliran energi di ekosistem mangrove bermula dari daun.Daun
memegang peran penting dan
merupakan sumber nutrisi sebagai awal rantai makanan.Pada ekosistem mangrove, rantai makanan yang terjadi adalah rantai makanan detritus.Sumber utama detritus berasal dari daun-daun dan ranting-ranting yang telah membusuk. Daun-daun yang gugur akan dimakan oleh jenis-jenis bakteri dan fungi. Bakteri
dan fungi ini akan dimakan oleh sebagian protozoa dan avertebrata lainnya dan kemudian protozoa dan avertebrata tersebut akan dimakan oleh karnivor sedang, kemudian karnivor sedang ini dimakan oleh
karnivor yang lebih tinggi
(Romimohtarto dan Juwana, 2001). Serasah yang jatuh di lantai hutan mangrove mengalami proses dekomposisi baik secara fisik maupun biologis, yang dapat menyuburkan kawasan pesisir. Serasah yang sudah terdekomposisi tersebut berguna untuk menjaga kesuburan tanah mangrove dan merupakan sumber pakan untuk berbagai jenis ikan dan avertebrata
melalui rantai makanan
fitoplanktondan zooplankton
sehingga keberlangsungan populasi ikan, kerang, udang dan lainnya dapat tetap terjaga. Sehingga serasah berperan penting sebagai penyuplai unsur hara yang akan menjadi
sumber utama adanya rantai
makanan di mangrove.
Serasah mangrove yang
terdekomposisi akan menghasilkan unsur hara yang bermanfaat untuk pertumbuhan tanaman dan digunakan oleh jasad renik di lantai hutan dan sebagian lagi akan terlarut dan terbawa air surut ke perairan
sekitarnya. Salinitas akan
mempengaruhi jumlah makrobentos yang terdapat di perairan karena
perbedaan salinitas dapat
mempengaruhi keanekaragaman
jenis maupun jumlah makrobentos yang berfungsi mempercepat laju dekomposisi (Dewi, 2009)
Kecamatan Hamparan Perak memiliki ketersediaan mangrove
yang cukup banyak.Banyaknya
mangrove di sekitar kecamatan dapat menghasilkan jumlah serasah yang banyak.Mangrove berfungsi sebagai
tempat mencari makan organisme air karena mangrove penyedia sumber
nutrisi yakni berasal dari
serasah.Banyaknya serasah di sekitar kecamatan dapat menguntungkan nelayan setempat untuk menangkap
ikan di sekitar kawasan
mangrove.Namun, banyaknya
ketersediaan mangrove diseimbangi juga dengan banyaknya aktivitas indsutri dan rumah tangga di sekitar.Karena banyaknya aktivitas manusia maka perlu dilakukan penelitian terkait tentang laju dekomposisi serasah mangrove dimana hasil dari dekomposisi
tersebut dapat memberikan
sumbangsi unsur hara di sekitar Kecamatan Hamparan Perak.
METODE PENELITIAN Lokasi dan Waktu Penelitian
Penelitian ini akan
dilaksanakan pada bulan Februari 2017 sampai April 2017 di kawasan hutan mangrove di Paluh Kurau
Kecamatan Hamparan Perak
Kabupaten Deli Serdang Sumatera Utara. Analisis unsur hara Karbon, Nitrogen dan Posfor dilakukan di Laboratorium Riset dan Teknologi Fakultas Pertanian, Universitas Sumatera Utara.
Alat dan Bahan
Alat yang digunakan meliputi GPS, hand refractormeter, oven, timbangan analitik, kantong serasah (litter bag) yang berukuran 40 x 30 cm yang terbuat dari nilon, kantong plastik dengan ukuran ¼ kg, tali plastik (rafia), dan amplop sampel.
Bahan yang diperlukan
adalah serasah daun A. marina yang
diambil dari kawasan hutan
Gambar 1. Peta Lokasi Penelitian
Pengumpulan Data
Sumber data yang digunakan adalah data primer. Data primer yang digunakan adalah hasil pengamatan
langsung dilapangan berupa
dekomposisi serasah daun mangrove
A. marina dan pengukuran parameter
fisika kimia perairan. Pengumpulan data dilakukan secara in situ dan ex
situ.
Teknik pengambilan data yang dipakai dalam penelitian ini dengan cara Purposive Sampling
(pengambilan data melalui
pertimbangan) dengan menentukan 3 titik stasiun pengamatan berdasarkan tingkat salinitas. Stasiun I dengan salinitas 0-10 ppt, stasiun II 11-20 ppt dan stasiun III 21-30 ppt.Penentuan titik koordinat stasiun dilakukan
dengan menggunakan alat GPS
(Global Positioning System).
Analisis Laju Dekomposisi Serasah Daun A. marina
Rumus pengurangan bobot serasah dengan menggunakan persamaan Olson (1963) :
Keterangan:
R = Laju dekomposisi (g/hari) T = Waktu pengamatan (hari) Wo = Berat kering sampel serasah
awal (g)
Wt =Berat kering sampel serasah setelah waktu pengamatan ke-t (g)
Pendugaan nilai laju
dekomposisi serasah dilakukan
menurut persamaan berikut
Olson(1963) :
Xt = X0 e –kt
Jadi :
ln (Xt/X0) = -kt
Keterangan :
Xt =Berat serasah setelah periode pengamatan ke-t
X0 =Berat serasah awal
E =Bilangan logaritma natural (2,72)
K =Nilai Laju Dekomposisi t =Periode pengamatan
WO-Wt t
Pengukuran Parameter Fisika Kimia Perairan
Pengukuran parameter fisika kimia dilakukan pada setiap stasiun selama penelitian 90 hari. Adapun parameter fisika kimia perairan yang diukur sebagai berikut: pH, suhu, salinitas dan DO
Unsur Hara
Analisis kandungan unsur hara C organik daun dilakukan dengan metode Walkley and Black :
Kadar C daun = 1.724 (0,458b − 0,4) BKM Keterangan:
b : BKM – BKP
BKM :Bobot kering serasah daun setelah pemanasan 105ºC BKP :Bobot kering serasah daun
setelah pemanasan 375ºC.
Analisis kandungan unsur hara N total dengan menggunakan metode Kjehdahl
Kadar N daun= a × 0,02 × 14 b Keterangan :
a :Selisih Volume (ml)
b :Bobot bahan kering dalam 0,1
gr tepung daun
0,02 :Normalitas HCL (sebelum distandarisasi terlebih dahulu untuk mengetahui nilai normalis yang tepat)
Sedangkan penentuan kadar
fosfor dilakukan dengan
menggunakan metode pengabuan
kering dengan pengekstraksi HCL 25%. Setelah pengenceran, fosfor diubah menjadi phospomolibidic
menggunakan larutan amonium
molybdate-boric acid.Direduksi menggunakan larutan pereduksi
ascorbic acid menimbulkan warna
biru yang dapat diukur kerapatan dengan spektrophotometer dengan panjang gelombang tertentu.Tahap selanjutnya membuat kurva tera berkisar antara 0 – 5 ppm untuk P.
HASIL DAN PEMBAHASAN Laju Dekomposisi
Serasah daun A. marina
didekomposisikan selama 90 hari dengan waktu pengamatan jumlah bobot keringnya tiap 15 hari sekali.Tiap 15 hari sekali peyusutan bobot kering daun A. marina sangat bervariasi.Pada (Gambar 2) dapat dilihat perubahan penyusutan dari serasah daun A. marina, dimana semakin lama waktu pengamatan maka semakin besar pula persentase (%) penyusutan serasah daun A.
marina tersebut.
Gambar 2. Sisa Serasah A. marina
Kecepatan dekomposisi pada setiap stasiun mengalami perubahan pada setiap stasiunnya namun pengamatan di hari 15 dan hari ke-90 mengalami penurunan. Kecepatan dekomposisi pada hari ke-15 berturut-turut dari stasiun I sampai stasiun III adalah 1,52%, 0,97%, dan 0,75%. 50 27.26 25.49 17.32 10.95 4.71 1.46 50 35.38 31.51 26.16 18.42 8.53 5.86 50 38.81 33.08 31.00 19.78 9.25 6.53 0 10 20 30 40 50 60 0 15 30 45 60 75 90 si sa dek o m po si si s era sa h (g ) Waktu (Hari) 0-10 ppt 11-20 ppt 21-30 ppt X 100 % X 100 %
Kecepatan dekomposisi pada hari ke-90 berturut-turut dari stasiun I sampai stasiun III adalah 0,54%, 0,62%, dan 0,48%. Hal ini sesuai dengan Aphan dkk (2013) laju dekomposisi tertinggi terjadi pada
tahap awal, hal ini diduga
berhubungan erat dengan kehilangan bahan organik dan anorganik yang mudah larut (pelindihan) dan juga
hadirnya mikroorganisme yang
berperan dalam perombakan beberapa zat yang terkandung dalam daun mangrove. Semakin lama waktu proses, semakin turun kecepatan per harinya.
Berdasarkan dari penyusutan bobot atau sisa serasah daun A.marina diatas dapat diketahui rata-rata laju dekomposisi serasah daun A. marina secara berkala dapat dilihat pada Tabel 1.
Tabel 1. Rata-rata pengurangan serasah
Hasil pengukuran rata-rata nilai konstanta laju dekomposisi (k) serasah pada masing-masing stasiun berturut-turut adalah sebesar 0.88, 0.54, dan 0.51 dari bobot awal pengamatan ke-15 sampai periode waktu pengamatan ke-90 hari.Nilai konstanta laju dekomposisi tertinggi terdapat pada stasiun I sebesar 0.88 dan terendah pada stasiun III sebesar 0.51.Grafik dibawah ini menunjukkan nilai konstanta rata-rata laju dekomposisi serasah daun A. marina dari setiap stasiun (Gambar 3).
Gambar 3. Nilai konstanta rata-rata laju dekomposisi (k) serasah daun A. marina
Nilai laju dekomposisi (k) pada pengamatan adalah 0.88, 0.54, dan 0.51 dari bobot awal pengamatan
ke-15 sampai periode waktu
pengamatan ke-90 hari.Nilai
konstanta laju dekomposisi tertinggi terdapat pada stasiun I sebesar 0.88 dan terendah pada stasiun III sebesar 0.51. Tingginya nilai salinitas pada stasiun II dan III dapat menghambat proses dekomposisi. Hal ini sesuai dengan Yunasfi (2006) peningkatan salinitas dapat menyebabkan terjadi
penghambatan aktivitas
mikroorganisme tanah yang
direfleksikan dalam bentuk perubahan kandungan C02, aktivitas selulase dan
humifikasi residu
tumbuhan.Kecepatan dekomposisi dipengaruhi oleh tipe daun, aktivitas mikroorganisme, kecepatan air, dan
lama masa terendam dibawah
permukaan air.
Parameter Fisika-Kimia Perairan
Parameter fisika – kimia yang diukur adalah suhu, salinitas, ph, dan oksigen terlarut.Hasil pengukuran parameter fisika – kimia disajikan pada Tabel 2. 0.88 0.54 0.51 0 0.1 0.2 0.3 0.4 0.5 0.6 0.7 0.8 0.9 1 1 2 3 La ju D ek o m p o sis i (k ) Stasiun Pengamatan
St Waktu (Hari) Rata -rata 15 30 45 60 75 90 1 1.52 0.82 0.73 0.65 0.60 0.54 0.13 2 0.97 0.62 0.53 0.53 0.55 0.62 0.10 3 0.75 0.56 0.42 0.50 0.54 0.48 0.09 Rata - rata 0.36 0.22 0.19 0.19 0.19 0.17 0.04
Tabel 2. Hasil Pengukuran Parameter Fisika Kimia Parameter Fisika Kimia Rata-rata Stasiun I Stasiun II Stasiun III Suhu (0C) 31.6 31.4 30.5 Salinitas (ppt) 5.2 15.3 24 Do (mg/l) 2 2.5 3 pH 7.4 7.5 7.7
Suhu yang tertinggi terdapat pada staiun I yaitu sebesar 31.60C, pada stasiun I ini terjadi laju dekomposisi yang paling cepat dibanding stasiun II dan III. Hal ini sesuai dengan Setiadi (1989) menyatakan bahwa peningkatan suhu perairan dapat merangsang kegiatan metabolisme dari flora mikro untuk
mempercepat lajunya proses
mineralisasi (perombakan menjadi CO2
dari bahan organik), dengan demikian akan terdapat peningkatan laju arus energi dalam sistemnya.
Nilai salinitas yang didapat saat pengukuran adalah berkisar 0-10 ppt pada stasiun I, 11-20 pada stasiun II, dan 21-30 pada stasiun III. Nilai salinitas dari setiap stasiun berbeda-beda akibat faktor lingkungan yang ada di daerah penelitian.Pada stasiun I didapat salinitas rendah0-10 ppt disebabkan stasiun tersebut berada diantara pertemuan air tawar dan laut. Sehingga tiap hari terjadi pertukaran air didaerah stasiun I. Pada stasiun III didapat salinitas tinggi21-30 ppt karena lokasi stasiun ini berada dekat dengan laut. Menurut (Rosmaniar, 2008), adanya penambahan air tawar yang mengalir masuk ke perairan lautmelalui muara sungai akan menurunkan nilai salinitas. Hal ini sesuai dengan Nybakken (1992) salinitas lebih bervariasi khususnya
pada perairan pantai bila
dibandingkan dengan perairan
terbuka atau lautdalam, kecuali di daerah dekat sungai besar yang mengeluarkan sejumlah air tawar .
Kadar oksigen terlarut
perairan sangat mempengaruhi
aktivitas mikroorganisme yang ada di perairan.Nilai DO yang di dapat pada saat penelitian tiap pengukurannya berbeda. Nilai kisaran DO yang terdapat di lokasi penelitian adalah 1,2 mg/l – 3,3 mg/l. Tinggi rendahnya DO di setiap stasiun disebabkan karena kebutuhan oksigen pada organisme berbeda-beda dan setiap
organisme selalu membutuhkan
oksigen. Disamping itu, dalam proses pendekomposisian banyak oragnisme
yang berperan. Dalam proses
pendekomposisi memerlukan oksigen perairan. Hal ini sesuai dengan Murni (2015) Faktor lain yang menyebabkan
rendahnya DO pada stasiun
pengamatan adalah karena tingginya aktivitas mikroorganisme dalam proses pendekomposisian bahan organik. menurut Puspitaningrum (2012) mengatakan bahwa penurunan jumlah oksigen merupakan ancaman bebahaya bagi hewan akuatik. Konsentrasi oksigen rendah akan meningkatkan kecepatan respirasi, menurunkan efisiensi respirasi dan konsentrasi oksigen ditentukan oleh keseimbangan antara produksi dan konsumsi oksigen dalam ekosistem. Oksigen diproduksi oleh komunitas autotrof melalui proses fotosintesis
dan dikonsumsi oleh semua
organisme melalui pernafasan. Nilai pH pada stasiun I, II, dan III masih berada dalam kisaran ideal yakni 7-8,5. Tinggi rendahnya pH
dikarenakan adanya aktivitas
mikroorganisme.Nilai pH paling rendah terdapat pada stasiun I dan pH paling tinggi terdapat pada stasiun III. Hal ini sesuai dengan Handayani (2004) menyatakan bahwa nilai pH
perairan dipengaruhi oleh beberapa faktor, antara lain salinitas, aktivitas fotosintesis, aktivitas biologi, dan suhu kandungan oksigen
Makrobenthos
Makrobenthos merupakan
salah satu dekomposer awal yang meremas atau mencacah sisa-sisa daun yang kemudian dikeluarkan kembali sebagai kotoran kemudian dilanjutkan oleh bakteri dan fungi untuk menguraikan bahan organik menjadi protein dan karbohidrat.
Tabel 3 menunjukkan jenis
makrobenthos yang terdapat pada serasah A. marina..
Tabel 3. Jenis-jenis makrobentos yang ditemukan di dalam kantong serasah daunA.
marina
Kelas Ordo Genus
Gastropoda Mesogastropoda Telescopium
Crustaceae Decapada Chiromantes
Turbellaria Macrostomida Microstonum Benthos yang didapat pada kantung serasah tiap-tiap stasiunnya berupa cacing, kepiting, siput, dan udang.Benthos merupakan pencacah daun utama yang berada di dalam kantung serasah.Daun terpecah akibat benthos yang mencari makan pada pada serasah daun yang berada di dalam kantung. Hal ini sesuai dengan
Yunasfi (2006) menyatakan
kecepatan dekomposisi serasah dipengaruhi oleh kecepatan serasah tersebut terpecah-pecah (fragmented). Pemecahan ini sebagian besar dilakukan oleh banyak hewan tanah seperti siput, cacing, larva serangga dan lain-lain.
Kandungan Unsur Hara (C, N, P)
Unsur hara yang paling tinggi
pada daun A. marina adalah
Karbon.Kandungan unsur hara karbon pada daun A. marina dapat dilihat pada Gambar 11.
Gambar 11.Kandungan unsur hara C pada daun A. marina yang telah mengalami dekomposisi.
Kandungan unsur hara karbon tertinggi terdapat pada stasiun II hari
ke- 90 sebesar 18,97% dan
kandungan unsur hara karbon
terendah terdapat pada stasiun I pada hari ke-60. Pada awal dekomposisi
unsur hara karbon mengalami
peningkatan yang drastis pada stasiun II dengan nilai 18,03%.
Dari grafik kandungan unsur karbon (C) menunjukkan grafik yang naik turun, unsur karbon mengalami
penurunan pada hari ke-60
disebabkan proses fotosintesis yang terjadi. Hal ini sesuai dengan Effendi (2003) mengatakan bahwa kadar karbondioksida diperairan dapat
mengalami pengurangan akibat
proses fotosintesis dan evaporasi yang terjadi. Karbon yang terdapat di atmosfer dan perairan diubah menjadi karbon organik melalui fotosintesis.
5.52 6.21 5.52 5.52 18.03 4.49 3.45 3.80 18.58 18.61 18.97 12.41 0 2 4 6 8 10 12 14 16 18 20 1 2 3 K ar b o n ( % ) Stasiun hari ke-0 hari ke-30 hari ke-60 hari ke-90
Berdasarkan hasil pengukuran di laboratorium, kandungan unsur hara nitrogen yang tertinggi terdapat pada stasiun II pada hari ke-30 dan hari ke-60 yaitu sebesar 2,18% dan nilai terendah terdapat pada stasiun III pada hari ke- 30 sebesar1,18%. Kandungan unsur hara nitrogen disajikan pada Gambar 12.
Gambar 12. Kandungan unsur hara N pada daun A. marina
yang telah
mengalamidekomposisi Nilai kandungan unsur N pada serasah daun A. marina pada stasiun I, II, dan III mengalami peningkatan tiap periode pengamatan. Nilai nitrogen tertinggi tiap stasiunnya secara berurut adalah 1,85%, 2,18%, dan 1,68% . Hal ini sesuai dengan Handayani (2004) menyatakan bahwa kandungan unsur hara N yang
mengalami peningkatan diduga
karena unsur hara N berperan dalam
proses adaptasi terhadap
lingkungannya serta penggenangan pasang surut yang relatif lama sehingga dengan bertambahnya waktu dekomposisi dan lama penggenangan, maka akan memberikan sumbangan kandungan unsur hara N yang semakin meningkat.
Nilai unsur hara fosfor tertinggi
selama masa pendekomposisian
adalah pada stasiun I, II, dan II pada hari ke-90 adalah 0,58%, 0,52%, 0,51%.
Gambar 13.Kandungan unsur hara P pada daun A. marina yang telah mengalami dekomposisi.
Kandungaan unsur hara P selama masa pendekomposisian daun
A. marinamengalami peningkatan
dari dari ke 15 sampai hari ke 90. Unsur hara P paling tinggi di hari ke-90 dengan nilai masing-masing stasiun berurut sebesar 0,58%, 0,52%, dan 0,51%. Semakin lama masa dekomposisi maka semakin tinggi juga nilai unsur hara yang didapatkan. Menurut Effendi (2003) di perairan, bentuk unsur fosfor berubah secara terus menerus, akibat proses dekomposisi dan sintesis antara bentuk organik dan bentuk anorganik yang dilakukan oleh mikroba. Keberadaan fosfor di perairan alami biasanya relatif kecil, dengan kadar yang sedikit daripada kadar nitrogen karena sumber fosfor relatif sedikit dibandingkan dengan kadar nitrogen di perairan.
Nilai rata-rata C/N tertinggi terdapat pada stasiun III dan terendah
0.84 0.84 0.84 1.68 2.18 1.18 1.85 2.18 1.18 1.51 1.68 1.68 0 0.5 1 1.5 2 2.5 1 2 3 % N it ro ge n Stasiun Hari ke-0 Hari ke-30 Hari ke-60 Hari ke-90 0.21 0.21 0.21 0.39 0.35 0.31 0.47 0.48 0.45 0.58 0.52 0.51 0 0.1 0.2 0.3 0.4 0.5 0.6 0.7 1 2 3 F o sf o r ( % ) Stasiun hari ke-0 hari ke-30 hari ke-60 hari ke-90
pada stasiun II.Nilai C/N paada stasiun I memiliki peningkatan yang tinggi pada hari ke 60.Rasio C/N A.
marina dapat dilihat pada Gambar 14.
Gambar 14. Rasio C/N
Penurunan nilai C/N pada stasiun I lebih rendah dibandingkan stasiun II dan III.Bila dirata-ratakan maka stasiun III memiliki nilai C/N paling tinggi diantara stasiun I dan
II.Dimana C/N yang tinggi
menyebabkan serasah daun pada
stasiun III semakin lama
terdekomposisi.Dilihat dari data laju dekomposisinya stasiun III juga memiliki sisa serasah yang paling banyak diantara stasiun lainnya.Hal ini menunjukkan bahwa stasiun I mengalami perubahan lebih banyak
daripada stasiun III yang
mengindikasikan proses dekomposisi pada stasiun I berlangsung lebih cepat. Menurut Rindyastuti (2010) diacu oleh Andrianto, et al (2015), menerangkan bahwa besarnya nilai
awal dan penurunannya akan
berkorelasi dengan cepat dan lambatnya proses dekomposisi karena semakin rendah nilai C/N, semakin baik kandungan unsur hara N disebabkan oleh kemampuan bakteri
nitrogen pada serasah daun untuk melakukan fiksasi nitrogen. Wulan, et
al(2011) menyatakan rasio C/N yang
tinggi (kandungan unsur N yang relatif rendah) akan menyebabkan proses degradasi berlangsung lebih lambat karena nitrogen akan menjadi faktor penghambat.
KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan
1. Laju dekomposisi rata-rata serasah (k) daun A. marina pada tingkat salinitas 0-10 ppt adalah 0.88, salinitas 11-20 ppt adalah 0.54, dan salinitas 21-30 ppt adalah 0.51.
2. Unsur hara C yang terdapat pada serasah daun A. marina yang didekomposisi pada pengamatan hari ke-90 adalah pada salinitas 0-10 ppt sebesar 18,61%, pada salinitas 11-20 ppt sebesar 18,97%, dan pada salinitas 21-30 ppt sebesar 18.58%. Unsur hara N yang terdapat pada serasah daun A.
marina yang didekomposisi pada
pengamatan hari ke-90 adalah pada salinitas 0-10 ppt sebesar 1.51%, pada salinitas 11-20 ppt sebesar 1.68%, dan pada salinitas 21-30 ppt sebesar 1.18%.Unsur hara P yang terdapat pada serasah
daun A. marina yang
didekomposisi pada pengamatan hari ke-90 adalah pada salinitas 0-10 ppt sebesar 0,58%, pada salinitas 11-20 ppt sebesar 0,52%, dan pada salinitas 21-30 ppt sebesar 0,51%.
Saran
Perlu dilakukan kajian tentang hubungan laju dekomposisi serasah terhadap laju produksi perikanan di kecamatan Hamparan Perak
3.70 1.86 12.32 8.27 1.74 11.29 3.81 15.75 7.39 0.00 2.00 4.00 6.00 8.00 10.00 12.00 14.00 16.00 18.00 1 2 3 R as io C /N Stasiun hari 30 hari 60 hari 90
DAFTAR PUSTAKA
Andrianto, F., A. Bintoro dan S. B. Yuwano.2015. Produksi dan Laju Dekomposisi Serasah Mangrove (Rhizophora sp.) di Desa Durian dan Desa Batu Menyan Kecamatan Padang CerminKabupaten Pesawaran. Jurnal Sylva Lestari.3 (1) : 9-20.
Aphan, D., A. Mulyani dan Zulkifli.
2013. Produksi dan
Kandungan Karbon Serta Laju
Dekomposisi Serasah
Xylocarpus sp di Perairan Sun
gai Mesjid Dumai, Riau. Hal 1-11
Boonruang, P. 1984. The Rate of Degradation of Mangrove
Leaves, Rhizhophora
apiculata bl and Avicennia marina (forsk) vierh at Phuket
Island, Western Peninsula of Thailand.
Dewi, N. 2009.Laju Dekomposisi
Serasah Daun Avicennia
marina pada Berbagai Tingkat
Salinitas.[Skripsi]. Universitas Sumatera Utara. Medan
Effendi, H. 2003. Telaah Kualitas Air bagi Pengelolaan Sumber
Daya dan Lingkungan
Perairan Penerbit Kanisius, Yogyakarta
Handayani,T. 2004. Laju
Dekomposisi Serasah
Mangrove Rhizophora
mucronataLamk di Pulau
Untung Jawa Kepulauan
Seribu Jakarta.[Skripsi]. Institut Pertanian Bogor, Bogor
Murni, F., Yunasfi dan Desrita.2015. Laju Dekomposisi Serasah
Daun Rhizophora
apiculatadan Analisis Unsur
Hara C, N, dan P di Pantai
Serambi Deli Kecamatan
Pantai Labu Kabupaten Deli Serdang.Jurnal
aquacostmarine. 7(2): 1-11
Nybakken. 1992.Biologi Laut, Suatu
Pendekatan Ekologis.
Gramedia, Jakarta.
Olson, J. S. 1963. Energy Storage and the Balance of Producer and Decompocer in Ecological System Ecology 44: 322-331
Puspitaningrum, M., I, Muniftul., S, Handayani. 2012. Produksi
dan Konsumsi Oksigen
Terlarut oleh Beberapa
Tumbuhan Air.Jurnal Buletin Anatomi dan Fisiologi. Vol XX(1):47-55
Romimohtarto, K dan S, Juwana. 2001. Biologi Laut. Ilmu Pengetahuan Tentang Biota Laut.Penerbit Djambatan. Jakarta
Rosmaniar. 2008. Kepadatan dan Distribusi Kepiting Bakau
(Scylla spp.) serta
Hubungannya dengan Faktor Fisika Kimia di Perairan Pantai Labu Kabupaten Deli Serdang. [Tesis]. USU. Medan
Setiadi A dan Pamudji. 1986. Penelitian Kecepatan Gugur Mangrove dan Penguraiannya dalam Hutan Bakau di Teluk Ambon. Prosiding Seminar III
Ekosistem Hutan Mangrove. Hlm 115-120. Wulan., P. D. K. Praswati. 2011.Penentuanrasio optimum C:N:P sebagai nutrisi padaproses biodegradasi
benzena-toluena dan scale up
kolom bioregenerator.
FakultasTeknik. Universitas Indonesia.Depok.
Yunasfi.2006. Dekomposisi Serasah Daun Avicennia marina oleh Bakteri dan Fungi pada
Berbagai Tingkat
Salinitas.[Disertasi]. Institut Pertanian Bogor, Bogor.