• Tidak ada hasil yang ditemukan

Hubungan antara Aktivitas Kerja Manual Handling dengan Keluhan Nyeri Punggung Bawah pada Perawat di RSUP Haji Adam Malik Medan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Hubungan antara Aktivitas Kerja Manual Handling dengan Keluhan Nyeri Punggung Bawah pada Perawat di RSUP Haji Adam Malik Medan"

Copied!
23
0
0

Teks penuh

(1)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Anatomi Punggung Bawah

Menurut Snell (2012), columna vertebralis merupakan pilar utama tubuh, dan

berfungsi menyanggah cranium, gelang bahu, ektremitas superior, dan dinding

thorax serta melalui gelang panggul meneruskan berat badan ke ekstremitas

inferior. Di dalam rongganya terletak medulla spinalis, radix nervi spinalis, dan

lapisan penutup meningen, yang dilindungi oleh columna vertrebalis. Columna

vertebralis terdiri dari 33 vertebra, yaitu 7 vertebra cervicalis, 12 vertebra

thoracicus, 5 vertebra lumbalis, 5 vertebra sacralis (yang bergabung membentuk

os sacrum), dan 4 vertebra coccygea (tiga yang di bawah umumnya bersatu).

Struktur columna ini fleksibel, karena columna ini bersegmen-segmen dan

tersusun dari vertebra, sendi-sendi, dan bantalan fibrocartilago yang disebut discus

intervertebralis. Discus intervertebralis membentuk kira-kira seperempat panjang

kolumna.

Gambar 2.1 Tulang Belakang

Sumber: SpineUniverse, 2013

Vertebra yang khas terdiri dari corpus yang bulat di anterior dan arcus

(2)

vertebrale, yang dilalui oleh medulla spinalis dan bungkus-bungkusnya. Arcus

vertebrae terdiri atas sepasang pediculus yang berbentuk silinder, yang

membentuk sisi-sisi arcus, dan sepasang lamina yang pipih yang melengkapi

arcus pada daerah posterior (Snell, 2012)

Arcus vertebrae mempunyai tujuh processus yaitu satu processus spinosus,

dua processus transversus, dan empat processus articularis. Processus spinosus

atau spina, menonjol ke posterior dari pertemuan kedua lamina. Processus

transversus menonjol ke lateral dari pertemuan lamina dan pediculus. Processus

spinosus dan processus transversus berfungsi sebagai pengungkit dan menjadi

tempat melekatnya otot dan ligamentum. Processus articularis terletak vertikal dan

terdiri dari dua processus articularis superior dan dua processus articularis

inferior. Processus ini menonjol dari pertemuan antara lamina dan pediculus, dan

facies articularisnya diliputi oleh kartilago hialin. Kedua processus articularis

superior dari sebuah arcus vertebrae bersendi dengan kedua processus articularis

inferior dari arcus yang ada diatasnya, membentuk sendi sinovial (Snell, 2012).

Pediculus mempunyai lekuk pada pinggir atas dan bawahnya, membentuk

incisura vertebralis superior dan inferior. Pada masing-masing sisi, incisura

vertebralis superior sebuah vertebra dan incisura vertebralis inferior vertebra di

atasnya membentuk foramen intervertebrale. Foramina ini pada kerangka yang

bersendi berfungsi sebagai tempat lewatnya nervus spinalis dan pembuluh darah.

Radix anterior dan posterior nervi spinalis bergabung di dalam foramina ini,

bersama dengan pembungkus duramaternya membentuk saraf spinalis segmentalis

(Snell, 2012).

2.1.1. Vertebra Lumbalis Tipikal dan Os Sacrum

Menurut Snell (2012), sebuah vertebra lumbalis tipikal mempunyai ciri-ciri

sebagai berikut.

1. Corpus besar dan berbentuk ginjal.

2. Pediculus kuat dan mengarah ke belakang.

3. Lamina tebal.

(3)

5. Processus transversus panjang dan langsing.

6. Processus spinosus pendek, rata, dan berbentuk segiempat dan mengarah ke

belakang.

7. Facies articularis processus articularis superior menghadap ke medial dan

facies articularis processus articularis inferior menghadap ke lateral.

Gambar 2.2 Vertebra Lumbal

Sumber: Medscape, 2014

Vertebra lumbalis tidak mempunyai facies articularis untuk bersendi dengan

costa dan tidak ada foramina pada processus transversus.

Os sacrum terdiri atas lima vertebra rudimenter yang bergabung menjadi

satu membentuk sebuah tulang berbentuk baji, yang cekung di anterior. Pinggir

atas atau basis tulang bersendi dengan vertebara lumbalis V. Pinggir bawah yang

sempit bersendi dengan os coccygis. Di lateral, os sacrum bersendi dengan dua os

coxae untuk membentuk articulatio sacroiliaca. Pinggir anterior dan atas vertebra

S1 menonjol ke depan sebagai margo posterior apertura pelvis superior dan

dikenal sebagai promontorium sacralis. Promontorium sacralis pada wanita

penting untuk obstetrik dan digunakan pada saat menentukan ukuran pelvis (Snell,

2012).

Terdapat foramina vertebralis dan membentuk canalis sacralis. Lamina

vertebrae sacralis V dan kadang-kadang juga vertebra sacralis IV tidak mencapai

(4)

anteriores dan posteriores nervi spinales sacrales dan coccygeales, filum

terminale, dan zat fibroadiposa. Juga berisi bagian bawah spatium

subarachnoideum, ke bawah sampai setinggi pinggir bawah vertebra S2.

Permukaan anterior dan posterior sacrum mempunyai empat foramen pada setiap

sisi, untuk tempat lewatnya rami anteriores dan posteriores empat nervi spinales

sacrales bagian atas (Snell, 2012).

2.1.2. Otot-Otot Punggung

Menurut Snell (2012), otot-otot punggung dapat dibagi dalam tiga

kelompok:

1. Otot-otot superficial yang berhubungan dengan cingulum membri

superioris.

2. Otot-otot intermedia yang ikut menggerakkan cavea thoracis.

3. Otot-otot profunda atau postvertebralis yang terdapat pada columna

vertebralis.

Otot-otot postvertebra berkembang dengan baik pada manusia dan

membentuk tiang jaringan otot yang lebar dan tebal, yang menempati rongga di

kanan kiri processus spinosus columna vertebralis. Processus spinosus dan

processus transversus vertebrae berfungsi sebagai pengungkit yang mempermudah

kerja otot. Otot-otot terpanjang terletak superficial dan berjalan dari sacrum ke

angulus costae, processus transversus, dan processus spinosus vertebrae bagian

atas. Otot-otot dengan panjang sedang (intermedia) berjalan miring dari processus

transversus ke processus spinosus. Serabut otot yang terpendek dan terdalam

berjalan diantara processus spinosus dan di antara processus transversus vertebrae

yang berdekatan. Otot-otot punggung dapat diklasifikasikan sebagai berikut

(Snell, 2012):

 Otot-otot Superficial yang Berjalan Vertikal.

 Musculus erector spinae: musculus iliocostalis, musculus longissimus, dan musculus spinalis.

(5)

 Musculus transversospinalis: musculus semispinalis, musculi multifidi, dan musculi rotatores.

 Otot-otot Profunda: musculi interspinales dan musculi intertransversarii. Trigonum lumbalis merupakan trigonum musculare punggung, yaitu lokasi

dimana pus dapat muncul dari dinding abdominal. Batas-batasnya adalah

musculus latissimus dorsi, pinggir posterior musculus obliquus abdominis

externus dan crista iliaca (Snell, 2012).

Otot-otot punggung terbanyak dipersarafi oleh ramus posterior nervi

spinalis, tetapi beberapa otot dipersarafi oleh ramus anterior nervi spinalis.

Musculi intertransversarii anteriores cervicis dipersarafi oleh ramus anterior nervi

spinalis (Moore dan Agur, 2002).

2.1.3. Sendi-Sendi Columna Vertebralis di Bawah Axis

Permukaan atas dan bawah corpus vertebrae yang berdekatan dilapisi oleh

lempeng tulang rawan hialin yang tipis. Di antara lempeng tulang rawan tersebut,

terdapat discus intervertebralis yang tersusun dari jaringan fibrocartilago. Discus

intervertebralis paling tebal di daerah cervical dan lumbal, tempat di mana paling

banyak terjadi gerakan columna vertebralis. Discus ini berperan sebagai peredam

benturan bila beban pada columna vertebralis mendadak bertambah. Sayangnya

daya pegas ini berangsur-angsur menghilang dengan bertambahnya usia (Snell,

2012).

Ketebalan discus intervertebralis di berbagai daerah berbeda satu dari yang

lain; discus intervertebralis yang paling tebal terdapat di daerah lumbal dan yang

paling tipis di daerah torakal sebelah kranial. Di daerah servikal dan daerah

lumbal discus intervertebralis lebih tebal di sebelah ventral dan lebih merata

ketebalannya di daerah torakal (Moore dan Argur, 2002).

Setiap discus terdiri dari bagian pinggir, anulus fibrosus, dan bagian tengah

yaitu nucleus pulposus. Anulus fibrosus terdiri atas jaringan fibrocartilago, yang

melekat dengan erat pada corpus vertebrae dan ligamentum longitudinale anterius

dan posterius columna vertebralis. Nucleus pulposus pada anak-anak dan remaja

(6)

terletak sedikit ke pinggir posterior daripada pinggir anterior discus. Permukaan

atas dan bawah corpus vertebrae yang berdekatan yang menempel pada discus

diliputi oleh cartilago hialin yang tipis (Snell, 2012).

Gambar 2.3 Discus Intervertebralis

Sumber: Mayfield Clinic, 2013

Sifat setengah cair nucleus pulposus memungkinkannya berubah bentuk dan

vertebrae dapat menjungkit ke depan atau ke belakang di atas yang lain.

Peningkatan beban kompresi yang mendadak pada columna vertebralis

menyebabkan nucleus pulposus yang semi cair ini menjadi gepeng dan keadaan

ini diakomodasi oleh daya pegas di sekeliling anulus fibrosus. Kadang-kadang,

dorongan keluar ini terlalu kuat bagi anulus, sehingga anulus menjadi robek dan

nucleus pulposus keluar dan menonjol ke dalam canalis vertebralis, di mana

nucleus ini dapat menekan radix nervi spinalis, nervus spinalis, atau bahkan

medulla spinalis (Snell, 2012).

Ligamentum longitudinale anterius dan posterius berjalan turun sebagai

sebuah pita utuh pada permukaan anterior dan posterior columna vertebralis dari

cranium sampai ke sacrum. Ligamentum longitudinale anterius lebar dan melekat

dengan kuat pada pinggir depan dan samping corpus vertebrae, dan pada discus

intervertebralis. Ligamentum longitudinale posterius lemah dan sempit dan

melekat pada pinggir posterior discus.

Sendi-sendi antar dua arcus vertebrae terdiri atas sendi sinovial antara

processus articularis superior dan inferior vertebra yang berdekatan. Facies

articularis diliputi oleh tulang rawan hialin, dan sendi-sendi dikelilingi oleh

(7)

 Ligamentum supraspinale: berjalan di antara ujung-ujung processus spinosus yang berdekatan.

 Ligamentum interspinale: menghubungkan processus spinosus yang berdekatan.

 Ligamentum intertransversaria: berjalan di antara processus transversus yang berdekatan.

 Ligamentum flavum: menghubungkan lamina dari vertebra yang berdekatan.

Gambar 2.4 Ligamen pada Vertebra

Sumber: SpineUniverse, 2014

Sendi-sendi antara corpus vertebrae dipersarafi oleh cabang kecil meningea

masing-masing saraf spinal. Saraf ini berasal dari nervus spinalis pada saat saraf

ini keluar dari foramen intervertebrale. Kemudian saraf ini masuk kembali ke

dalam canalis vertebralis melalui foramen intervertebrale dan menyarafi

meningen, ligamenta, dan discus intervertebralis. Sendi-sendi antara processus

articularis dipersarafi oleh cabang-cabang dari rami posteriores nervi spinales.

Sendi-sendi pada setiap tingkat menerima serabut saraf dari dua nervus spinalis

yang berdekatan (Snell, 2012).

2.1.4. Gerakan Columna Vertebralis

Gerakan-gerakan berikut ini dapat dilakukan, yaitu fleksi, ekstensi, fleksi

(8)

 Fleksi adalah gerakan ke depan, dan ekstensi adalah gerakan ke belakang. Keduanya dapat dilakukan dengan leluasa di daerah cervical dan lumbal,

tetapi terbatas pada daerah thoracal.

 Fleksi lateral adalah melengkungnya tubuh ke salah satu sisi. Gerakan ini mudah dilakukan di daerah cervical dan lumbal, tetapi terbatas di daerah

thoracal.

 Rotasi adalah gerakan memutar columna vertebralis. Gerakan ini sangat terbatas di daerah lumbal.

 Sirkumduksi adalah kombinasi dari seluruh gerakan-gerakan di atas.

Di daerah lumbal, fleksi dilakukan oleh musculus rectus abdominis dan

musculi psoas. Ekstensi dilakukan oleh musculi postvertebrales. Fleksi lateral

dilakukan oleh musculi postvertebrales, musculus quadratus lumborum, dan

otot-otot serong dinding anterolateral abdomen. Musculus psoas mungkin ikut dalam

gerakan ini. Gerakan rotasi dilakukan oleh otot-otot rotator dan otot-otot serong

dinding anterolateral abdomen (Snell, 2012).

2.2. Nyeri Punggung Bawah 2.2.1. Definisi

Nyeri punggung bawah ialah perasaan nyeri di daerah lumbosakral dan

sakroiliakal. Nyeri punggung bawah sering disertai penjalaran ke tungkai sampai

kaki (Harsono dan Soeharso, 2009).

2.2.2. Etiologi

Menurut Engstrom (2006), penyebab nyeri punggung bawah yaitu sebagai

berikut.

Tabel 2.1 Etiologi Nyeri Punggung Bawah

1. Kongenital atau

perkembangan

Spondilolisis dan spondilolistesis Kifoskoliosis

(9)

2. Trauma minor Strain (cedera akibat peregangan yang berlebihan) atau sprain (keseleo)

3. Fraktur Traumatik: jatuh, kecelakaan lalu lintas Atraumatik: osteoporosis, neoplastic

infiltration, steroid eksogen 4. Herniasi diskus intervertebral

5. Degeneratif Disk-osteophyte complex Gangguan pada diskus internal

Spinal stenosis with neurogenic claudication Penyakit sendi atlantoaxial (misalnya, artritis

reumatoid)

6. Artritis Spondilosis

Facet or sacroiliac arthropathy

Autoimun (misalnya spondilitis ankilosa,

Reiter’s syndrome)

7. Neoplasma Metastasis, hematologis, tumor tulang primer

8. Infeksi atau inflamasi Osteomielitis vertebral Abses epidural spinal Septik diskus

Meningitis

Araknoiditis lumbal

9. Metabolik Osteoporosis – hiperparatiroidisme,

imobilitas

Osteosklerosis (misalnya Paget’s disease) 10. Lainnya Referred pain dari penyakit viseral

Postural

Psikiatrik, malingering, chronic pain syndromes

Diseksi arteri vertebral

(10)

2.2.3. Faktor Risiko

Banyak artikel yang telah dipublikasikan membahas tentang faktor risiko

nyeri punggung bawah dari segi fisik, psikososial, dan faktor individu.

Faktor-faktor tersebut berinteraksi dalam jalan yang berbeda sehingga dapat

menimbulkan nyeri punggung bawah. Dalam satu kondisi, faktor risiko

psikososial mungkin menjadi kontributor utama, sementara pada kondisi yang lain

faktor risiko fisik mungkin menjadi penyebab utama (Op De Beeck dan Hermans,

2000).

Ringkasan mengenai hubungan antara nyeri punggung bawah dan faktor

risikonya dimuat dalam tabel di bawah. Sistem klasifikasi Bernard et al (1997) dan klasifikasi Hoogendoorn et al (2000) digunakan untuk menggolongkan kekuatan bukti dari keterkaitan kerja (work-relatedness), memeriksa kontribusi dari setiap faktor risiko fisik terhadap nyeri punggung bawah (Op De Beeck dan

Hermans, 2000). Bukti dari keterkaitan tersebut diklasifikasikan sebagai berikut.  Bukti yang kuat dari keterkaitan kerja (+++) : terdapat dalam

temuan-temuan yang konsisten pada banyak studi yang berkualitas tinggi.

 Ada bukti (++) : terdapat dalam temuan-temuan yang konsisten pada satu studi yang berkualitas tinggi dan satu atau lebih studi yang berkualitas

rendah, atau pada banyak studi yang berkualitas rendah.

 Bukti tidak cukup (+/0) : hanya terdapat dalam satu studi atau temuan yang tidak konsisten pada banyak studi.

Tabel 2.2 The work relatedness of low back disorders: overview of the risk factors

Category of risk factor Risk factor Evidence

Physical factors

Heavy manual labour + + Manual material handling + + + Awkward postures + +

Static work + /0

(11)

Psychosocial/work-organisational factors

Job content + /0

Work/time pressure + /0

Job control + /0

Social support + + +

Job dissatisfaction + + +

Individual factors

Age + /0

Socio-economic status + + +

Smoking + +

Medical history + + +

Gender + /0

Anthropometry + /0

Physical activity + /0

Sumber: Op De Beeck dan Hermans, 2000

2.2.4. Subtipe

Nyeri punggung bawah dapat diklasifikasikan ke dalam tiga kategori yaitu

sebagai berikut (Duthey, 2013).

1. Kronik, yaitu nyeri punggung bawah yang dialami selama lebih dari 7-12

minggu, atau setelah masa penyembuhan atau nyeri punggung berulang

yang secara intermiten memengaruhi individu selama periode waktu yang

panjang.

2. Akut, yaitu nyeri punggung bawah yang dialami selama kurang dari 12

minggu.

3. Subakut, yaitu nyeri punggung bawah yang dialami selama 6 minggu

(12)

2.2.5. Patofisiologi

Menurut Harsono dan Soeharso (2009), salah satu karakteristik nyeri

punggung bawah adalah nyeri punggung bawah miogenik, yaitu yang disebabkan

oleh ketegangan otot, spasme otot, defisiensi otot, dan hipersensitif. Ketegangan

otot, disebabkan oleh sikap tegang yang konstan atau berulang-ulang pada posisi

yang sama akan memendekkan otot yang akhirnya akan menimbulkan perasaan

nyeri. Keadaan ini tidak akan terlepas dari kebiasaan buruk atau sikap tubuh yang

tidak atau kurang fisiologik. Pada struktur yang normal, kontraksi otot

mengurangi beban pada ligamentum dalam waktu yang wajar. Apabila otot-otot

menjadi lelah, maka ligamentum yang kurang elastis akan menerima beban yang

lebih berat. Rasa nyeri timbul oleh karena iskemia ringan pada jaringan otot,

regangan yang berlebihan pada perlekatan miofasial terhadap tulang, serta

regangan pada kapsula (Harsono dan Soeharso, 2009).

Spasme otot atau kejang otot, disebabkan oleh gerakan yang tiba-tiba di

mana jaringan otot sebelumnya dalam kondisi yang tegang atau kaku atau kurang

pemanasan. Spasme otot ini memberi gejala yang khas, ialah dengan adanya

kontraksi otot yang disertai dengan nyeri yang hebat. Setiap gerakan akan

memperberat rasa nyeri sekaligus menambah kontraksi. Akan terjadi suatu

lingkaran antara nyeri, kejang atau spasme dan ketidakmampuan bergerak

(Harsono dan Soeharso, 2009).

Defisiensi otot, dapat disebabkan oleh kurang latihan sebagai akibat dari

mekanisasi yang berlebihan. Tirah baring yang terlalu lama maupun karena imobilisasi. Otot yang hipersensitif akan’menciptakan’ satu daerah kecil yang apabila dirangsang akan menimbulkan rasa nyeri dan menjalar ke daerah tertentu

(target area). Daerah kecil tadi disebut sebagai noktah picu (trigger point). Dalam pemeriksaan klinik terhadap penderita nyeri punggung bawah, tidak jarang

dijumpai adanya noktah picu ini. Titik ini apabila ditekan dapat menimbulkan rasa

nyeri bercampur rasa sedikit nyaman (Harsono dan Soeharso, 2009).

Pasien umumnya menceritakan riwayat serangan-serangan nyeri transien

dan berkurangnya mobilitas tulang belakang secara bertahap. Walaupun pasien

(13)

membungkuk, herniasi adalah suatu proses bertahap yang ditandai dengan

serangan-serangan penekanan akar saraf (yang menimbulkan berbagai gejala dan

periode penyesuaian anatomik) (Hartwig dan Wilson, 2012).

Regio lumbalis merupakan bagian yang tersering mengalami herniasi

nukleus pulposus. Kandungan air diskus berkurang seiring bertambahnya usia

(dari 90% pada masa bayi menjadi 70% pada lanjut usia; Schwartz, 1998). Selain

itu, serat-serat menjadi lebih kasar dan mengalami hialinisasi, yang ikut berperan

menimbulkan perubahan yang menyebabkan herniasi nukleus pulposus melalui

anulus disertai penekanan akar saraf spinalis. Umumnya herniasi paling besar

kemungkinannya terjadi di daerah kolumna vertebralis tempat terjadinya transisi

dari segmen yang lebih banyak bergerak ke yang kurang bergerak (hubungan

lumbosakral dan servikotorakalis) (Hartwig dan Wilson, 2012).

Gambar 2.5 Compression of L5 and S1 roots by herniated disks

Sumber: Engstrom, 2006

Sebagian besar herniasi diskus terjadi di daerah lumbal di antar-ruang

lumbal IV ke V (L4 ke L5) atau lumbal kelima ke sakral pertama (L5 ke S1). Arah

tersering herniasi bahan nukleus pulposus adalah posterolateral. Karena akar saraf

di daerah lumbal miring ke bawah sewaktu keluar melalui foramen saraf, herniasi

diskus antara L5 dan S1 lebih mempengaruhi akar saraf S1 daripada L5 seperti

yang diperhitungkan. Herniasi diskus antara L4 dan L5 menekan akar saraf L5

(14)

2.2.6. Gejala

Menurut Bull dan Archard (2007), nyeri merupakan perasaan yang sangat

subjektif dan tingkat keparahannya sangat dipengaruhi oleh pendapat pribadi dan

keadaan saat nyeri tersebut terjadi. Gejala-gejala nyeri punggung dapat sangat

bervariasi dari satu orang ke orang yang lain. Gejala tersebut meliputi:  sakit

 kekakuan

 rasa baal (mati rasa)  kelemahan

 rasa kesemutan (seperti ditusuk peniti dan jarum).

Batuk atau bersin seringkali dapat memperberat nyeri punggung dengan

menyebabkan spasme (kontraksi) otot punggung yang terasa sangat nyeri.

2.2.7. Penegakkan Diagnosa 1. Anamnesis

Anamnesis nyeri punggung bawah mempunyai kerangka acuan tertentu,

minimal harus meliputi hal-hal sebagai berikut (Harsono dan Soeharso, 2009):  Letak atau lokasi nyeri

 Penyebaran nyeri

 Sifat nyeri, seperti ditusuk-tusuk, disayat, mendenyut, kena api, nyeri tumpul, dan sebagainya.

 Pengaruh aktivitas terhadap nyeri

 Pengaruh posisi tubuh atau anggota tubuh  Trauma

 Proses terjadinya dan perkembangannya  Obat-obat analgetika yang pernah diminum  Kemungkinan adanya proses keganasan  Riwayat menstruasi

(15)

 Inspeksi

Mengobservasi pasien saat berdiri, duduk, bersandar maupun berbaring dan

bangun dari berbaring. Observasi punggung, pelvis dan tungkai selama

bergerak apakah ada hambatan selama melakukan gerakan.  Palpasi dan perkusi

Palpasi dan perkusi harus dilakukan dengan hati-hati. Pada palpasi, terlebih

dahulu diraba daerah yang sekitarnya paling ringan rasa nyerinya, kemudian

menuju ke arah daerah yang terasa paling nyeri.  Pemeriksaan tanda vital

 Pemeriksaan neurologik

Pemeriksaan neurologik menurut Harsono dan Soeharso (2009) meliputi

pemeriksaan motorik, sensorik, refleks fisiologik dan patologik, serta

percobaan-percobaan atau test untuk menentukan apakah sarafnya ada yang

mengalami kelainan, misalnya pemeriksaan range of movement (ROM) dan

Lasegue test.

3. Pemeriksaan penunjang

Ketika nyeri yang dirasakan berat dan tidak hilang dalam waktu 6 sampai 12

minggu, diagnosis spesifik menjadi lebih penting untuk menentukan

penatalaksanaannya (Ullrich, 2012). Pemeriksaan tambahannya yaitu:  X-ray

 CT scan  Myelogram  MRI scan

2.2.8. Penatalaksanaan

Penatalaksanaan untuk nyeri punggung bawah tergantung pada riwayat

pasien dan tipe serta keparahan dari nyerinya. Kebanyakan kasus nyeri punggung

bawah akan baik dalam waktu enam minggu tanpa operasi, dan latihan (exercises) untuk nyeri punggung bawah hampir selalu menjadi rencana dari

penatalaksanaannya. Jika nyeri tetap ada ataupun memburuk, prosedur diagnostik

(16)

 Istirahat. Menghentikan aktivitas selama beberapa hari akan memberikan kesempatan untuk jaringan yang cedera dan bahkan saraf agar sembuh,

yang akan meringankan nyeri punggung bawah. Namun, istirahat yang

berlebihan dapat melemahkan otot, sehingga otot tersebut harus berusaha

untuk menyangga tulang belakang. Pasien yang tidak melakukan olahraga

teratur biasanya mengalami nyeri punggung bawah berulang atau

berkepanjangan.

 Heat and Ice Packs membantu meringankan nyeri punggung bawah dengan mengurangi inflamasi. Kebanyakan pasien menggunakan es (ice), tetapi yang lain memilih panas (heat). Keduanya dapat digunakan bergantian.  Obat-obatan yang digunakan seperti analgesik (acetaminophen, duloxetine),

obat anti inflamatori non-steroid (aspirin, naprosyn), cyclooxygenase II inhibitors (celecoxib), muscle relaxant (cyclobenzaprine, orphenadrine, carisoprodol), opioid (oxycodone) (Hills, 2014).

2.3. Ergonomi dan Manual Handling 2.3.1. Definisi Ergonomi

Istilah “ergonomi” berasal dari bahasa Yunani, yaitu ergon yang artinya kerja dan nomos yang artinya aturan atau hukum alam. Menurut International

Ergonomics Association, ergonomi merupakan suatu disiplin ilmu mengenai pemahaman tentang interaksi antara manusia dan elemen-elemen lain dalam

sebuah sistem, serta profesi yang menggunakan teori, prinsip, data, dan metode

untuk mendesain, dalam rangka mengoptimalkan kesejahteraan manusia dan

kinerja sistem secara menyeluruh.

Ergonomi pada hakikatnya berarti ilmu tentang kerja, yaitu bagaimana

pekerjaan dilakukan dan bagaimana bekerja lebih baik, sehingga ergonomi sangat

berguna dalam desain pelayanan atau proses. Ergonomi berbicara mengenai

desain sistem terutama sistem kerja agar sesuai dengan atribut atau karakteristik

manusia (to fit the job to the man) (Soedirman dan Suma’mur, 2014).

Ergonomi adalah bidang studi multidisiplin yang mempelajari

(17)

dengan kemampuan dan keterbatasan manusia yang menggunakannya (Harrianto,

2010).

Gambar 2.6 Pendekatan Ergonomi

Sumber: Santoso, 2004

2.3.2. Aspek Ergonomi

Berdasarkan International Ergonomics Association, sebagai bidang ilmu yang multidisiplin, ergonomi dapat dibagi menjadi 3 area spesialisasi, yaitu

sebagai berikut.

1. Physical Ergonomics, yaitu mengenai anatomi manusia, antropometri, fisiologi dan karakteristik biomekanik yang berkaitan dengan aktivitas fisik.

Meliputi postur saat kerja, mengangkat beban, gerakan berulang, penyakit

muskuloskeletal akibat kerja, tata ruang tempat kerja, keamanan, dan

kesehatan kerja.

2. Cognitive Ergonomics, yaitu mengenai proses mental, seperti persepsi, memori, pemikiran, dan respon motorik, yang semuanya memengaruhi

interaksi antara manusia dan elemen lainnya di dalam sistem. Meliputi

beban mental akibat kerja, pengambilan keputusan, performa keterampilan

kerja, interaksi manusia-mesin, keandalan manusia, stres kerja, dan latihan

yang berhubungan dengan desain manusia-sistem.

Manusia Lingkungan Tujuan: Optimasi

(18)

3. Organizational Ergonomics, yaitu mengenai optimisasi sistem sosioteknis termasuk struktur organisasi, berbagai kebijakan dan proses. Meliputi

komunikasi, manajemen sumber daya pekerja, desain kerja, desain waktu

kerja, kerja tim, desain partisipasi kerja, ergonomi komunitas, kerjasama

tim, paradigma kerja yang baru, virtual organizations, pola kerja jarak jauh, dan manajemen kualitas kerja.

Suatu lapangan penting dalam ergonomi adalah posisi tubuh (work posture) dan gerakan seluruh dan anggota badan (body and limb movements), yang menentukan besarnya pemakaian energi daan aktivitas sensorimotoris. Ilmu

tentang postur kerja dan gerakan seluruh atau sebagian termasuk anggota badan disebut biomekanik (Suma’mur, 2009). Oleh karena itu, seorang tenaga kerja dapat dikatakan memenuhi persyaratan biomekanis dalam melakukan

pekerjaannya, apabila postur kerja dan gerakan yang dilakukan saat bekerja sesuai

dengan keadaan alami dari tubuh serta anggota badan.

2.3.3. Definisi Manual Handling

Menurut European Agency for Safety and Health at Work (EU-OSHA) tahun 2007, manual handling adalah segala kegiatan transportasi atau mengangkat beban yang dilakukan oleh satu atau lebih pekerja. Kegiatan tersebut termasuk

mengangkat, menahan, meletakkan, mendorong, menarik, membawa atau

memindahkan sebuah beban (Barnard, 2012). Beban dapat berupa objek bernyawa

seperti manusia atau hewan, serta objek yang tidak bernyawa seperti boks,

peralatan dan sebagainya. Manual handling juga dapat disebut manual material handling (MMH) (EU-OSHA, 2007).

2.3.4. Klasifikasi Manual Handling

(19)

1. Mengangkat/Menurunkan (Lifting/Lowering)

Mengangkat adalah kegiatan memindahkan barang ke empat yang lebih

tinggi yang masih dapat dijangkau oleh tangan. Kegiatan lainnya adalah

menurunkan barang.

Gambar 2.7 Kegiatan Mengangkat/Menurunkan

Sumber: Suhadri, 2008

2. Mendorong/Menarik (Push/Pull)

Kegiatan mendorong adalah kegiatan menekan berlawanan arah tubuh

dengan usaha yang bertujuan untuk memindahkan objek. Kegiatan menarik

kebalikan dengan itu.

Gambar 2.8 Kegiatan Mendorong/Menarik

Sumber: Suhadri, 2008

3. Memutar (Twisting)

Kegiatan memutar merupakan kegiatan MMH yang merupakan gerakan

memutar tubuh bagian atas ke satu atau dua sisi, sementara tubuh bagian

bawah berada dalam posisi tetap, Kegatan memutar ini dapat dilakukan

(20)

Gambar 2.9 Kegiatan Memutar

Sumber: Suhadri, 2008

4. Membawa (Carrying)

Kegiatan membawa merupakan kegiatan memegang atau mengambil barang

dan memindahkannya. Berat benda menjadi berat total pekerja.

Gambar 2.10 Kegiatan Membawa

Sumber: Suhadri, 2008

5. Menahan (Holding)

Memegang objek saat tubuh berada dalam posisi diam (statis).

Gambar 2.11 Kegiatan Menahan

(21)

2.4. Risiko dan Bahaya Manual Handling

Cedera akibat manual handling bisa terjadi di mana pun manusia bekerja – di peternakan atau perkebunan dan lokasi pembangunan gedung, dalam pabrik,

kantor, gudang, rumah sakit, bank, laboratorium, dan pada jasa pengiriman

(Health and Safety Executive (HSE), 2012). Melakukan salah satu atau lebih kegiatan manual handling secara berulang-ulang dan terus-menerus dapat

menyebabkan kelelahan dan ketidaknyamanan. Seiring berjalannya waktu, cedera

punggung, bahu, tangan, pergelangan tangan, atau bagian tubuh lainnya dapat

muncul. Dapat pula terjadi kerusakan otot, tendon, ligamen, saraf, dan pembuluh

darah. Cedera seperti ini dikenal sebagai musculoskeletal disorders atau MSDs

(California Department of Industrial Relations, 2007).

OSHA membagi dua kelompok cedera yang disebabkan oleh kegiatan manual

handling yaitu sebagai berikut.

1. Luka, memar, patah tulang dan sebagainya, akibat kejadian tiba-tiba dan tidak

diharapkan seperti kecelakaan.

2. Kerusakan sistem muskuloskeletal tubuh (otot, tendon, ligamen, tulang, sendi,

bursa, pembuluh darah dan saraf) sebagai konsekuensi selama melakukan

aktivitas manual handling berulang. Cedera ini disebut penyakit

muskuloskeletal (MSDs) dan dapat dibagi ke dalam tiga grup:

a. Penyakit pada leher dan ekstremitas atas (neck and upper limb disorders)

b. Penyakit ektremitas bawah (lower limbs disorders)

c. Nyeri punggung dan cedera punggung (ba ck pain and back injuries).

2.4.1. Risiko Manual Handling pada Perawat

Menurut WorkCover NSW (WorkCover New South Wales) tahun 2006,

manual handling masih menjadi penyebab cedera utama dan terbesar pada perawat. Cedera akibat manual handling merupakan penyebab signifikan kehilangan profesi perawat dari pelayanan komunitas dan kesehatan. Kelompok

lain yang memiliki risiko tinggi termasuk petugas kebersihan rumah sakit dan

(22)

Pada edisi pertama Guide the Health Industry Classification Project tahun 1997, dilaporkan bahwa beberapa berikut menjadi kontributor utama penyebab

cedera pada perawat, yaitu manual handling pasien, stres muskular tanpa memegang objek, tergelincir, tersandung, terjatuh, manual handling troli,

penggunaan dan penyetelan tempat tidur, serta mengatur kain linen dan celemek

timbal (lead aprons).

Di bawah ini beberapa risiko dari manual handling pasien untuk keselamatan dan kesehatan menurut Occupational Safety and Health Branch Labour Department (2000).

1. Berat – memindahkan pasien, khususnya pasien dewasa yang memiliki

keterbatasan bisa menyebabkan cedera pada tenaga kesehatan. Cedera dapat

disebabkan oleh berbagai hal, contohnya pekerjaan yang terlalu keras, faktor

kebugaran dan keterampilan, frekuensi, kondisi kerja, serta kondisi pasien

yang sedang ditangani.

2. Jarak – semakin jauh jarak antara batang tubuh dan tangan, semakin besar efek dari berat. Oleh karena itu, jarak yang memisahkan pekerja dengan pasien dapat menyebabkan cedera. Juga seperti, tiang infus, pagar pengaman tempat tidur, kursi roda, dan furnitur dekat tempat tidur.

3. Postur – aktivitas mengangkat, postur yang janggal, dilakukan terpisah atau

bersamaan dengan pengerahan tenaga dapat menyebabkan cedera atau

penyakit. Contoh postur yang janggal adalah membungkuk lama, memutar ke

samping, meraih sesuatu melewati tinggi bahu, mengangkat atau membawa

dengan satu tangan.

4. Tugas yang berisiko – dengan tiga tiga faktor yaitu berat, jarak, dan postur

yang janggal, memindahkan pasien dapat mengakibatkan penyakit

muskuloskeletal. Yang termasuk tugas yang paling sering berisiko, yaitu:  memindahkan pasien yang sangat tergantung pada orang lain,

 memindahkan pasien yang tidak kooperatif,  mengangkat pasien dari lantai,

(23)

 memindahkan pasien dari tempat tidur ke kursi atau sebaliknya,

 memindahkan pasien dari kursi ke kursi (misalnya, dari atau ke kursi roda, toilet),

 memandikan pasien,

 mereposisi pasien di tempat tidur atau kursi,  menimbang pasien,

 menempatkan pispot atau mengganti alas atau bantalan inkontinensia,  mencoba menghentikan pasien yang akan terjatuh, dan

 membantu pasien dengan disabilitas untuk memasuki kendaraan.

5. Lainnya – hal-hal lain yang meningkatkan risiko keselamatan dan kesehatan saat memindahkan pasien yaitu:

 lantai yang tidak rata, basah atau licin,

 ruang tidak cukup untuk melakukan manuver,

 secara manual memnidahkan pasien dalam jarak jauh,  pencahayaan kurang,

 peralatan yang cacat atau tidak terawat,

 kelemahan genggaman tangan karena kondisi kesehatan tertentu,  kelelahan akibat aktivitas manual handling berulang,

Gambar

Gambar 2.1 Tulang Belakang
Gambar 2.2 Vertebra Lumbal
Gambar 2.3 Discus Intervertebralis
Gambar 2.4 Ligamen pada Vertebra
+6

Referensi

Dokumen terkait

Penyusutan menurut akuntansi 363,912,420 - Beban penyisihan piutang ragu-ragu 5,895,607,010 - Kenikmatan, sumbangan dan representasi 995,359,642

This study is focused on the consistency of SPOT/VGT and PROBA-V GEOV1 products developed in the framework of the Copernicus Global Land Services, providing an

Set iap usulan Pem egang Saham akan dim asukkan dalam acara Rapat jika m em enuhi persyarat an dalam Pasal 14 ayat 10 Anggaran Dasar Perseroan dan usul t ersebut

[r]

Diabetes merupakan keadaan yang timbul karena ketidakmampuan tubuh mengolah karbohidrat/ glukosa akibat kurangnya jumlah insulin atau insulin tidak berfungsi

Pemindahan kampus tersebut atas dasar kebutuhan sarana dan prasarana perkuliahan yang tidak lagi memadai di Kampus Semanggi seiring bertambahnya mahasiswa dan adanya keinginan

2.  Pemegang  saham  yang  berhak  hadir  dalam  Rapat  adalah  pemegang  saham  Perseroan  yang  namanya  tercatat  dalam 

Dalam pemecahan masalah matematika, sebagian dari siswa sekolah dasar merasa bosan dan kesulitan dalam pembelajaran matematika, seperti mencari keliling, luas dan volume suatu