12 BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Setiap masyarakat di dunia pasti memiliki kebudayaan1 yang berbeda dari masyarakat lainnya. Kebudayaan merupakan keseluruhan yang kompleks yang mencakup pengetahuan, kepercayaan, kesenian, moral, hukum, adat istiadat, dan kemampuan-kemampuan lain, serta kebiasaan yang didapat oleh manusia sebagai anggota masyarakat. Demikian halnya suku Batak Toba, meskipun merupakan bagian dari enam2
Masyarakat Batak Toba memiliki adat istiadat yang diwariskan oleh nenek moyangya dan turun-temurun diwariskan melalui tradisi oral (oral tradition). Di sini adat istiadat ialah berbagai aktivitas sosial budaya sub suku Batak. Suku Batak Toba tentunya memiliki kebudayaan sendiri yang membedakannya dari lima sub suku Batak lainnya.
Medan merupakan ibukota dari Sumatera Utara, yang mana di dalamnya terdapat manusia yang memiliki beragam kebudayaan. Masyarakat di Medan terdiri dari beberapa suku, ada suku Batak, Melayu, Jawa, Sunda, dan sebagainya. Terlepas dari keibukotaannya, masyarakat di Medan juga masih melakukan tradisi adat untuk setiap aktivitas kebudayaan, salah satunya masyarakat suku Batak Toba yang terdapat di kota Medan.
1Kebudayaan
menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) merupakan hasil kegiatan atau penciptaan batin akal budi manusia seperti kepercayaan, kesenian, adat-istiadat, dan sebagainya.
2
13
termasuk upacara-upacara kebudayaan yang disepakati menjadi tradisi dan berlaku secara umum di masyarakat. Sementara tradisi adalah segala sesuatu seperti adat, kepercayaan, kebiasaan, upacara dan sebagainya yang secara turun temurun diwariskan
Menurut Aritonang (1988:47), seorang teolog Kristen, adat bagi orang Batak Toba bukanlah sekedar kebiasaan atau tata tertib sosial, melainkan sesuatu yang mencakupi seluruh dimensi kehidupan: jasmani dan rohani, masa kini dan masa depan, hubungan antara si aku (sebagai mikrokosmos) dengan seluruh jagad raya (makrokosmos). Dengan kata lain, adat bagi orang Batak Toba adalah sesuatu yang bersifat totalitas (Aritonang 1988:48), yang dapat diartikan sebagai pandangan hidup orang Batak Toba. Adat bermanfaat untuk mencegah bencana, menjaga keharmonisan dan kesuburan tanah, memastikan akan adanya kesinambungan kebutuhan penduduk desa, serta menjaga keutuhan kekerabatan.
14
keluargayang menyangkut dalihan natolu. Peran-peran dalam upacara perkawinan adat Batak Toba selalau terkait dalam tiga kedudukan utama dalam adat (dalihan natolu)3
Pada masyarakat Batak Toba terdapat dua jenis ensambel musik yang sangat penting, yakni gondang hasapi dan gondang sabangunan. Kedua ensambel musik ini selalu menjadi bagian dari aktivitas upacara ritual dan adat bagi masyarakat Batak Toba dalam mengiringi musik gondang, seperti gondang mula-mula, gondang somba-somba, gondang
tersebut. Dalam masyarakat Batak Toba hingga sekarang ini, adat dalihan na tolu masih tetap dihargai sebagai asas kehidupan. Asas kehidupan itu tergambar pada falsafah dalihan na tolu, yaitu somba marhula-hula (hormat kepada pihak marga orangtua dari istri [mertua]), elek marboru (sayang kepada pihak marga daripada suami anak perempuan [menantu]), manat mardongan tubu (berhati-hati kepada pihak marga daripada suami [lelaki bersaudara]).
Perkawinan dalam adat Batak Toba tidak terlepas dari musik-musik yang mengiringi proses upacara tersebut berlangsung, yang mana alat musik yang digunakan memiliki peran dalam setiap rangkaian kegiatan upacara adat maka dalam setiap upacara adat dan ritual keagamaan di masyarakat Batak Toba tentu tidak terlepas dari adanya aktivitas musikal.
Aktivitas musikal tersebut memiliki peran dan fungsi dalam setiap bagian
tahapan-tahapan upacara yang dilaksanakan. Pelaksanaan upacara
perkawinan Batak Toba dapat dikatakan sebagai kegiatan yang dianggap
sakral karena ada hubungannya dengan kepercayaan masyarakat kepada
Tuhan.
3Dalihan natolu
15
elek-elek, gondang liat-liat dan gondang hasahatan. Dahulunya, musik yang digunakan untuk upacara perkawinan Batak Toba ialah gondang
sabangunan. Gondang sabangunan lazimnya dimainkan di halaman
rumah, baik menggunakan atau pun tanpa panggung. Selain itu gondang sabangunan juga diletakan di balkon rumah adat yang ada di bagian luar.
Namun di Kota Medan khususnya pada upacara perkawinan, musik
yang digunakan pada umumnya mereka menyebutnya berbeda-beda4, ada
yang menyebutnya sebagai gondang, musik tiup, ataupun uning-uningan.
Dalam bahasa Batak Toba, kata gondang mengandung banyak pengertian,
di antaranya adalah instrumen musikal, ensambel musik, judul sebuah
komposisi musik, judul kolektif dari beberapa komposisi musik
(repertoar)5
4
tergantung kepada konsumen yang melaksanakan upacara perkawinan tersebut menginginkan jenis musik seperti apa yang akan dipakai pada upacara adat yang mereka laksanakan. Banyaknya kasus yang terjadi ketika sebuah gondang yang dikenal dengan judul A dapat disebut dengan judul B di tempat lain.
5Repertoar
ialah komposisi musik yang siap untuk dipertunjukkan.
, tempo pada komposisi suatu rangkaian upacara,
menunjukkan suatu kelompok misalnya kelompok kekerabatan atau pun
tingkat usia, dan bisa juga berarti sebuah doa.
Musik dikebudayaan Batak Toba biasanya digunakan untuk
upacara ritual-adat yang biasanya menyangkut tentang kepercayaan suku
Batak Toba kepada Tuhan Yang Maha Esa, yang menyebabkan musik
perkawinan pada upacara adat perkawinan Batak Toba mempunyai dua
peranan yaitu peranan vertikal dan peranan horizontal. Peranan vertikal
berarti penghormatan kepada sang pencipta, peranan horizontal berarti
penghormatan sesama manusia (secara khusus penghormatan dalam
16
Musik pada upacara perkawinan juga memiliki peran dan fungsi
dalam setiap rangkaian upacara adat yang dilaksanakan, mulai dari
marhusip, upacar pemberkatan di gereja, dan sampai pada tahap upacara
adat dimana musik itu juga memiliki fungsi seperti dalam teori Allan P.
Meriam bahwa“ethnomusicology as the study of music culture” sehingga dapat disarikan bahwa etnomusikologi adalah lahan kajian studi tentang musik milik kebudayaan suku tertentu baik dari aspek fisik atau materi musiknya maupun konteks budaya masyarakat yang memiliki musik itu sendiri. Dimana dalam hal ini musik dikatakan sebagai fungsi, yaitu dalam hal menyampaikan permohonan kepada Tuhan. Permohonan kepada
Tuhan ini merupakan penyampaian sebuah doa/harapan yang baik kepada
si pengantin.
Salah satu penyebab perubahan musik dalam upacara adat
perkawinan masyarakat Batak Toba ialah modernisasi. Modernisasi suatu
masyarakat merupakan suatu poses transformasi yang meliputi segala
aspek kehidupan. Dilihat dari segi kebudayaan, modernisasi dapat
diartikan sebagai proses pergeseran sikap dan mentalitas sebagian warga
masyarakat yang disebabkan oleh adanya kebutuhan untuk menyesuaikan
diri dengan tuntutan zaman masa kini. Perkembangan zaman
mempengaruhi terjadinya perubahan dalam setiap bagian upacara adat
perkawinan masyarakat Batak Toba.
Masyarakat Batak Toba adalah masyarakat adat yang secara
berkelanjutan mengalami perubahan diberbagai aspek kehidupan.
Perubahan sosial mendorong perubahan produk kebudayaannya yang tidak
17
yang lebih konkrit dan visual. Dampak perubahan sosial ini
mengakibatkan adanya nilai-nilai tradisi yang tetap berlanjut dan
bertambah.
Zaman yang semakin maju dan berkembang dapat mempengaruhi
keberlanjutan musik tradisi menjadi semakin berkembang atau semakin
menghilang, seperti yang terjadi pada masyarakat Batak Toba yang ada di
Kota Medan.
Alat musik yang di gunakan pada saat upacara pernikahan telah
mengalami perkembangan yang pesat tanpa menghilangkan nilai
tradisinya, masuknya alat musik modern kedalam musik penikahan
menjadi kesatuan yang kompleks dengan alat musik tradisi pada musik
perkawinan adat Batak Toba di kota Medan. Berhubungan dengan hal
tersebut, khususnya pada masyarakat Batak Toba di kota Medan
pelaksanaan upacara adat seperti upacara perkawinan, dalam pengamatan
sementara penulis pada peristiwa budaya, musik sebagai kelengkapan adat
perkawinan penyajiannya telah menggabungkan alat musik barat dengan
alat musik tradisional. Alat musik barat yang digunakan dalam upacara
adat perkawinan tersebut pada umumnya adalah alat musik keyboard,
saxophone, ataupun terompet. Keyboard merupakan salah satu alat musik
yang multifungsi, dimana praktisi atau pemain keyboard tersebut
menggunakan fitur-fitur yang ada didalamnya untuk memprogram atau
menciptakan irama musik yang dibutuhkan, demikian juga dengan
saxophone ataupun terompet. Alat musik keyboard dan saxophone ataupun
18
tetapi digabungkan dengan alat musik tradisional, yaitu taganing, sulim,
sarune, maupun hesek.
Melalui pengamatan penulis juga pada setiap upacara adat
perkawinan, musik yang digunakan selalu berbeda-beda. Ada yang
menggunakan sulim, keyboard, taganing, ada juga yang menggunakan
musik uning-uningan. Namun semuanya itu, musik perkawinan di kota
medan telah mengalami percampuran dengan alat musik modern.
Muisk tiup atau musik uning-uningan pada upacara adat
perkawinan Batak Toba di kota medan disajikan untuk mengiringi upacara
adat. Upacara adat yang dilaksanakan pada pesta perkawinan adalah
manortor, sehingga penyajian alat musik sangat berperan sebagai
pengiring tor-tor atau sebagai media menyampaikan pesan antar tamu
adat. Ada empat judul gondang yang disajikan didalam mengiringi upacara
adat yang dilaksanakan, yaitu gondang mula-mula, gondang
somba-somba, gondang elek-elek dan gondang hasahatan. Makna dari ke empat
gondang tersebut adalah sebagai sarana untuk menyembah hula-hula,
mangelek boru, dan dipercayai dapat memberi kemakmuran bagi yang
melaksanakan upacara adat.
Dengan demikian, penulis lebih tertarik untuk mengakaji lebih
dalam lagi mengenai perubahan dan kontinuitas yang terjadi dalam musik
perkawinan di Kota Medan dan fungsi dari musik perkawinan itu sendiri.
Maka dari itu, berdasarkan latar belakang tersebut penulis mengangkat
penelitian ini menjadi sebuah tulisan ilmiah dalam bentuk skripsi dengan
memberi judul: “Musik Pada Upacara Adat Perkawinan Batak Toba di
19 1.2 Pokok Permasalahan
Berdasarkan uraian dari latar belakang tersebut, maka tulisan ini akan
membahas pokok permasalahan sebagai berikut:
1. Bagaimana peran dan fungsi musik pada upacara adat perkawinan Batak
Toba?
2. Bagaimana perubahan dan kontinuitas musik pada adat perkawinan Batak
Toba?
1.3 Tujuan dan Manfaat Penelitian 1.3.1 Tujuan penelitian
Adapun tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Untuk mendeskripsikan peran dan fungsi musik pada pada upacara adat perkawinan Batak Toba.
2. Untuk mendeskripsikan dan menganalisis hal-hal yang melatarbelakangi
terjadinya perubahan dan kontinuitas musik pada adat perkawinan Batak
Toba.
1.3.2 Manfaat penelitian
Adapun manfaat yang diperoleh dan ingin dicapai dalam tulisan ini adalah: 1. Penelitian ini diharapkan dapat member manfaat bagi pembaca, baik yang
20
2. Sebagai dokumentasi dan sarana literature tentang kontinuitas dan perubahan musikpada upacara adat perkawinan Batak Toba.
3. Sebagai dokumentasi tambahan bagi Departemen Etnomusikologi mengenai fenomena budaya Batak Toba.
4. Sebagai syarat untuk mendapatkan gelar Sarjana di Depertemen Etnomusikologi Universitas Sumatera Utara.
1.4 Konsep dan Teori 1.4.1 Konsep
Konsep adalah kesatuan pengertian tentang suatu hal atau persoalan yang perlu dirumuskan. Konsep juga merupakan rancangan ide atau pengertian yang diabstrakkan dari peristiwa konkret (Kamus Besar Bahasa Indonesia, Balai Pustaka, 1991 : 431). Untuk memperjelas konsep yang akan penulis gunakan dalam penulisan skripsi ini, maka sebaiknya perlu dijelaskan 3 (tiga) hal pokok yang menjadi topik utama dalam pembahasan yakni mengenai kajian fungsi, kontinuitas, dan perubahan.
Kajian merupakan kata jadian yang terbentuk dari kata “kaji” yang berarti mengkaji, mempelajari, memeriksa, mempertimbangkan secara matang, dan mendalami.Dari keterangan tersebut, dapat diketahui bahwa pengertian kata “kajian” dalam hal ini adalah suatu penelitian atas pemeriksaan yang dilakukan dengan teliti (Badudu, 1982: 132).
21
bentuk kontinuitas dapat dilihat dari keberlanjutan alat musik tradisional yang masih dipakai pada upacara perkawinan. Dimana dengan adanya fenomenamusik, konsep/ide musik tersebut masih terus berlanjut namun telah terjadi variasi.
Perubahan dalam suatu kebudayaan wajar terjadi, karena tidak ada kebudayaan yang tidak berubah melihat dari zaman yang dari tahun ketahun semakin berkembang. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (2005:1234), kata perubahan berarti; hal (keadaan) berubah, peralihan, pertukaran. Dalam bahasa inggris perubahan disebut change, misalnya perubahan sosial atau sosial change, artinya perubahan dalam kemasyarakatan yang mempengaruhi sistem sosial suatu masyarakat yang berhubungan dengan nilai-nilai, dan perilaku di antara kelompok manusia (Yandianto, 2000:656; Abdulsyani, 1995:83).
22
Gondang dalam masyarakat Batak Toba artinya menunjuk seperangkat alat musik (instrumen) tradisional yang dipergunakan pada saat menari (manortor) dalam suatu upacara. Tetapi istilah gondang juga dipakai untuk komposisi lagu, serta jenis tarian/tortor yang dibawakan kerabat6
1. instrumen musik,
dalam upacara. Dengan demikian gondang menunjuk pada pengertian:
2. komposisi dan repertoar (untaian komposisi lagu), 3. jenis tortor7
Dalam hal ini perubahan yang terjadi pada musik yang digunakan pada upacara perkawinan Batak Toba dimana musik yang digunakan telah mengalami perubahan, bahwa yang awalnya musik pada upacara perkawinann Batak Toba menggunakan gondang sabangunan yaitu taganing, sarune, gordang, ogung ihutan, ogung oloan, ogung panggora, ogung doal dan hesek, arti kata lain masih menggunakan alat musik tradisi Batak Toba. Sedangkan pada masa kini gondang sabangunan tersebut telah mengalami perkembangan yaitu dengan bertambahnya alat musik modern seperti keyboard, saxophone, atau terompet. Jadi ada keberlanjutan dan perubahan yang terjadi itu ada pada musik upacara perkawinan masyarakat Batak Toba.
kerabat.
Bagi masyarakat Batak Toba, khususnya yang berada di kota medan, hadirnya keyboard, saxophone, ataupun terompet menjadi suatu keuntungan dalam pelaksanaan upacara adat maupun hiburan seperti yang sering dilihat pada acara pesta perkawinan sekarang ini.
6
karena musik gondang dan tortor merupakan satu kesatuan yang tidak dapat dipisahkan dalam pelaksanaan upaccara pesta adat. (Emmi Simangunsong, hal. 83)
7Tortor
23 1.4.2 Teori
24
pengintegrasian masyarakat. Namun Soedharsono lebih memperkecil fungsi seni untuk memudahkan penulis menganalisis fungsi upacara tersebut.
Menurut Soekanto, perubahan terjadi karena usaha masyarakat untuk menyesuaikan diri sesuai kebutuhan situasi dan kondisi yang timbul sejalan dengan pertumbuhan masyarakat (Soekanto 1992:21). Suatu kebudayaan tidaklah bersifat statis, melainkan selalu berubah dengan kemajuan zaman sebab kebudayaan bukanlah suatu hal yang lahir hanya sekali (Ihromi 1987:32).
Herskovits dalam Merriam mengemukakan bahwa perubahan dan kelanjutan (kontinuitas) merupakan suatu tema yang digunakan untuk memahami sifat stabil dan dinamis yang melekat dalam setiap kebudayaan. Berkaitan dengan fenomena ini, teori kebudayaan secara umum mengasumsikan bahwa setiap kebudayaan beroperasi dalam kerangka waktu yang terus mengalami kelanjutan, dimana variasi-variasi dan perubahan yang terjadi adalah hal yang tidak dapat dielakkan (Merriam 1964:303).
25
Sependapat dengan uraian tersebut, Koentjaraningrat (1965:135) juga mengemukakan tentang salah satu faktor yang menyebabkan perubahan kebudayaan, yaitu: inovasi (innovation) adalah suatu proses perubahan kebudayaan yang besar tetapi yang terjadi dalam waktu yang tidak terlalu lama. Proses ini meliputi satu penemuan baru, jalannya unsur itu disebarkan ke lain bagian masyarakat dan cara unsur kebudayaan tadi diterima, dipelajari, dan akhirnya dipakai dalam masyarakat yang bersangkutan. Kemudian Lauwer juga berpendapat bahwa terjadinya suatu perubahan dapat diakibatkan oleh adanya akulturasi (acculturation), dimana akulturasi disini mengacu pada pengaruh suatu kebudayaan lain atau saling mempengaruhi antara dua kebudayaan yang mengakibatkan terjadinya suatu perubahan (1989:402). Perubahan kebudayaan adalah perubahan yang terjadi dalam sistem ide yang dimiliki bersama oleh sejumlah warga masyarakat yang terdapat dalam aturan-aturan atau nomra-norma, nilai-nilai, teknologi, selera dan rasa keindahan atau kesenian dan bahasa. Perubahan kebudayaan bisa mencakup salah satu unsurnya dan mempengaruhi unsur-unsur kebudayaan lainnya, atau juga dapat merubah seluruh unsur-unsur kebudayaan tersebut. (Suparlan, 2004:24).
26
mengatakan bahwa sikap menerima dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu: faktor kebutuhan, keuntungan langsung yang dapat dinikmati, senang pada satu hal yang baru, dan sifat inovatif yang ingin berkreasi. Ada juga sikap menolak yang disebabkan oleh anggapan bahwa hal-hal yang baru tersebut merugikan, atau bertentangan dengan tata nilai yang dianut sebelumnya.
Kontinuitas merupakan perwujudan dari pelestarian dan regenerasi terhadap masalah yang digarap untuk mencapai pengembangan yang diharapkan. Pada ranah sosiologis, kontinuitas diwujudkan dalam bentuk kesepahaman komunitas untuk melakukan pemberdayaan atas masalah yang diangkat ke dalam penetapan yang diinginkan secara representatif menghasilkan perilaku budaya, respons internalisasi pengembangan yang diharapkan dalam mencapai tujuan yang menjadi komitmennya.
Gondang sabangunan merupakan music rakyat (folk music) yang dipelajari secara oral oleh seniman Batak Toba telah mengalami kontinuitas dan perubahan dalam musiknya, hal ini diungkapkan oleh Bruno Nettl dan Gerald Behague (1991:4) yang mengatakan bahwa:
“…in a folk or nonliterature..a song must be sung, remembered, and taught by one generation to the next. If this does, not happen, it dies and is lost forever. There is another alternative: if it is not accepted by it’s audience, it may be change to fit the need and desires of the people who perform and hear it.
27
berikutnya. Jika hal itu tidak terjadi maka lagu atau musik tersebut akan hilang atau punah. Tetapi ada alternative lain, jika lagu atau musik tersebut tidak diterima oleh penonton (audiens), hal ini mungkin dapat diubah atau diberi inovasi untuk disesuaikan dengan kebutuhan dan keinginan orang-orang yang mempertunjukkan atau mendengarnya.
1.5 Metode Penelitian
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (1990:581), metode penelitian diartikan sebagai suatu cara mencari kebenaran dan azas-azas alam, masyarakat atau kemanusiaan yang bersangkutan. Dalam kaitan ini Hasan (1985:7) mengatakan metode merupakan cara atau sistematika kerja untuk memahami objek yang menjadi sasaran ilmu yang bersangkutan.
Menurut Caplin (1989:301), metode adalah prosedur sistematis yang tercakup dalam upaya menyelidiki suatu fakta atau konsep. Metode penelitian dapat diartikan dalam beberapa disiplin ilmu tertentu. Di dalam ilmu-ilmu sosial, objek pengamatan dan penelitian yang merupakan dasar dari pengetahuan ilmiah adalah gejala-gejala masyarakat yang lebih khusus, terdiri dari kejadian-kejadian kongkrit.
28
menjaring data (informasi) yang bersifat sewajarnya mengenai suatu masalah dalam kondisi aspek atau bidang kehidupan tertentu pada objeknya.
Menurut Nettl (1964:62-64) ada dua hal yang esensial untuk melakukan aktivitas penelitian dalam disiplin Etnomusikologi yaitu kerja lapangan (field work) dan kerja laboratorium (desk work). Kerja lapangan ini meliputi pemilihan informan, pendekatan dan pengumpulan data, pengumpulan dan perekaman data, latar belakang perilaku sosial ataupun mempelajari seluruh pemakaian musik. Sedangkan kerja laboratorium meliputi pengolahan data yang didapat dari lapangan, menganalisis dan membuat hasil dari keseluruhan data-data yang diperoleh.
Di dalam tulisan ini penulis menggunakan metode penelitian deskriptif yang bersifat kualitatif. Kualitatif yaitu prosedur penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan dari orang-orang dan perilaku yang diamati (Bongdan dan Taylor dalam Moleong, 1989:3).
Dalam mengumpulkan data-data di lapangan penulis mengacu kepada teknik penelitian yang diungkapkan oleh Curt Sachs dalam Nettl (1964:62) yang mengatakan bahwa:
29
Menurut Curt Sachs penelitian dalam etnomusikologi ada dua hal yang esensial, yaitu: kerja lapangan (field work) dan kerja laboratorium (desk work). Kerja lapangan ini meliputi pemilihan informan, pendekatan dan pengumpulan data, pengumpulan dan perekaman data, latar belakang perilaku sosial ataupun mempelajari seluruh pemakaian musik. Sedangkan kerja laboratorium meliputi pengolahan data yang didapat dari lapangan, menganalisis dan membuat hasil dari keseluruhan data-data yang diperoleh.
Penelitian ini akan menggunakan metode yang diungkapkan oleh Curt Sachs, namun belum melakukan kerja lapangan (field work) dan kerja laboratorium (desk work) penulis akan melakukan studi kepustakaan terlebih dahulu. Adapun studi pustaka ini untuk pengumpulan data dalam awal penelitian.
1.5.1 Studi Kepustakaan
Dalam mengumpulkan awal penulis melakukan studi kepustakaan. Studi kepustakaan perlu dilakukan untuk mengumpulkan data-data dan sumber bacaan yang mendukung penelitian. Sumber bacaan ini dapat berupa buku-buku, skripsi etnomusikologi, jurnal, maupun bacaan-bacaan yang diperlukan dalam mendukung penelitian.
30
Traditional Music Of The Western Continents, Worlds Of Music, Etnomusikologi, Pluralitas musik Etnik Batak Toba, Mandailing, Melayu, Pakpak-Dairi, Angkola, Karo, Simalungun, dan beberapa buku lainnya. Studi kepustakaan ini juga dilakukan terhadap topik-topik lain yang berkaitan dengan skripsi ini antara lain sosiologi dan topik tentang kebudayaan masyarakat Batak Toba.
1.5.2 Penelitian Lapangan
Sumber data utama dalam penelitian kualitatif ini adalah kata-kata atau tindakan selebihnya yang berfungsi sebagai data tambahan seperti dokumen dan lain-lain (Lonfland dan Lonfland dalam Meleong, 1989). Selain kata-kata atau tindakan perekaman audio ataupun materi musik juga menjadi sumber data yang utama dalam penelitian ini.Dalam kerja lapangan penulis melakukan wawancara untuk mendapatkan informasi yang akurat tentang tulisan ini. Sebelum melakukan wawancara terlebih dahulu penulis menyiapkan segala sesuatu yang dibutuhkan di dalam melakukan wawancara, yaitu: menyusun pertanyaan, mempersiapkan alat-alat tulis, menyediakan alat perekam untuk merekam hasil wawacara dengan informan.
1.5.3 Penelusuran Data Online
31 1.5.4 Kerja Laboratorium
Seluruh data yang diperoleh penulis dari lapangan dan studi kepustakaan, kemudian dianalisis kembali di dalam kerja laboratorium. Penulis akan melakukan seleksi data, analisis data, dan mengelompokkannya sesuai dengan informasi yang penulis harapkan. Proses analisis data penelitian dimulai dengan menelaah keseluruhan data yang diperoleh. Analisis data dilakukan mulai awal penelitian dan berlangsung sampai pada saat proses penulisan laporan peneliti an selesai. Begitu juga dengan data yang berbentuk gambar, penulis akan mencantumkannya dalam tulisan ini. Data yang tidak bersifat musikal diolah kemudian dan dituliskan dalam bentuk tulisan atau karya ilmiah. Selama proses pengolahan data, penulis juga melakukan diskusi-diskusi dengan para dosen pembimbing dan teman-teman yang ada di Departemen Etnomusikologi.
1.5.5 Lokasi Penelitian dan Informan