• Tidak ada hasil yang ditemukan

Evaluasi Cost of Illness Pasien di Kamar Bedah Emergency Instalasi Gawat Darurat dan Instalasi Bedah Pusat RSUP. H. Adam Malik Medan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Evaluasi Cost of Illness Pasien di Kamar Bedah Emergency Instalasi Gawat Darurat dan Instalasi Bedah Pusat RSUP. H. Adam Malik Medan"

Copied!
15
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Farmakoekonomi

2.1.1 Definisi Farmakoekonomi

Farmakoekonomi adalah suatu ilmu yang digunakan utuk menganalisis

biaya terapi obat pada sistem pelayanan kesehatan, di dalam farmakoekonomi

terdapat proses identifikasi, pengukuran, membandingkan biaya, resiko dan

manfaat dari program, pelayanan, serta menentukan alternatif pengobatan dengan

hasil yang terbaik dari sumber daya yang digunakan (Andayani, 2013).

2.1.2 Tujuan Dan Manfaat Farmakoekonomi

Tujuan farmakoekonomi adalah mengidentifikasi, mengukur, dan

membandingkan biaya serta konsekuensi dari suatu pelayanan kesehatan.

Farmakoekonomi dapat dijadikan sebagai bahan pertimbangan biaya, menentukan

alternatif pengobatan, dan membantu dalam pengambilan keputusan klinik dalam

pemilihan terapi yang efektif dan efisien (Andayani, 2013).

2.1.3 Biaya Pelayanan Kesehatan

Biaya pelayanan kesehatan dapat dikelompokkan menjadi 4 kategori yaitu:

a. Biaya Langsung Medis (Direct Medical Cost)

Biaya langsung medis adalah biaya yang dikeluarkan oleh pasien terkait

dengan jasa pelayanan medis, dan digunakan secara langsung untuk memberikan

terapi. Biaya langsung medis tersebut seperti biaya obat – obatan, test diagnostik,

kunjungan dokter ke pasien yang ditangani, kunjungan ke unit gawat darurat, dan

biaya rawat inap pasien selama di mendapatkan perawatan di rumah sakit

(2)

b. Biaya Langsung Non Medis (Direct Nonmedical Cost)

Biaya langsung non medis adalah biaya yang dikeluarkan pasien yang

tidak terkait langsung dengan pelayanan medis, seperti transportasi pasien ke

rumah sakit, makanan, penginapan dan jasa pelayanan lainnya yang diberikan

pihak rumah sakit (Andayani, 2013).

c. Biaya Tidak Langsung

Biaya tidak langsung adalah sejumlah biaya yang terkait dengan hilangnya

produktivitas akibat menderita suatu penyakit, termasuk biaya transportasi, biaya

hilangnya produktivitas, biaya pendamping (anggota keluarga yang menemani

pasien) (Bootman, 2005).

4. Biaya Tak Terwujud

Biaya tak terwujud adalah biaya-biaya yang sulit diukur dalam unit

moneter, namun sering kali terlihat dalam pengukuran kualitas hidup, misalnya

rasa sakit dan rasa cemas yang diderita pasien dan/atau keluarganya (Berger et al.,

2003).

2.1.4 Tipe Studi Farmakoekonomi

Pada tipe studi farmakoekonomi dibagi menjadi 6 kategori, meliputi cost

of illness (COI), cost-effectiveness analyis (CEA), cost utility analysis (CUA),

cost benefit analysis (CBA), cost-consequence Analysis (CCA), cost-minimization

analysis (CMA) dan teknik analisis ekonomi yang lain yang memberikan

informasi penting bagi pembuat keputusan termasuk dokter, apoteker, pihak

asuransi kesehatan dan sistem pelayanan kesehatan untuk mengalokasikan sumber

daya yang terbatas dan menggunakan sumber daya yang terbatas secara efektif

(3)

2.1.4.1 Cost – of Illness (COI)

Merupakan metode analisis biaya dengan menentukan total beban

ekonomi dari suatu penyakit tertentu. Studi COI digunakan untuk memperkirakan

sumber daya yang dibutuhkan untuk keadaan atau penyakit tertentu. COI

merupakan bentuk evalusi ekonomi yang paling awal disektor pelayanan

kesehatan, yang dapat digunakan sebagai acuan evaluasi farmakoekonomi yang

lainnya. Tujuan utama COI adalah untuk mengevaluasi beban ekonomi dari suatu

penyakit pada masyarakat, meliputi seluruh sumber daya pelayanan kesehatan

yang dikonsumsi. Studi COI dapat menggambarkan penyakit mana yang

membutuhkan peningkatan alokasi sumber daya utuk pencegahan atau terapi

(Andayani, 2013).

Perspektif dalam studi COI dapat berbeda-beda, dimana masing-masing

perspektif biaya yang dihitung juga berbeda. Berdasarkan perspektif tersebut

dapat diukur biaya untuk masyarakat, sistem pelayanan kesehatan, pembayar

pihak ketiga, pemerintah, atau pasien. Secara umum, perspektif masyarakat

(sosial) lebih disukai, karena perspektif pelayanan kesehatan memungkinkan

analisis yang lengkap dan mancakup biaya langsung medis dan biaya tidak

langsung untuk masyarakat (Segel dan Joel, 2006).

Metode yang digunakan untuk biaya pelayanan adalah dengan metode

micro-costing. Pada metode micro-costing, biaya pelayanan dinilai dengan

menjumlahkan masing-masing komponen biaya yang diperlukan untuk pelayanan.

Metode micro-costing adalah metode yang tepat untuk menghitung biaya

kunjungan ke rumah sakit, melibatkan pengumpulan informasi mengenai

(4)

laboratorium) (Rascati, 2014). Dengan kata lain, metode micro-costing

menggunakan metode bottom-up, yaitu penggunaan biaya obat dan pelayanan

untuk mendapatkan outcome. Hasil dari metode micro-costing menggambarkan

biaya pelayanan yang aktual, akurat dan merupakan gold standard untuk penilaian

biaya, namun penelitian ini memerlukan biaya yang mahal dan waktu yang lebih

lama. Metode micro-costing direkomendasikan jika tujuan analisis dalah untuk

menegaskan perbedaan biaya dari suatu pelayanan kesehatan (Andayani, 2013).

Metode gross-costing menggunakan pendekatan top-down, yaitu dengan

cara membagi total biaya pelayanan dengan jumlah total pelayanan yang

dihasilkan dalam periode waktu tertentu. Hasil dari metode gross-costing

menghasilkan nilai rata-rata. Kedua pendekatan memiliki tingkat ketepatan yang

berbeda (Andayani, 2013).

2.1.4.2 Cost - Effectiveness Analysis (CEA)

Metode CEA cukup sederhana, dan banyak digunakan untuk evaluasi

farmakoekonomi untuk membandingkan dua atau lebih intervensi kesehatan yang

memberikan besaran efek berbeda, pada metode ini yang dibandingkan adalah

biaya dan hasil terapi yang terbaik, dengan analisis yang mengukur biaya

sekaligus hasilnya ini, pengguna dapat menetapkan bentuk intervensi kesehatan

yang paling efisien dan membutuhkan biaya termurah untuk hasil pengobatan

yang menjadi tujuan intervensi tersebut (Andayani, 2013).

2.1.4.3 Cost – Utility Analysis (CUA)

Merupakan evaluasi penggunaan obat terhadap lamanya kehidupan, dalam

analisis ini hanya dilakukan pengukuran lamanya hidup karena terapi dan tidak

(5)

2.1.4.4 Cost - Benefit Analysis (CBA)

Dalam metode analisis ini tidak hanya mengukur biaya tetapi juga benefit.

Tipe analisis ini dapat membantu klinisi dalam pengambilan keputusan dan

menentukan apakah keuntungan dari program atau intervensi lebih tinggi dari

pada biaya yang diperlukan untuk implementasi. Tipe analisis ini membandingkan

beberapa program atau intervensi yang sama atau sama sekali tidak berhubungan

(Andayani, 2013).

2.1.4.5 Cost – Consequence Analysis (CCA)

Merupakan metode analisis biaya berdasarkan pada daftar biaya dan

outcome tanpa dilakukan suatu perbandingan intervensi (Andayani, 2013).

2.1.4.6 Cost - Minimization Analysis (CMA)

Merupakan metode evaluasi farmakoekonomi paling sederhana, CMA

hanya dapat digunakan untuk membandingkan dua atau lebih intervensi

kesehatan, termasuk obat, yang memberikan hasil yang sama, serupa, atau setara

atau dapat diasumsikan setara. Karena hasil pengobatan dari intervensi

(diasumsikan) sama, yang perlu dibandingkan hanya satu sisi, yaitu biaya

(Andayani, 2013).

2.2 Penerapan Farmakoekonomi

Penerapan farmakoekonomi di fasilitas pelayanan farmakoekonomi dapat

digunakan dalam penyusunan Formularium Rumah Sakit dan pemilihan obat

dalam pengobatan. Formularium ini memegang peran penting dalam pengobatan

yang rasional. Penerapan Kajian farmakoekonomi dapat dilakukan oleh tim yang

telah ada di dalam setiap institusi, misalnya Komite Nasional (KomNas)

(6)

Farmasi dan Terapi (PFT, di rumah sakit), dan Tim Pengadaan Obat Terpadu

(TPOT, di Dinas Kesehatan). Tim tersebut dianjurkan untuk mengikuti

pelatihan/pembekalan pemahaman Farmakoekonomi agar memiliki kesamaan

persepsi, sehingga tim dapat lebih dapat bekerja dengan baik dan tepat

(Kemenkes, 2013).

2.3 Badan Penyelenggara Jaminan Sosial

Badan Penyelenggara Jaminan Sosial Kesehatan yang selanjutnya

disingkat BPJS Kesehatan adalah suatu badan hukum yang dibentuk untuk

menyelenggarakan program jaminan kesehatan untuk kepentingan masyarakat

(BPJS Kesehatan, 2014).

2.3.1 Sejarah BPJS

Pada 19 oktober 2004 berdasarkan undang – undang No. 40 tahun 2004

ditetapkannya Sistem Jaminan Nasional (UU SJSN), memberikan dasar hukum

bagi PT Jamsostek (Persero), PT Taspen (Persero), PT Asabri (Persero), dan PT

Askes Indonesia (Persero) sebagai Badan Penyelenggara Jaminan Sosial. Pada 31

Agustus 2005, berdasarkan putusan Mahkamah Konstitusi (MK) menyatakan

bahwa, keempat persero tersebut sebagai BPJS dinyatakan bertentangan dengan

Undang – Undang Dasar Negara RI Tahun 1945 dan tidak mempunyai kekuatan

hukum mengikat. Pada 25 November 2011 pemerintah mengundangkan UU BPJS

yaitu BPJS Kesehatan dan BPJS Ketenagakerjaan. UU BPJS membubarkan PT

Askes (Persero) dan PT Jamsostek (Persero) dan dilanjutkan dengan mengubah

kelembagaan persero menjadi badan hukum publik – BPJS. Peserta, program aset,

(7)

Pada 1 Januari 2014 pemerintah menjalankan program BPJS Kesehatan (BPJS

Kesehatan, 2014).

2.3.2 Tujuan BPJS

Memberikan jaminan kepada peserta BPJS, manfaat pemeliharaan

kesehatan dan perlindungan dalam memenuhi kebutuhan dasar kesehatan

masyarakat sehingga masyarakat mendapakan pelayanan kesehatan yang baik

(BPJS Kesehatan, 2014).

2.3.3 Manfaat BPJS

Manfaat dari BPJS yakni setiap peserta berhak memperoleh manfaat

jaminan kesehatan yang bersifat pelayanan kesehatan perorangan, mencakup

pelayanan promotif, preventif, kuratif, dan rehabilitatif termasuk pelayanan obat

dan bahan medis habis pakai sesuai dengan kebutuhan medis yang diperlukan.

Manfaat jaminan kesehatan sebagaimana dimaksud terdiri atas manfaat medis dan

manfaat non medis. Manfaat medis tidak terikat dengan besaran iuran yang

dibayarkan. Manfaat non medis meliputi manfaat akomodasi, dan ambulans

(Kemenkes, 2016).

2.4 Sistem INA-CBG’s

Pada Tahun 2006 sistem Casemix pertama kali dikembangkan di Indonesia dengan nama INA-DRG. Pada 1 September 2008 implementasi

pembayaran dengan INA-DRG dimulai di 15 rumah sakit vertikal, dan pada 1

Januari 2009 diperluas pada seluruh rumah sakit yang bekerja sama untuk

program Jamkesmas. Pada tanggal 31 September 2010 dilakukan perubahan

nomenklatur dari INA- DRG menjadi INA-CBG (Indonesian Case Base Group)

(8)

(UNU) Grouper. Dengan demikian, sejak bulan Oktober 2010 sampai Desember

2013. Pembayaran kepada Pemberi Pelayanan Kesehatan (PPK) Lanjutan dalam

Jaminan Kesehatan Masyarakat (Jamkesmas) menggunakan INA-CBG. Sejak

diimplementasikan sistem casemix di Indonesia telah dihasilkan 3 kali perubahan

besaran tarif, yaitu tarif INA-DRG Tahun 2008, tarif INA-CBG Tahun 2013 dan

Tarif INA-CBG Tahun 2014 (PerMenkes No 27, 2014).

2.4.1 Tarif INA-CBG’s dalam Jaminan Kesehatan Nasional

Berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan, tarif INA-CBG’s yang

digunakan dalam program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) diberlakukan pada

1 Januari 2014 Penghitungan tarif INA-CBGs berbasis data costing dan data

koding rumah sakit. Data costing didapatkan dari rumah sakit terpilih

(rumah sakit sampel) representasi dari kelas rumah sakit, jenis rumah sakit

maupun kepemilikan rumah sakit (rumah sakit swasta dan pemerintah), meliputi

seluruh data biaya yang dikeluarkan oleh rumah sakit, tidak termasuk obat yang

sumber pembiayaannya dari program pemerintah (HIV, TB, dan lainnya). Data

koding diperoleh dari data koding rumah sakit PPK Jamkesmas. Untuk

penyusunan tarif JKN digunakan data costing 137 rumah sakit pemerintah dan

swasta serta 6 juta data koding (kasus) (PerMenkes No 27, 2014).

2.4.2 Komponen Tarif INA-CBG’s

Tarif INA-CBG’s adalah tarif dengan sistem paket yang dibayarkan per

episode pelayanan kesehatan, yaitu suatu rangkaian perawatan pasien sampai

selesai, besar kecilnya tarif tidak akan dipengaruhi oleh jumlah hari perawatan.

komponen-komponen medis yang sudah terhitung ke dalam tarif ini CBG's adalah

(9)

a. Konsultasi dokter

b. Pemeriksaan penunjang, seperti laboratorium, radiologi (rontgen), dll

c. Obat Formularium Nasional (Fornas) maupun obat bukan Fornas

d. Bahan dan alat medis habis pakai

e. Akomodasi atau kamar perawatan

f. Biaya lainnya yang berhubungan dengan pelayanan kesehatan pasien

(Khoirunnisa, 2016).

2.4.3 Struktur Kode INA-CBG’s

Pengelompokan INA-CBG’s menggunakan sistem kodifikasi dari

diagnosis akhir dan tindakan/prosedur yang menjadi output pelayanan, dengan

acuan International Statistical Classification of Diseases and Related Health

Problems (ICD-10) untuk diagnosis dan International Classification of Diseases

Revision Clinical Modification (ICD-9-CM) untuk tindakan/prosedur.

Pengelompokan menggunakan sistem teknologi informasi berupa Aplikasi

INA-CBG’s sehingga dihasilkan 1.077 group/kelompok kasus yang terdiri dari 789

kelompok kasus rawat inap dan 288 kelompok kasus rawat jalan. Setiap group

dilambangkan dengan kode kombinasi alfabet dan numerik dengan contoh sebagai

berikut :

(PerMenkes No 27, 2014).

(10)

Keterangan :

1. Digit ke-1 merupakan CMG (Casemix Main Groups)

2. Digit ke-2 merupakan tipe kasus

3. Digit ke-3 merupakan spesifik CBG kasus

4. Digit ke-4 berupa angka romawi merupakan severity level

Case-Mix Main Groups (CMGs) adalah klasifikasi tahap pertama ditandai

dengan huruf Alphabet (A sampai Z) dan berhubungan dengan sistem organ

tubuh. Pemberian label huruf disesuaikan dengan yang ada pada ICD 10 untuk

setiap orgam. Terdapat 31 CMGs dalam INA-CBGs sebagai berikut:

Tabel 2.1 Case-mix Main Groups (CMGs)

No Case-Mix Main Groups (CMG) CMG Codes

1 Central nervous system Groups G

2 Eye and Adnexa Groups H

3 Ear, nose, mouth & throat Groups U

4 Respiratory system Groups J

5 Cardiovascular system Groups I

6 Digestive system Groups K

7 Hepatobiliary & pancreatic system Groups B 8 Musculoskeletal system & connective tissue Groups M 9 Skin, subcutaneous tissue & breast Groups L 10 Endocrine system, nutrition & metabolism Groups E

11 Nephro-urinary System Groups N

12 Male reproductive System Groups V

13 Female reproductive system Groups W

14 Deleiveries Groups O

15 Newborns & Neonates Groups P

16 Haemopoeitic & immune system Groups D 17 Myeloproliferative system & neoplasms Groups C 18 Infectious & parasitic diseases Groups A

19 Mental Health and Behavioral Groups F

20 Substance abuse & dependence Groups T 21 Injuries, poisonings & toxic effects of drugs Groups S

22 Factors influencing health status& other contacts with

health services Groups Z

23 Ambulatory Groups-Episodic Q

(11)

Tabel 2.1. (Lanjutan)

25 Sub-Acute Groups SA

26 Special Procedures YY

27 Special Drugs DD

28 Special InvestigationsI II

29 Special InvestigationsII IJ

30 Special Prosthesis RR

31 Chronic Groups CD

32 Errors CMGs X

Case-Based Groups (CBGs) adalah sub-group ke dua yang menunjukkan tipe

kasus (1-9) yang dapat dilihat pada Tabel 2.1 (PerMenkes No 27, 2014).

2.4.4 Koding INA-CBG’s

Kode INA CBG’s dibuat dengan suatu kegiatan yang dinamakan koding.

Koding adalah kegiatan memberikan kode diagnosis utama dan diagnosis

sekunder sesuai dengan ICD-10 yang diterbitkan oleh WHO serta memberikan

kode tindakan/prosedur sesuai dengan ICD-9-CM. Koding dalam INA–CBG

menggunakan ICD-10 revisi Tahun 2010 untuk mengkode diagnosis utama dan

diagnosis sekunder serta menggunakan ICD-9-CM revisi Tahun 2010 untuk

mengkode tindakan/prosedur. Sumber data untuk mengkode INA-CBG’s berasal

dari resume medis yaitu data diagnosis dan tindakan/prosedur, apabila diperlukan

dapat dilihat dalam berkas rekam medis. Ketepatan koding diagnosis dan

tindakan/prosedur sangat berpengaruh terhadap hasil grouper dalam aplikasi

INA-CBG. Diagnosis utama adalah diagnosis yang ditegakkan oleh dokter pada akhir

episode perawatan yang menyebabkan pasien mendapatkan perawatan atau

pemeriksaan lebih lanjut. Jika terdapat lebih dari satu diagnosis, maka dipilih

yang menggunakan sumber daya paling banyak. Jika tidak terdapat diagnosis

yang dapat ditegakkan pada akhir episode perawatan, maka gejala utama, hasil

(12)

diagnosis utama. Diagnosis Sekunder adalah diagnosis yang menyertai diagnosis

utama pada saat pasien masuk atau yang terjadi selama episode perawatan.

Diagnosis sekunder merupakan komorbiditas dan/atau komplikasi. Komorbiditas

adalah penyakit yang menyertai diagnosis utama atau kondisi yang sudah ada

sebelum pasien masuk rawat dan membutuhkan pelayanan kesehatan setelah

masuk maupun selama rawat. Komplikasi adalah penyakit yang timbul dalam

masa perawatan dan memerlukan pelayanan tambahan sewaktu episode

pelayanan, baik yang disebabkan oleh kondisi yang ada atau muncul akibat dari

pelayanan kesehatan yang diberikan kepada pasien Episode adalah jangka waktu

perawatan pasien mulai dari pasien masuk sampai pasien keluar rumah sakit baik

rawat jalan maupun rawat inap, termasuk konsultasi/pemeriksaan dokter dan atau

pemeriksaan penunjang maupun pemeriksaan lainnya. Untuk setiap episode hanya

dapat dilakukan satu kali klaim (PerMenkes No 76, 2016).

2.4.5 Tugas dan Tanggung Jawab pengkodean

Proses pengkodean harus dilakukan secara teliti, dan tepat serta kerjasama

yang baik. Untuk mendapatkan hasil grouper yang benar diperlukan kerjasama

yang baik antara dokter dan koder. Kelengkapan rekam medis yang ditulis oleh

dokter akan sangat membantu koder dalam memberikan kode diagnosis dan

tindakan/prosedur yang tepat. Tugas dan tanggung jawab dokter adalah

menegakkan dan menuliskan diagnosis utama, diagnosis sekunder dan

tindakan/prosedur yang telah dilaksanakan serta membuat resume medis pasien

secara lengkap, jelas dan spesifik selama pasien dirawat di rumah sakit. Tugas dan

tanggung jawab seorang koder adalah melakukan kodifikasi diagnosis dan

(13)

ICD-10 untuk diagnosis dan ICD-9-CM untuk tindakan/prosedur yang bersumber

dari rekam medis pasien. Apabila dalam melakukan pengkodean diagnosis atau

tindakan/prosedur koder menemukan kesulitan ataupun ketidaksesuaian dengan

aturan umum pengkodean, maka koder harus melakukan klarifikasi dengan dokter

(PerMenkes No 76, 2016).

2.5 Aplikasi INA-CBG’s

Entri data pasien dilakukan dengan menggunakan suatu aplikasi yang

digunakan untuk melakukan grouping tarif berdasarkan data yang berasal dari

resume medis. Aplikasi INA-CBG’s sudah terinstal dirumah sakit. Untuk

menggunakan aplikasi INA-CBG’s, rumah sakit harus memiliki kode registrasi

rumah sakit yang dikeluarkan oleh Direktorat Jenderal Bina Upaya Kesehatan,

selanjutnya akan dilakukan aktifasi software INA-CBG’s setiap rumah sakit

sesuai dengan kelas rumah sakit serta regionalisasinya. Proses entri data pasien ke

dalam aplikasi INA-CBG’s dilakukan setelah pasien selesai mendapat pelayanan

di rumah sakit, data yang diperlukan berasal dari resume medis, sesuai dengan

alur bagan sebagai berikut Gambar 2.2

(PerMenkes No 27, 2014).

(14)

Proses entri aplikasi INA-CBG’s dilakukan oleh petugas koder atau

petugas administrasi klaim di rumah sakit dengan menggunakan data dari resume

medis, hal lain yang perlu diperhatikan juga yakni mengenai kelengkapan data

administratif pasien untuk tujuan keabsahan klaim (PerMenkes No 27, 2014).

2.6 Bedah

2.6.1. Definisi Bedah

Pembedahan atau operasi adalah tindakan pengobatan yang menggunakan

cara invasif dengan membuka atau menampilkan bagian tubuh yang akan

ditangani. Pembukaan bagian tubuh ini umumnya dilakukan dengan membuka

sayatan. Setelah bagian yang ditangai ditampilkan, dilakukan tindakan perbaikan

yang diakhiri dengan penutupan dan jahitan luka. Perawatan selanjutnya akan

termasuk perawatan pascabedah (Sjamsuhidajat dan De Jong, 2005).

2.7 Kamar Bedah

2.7.1 Definisi Kamar Bedah

Kamar bedah adalah suatu ruangan yang digunakan untuk melakukan

tindakan operasi atau pembedahan. Luas ruangan harus cukup untuk

memungkinkan petugas bergerak sekeliling peralatan bedah. Kamar bedah harus

dirancang dengan faktor keselamatan yang tinggi (Kemenkes, 2012).

2.7.2 Klasifikasi Tindakan Operasi

Tindakan operasi diklasifikasikan menjadi 2 kategori yaitu:

1. Operasi emergency/cito : adalah suatu tindakan pembedahan yanag dilakukan

(15)

dalam keadaan darurat sehingga membutuhkan tindakan yang segera untuk

menyelamatkan nyawa pasien.

2. Operasi elektif : adalah suatu tindakan bedah yang dilakukan terjadwal dengan

persiapan bukan dengan tujuan life saving (penyelamatan), dan dilakukan

dengan kondisi baik, bukan kedaan darurat, tindakan operasi tidak dilakukan

segera (Anonim, 2011).

2.8 Perawatan Pasien Bedah 2.8.1 Penilaian PraBedah

Penilaian prabedah adalah suatu hal yang sangat penting dalam melakukan

suatu tindakan pembedahan, memahami kasus yang dihadapai serta didukung oleh

pengetahuan tentang keadaan fisiologis pasien secara menyeluruh adalah hal yang

sangat penting. Penilaian yang dilakukan antara lain, anamnesis riwayat penyakit,

pemeriksaan fisik yang lengkap, pemeriksaan laboratorium serta radiologi yang

lengkap. Riwayat penyakit yang didata secara lengkap, teliti akan memperoleh

informasi yang relevan. Pemeriksaan fisik dicatat secara lengkap, baik yang

normal maupun yang telah mengalami perubahan kondisi, sehingga data tersebut

dapat digunakan sebagai dasar perbandingan terhadap perubahan yang terjadi

selama pasien dirawat di rumah sakit. Pada pemeriksaan laboratorium seetiap

kelainan yang ditemukan dapat dikoreksi sebelum dilakukannya tindakan

pembedahan, misalkan apabila terjadi gangguan keseimbangan cairan dan

elektrolit atau keadaan anemia sebaiknya dikoreksi, pemeriksaan laboratorium

yang dilakukan harus efisien sesuai dengan indikasi pasien agar tidak melakukan

pemeriksaan yanag berlebihan dan menambah biaya perawatan, terkecuali dalam

Gambar

Gambar 2.1 Struktur Kode INA-CBG
Tabel 2.1 Case-mix Main Groups (CMGs)
Tabel 2.1. (Lanjutan)
Gambar 2.2 Alur entri data software INA-CBG's

Referensi

Dokumen terkait

Adapun faktor – faktor yang mempengaruhi proses interaksi sosial antara masyarakat pendatang perumahan transmigrasi terhadap masyarakat lokal yaitu faktor pendorong

Sumber: data primer melalui FGD,2015.. 105 Tabel 4.6 merupakan ungkapan hasil FGD tentang masalah kinerja guru dalam pengembangan keprofesian meliputi: a)belum aktif

Skema 3.1 Kerangka Penelitian Tingkat Kepuasan Klien Kanker Terhadap Pemenuhan Kebutuhan Spiritual di RSUP H Adam Malik Medan.. Tingkat Kepuasan

Berdasarkan hal tersebut, untuk menyelesaikan permasalahan yang terjadi pada kegiatan belajar mengajar menulis kesimpulan isi cerita anak pada pembelajaran membaca, peneliti

Dengan adanya game ini diharapkan dapat diterima, dapat bermanfaat, dan dapat menjadi daya tarik khususnya anak-anak dalam mengenal dan memahami angka dan

Universitas Sumatera Utara... Universitas

[r]

Model pembelajaran inkuiri terbimbing (guided inquiry) dapat dijadikan salah satu alternatif pembelajaran untuk mengembangkan berbagai kompetensi dan potensi