• Tidak ada hasil yang ditemukan

DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA RISALAH RAPAT DENGAR PENDAPAT (RDP) KOMISI I DPR RI

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA RISALAH RAPAT DENGAR PENDAPAT (RDP) KOMISI I DPR RI"

Copied!
39
0
0

Teks penuh

(1)

1 DEWAN PERWAKILAN RAKYAT

REPUBLIK INDONESIA RISALAH

RAPAT DENGAR PENDAPAT (RDP) KOMISI I DPR RI Tahun Sidang : 2011-2012

Masa Persidangan : III

Jenis Rapat : Rapat Dengar Pendapat (RDP) Komisi I DPR RI dengan Kepolisian Negara RI, Badan Intelijen Negara (BIN), Badan Intelijen Strategis (BAIS), dan Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) Hari, Tanggal : Senin, 5 Maret 2012

Pukul : 10.00 WIB Sifat Rapat : Terbuka

Pimpinan Rapat : Drs. Mahfudz Siddiq, M.Si., Ketua Komisi I DPR RI Sekretaris Rapat : Suprihartini, S.IP., Kabagset. Komisi I DPR RI

Tempat : Ruang Rapat Komisi I DPR RI, Gedung Nusantara II Lt. 1, Jl. Jenderal Gatot Soebroto, Jakarta 10270

Acara : Mendapatkan Masukan terhadap RUU tentang Pengesahan ASEAN Convention on Counter Terrorism (Konvensi ASEAN tentang Pemberantasan Terorisme)

Anggota yang Izin : 1. Pimpinan Komisi I DPR RI

1) Drs. Mahfudz Siddiq, M.Si./F-PKS 2) H. Hayono Isman, S.IP./F-PD

3) Drs. Agus Gumiwang Kartasasmita/F-PG 4) Tubagus Hasanuddin/F-PDI Perjuangan 2. Anggota Komisi I DPR RI

F-PD

5) Drs. H. Guntur Sasono, M.Si.

6) DR. Hj. R. Adjeng Ratna Suminar, S.H., M.H. 7) Fardan Fauzan, B.A., M.Sc.

8) Mayjen TNI (Purn) Yahya Sacawiria, S.IP., MM. 9) Max Sopacua, S.E., M.Sc.

10) Edhie Baskoro Yudhoyono, B.Com., M.Sc. 11) KRMT. Roy Suryo Notodiprojo

12) Dra. Lucy Kurniasari 13) Venna Melinda, S.E. F-PG

14) Ir. Neil Iskandar Daulay 15) Meutya Viada Hafid 16) Tantowi Yahya

17) Ir. Fayakhun Andriadi, M.Kom.

18) Ahmed Zaki Iskandar Zulkarnain, B.Bus. 19) Drs. H.A. Muchamad Ruslan

20) Drs. Enggartiasto Lukita 21) Yorrys Raweyai

F-PDI PERJUANGAN 22) Tjahjo Kumolo

(2)

2 23) Sidarto Danusubroto 24) H. Tri Tamtomo, S.H. 25) Heri Akhmadi 26) Helmy Fauzy 27) Evita Nursanty 28) Theodorus J. Koekerits 29) Vanda Sarundajang F-PKS

30) DR. Muhammad Hidayat Nurwahid, M.A. 31) Drs. Al Muzzammil Yusuf

32) Mahfudz Abdurrahman F-PAN

33) Ir. Muhammad Najib, M.Sc. 34) Ir. H. Teguh Juwarno, M.Si. 35) Sayed Mustafa Usab, S.E., M.Si. F-PPP

36) H.A. Daeng Sere, S.Sos.

37) DR. H. Maiyasyak Johan, S.H., M.H. F-PKB

38) Lily Chodidjah Wahid

39) DR. H.A. Effendy Choirie, M.H. F-GERINDRA

40) H. Ahmad Muzani 41) Rachel Maryam Sayidina F-PARTAI HANURA

42) DR. Susaningtyas Nefo Handayani Kertopati, M.Si. Anggota yang Tidak Hadir : 1. Mirwan Amir/F-PD

2. DR. Nurhayati Ali Assegaf, M.Si./F-PD 3. Mayjen TNI (Purn) Salim Mengga/F-PD 4. Jeffrie Geovanie/F-PG

5. Luthfi Hasan Ishaaq, M.A./F-PKS 6. M. Syahfan Badri Sampurno/F-PKS

Pemerintah : 1. Kabareskrim Polri, Komjen Pol Drs. Sutarman 2. Deputi III BIN, Beny Roelyawan

3. Dir E Bais TNI, Marsma TNI Masmun Yan Manggesa

4. Direktur Penindakan Badan Nasional Penanggulangan Terorisme, Petrus R. Golose

Jalannya Rapat:

KETUA RAPAT (Drs. MAHFUDZ SIDDIQ, M.Si./F-PKS):

Mengingat sudah bergerak 30 menit dari jadwal yang kita rencanakan, maka dengan perkenan dan izin Bapak/Ibu, Rapat Dengar Pendapat Komisi I DPR RI dengan Unsur-unsur di Pemerintahan untuk mendapatkan masukan-masukan dalam rangka pembahasan Ratifikasi Konvensi tentang ASEAN Convention on Counter Terrorism pada hari ini 5 Maret 2012. Dengan mengucapkan bismillahirrahmanirrahim, Rapat ini kami buka dan dinyatakan terbuka untuk umum.

KETUK PALU 3 X

(RAPAT DIBUKA PUKUL 10.30 WIB) Bismillahirrahmanirrahim.

Assalamu 'alaikum Warrahmatullahi Wabarakatuh. Selamat pagi, salam sejahtera untuk kita semua.

(3)

3 Bapak/Ibu unsur Pimpinan dan Anggota Komisi I yang terhormat;

Yang juga kita hormati, tamu undangan kita pada hari ini.

Ada cukup banyak pihak. Yang pertama, dari Kepolisian Negara Republik Indonesia yang diwakili oleh Kepala Bareskrim Polri, yang terhormat Komjen Polisi Drs. Sutarman. Kemudian, dari Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) yang diwakili oleh Brigadir Jenderal Polisi Drs. M. Tito Karnavian, M.A., juga dari Badan Intelijen Negara, yang dihadiri oleh Deputi III, Beny Roelyawan, juga dari Badan Intelijen Strategis (BAIS TNI), yang dihadiri oleh Direktur E-BAIS TNI Marsma TNI Masmun Yan Manggesa.

Bapak/Ibu sekalian,

Hari ini adalah rapat pertama kita, rapat pendahuluan untuk membahas Konvensi ASEAN tentang Counter Terrorism. Sebagaimana kita ketahui, bahwa Presiden RI dalam surat tanggal 16 Desember 2011 telah menugaskan Menteri Luar Negeri, Menteri Hukum dan HAM untuk bersama-sama DPR RI, dalam hal ini Komisi I, membahas Pengesahan ASEAN Convention on Counter Terrorism. Tentu saja konvensi ini konvensi yang sangat penting, yang sangat strategis, karena memang persoalan terorisme ini bukan hanya persoalan Indonesia, tetapi sejumlah negara di ASEAN dan kerja sama antara Negara ASEAN dalam counter terrorism ini menjadi penting. Tentu saja dalam rangka mencari solusi yang terbaik, pencegahan yang terbaik terhadap merebaknya terrorism.

Oleh karena itu, sebelum Komisi I nanti membahas dengan Menteri Luar Negeri dan Menkumham, kita memandang penting untuk mendengarkan masukan-masukan dari para pihak yang selama ini bertanggung jawab dan berhubungan langsung dengan kebijakan dan upaya-upaya counter terrorism.

Nah, agenda kita pada hari ini, Insya Allah akan kita selesaikan maksimal jam 13.00 WIB, karena nanti kita jam 14.00 WIB kita sesi II. Untuk itu, saya menawarkan yang pertama nanti kita akan dengarkan paparan dari Badan Nasional Penanggulangan Terorisme sebagai leading sector-nya tentu saja. Kemudian, dilanjutkan dari Kepolisian RI yang memang punya suatu satuan tugas khusus untuk masalah terorisme, Densus 88. Lalu, nanti akan dilanjutkan dari Badan Intelijen Negara dan terakhir ya dilanjutkan oleh Badan Intelijen Strategis.

Itu Bapak/Ibu sekalian.

Mudah-mudahan untuk 4 masukan ini bisa kita selesaikan dalam 1 jam, sehingga kita punya 1 jam ke depan untuk mendiskusikan. Demikian.

Untuk selanjutnya, kami persilakan kepada yang terhormat Brigadir Jenderal Polisi Drs. M. Tito Karnavian, M.A. dari BNPT untuk menyampaikan paparannya.

DIREKTUR PENINDAKAN BADAN NASIONAL PENANGGULANGAN TERORISME (BNPT) (PETRUS R. GOLOSE):

Mohon izin Pak Ketua, kami mewakili Bapak Tito.

Saya Direktur Penindakan, karena pada saat yang sama Pak Tito sekarang ke Northern Island ke Inggris. Apabila diperkenankan, kami akan..

KETUA RAPAT: Ya, silakan Pak.

DIREKTUR PENINDAKAN BNPT: Terima kasih Pak.

Jadi berkaitan dengan ASEAN Convention on Counter Terrorism, ini memang perlu kami sampaikan bahwa selalu untuk menjadi leads a part, baik dalam Senior Officer Meeting on Transnational Crime, kemudian ASEAN Minister Meeting on Transnational Crime, Indonesia selalu menjadi leads a part untuk masalah counter terrorism.

Kemudian, mulai dari Tahun 2007, di dalam meeting-meeting di ASEAN sudah diusulkan dan memang Indonesia yang seperti kami katakan tadi yang menjadi leads a part mengusulkan untuk meratifikasi ASEAN Convention on Counter Terrorism, tetapi sampai dengan sekarang, justru Indonesia sendiri yang belum me-ratify. Dengan adanya sekarang kami di badan yang baru, Badan Nasional Penanggulangan Terorisme yang masih sangat muda sekali badan ini, kemudian dengan jangkauan, baik di dalam ASEAN maupun di United Nation, karena memang

(4)

4 apabila perlu kami laporkan BNPT ini sekarang sudah bukan hanya di level ASEAN Pak, tetapi juga di level United Nation, sesuai dengan Perpres kita juga ada kerja sama internasional. Nah, ini BNPT sudah eksis Pak di level-level yang internasional. Dengan adanya rapat seperti ini, masukan dari kami Pak, dari Badan Nasional Penanggulang Terorisme, karena memang kerja sama, sebagai contoh kalau kita akan, kalau mungkin case study kami laporkan, dulunya kami misalnya case study tentang handing over dari Selamat Kastari, itu kita dengan Singapura, kita tidak punya extradiction agreement, tetapi kita melakukan untuk kepentingan nasional, karena Selamat Kastari pada saat itu sudah 2 kali dihukum di Indonesia, tetapi sesudah keluar, mau diapain lagi, akhirnya dilakukan handing over dengan Pemerintah Singapura dan walaupun dikatakan bahwa Selamat Kastari sebagai tahanan dengan dijaga special maximum security, namun bisa keluar juga, kemudian lari ke Malaysia, ditangkap oleh Otoritas Malaysia. Di sini kita lihat peran ASEAN, baik intelijen maupun penegakan hukumnya.

Kemudian case-case yang lain. Anaknya Selamat Kastari juga Pak, juga kita lakukan banyak kegiatan-kegiatan yang kira-kiranya BNPT sebagai leading sector melihat bahwa memang di level ASEAN ini Pak, baik sharing, kita belum punya walaupun kita sudah mempunyai kerja sama bilateral, tetapi secara multilateral diantara ASEAN sendiri belum ada payung hukumnya yang berkaitan dengan counter terrorism. Banyak hal-hal, kalau kita lihat juga dari level atau bagaimana organisasi terorisme, contohnya Jamaah Al Islamiyah membagi rata-rata, membagi wilayah mantiki-mantikinya di wilayah ASEAN juga, sehingga dari kacamata kami sudah membaca juga Pak persiapan atau yang berkaitan dengan ASEAN Convention on Counter Terrorism ini, dari BNPT kami amat sangat mendukung apabila dengan dukungan dari Bapak-bapak dan Ibu-ibu kita bisa meratifikasi ASEAN Convention on Counter Terrorism.

Kami rasa masukan dari BNPT cukup sekian Pak. Terima kasih.

Wassalamu 'alaikum Warrahmatullahi Wabarakatuh.

KETUA RAPAT:

Baik, terima kasih Laporan dari BNPT yang secara tadi singkat, tetapi jelas mengungkapkan bahwa sampai saat ini tidak ada payung hukum untuk proses kerja sama penanganan anti terorisme dan ya Indonesia yang banyak menginisiasi ini, ternyata belum meratifikasi ya? Saya kira memang ini konteksnya.

Berikut kita lanjutkan kepada yang terhormat Kabareskrim, Pak Sutarman. KABARESKRIM POLRI (KOMJEN POL Drs. SUTARMAN):

Bismillahirrahmanirrahim.

Assalamu 'alaikum Warrahmatullahi Wabarakatuh. Selamat siang, salam sejahtera.

Bapak Pimpinan dan Anggota Komisi I DPR RI yang kami hormati,

Perkenankanlah kami menyampaikan beberapa hal terkait dengan Rapat Dengar Pendapat pada pagi hari ini, khususnya untuk membahas RUU tentang Pengesahan ASEAN Convention on Counter Terrorism yang kita akan melakukan ratifikasi, dari pandangan kepolisian kami sampaikan beberapa hal sebagai berikut:

 Terorisme merupakan kejahatan luar biasa yang berdampak sangat luas, yang mengakibatkan korban jiwa, kerugian materiil, dan menimbulkan rasa ketakutan yang luas terhadap masyarakat dan bahkan dapat sangat mengganggu terhadap perkembangan ekonomi yang ada di suatu negara, khususnya Indonesia. Kita melihat tatkala Bali meletus, terjadi Bom Bali. Recovery Bali sampai hampir 3 tahun baru kembali. Kejahatan ini terus berkembang menjadi kejahatan lintas negara, transnational crime yang tidak mengenal batas wilayah negara. Oleh sebab itu, penanggulangan kejahatan terorisme tidak dapat hanya dilakukan negara itu sendiri. Namun harus bekerja sama dengan negara-negara lain.

 Bentuk-bentuk kerja sama internasional maupun regional, terutama kerja sama antar Lembaga Penegak Hukum antar negara terbukti sangat efektif terhadap upaya-upaya pemberantasan terorisme.

 Beberapa kerja sama dengan Lembaga Penegak Hukum Negara lain, telah dilakukan oleh Polri, baik dalam bidang pertukaran informasi maupun peningkatan kemampuan

(5)

masing-5 masing Anggota yang sangat bermanfaat bagi pemberantasan terorisme di Indonesia. Kerja sama ini harus terus ditingkatkan dengan tetap menghargai kedaulatan masing-masing wilayah negara.

 Polri pada prinsipnya sangat berkomitmen dan serius melakukan upaya-upaya pemberantasan kejahatan terorisme, karena kejahatan ini sangat berdampak luas terhadap situasi Kamtibmas di Indonesia. Beberapa pengungkapan yang telah Polri capai, membuktikan komitmen Polri untuk terus melakukan upaya-upaya penegakan hukum, pengungkapan Bom Bali I dan II, Bom JW Marriot I dan II dengan penangkapan para pelaku dan jaringannya telah berhasil mencegah meluasnya terorisme bom di Indonesia.

 Prestasi yang diraih oleh Polri tersebut tidak semata karena kinerja pengungkapan oleh Polri sendiri, namun atas dukungan seluruh komponen bangsa dan dukungan kerja sama antar penegak hukum di antar negara.

Dengan dilandasi pemikiran tersebut, ditandatanganinya ASEAN Convention on Counter Terrorism (ACCT) pada tanggal 13 Januari 2007 pada KTT ASEAN XII di Cebu Philipina oleh para Kepala Negara ASEAN merupakan sebuah langkah maju yang harus ditindaklanjuti dengan meratifikasi konvensi tersebut dalam Undang-Undang Indonesia.

 Langkah ini menunjukan komitmen negara-negara ASEAN menyatakan perang terhadap terorisme dan kesadaran sangat kuat untuk membangun kerja sama dalam memberantas terorisme dengan dilandasi prinsip menghormati kedaulatan, kesetaraan, integritas wilayah, dan identitas nasional, tidak melakukan campur tangan urusan dalam negeri, menghormati yurisdiksi kewilayahan, dan mengedepankan upaya penyelesaian perselisihan secara damai.  ACCT sebagai sebuah landmark agreement, selain bersifat komprehensif yang meliputi aspek

pencegahan (prevention), penindakan (represif), dan juga mencakup program rehabilitasi (rehabilitatif), konvensi ini memiliki karakteristik regional, yaitu program rehabilitasi, re-integrasi, dan kerja sama untuk mengatasi akar permasalahan terorisme, sehingga mempunyai nilai tambah dan melengkapi instrumen-instrumen internasional yang telah ada. Perlu disadari bahwa konvensi regional ini bernilai sangat strategis bagi Indonesia mengingat pentingnya kerangka kerja sama antar Negara-negara yang memiliki kedekatan geografis untuk menangkal tindak pidana terorisme lintas batas. Selain itu, perlu disadari pula bahwa Indonesia yang memiliki kondisi geografis sebagai negara kepulauan memiliki potensi sangat besar sebagai sasaran atau tempat persembunyian kelompok terorisme, baik dari warga negara Indonesia sendiri maupun warga negara asing, sehingga kepentingan Indonesia sebenarnya sangat tinggi terhadap Konvensi ini. Kita melihat beberapa saat lalu, bahwa dari warga negara Malaysia yang melakukan aksi terorisme di Indonesia, seperti Noordin Top dan Azhari begitu besar kejahatan yang dilakukan di Indonesia dan berdampak secara luas terhadap perekonomian yang ada di Indonesia, sehingga orang akan datang ke Indonesia pun merasa ketakutan. Ini seluruhnya adalah bagian-bagian yang harus kita lakukan untuk kerja sama antara regional ini, sehingga kita memiliki suatu landasan hukum untuk melakukan tindakan kepada para warga negara yang negara asing yang berlaku di Indonesia.

 Pada prinsipnya, Polri berpendapat bahwa substansi konvensi ini tidak bertentangan dengan peraturan perundang-undangan Indonesia. Meskipun dalam pelaksanaannya, Pemerintah Indonesia perlu mengadakan penyelarasan melalui penyempurnaan peraturan perundang-undangan yang terkait dengan pemberantasan terorisme. Secara umum, Polri juga berpendapat bahwa konvensi ini telah sesuai dengan konvensi-konvensi internasional lainnya atau nilai-nilai universal yang menjadi acuan hubungan internasional antar bangsa di dunia, terutama nilai-nilai penegakan hak asasi manusia dan pengakuan kedaulatan negara.

 Dengan mengesahkan Konvensi ASEAN tentang Pemberantasan Terorisme, Indonesia akan memperoleh beberapa keuntungan, antara lain:

1. Kepastian hukum dan kerangka kerja sama dalam pemberantasan pencegahan dan penghentian tindak terorisme; serta

2. Peningkatan kapasitas para penegak hukum di Negara-negara Anggota ASEAN.

 Bagi Polri, pengesahan konvensi ini akan memperkuat landasan kerja sama antar negara, antar lembaga kepolisian, Police to Police Negara-negara ASEAN yang selama ini sudah terbangun cukup baik. Dan kami sampaikan juga Bapak Pimpinan dan Anggota Komisi I, bahwa kerja sama, baik Police to Police, ini bisa memperbaiki hubungan kerja sama G to G.

(6)

6 Contohnya adalah Australia dan Indonesia, kita kerja sama baik dengan Australia dan Australia begitu besar membantu Indonesia dan kita pun juga banyak membantu masalah-masalah yang terkait dengan masuknya illegal migrant ke Indonesia sebagai transit point negara dan mereka membantu dan akhirnya ini akan membantu juga membangun kerja sama, baik antar negara dengan negara. Demikian juga dengan China dan Taiwan. Beberapa saat yang lalu, beberapa kejahatan transnational crime yang terjadi di Indonesia dan melibatkan Warga Negara China dan Taiwan, kemudian kita melakukan penangkapan terhadap para pelaku-pelakunya, kemudian kita serahkan ke Imigrasi, Imigrasi dideportasi ke negara tersebut dan negara tersebut terima kasih sekali kepada Indonesia. Bahkan China mengundang Indonesia untuk apapun kerja sama dengan Pemerintah Indonesia, sehingga kita mampu memperbaiki kerja sama antar negara dari hubungan baik antara Polisi dengan Kepolisian.

 Selanjutnya, setelah pengesahan konvensi ini diundangkan, maka konsekuensi yang akan Indonesia terima adalah keseriusan dan komitmen untuk melaksanakan konvensi tersebut dengan segera melakukan upaya peningkatan sumber daya manusia dan sarana prasarana meningkatkan upaya penegakan hukum untuk memberantas terorisme, melaksanakan program rehabilitasi, dan perlu peningkatan koordinasi dan kerja sama dengan negara-negara ASEAN.

Bapak Pimpinan dan Anggota Komisi DPR RI yang saya hormati,

Demikianlah pandangan Polri terhadap Rancangan Undang-Undang tentang Pengesahan ASEAN Convention on Counter Terrorism (Konvensi ASEAN tentang Pemberantasan Terorisme). Pengesahan Konvensi ini diharapkan akan semakin memperkuat komitmen bangsa Indonesia memerangi terorisme dan dapat sebagai bukti kepada dunia internasional tentang kuatnya komitmen Indonesia untuk melakukan pemberantasan terorisme ini.

Demikian keterangan singkat dari Polri. Mudah-mudahan ini dapat bermanfaat bagi Bapak Pimpinan dan Anggota Komisi I DPR RI untuk Rancangan Undang-Undang Pengesahan Konvensi ini. Sehingga kita harapkan ke depan, kita juga memiliki tambahan landasan hukum untuk melakukan perang terhadap terorisme, mencegah, dan sekaligus untuk rehabilitasi yang sekarang juga terus digalakan oleh teman-teman kita untuk diradikalisasi. Pak Sarlito dan kawan-kawan juga sekarang sedang terus berkeliling untuk bagaimana kita mendengar dari berbagai aspek, sehingga kita bukan hanya untuk memerangi, tetapi juga untuk mencegah dan deradikalisasi terorisme ini, sehingga diharapkan kita secara prevention dapat mencegah terjadinya terorisme di Indonesia yang berdampak luas terhadap persoalan-persoalan perekonomian maupun masalah-masalah sosial lainnya.

Demikian, mohon maaf atas kekurangannya. Wassalamu 'alaikum Warrahmatullahi Wabarakatuh.

KETUA RAPAT:

Baik, terima kasih kepada Kabareskrim yang tadi sudah memaparkan apa hal-hal yang akan kita dapatkan dari aspek keuntungan atau benefit ketika meratifikasi konvensi ini.

Bapak/Ibu sekalian,

Draft Konvensi ASEAN tentang Pemberantasan Terorisme ini sudah pernah kita sampaikan kepada Bapak/Ibu sekalian. Karena secara muatan juga cukup banyak, saya kira penting untuk nanti kita telaah betul. Saya mencatat ada hal yang menarik bahwa konvensi ini: 1. Menegaskan bahwa terorisme tidak dapat dan tidak boleh dihubungkan dengan agama,

kewarganegaraan, peradaban, atau kelompok etnis apapun. Jadi memang kita melihat perspektif terorisme ini dalam perspektif yang lebih objektif.

2. Bahwa konteks kerja sama itu ada dalam penghormatan kedaulatan, dimana konvensi ini tidak memberi hak kepada suatu pihak untuk melakukan dalam wilayah pihak lain penerapan yuridiksi atau pelaksanaan fungsi-fungsi yang secara eksklusif bisa dilakukan di negara lain.

Jadi banyak hal yang memang perlu kita cermati. Oleh karena itu, sangat tepat dan ini kita memiliki narasumber yang secara langsung berhubungan dengan penanggulangan dan penanganan terorisme.

(7)

7 Baik, kita lanjutkan. Berikut dari aspek intelijen, kita undang BIN dan BAIS dan kesempatan berikut, kita persilakan kepada, dari BIN Pak Beny Roelyawan.

Kami persilakan.

DEPUTI III BIN (BENY ROELYAWAN): Terima kasih Bapak Pimpinan.

Kami dari Badan Intelijen Negara, ingin langsung saja pada suatu kesimpulan bahwa terhadap ACCT ini bahwa:

1. Indonesia akan memberikan keuntungan, antara lain homoginasasi Undang-Undang Terorisme di tingkat ASEAN akan memberi peluang bagi Indonesia untuk dapat menekan secara politik terhadap Anggota ASEAN lainnya dalam penanggulangan terorisme.

2. Dapat menepis anggapan bahwa Indonesia sebagai negara yang melindungi atau sebagai sarang terorisme.

3. Membangun platform dan meningkatkan kerja sama counter terrorism melalui operasi-operasi terpadu di kawasan ASEAN di luar kerja sama intelijen yang sudah terbangun selama ini. 4. Membuka kesempatan bertukar pengalaman dan keahlian dalam penanggulangan terorisme.

Dalam keuntungan tersebut, menurut BIN ada beberapa kendala yang akan dihadapi dalam ratifikasi ini. Seperti yang harus dijaga itu adalah:

1. Kemungkinan pembocoran dokumen rahasia pada pihak ketiga.

2. Adanya capability gap di antara Anggota ASEAN dalam memberantas teroris.

3. Hubungan antar Negara di ASEAN masih terdapat kurang keharmonisan, terutama terkait masalah perbatasan dan konflik di Laut China Selatan.

4. Belum ada perjanjian ekstradiksi yang diterima oleh seluruh Negara ASEAN.

Perlu kami sampaikan bahwa dalam hal pertama yang menjadi keuntungan itu adalah penilaian terhadap, misalkan sebagai case dari Thailand, dimana Pemerintah Thailand ini di dalam Pemerintahan Thailand itu terdapat Konflik di Thailand Selatan dan di Thailand Selatan itu banyak Mahasiswa Thailand Selatan yang sekolah di Indonesia, terutama di Bandung, kemudian di Jogja. Kebanyakan mereka belajar di Pondok Pesantren maupun IAIN (sekarang Universitas Islam). Mereka selalu bertanya Mahasiswa-mahasiswa dari Thailand Selatan itu yang tanda kutip dari kelompok muslim, apakah itu dilatih militer oleh kita. Kita jawab, sebenarnya itu tidak ada begitu. Itu tidak ada dan kami perlu jelaskan bahwa di Universitas di Indonesia ini lazim ada resimen mahasiswa. Ini yang persepsinya harus kita jelaskan kepada mereka dan mereka juga diundang bahwa seperti itu, silakan melihat sendiri. Kalau ada eks mahasiswa Thailand Selatan yang di Indonesia, mereka aktif untuk di Thailand Selatan, sebenarnya itu ya urusan Pemerintah Thailand Selatan sendiri, bukan kami mengajarkan seperti itu. Nah, inilah yang persepsi ini yang dengan adanya ratifikasi ACCT ini, mungkin kita bisa terbantu dengan ini.

Terima kasih Pak. KETUA RAPAT: Baik, terima kasih.

Ini menarik dari BIN, ada beberapa catatan yang berpotensi sebagai kendala. Saya tadi catat ada 4 point. Ini penting untuk kita eksplorasi ya, karena ini akan jadi pertimbangan ketika nanti proses ratifikasi berjalan.

Terakhir, kita persilakan kepada yang terhormat Marsekal Madya TNI Masmun Yan Manggesa. Ya, dari Direktur E BAIS TNI.

Kami persilakan.

DIREKTUR E BAIS TNI (MARSMA TNI MASMUN YAN MANGGESA): Terima kasih Bapak Pimpinan Rapat.

Sebelum kami memberikan masukan untuk kali ini, kami koreksi Pak. Pangkat kami bukan Marsekal Madya, tetapi Marsekal Pertama TNI. Mudah-mudahan sebentar lagi Pak.

Terima kasih atas doanya Pak, kami lanjutkan.

Sependapat dengan para pemberi masukan sebelumnya, bahwa Konvensi ASEAN tentang Pemberantasan Terorisme ini kami sepakat, bahwa itu tidak bertentangan dengan peraturan perundang-undangan kita dan konvensi ini juga tidak bertentangan dengan semangat

(8)

8 kerja sama Negara-negara ASEAN, khususnya dalam bidang sharing intelijen, dalam bidang counter terrorism. Namun kami sebagai pelaksana di lapangan, ada beberapa yang perlu kami sampaikan sebelum meratifikasi konvensi ini. Yang pertama adalah 3 unsur yang penting dalam konvensi ini:

1. Unsur Intelijen; 2. Unsur Militer; dan 3. Unsur Law Enforcement.

Kalau kita lihat dalam bidang unsur intelijen, maka kegiatan-kegiatan intelijen yang kita laksanakan dalam bidang terorisme ini, masing-masing instansi masih mempunyai peraturan yang berbeda-beda. Seharusnya ini harus terintegrasi dulu sebelum melaksanakan itu. Mungkin dengan berdirinya BNPT ini bisa mengakomodasi semua kegiatan-kegiatan intelijen yang berkaitan dengan counter terrorism.

Lalu yang kedua, militer. TNI sudah punya pasukan pemukul di lapangan dan ini sering kita melaksanakan sharing informasi dengan rekan-rekan kita dari Negara-negara ASEAN.

Yang ketiga adalah law enforcement. Ini tentunya juga seharusnya badan-badan yang melakukan, khususnya polisi sudah mempunyai aturan yang sama, yang berlaku sama, sehingga sebelum melaksanakan konvensi ini, ini sudah bisa di, konvensi ini bisa diratifikasi.

Lalu beberapa permasalahan-permasalahan yang kita hadapi di lapangan yang berkaitan dengan counter terrorism adalah yang pertama, adanya Perjanjian Ekstradiksi yang belum kita laksanakan dengan beberapa negara. Ini menjadi kendala Pak. Namun terobosan-terobosan yang kita laksanakan dengan negara-negara, khususnya negara rekan kita ASEAN ini adalah sharing informasi, baik yang bersifat expert working group maupun yang langsung di lapangan, kita sering laksanakan dan ada suatu badan yang sudah resmi dijadikan media untuk sharing informasi, yaitu pertemuan antara Kepala Asisten Intelijen masing-masing Negara ASEAN yang dilaksanakan sekali setahun dan ini dirasa tidak cukup, sehingga kami tindaklanjuti dengan pertemuan informal di lapangan yang sifatnya bilateral, baik dengan Singapura ataupun dengan Negara-negara ASEAN yang lain.

Saya kira itu saja yang bisa kami sampaikan dalam Rapat Dengar Pendapat. Terima kasih Pak.

KETUA RAPAT: Baik, terima kasih.

Bapak/Ibu sekalian, kami juga informasikan beberapa Anggota Komisi I mohon izin dulu karena akan menghadiri Pemilihan Pimpinan RUU Kamnas jam 11.00 WIB, mungkin ada 4-6 orang barangkali.

Baik, Bapak/Ibu, kita sudah dengarkan pandangan dan masukan dari 4 narasumber kita, mewakili 4 Institusi dan selanjutnya kita akan manfaatkan waktu untuk mencoba mendiskusikan, mengeksplorasi. Di meja saya sudah terdaftar beberapa Anggota yang akan mendalami.

Yang pertama, yang terhormat Bapak Sayed Mustafa.

Kemudian dilanjutkan Pak Tjahjo Kumolo, Pak Tri Tamtomo, Ibu Adjeng, dan Ibu Susaningtyas. 5 dulu ya? Oh, Pak Tri Tamtomo ke Kamnas ya. Oke, Pak Sayed Mustafa dulu.

Sebentar, Bu Nuning mau ke Kamnas juga?

Pak Sayed, sebentar, Bu Nuning ini mau ke RUU Kamnas. Kalau kita persilakan lebih dulu ya?

Ya, silakan Bu Nuning, biar nanti jawabannya dititip ke Pak Teguh.

F-HANURA (DR. SUSANINGTYAS NEFO HANDAYANI KERTOPATI, M.Si.): Terima kasih Pak Ketua.

Assalamu 'alaikum Warrahmatullahi Wabarakatuh. Bapak-bapak semua yang saya hormati,

Saya hanya ada beberapa hal yang ingin saya tanyakan, berkaitan dengan keberadaan terorisme itu sendiri. Karena ini, saya bukan untuk masalah kenyinyiran masalah definisi, tetapi mohon juga dijelaskan di sini. Dengan adanya konvensi ini, tentu saja setuju, karena memang kita Pengusul. Kalau kita tidak menyetujui dan kita tidak ikut serta untuk meratifikasi, tentu aneh. Tetapi tolong dijelaskan juga apakah definisi terorisme itu, karena ini sangat implikatif kepada hal-hal yang lain, baik

(9)

9 itu secara nasional, regional, dan internasional, bagaimana kerja sama negara kita dengan penanganan masalah terorisme dengan negara-negara lain, karena kan begini, kita tahu bahwa terorisme itu entitasnya itukan ada setelah entitas-entitas lain terbentuk. Di situ dilihat ada disorganisasi dan lain sebagainya, muncul ide terrorism itu sendiri dari pihak-pihak yang merasa dirinya tidak ikut mendapat ambil bagian dalam pembahasannya. Itu adalah salah satu embrio yang tentu kita semua ketahui, jangan semata-mata terorisme ini dikatakan sebuah kejahatan tanpa satu kejelasan yang memang pantas untuk mendapatkannya.

Jadi saya ingin juga di sini menanyakan bagaimana bentuk-bentuk kerja sama dari penanganan terrorism itu sendiri. Karena di sini seperti halnya BNPT, tentunya Pak Golose tahu kan bahwa dalam hal koordinasi, banyak hal yang masih simpang siur dalam penanganan terorisme di negara kita ini, dimana tentu ada penanganan ala BAIS, ala BIN, ala Baintelkam, dan juga ala BNPT. Ini bagaimana pengaturannya?

Saya rasa itu saja dari saya. Terima kasih.

Wassalamu 'alaikum Warrahmatullahi Wabarakatuh. KETUA RAPAT:

Baik, terima kasih Bu Nuning.

Selanjutnya Pak Sayed, setelah itu Pak Tri Tamtomo. F-PAN (SAYED MUSTAFA USAB, S.E., M.Si.): Terima kasih Pimpinan.

Assalamu 'alaikum Warrahmatullahi Wabarakatuh.

Dalam hal ini, saya menyikapi masalah terorisme ini, khusus masalah penanganan Pak, dimana selama ini penanganan terorisme itu banyak sekali menimbulkan efek, yang sehingga dapat membesarkan terorisme itu sendiri. Hemat saya, kekerasan itu tidak dilawan dengan kekerasan pula. Jadi pertanyaan saya, bagaimana cara penanganan yang lebih efisien, sehingga tidak melebar dan tidak merugikan rakyat banyak.

Terima kasih. KETUA RAPAT: Baik, terima kasih. Pak Tjahjo.

F-PDI PERJUANGAN (TJAHJO KUMOLO): Terima kasih Ketua.

Bapak/Ibu sekalian yang saya hormati,

Terima kasih tadi atas berbagai penjelasan dari masing-masing pihak. Pada prinsipnya, kami sependapat bahwa substansi dari konvensi ini memang sudah tidak ada masalah. Justru yang saya kira Komisi I perlu secepatnya ya mengundang Menteri Luar Negeri, ini masalahnya ada dimana. Inikan sejak 2008. Ya inilah, apapun inilah model carut marutnya tata kelola pelaksanaan kita ya di sini ini, bagaimana kalau seorang Menlu sangat takut dengan Presidennya, ya saya kira inilah yang menjadi akibat prestasi sangat takut.

Berikutnya, 1 hal yang ingin kami tegaskan Pak. Tadi dari BIN sedikit menyinggung mengenai beberapa mahasiswa tadi ya. Saya kira perlu ada deteksi kembali ya, pada zaman Presiden Pak Habibie ya, itu satu Kementerian itu melakukan proses beasiswa ke sejumlah negara yang dalam tanda petik ini melahirkan berbagai indikasi-indikasi yang akhirnya sampai sekarang ini. Nah ini sejauhmana? Padahal orang-orang yang mendapat beasiswa itu sudah kembali ke Indonesia, sudah banyak menempati pos-pos yang sangat strategis. Itu tinggal tekan knop jadi ini. Jadi saya kira ini juga banyak dipertanyakan kalau kita ketemu dengan beberapa teman-teman di ASEAN itu juga dia punya data juga lengkap, yang dulu sekolah ditugaskan di Afghanistan, dimana-mana, saya kira ini juga satu hal yang memang perlu kita cermati.

Yang ketiga, ini pada prinsipnya kami sepakat Pak Ketua. Ini segeralah kita dukung ini, karena apapun Bapak-bapak sekalian yang bertugas untuk penanganan masalah-masalah

(10)

10 terorisme juga tidak bisa sendiri. Semangat untuk kebersamaan di ASEAN juga salah satu sebagian daripada modal kita.

Yang terakhir, saya kira ini mumpung kita ketemu sebagai uneg-uneg saja Pak. Tingkat koordinasi memang suatu hal yang harus kita tekankan di sini untuk pemberantasan terorisme ini. Apapun ini adalah musuh negara dan musuh kita bersama, harusnya menghadapi kelompok-kelompok ini sekecil apapun informasi yang ada, ya juga harus kita hadapi bersama tanpa ada hal-hal yang menjadi kepentingan. Saya ambil contoh kecil saja, pada saat Kedutaan Besar Australia itu meledak, satu minggu sebelumnya sudah disampaikan informasi A1, ada gerakan ini-ini, detail sekali. Betul? Oh tidak ada, itu isu, itu fitnah. Kami tidak takut. Nah, pada saat Presiden take off, meledak bom itu. Sekarang, ada banyak tanda tanya dan juga di pihak Kedutaan Besar Australia juga kalau sampai sekarang masih menimbulkan pertanyaan, itu dan suatu saat juga pasti akan terbongkar, siapa di belakang ini. Nah, saya kira sebagai contoh case kecil, bahwa tingkat koordinasi ada kepentingan-kepentingan yang saya kira terabaikan atau sengaja diabaikan, sehingga kasus Kedutaan Besar Australia itu bisa meledak.

Nah, saya kira semangat ini segeralah untuk kami sepakat tadi bahwa secara substansi, secara menangkal upaya mendukung penegakan hukum yang ada, saya kira ini akan cepat bisa teratasi. Kalau ASEAN ini bisa minimal bisa kompak, saya kira langkah-langkah yang ditempuh ke depan akan bisa terwujud. Jujur, kita memang sekarang cukup menyampaikan apresiasi kepada Tim Polri dengan dukungan semua pihak untuk menumpas masalah-masalah teror, tetapi kan kita cukup terlambat. Kami ingat dulu kalau memang ada permintaan sejumlah negara di dunia, kita disuruh mengirim 10 orang, 20 orang Anggota Polri yang harus belajar mengenai terorisme, yang berangkat ya 99% adalah Angkatan Darat yang dipakai ini Polisi diberi nomor pokok Polisi. Saya kira ini sudah era-era yang berbeda, saya kira juga akan bisa melibatkan hal ini.

Mungkin ini Ketua.

Saya kira pada intinya ini harus kita dorong cepat kepada Menlu untuk segera ada langkah-langkah yang lebih positif.

Terima kasih. KETUA RAPAT:

Terima kasih Pak Tjahjo. Kita lanjut, Bu Adjeng.

F-PD (DR. HJ.R.A. ADJENG RATNA SUMINAR S.H., MM.): Terima kasih Pimpinan.

Seluruh Anggota Komisi I dan seluruh tamu undangan.

Seperti mungkin sudah semua juga sangat setuju ya Pak ya dengan pembentukan atau pemberantasan segala bentuk kejahatan yang menimbulkan teror yang mengancam masyarakat secara umum. Yang ingin saya tanyakan Pak, dalam hukum pidana internasional, apakah terorisme dalam pengertian konvensi yang akan kita ratifikasi itu tidak akan beririsan atau rancu dengan pengertian tindak pidana yang berkaitan dengan kejahatan perang? Seperti mungkin tadi kalau Mbak Nuning menginginkan pengertiannya itu, definisinya itu bagaimana ya, antara terorisme, kejahatan perang, pelanggaran HAM, atau mungkin pembunuhan massal.

Yang kedua, berkaitan dengan yurisdiksi yang dimiliki oleh pengadilan suatu negara yang mengadili suatu perkara terorisme, bagaimana aturan hukum internasional, ini bagaimana hukum internasional dalam menentukan yurisdiksi perkara terorisme dalam konvensi ini? Hukum internasionalnya menentukan yurisdiksi dalam perkara terorisme dalam konteks ini, konvensi ini. Juga seperti biasanya kejahatan inikan merupakan transnational crime, yang dimana melibatkan person atau juga semacam locus delicti atau delik atau kasus delik yang komplit. Jadi, itu apakah tidak akan mengurangi hak-hak warga negara kita yang diadili di negara yang lain. Jadi, sekalian definisi terorismenya itu bagaimana yang tadi berhubungan, sesuai dengan pertanyaan yang kesatu, yang kedua itu sangat berhubungan.

Yang ketiga, bagaimana menurut Bapak-bapak di sini semua, agar terorisme itu tidak diindikasikan hanya ke agama tertentu. Itu kami, maaf saya sebutlah orang agama Islam ya,

(11)

11 rasanya kadang-kadang terorisme itu orang Islam saja begitu. Nah, itu Bapak bagaimana menurut Bapak-bapak agar terorisme itu jangan diindikasikan ke agama tertentu saja?

Terima kasih. KETUA RAPAT:

Terima kasih Ibu Adjeng.

Kita sambung dulu ke Pak Teguh Juwarno. F-PAN (Ir. H. TEGUH JUWARNO, M.Si.): Terima kasih Ketua.

Bismillahirrahmanirrahim.

Assalamu 'alaikum Warrahmatullahi Wabarakatuh. Salam sejahtera untuk kita semua.

Yang saya hormati Ketua Komisi dan seluruh Anggota Komisi yang hadir pada hari ini, Bapak-bapak dari BNPT, dari Bareskrim, dari BAIS, maupun dari BIN yang saya hormati.

Terima kasih atas penjelasan yang komprehensif terkait dengan upaya untuk pembahasan pengesahan ASEAN Convention on Counter Terrorism. Saya ingin mengajak kita untuk melihat secara obyektif bahwa sesudah Tahun 2005, mohon saya nanti dikoreksi Pak kalau saya keliru, sesudah 2005-2012 ini korban teroris di Indonesia berapa Pak Petrus? Yang meninggal dunia? Dari 2002, 800 lebih. Oh iya, yang meninggal, yang luka-luka hampir 2.000 ya?

Terakhir, terjadi peristiwa terrorism kapan Pak? DIREKTUR PENINDAKAN BNPT:

Kalau terakhir itu yang meninggal hanya teroris sendiri, bunuh diri di Cirebon maupun di Solo.

F-PAN (Ir. H. TEGUH JUWARNO, M.Si.): Baik.

Pada hari yang sama Pak, setiap tahun ada 15 ribu korban meninggal karena narkoba Pak. Apa yang ingin saya katakan, pertama bahwa persoalan narkoba menurut saya yang ini juga menjadi tugas kita bersama selain tugas teman-teman jajaran Kepolisian dan BNN adalah ancaman teroris yang sesungguhnya. Yang kedua, terkait dengan menurunnya jumlah teroris pasca 2002 maupun 2005, saya kira ini harus diapresiasi. Ini adalah kerja-kerja nyata teman-teman di BNPT maupun di Kepolisian maupun di Densus, bahwa upaya-upaya pencegahan menunjukan hasil yang menggembirakan. Ini patut diapresiasi Bapak/Ibu sekalian.

KETUA RAPAT:

Intelijen juga Pak Teguh.

F-PAN (Ir. H. TEGUH JUWARNO, M.Si.):

Ya tentu saja intelijen, saya mungkin harus sebutkan semua. Ya, artinya kita semua, karena kita bersepakat bahwa terorisme adalah musuh kita bersama dan ini tidak bisa kita biarkan.

Ada satu aspek yang menurut saya, saya perlu juga raise pada kesempatan kali ini, apa yang tadi disinggung oleh Ibu Adjeng. Kita ingat bahwa terorisme juga muncul ketika Israel memperjuangkan kemerdekaannya, ketika kaum Khatolik di Irlandia Utara memperjuangkan kemerdekaan Irlandia Utara dan saya ingin pada kesempatan ini mengingatkan bahwa Indonesia negara berpenduduk muslim mungkin terbesar saat ini, mungkin terbesar di dunia kalau secara proporsi ya, karena nanti India jangan-jangan bisa lebih gede lagi, karena dia penduduknya sudah 600 Milyar, tetapi poin yang ingin saya katakan, selama ini umat Islam seolah-olah menjadi tertuduh terhadap terorisme yang terjadi di negeri ini. Ini tidak bisa kita biarkan Pak, tolong sebutkan kepada saya di negara mana umat mayoritas menjadi tertuduh terhadap kasus terorisme atau terhadap gejalan-gejala terorisme yang ada. Ini yang saya kira kenapa kemudian muncul tesis bahwa terkait dengan terorisme berlatar agama misalkan, penyelesaian yang bisa

(12)

12 dilakukan adalah dengan berdialog, bukan dengan penindakan kekerasan, karena seperti yang tadi juga disinggung oleh Pak Sayed di awal penindakan kekerasan tidak menyelesaikan dan bahkan menimbulkan dendam.

Poin yang ingin saya mendapatkan tanggapan dari Bapak-bapak, apakah terkait dengan ratifikasi Konvensi ASEAN dalam counter terrorism ini, Bapak-bapak sudah berbicara, khususnya dengan para tokoh-tokoh agamawan, tokoh-tokoh umat, apakah itu MUI, apakah dari Ormas-ormas, khususnya Ormas-ormas Besar, Muhammadiyah, Nahdien, Persis, Al Irsyad misalkan, yang notabene mereka yang selama ini yang harus menjawab terhadap kegundahan-kegundahan umat terkait umat yang selama ini selalu menjadi tertuduh dalam persoalan teroris. Nah, di sini saya ingin mendapatkan tanggapan atau jawaban terkait dengan itu.

Mungkin itu saja Ketua. Terima kasih.

Assalamu 'alaikum Warrahmatullahi Wabarakatuh. KETUA RAPAT:

Terima kasih Pak Teguh. F-PG (MEUTYA HAFID): Pimpinan, izin Pimpinan.

Kalau boleh menambahkan dari Golkar. KETUA RAPAT:

Ya, nanti saya catat. Berikut, Ibu Lili, Bu Evita. Oh ya, silakan Ibu Evita.

F-PDI PERJUANGAN (EVITA NURSANTY): Baik, terima kasih Bapak Pimpinan.

Bapak-bapak Narasumber yang saya hormati,

Sebenarnya kalau saya dengarkan tadi paparan Bapak-bapak, inikan hanya masih mengulas permukaan. Kita ini belum mendapatkan pendalaman sendiri. Namun demikian, ya kita, kewajiban kita untuk mencari tahu sendiri Pak Ketua ya. Suka gak suka, kan konvensi ini sudah berlaku ya Pak ya, setelah waktu Brunei menandatangani yang keenam, otomatis kan berlaku konvensi ini. Yang ingin saya tanyakan Pak, tadi sama dengan Pak Tjahjo sebenarnya, apa alasan-alasan kita Indonesia untuk tidak menandatangani, seperti negara-negara yang lain terlebih dahulu, apakah ada hal-hal di dalam perjanjian kerja sama ini yang kita rasa merugikan kita Pak, merugikan pihak Indonesia sendiri atau apabila tidak merugikan, apakah memang kita belum siap, karena di salah satu perjanjian ini kan juga dikatakan bahwa rehabilitasi daripada pelaku teror itukan Pak dari BNPT ya Pak ya? Nah, kita ketahuilah bahwa selama ini kita punya masalah di dalam melakukan rehabilitasi daripada orang-orang yang pelaku daripada terorisme sebelumnya.

Kemudian, saya ingin tahu mengenai Pasal 15 dari Konvensi ini Pak. Ini karena ini bahasa Inggris, kita mesti cerna-cerna sedikit ya? Kan di sini dikatakan bahwa di Pasal 15 ini ada struktur koordinasi regional, ya Pak ya, ini mungkin BNPT ya, untuk pertukaran informasi intelijen dan koordinasi dan lain-lain. Yang saya ingin tanyakan, kita ini baik dari BIN, BNPT, Kepolisian sudah punya gak orang-orang kita di tingkat regional tersebut Pak, karena ini kalau misalnya siapa nih orang-orang kita yang ditempatkan di negara-negara tersebut, apakah itu Kedutaan kita, apakah itu apa ini, Atase Pertahanan kita, bagaimana struktur regional daripada kita sendiri untuk mengkaitkan kepada Pasal 15.

Kemudian, juga dikatakan, di sini kan dikatakan bahwa saya melihat ya, di Undang-Undang ini secara sekilas saya baca, kita ini sebenarnya Undang-Undang-Undang-Undang ini seperti Pak Tjahjo katakan tidak masalah untuk segera ditandatangani, karena ini hanya sifatnya pertukaran informasi, peningkatan kolektif secara kolektif tindakan preventif terhadap terorisme, karena masing-masing secara yuridis saya lihat di sini, itu memang masing-masing ya Pak, gak bisa ikut campur, ya kan Pak ya? Masing-masing negara tidak boleh ikut campur di dalam yuridis dari

(13)

13 suatu negara. Ini benar-benar basicly hanya kerja sama saja, tetapi yang saya ingin tanyakan di perjanjian ini sangat complicated sekali Pak, ada peraturan yang mengatakan apabila kejadian terorisme itu di tengah laut, yang tidak ini, yang masukan bendera, nah, ini mungkin Bapak-bapak bisa menjelaskan kepada kami ini complexity daripada agreement ini, itu siapa yang punya tanggung jawab kalau di atas kapal kejadian itu yang mempunyai bendera, saya membacanya saja bingung Pak, mungkin bisa diberikan kejelasan sedikit. Dengan tidak adanya perjanjian satu lagi ekstradiksi antara kita dengan Singapura ya Pak ya? Nah, ini bagaimana pemberlakuan daripada perjanjian konvensi ini?

Terima kasih. KETUA RAPAT: Baik, terima kasih.

Ini luar biasa Bu Evita ini, penerawangannya sampai kepada kompleksitas. Memang kita belum menyinggung kira-kira kompleksitas semacam apa yang selama ini terjadi dan apakah kompleksitas itu bisa terjawab dengan konvensi ini.

Baik, tadi kalau tidak salah dari BIN juga sudah mencatat ada 4 poin potensi kendala ya? Mungkin sebagian itu nanti bisa disambung.

Terima kasih Bu Evita. Berikut, Bu Meutya. F-PG (MEUTYA HAFID): Terima kasih Pimpinan.

Yang saya hormati Rekan-rekan Komisi I, tamu-tamu yang hadir.

Secara umum, tentu kita menyambut baik konvensi ini dan juga semangat untuk meratifikasi konvensi ini. Tetapi kami mempunyai beberapa catatan yang akan saya sampaikan satu persatu.

Yang pertama, catatan kita adalah walaupun begitu banyak konvensi yang dilakukan di antara negara-negara ASEAN ya, yang telah ditandatangani, terlihat masih ada kekurangan lembaga yang dibutuhkan untuk menjalankan konvensi tersebut, karena ketiadaan mekanisme penegakan hukum, Negara Anggota ASEAN bisa saja kemudian mengabaikan konvensi ini. Jadi, kami merasa sebelum konvensi bisa diabadikan dalam undang-undang, maka perlu dan patut dilakukan untuk membangun lembaga yang tepat di semua negara. Jadi kalau di Indonesia sudah cukup memadai lembaga-lembaganya, tetapi bagaimana dengan negara-negara lain? Itu catatan pertama.

Kedua, tampak dari Konvensi ASEAN on Counter Terrorism ini, juga ini mengambil langsung model barat dari PBB. Pertanyaannya adalah apakah Bapak-bapak melihat konvensi tersebut cocok dengan karakteristik Negara Anggota ASEAN yang cukup unik dan dengan demikian yang perlu dipertanyakan adalah efektivitasnya dalam konteks ASEAN. Catatan berikutnya adalah ada bagian dalam artikel dalam konvensi ini mengenai withdrawal atau pengunduran diri yang dinyatakan bahwa setiap pihak dapat menarik diri dari konvensi ini setiap saat. Implikasinya adalah bahwa Negara Anggota ASEAN bisa saja hanya menyetujui konvensi ini, kemudian setelah tanggal tersebut menarik diri. Dengan demikian, lagi-lagi yang kami pertanyakan adalah efektivitas dari konvensi ini, yang kami lakukan.

Catatan terakhir, terkait dengan persoalan non intervensi kedaulatan sebuah negara, seperti Thailand misalnya, bisa bersikeras bahwa konflik di Thailand Selatan adalah urusan dalam negeri dan dengan demikian Negara-negara ASEAN lainnya tidak bisa melakukan intervensi dalam kondisi untuk mengatasi konflik tersebut, karena dianggap intervensi terhadap kedaulatan hak-hak Negara Anggota ASEAN. Lagi-lagi pertanyaannya adalah apakah ASEAN City ini bisa efektif jika Negara Anggota ASEAN terus bersikeras bahwa kedaulatan mereka dilanggar dalam hal-hal seperti ini?

Jadi, intinya sekali lagi, semangat baik dari konvensi ini tentu kami dukung, tetapi ada catatan-catatan yang saya rasa dari pihak Pemerintah perlu ditelaah lebih lanjut.

(14)

14 KETUA RAPAT:

Baik, masih ada?

F-PDI PERJUANGAN (Ir. HERI AKHMADI): Pak Ketua, satu kiri, belakang.

KETUA RAPAT: Oh iya, sebentar.

Pak Guntur, setelah itu Pak Heri Akhmadi. Silakan Pak Guntur.

F-PD (Drs. H. GUNTUR SASONO, M.Si.): Terima kasih Pak Ketua.

Bapak/Ibu yang saya hormati.

Saya sadar sepenuhnya bahwa counter terrorism ini adalah peranan Police to Police, walaupun di negara di masing-masing sudah diatur intern secara yuridis negara masing-masing. Namun di dalam penanganannya, kita tidak akan bisa terlepas daripada institusi-institusi yang mendukung. Sejauhmana konvensi ini kira-kira sudah juga menyangkut masalah seperti itu? Misalnya, juga TNI dan lain sebagainya. Karena pada kondisi-kondisi terdadak keterlibatan unsur-unsur lain, saya kira pasti ada.

Terima kasih. KETUA RAPAT: Baik, Pak Heri.

F-PDI PERJUANGAN (Ir. HERI AKHMADI): Terima kasih Pimpinan.

Dua pertanyaan saya. Pertama kepada BIN tadi berkaitan dengan dan mungkin juga kepada yang lain, tentang kekhawatiran kebocoran rahasia negara Pak. Yang ingin saya tanyakan, pada Bulan Mei 2002 yang lalu, Indonesia, Malaysia, dan Philipina telah menandatangani juga Agreement on Information Axing and Establishment of Communication Procedur to Coorporate, diantaranya juga di dalam bidang terrorism Pak. Aturan ini kan sudah ada kesepakatannya yang ada. Selama ini, aturan ini apakah sudah berjalan, kesepakatan ini dan apakah juga pernah terjadi kasus kebocoran rahasia negara itu kepada pihak-pihak yang dianggap tidak berkaitan dengan masalah ini. Itu yang pertama kepada BIN.

Kemudian yang kedua, tadi dikatakan juga beberapa teman sudah menyampaikan tentang koordinasi. Selama ini kita sudah, ASEAN juga sudah punya Center of Anti Terrorism, saya kira di Kuala Lumpur. Nah, peran dari Badan ini selama ini seperti apa dalam kaitan dengan upaya untuk menghadapi terorisme di Asia Tenggara ini dan apakah dengan adanya konvensi ini akan bisa memperkuat juga peran dari Center tersebut.

Terima kasih.

F-PD (Drs. H. GUNTUR SASONO, M.Si.): Interupsi sedikit Pimpinan, lupa ini.

KETUA RAPAT: Ya, silakan.

F-PD (Drs. H. GUNTUR SASONO, M.Si.):

Pertanyaan saya tadi lebih menjurus kepada Kabareskrim nanti untuk menjawab. Terima kasih.

KETUA RAPAT: Masih ada? Bu Venna.

(15)

15 F-PD (VENNA MELINDA, S.E.):

Terima kasih Pimpinan.

Assalamu 'alaikum Warrahmatullahi Wabarakatuh. Selamat siang kepada seluruh yang hadir di sini.

Saya ingin bertanya sederhana saja Pak, saya kebetulan baru di Komisi I, tetapi dari apa yang saya lihat dari naskah akademis yang saya baca tadi secara sekilas tertulis bahwa jika Indonesia melakukan ratifikasi terhadap ACCT sehingga bisa menjadi undang-undang, itu pasti ada beberapa keuntungan dan juga konsekuensi. Saya hanya ingin tanya kepada Bapak-bapak yang sudah hadir, apa saja yang harus ditanggung bila kita benar-benar meratifikasi ACCT tersebut menjadi suatu undang-undang, karena kalau saya lihat naskah akademisnya ini masih terlalu umum sifatnya dan mohon juga diberi penjelasan lebih detail lagi, kalaupun kita mengambil keputusan untuk menerima itu, itu adalah keputusan yang terbaik, dan yang kedua, ini saya baca dalam suatu konsekuensi pengesahan ACCT di poin yang pertama, pengesahan konvensi ini akan memberikan konsekuensi kepada Pemerintah Indonesia, antara lain penyelarasan peraturan perundang-undangan nasional yang terkait dengan upaya pemberantasan tindak pidana terorisme. Nah, ini menurut saya kalau ada penyelarasan undang-undang tersebut misalkan terhadap perundang-undang-undang-undangan nasional seperti yang tertulis dalam naskah akademis, maka undang-undang apa saja yang harus diselaraskan dan poin-poin apa saja yang penting untuk itu.

Kira-kira seperti itu saja Ketua. Terima kasih.

Wassalamu 'alaikum Warrahmatullahi Wabarakatuh. KETUA RAPAT:

Ya, silakan Ibu Evita.

F-PDI PERJUANGAN (EVITA NURSANTY):

Ada satu yang saya minta penjelasan dari Bapak-bapak.

Saya baca di sini Pasal 5, ya kan? Pasal 5 ini menyatakan bahwa konvensi ini tidak berlaku ya, kalau saya mengartikan nih, “Konvensi ini tidak berlaku apabila terjadi/dilakukan oleh warga negara suatu negara dan dilakukan di negara itu”. Misalnya, terorismenya orang Indonesia, dia lakukan di Indonesia, kalau pengertian saya, apakah ini benar atau tidak? Yang ingin saya tanyakan adalah kalau tidak berlaku, sementara kan inikan jaringan internasional ini Pak, ya kan Warga Negara Indonesia yang melakukannya, tetapi inikan ada jaringannya, tarikannya ke internasonal, pendanaan, dan lain-lainnya. Nah, ini Pasal 5 ini bagaimana ini Pak dicernakannya? Tadi saya bertanya kepada Bapak mengenai ekstradiksi dengan Singapura, saya baca lagi di sini Pasal 13, mungkin dijelaskan bahwa perjanjian konvensi ini bisa dijadikan payung untuk penyerahan pelaku tindak pidana terorisme itu. Jadi kalau berdasarkan konvensi ini, suatu negara itu bisa meminta, misalnya orang negara A yang melakukan terorisme di Indonesia, negara itu bisa meminta warga negaranya tersebut untuk diekstradiksi di tempat mereka. Benar atau tidak di Pasal 13 ini? Jadi walaupun kita tidak ada perjanjian ekstradiksi dengan Singapura, apakah konvensi ini bisa dijadikan payung, bahwa khusus untuk tindak pidana terorisme ini kita bisa meminta warga negara kita yang di Singapura untuk dipulangkan ke Indonesia.

Terima kasih. KETUA RAPAT:

Baik, masih ada Bapak-bapak/Ibu sekalian? Ya, Pak TB.

F-PDI PERJUANGAN (TUBAGUS HASANUDDIN): Terima kasih.

Bapak dan Ibu yang saya hormati,

(16)

16 Saya mohon pendapat dari para narasumber. Kalau kita ratifikasi masalah perjanjian ini, di dalam Pasal 15 ada sebuah klausal yang mengatakan kira-kira seperti ini “Negara atau Pemerintah yang melakukan ratifikasi ini kemudian nanti harus menunjuk sebuah lembaga yang nanti akan menjadi perwakilan negara itu melakukan koordinasi dengan negara lain.” Nah, kalau di Indonesia ini, kan terlalu banyak saya kira yang melaksanakan, ada Polisi, kemudian di dalamnya tentu ada Densus 88, kemudian ada BIN, kemudian ada TNI juga, ada Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2004, termasuk operasi militer selain perang, kemudian ada BIN, BAIS, kemudian, dan macam-macam ini. Apakah yang melaksanakan itu, koordinasi dengan negara lain itu Polisi, BNPT, BIN, atau apa? Kira-kira Pemerintah sudah membuat atau tidak sebuah konsep? Sebab, kalau kita ratifikasi, kemudian yang melakukan koordinasinya itu adalah yang lain, tidak sesuai, dan konsekuensi logisnya nanti akan ada undang-undang yang harus disesuaikan. Ini harus ada kepastian, makanya mohon diketahui oleh Rekan-rekan dari Tahun 2007 sampai dengan 2012 sekarang ini, 4 tahun, itu terus saja kalau orang Sunda bilang diganggayong lah. Jadi maju tidak, mundur juga tidak, terus saja. Ini harus ada kepastian seperti apa bentuknya, bahwa harus ada koordinasi di antara negara-negara wilayah ASEAN dalam pemberantasan teroris, saya kira harus kita setujui, tetapi bahwa nanti siapa yang koordinasi, itu sesuatu yang harus kita pertanyakan kepada Pemerintah dan kemudian konsekuensinya apakah ada terhadap undang-undang.

Itu barangkali satu hal dari saya. Terima kasih.

Wassalamu 'alaikum Warrahmatullahi Wabarakatuh. KETUA RAPAT:

Baik, cukup ya? Oh, masih ada? Silakan Pak Max.

F-PD (MAX SOPACUA, S.E, M.Sc.):

Assalamu 'alaikum Warrahmatullahi Wabarakatuh.

Pimpinan, Anggota Komisi, dan para Narasumber, Bapak-bapak sekalian yang saya hormati.

Biarpun saya datang terlambat, tetapi bahan yang memang sudah diberikan ya Pak ya? Saya cuman ingin menyisir sedikit ke Tahun 2007, ketika ditandatanganinya ASEAN Convention on Counter Terrorism (ACCT). Ditandatanganinya perjanjian ini pada tanggal 13 Januari, itu semata-mata ingin memuluskan atau paling tidak, ada suasana yang tertib dalam persoalan terrorism di Kawasan ASEAN. Dalam beberapa periode terakhir, sejak Tahun 2007 sampai sekarang, kita lihat bahwa kita juga tidak bisa menghindar dari gejala-gejala yang ada, yang terjadi, maupun isu-isu yang berkaitan dengan terrorism di tanah air Pak. Beberapa waktu terakhir ini, United State of America juga menobatkan Pak Abu Bakar sebagai teroris internasional, paling tidak ini bagian integral dari percaturan terorisme di ASEAN. Kalau kita melihat situasi dan kondisinya seperti sekarang, berarti apa yang dibuat dan ditandatangani pada tanggal 13 Januari 2007 di Cebu Philipina tersebut, belum terealisasi dengan sebaik-baiknya. Artinya, rasa aman di kawasan ASEAN terhadap problem yang menyangkut terrorism masih belum dapat kita jamin 100%. Apalagi di Indonesia juga kita merasakan itu. Nah, kalau ini disangkut pautkan dengan berbagai kegiatan, tentu Bapak-bapak yang ada tentu mempunyai solusi. Saya cuma ingin mendengarkan saja Pak, ketika 2007 ditandatangani di Cebu tersebut sampai 2011 akhir dan sekarang masuk 2012, sudah berapa persen implementasi kebijakan untuk dunia terrorism dihilangkan dari kawasan ASEAN, termasuk di Indonesia.

Terima kasih.

Assalamu 'alaikum Warrahmatullahi Wabarakatuh. KETUA RAPAT:

Masih ada? Sudah? Baik.

(17)

17 Sebelum direspon, saya ingin menambahkan dan sekaligus menyambung beberapa hal yang tadi sudah disampaikan.

Bapak-bapak sekalian yang terhormat,

Kalau saya melihat, bahwa salah satu penentu efektivitas konvensi ini adalah pada seberapa besar kepentingan pengorganisasian hal-hal yang terkait dengan counter terrorism ini sebangun antar Negara-negara ASEAN. Semakin dia konkruen, semakin dia sebangun, maka dia akan semakin efektif.

Nah pertanyaan krusialnya adalah yang pertama, dari aspek kebijakan dan cara pandang, dimana persamaan antar negara-negara ASEAN dan dimana perbedaannya. Kalau kita ambil contoh, misalnya beberapa Negara Philipina, seringkali kalau kita berbicara terrorism di Philipina, itu terkait dengan Philipina Selatan. Secara kontekstual, di sana juga ada problem, bukan problem terorisme sebenarnya, tetapi ada problem konflik kewilayahan, persoalan separatisme, walaupun kemudian ada pola-pola penyelesaian dari sisi kebijakan, termasuk otonomi. Contoh yang lain misalnya Philipina Selatan, hampir sama juga. Philipina Selatan itukan bukan enclave terrorism, tidak, tetapi konteksnya kadang memang ada persoalan konflik kewilayahan dan di sana juga ada solusi kebijakan yang sifatnya otonomi. Nah, inikan 2 model. Hal yang seperti itu tidak terjadi di Malaysia misalnya. Nah, bagaimana dengan pola yang terjadi di Indonesia? Ini satu. Nah, kekhususan-kekhususan itu tentu saja menciptakan cara pandang dan kebijakan yang pasti berbeda-beda antar Negara ASEAN. Nah, ini di level yang pertama misalnya.

Yang kedua, seperti yang tadi diangkat oleh beberapa Anggota, terakhir oleh Pak TBH, tentang model pengorganisasian, model organisasi dalam penanggulangan terrorism di setiap negara, seberapa sebangun antar negara-negara ASEAN, sehingga ketika kita melakukan kerja sama di level organisasi, itu memang menjadi memudahkan. Kita walaupun ada BNPT misalnya, tetapi kan tadi diangkat juga, bahwa dalam prakteknya, ini masih ada kendala-kendala dalam koordinasi. Nah, bagaimana dengan negara-negara lain? Kita sebenarnya ingin juga punya informasi seperti apa pengorganisasian yang dilakukan oleh negara-negara lain di kawasan ASEAN ini. Sehingga nanti kalau kita mengimplementasikan konvensi ini, misalnya ada otoritas yang mewakili Indonesia dalam berkoordinasi di level ASEAN, kita tahu, kita ini deal-nya dengan siapa. Nah, ini yang kedua.

Yang ketiga, tadi di tataran praktis selama ini, bentuk-bentuk kerja sama yang berjalan seperti apa, kendala-kendala yang terjadi seperti apa, sehingga kita bisa menjadikan itu sebagai masukan kritis terhadap konvensi ini. Nah, ini 3 hal.

Dan yang keempat begini, ada obrolan-obrolan atau opini sebagian kalangan yang menyatakan begini. Kalau kita lihat, awal pertama munculnya gerakan terorisme secara sistemik, inikan tidak bisa dilepaskan dari perang di Afghanistan. Adanya warga sipil Indonesia yang berangkat ke Afghanistan, pintu masuknya itu adalah Malaysia dan pintu pulangnya juga Malaysia. Lalu sebagian orang berpandangan kenapa kok Malaysia relatif lebih stabil, lebih aman ketimbang Indonesia dan pertanyaan berikutnya kenapa justru gembong-gembong teroris Malaysia dalam tanda petik sepertinya diekspor ke Indonesia? Apakah ini policy politik mereka, strategi mereka begitu ya atau bagaimana? Inikan obrolan warung kopi yang make sense juga, karena kita kenal Noerdin M. Top, Azhari, itukan orang Malaysia, kenapa mereka beroperasi di Indonesia? Ini pertanyaan yang saya kira penting, apakah ada unsur-unsur kepentingan politis dari setiap negara atau dari suatu negara dalam konteks penanganan terorisme ini.

Saya kira itu tambahan dari saya dan selanjutnya, kami, oh sorry Bu Lily tadi daftar. Kalau begitu closing-nya dari Bu Lily.

F-PKB (Hj. LILY CHODIDJAH WAHID): Terima kasih.

Saya mungkin hanya menambahkan saja sedikit.

Yang saya hormati Ketua dan seluruh Anggota Komisi I dan para undangan yang saya hormati.

Mungkin yang perlu kita perjelas pada saat ini adalah yang kita ingin tahu dari pihak Bapak-bapak adalah bagaimana nanti mekanismenya pada saat kita sudah ratifikasi ini. Pertama, jelas kita masalah bilateral di antara semua Anggota ASEAN inipun belum clear. Jadi,

(18)

18 ini juga kita ingin lebih riil lagi dari pihak Bapak-bapak itu kalau ratifikasi ini kita adakan, lalu mekanismenya yang ada seperti apa? Sementara bilateral kita dengan Singapura tidak ada, dengan ini tidak ada. Nah, hal-hal seperti ini kita ingin lebih jelas bagaimana dari pihak Bapak? Kemudian, ada satu pertanyaan Ketua, yang saya mohon izin mungkin tidak ada hubungannya dengan ini, tetapi saya ingin menanyakan karena kebetulan ini sangat jarang kita bisa berkumpul dengan BAIS dengan Bareskrim sekaligus dan juga ada kaitannya dengan radikalisme. Kalau boleh saya minta izin. Saya hanya ingin menyampaikan bahwa setengah tahun terakhir atau mungkin 1 tahun terakhir ini sangat marak, bahwa demokrasi di Indonesia yang dikatakan itu salah satu yang terbaik di negara yang besar, ternyata tidak berjalan seiring dengan toleransi yang ada dalam masyarakat, sangat berbanding terbalik. Hari ini menurut Sinode Gereja Indonesia, ada lebih dari 200 gereja yang dilarang untuk melakukan peribadatan di seluruh Indonesia. Ini datanya ada. Kemudian, yang mungkin marak diberitakan adalah masalah GKI Yasmin. Kalau itu sebuah masalah administrasi oleh Walikota, tetapi menjadi sebuah perburuan. Kalau saya bilang perburuan ya, karena sudah beribadah di rumah jemaat pun itu masih diburu oleh mereka-mereka ini dan di depannya itu adalah Satpol PP. Satpol di depan, lalu di belakang itu para pembrutal-pembrutal ini yang betul-betul ingin orang tidak boleh beribadat dimana pun juga, karena itu bukan Islam. Ini fakta riil di masyarakat. Jadi saya ingin menanyakan ini mungkin tidak dijawab sekarang gak masalah, tetapi mungkin menjadi bahan pemikiran kita ke depan, terutama Bapak-bapak, baik dari Bareskrim, BIN, ataun BAIS, maupun BNPT, bahwa ini bisa juga menjadi sebuah embrio untuk timbulnya radikalisme yang lebih parah dari sekarang mulai tumbuh dan saya ingin mengingatkan Walikota Bogor itu sudah melanggar undang-undang, tidak mau mematuhi keputusan Mahkamah Agung, malah menjadikan itu menjadi sebuah tontonan internasional, bahwa Indonesia ini sangat tidak layak hari ini untuk tempat orang berkumpul yang berbeda agama. Hal ini sudah jadi perbincangan di internasional.

Jadi saya hanya ingin mengutarakan hal ini. Mudah-mudahan bisa menjadi bahan pemikiran bagi Bapak-bapak, bagaimana kita mengatasi masalah ini, lebih 200 gereja tidak boleh dengan alasan penduduk setempat. Kalau itu penduduk setempat untuk GKI Yasmin, saya katakan itu bohong, karena GKI Yasmin itu di jalan besar, seperti Pondok Indah di sini, berdiri sendiri, tidak ada masyarakat setempat, tetapi didatangkan dari tempat lain. Nah, hal-hal seperti ini saya mohon untuk bisa dijadikan pemikiran ke depan dan mohon maaf, ini tidak ada kaitannya dengan topik, karena saya pikir ini kebetulan kita bertemu bersama-sama.

Terima kasih.

Assalamu 'alaikum Warrahmatullahi Wabarakatuh. KETUA RAPAT:

Baik, terima kasih Bu Lily.

Berikutnya, kita persilakan kepada narasumber kita. Terserah siapa yang mau duluan.

Dari BNPT, silakan.

DIREKTUR PENINDAKAN BNPT: Terima kasih Bapak Ketua.

Yang terhormat Ketua dan Anggota Komisi I.

Kami catat semua pertanyaan dan kami akan jawab dari kacamatanya BNPT. Yang pertama dari Bu Nuning, kaitan dengan keberadaan terorisme dan kemudian berkaitan dengan definisi terorisme. Perlu kita ketahui bahwa yang dilakukan penanggulangan terorisme itu berdasarkan Undang-Undang Nomor.. Jadi kami tidak membuat definisi seperti pakar. Jadi kalau kita bicara tentang definisi, maka semua akan membuat definisi, tetapi di Indonesia sesuai dengan Undang-Undang No. 15 Tahun 2003 Pasal 6, itu definisi terorisme yang kita pakai di Indonesia. Kemudian, bentuk-bentuk kerja sama penanganan terorisme antar anggota tadi dikatakan apakah ala BNPT, BAIS tidak, tetapi terkoordinir, karena policy daripada Indonesia adalah kita tidak melakukan perang dengan teror, seperti yang dilakukan oleh Amerika Serikat, kita tidak melakukan operasi intelijen, seperti yang dilakukan oleh Singapura dan Malaysia, yang tadi mungkin sebagian dari Bapak-bapak sebutkan, tetapi kita di Indonesia kita melakukan dengan penegakan hukum, sesuai hukum dan terukur. Kemudian, karena kita juga mengikuti di

(19)

19 samping dari undang-undang dan kita juga melihat daripada pilar PBB yang berkaitan dengan rule of law dan human rights, sehingga terukur.

Yang kedua, kaitan dengan pertanyaan Bapak Sayed, kekerasan tidak dilawan dengan kekerasan. Yang dilakukan oleh Kepolisian adalah lewat Standard Operating Procedure. Jadi, kenapa misalnya banyak contoh-contoh, kok kenapa penanganannya lama, tidak langsung diserbu dan sebagiannya, karena memang kalau yang dilakukan oleh aparat penegak hukum harus sesuai dengan standard operating, diingatkan. Jadi, nembak itu harus diingatkan, diperintahkan untuk menyerah dan sebagainya. Tetapi karena kita lihat dari siklus penanganan terorisme mulai Tahun 2000 sampai dengan 2012, itu penangkapan itu sekitar 700, kemudian rata-rata proses by the law. Kemudian, ada dari hasil pengamatan kita ada 23 Pak setelah melewati criminal justice system, sekitar 23 orang dia kembali lagi melakukan tindak pidana itu, sehingga disadari bahwa Polisi, dalam hal ini penegak hukum tidak bisa sendiri melakukan. Justru itu adanya badan yang sekarang kami di sini, Badan Nasional Penanggulangan Terorisme, mengatasi mulai dari proses. Jadi, mengkoordinir unsur-unsur, baik unsur penegak hukum, intelijen, dan militer, tadi juga disinggung, kemudian karena dalam posisinya tadi menyinggung juga pertanyaan dari Pak TB kaitan dengan posisi TNI, itu ada Pak, dari Deputi I itu berkaitan dengan pencegahan. Dia taruh Mayor Jenderal di situ untuk, karena mengatasi aksi terorisme seperti yang dilakukan itu tidak ada, di dalam klausul itu, apakah dalam kompetensi yang bagaimana oleh peran TNI, sehingga peran yang dia lebih sematkan karena TNI mempunyai struktur komando, sama seperti Pemerintah Daerah, sama seperti Kepolisian, dan sangat berpotensi untuk membantu mengatasi aksi terorisme dalam kaitan dengan pencegahan, sehingga ditaruh jabatan bintang dua dan juga ada beberapa Direktur yang berkaitan dengan deradikalisasi dan pencegahan yang dilakukan.

Kemudian, bagaimana penanganan yang efisien. Pertanyaan tadi, karena memang seperti yang kami jelaskan bahwa proses criminal justice system kita menganut bahwa kita, kemudian kita lihat dan ternyata siklus itu berputar, yang sebelumnya mereka pelaku teror lewat proses criminal justice system kaitan dengan penyidikan, penuntutan, sampai dengan Lembaga Pemasyarakatan, melewati juga proses rehabilitasi, dalam hal ini harus kita bedakan antara deradikalisasi dan kontra radikalisasi. Kalau deradikalisasi itu bagi orang yang sudah terkoptasi paham-paham terorisme dan bahkan seperti yang tadi dijelaskan oleh Pak Ketua, tetapi yang kontra radikalisasi. Jadi dalam hal ini yang dilakukan oleh BNPT, baik deradikalisasi maupun kontra radikalisasi. Itulah kira-kira penanganan. Jadi, bukan hanya dengan seperti tadi dikatakan bahwa proses kekerasan dilawan dengan kekerasan, tidak, tetapi tentunya dalam proses penegakan hukum juga kalau itu ada azas kesetaraan. Dalam artian, contohnya seperti di Aceh, bagaimana teroris bersenjata, waktu penangkapan di Solo, bagaimana juga melakukan, dan itu dalam penegakan hukum ada aturannya yang sesuai dengan SOP.

Terima kasih juga kepada Pak Tjahjo tadi sudah kaitan dengan mendukung ini, karena memang ini payung yang kita tunggu-tunggu Pak untuk ASEAN. Kemudian, informasi. Memang sekecil apapun dan bukan hanya yang berasal dari Indonesia, karena kita tahu bahwa tidak ada satu negara sendiri pun yang bisa mengatasi aksi terorisme, karena informasi misalnya tadi disinggung juga oleh Bapak Ketua, bagaimana dengan Philipina Selatan, itu karena informasi. Sampai dengan sekarang, masih banyak Pak, orang Indonesia yang berada di Philipina Selatan. Perlu kami laporkan bahwa operasi yang dilakukan 3 bulan yang lalu, kita bisa melakukan operasi, tentunya didukung oleh Datasemen Khusus 88 dan Satuan Tugas Khusus, itu untuk mencegah Pak. Jadi, mencegah senjata yang masuk dari Philipina Selatan ke Indonesia, sudah dilengkapi dengan silencer. Jadi, mereka di Philipina Selatan, bukan hanya mereka juga melatih dan menjadi bagian dari Manti Ketiga, tetapi mereka juga bisa membuat senjata yang dilengkapi dengan silencer dan apabila kita lihat model senjata itu, luar biasa, incredible, kalau kita lihat bagaimana mereka bisa membuat dan tentunya dengan standar militer Pak bisa dibuat, pelurunya nine milimeter, dan mereka sudah survey tempat-tempat yang akan dilakukan khususnya, karena dirasakan bahwa sampai dengan saat ini Kepolisian yang merupakan garda ke depan, dalam artian untuk melakukan penegakan hukum di bidang terorisme, maka tempat-tempat yang di-survey adalah kantor-kantor Kepolisian dan kita tahu bersama bahwa sampai dengan saat ini, mulai Tahun 2000 sampai dengan sekarang, ada sekitar 22 Pak, Polisi yang terbunuh, karena dalam berkaitan dengan operasi terorisme. Namun dari 22 ini hanya 1 yang

Referensi

Dokumen terkait

Memperoleh bahan informasi ilmiah yang dapat dipublikasikan berkaitan dengan hasil pengukuran kandungan logam Pb, residu pestisida, dan hubungannya dengan perubahan

Ada yang memandangnya sebagai suatu proses sosial, atau proses sejarah, atau proses alamiah yang akan membawa seluruh bangsa dan negara di dunia makin terikat satu sama

Perubahan terminologi atau istilah anak berkebutuhan khusus dari istilah anak luar biasa tidak lepas dari dinamika perubahan kehidupan masyarakat yang berkembang saat ini,

Setiap manusia memiliki hak dan kewajiban yang harus dilaksanakan secara seimbang. Setiap orang tidak bisa menggunakan haknya secara semena-mena karena dibatasi oleh hak

Pemilihan jenis ikan merupakan langkah pertama yang sangat penting dalam menentukan keberhasilan usaha budidaya perikanan.Proses penentuan jenis ikan ini dapat dilakukan

Kami masukkan juga masalah karhutla ini karena memang ke depan kita akan menghadapi musim kering yang panjang sehingga tentunya masalah karhutla ini betul-betul

RAWATAN KANSER PESAKIT LUAR TAHUNAN Jika Orang Yang Diinsuranskan didiagnosis menghidap kanser seperti yang tertakluk di dalam Definasi Penyakit Kritikal, Syarikat akan

Pada sistem independent demand inventory, maka model yang tepat adalah pengisian kembali persediaan disesuaikan dengan jumlah yang dibutuhkan atau merupakan penggantian