• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II KAJIAN PUSTAKA. harus dipenuhi guna menjaga kelangsungan hidupnya. Pemenuhan kebutuhan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB II KAJIAN PUSTAKA. harus dipenuhi guna menjaga kelangsungan hidupnya. Pemenuhan kebutuhan"

Copied!
14
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

KAJIAN PUSTAKA 2.1 Makna Pekerjaan Dalam Masyarakat

Dalam kehidupan sehari-hari, setiap manusia memiliki kebutuhan yang harus dipenuhi guna menjaga kelangsungan hidupnya. Pemenuhan kebutuhan hidup inilah yang mendorong manusia untuk melakukan satu atau lebih pekerjaan dalam aktivitasnya sehari-hari sehingga kelangsungan hidupnya akan terus berjalan. Pekerjaan merupakan aktivitas yang dilakukan oleh pekerja guna mendapatkan hal berupa gaji maupun upah. Pekerjaan tidaklah sama dengan bekerja. Honour dan Mainwaring (1982 : 187) dijelaskan bahwa pekerjaan ditandai dengan adanya suatu tugas yang memiliki aktivitas atau sifat usaha di dalamnya. Setiap pekerjaan dilakukan oleh pekerja. Pekerja adalah tiap orang yang melakukan pekerjaan, baik dalam hubungan kerja maupun di luar hubungan kerja (Toha dan Pramono, 1987: 7).

Pekerjaan merupakan salah satu identitas seseorang. Penekanan pada peranan pekerjaan sebagai identitas seseorang berarti bahwa mereka yang tidak memiliki pekerjaan (penganggur, pensiunan) akan sulit untuk menempatkannya, sebab mereka tidak memiliki identitas (Honour dan Mainwaring, 1982 : 188). Fenomena pekerjaan terdapat dalam semua lapisan masyarakat. Namun, arti, sifat serta seberapa pentingnya pekerjaan tersebut berbeda antara anggota masyarakat yang satu dengan masyarakat yang lainnya. Bagi sebagian orang, pekerjaan adalah sumber tantangan, prestasi, dan tanggung jawab. Namun, bagi yang lainnya pekerjaan merupakan aktivitas untuk mengisi waktu sehari-hari. Honour dan Mainwaring (1982 : 193) menyebutkan bahwa para pekerja dalam kelompok

(2)

sosio-ekonomis yang lebih rendah cenderung mementingkan makna ekstrinsik seperti upah dan kontak sosial, sedangkan mereka dalam kelompok yang lebih tinggi mencari makna intrinsik misalnya prestasi ataupun pencapaian.

Dalam semua masyarakat ada beberapa jenis pekerjaan yang dilakukan untuk kelangsungan hidup mereka. Namun berbagai masyarakat, memiliki cara yang berbeda dalam mengalokasikan pekerjaan kepada orang-orang, serta berbeda pula tingkat nilai dan kepercayaannya yang diberikan untuk setiap pekerjaan yang ada. Masing-masing individu memiliki kepercayaan dan harapan tertentu mengenai pekerjaan, terutama yang berhubungan dengan peranan pekerjaan mereka.

2.2 Hubungan Pekerjaan dan Status Sosial

Mengutip dari Narwoko dan Suyanto (2004 : 169), dijelasakan bahwa stratifikasi sosial adalah pembagian sekelompok orang ke dalam tingkatan atau strata yang berjenjang secara vertikal atau hierarkis. Stratifikasi berbicara mengenai posisi yang tidak sederajat antar individu ataupun antar kelompok. Salah satu unsur penting dalam stratifikasi yaitu status atau kedudukan. Status diartikan sebagai tempat atau posisi seseorang dalam kelompok sosial. Mengutip Soekanto (2006 : 210) dijelaskan bahwa status sosial yaitu sebagai “tempat seseorang secara umum dalam masyarakatnya sehubungan dengan orang-orang lain, dalam arti lingkungan pergaulannya, prestisenya, dan hak-hak serta kewajiban-kewajibannya”. Status sosial tidak hanya mengenai kedudukan seseorang dalam kelompok yang berbeda, akan tetapi status sosial turut mempengaruhi status individu dalam kelompok sosial yang berbeda. Status sosial

(3)

menandakan perbedaan kelompok berdasarkan kehormatan dan kedudukan mereka di tengah- tengah masyarakat.

Untuk mengukur status seseorang menurut Pitirim Sorokin (dalam Narwoko dan Bagong, 2011 :156) disebutkan yaitu

1. Jabatan atau pekerjaan

2. Pendidikan dan luasnya ilmu pengetahuan

3. Kekayaan

4. Politis 5. Keturunan 6. Agama

Status pada dasarnya dapat dibedakan dalam dua jenis, yaitu status sosial yang bersifat objektif dan subjektif. Status yang bersifat objektif yaitu status yang diperoleh atas usaha sendiri dangan hak dan kewajiban yang terlepas dari individu dan status yang bersifat subjektif adalah status yang menunjukkan hasil dari penilaian orang lain dan tidak bersifat konsisten. Mengutip dari Soekanto (2006) dijelaskan bahwa masyarakat pada umumnya mengembangkan tiga macam status, yaitu ascribed status, achieved status, dan assigned status.

Adapun pengertian dari masing-masing jenis status sebagaimana yang disebutkan dalam Soekanto (2006 : 211) yaitu ascribed status yaitu status seseorang dalam masyarakat yang diperoleh atas dasar kelahiran, achieved status adalah status yang dicapai seseorang dengan usaha-usaha yang disengaja. Status ini tidak diperoleh atas dasar kelahiran, akan tetapi bersifat terbuka bagi siapa saja tergantung kemampuan masing-masing dalam mengejar tujuannya. Assigned Status adalah status yang diberikan oleh seseorang yang berkedudukan tinggi kepada seseorang yang telah berjasa dalam masyarakat.

Salah satu bentuk stratifikasi yang sering dijumpai dalam masyarakat yaitu stratifikasi dalam bidang pekerjaan. Dalam bidang pekerjaan terdapat berbagai klasifikasi yang mencerminkan stratifikasi pekerjaan, seperti misalnya pembedaan

(4)

antara manager dan tenaga administratif, antara rektor dan dosen, antara kepala sekolah dan guru, serta berbagai klasifikasi lainnya. Pekerjaan merupakan salah satu ukuran yang menentukan status sosial seseorang. Selain itu jabatan dalam pekerjaan juga menentukan status sosial masyarakat tersebut.

Parker, dkk (1992) mengatakan bahwa suatu jabatan menunjukan suatu perluasan kewajiban yang dijalankan dalam suatu organisasi kerja, sehingga seseorang akan menjalankan dari suatu peran di dalam peran-peran lainnya. Semakin tinggi status pekerjaan, maka akan semakin banyak dan spesifik elemen-elemen pekerjaan yang ada di dalamnya. Sebagai perbandingannya, hanya ada sedikit persyaratan untuk menduduki jabatan sebagai pesuruh, karena peranan yang dijalankannya sangat terbatas. Namun, untuk menjadi seorang manager diperlukan persyaratan yang lebih banyak karena peran yang dijalankannya lebih banyak (Parker, dkk, 1992 :216).

Salah satu pekerjaan yang saat ini dilakoni oleh masyarakat yaitu pekerjaan sebagai pengasuh anak. Pekerjaan sebagai pengasuh anak merupakan pekerjaan dengan status sosial objektif. Dimana status yang diperoleh melalui pekerjaan tersebut diperoleh atas dasar upaya sendiri. Pekerjaan sebagai pengasuh anak juga merupakan bentuk dari achieved status dalam masyarakat karena pekerjaan tersebut diperoleh atas dasar usaha dari individu yang bekerja sebagai pengasuh anak tersebut.

Pekerjaan sebagai pengasuh anak juga memiliki tingkat stratifikasinya tersendiri. Sebagaimana telah diketahui sebelumnya bahwa salah satu bentuk stratifikasi yang paling sering ditemui dalam masyarakat adalah stratifikasi dalam bidang pekerjaan. Melalui stratifikasi yang ada dalam masyarakat, pekerjaan

(5)

sebagai pengasuh anak termasuk dalam stratifikasi tingkat bawah. Sehingga measyarakat streotipe terhadap pekerjaan sebagai pengasuh anak tersebut. Dimana masyarakat mengkategorikan pekerjaan sebagai pengasuh anak sebagai pekerjaan masyarakat kelas bawah dengan status sosial yang rendah.

Dalam masyarakat, semakin tinggi jabatan seseorang dalam pekerjaannya, semakin tinggi pula status sosialnya dalam masyarakat. Serta semakin rendah jabatan seseorang dalam masyarakat semakin rendah pula status sosialnya dalam masyarakat. Antara status sosial dan pekerjaan memiliki hubungan yang bersifat timbal balik. Semakin tinggi pekerjaan dan jabatan seseorang maka akan semakin tinggi pula status sosial orang tersebut dalam masyarakat. Begitu pula sebaliknya, semakin rendah pekerjaan dan jabatan seseorang, semakin rendah pula status sosialnya.

2.3 Peran Perempuan Dalam Kekerabatan Masyarakat Etnis Batak Toba

Batak Toba adalah sebuah suku di Pulau Sumatera yang terdapat di Negara Indonesia. Suku ini bermukim di Tapanuli, di sekitar Danau Toba. Seiring dengan perkembangan zaman, suku batak toba sudah tersebar hampir di seluruh wilayah Indonesia bahkan sampai keluar negeri. Suku batak toba merupakan salah satu sub suku dari suku batak yang berada di Sumatera Utara yang terdiri dari batak toba, batak karo, batak mandailing, batak pakpak, dan batak simalungun. Masyarakat batak toba memiliki sebuah sistem kekerabatan yang disebut dengan istilah dalihan na tolu, yang memiliki arti tungku yang tiga. Dimana hal tersebut melambangkan aturan dan sikap masyarakat batak toba dalam kehidupan sehari-hari.

(6)

Adapun isi dari falsafah tersebut yaitu somba marhula-hula, manat mardongan tubu, eIek marboru. Adapun penjelasannya masing-masing yaitu sebagai berikut :

1. Somba Marhula-hula (hormat kepada Hula-hula). Hula-hula adalah kelompok keluarga pihak marga istri, pihak pemberi istri. Hula-hula ditengarai sebagai sumber berkat. Hula-hula sebagai sumber hagabeon/keturunan.

2. Elek Marboru/lemah lembut tehadap boru/perempuan. Boru adalah keluarga marga laki-laki, pihak penerima wanita. Sikap lemah lembut terhadap boru perlu, dimana tanpa boru mengadakan pesta adalah suatu hal yang tidak mungkin dilakukan.

3. Manat mardongan tubu/sabutuha, teman semarga, kaum kelompok yang satu marga (dongan=teman, sabutuha=satu perut). Suatu sikap berhati-hati terhadap sesama marga untuk mencegah salah paham dalam pelaksanaan acara adat.

(dikutip dari : http://digilib.unimed.ac.id/public/UNIMED Underg -raduate-24317-308322052%20Bab%20I.pdf, diakses 11 Februari 2014 pukul 11.16 Wib)

Falsafah inilah yang menjadi landasan bagi masyarakat batak toba dalam tatanan kekerabatan antara sesama yang bersaudara, dengan hula-hula dan boru. Dimana untuk menjaga keseimbangan tersebut harus disadari bahwa semua orang akan pernah menjadi hula-hula, pernah menjadi boru, dan pernah menjadi dongan tubu. Mengutip dari Irianto (2005) dijelaskan bahwa orang batak toba menempatkan dirinya dalam susunan dalihan na tolu tersebut, sehingga mereka dapat mencari kemungkinan adanya hubungan kekerabatan di antara sesamanya.

Kebudayaan suku batak toba menganut sistem kekerabatan secara patrilinear dan mengikat para anggotanya. Dimana penerus garis keturunan adalah mengikuti pihak laki-laki. Keturunan laki-laki tersebutlah yang menjadi penerus marga. Marga merupakan kelompok kekerabatan menurut garis keturunan, dimana hal tersebut akan menentukan posisi seseorang dalam lingkungan masyarakat batak toba.

(7)

Mengutip dari Irianto (2005) dijelaskan bahwa dalam sejarah orang batak toba dapat ditelusuri melalui garis laki-laki, akan tetapi anak perempuan dan istri tidak tercatat di dalamnya. Dalam sistem patrilineal, laki-laki dan perempuan menyandang hak dan kewajiban yang berbeda terhadap marga mereka. Sepanjang hidupnya laki-laki hanya bertanggung jawab atas marga ayahnya. Untuk perempuan sendiri, mereka bertanggung jawab atas dua marga yaitu marga ayahnya dan suaminya. Walaupun demikian, posisi perempuan dalam kekerabatan tersebut tidak jelas, karena meskipun berhubungan dengan keduanya tetapi tidak pernah menjadi anggota penuh dari keduanya.

Perempuan menunjuk kepada salah satu dari dua jenis kelamin. Perempuan batak toba diartikan sebagai perempuan yang merupakan keturunan dari keluarga batak toba, dimana hal ini perempuan tersebut memiliki marga dari suku batak toba. Dalam suku batak toba, dikenal istilah “boru ni raja” yang merupakan konsep priyayi masyarakat batak toba. Istilah ini diberikan kepada perempuan-perempuan keturunan batak toba untuk mengajarkan dan menanamkan nilai-nilai kepada perempuan batak toba agar berperilaku layaknya seorang putri raja, baik dalam hal tutur kata, berpakaian, dan lain sebagainya.

Orang batak mendidik anak perempuan mereka supaya menjadi istri-istri yang pantas dengan tujuan untuk dapat menjalin hubungan kekerabatan di antara orang-orang dengan pangkat tinggi (Irianto, 2005 : 95). Walaupun perempuan batak toba memiliki pendidikan yang tinggi, mereka akan tetap pada konsep dan nilai mengenai perempuan, yang terikat pada ruang domestik dan lingkungan adat. Sekalipun perempuan batak toba menjalani posisi terhormat, mereka tidak akan bisa melepaskan kewajibannya menjadi seorang istri dan ibu bagi anak-anaknya.

(8)

Perempuan batak toba adalah perempuan yang dikenal pekerja keras dan tangguh. Peran perempuan batak toba dalam hal ekonomi keluarga yaitu dimana perempuan batak toba terjun ke dalam ruang publik untuk bekerja memenuhi kebutuhan keluarganya. Mulai dari pekerjaan masyarakat kelas atas seperti dokter, pengacara, dosen, dan sebagainya hingga pekerjaan masyarakat kelas bawah yaitu pembantu rumah tangga, buruh pabrik, hingga pengasuh anak. Untuk memenuhi kebutuhan ekonomi keluarga, perempuan batak toba banyak yang berperan ganda dengan bekerja di ruang publik dan ruang domestik.

Perempuan batak toba juga berperan sebagai perempuan yang menjadi penjaga dan penjamin terwujudnya nilai-nilai hamoraon, hagabeon, dan hasangapon melalui cara apapun (Irianto, 2005 : 96). Dimana hamoraon merupakan nilai untuk memiliki kekayaan, hagabeon merupakan nilai untuk diberkati karena keturunan, serta hasangapon merupakan nilai untuk prestise ataupun penghargaan.

2.4 Pandangan Teori Dramaturgi Pada Ekspresi Peran Individu Dalam Interaksi Sosialnya

H.Bonner mengatakan bahwa interaksi sosial adalah hubungan antara dua atau lebih manusia ketika kelakuan individu yang saru mempengaruhi, mengubah, atau memperbaiki kelakukan individu lain, atau sebaliknya (Santosa, 2009 :11). Interaksi sosial merupakan syarat utama terjadinya aktivitas-aktivitas sosial. Interaksi sosial menyangkut hubungan antara orang perorangan, antara kelompok-kelompok manusia yang terjadi dalam suatu kesatuan.

Masing-masing individu memiliki macam-macam peranan yang berasal dari pergaulan hidupnya dan interaksinya. Peranan atau role merupakan aspek

(9)

dinamis dari status. Tidak ada peranan tanpa status atau status tanpa peranan. Mengutip dari Soekanto (2006 : 213) dijelaskan bahwa peranan menentukan apa yang diperbuatnya bagi masyarakat serta kesempatan-kesempatan apa yang diberikan oleh masyarakat padanya. Peranan adalah hal yang sangat penting karena perananlah yang mengatur perilaku seseorang. Peranan membuat seseorang akan dapat menyesuaikan perilakunya dengan kelompoknya.

Peranan mencakup tiga hal (dalam Soekanto, 2006), yaitu sebagai berikut : 1. Peranan meliputi norma-norma yang dihubungkan dengan posisi

atau tempat seseorang dalam masyarakat. Peranan dalam arti ini merupakan rangkaian peraturan yang membimbing seseorang dalam kehidupan bermasyarakat.

2. Peranan merupakan suatu konsep tentang apa yang dapat dilakukan oleh individu dalam masyarakat sebagai organisasi. 3. Peranan juga dapat dikatakan sebagai perilaku individu yang

penting bagi struktur sosial masyarakat.

Peran dapat membimbing seseorang dalam berperilaku, karena fungsi peran yaitu untuk memberi arah dalam sosialisasi, pewarisan tradisi, kepercayaan, nilai-nilai, norma-norma, dan pengetahuan, dapat mempersatukan kelompok dalam masyarakat, serta menghidupkan sistem pengendali dan sosial kontrol. Peranan sosial yang ada dalam masyarakat diklasifikasikan menurut berbagai sudut pandang. Mengutip dari Narwoko dan Suyanto (2011) dijelaskan bahwa pembagian jenis peranan dibedakan atas klasifikasi peranan sosial berdasarkan pelaksanaanya dan cara memperolehnya.

Klasifikasi peranan sosial dalam Narwoko dan Suyanto (2011 : 160) berdasarkan pelaksanaanya dibedakan atas :

1. Peranan yang diharapkan (expected roles) yaitu cara ideal dalam pelaksanaan peran dalam masyarakat. Masyarakat menghendaki peranan yang diharapkan dilaksanakan dan peranan tidak dapat ditawar dan harus dilaksanakan seperti yang sudah ditentukan.

(10)

2. Peranan yang disesuaikan (actual roles) yaitu cara bagaimana sebenarnya peranan itu dijalankan. Peranan ini pelaksanaanya lebih luwes, dapat disesuaikan dengan situasi dan kondisi tertentu.

Perempuan batak toba yang bekerja sebagai pengasuh anak memiliki peranan sosial. Dimana berdasarkan pelaksanaanya pekerjaan perempuan batak toba sebagai pengasuh anak merupakan expected roles atau peranan yang diharapkan. Dimana sebagai pengasuh anak, masyarakat menghendaki agar profesi tersebut dijalankan sesuai dengan yang telah ditentukan. Perempuan batak toba yang bekerja sebagai pengasuh anak haruslah mengikuti aturan yang ada dalam perannya sebagai pengasuh anak serta berprilaku layaknya seorang pengasuh anak.

Selain memiliki peranan sebagai pengasuh anak, perempuan batak toba memiliki peranan lain yaitu sebagai perempuan dari keturunan masyarakat batak toba dengan konsep “boru ni raja” yang melekat dalam dirinya. Peranan sebagai “boru batak” dan “boru ni raja” tersebut merupakan kategori actual roles atau peranan yang disesuaikan. Dimana perempuan batak toba dapat melaksanakan perananya sebagai “boru batak” dan “boru ni raja” secara lebih luwes dan dapat disesuaikan. Dimana sebagai “boru batak”, peran yang akan dijalaninya selalui disesuaikan dengan kondisi yang ada. Dimana “boru batak” tersebut bias berperan sebagai hula-hula, sebagai boru, sebagai parsonduk bolon (istri), dan yang lainnya. Selain itu status sebagai “boru batak” dan “boru ni raja” tersebut dapat disesuaikan dengan peranan-peranan lainnya yang ada dalam diri perempuan batak toba pekerja pengasuh anak tersebut.

(11)

Klasifikasi peranan berdasarkan cara memperolehnya dalam Narwoko dan Suyanto (2011:160) yaitu :

1. Peranan bawaan yaitu peranan yang diperoleh secara otomatis dan bukan karena adanya usaha.

2. Peranan pilihan yaitu peranan yang diperoleh atas dasar keputusannya sendiri.

Peranan sebagai “boru batak” dan “boru ni raja” merupakan peranan bawaan. Dimana perempuan keturunan masyarakat batak toba akan mendapatkan peranan sebagai “boru batak” dan “boru ni raja” secara otomatis ketika perempuan tersebut lahir tanpa adanya usaha darinya. Perempuan batak toba tersebut akan menjalankan segala peranan yang dimiliki “boru batak” dan “boru ni raja” tersebut. Namun, peran sebagai pengasuh anak yang dimiliki perempuan batak toba pekerja pengasuh anak merupakan peranan pilihan. Dimana peran sebagai pengasuh anak tersebut merupakan peran yang diperoleh atas dasar keinginan dan keputusannya sendiri. Perempuan batak toba pekerja pengasuh anak tidak menjalankan peran sebagai pengasuh anak atas dasar paksaan dari orang lain.

Orang yang mengambil bagian dalam interaksi sosial dapat dibagi dalam dua golongan sebagai pelaku, yaitu orang yang sedang berperilaku menuruti suatu peran tertentu dan target atau orang lain (other), yaitu orang yang mempunyai hubungan dengan aktor dan perilakunya. Istilah peran diambil dari dunia teater. Dalam teater, seseorang aktor harus bermain sebagai seorang tokoh tertentu dan dalam posisinya sebagai tokoh itu. Ia diharapkan untuk berperilaku secara tertentu. Peran aktor tersebut dalam teater kemudian dianalogikan dengan posisi seseorang dalam masyarakat. Posisi individu dalam masyarakat sama dengan posisi aktor dalam teater, yaitu bahwa perilaku yang diharapkan daripadanya tidak

(12)

berdiri sendiri, melainkan selalu berada dalam kaitan dengan adanya orang lain yang berhubungan dengan orang atau aktor tersebut.

Goffman mengatakan bahwa selama kegiatan rutin, seseorang akan mengetengahkan sosok dirinya sebagaimana yang dituntut oleh status sosialnya. Seorang pelaku cenderung menyembunyikan dan mengeyampingkan kegiatan, fakta-fakta, motif-motif yang tidak sesuai dengan dirinya ( Poloma, 2000 : 233). Masing-masing individu dalam hubungan sosial akan berusaha mengontrol penampilan dirinya dan memainkan perannya disertai dengan adanya perilaku serta adanya gerak-gerik. Dalam teorinya, Erving Goffman menggambarkan bahwa individu merupakan pelaku yang melalui interaksi secara aktif mempengaruhi individu lain (Samanto, 2000: 235).

Mengutip dari Johnson (1990) disebutkan bahwa menurut analisa ini masalah utama yang dihadapi individu dalam berbagai hubungan sosial adalah mengontrol penampilannya, keadaan fisiknya di mana mereka memainkan peran-perannya serta perilaku peran-perannya yang aktual dan gerak-gerik isyarat yang menyertainya. Perhatian individu terhadap pengaturan kesan (impression management) tidak terbatas pada perilakunya yang nyata saja. Penampilan individu dan perilakunya yang umum juga sangat relevan untuk identitasnya. Oleh karena itu mereka mau mempersiapkan penampilannya sebelum memainkan peran tertentu, dan akan berusaha mengontrol berbagai gerak yang tidak cocok yang mungkin mengurangi penampilannya itu (Johnson, 1990 : 43).

(13)

Salah satu analisa Goffman dalam konsep dramaturginya yaitu dimana banyak orang yang bekerja sama dalam melindungi berbagai tuntutan satu sama lain yang berhubungan dengan kenyataan sosial yang sedang mereka lakukan untuk dipentaskan atau identitas yang sedang ditampilkan.

Goffman mengatakan bahwa suatu tim dramaturgi adalah suatu kelompok orang yang saling bekerjasama untuk mementaskan suatu penampilan tertentu. Dinamika dalam interaksi dalam suatu tim dramturgi berbeda dengan interaksi antara tim dramturgi dan audiensnya. Audiens diharapakan untuk menerima hal yang diperankan oleh tim. Sementara hubungan sosial yang terjalin antar tim, ditandai dengan hubungan yang sangat intim yang muncul karena mereka menjaga kerahasian teknik yang digunakan untuk pementasan (Johnson, 1990 : 44).

Mengutip dari Johnson (1990 : 45) dijelasakan bahwa pembedaan antara anggota tim dan audiens, dibedakan atas pentas depan (frontstage) serta pentas belakang (backstage). Pentas depan merupakan bagian atau tempat di mana saja audiens tersebut diharapakan ada. Sementara itu pentas belakang merupakan tempat yang terlarang bagi audiens atau orang lain. Walaupun demikian, pembedaan tersebut bersifat relatif. Dimana pentas belakang mungkin menjadi pentas depan bila ada yang menggangu atau untuk suatu bentuk penampilan yang berbeda.

Gaya analisa Goffman menunjukkan lemahnya pembedaan antara penampilan (appereance) dan kenyataan (reality), dengan menerima secara eksplisit akan pandangan bahwa kenyataan tersebut adalah konstruksi sosial. Sehingga lemah, ambiguitas, kontradiksi, dan ancaman akan runtuhnya kenyataan sosial itu sangat banyak dalam dunia sosial. Goffman mendiskusikan beberapa tipe komunikasi yang “tidak sebagaimana mestinya”. Komunikasi yang tidak sebagaimana mestinya tidak perlu menggangu atau merusakkan penampilan. Para

(14)

anggota suatu tim sering mampu mempertahankan defenisi situasi yang dapat diterima oleh audiens dan melankonkan pentasnya dengan baik, meskipun mereka berinteraksi untuk sesuatu yang berlainan (Johnson, 1990 : 46)

Banyak orang memiliki pemahaman yang umum mengenai peran-peran, seperti peran-peran dalam pekerjaan, dalam keluarga, dan peran antara individu dengan individu. Dimana keseluruhan peran-peran tersebut memiliki sikap dan perilaku yang harus dijalankan. Mengutip dari Johnson (1990 : 51) dijelaskan bahwa berbagai peran sosial tersebut diterima dan diinternalisasi oleh individu sebagai bagian penting dalam konsep diri yang mereka usahakan untuk memproyeksikannya pada orang lain.

Referensi

Dokumen terkait

Yang dalam Penetapan tersebut anak dari Pemohon yang bernama Lidiya Sela Alfiyonita binti Sudarno merupakan seorang perempuan berusia 18 tahun 6 bulan, yang dalam

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pembagian teanteanan, kedudukan anak perempuan Batak Toba, peranan Dalihan Na Tolu dalam pembagian teanteanan, nilai-nilai

Marpaung (2006) dalam skripsinya yang berjudul Pemerolahan Bahasa Batak Toba Anak Usia 1 – 5 Tahun, menyimpulkan bahwa tahap-tahap perkembangan pemerolehan bahasa anak,

Ketika pertama kali seorang pasien mengalami sebuah waham, juga memiliki sebuah respon emosional dan mengartikan lingkungannya dengan cara yang baru. Terkadang

Hasil penelitian tentang umpasa pada acara adat masyarakat Batak Toba telah dilakukan oleh beberapa peneliti yang dilakukan dalam upaya menunjang pelestarian,

Penelitian lainnya yang relevan adalah penelitian yang dilakukan oleh Prabawa & Harsa Wara (2009) tentang Peningkatan Kemampuan Penalaran dan Pemecahan Masalah

Pada masyarakat Batak Toba di Tomok sistem keturunan melalui garis laki-laki (patrineaal) dapat kita perhatikan pada anak dari marga Sidabutar akan diberi

Peranan adalah suatu konsep perihal apa yang dapat dilakukan oleh individu dalam masyarakat sebagai organisasi.. Peranan juga dapat dikatakan sebagai perilakuan individu yang