• Tidak ada hasil yang ditemukan

PROSIDING 2nd ACISE 2015

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "PROSIDING 2nd ACISE 2015"

Copied!
485
0
0

Teks penuh

(1)
(2)

ii

Diterbitkan oleh:

Program Studi Teknik Industri

Fakultas Teknik Universitas Diponegoro

Jl. Prof. Soedarto, S.H., Tembalang, Semarang 50275

Telp./Fax: (024) 7460052

Cetakan Pertama: Oktober 2015

Editor:

M. Mujiya Ulkhaq

Desain & Tata Sampul:

Rizal Luthfi Nartadhi

ISBN: 978-979-97571-6-6

Didistribusikan oleh:

Program Studi Teknik Industri

Fakultas Teknik Universitas Diponegoro

(3)

iii Salam Hormat

Pada Seminar 2nd ACISE yang mengambil tema “Pengembangan Infrastruktur Mutu Nasional untuk Meningkatkan Daya Saing Produk Barang dan Jasa”, kami selaku ketua panitia mengucapkan selamat mengikuti dan menyimak materi disikusi panel yang melibatkan empat key stakeholders terkait

isu infrastruktur mutu nasional, antara lain Badan Standardisasi Nasional (BSN), Kementrian Perdagangan, Kementrian RISTEK dan DIKTI, serta Praktisi Industri (Ketua Masyarakat Standardisasi). Acara diskusi panel diawali dengan keynote speech oleh Menteri RISTEK dan DIKTI, Bapak Prof. Drs.

Mochammad Natsir, M.Si., Ph.D., Akt. Selanjutnya pada sesi siang, empat kelas paralel juga menampilkan presentasi 48 makalah terkait disiplin ilmu teknik industri untuk tiga kelas dan satu kelas dengan special topics tentang infrastruktur mutu. Kami berusaha mengundang semua pihak atau stakeholders yang kami yakini akan mendapatkan manfaat dari kegiatan seminar ini baik sebagai

pembicara dalam diskusi panel dan presentasi makalah, atau pun sebagai peserta.

Kegiatan seminar ini terselenggara atas kerjasama antara Program Studi Teknik Industri Universitas Diponegoro dan BSN. Ucapan terima kasih kami sampaikan kepada rekan-rekan panitia baik, dari BSN maupun dari Teknik Industri UNDIP, Pembicara Diskusi Panel maupun Kelas Paralel, adik-adik mahasiswa Teknik Industri UNDIP dan semua peserta kegiatan 2nd ACISE. Bagaimanapun kegiatan ini terselenggara atas kerjasama semua pihak. Seperti sebuah pepatah yang mengatakan “Tiada Gading yang Tak Retak” maka kami mohon maaf apabila ada hal hal yang tidak sempurna selama kami merencanakan, mempersiapkan, dan melaksanakan kegiatan ini.

Wassalamu alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh Hotel Horizon, Semarang, 7 Oktober 2015 Ketua Panitia

(4)
(5)

v

DAFTAR ISI

PRAKATA ... iii

DAFTAR ISI ... v

USULAN KEBIJAKAN PERSEDIAAN KATEGORI OBAT KERAS DAN OBAT BEBAS PADA APOTEK 12 PT.XYZ DENGAN MENGGUNAKAN METODE PERSEDIAAN PROBABILISTIK CONTINUOUS REVIEW (s,S) ... 1

Amanda Inke Mahardika1, Budi Sulistyo2, Efrata Denny S. Yunus3 ... 1

INVENTORY POLICY PLANNING FOR STARTER PACK OF PT XYZ IN REGIONAL JABOTABEK WITH PROBABILISTIC METHOD: P MODEL (PERIODIC REVIEW) WITH VARIANT DEMAND ... 7

Shaula Tiominar Rebecca1, Budi Sulistyo2, Efrata Denny S. Yunus3 ... 7

ANALISIS DAN PERBAIKAN POSTUR KERJA PADA AKTIVITAS CUTTING BUBUT DENGAN MENGGUNAKAN SOFTWARE 3D SSPP DAN METODE REBA (STUDI KASUS DI PT.XYZ) ... 15

Johana Devi, Elty Sarvia ... 15

PENGARUH ORIENTASI KEWIRAUSAHAAN TERHADAP PENINGKATAN KINERJA DEPOT KULINER TRADISIONAL INDONESIA DI SURABAYA ... 25

Herry Christian Palit1, Monika Kristanti2, Debora Anne Yang Aysia3 ... 25

PEMETAAN RANTAI PASOK MINYAK SEREH WANGI SKALA KECIL DAN MENENGAH DI JAWA BARAT ... 33

Aviasti, Nugraha, Aswardi Nasution, Reni Amaranti ... 33

USAHA PERBAIKAN KUALITAS KAIN (STUDI KASUSμ PT ‘X’) ... 43

Mira Lestari1, Christina Wirawan2 ... 43

ANALISIS SKALA PRIORITAS INDIKATOR KINERJA ASPEK MANAJEMEN DAN KURIKULUM PROGRAM STUDI PADA PERGURUAN TINGGI SWASTA ... 55

Lamatinulu, Muhammad Dahlan ... 55

PENGENDALIAN PERSEDIAAN PRODUK AMDK DENGAN METODE JOINT ECONOMIC LOT SIZE DI PT X ... 61

Bella Regina, Rainisa Maini Heryanto, Vivi Arisandhy ... 61

ANALISIS PENGENDALIAN PERSEDIAAN BAHAN BAKU SEPATU DI PT X ... 69

Sheila Denada Anjani, Vivi Arisandhy, Rainisa Maini Heryanto ... 69

ANALISIS DAN USULAN STRATEGI PEMASARAN UNTUK MENINGKATKAN PENJUALAN PADA KAFE (STUDI KASUS: KAFE LUMIERE) ... 81

Indah Mentari, Christina,Melina Hermawan ... 81

PENGEMBANGAN KONSEP HUMAN-CENTERED DESIGN DALAM PENGELOLAAN BENCANA TANAH LONGSOR DI KOTA SEMARANG ... 93

Novie Susanto1, Thomas Triadi Putranto2, Dwijanto, J.S.2, Sharanica A.Sahara1, Dyah Ayu Puspaningtyas1 ... 93

PENGEMBANGAN STANDAR STRATEGI PERAKITAN PRODUK MANUFAKTUR OLEH PEKERJA INDONESIA ... 101

Novie Susanto, Denny Nurkertamanda, M. Mujiya Ulkhaq, Kharisma Panca ... 101

PENYUSUNAN STRATEGI UNTUK TERWUJUDNYA GREEN MANUFACTURING ATAS DASAR FAKTOR-FAKTOR YANG MENJADI PRIORITAS ... 111

(6)

vi

KONSEP PRODUK MULTI FUNGSI SEBAGAI STRATEGI PENURUNAN BIAYA DAMPAK

LINGKUNGAN BERBASIS LIFE CYCLE ASSESSMENT ... 122

Heru Prastawa, Mohamat Ansori, Sri Hartini ... 122

PENJADWALAN PRODUKSI DENGAN MENGGUNAKAN PROGRAM MICROSOFT PROJECT (STUDI KASUS PADA BENGKEL PURNAMA, MALANG) ... 129

Annisa Kesy Garside, Muhammad Faisal Ibrahim ... 129

IMPLEMENTASI FUZZY CPM PADA PENJADWALAN EVENT... 139

Dinar Fitriani, Dutho Suh Utomo, Deasy Kartika Rahayu K ... 139

PENENTUAN FAKTOR TINGKAT KESULITAN PRODUK BORDIRAN DAN SULAM TANGAN KECAMATAN AMPEK ANGKEK - AGAM ... 145

Lestari Setiawati, Tomi Eriawan, Lahira Jefni Andira ... 145

KEBUTUHAN PENGEMBANGAN STANDAR NASIONAL INDONESIA MENDUKUNG INDUSTRILISASI KOMODITAS UNGGULAN PERIKANAN (STUDI KASUS PROPINSI JAWA TENGAH) ... 153

Ary Budi Mulyono ... 153

KETERSEDIAAN LEMBAGA PENILAIAN KESESUAIAN (LKP) BERBASIS PRODUK UNGGULAN MP3EI DI KORIDOR EKONOMI JAWA TENGAH MENDUKUNG MEA ... 164

Bendjamin Benny Louhenapessy ... 164

PENERAPAN SNI ISO 50001 PADA INDUSTRI PENGOLAHAN MINYAK KELAPA SAWIT MENDUKUNG ISPO DALAM PERDAGANGAN INTERNASIONAL ... 198

Bendjamin B. Louhenapessy1, Hermawan Febriansyah2 ... 198

PENENTUAN METODE FORECASTING SEBAGAI UPAYA DALAM PENGAMBILAN KEPUTUSAN INVENTORI ... 243

Inna Kholidasari, Lestari Setiawati, and Meigy Fernando ... 243

ANALISA PEMILIHAN SUPPLIER RAMAH LINGKUNGAN DENGAN METODE ANALYTICAL HIERARCHY PROCESS (AHP)PADA PT X ... 249

Khairunnisa Hanan Yancadianti, Nia Budi Puspitasari, Ary Arvianto... 249

ANALISA PERBANDINGAN BERBAGAI METODE AGREGASI UNTUK MEMBANGUN INDEKS KOMPOSIT ... 258

Ratna Purwaningsih, Sherly Ayu Wardani, Naniek Utami Handayani ... 258

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR LINGKUNGAN KERJA YANG BERPENGARUH TERHADAP KARYAWAN DI LINI JAHIT PT.STAR FASHION UNGARAN ... 267

Faizal Mohammad, Diana Puspita Sari ... 267

OPTIMASI PELAYANAN BONGKAR MUAT BARANG PADA SISTEM ANTRIAN PT HONDA PROSPECT MOTOR DENGAN SINGLE AND MULTI CHANNEL QUEUEING ANALYSIS ... 276

Heldy Juliana, Naniek Utami H. ... 276

ANALISIS BOTTLENECK MENGGUNAKAN METODE THEORY OF CONSTRAINT PADA CHANEL 11 PT SVENSKA KULLAGERFABRIKEN INDONESIA ... 282

Nia Budi Puspitasari, Conni Valinda ... 282

PENILAIAN KUALITAS PELAYANAN BANDARA: KOMBINASI METODE SERVICE QUALITY DAN IMPORTANCE-PERFORMANCE ANALYSIS... 292

Dyah R. Rasyida, M. Mujiya Ulkhaq,Priska R. Setiowati,Nadia A. Setyorini ... 292

PENYUSUNAN TABEL STANDARISASI KERJA SEBAGAI ALAT BANTU PENGENDALIAN EFISIENSI PEKERJA PADA DEPARTEMEN PACKING PT.EN ... 300

(7)

vii

USULAN PERAMALAN PERMINTAAN DAN PENENTUAN RE ORDER POINT PADA FAST

MOVING PRODUCT PT. IWD ... 309

Arfan Bakhtiar, Daru Rahmawati ... 309

SERVICE LEVEL ANALYSIS IN CUSTOMER RELATIONSHIP DECISION MANAGEMENT FOR FINDING CUSTOMER SATISFACTION PATTERN ... 316

Yudhistira Chandra Bayu, Taufik Djatna ... 316

PENGARUH BRAND, VALUE, & RELATIONSHIP EQUITIES TERHADAP KEPUASAN DAN LOYALITAS PELANGGAN DENGAN MENGGUNAKAN PERSAMAAN STRUKTURAL (STUDI KASUS: HYPERMARKET JABODETABEK) ... 321

Stefani Prima Dias Kristiana, Ronald Sukwadi, Hartanti Setiawan ... 321

OPTIMASI PROSES SIZING UNTUK MENINGKATKAN KEKUATAN BENANG LUSI DENGAN MENGGUNAKAN METODE TAGUCHI ... 333

Asep Syaeful Bakri, Dyah Ika Rinawati, Nia Budi Puspitasari ... 333

PERANCANGAN PRODUK PEWARNA ALAM MENGGUNAKAN QUALITY FUNCTION DEPLOYMENT ... 340

Dyah Ika Rinawati,Diana Puspita Sari, Puji Handayani Kasih ... 340

PENERAPAN BAT ALGORITHM PADA PERMASALAHAN SERVICE LEVEL BASED VEHICLE ROUTING PROBLEM... 345

David Stanley Kurniawan, S.T., Y. M. Kinley Aritonang,Ph.D, Alfian, S.T., M.T. ... 345

PENERAPAN METODE THE STRUCTURE WHAT IF TECHNIQUE DAN BOW TIE ANALYSIS UNTUK PENILAIAN RESIKO OPERASIONAL PADA SAFETY MANAGEMENT SYSTEM BANDARA ... 354

Bambang Purwanggono, Darminto Pujotomo, Sodli ... 354

PENENTUAN KRITERIA DAN SKORING PENILAIAN DALAM PEMILIHAN SUPPLIER POTENSIAL (STUDI KASUS KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA WILAYAH V SEMARANG) ... 364

Darminto Pujotomo, Argaditia Mawadati ... 364

PENGUKURAN PERFORMANSI AKTIVITAS PROYEK MENGGUNAKAN METODE EARNED VALUE MANAGEMENT SYSTEM (EVMS) ... 372

Bambang Purwanggono, Darminto Pujotomo, Kumara P. Dharaka ... 372

ANALISIS KUALITAS LAYANAN JASA PENGIRIMAN PT. POS INDONESIA SEMARANG DENGAN MENGGUNAKAN COMPETITIVE ZONE OF TOLERANCE BASED IMPORTANCE-PERFORMANCE ANALYSIS (CZIPA) ... 383

Dewi Amalia Hanifa, Diana Puspita Sari ... 383

TINGKAT KEANDALAN PENGENDALI KERETA DALAM KONTRIBUSI TERJADINYA KECELAKAAN KERETA API ... 389

Wiwik Budiawan, Sriyanto, Berty Dwi Rahmawati ... 389

ANALISIS PRODUKSI GULA RAFINASI DENGAN METODE SIX SIGMA DI PT. DUTA SUGAR INTERNATIONAL (DSI) ... 395

Heru Winarno dan Farid Wajdi ... 395

PENGUKURAN KEPUASAN DAN MOTIVASI KERJA DENGAN MINNESOTA SATISFACTION QUESTIONARE (MSQ) DAN JOB DIAGNOSTIC SURVEY (JDS) SERTA PENGARUHNYA TERHADAP KINERJA KARYAWAN (STUDI KASUS PADA PT. KMK GLOBAL SPORT) ... 402

Wibawa Prasetya, Fernand Hansel Leonardo ... 402

FRAME: METODE EVALUASI TINDAKAN MANAJEMEN RISIKO RANTAI PASOK ... 414

(8)

viii

PEMILIHAN SUPPLIER ALAT ELEKTRONIK DENGAN METODE ANALYTIC NETWORK PROCESS ... 426

Bhima Wicaksana Sigalayan, Dutho Suh Utomo, Anggriani Profita ... 426 USULAN JADWAL KERJA SUPIR TRAVEL MPX BERDASARKAN HASIL PENGUKURAN TINGKAT KELELAHAN ... 434

Eliza Nathania, Daniel Siswanto ... 434 PENGEMBANGAN MODEL MANAJEMEN ENERGI UNTUK MEMINIMASI TINGKAT KONSUMSI BAHAN BAKAR DI PERUSAHAAN X ... 441

Stefanus Rainer, Carles Sitompul ... 441 PENENTUAN PROSES YANG KRITIKAL DALAM PEMENUHAN KEBUTUHAN KONSUMEN MENGGUNAKAN METODEFUZZY QUALITY FUNCTION DEPLOYMENT (STUDI KASUS DI PT.

INDAHKIAT, TANGERANG) ... 449 Johnson Saragih1, Dedy Sugiarto2, Rina Fitriana1 ... 449 PERANCANGAN PERANGKAT LUNAK UNTUK MENUNJANG PERBAIKAN SISTEM PENJADWALAN MATA KULIAH DI FTI UNPAR ... 456

Yeni Kurniati Cahyadi, Ignatius A.Sandy, Alfian ... 456 USULAN PERBAIKAN KUALITAS PELAYANAN BENGKEL SEPEDA MOTOR X DENGAN SERVQUAL SCORE DAN METODE KANO ... 467

(9)

1

USULAN KEBIJAKAN PERSEDIAAN KATEGORI OBAT KERAS DAN OBAT

BEBAS PADA APOTEK 12 PT.XYZ DENGAN MENGGUNAKAN METODE

PERSEDIAAN PROBABILISTIK

CONTINUOUS REVIEW

(s,S)

Amanda Inke Mahardika1, Budi Sulistyo2, Efrata Denny S. Yunus3

1,2Program Studi Teknik Industri, Fakultas Teknik,Universitas Telkom

3Program Studi Doktor Ilmu Manajemen, Fakultas Ekonomi dan Bisnis, Universitas Padjadjaran

Email: 1mndainkeh@gmail.com, 2budiyayo@gmail.com, 3efratadenny@gmail.com

ABSTRAK

Apotek 12 PT. XYZ adalah salah satu apotek layanan kesehatan utama dari PT. XYZ cabang Jawa Barat yang melayani konsumen 24 jam menyediakan 2219 SKU’s (Stock Keeping Units) yang terbagi dalam 999 obat keras, 245 obat bebas terbatas, 576 obat bebas, 166 alat kesehatan, 108 customer goods, 23 susu, dan 102 lainnya. Apotek 12 PT.XYZ melakukan pemesanan untuk persediaan berdasarkan penjualan sebelumnya, persediaan yang memiliki nilai penyerapan dana tinggi dan obat yang harus tersedia di apotek tanpa adanya ketentuan jumlah pemesanan dan tidak memperhatikan sisa persediaan di apotek. Pada kategori obat keras dan obat bebas memiliki jumlah penjualan sebesar 61,8477% dan 35,5445%, dengan total penyerapan dana dari obat keras Rp 17.246.213.152 dan obat bebas Rp 7.973.461.308 di apotek. Total penyerapan dana yang tinggi menunjukkan total persediaan apotek tinggi dengan penjualan kategori obat keras dan kategori obat bebas yang tidak seimbang menghasilkan overstock pada kategori ini. Overstock dapat diatasi dengan pengendalian persediaan menggunakan metode Continuous Review(s,S). Dalam penelitian dilakukan klasifikasi analisis ABC dan VED menggunakan matriks ABC-VED menghasilkan 3 kelompok yaitu prioritas I, prioritas II dan prioritas III. Penelitian dilakukan untuk prioritas I kategori obat keras dan obat bebas menghasilkan penghematan total biaya persediaan sebesar 47% dari aktual apotek 12 PT.XYZ.

Kata Kunci: Analisis ABC, Analisis VED, Continuous Review (s,S), Manajemen Persediaan

1. PENDAHULUAN

Apotek 12 PT. XYZ adalah salah satu apotek layanan kesehatan utama dari PT. XYZ daerah Jawa Barat yang menyediakan 2219 SKU (Stock Keeping Units) dimana terbagi ke dalam kategori obat keras,

obat bebas terbatas, obat bebas, alat kesehatan, customer goods, susu, dan lainnya dengan jumlah SKU

masing-masing kategori terdiri dari 999 obat keras, 245 obat bebas terbatas, 576 obat bebas, 166 alat kesehatan, 23 susu, 108 customer goods dan 102 alat kebutuhan pria dan wanita yang masuk ke dalam

kategori lain – lain. Persediaan barang yang ada di apotek setiap harinya harus dapat memenuhi permintaan konsumen yang tidak terduga. Berikut ini adalah perbandingan persediaan dan penjualan semua kategori di apotek 12 PT. XYZ pada Januari – Desember 2014.

Berdasarkan Gambar 1 total persediaan dan penjualan tidak seimbang bahkan total persediaan cenderung berlebih dari penjualan. Hal ini menunjukkan adanya permasalahan overstock persediaan di

apotek 12. Persediaan yang berlebih akan menghasilkan kerugian pada apotek dikarenakan total penyerapan dana membesar. Kategori obat keras dan obat bebas merupakan kategori yang memiliki total penjualan tinggi yaitu sebesar 61,8477% dan 35,5445% dengan total penyerapan dana untuk obat keras sebesar Rp. 17.246.213.152 dan obat bebas Rp. 7.973.461.308. Maka kategori obat keras dan kategori obat bebas merupakan kategori yang memiliki pengaruh besar bagi keuntungan maupun kerugian apotek dengan memiliki persediaan jumlah besar diantara kategori lainnya dan memiliki penjualan yang tinggi sehingga harus dilakukan pengendalian persediaan beserta kebijakan persediaan terhadap kategori obat keras dan kategori obat bebas.

(10)

2 yang tepat sehingga biaya yang keluar akibat persediaan obat yang berlebih dapat diminimalisir dengan menggunakan metode Continuous Review(s,S).

Gambar 1 Perbandingan Persediaan dengan Penjualan dari Semua Kategori

2. DASAR TEORI

Persediaan (Inventory) adalah suatu sumber daya menganggur (idle resources) yang

keberadaannya menunggu proses lebih lanjut. Yang dimaksud dengan proses lebih lanjut disini dapat berupa kegiatan produksi seperti dijumpai pada sistem manufaktur, kegiatan pemasaran seperti yang dijumpai pada sistem distribusi, ataupun kegiatan konsumsi seperti dijumpai pada sistem rumah tangga, perkantoran, dan sebagainya. (Bahagia, 2006). Pengendalian persediaan adalah kegiatan dalam memperkirakan jumlah persediaan (bahan baku/penolong) yang tepat, dengan jumlah yang tidak terlalu besar dan tidak pula kurang atau sedikit dibandingkan dengan kebutuhan atau permintaan. (Ristono, 2009)

Dalam penelitian ini, langkah awal pengolahan data yaitu menggunakan analisis ABC. Pada prinsipnya analisis ABC ini adalah mengklasifikasikan jenis barang yang didasarkan atas tingkat investasi tahunan yang terserap di dalam penyediaan inventori untuk setiap jenis barang. Analisis ABC membagi persediaan kedalam tiga kelas, yaitu A, B dan C yang menandakan peringkat nilai dari yang tertinggi hingga terendah. Sedangkan klasifikasi obat menggunakan analisis VED bertujuan untuk mengklasifikasikan obat berdasarkan kekritisan waktu pemberian obat kepada pasien. Kategori VED terbagi ke dalam kategori Vital, kategori Essential dan kategori Desirable.

Metode yang digunakan untuk perhitungan adalah metode Continuous Review(s,S) merupakan

metode dimana pengisian kembali persediaan (replenishment) dibuat setiap kali posisi persediaan turun ke

titik urutan s atau lebih rendah. Namun, jumlah pengisian persediaan hanya dapat menaikkan posisi persediaan sampai pada titik S. Permintaan pengisian akan selalu dibuat ketika posisi persediaan tepat pada s, yaitu S = s + Q. (Silver, 1998)

Perhitungan Persediaan yang dilakukan menggunakan perhitungan model Q menggunakan solusi Hadley-Within. Formulasi Model Q sebagai berikut: (Bahagia, 2006).

1. Hitung nilai q0* awal sama dengan nilai q0w* sebagai berikut

q0* = q0w* = (1)

2 Hitung nilai α dan r dengan menggunakan persamaanμ

(2)

nilai Zα dicari melalui Tabel Normal A

(11)

3 3 Hitung nilai q0* selanjutnya berdasarkan persamaan:

(4)

Dimana:

(5)

Nilai dan ) dapat dicari tabel normal B.

4 Bandingkan nilai r1* dengan r2*, jika harga r2* relatif sama dengan r1* maka iterasi selesai dan akan diperoleh r = r2* dan q0*=q02*. Jika tidak kembali ke langkah 2 dengan menggantikan nilai r1* = r2* dan q01* = q02*.

5 Hitung total ongkos inventori (OT) dengan menggunakan persamaan:

OT = Ob + Op + Os + Ok (6)

OT = (7)

[ (8)

Kebijakan inventori: a. Nilai Safety Stock :

(9) b. Tingkat pelayanan :

(10)

c. Ekspektasi ongkos total per tahun 1) Ongkos pembelian

Ob = (11)

2) Ongkos pemesanan

(12)

3) Ongkos simpan

Os = (13)

4) Ongkos kekurangan inventori

Ok = (14)

5) Ongkos total inventori

OT = Ob + Op + Os + Ok (15)

3. METODOLOGI PENELITIAN

Kerangka penelitian pada penelitian ini yaitu melihat pola demand konsumen pada apotek PT.XYZ, kemudian dari data demand ini akan diklasifikasikan menggunakan analisis ABC dengan

pendekatan analisis VED. Setelah diklasifikasikan, Data biaya dari setiap obat kategori obat keras dan kategori obat bebas dijadikan masukan yang berupa biaya pesan, biaya simpan, biaya kekurangan dan lead time pemesanan obat kategori obat keras dan obat bebas. Dari semua masukan ini dilakukan perhitungan jumlah pemesanan optimal, jumlah safety stock optimal, jumlah reorder point optimum dan

jumlah total biaya persediaan dari kategori obat keras dan obat bebas tersebut.

Untuk melakukan perhitungan tersebut menggunakan metode Continuous Review (s,S) dalam

pengendalian persediaan pada kategori obat keras dan obat bebas ini, Sehingga menghasilkan kebijakan persediaan dengan diketahui jumlah pemesanan optimum, jumlah safety stock optimum, jumlah reorder point optimum dan mampu meminimalisir total biaya persediaan dari kategori obat keras dan obat bebas di Apotek PT. XYZ dan dapat dijadikan pertimbangan dalam menggunakan metode tersebut untuk mengendalikan persediaan di apotek 12.

Sistematika Pemecahan Masalah

(12)

4 Tahap Pendahuluan

Pada tahapan ini menjelaskan bagaimana peneliti menentukan perumusan masalah untuk penelitian ini dan menentukan metode yang sesuai dalam menyelesaikan permasalahan yang terjadi. Tahap pendahuluan terdiri dari studi lapangan dan wawancara, studi literature jurnal dan buku referensi, menentukan perumusan masalah, menentukan tujuan penelitian, metode penelitian dan pembuatan model konseptual.

Tahap Pengumpulan Data dan Pengolahan Data

Pada tahapan ini dilakukan pengumpulan data sesuai dengan kebutuhan data dengan metode yang digunakan dalam penelitian dan kemudian dilakukan pengolahan data yang nantinya dijadikan masukan dalam perhitungan selanjutnya. Adapun data yang dikumpulkan dalam penelitian terdiri dari data permintaan, data persediaan, data biaya pesan, data biaya simpan, data biaya kekurangan dan data lead time. Setelah dilakukan pengumpulan data, tahapan awal untuk pengolahan data adalah menguji kenormalan data menggunakan uji Kolmogorov-smirnov. Kemudian dilakukan analisis ABC dan analisis VED. Dari anallisis ABC dan VED menghasilkan 3 prioritas dimana kategori Prioritas I akan dijadikan masukan dalam perhitungan. Tahapan selanjutnya dilakukan perhitungan menggunakan metode

Continuous Review(s,S).

Tahap Analisis Data

Dari perhitungan persediaan yang dihasilkan, akan dilakukan analisis dari hasil pengolahan dengan metode yang digunakan yaitu metode persediaan probabilistik Continuous Review (s,S). Metode tersebut

menentukan berapa jumlah kuantitas dari setiap produk yang di pesan, jumlah safety stock dan waktu

pemesanan yang tepat untuk meminimumkan total biaya persediaan di Apotek PT.XYZ. Analisis yang dilakukan adalah membandingkan keadaan aktual di Apotek PT.XYZ dengan metode yang digunakan sehingga menghasilkan kebijakan persediaan yang tepat untuk digunakan Apotek PT.XYZ.

Tahap Kesimpulan dan Saran

Tahapan ini merupakan tahapan terakhir dalam penelitian ini dimana penarikan kesimpulan dari analisis hasil pengolahan data yang telah dilakukan serta pemberian saran perbaikan untuk Apotek PT.XYZ dan untuk penelitian selanjutnya berdasarkan hasil pengolahan data pada penelitian ini.

4. HASIL PERHITUNGAN

Adapun hasil perhitungan dan analisis yang dilakukan pada penelitian iniuntuk memberikan usulan terkait kebijakan persediaan sebagai berikut:

1. Analisis ABC

Gambar 2 Hasil Analisis ABC

(13)

5 2. Analisis VED

Gambar 3 Hasil Analisis VED

Dari hasil analisis VED terdapat 24% jumlah obat yang termasuk ke dalam kategori V, 45% untuk kategori E dan 31% untuk kategori D.

3. Analisis ABC-VED

Setelah dihasilkan analisis ABC dan analisis VED, kemudian dilakukan matriks ABC-VED. Analisis ABC-VED ini menghasilkan Prioritas I, Prioritas II dan Prioritas III dimana masing – masing penyerapan dana yang dihasilkan dari setiap prioritas adalah sebagai berikut:

Tabel 1 Hasil Matriks ABC-VED Setiap Prioritas

Prioritas Total Penyerapan Dana Jumlah Penyerapan Dana Persentase Total Prioritas I Rp 30.938.328.437,80 524 85% Prioritas II Rp 5.318.454.217,44 779 15% Prioritas III Rp 208.516.477,69 272 1%

Total Rp 36.465.299.132,93 1575

Prioritas I memiliki total penyerapan dana paling tinggi dari prioritas lainnya, selain itu ketetapan aktual perusahaan dalam melakukan pemesanan barang yaitu dari data penjualan sebelumnya, obat dengan penyerapan dana yang tinggi dan obat yang harus tersedia di apotek. Sehingga Prioritas I akan dijadikan masukan dalam penelitian ini.

4. Perbandingan total biaya persediaan, biaya simpan, biaya pesan, dan biaya kekurangan pada kondisi aktual dan kondisi usulan

Tabel 2 Perbandingan Hasil Biaya pada Kondisi Aktual dan Kondisi Usulan

Kondisi Total Biaya Persediaan Penghematan Presentase Penghematan

Aktual Rp 154,848,899.00

Usulan Rp 81,513,527.00

Kondisi Total Biaya Simpan Penghematan Presentase Penghematan

Aktual Rp 118,027,049.00

Usulan Rp 45,606,653.00

Kondisi Total Biaya Pesan Penghematan Presentase Penghematan

Aktual Rp 36,821,850.00

Usulan Rp 27,711,704.00

Kondisi Total Biaya Kekurangan Penghematan Presentase Penghematan

Aktual Rp

-Usulan Rp (8,195,169.63)

Holding Cost

Ordering Cost

(8,195,169.63)

Rp

-Total Inventory Cost

Shortage Cost

9,110,146.00

Rp 25%

73,335,372.00

Rp 47%

72,420,396.00

(14)

6 Total biaya persediaan pada kondisi aktual apotek 12 PT. XYZ sebesar Rp. 154.848.899. Sedangkan total biaya persediaan dengan menggunakan pendekatan metode Continuous Review (s,S)

sebesar Rp. 81.516.420. Perbandingan total biaya persediaan aktual dengan usulan memiliki penghematan sebesar Rp. 73.332.479 atau memiliki penghematan biaya sebesar 47% dari kondisi aktual.

5. KESIMPULAN

Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan adapun kesimpulan yang dihasilkan yaitu variabel – variabel untuk dijadikan pengendalian persediaan di apotek 12 PT. XYZ.

Variabel – variabel tersebut terdiri dari safety stock, jumlah pemesanan, reorder point dan

maksimum inventory setiap obat. Dari variabel ini dihasilkan biaya simpan, biaya pesan, dan biaya

kekurangan yang menjadi total biaya persediaan. Total biaya simpan yang dihasilkan sebesar R. 45.606.653 menghemat biaya sebesar 61%. Total biaya pesan yang dihasilkan sebesar Rp. 27.711.704 menghemat biaya sebesar 25%. Sedangkan total biaya kekurangan yang dihasilkan sebesar Rp. 8.195.170. total biaya persediaan yang dihasilkan Rp. 81.513.527 dengan menghemat biaya sebesar 47% dari kondisi aktual apotek 12 PT. XYZ.

DAFTAR PUSTAKA

Nur Bahagia, Senator (2006). Sistem Inventori. Bandung:ITB.

Russel, Roberta S. (2011). Operation Management. United States: John Willey&Sons Inc..

Pujawan, I Nyoman. (2009). Ekonomi Teknik. Surabaya:Guna Widya.

Silver, Edward A, Pvke, David E, Peterson, Rein. (1998) Inventory Management and Production Planning and Scheduling Third Edition. United States: John Willey&Sons Inc

Tersine, R. J. (1994). Principles of Inventory and Materials Management Fourth Edition.

Thawani, E. A. (2004). Economic Analysis of Drug Expensive in Government Medical College Hospital.

The Indian Journal of Pharmacology, 15-19.

(15)

7

INVENTORY POLICY PLANNING FOR STARTER PACK OF PT XYZ IN

REGIONAL JABOTABEK WITH PROBABILISTIC METHOD: P MODEL

(PERIODIC REVIEW) WITH VARIANT DEMAND

Shaula Tiominar Rebecca1, Budi Sulistyo2, Efrata Denny S. Yunus3

1,2Industrial Engineering Program, Faculty of Engineering, Telkom University

3Doctorate Program in Management, Faculty of Economy and Business, Padjadjaran University

E-mail: 1shaula.rebecca@gmail.com, 2budiyayo@gmail.com, 3efratadenny@gmail.com

Abstract

PT XYZ is one of cellular telecommunications company in Indonesia. Stater pack is one of their products. Starter pack is initial identity before performing communication contains a SIM card with bonus of phone credit and some basic rules. PT XYZ has inventory problem at Jabotabek region. The starter packs inventory always exceeds the number of sales. PT XYZ do a prediction to determine the inventory by looking current inventory, demand planning and demand pattern of earlier periods. Every Monday Jabotabek region order stater packs to central warehouse. Excess inventory can caused companies spend a considerable cost. Based on these problems, inventory management is important for company to reduce inventory costs. To improve inventory policy of Starter pack PT XYZ needs optimized in several ways include the period of time between ordering (tb) and amount of the maximum and minimum stock inventory. Using P model (periodic review) with variant demand method can reduce total inventory cost of stater pack as 32% or Rp.158.375.229 from existing condition. Carrying cost have saving Rp 158.497.769 or 24% from existing condition without shortage cost because in proposed condition does not experience a shortage inventory. In proposed condition order cost more expensive than the existing condition as Rp. 122.537.

Key word: Inventory Manegement; P model (periodic review )with variant demand; Stater Pack; Telecommunication Company in Indonesia

1. INTRODUCTION

PT XYZ is the largest cellular telecommunication company in Indonesia. One of their products are starter pack. Starter pack is a package that designed to serve the start of a service. It contains many items that have been predetermined to be used according to the rules. Starter pack can be considered as the initial identity before performing communication. Starter pack contains a SIM card that will be used by the mobile phone user with bonus of phone credit, some basic rules such as how to reload your phone credit and checking the credit.

In fulfilling the needs of its customers, PT XYZ divides the distribution of starter packs into 10 regions, namely Sumbagut, Sumbagsel, Sumbagteg, Jabotabek, West Java, Central Java, East Java, Balinusra, Borneo, Sulmarija. Therefore, PT XYZ must be required a good inventory starter pack, to be able to fulfill the customer needs from 10 regions. In order to fulfill the demand of starter pack, PT XYZ has a problem in inventory at regional Jabotabek.

Based on figure above, there are inventories stock that not approach the sales, which causes too much inventory in the warehouse. The amounts of starter packs are available in the warehouse always exceeds the number of sales, resulted in a buildup of inventory in the warehouse. In January and May, PT XYZ has the largest percentage over stock when compared to other months that is 48%.

Excess inventory occurs because the determination of the amount of inventory is not good because in determining the amount of inventory, PT XYZ just do a prediction by looking at the amount of current inventory, demand planning and seeing the demand pattern of earlier periods. In order a starter pack to the central warehouse, PT XYZ, regional Jabotabek order the starter pack in every Monday.This excess inventory can caused company must spend a considerable cost. Based on these problems, a starter pack inventory management becomes one of the things that is important for companies to be able to reduce inventory costs that must be spent by the company. In order to improve inventory policy of Starter pack, PT XYZ needs to be optimized in several ways, including the period of time between ordering (tb), and the amount of the maximum and minimum stock inventory in order to reduce the total cost of inventory and maximize the value.

(16)

8 fluctuates randomly that call Probabilistic inventory policy (Ristono, 2009). Therefore this study will focus on Probabilistic inventory policy. Based on the characteristics of the current state in PT XYZ, the company have characteristics that demand variance are probabilistic demand, demand with a normal distribution, time to order constant, the lot every order is not constant, goods came at once at the lead time, utility warehouse high, constant cost orders, checking goods using information systems.

Characteristics in the PT XYZ, fit with the characteristics that exist in P model ( periodic review) with variant demand which can be used for inventory that has a probabilistic demand with normal distribution, time to order constant with every order lot is not constant, goods come at the lead time. P model (periodic review) with variant demand can be used in warehouse that have high utility, to set time to order the goods so the utility of the warehouse are not higher.

Based on characteristics that present in the PT XYZ, fit with the characteristics present in the P model (periodic review) with variant demand, therefore this researched will be solved with P model ( periodic review) with variant demand.

Figure 1. Comparison Stock on Hand and Sales Stater Pack on Region Jabotabek October 2013 - September 2014

2. PROBLEMS DEFINITION

1. Determine the quantity at the time of ordering starter pack for PT XYZ regional Jabotabek 2. Determine the amount of safety stock which optimal for PT XYZ regional Jabotabek

3. Determine the time of ordering (Reorder Point) which is appropriate for PT XYZ regional Jabotabek 3. RESEARCH OBJECTIVES

The purpose of the study is based on the formulation of the problem in the above including: 1. Determine the quantity at the time of ordering starter pack for PT XYZ regional Jabotabek 2. Determine the amount of safety stock which optimal starter packs for PT XYZ regional Jabotabek 3. Determine the time of ordering (Reorder Point) which is appropriate for PT XYZ regional Jabotabek 4. RESEARCH LIMITATION

The boundary problem formulated by researcher associated with this research is: 1. This research is limited for inventory policy in Starter pack regular in Jabotabek

2. Demand data used is the historical data of starter pack PT XYZ on Regional Jabotabek from Oktober 2013 - September 2014

3. During the research conducted, the warehouse of Regional Jabotabek will be not expanded or moved 5. LITERATURE REVIEW

(17)

9 time. However, the existence of inventory can be considered as waste and this means that burden for the company in the form of higher cost. It can be said, if the amount of inventory in the warehouse piled up, the company will have extremely high costs.

The term of inventory can be used to mean several different things, such as: (Tersine, 1994) 1. The stock on hand of materials at a given time ( a tangible asset which can be seen, measured, and

countabled)

2. An itemized list of all physical assets 3. To determine the quantity of items on hand

4. The value of the stock of goods owned by an organization at a particular time.

In addition, the inventories can be interpreted also as the goods are stored to be used or sold in the past or future periods. (Ristono, 2009). The other definition of inventory is as an asset that includes the company's goods with intent to sell within a certain period of business, or items that are still under construction / production process, or raw materials awaiting use in a production process. (Rangkuti F. , 2002). It can be said, inventories are a number of raw materials, materials in process and finished goods, provided to meet the demand of consumers every time.

Forecasts of product demand determine how much inventory is needed, how much product to make, and how much material to purchase from suppliers to meet forecasted customer needs. This determines the kind of transportation that will be needed and where plants, warehouses, and distribution centers will be located so that products and services can be delivered on time. Without accurate forecasts, large stocks of costly inventory must be kept at each stage of the supply chain to compensate for the uncertainties of customer demand. If there are shortage inventories, customer not satisfied because of late deliveries and stock out. This is especially harmful in today’s competitive global business environment, where customer satisfaction and on-time delivery are critical factors.While accurate forecasts are necessary, completely accurate forecasts are never possible. Hopefully, the forecast will reduce uncertainty about the future as much as possible, but it will never eliminate uncertainty.

Inventory calculations are performed using P model (periodic review) with variant demand as follows:

1. Calculate the Quantity Order with formula as follows:

Q = (tb + L) + – I (1) 2. Calculate the Safety Stock with formula as follows:

SS = (2) 3. Calculate the Carrying cost with formula as follows :

Cc =Cu x

(3)

4. Calculate the Order Cost with formula as follows:

Oc = Co x (4)

5. In calculating the cost of shortages, required cost data showed that inventories having out of stock or shortages. Data costs deficiency occurs when the out of stock. Shortage costs are calculated of the total benefits that can not be obtained

Forcasting will be calculate with Moving Average Methods, as follows:

(5) 6. RESEARCH METODOLOGY

In the first stage, do the normality data test of data demand of starter pack? If the data already has a normal distribution, then the data can be used in calculations. Data used in this study is the data demand, order cost, holding cost, lead time, shortage cost. These data are used to identify the system inventory in PT XYZ to reduce the total cost of inventory. Then, the next step is to do the calculations using probabilistic systems theory, P model (periodic review) with variant demand which is used to determine the optimum number of orders, reorder point and safety stock.

(18)

10 Figure 2. Conceptual Model

7. THE RESULT OF CALCULATIONS 7.1. The Comparison of Total Inventory Cost

The results of calculation and analysis conducted by the method P model (periodic review) with variant demand to provide the proposed condition, related to inventory policy, as follows:

Table 1. Comparison of Total Inventory Cost Proposed and Existing Condition

The total cost of inventory on the actual condition of PT XYZ regional Jabotabek is Rp.647.423.502. While the total cost of inventory in proposed condition using the P model (periodic review) with variant demand is Rp. 489.048.273. Comparison of the total inventory cost between the proposed conditions with the existing condition have savings of Rp. 158.375.229 or savings of 32% from the existing conditions.

The ratio of these two conditions is shown in the Figure 3.

Based on the comparison of the total inventory cost between proposed and existing condition have a cost savings of 32%, which can be taken into consideration in PT XYZ regional Jabotabek for using P model (periodic review) with variant demand. When use this method need several variable those are carrying cost, order cost and shortage cost.

Comparison the Total Inventory cost of the proposed and Existing state Condition Total carrying cost The percentage of savings Retrenchment

Existing State Rp 647.423.502 32% Rp 158.375.229

(19)

11 Figure 3. Comparison of Total Cost Proposed and Existing Condition

7.2. The Comparison of Total Carrying Cost

When calculating the carrying cost there is important parameter such as the carrying per unit and the number of unsold inventory at the end of the inspection interval. The rest of inventory is greatly influenced by the order quantity (Q), when Q is ordered too much, it can be ascertained that the carrying cost will also increase.

Below is a table comparing the total carrying cost for inventory starter pack.

Table 2. Comparison of Carrying Cost between Proposed and Existing Condition Comparison of Carrying Cost Between Proposed Condition and Existing Condition Condition Total Carrying Cost The percentage of savings Retrenchment Existing State Rp 647,219,313

24% Rp 154,655,043

The proposed Condition Rp 488,721,544

Comparison of carrying cost (Cc) in the chart can be seen in the image below:

(20)

12 Carrying cost in proposed condition that is Rp 488,721,544, while the carrying cost resulting from the existing condition in PT XYZ regional Jabotabek regional is Rp. 647,219,313. In the propose condition with use P model method in PT XYZ regional Jabotabek occurs savings 24% when compared with the carrying cost on the existing condition. This occurs because number of quantity order in the proposed condition smaller than existing condition. A lower quantity order it will reduce the number of starter packs are stored, so it can reduce the carrying cost.

7.3. Comparison of Total Order Cost

Order cost arising from the activity of the starter pack made reservations to hold inventory starter pack in PT XYZ, regional jabotabek. Order costs are influenced by the cost of all orders based on the facility being used at the time of order and the number of times orders are being made to hold an inventory of stater pack.

Below is a table comparing the total order cost for inventory starter pack:

Table 3. Comparison of Order Cost between Proposed and Existing Condition Comparison of Order Cost between proposed and existing condition

Condition Total Order Cost The Percentage of Savings Retrenchment Existing State Rp 204.189

Rp (122.515) -

The proposed Condition Rp 326,705

The total order cost on the actual conditions in PT XYZ is Rp. 204.189 while the total cost of a message is generated on the proposed conditions of Rp. 326.727. In the proposed conditions by using a model of P (periodic review) does not happen savings when compared to the cost of the actual condition of the message.

Comparison of order cost in the graph can be seen in the image below:

Figure 5. Comparison Total Order Cost between Proposed and Existing Condition

This is caused by the goods ordered on the proposed condition is fewer than the existing condition. Thus causing the high cost of order.

7.4. Comparison of Total Shortage cost

Cost shortage would arise if the unavailability of stater pack when there is demand from customers. Shortage cost measured by lost profits because it can not meet customer demand.

(21)

13 Table 4. Comparison of Shortage Cost between Proposed and Existing Condition

In the proposed condition and existing condition PT XYZ regional Jabotabek, did not experience a shortages inventory. So there is no cost to be incurred as a result of these shortage.

In the existing condition PT XYZ regional Jabotabek did not experience a shortages in the inventory starter pack but too much inventory should be stored in the warehouse. While on the proposed condition, PT XYZ, not deficient, but also did not experience the shortage of inventory.

8. CONCLUSION

Based on the research objectives that have been set and the result from the data processing, the conclusions of this study are:

1. On October 2014, stater pack A207 have safety stock as 44.293. Stater pack A207 will be order if amount of inventory approaching the safety stock. The order will be do twice in October 2014, on 20 October 2014 with 15,463 as optimum order quantity and on 27 October 2014 with 92,667 with as optimum order quantity. The maximum inventory on first week is 412.738, second week is 320.071, third week is 227.403, and fourth and fifth week is 150.199. During October 2014 until September 2015, there are 49 times orders.

On October 2014, starter pack H008 have safety stock as 14.048. The reorder point will be happen if amount of inventory approaching the safety stock. There is no order for stater pack H008 on October 2014. The maximum inventory on first week is 123.054, second week is 104.199, third week is 85.344, fourth week is 66.489 and fifth week is 47.634. During October 2014 until September 2015, there are 47 times orders.

On October 2014, starter pack K103 have safety stock as 58. The reorder point will be happen if amount of inventory approaching the safety stock. There is no order for stater pack K103 on October 2014. The maximum inventory on first week is 2.114, second week is 2.035, third week is 1,956 fourth week 1.877, fifth week is 1.798. During October 2014 until September 2015, there are 26 times orders.

On October 2014, stater pack L001 have safety stock as 120.449. Stater pack L001 will be order if amount of inventory approaching the safety stock. The order will be do five times in October 2014, on 29 September 2014 162.26320 as optimum order quantity, on 6 October 2014 73.551 as optimum quantity, on 13 October 2014 73.551 as optimum order quantity, on 20 October 2014 73.551 as optimum order quantity and on 27 October 2014 73.551 as order quantity. The maximum inventory on the first week is 42.445 and from second week until fifth week is 204.508.

On October 2014, stater pack S054 have safety stock as 120.093. Stater pack S054 will be order if amount of inventory approaching the safety stock. The order will be do twice in October 2014, on 20 October 2014 with 46.621 as optimum order quantity and on 27 October 2014 with 168.133 with as optimum order quantity. The maximum inventory on first week is 770.022, second week is 601.889, third week is 433.757, and fourth and fifth week is 312.245. During October 2014 until September 2015, there are 49 times orders. Another inventory policy for other stater pack and month can be find on the attachment sheet.

2. Safety stock, optimum order quantity, reorder point and maximum inventory make some cost such as carrying cost, order cost, shortage cost which variable from total inventory cost. Total carrying cost in proposed condition with P model (periodic review) with variant demand method is Rp.488.721.544, while the carrying cost resulting from the existing condition in PT XYZ regional Jabotabek regional is Rp. 647.219.313. In the propose condition with use P model method in PT XYZ regional Jabotabek occurs savings 24% when compared with the carrying cost on the existing condition.

In the proposed conditions by using a model of P (periodic review) did not occurred savings when compared to the cost of the actual condition. Because of on the proposed conditions, ordered quantities only a few quantity causing the high cost of the orders. The order cost in existing condition is Rp.204.189 while in proposed condition is Rp 326.705.

In the proposed condition and existing condition PT XYZ regional Jabotabek, did not experience a shortages inventory. So there is no cost to be incurred as a result of shortage. In the existing

The comparison of shortage cost the proposed condition and existing existing Condition Total Shortage Cost The percentage of savings Retrenchment

Existing Rp - 0% Rp

(22)

-14 condition PT XYZ regional Jabotabek did not experience a shortages in the inventory starter pack but too much inventory should be stored in the warehouse. While on the proposed condition, PT XYZ, not deficient, but also did not experience the shortage of inventory.

The total cost of inventory on the actual condition of PT XYZ regional Jabotabek is Rp.647.423.502. While the total cost of inventory in proposed condition using the P model (periodic review) with variant demand is Rp. 489.048.273. Comparison of the total inventory cost between the proposed conditions with the existing condition have savings of Rp. 158.375.229 or savings of 32% from the existing condition. Carrying cost, order cost, shortage cost and total inventory for each stater pack can be find in attachment sheet.

BIBLIOGRAPHY

Nur Bahagia, Senator (2006). Sistem Inventori. Bandung: ITB.

Mulyono, S. (2002). Riset Operasi. Jakarta: Lembaga Penerbit Fakultas Ekonomi.

Rangkuti, F. (2002). Manajemen Persediaan: Aplikasi di Bidang Bisnis. Jakarta: PT RajaGrafind Persada. Ristono, A. (2009). Manajemen Persediaan. Yogyakarta: Graha Ilmu.

Russel, Roberta S. (2011). Operation Management. United States: John Willey&Sons Inc.

S.P, W. A., Prof. Ir. I Nyoman Pujawan, M., & Nani Kurniati, S. M. (2010). Pengendalian Persediaan Spare Part Dengan Pendekatan Periodic Review (R,s,S) System (Studi Kasus : PT. GMF AERO ASIA – UNIT ENGINE MAINTENANCE).

(23)

15

ANALISIS DAN PERBAIKAN POSTUR KERJA PADA AKTIVITAS CUTTING

BUBUT DENGAN MENGGUNAKAN SOFTWARE 3D SSPP DAN METODE

REBA (STUDI KASUS DI PT.XYZ)

Johana Devi, Elty Sarvia

Jurusan Teknik Industri, Fakultas Teknik, Universitas Kristen Maranatha Jl. Prof. drg. Suria Sumantri, MPH 65 Bandung 40164

Telp +62 22 2012186

E-mail : yoyoy_oyoyy@yahoo.com1eltysarvia@yahoo.com2

ABSTRAK

Penelitian ini dilakukan pada lantai produksi ragum bangku yang dimana masih terlihat postur kerja operator yang buruk seperti membungkuk, fasilitas fisik yang kurang memadai, serta beban yang diangkat melebihi kapasitas tubuh operator. Dari hasil wawancara, 80% pekerja menyatakan bahwa mereka pernah mengalami keluhan fisik selama bekerja di perusahaan. Seluruh pekerja menyatakan bahwa sebelum bekerja di perusahaan ini, mereka tidak pernah mengalami keluhan fisik tersebut. Hal ini menunjukkan bahwa fasilitas fisik dan postur kerja operator saat ini belum memperhatikan aspek ergonomi, sehingga menimbulkan berbagai keluhan fisik dan ketidaknyamanan pada waktu bekerja yang jika dibiarkan akan menimbulkan muskuloskeletal disorders. Tujuan penelitian ini adalah menganalisis kondisi postur kerja ditinjau dari gaya maksimum yang ditanggung oleh operator dan mengusulkan perbaikan postur kerja yang ergonomis khususnya pada aktivitas cutting dengan mesin bubut. Penelitian ini melanjutkan penelitian sebelumnya yang menganalisis kondisi postur kerja pada aktivitas assembly. Pengolahan data menggunakan software 3D SSPP dan metode REBA. Dari hasil yang diperoleh bahwa gaya maksimum yang ditanggung oleh operator masih dalam batas toleransi, akan tetapi score REBA adalah 6 (perlu perbaikan postur). Oleh karena itu, peneliti memberikan usulan perbaikan postur kerja dengan bantuan software Catia V5R19 yaitu perancangan dudukan mesin bubut. Hasil usulan dievaluasi kembali dan terlihat bahwa ada perbaikan dalam score REBA yang artinya bahwa postur kerja sudah terbebas dari ergonomic hazard.

Kata Kunci:Musculoskeletal disorders (MSDs); REBA; 3D SSPP

1. PENDAHULUAN

Postur kerja yang salah sering dikarenakan postur kerja yang tidak alami misalnya terlalu sering berdiri, selalu jongkok, membungkuk, mengangkat dengan waktu yang lama dapat menyebabkan ketidaknyamanan dan nyeri pada anggota tubuh kita. Apabila pekerjaan tersebut dilakukan terus-menerus dan dalam jangka waktu yang lama, maka dapat menyebabkan kelelahan dalam bekerja, selain itu dapat memicu terjadinya Musculoskeletal Disorders, yang dapat menurunkan performa kerja operator.

(24)

16 Diharapkan dapat menciptakan kenyamanan dan keamanan dalam bekerja, sehingga dapat meningkatkan performa kerja yang nantinya akan mendukung keberhasilan dalam kegiatan produksi.

2. TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Work-Related Musculoskeletal Disorder

Istilah Musculoskeletal Disorder (MSD) merujuk pada kondisi yang melibatkan saraf, tendon,

otot, dan struktur penyokong tubuh. Menurut WHO, keluhan MSD dapat bertambah ketika pekerja terpapar pekerjaan atau lingkungan kerja yang berpotensi untuk meningkatkan keluhan MSD. Namun, paparan pekerjaan atau lingkungan kerja tersebut bukan merupakan penyebab utama terjadinya keluhan MSD. (Bernard, 1997)

Menurut Wilson, permasalahan muskuloskeletal terjadi sebagai akibat respon tubuh manusia terhadap kebutuhan fisiologis dan biomekanik dari aktivitas fisik yang dilakukan. Keluhan MSD terjadi dalam berbagai bentuk, dan gejala yang menyertainya kadang tidak spesifik. Terdapat berbagai sebutan untuk musculoskeletal disorder yaitu Work Related Upper Limb Disorder (WRULD), Cumulative Trauma Disorder (CTD), Repetitive Strain Injury (RSI), Occupational musculoskeletal disorder

merupakan aktivitas pekerjaan yang dapat mengakibatkan bahaya jangka panjang terhadap struktur dan jaringan tubuh, yang dapat berdampak pada individu (berupa keluhan tidak nyaman pada bagian tubuh, sakit, dan luka) dan pada penurunan performansi. (Wilson, 1995)

Hasil penelitian menunjukkan bahwa penyebab keluhan muskuloskeletal sangat kompleks, dan dipengaruhi oleh beberapa faktor (faktor fisik, psikososial, dan organisasi). Faktor-faktor yang saat ini dianggap sangat berhubungan dengan keluhan MSD adalah faktor gaya/tenaga yang berlebih, posisi bagian-bagian tubuh saat bekerja, dan gerakan kerja yang repetitif. Gerakan kerja yang repetitif sangat berhubungan dengan kemampuan tubuh untuk memulihkan tenaga setelah melakukan pekerjaan. Mengacu pada keadaan tersebut, faktor lain yang berhubungan dengan keluhan musculoskeletal adalah jedah istirahat. (Wilson, 1995)

Berdasarkan hasil studi secara klinik, fisiologi, dan biomekanika diketahui terdapat dua faktor yang menyebabkan terjadinya cedera otot akibat bekerja, yaitu faktor pribadi dan faktor pekerjaan. Faktor pribadi yang dimaksud merupakan kondisi seseorang yang dapat mengakibatkan keluhan MSD. Faktor pekerjaan merupakan karakteristik pekerjaan yang dilakukan seseorang dalam berinteraksi dengan sistem kerja. Faktor-faktor pekerjaan yang dapat menyebabkan terjadinya cedera pada sistem otot dan jaringan tubuh (Chaffin,1999):

 Repetisi. Gerakan kerja yang diulang dengan pola yang sama.

 Pekerjaan statis (static exertions). Pekerjaan yang menuntut pekerja tetap pada suatu posisi tertentu,

karena jika dilakukan perubahan posisi pekerjaan akan terhenti.

 Pekerjaan dengan tenaga yang berlebih (force exertions). Pekerjaan dengan beban fisik yang berat

atau tahanan dari benda kerja yang dihadapi, sehingga dapat mengakibatkan cedera otot.

 Tekanan mekanik (mechanical stresses). Terjadi kontak antara anggota tubuh dengan objek

pekerjaan.

 Posisi kerja yang salah.

 Getaran.

 Temperatur ekstrim. Temperatur terlalu rendah dapat mengakibatkan berkurangnya daya kerja sensor tubuh, mengganggu aliran darah, dan menurunkan kekuatan otot. Temperatur yang terlalu tinggi dapat menyebabkan pekerja cepat merasa lelah.

2.2. 3D SSPP ( 3D Static Strength Prediction Program)

Michigan College of Engineering telah mengembangkan suatu program mengenai biomechanical

dan static strength capabilities dari pekerja yang berkaitan dengan kebutuhan fisik dari lingkungan kerja,

yang dinamakan 3D SSPP (3D Static Strength Prediction Program). Dalam perkembangannya, software

ini telah digunakan oleh para ergonomist, insinyur, therapis, dan para peneliti, untuk mengevaluasi suatu

pekerjaan, serta digunakan untuk mendesain ulang suatu pekerjaan. Software 3D SSPP ini berguna untuk

menganalisis gerakan dengan beban material yang berat ketika perhitungan biomechanical mengasumsi

bahwa efek dari akselerasi dan momentum diabaikan. Software 3D SSPP digunakan untuk memprediksi

(25)

17 Dengan demikian dapat dilakukan analisa terhadap suatu pekerjaan, sehingga dapat dilakukan suatu perbaikan. Dalam pemakaiannya, program 3D SSPP ini memerlukan inputan data yaitu sebagai berikut (Agatha,2009):

i. Antropometri

Data antropometri merupakan data yang harus dimasukkan pada software 3D SSPP ini. Data antropometri ini mencakup:

 Gender (Jenis Kelamin)  Tinggi dan Berat

Terdapat empat pilihan untuk penetapan data tersebut yaitu: 5th, 50th, 95th, dari populasi dan data

entry. Data entry merupakan data untuk input nilai tinggi dan berat badan tertentu. Batasan yang dapat

diterima untuk tinggi badan pria adalah 157-193 cm, dan untuk wanita adalah 145-178 cm. Sedangkan batasan berat badan yang dapat diterima untuk pria adalah 45-111 kg, dan untuk wanita 31-99 kg.

ii. Joint Angles

Pada joint angles ini meliputi data-data yang berhubungan dengan sudut-sudut yang dimasukkan

untuk beberapa bagian tubuh, seperti: lengan, kaki, dan punggung. Sudut yang dimasukkan pada bagian lengan dan kaki meliputi horizontal angle, vertical angle, yang bisa bernilai positif ataupun negatif.

Sedangkan pada bagian punggung dibagi menjadi tiga yaitu: flexion, axial rotation, dan lateral bending.

iii. Hand Loads

Pada hand loads ini, kita harus memasukkan berat beban yang dipegang oleh kedua tangan. Hand loads ini ditujukan pada beban yang diterima oleh tangan, bukan beban yang diberikan oleh tangan.

Fungsi utama dari 3D SSPP, yaitu untuk menganalisis gaya-gaya yang bekerja dalam setiap sendi di bagian tubuh yang penting dan dapat digunakan untuk memprediksi prosentase populasi manusia yang mampu melakukan suatu pekerjaan, seperti mengangkat, mendorong, menarik, dan beberapa pekerjaan lainnya. Selain itu analisa lain yang dapat dihasilkan program ini yaitu analisa Lumbar 5 dan Sacrum 1 (L5/S1) dengan melihat nilai Total Compression pada report sagittal plane low back analysis.

Analisis data yang dihasilkan pada program sesuai dengan pedoman NIOSH, menurut Chaffin,1999 yang berbasis pada pedoman NIOSH gaya maksimum yang terjadi pada L5/S1 tidak akan melebihi 3400 Newton, jika nilai Total Compression melebihi 3400 Newton maka pekerjaan tersebut

harus segera ditindak lanjuti karena apabila dibiarkan dapat menyebabkan low back pain pada pekerja. 3D

SSPP juga dapat digunakan untuk membantu mengevaluasi beban fisik dari suatu pekerjaan yang ditentukan, sehingga dapat membantu analisis dalam mengevaluasi usulan rancangan kerja dan desain ulang suatu pekerjaan sebelum dikonstruksi atau rekonstruksi di tempat kerja (Agatha,2009).

2.3. REBA (Rapid Entire Body Assessment)

Rapid Entire Body Assessment (REBA) dikembangkan oleh Dr.Sue Hignett dan Dr. Lynn Mc

Atamney merupakan ergonom dari Universitas Nottingham (University of Nothingham’s Institute of

Occupational Ergonomic). Rapid Entire Body Assessment adalah sebuah metode yang dikembangkan

dalam bidang ergonomi dan dapat digunakan secara cepat untuk menilai posisi kerja atau postur leher, punggung, lengan pergelangan tangan dan kaki seorang operator. Selain itu metode ini juga dipengaruhi faktor coupling, beban eksternal yang ditopang oleh tubuh serta aktivitas pekerja. Penilaian dengan

metode REBA tidak membutuhkan waktu yang lama untuk melengkapi dan melakukan scoring general

pada daftar aktivitas yang mengindikasikan perlu adanya pengurangan resiko yang diakibatkan postur kerja operator. Metode ergonomi tersebut mengevaluasi postur, kekuatan, aktivitas, dan faktor coupling yang menimbulkan cidera akibat aktivitas yang berulang-ulang. Penilaian postur kerja dengan metode ini dengan cara pemberian skor resiko antara satu sampai lima belas, yang mana skor tertinggi menandakan level yang mengakibatkan resiko yang besar untuk dilakukan dalam bekerja. Hal ini berarti bahwa skor terendah akan menjamin pekerjaan yang diteliti bebas dari ergonomic hazard. REBA dikembangkan

untuk mendeteksi postur kerja yang beresiko dan melakukan perbaikan segera mungkin. REBA dikembangkan tanpa membutuhkan piranti khusus. Ini memudahkan peneliti dapat dilatih dalam melakukan pemeriksaan dan pengukuran tanpa biaya peralatan tambahan. Pemeriksaan REBA dapat dilakukan di tempat yang terbatas tanpa mengganggu pekerja. Pengembangan REBA terjadi dalam empat tahap. Tahap pertama adalah pengambilan data postur pekerja dengan menggunakan bantuan video atau foto, tahap kedua adalah penentuan sudut-sudut dari bagian tubuh pekerja, tahap ketiga adalah penentuan berat benda yang diangkat, penentuan keempat adalah perhitungan nilai REBA untuk postur yang bersangkutan. Dengan didapatnya nilai REBA tersebut dapat diketahui level resiko dan kebutuhan akan

(26)

18 (http://bambangwisanggeni.wordpress.com/2010/03/02/reba-rapid-entire-body-assessment/). Tampilan skordan level resiko dapat dilihat pada tabel 1.

Tabel 1. Skor dan Level Resiko REBA

uj Risk

1 Negligible risk

2 or 3 Low risk, change may be needed 4 to 7 Medium risk, further investigation,

change soon

8 to 10 High risk, investigate and implement change

11 or more Very high risk, implement change

3. METODOLOGI PENELITIAN

Setelah melakukan penelitian pendahuluan, peneliti mengidentifikasikan masalah-masalah yang ada di dalam perusahaan untuk diteliti lebih lanjut, seperti postur kerja operator yang buruk seperti membungkuk dan jongkok, fasilitas fisik yang kurang memadai sehingga berpengaruh terhadap performa kerja operator, adanya keluhan nyeri pada badan yaitu tangan, kaki, punggung, dan pinggang dari operator yang dilakukan berdasarkan wawancara. Adapun pembatasan masalah dilakukan oleh peneliti karena luasnya ruang lingkup permasalahan adalah reports software 3D SSPP yang digunakan sebagai

penilaian gaya maksimum yang ditanggung operator adalah sagittal plane lowback analysis yaitu total compression force.

Foto – foto berdasarkan aktivitas yang diteliti di gambari garis-garis sudut, hal ini dilakukan agar mempermudah saat menentukan joint angles yang akan diinput ke dalam software 3D SSPP dan pada saat

melakukan penilaian postur kerja dengan menggunakan software ergofellow (REBA). Penentuan

sudut-sudut dalam foto dilakukan dengan menggunakan Image Analysis yang terdapat pada software ergofellow. Software 3D SSPP digunakan untuk mengetahui berapa gaya maksimum yang ditanggung

oleh operator dalam melakukan suatu pekerjaan. Penilaian tersebut di dasarkan pada hasil Sagittal Plane Lowback Analysis yaitu Compression Force pada L5/S1. Apabila total compression masih dalam batas

yang ditentukan yaitu dibawah 3400 N, maka dapat disimpulkan gaya maksimum yang operator tanggung masih dapat diterima oleh tubuh operator (Agatha,2009). Setelah mengetahui gaya maksimum yang ditanggung oleh operator saat bekerja, akan dilakukan juga penilaian postur kerja operator untuk mengetahui kemungkinan resiko-resiko akibat postur kerja yang dilakukan operator, penilaian postur kerja tersebut menggunakan metode analisis REBA (Rapid Entire Body Assessment). Penilaian postur

kerja dengan REBA (Rapid Entire Body Assessment) ini menggunakan Software Ergofellow agar

mempermudah dalam pengolahan data yang ada. Langkah-langkah dalam penilaian postur kerja yaitu mengambil foto yang akan dianalisis menggunakan REBA, dimana foto yang digunakan adalah foto yang sudah digambari garis-garis sudut (Image Analysis), hasil dari tampilan tampak depan dan samping dari software 3D SSPP juga dapat digunakan untuk mempermudah dalam penentuan score pada REBA.

Output dari REBA ini akan menghasilkan suatu score yang akan dianalisis apakah baik atau tidak dan

perlukah melakukan perbaikan. Jika score sudah baik maka, perbaikan tidak perlu dilakukan. Jika score

tidak baik dan perlu diadakan perbaikan maka akan dilakukan perbaikan postur kerja menggunakan

Software 3D SSPP. Postur kerja yang sudah diperbaiki akan dianalisis kembali apakah perlu dilakukan

perancangan alat bantu. Bila perlu maka akan dilakukan perancangan alat bantu yang baru. Bila tidak perlu maka postur kerja yang baru akan dinilai kembali menggunakan metode analisis postur sebagai pembuktian hasil usulan benar-benar baik.

Data-data dimensi tubuh setiap operator digunakan untuk perhitungan tabel analisis fasilitas fisik yang bertujuan untuk mengetahui apakah fasilitas fisik yang ada di lantai produksi ragum bangku sudah sesuai dengan nilai-nilai ergonomi. Dari hasil pengolahan data dan analisis postur kerja pada kondisi saat ini, kita dapat mengetahui kelompok pekerjaan mana saja yang perlu diperbaiki. Penulis akan menganalisis dan mengusulkan perancangan perbaikan postur kerja untuk kelompok kerja tersebut dengan mempertimbangkan fasilitas fisik yang sesuai dengan kebutuhan operator, dan akan mengevaluasi kembali usulan postur dan fasilitas fisik tersebut dengan menggunakan software 3D SSPP dan metode

analisis postur REBA untuk membuktikan bahwa usulan benar-benar baik. 4. HASIL DAN PEMBAHASAN

Berikut ini merupakan salah satu contoh penentuan joint angles dengan menggunakan Software

(27)

19 Penentuan Trunk Angles nilai Flexion : 90o– 38 o = 52 o Penentuan Upper arm right: 90o -53o =37o

Penentuan Fore Arm Right Vertical = 3o Penentuan Upper leg right : 90o + 10o = 100o

Penentuan Lower leg right : 90o + 6o = 96o

Gambar 1. Image AnalysisTrunk Angles, Upper arm right, Fore Arm Right Vertical,Upper leg right dan Lower leg right

Gambar 2. Joint Angles Proses Cutting Mesin Bubut

Dari penentuan joint angles tersebut akan dihasilkan tampilan postur kerja operator tampak atas,

(28)

20

Tampak Atas Tampak Depan

Tampak Samping

Postur Kerja 3D Gambar 3. Tampilan Postur Kerja Proses Cutting Mesin Bubut

Gambar 4. Tampilan Outputcutting mesin bubut

Dari hasil output diatas dapat dilihat bahwa total compression untuk proses cutting menggunakan

mesin bubut ini sebesar 2075 N, hal ini menyatakan bahwa gaya maksimum yang terjadi di L5/S1 masih dapat diterima operator, karena berada di bawah batas maksimum gaya yang dapat ditanggung operator yaitu 3400 N.

(29)

21 menggunakan metode analisis REBA (Rapid Entire Body Assessment). Berikut ini merupakan ringkasan score REBA untuk aktivitas proses cutting dengan mesin bubut :

Tabel 1. Hasil Score REBA

Score Bagian Kiri Score Bagian Kanan Score REBA Resiko

5 6 6 Sedang

Tabel 2. Ringkasan REBA

Masalah Kondisi Solusi

Neck Flexion > 20°

Perancangan dudukan mesin

Trunk 20° - 60°

Right Upper Arm 45° - 90° Left Upper Arm Abducted 45° - 90°

Right Lower Arm 0° - 60° Left Lower Arm 0° - 60°

Score REBA menjadi prioritas untuk menentukan perbaikan postur kerja karena score REBA

dapat menjelaskan level resiko yang terjadi pada suatu postur kerja, apakah resiko itu rendah, sedang, atau tinggi, sedangkan hasil pengolahan 3D SSPP dapat menunjukan seberapa besar gaya yang terjadi di L5/S1, apabila nilai melebihi batas maksimum gaya yang ditanggung operator maka postur tersebut beresiko karena dapat menyebabkan low back pain pada tubuh operator apabila dibiarkan terus-menerus,

tetapi tidak dapat menunjukan level resiko yang terjadi pada suatu postur. Data-data dimensi tubuh setiap operator digunakan untuk perhitungan tabel analisis fasilitas fisik yang bertujuan untuk mengetahui apakah fasilitas fisik yang ada di lantai produksi ragum bangku sudah sesuai dengan nilai-nilai ergonomi. Perancangan dudukan mesin bubut ini dibuat berdasarkan aktivitas cutting mesin bubut yang

menyebabkan operator harus membungkuk saat hendak memasangkan benda kerja pada cakram bubut. Sehingga dibuat dudukan mesin duduk yang berbentuk seperti balok pipih dengan dimensi 175 cm x 57 cm x 17 cm. Diharapkan dengan memasangkan dudukan ini pada mesin bubut, operator dapat bekerja dengan nyaman karena area kerja pada mesin berada tepat dengan tinggi siku berdiri operator, sehingga akan meminimalkan postur kerja operator yang membungkuk. Usulan dimensi perancangan dudukan mesin bubut dapat dilihat pada Tabel 3.

Tabel 3. Usulan Dimensi Dudukan Mesin

Berikut ini merupakan gambar 3 dimensi dan gambar 2 dimensi Usulan Dudukan Mesin dengan menggunakan software Catia:

(30)

22 Gambar 6. Usulan Dudukan Mesin Bubut (2D)

Pada proses cutting bubut ini masalah yang dihadapi yaitu tinggi area proses benda kerja pada

mesin bubut tidak sesuai dengan antropometri operator, oleh karena itu peneliti mengusulkan untuk menambahkan dudukan mesin agar tinggi area proses benda kerja pada mesin bubut sesuai dengan antropometri operator. Diharapkan dengan memasangkan dudukan ini pada mesin bubut, operator dapat bekerja dengan nyaman karena area kerja pada mesin berada tepat dengan tinggi siku berdiri operator, sehingga akan meminimasi postur kerja operator saat membungkuk seperti terlihat pada Gambar 7.

[image:30.595.185.409.83.301.2]

Tampak Belakang Tampak Samping

(31)
[image:31.595.200.397.81.361.2]

23 Gambar 8. Tampilan 2D Mesin Bubut yang sudah ditambahkan dudukan mesin

Dari usulan postur kerja yang telah dibuat, akan dinilai level resiko dalam melakukan aktivitas-aktivitas tersebut dengan menggunakan software ergofellow, untuk memastikan bahwa usulan postur kerja memiliki level resiko yang lebih rendah dari postur kerja sebelumnya.

Gambar 9. Grafik Evaluasi REBA untuk Seluruh Usulan Postur Kerja

Berdasarkan tabel dan grafik diatas dapat dilihat bahwa usulan postur kerja untuk seluruh aktivitas sudah baik, karena memiliki level resiko yang rendah dan bahkan dapat diabaikan. Penilaian dari dua sisi yaitu gaya yang ditanggung operator dan level resiko yang mungkin terjadi dapat dilihat pada Tabel 4

Tabel 4. Ringkasan Hasil 3D SSPP dan REBA untuk Usulan Postur Kerja pada Aktivitas Cutting Bubut Total Compression(N) Score REBA Keterangan

(32)

24 5. KESIMPULAN

Berdasarkan hasil ringkasan diatas dapat disimpulkan bahwa usulan postur kerja pada aktivitas cutting dengan mesin bubut yang dibuat sudah baik, karena adanya penurunan total compression dan

level resiko. Total compression yang semulanya adalah 2075 N menjadi 1248 N. Level resiko pada score

REBA yang semulanya 6 menjadi 2. Kedua metoda ini berarti memberikan hasil yang sama yaitu adanya penurunan resiko muskuloskeletal disorders.

DAFTAR PUSTAKA

Agatha, Yudith Ria (2009). Perbaikan fasilitas kerja dan perancangan metode kerja dengan memperhatikan aspek ergonomi di PT. Jatim Bromo Steel , Jurusan Teknik Industri Universitas

Kristen Petra.

Bernard, B. P. (1997) A Critical Review of Epidemiologi Evidence for Work-Related Musculoskeletal

Disorders of the Neck, Upper Extremity, and Low Back. “Musculoskeletal Disorders and Workplace Factors”,.

Buchari.(2007). “Penyakit Akibat Kerja dan Penyakit Terkait Kerja”. USU Repository.

Chaffin, D. B & Anderson, G.B.J. (1999), Occupational Biomechanics 3nd Edition, New York: Jhon

Willey & Sons.

Johana Devi, Elty Sarvia (2014). Perbaikan Postur Kerja yang Ergonomis ditinjau dari Gaya Maksimum yang Ditanggung Operator dan Kemungkinan Resiko yang Terjadi dengan Menggunakan Software 3D SSPP dan Metode REBA (Studi Kasus di Aktivitas Assembly

Gambar

Gambar 7.  Usulan Postur Cutting Bubut
Gambar 8. Tampilan 2D Mesin Bubut yang sudah ditambahkan dudukan mesin
Tabel 1. Variabel Konstruk dan Indikator Penelitian dari Tiap Aspek
Gambar 1. Model SEM Kinerja Depot beserta Factor Loading dan Path Coefficient
+7

Referensi

Dokumen terkait

Pengembangan  industri  pertanian  diupayakan  dengan  jalan  memanfaatkan  dan  mendayagunakan  potensi sumber daya yang  dimiliki oleh 

terealisasi 8.070 atlet sesuai target. Pengembangan Olahraga Unggulan melalui pembinaan potensi olahraga pelajar di Jawa Tengah sesuai target sebanyak 280

Berdasarkan uraian di atas maka diperlukan suatu analisis untuk mengetahui potensi serta identifikasi sektor unggulan kabupaten/kota di Provinsi Jawa Tengah dan DIY

pengembangan potensi perkebunan dengan penentuan komoditas unggulan dan analisis kesesuaian faktor fisik wilayah terhadap komoditas unggulan perkebunan tersebut

Tahap lanjutan penelitian ini setelah identifikasi sektor unggulan dalam perspektif Provinsi Jawa Barat ( outward looking ) adalah identifikasi awal komoditas unggulan untuk

Kabupaten Pangandaran adalah daerah yang memiliki perkebunan kelapa terluas ketiga di Jawa Barat, serta menjadikan komoditas kelapa sebagai salah satu potensi unggulan

Hasil identifikasi dari beberapa lokasi di Kabupaten/Kota se Jawa Tengah terdapat beberapa potensi dan peluang investasi sektor pertanian dengan fokus pemanfaatan asset yang

Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis potensi pengembangan IKM berbasis komoditas unggulan daerah, yaitu itik alabio dan kerajinan rotan serta purun.. Penelitian ini