• Tidak ada hasil yang ditemukan

IMPLEMENTASI AWAL MODEL a) Area Penelitian

Dalam dokumen PROSIDING 2nd ACISE 2015 (Halaman 105-109)

MENINGKATKAN PENJUALAN PADA KAFE (STUDI KASUS: KAFE LUMIERE)

4. IMPLEMENTASI AWAL MODEL a) Area Penelitian

Pengambilan data dimulai dengan penentuan titik penyebaran kuesioner berdasarkan hasil studi awal tentang tingkat kerawanan di setiap zona. Lokasi penyebaran kuesioner disesuaikan dengan peta penyebaran titik pengukuran geolistrik seperti terlihat di Gambar 2. Penentuan titik geolistrik untuk mengetahui kedalaman bidang gelincir daerah rawan longsor di kota Semarang adalah dengan memilah lokasi-lokasi rawan longsor yang telah diklasifikasikan oleh Purba (2014) untuk kemudian didapat 20 lokasi pengukuran geolistrik yang meliputi 3 titik sangat rawan, 8 titik rawan, 7 titik cukup rawan, dan 2 titik agak rawan (Tabel 1).

98 Tabel 1.Titik Pengukuran Geolistrik Kota Semarang.

Kode X Y Lokasi Kerawanan (Purba, 2014)

GL 1 436027 9222221 Ngesrep Cukup Rawan

GL 2 441702 9223178 Sendang Mulyo Cukup Rawan

GL 3 440199 9222130 Mangunharjo Cukup Rawan

GL 4 436266 9226246 Pleburan Agak Rawan

GL 5 435733 9226104 Lempongsari Rawan

GL 6 435218 9225280 Gajah Mungkur Rawan

GL 7 432573 9223634 Sukorejo Cukup Rawan

GL 8 434496 9221455 Srondol Kulon Rawan

GL 9 434574 9214216 Pudak Payung Agak Rawan

GL 10 438840 9217279 Jabungan Cukup Rawan

GL 11 437013 9223665 Karanganyar Gunung Rawan

GL 12 435589 9227022 Mugasari Sangat Rawan

GL 13 435044 9226618 Randusari Sangat Rawan

GL 14 431578 9225940 Manyaran Rawan

GL 15 432130 9226661 Gisik Drono Sangat Rawan

GL 16 430789 9226970 Kembang Arum Rawan

GL 17 431601 9224366 Kalipancur Cukup Rawan

GL 18 422046 9229618 Mangkang Kulon Rawan

GL 19 429743 9224779 Babankerep Cukup Rawan

GL 20 428778 9224237 Kedung Pane Rawan

Tahap berikutnya adalah pelaksanaan pemetaan perilaku warga dengan tahapan sebagai berikut. b) Major Disaster Scenario

Pada tahap ini identifikasi skenario bencana yang pernah terjadi harus di data dan dievaluasi berdasarakan pengukuran skenario. Berdasarkan data dari BPDP Semarang (2015), ada 8 kejadian longsor di Semarang selama tahun 2013, 23 kejadian di tahun 2014 dan 9 kejadian pada tahun 2015 (data sampai dengan bulan Mei 2015).

Skenario peristiwa bencana tanah longsor yang diharapkan adalah: a. Sebelum Terjadi Tanah Longsor

- Kenali tanda-tanda akan terjadi tanah longsor (hujan lebat terus menerus, warna air sungai menjadi keruh, muncul rembesan air atau retakan tanah, terdengar suara gemuruh atau ada longsoran kecil) - Identifikasi kelompok rentan dan tempat terbuka terdekat yang tinggi / aman

- Kenali/tandai tempat yang bisa dijadikan tempat evakuasi yang aman (pekarangan, lapangan dan sebagainya)

- Sepakati sistem peringatan dini (bunyi sirine, bunyi kentongan, dengar arahan petugas, perhatikan jalur evakuasi)

- Jauhi daerah rawan

b. Saat Terjadi Tanah Longsor - Jangan panik

- Amankan harta dan dokumen penting - Berlari dan berlindunglah ke tempat aman - Segera minta pertolongan

- Mengungsi bila kondisi mengharuskan

- Perhatikan dan dengarkan informasi dari sumber-sumber yang terpercaya dan bertindak cepat sesuai dengan himbauan

c. Setelah Terjadi Tanah Longsor

99 - Jauhi tempat yang terkena longsor

- Bertindak cepat mengikuti himbauan pemangku kepentingan yang berwenang - Kembali ke rumah jika kondisi memungkinkan

c) Analisis Kesalahan Manusia

Peranan pihak-pihak terkait dalam manajemen bencana longsor diidentifikasi berdasarkan keberadaan atau ketiadaan organisasi pelaksana manajemen bencana dari pemerintah baik pusat maupun daerah. Fungsi dan catatan kerja dari organisasi terkait juga harus diidentifikasi dengan baik. Keaktifan warga dalam manajemen bencana akan mempengaruhi tingkat pengetahuan dan keselamatan warga.

Analisis pekerjaan merupakan analisis aksi yang diambil oleh otoritas yang relevan ketika bencana terjadi, Dengan kata lain, analisis ini dilakukan untuk (1) menentukan aksi apa yang seharusnya dilakukan dan diambil oleh unit pelaksana, (2) menganalisis apakah fungsi satuan pelaksana (satlak) telah dilaksanakan dengan benar dan (3) apakah kebijakan pemerintah telah dilakukan secara benar.

Analisis kesalahan manusia dilakukan melalui evaluasi potensi kesalahan yang mungkin terjadi. Melalui analisis ini, tindakan keliru yang dilakukan pada bencana sebelumnya dapat didata dan dievaluasi sebagai tindakan pencegahan agar tidak terulang.

d) Safety Critical Tasks

Pada tahap omo evaluasi keandalan manusia dilakukan melalui event-tree analysis (ETA). ETA

mendefinisikan dan membandingkan kejadian yang belum dan telah terjadi serta komponen kejadian yang seharusnya atau tidak seharusnya dilakukan. Hasil dari tahapan ini adalah pemetaan kesalahan atau kejadian yang tidak diinginkan dapat dideteksi dari awal dan dicegah bilamana bencana terjadi.

e) Performance Influence Factors (PIFs)

PIFs mempertimbangkan faktor-faktor yang berpotensi meningkatkan atau mengurangi kesalahan manusia. Dalam analisis PIFs, identifikasi level kesalahan manusia seperti kesalahan pengambilan keputusan, kesalahan berdasarkan tingkat ketrampilan dan kesalahan persepsi dapat dilakukan.

f) Pengumpulan Data Awal

Penelitian dilakukan melalui penyebaran kuesioner ke 107 warga yang bertempat tinggal di zona rawan longsor di 20 titik penelitian dan diambil secara acak. Materi kuesioner mencakup pemahaman warga mengenai pencegahan bencana tanah longsor, situasi tanggap darurat dan pengelolaan bencana. Kuesioner bersifat tertutup dengan kombinasi kuesioner terbuka untuk pertanyaan tertentu. Kuesioner tertutup dipilih karena responden memiliki latar belakang pendidikan dan pengetahuan bencana yang bervariasi dan jumlah responden cukup banyak. Kuesioner tertutup akan mengurangi waktu wawancara dan mempermudah analisis kuantitatif. Secara detail, materi kuesioner dapat dilihat pada Tabel 2.

Tabel 2. Materi kuesioner pemetaan perilaku warga daerah rawan bencana longsor

No Cakupan materi

kuesioner

Detail materi 1 Pemahaman situasi daerah rawan longsor, peta daerah longsor 2 Pengetahuan tentang pencegahan

bencana lokasi rawan longsor, alat pertolongan tanggap darurat, rute pengungsian darurat, lokasi pengungsian darurat 3 Pengalaman menghadapi bencana

longsor kondisi fisik, mental dan situasi lingkungan

4 Kesiapan menghadapi bencana Peran penyuluhan, sosialisasi, keaktifan warga dalam pengelolaan bencana

Wawancara mendalam terhadap responden dilakukan secara terintegrasi dengan pembagian kuesioner melalui desain materi wawancara yang terstruktur. Materi wawancara meliputi pertanyaan mengenai pengalaman dan strategi pengelolaan bencana di daerah masing-masing. Analisis faktor akan dilakukan untuk mengevaluasi hasil penelitian secara statistik.

5. KESIMPULAN DAN SARAN

Berdasarkan hasil penelitian awal dapat disimpulkan bahwa human factors toolkit (HFT) dapat

diimplementasikan sebagai salah satu metode pengembangan model manajemen bencana berbasis kepentingan manusia. Detail tahapan yang dilakukan dalam model yang dikembangkan adalah identifikasi

100

major scenario disaste, analisis kesalahan manusia, safety critical analysis, dan penentuan performance influence factors (PIFs).

Studi selanjutnya sebaiknya terfokus pada implementasi keseluruhan model yang dikembangkan untuk mendapatkan data dan hasil yang valid. Perbandingan harapan dan hasil observasi dari perilaku warga perlu dilakukan untuk mendapatkan data yang lebih detail mengenai kewaspadaan warga, peranan lembaga dan organisasi profit/non-profit yang berperan banyak dalam manajemen bencana.

DAFTAR PUSTAKA

Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika (BMKG) Semarang, 2015, Peta Prakiraan Curah Hujan

Bulan Maret 2015 di Jawa Tengah,

http://klimatologi.semarang.jateng.bmkg.go.id/index.php/en/2014-12-22-14-38-13/2014-12-22-14- 47-21/prakiraan-bulanan/186-prakich [Online akses 28.02.2015].

Curnin, S. and Owen, C. 2013. Obtaining information in emergency management: a case study from an Australian emergency operations centre. Int. J. of Human Factors and Ergonomics 2013. Vol.2, No.2/3, pp.131 – 158.

Health and Safety Executive (HSE), 2005, Inspector Toolkit: Human factors in the management of major accident hazards, Human Factors Toolkit, UK Government.

Horberry, T., Xiao, T., Fuller, R and Cliff, D. 2013. The role of human factors and ergonomics in mining emergency management: three case studies. Int. J. of Human Factors and Ergonomics 2013 Vol.2, No.2/3, pp.116 – 130.

Office of the Queensland Parliamentary Counsel, 2003, Disaster Management Act, Queensland.

Purba, J. O., 2014, Pembuatan Peta Zona Rawan Tanah Longsor Di Kota Semarang Dengan Melakukan Pembobotan Parameter, Skripsi Prodi Teknik Geodesi Undip, http://eprints.undip.ac.id/42838/ [Online

akses: 20.02.2015].

Santos, A.L.R, Wauben L., Dewo, P., Goossens and Brezel, H. 2013. Medical emergency dynamics in disaster-prone countries - implications for medical device design. Int. J. of Human Factors and Ergonomics 2013. Vol.2, No.2/3. pp.87 – 115.

Shappel, S.A., dan Wiegmann, D.A., 2000, The Human Factor Analysis and Classification System- HFACS. Final Report. National Technical Information Services, Springfield, Virginia.

Skepton, A. W. dan Hutchinson, J. N., 1969, Stability of natural slopes and embankment foundations, in: Proceedings of the Seventh International Conference on Soil Mechanics and Foundation Engineering, Sociedad Mexicana de Mecana de Suelos, Mexico City, State of the Art Volume, 291-340.

Sriyono, A., 2012. Identifikasi Kawasan Rawan Bencana Longsor Kecamatan Banyubiru, Kabupaten Semarang. Skripsi. Jurusan Geografi, Fakultas Ilmu Sosial, Universitas Negeri Semarang.

101

PENGEMBANGAN STANDAR STRATEGI PERAKITAN PRODUK

Dalam dokumen PROSIDING 2nd ACISE 2015 (Halaman 105-109)