• Tidak ada hasil yang ditemukan

UCAPAN TERIMA KASIH

Dalam dokumen PROSIDING 2nd ACISE 2015 (Halaman 50-53)

DAN MENENGAH DI JAWA BARAT Aviasti, Nugraha, Aswardi Nasution, Reni Amarant

UCAPAN TERIMA KASIH

Ucapan terima kasih disampaikan kepada Dirjen Pendidikan Tinggi yang telah membiayai penelitian ini melalui program Hibah Penelitian Unggulan Perguruan Tinggi, dan LPPM Unisba yang telah memfasilitasi penelitan ini. Perlu diketahui penelitian ini merupakan hasil penelitian tahun pertama dari 3 tahun yang diusulkan.

DAFTAR PUSTAKA

Danny Parawita Lubis (2011), Uji Aktivitas Penolak Nyamuk Dari Minyak Atsiri Daun Tumbuhan Sereh Wangi (Cymbopogon nardus (L.)Rendle) Dalam Sedian Lotion, Skripsi, Fakultas Farmasi Universitas

Sumatera Utara

Djati Waluyo Djoar, Panut Sahari, dan Sugiyono, Studi Morfologi dan Analisis Korelasi Antar Karakter Komponen hasil Tanaman Sereh Wangi (Cymbopogon sp.), Skripsi, Fakultas Pertanian UNS,

Surakarta.

Egi Aguatian, Anny Sulaswaty, Tasrif, Joddy Arya L., dan Indri Badria, Pemisahan Citronellal dari Minyak Sereh Wangi Menggunakan Unit Fraksionasi Skala Bench, Jurnal Tek. Industri Pertanan, Vol.

17(2), hal 45-53.

Inaas Azmi Haidar, (2011), Uji Efektivitas Ekstrak Serai Wangi (Cymbopogon nardus) Sebagai Insektisida Terhadap Nyamuk Aedes Aegypti Dengan Metode Fogging , Tugas Akhir, Fakultas

Kedokteran Universitas Brawijaya.

M. Dzikron dan Aswardi Nasution, (2012), Perbaikan proses produksi dan penerapan teknologi tepat guna bagi Pengrajin Emping Singkong di desa Cijambe, Kab. Sumedang, Laporan Akhir IbM,

Hibah Desentralisasi Dikti, Kemendiknas.

Owi Setyaningsih. Erliza Hambali, dan Muharamia Nasution, Aplikasi Minyak Sereh Wangi (Citronella Oil) dan Geraniol Dalam Pembuatan Skin Lotion Penolak Nyamuk, Jurnal Teknologi Industri

Pertanian, Volume 17 (3), hal. 97-103

Retno Sri Indah L., Djumali M., Ani S., Anas Miftah, dan Meika Syahbana R., (2012), Kajian Finansial Isolasi Citronellal dan Rhodinol Pada Industri Berbasis Senyawa Turunan Minyak Sereh Wangi,

Agrointek Volume 6 Nomor 1, hal. 45-54.

Rohimatun dan I Wayan Laba, (2013), Efektifitas Insektisida Minyak Sereh Wangi dan Cengkeh Terhadap Hama Pengisap Buah Lada (Dasynus Piperis China), Buletin Littro, Volume 24 Nomor 1. Sentosa Ginting, (2004), Pengaruh Lama Penyulingan Terhadap Rendemen Dan Mutu Minyak Atsiri

Daun Sereh Wangi, e-USU Repository

Supriyanto, (2008), Potensi Ekstrak Sereh Wangi (Cymbopogon Nerdus L) Sebagai Anti Streptoccus Mutans, Skripsi, Program Studi Biokimia Fakultas MIPA IPB.

Yuni Eko F, Patar Jonathan S., Mahfud, dan Pantjawarni P., (2013), Pengambilan Minyak Atsiri dari Daun dan Batang Serai Wangi (Cymbopogon Winterianus) Menggunakan Distilasi Uap dan Air dengan Pemanasan Microwave, Jurnal Teknik POMITS, Vol 2 No 1, ISSN 2337-3539 (2301-9271

Print)

__________________, Eksportir minyak sereh wangi dan rantai perdagangan minyak atsiri di Indonesia. http://www.atsiri-indonesia.org/. Dewan Atsiri Indonesia.

43

USAHA PERBAIKAN KUALITAS KAIN (STUDI KASUS: PT ‘X’)

Mira Lestari1, Christina Wirawan2

Jurusan Teknik Industri, Fakultas Teknik, Universitas Kristen Maranatha Jl. Prof. Drg. Suria Sumantri 65, Bandung 40146

Telp. (022) 2012186 E-mail: meicylia@yahoo.com

ABSTRAK

Kondisi perekonomian di Indonesia dan ketatnya persaingan pada sector industri saat ini saat mendesak perusahaan-perusahaan untuk mengupayakan peningkatan produktivitas dan efisiensi agar dapat memenangkan persaingan. Salah satu cara untuk meningkatkan produktivitas dan efisiensi adalah

dengan mengurangi cacat pada produk. PT ‘X’ adalah perusahaan yang bergerak di bidang tekstil berlokasi di daerah Cimahi. PT ‘X’ berupaya untuk mengurangi cacat produk dalam rangka

memenangkan persaingan. Salah satu hasil produksi dari PT ‘X’ dengan volume terbesar dan persentase cacat terbesar adalah kain jenis A, dengan cacat rata-rata sebanyak 14%. Oleh karena itu, PT ‘X’ perlu melakukan upaya untuk menurunkan persentase cacat. Pada penelitian ini dipergunakan metode DMAIC (Define, Measure, Analyze, Improvement, Control). Pada tahap Define dilakukan penentuan jenis cacat pada kain jenis A. Tahap Measure dilakukan stratifikasi dan pembobotan dengan diagram pareto untuk mengetahui jenis cacat utama. Ditemukan 4 jenis cacat yang menghasilkan cacat sebesar 79,91% yaitu cacat Piece kecil, cacat Stain, cacat Jarum Ke Tengah, cacat Benang Kecabut. Tahap Analysis disusun FTA (Fault Tree Analysis) untuk mengetahui akar-akar penyebab kegagalan, dan tahap Improvement dibuat FMEA (Failure Mode and Effect Analysis) untuk mencari tindakan perbaikan dari mode kegagalan potensial. Tahap Control untuk mengendalikan performansi proses. Hasil penelitian yang didapat berupa usulan-usulan untuk perbaikan kualitas.

Kata Kunci: kualitas, DMAIC, FTA, FMEA

1. PENDAHULUAN

Seiring dengan berkembangnya dunia industri, persaingan semakin ketat antar perusahaan yang menjual produk baik berupa barang maupun jasa menjadikan perusahaan harus memiliki daya saing tinggi. Salah satu faktor yang dapat meningkatkan daya saing perusahaan adalah kualitas. Kualitas produk yang tinggi membuat produk lebih disukai oleh konsumen sehingga dapat menarik konsumen baru dan meningkatkan loyalitas konsumen. Kualitas produk yang baik juga dapat menghemat biaya produksi karena turunnya biaya kualitas. Dengan demikian, daya saing akan meningkat dan profit dapat ditingkatkan. Dengan kondisi ini, maka perusahaan yang ingin meningkatkan daya saingnya dapat dengan cara meningkatkan kualitas produk.

Salah satu alat yang dapat dipergunakan untuk meningkatkan kualitas produk melalui perbaikan proses adalah metoda DMAIC (Define, Measure, Analyze, Improvement, Control) yang diperkenalkan

pada saat Motorola menyusun six sigma quality. Metoda ini dapat membantu perusahaan untuk

memperbaiki kualitas.

PT ‘X’ adalah perusahaan yang memproduksi tekstil berlokasi di sekitar Bandung. PT ‘X’ memproduksi tekstil baik untuk domestik maupun ekspor ke Perancis, Turki, Arab Saudi, dll. Saat ini perusahaan tekstil juga mengalami persaingan yang cukup ketat baik dengan perusahaan di Indonesia maupun dengan perusahaan di luar negeri, terutama China, sehingga sedapat mungkin harus dapat meningkatkan kualitas dan menurunkan biaya produksi.

Masalah yang dihadapi oleh perusahaan saat ini adalah terjadinya cacat produk yang cukup tinggi, lebih tinggi dari toleransi yang ditentukan. Kain jenis A adalah kain yang paling banyak diproduksi oleh PT ‘X’, sekaligus memiliki persentase cacat yang paling tinggi. Persentase rata-rata cacat yang terjadi pada kain jenis A adalah berkisar 14%. Hal ini merugikan baik untuk pihak konsumen maupun pihak perusahaan. Dari pihak konsumen, kerugian karena mendapatkan produk yang tidak sesuai dengan harapan, dan akan berdampak pada kepuasan dan kepercayaan konsumen terhadap hasil produksi perusahaan. Untuk konsumen luar negeri (ekspor), produk dengan cacat banyak juga akan mengakibatkan dikenakannya denda sebagai penalty dan downgrading. Bagi pihak perusahaan, kerugian terjadi karena dengan banyak cacat produk, maka dibutuhkan tambahan biaya kualitas, atau produk dijual dengan harga yang lebih murah sehingga mengurangi profit perusahaan.

44 Penelitian ini akan mencoba untuk menerapkan metoda DMAIC untuk meningkatkan kualitas

produk sehingga dapat diberikan usulan-usulan bagi perusahaan. 2. TINJAUAN PUSTAKA

Kualitas adalah kesesuaian sifat dan karakteristik dari produk atau jasa yang menunjukkan kemampuan untuk memenuhi kebutuhan yang ditetapkan (Besterfield, 1994). Kualitas menjadi salah satu alat yang dipergunakan untuk meningkatkan daya saing perusahaan, melalui peningkatan kepuasan konsumen dan penurunan biaya kualitas.

Dengan ketatnya persaiangan antar perusahaan pada masa sekarang ini, mengakibatkan kualitas sebagai salah satu daya saing perusahaan menjadi sorotan pada dunia industri. Perusahaan perlu memperhatikan, memikirkan dan menerapkan hal-hal yang dapat meningkatkan kualitas produk. Dalam usaha meningkatkan kualitas ini, sudah banyak ahli yang menghasilkan berbagai teori, metodologi, filosofi tentang kualitas dan alat-alat pengendalian kualitas.

Salah satu filosofi berkaitan dengan kualitas yang sangat terkenal adalah pengendalian mutu terpadu atau total quality management (TQM) yang mulanya diperkenalkan oleh Edward Deming. TQM

sangat bermanfaat dan menjadikan industri di negara Jepang menjadi industri yang kuat dan berdaya saing tinggi. Dalam perjalanannya, banyak perusahaan yang ingin menerapkan TQM karena hasilnya

yang luar biasa, tetapi terkendala dengan berbagai hal, misalnya kondisi dan budaya organisasi, yang menyebabkan penerapan TQM menjadi sulit bahkan tidak mungkin dilaksanakan.

Karena itulah pada tahun 1995 Motorola dan General Electric (GE) memperkenalkan dan menerapkan Six Sigma Quality. Six sigma adalah metodologi yang memberikan perusahaan alat-alat untuk memperbaiki kapabilitas proses bisnis. (Yang & El-Haik, 2009). Menurut (Yang & El-Haik, 2009) nama Six Sigma diambil dari terminologi statistik : sigma berarti standar deviasi, untuk distribusi normal,

probabilitas jatuh pada rentang +- 6 sigma rata-rata 0.9999966. Dalam proses produsi, standar six sigma

berarti tingkat cacat proses 3.4 cacat persejuta unit. Jadi six sigma menunjukan tingkat konsistensi tinggi dan variasi yang sangat rendah. Six sigma tidak hanya dipergunakan untuk perbaikan kualitas produk, tetapi juga pada samua aspek operasi dengan memperbaiki proses kunci (Yang & El-Haik, 2009).

Dalam memperbaiki proses, ada 5 tahap yang dikemukakan dalam six sigma atau yang dikenal

dengan DMAIC, Define (Mendefinisikan), Measure (Mengukur), Analyze (Menganalisis), Improvement

(Memperbaiki), dan Control (Mengendalikan). Menurut Gazperz, 2002 :

a) Define

Tahap Define merupakan langkah operasional pertama dalam program peningkatan kualitas Six Sigma. Dalam tahap Define perlu dilakukan :

 Identifikasi proyek yang potensial.

 Identifikasi peran dan tanggung jawab dari orang-orang yang akan terlibat dalam proyek Six Sigma.

 Identifikasi kebutuhan pelatihan untuk orang-orang yang terlibat dalam proyek Six Sigma.

 Identifikasi proses-proses kunci dalam proyek Six Sigma beserta pelanggannya.

 Identifikasi kebutuhan spesifik dari pelanggan yang kemudian dikembangkan menjadi Critical To Quality (CTQ).

 Pernyataan tujuan dari proyek Six Sigma.

b) Measure

Measure merupakan langkah operasional kedua dalam program peningkatan kualitas Six Sigma.

Terdapat tiga hal pokok yang harus dilakukan dalam tahap Measure (M), yaitu :

 Memilih atau menentukan karakteristik kualitas (CTQ) kunci yang berhubungan langsung dengan kebutuhan spesifik dari pelanggan.

 Mengembangkan suatu rencana pengumpulan data melalui pengukuran yang dapat dilakukan pada tingkat proses, output, dan/atau outcome.

 Mengukur kinerja sekarang (current performance)pada tingkat proses, output, dan/atau outcome

untuk ditetapkan sebagai baseline kinerja (performance baseline) pada awal proyek Six Sigma.

c) Analyze

Merupakan langkah operasional ketiga dalam program peningkatan kualitas Six Sigma. Pada tahap ini perlu melakukan beberapa hal sebagai berikut :

 Menentukan stabilitas (stability) dan kapabilitas/kemampuan (capability) dari proses.

 Menetapkan target-target kinerja dari karakteristik kualitas atau Critical To Quality (CTQ) kunci

yang akan ditingkatkan dalam proyek Six Sigma.

 Mengidentifikasi sumber-sumber dan akar penyebab kecacatan atau kegagalan.

45 d) Improvement

Setelah sumber-sumber dan akar penyebab permasalahan kualitas teridentifikasi, maka perlu dilakukan penetapan rencana tindakan (action plan) untuk melaksanakan peningkatan kualitas six sigma

yaitu dengan toolsFailure Mode and Effect Analysis (FMEA) yaitu mendeskripsikan tentang alokasi

sumber-sumber daya serta prioritas atau alternatif dalam implementasi dari rencana itu. e) Control

Merupakan tahap operasional terakhir dalam proyek peningkatan kualitas six sigma. Pada tahap ini

prosedur-prosedur serta hasil-hasil peningkatan kualitas didokumentasikan untuk dijadikan pedoman kerja standar guna mencegah masalah yang sama atau praktek-praktek lama terulang kembali, kemudian kepemilikan atau tanggung jawab dari tim Six Sigma kepada penanggung jawab proses, dan ini berarti

proyek six sigma berakhir pada tahap ini.

3. METODOLOGI PENELITIAN

Metodologi penelitian ini terdiri dari bagian-bagian kegiatan yang dilakukan mulai dari tahap awal penelitian sampai dengan tahap akhir penelitian. Langkah-langkah penelitian yang akan dilakukan dapat dilihat pada gambar 1.

Penelitian ini menggunakan metode DMAIC. Pada tahap Define dilakukan penentuan cacat yang

berpengaruh pada kualitas atau yang sering disebut Critical to Quality (CTQ). Pada tahap Measure dibuat

analisis stratifikasi untuk menentukan kategori masing-masing cacat atau CTQ, diagram pareto untuk

menentukan prioritas cacat yang perlu ditangani, peta kendali untuk mengetahui kondisi proses dan tingkat kualitas saat ini,. Pada tahap Analyze, dibuat Fault Tree Analysis (FTA) untuk menelusuri akar

penyebab masalah dan Failure Mode Effect Analysis (FMEA) untuk mencari prioritas tindakan yang perlu

dilakukan dan tindakan rekomendasi. Pada tahap Improvement dilakukan rencana dengan dasar 5W + 1H (Why, What, Where, When, Who + How) dan tahap Control, dilakukan pengamatan dan pengendalian terhadap proses yang telah diperbaiki oleh metode sebelumnya. Tahap improvement dan control

diserahkan kepada perusahaan untuk melaksanakannya.

MULAI

Dalam dokumen PROSIDING 2nd ACISE 2015 (Halaman 50-53)