• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA"

Copied!
15
0
0

Teks penuh

(1)

5

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Kelapa Sawit

Kelapa sawit (Elaeis guinensis Jacq) merupakan salah satu dari beberapa tanaman golongan palm yang dapat menghasilkan minyak. Tanaman kelapa sawit ialah tanaman perkebunan yang mempunyai peranan penting dalam menghasilkan minyak makan, minyak industri dan bahan bakar nabati atau biodiesel dalam bidang pertanian (Kiswanto dkk, 2008).

Kelapa sawit terdiri dari tiga macam tipe atau varietas, yaitu tipe Dura, Tenera, dan Psifera. Buah kelapa sawit menghasilkan dua jenis minyak.

Minyak yang berasal dari daging buah (mesokrap) berwarna merah dikenal sebagai minyak kelapa sawit kasar atau Crude Palm Oil (CPO) sedangkan minyak yang berasal dari inti kelapa sawit, tidak berwarna dikenal sebagai minyak inti kelapa sawit atau Palm Kernel Oil (PKO ; Ketaren, 2008).

Menurut Wahyuni, 2007 Klasifikasi tanaman kelapa sawit sebagai berikut :

Divisi :Spermatophyta

Subdivisi : Angiospermae

Kelas : Monocotyledonae

Ordo : Palmales

Famili : Palmae

Sub family : Cocoideae

Genus : Elaeis

Spesies : Elaeis guinensis Jacq

(2)

6 2.2 Kesesuaian Lahan Kelapa Sawit

Kesesuaian lahan adalah tingkat kecocokan sebidang lahan untuk penggunaan tertentu. Kesesuaian lahan tersebut dapat dinilai untuk kondisi saat ini (kesesuaian lahan aktual) atau setelah diadakan perbaikan (kesesuaian lahan potensial). Kesesuaian lahan aktual adalah kesesuaian lahan berdasarkan data sifat biofisik tanah atau sumber daya lahan sebelum lahan tersebut diberikan masukan-masukan yang diperlukan untuk mengatasi kendala. Data biofisik tersebut berupa karakteristik tanah dan iklim yang berhubungan dengan persyaratan tumbuh tanaman yang dievaluasi. Lahan yang dievaluasi dapat berupa hutan konversi, lahan terlantar atau tidak produktif, atau lahan pertanian yang tidak produktivitasnya kurang memuaskan tapi masih memungkinkan untuk dapat ditingkatkan bila komoditasnya diganti dengan tanaman yang lebih sesuai. Areal yang tersedia untuk pengembangan kelapa sawit tersebut umumnya adalah tanah marginal, memiliki kesuburan fisik dan kimia yang rendah, bahkan perluasan areal penamaan kelapa sawit juga dilakukan pada ketinggian tempat lebih dari 600 meter di atas permukaan laut (m dpl) (Anonim, 2007).

Struktur klasifikasi kesesuaian lahan menurut kerangka FAO (1976) dapat dibedakan menurut tingkatannya, yaitu tingkat Ordo, Kelas, Subkelas dan Unit. Ordo adalah keadaan kesesuaian lahan secara global. Pada tingkat ordo kesesuaian lahan dibedakan antara lain :

(3)

7

Tabel 2.2 Kesesuaian Lahan pada Penanaman Kelapa Sawit

Kelas S1 (Sangat Sesuai) Lahan tidak mempunyai faktor pembatas yang berarti atau nyata terhadap penggunaan secara berkelanjutan, atau faktor pembatas bersifat minor dan tidak akan berpengaruh terhadap produktivitas lahan secara nyata.

Kelas S2 (Cukup Sesuai) Lahan mempunyai faktor pembatas, dan factor pembatas ini akan berpengaruh terhadap produktivitasnya, memerlukan tambahan masukan (input). Pembatas tersebut biasanya dapat diatasi oleh petani sendiri.

Kelas S3 (Sesuai Marginal) Lahan mempunyai faktor pembatas yang berat, dan factor pembatas ini akan sangat berpengaruh terhadap produktivitasnya, memerlukan tambahan masukan yang lebih banyak daripada lahan yang tergolong S2.

Untuk mengatasi faktor pembatas pada S3 memerlukan modal tinggi, sehingga perlu adanya bantuan atau campur tangan (intervensi) pemerintah atau pihak swasta.

Kelas N (Tidak sesuai) karena mempunyai faktor pembatas yang sangat berat atau sulit diatasi.

Sumber: Balai Penelitian Tanah dan World Agroforestry Centre, 2007

Berikut adalah tabel lingkungan tumbuh kelapa sawit berdasarkan kesesuaian lahan S1, S2, S3 dan N.

(4)

8

Tabel 2.2 Lingkungan Tumbuh Kelapa Sawit Berdasarkan Kesesuaian Lahan.

No Deskripsi S1 S2 S3 N1

1 Letak dan tinggi tempat

0-400 0-400 0-400 0-400

2 Bentuk Wilayah:

Topografi Datar berombak

Bergelomba ng

Berbukit Curam

Lereng 0-15 16-25 25-26 >curam

Penggenangan Tidak ada Tidak ada Tidak ada Sedikit

Drainase Baik Sedang Agak

terhambat

Terhamba t

3 Tanah :

Kedalaman/solum >80 cm 80 cm 60-80 cm <60 cm Bahan organic 5-10 cm 5-10 5-10 cm <5 cm

Tekstur Lempung,

lempliat

Liat berpasir liat

Pasir, debu berlempung

Liat berat, berpasir

Batuan <3 3-15 15-40 <40 dam

>40

Penghambat% >80 60-80 50-60 40-50

Kedalaman air tanah

5-6 4,5-5 4-4,5 <3 dan >7

pH 4 Iklim :

Curah hujan 2000-2500 1800-2000 1500-1800 <1500

Deficit air 0-150 150-250 250-400 >400

Temperature (°) 22-26 22-26 22-26 22-26

Penyiraman (jam) 6 6 6 <6

Kelembaban 80 80 80 80

Angina Sedang Sedang Sedang Kencang

Bulan kering 0 0-2 2-3 3

Menurut Santoso dkk, (2006) Letak geografis areal lahan Kebun Marjandi 2°53.344 - 2°56.594 Lintang Utara (LU), 98°54.543 - 98°57.745 Bujur Timur (BT), dan Ketinggian 700 - 867 m dpl. Adapun luas areal Kebun Marjandi adalah :

(5)

9

Tabel 2.2 Luas Areal Berdasarkan Ketinggian (mdpl) Kebun

Luas (ha) berdasarkan ketinggian m dpl Total Luas 700 - 750 750 – 800 800 – 850 850 - 900

Marjandi 850,82 648,02 275,41 16,20 1.490,45 (Santoso, dkk 2006)

Bentuk wilayah (tofografi) daerah Marjandi mempunyai bentuk wilayah berombak - bergelombang (8-15%).

Tanah yang berkembang di areal kebun Marjandi secara umum adalah Andic Kandiudults yaitu tekstur lempung liat berpasir, strukrur tanah remah, drainase sedang, kandungan batuan < 3%, kedalaman efektif tanah > 100 cm, pH 4.5-5.4 .

Pada Penelitian ini dilakukan di Kebun Marjandi dengan ketinggian tempat 700 – 867 m dpl dan masuk kedalam kategori standar kelas lahan S2 (cukup sesuai).

Berdasarkan data curah hujan dan hari hujan selama periode tahun 1994- 2003, rata-rata curah hujan dan hari hujan, defisit air dan pengelompokan iklim menurut Scmidth dan Ferguson untuk Marjandi adalah :

Tabel 2.2 Kondisi Iklim

Kebun CH (mm/thn) HH Defisit air (mm/thn)

Marjandi 2488 150 11

(Santoso dkk, 2006)

(6)

10

2.3 Tingkat Kematangan Tandan Buah Segar dan Mutu Panen

Memanen kelapa sawit merupakan salah satu kegiatan yang penting pada pengelolaan tanaman kelapa sawit, keberhasilan panen akan menunjang pencapaian produktivitas optimal, sebaliknya kegagalan panen akan menghambatnya. Panen memerlukan teknik tertentu agar mendapatkan hasil panen yang berkualitas (Madya, 2014).

Komposisi fraksi tandan yang biasanya ditentukan di pabrik sangat dipengaruhi oleh perlakuan sejak awal panen. Faktor penting yang cukup berpengaruh adalah kematangan buah dan tingkat kecepatan pengangkutan buah ke pabrik. Dalam hal ini, pengetahuan mengenai derajat kematangan buah mempunyai arti penting sebab jumlah dan mutu minyak yang akan diperoleh sangat ditentukan oleh faktor ini. Penentuan saat panen sangat mempengaruhi kandungan mutu minyak sawit yang dihasilkan. Apabila pemanen buah dilakukan dalam kedaan lewat matang, maka mutu yang dihasilkan akan jelek.

Mutu dari TBS kelapa sawit ini akan sangat mempengaruhi mutu minyak sawit dan mutu minyak inti sawit. Produk TBS yang baik nantinya sangat mempengaruhi rendemen, nilai DOBI dan kandungan β-karoten, diantaranya varietas tanaman, pameliharaan tanaman, mutu dan tata cara panen TBS, pengangkutan dilapangan serta proses pengolahan di pabrik (Haryani, 2011).

Penentuan kriteria matang panen sangat penting bagi mutu produk akhir karena terkait dengan tingkat kematangan buah. Kandungan minyak maksimal dengan mutu yang baik hanya akan terjadi pada saat buah benar- benar dalam keadaan matang. Penentuan kriteria matang panen yang berbeda akan menghasilkan mutu buah yang berbeda pula. Panen sebaiknya dilakukan pada saat buah berumur 15 - 17 minggu karena selain sudah menurunnya kadar lemak, juga tidak terjadi peningkatan asam lemak bebas (Seto, 2001).

(7)

11

Berdasarkan hal tersebut, ada beberapa tingkatan atau fraksi dari tandan buah segar (TBS) yang dipanen. Fraksi-fraksi TBS tersebut sangat mempengaruhi mutu panen, termasuk kualitas mutu minyak sawit yang dihasilkan. Dikenal ada lima fraksi TBS. Berdasarkan fraksi TBS tersebut, derajat kematangan yang baik adalah jika tandan-tandan yang dipanen berada pada fraksi 1 (satu), fraksi 2 (dua) dan fraksi 3 (tiga). (Hartono, 2007).

Tabel 2.3 Tingkat Fraksi Tandan Buah Segar (TBS)

Fraksi Jumlah Brondolan Tingkat Kematangan

00 Tidak ada, buah berwarna hitam Sangat mentah

0 1-12,5% buah luar membrondol Mentah

1 12,5-25% buah luar membrondol Kurang matang 2 25 – 50% buah luar membrondol Matang I 3 50 – 75% buah luar membrondol Matang II 4 75 – 100% buah luar membrondol Lewat matang I 5 Buah dalam juga membrondol, ada buah

yang busuk

Lewat matang II

(Sumber : Fauzi, 2008)

2.4 Minyak Sawit Mentah

Proses pengolahan buah sawit menjadi minyak sawit mentah dimulai pada stasiun penerimaan tandan buah segar (TBS) dengan proses pemilihan bahan baku berdasarkan tingkat kematangan buah sawit sesuai standar pabrik kelapa sawit (PKS) kemudian TBS mengalami proses sterilisasi yang bertujuan untuk menonaktifkan enzim lipase yang terdapat pada buah sawit, memudahkan pelepasan brondolan dari tandan, melunakkan buah untuk memudahkan proses pelumatan di digester dan prakondisi untuk biji agar tidak mudah pecah selama proses pengepressan dan pemecahan biji (Anonim.

2008).

(8)

12

Proses sterilisasi buah sawit di stasiun sterilizer menggunakan tekanan 3 kg/cm² selama 30 menit dengan temperatur 110 - 130°C. TBS yang telah direbus lalu dipisahkan dari tandannya melalui proses pembantingan di mesin thresher dan kemudian ekstraksi minyak sawit berlangsung melalui proses pengempaan menggunakan mesin screw press. Proses pemurnian di stasiun pemurnian merupakan stasiun terakhir untuk pengolahan minyak sawit yang bertujuan untuk memisahkan fase minyak dengan fase non-minyak. Minyak sawit yang diperoleh dari stasiun klarifikasi dipompakan ke stasiun pengeringan dengan sistem vakum di mesin vaccum dryer, dimana minyak sawit mentah mengalami pengurangan kadar air hingga 0.02 % dan setelah itu siap dipompakan ke tangki penyimpanan (Ketaren, 2008).

Pada dasarnya ada dua macam hasil olahan utama pengolahan TBS di pabrik, yaitu minyak sawit yang merupakan hasil pengolahan daging buah dan minyak inti sawit yang dihasilkan dari ekstraksi inti sawit (Satyawibawa dan Widyastuti, 2000).

Minyak sawit mentah yang dihasilkan dari ekstraksi daging buah kelapa sawit berwarna jingga kemerah-merahan. Warna ini disebabkan oleh adanya pigmen karoten dalam minyak (Ketaren, 2012). Komponen utama minyak sawit adalah trigliserida dengan sebagian kecil digliserida dan monogliserida.

Minyak sawit mentah berbentuk semi padat pada suhu kamar. Hal ini karena minyak sawit mengandung sejumlah besar asam lemak tidak jenuh dengan atom karbon lebih dari C8. Komposisi asam lemak pada minyak sawit mentah kelapa sawit dapat dilihat pada tabel 2.4.

(9)

13

Tabel 2.4. Komposisi Asam Lemak pada Minyak Kelapa Sawit Jenis asam Lemak Minyak Sawit Olein Stearin

Kaprat - - -

Laurat - - -

Miristat 1,18 1,02 1,18

Palmitat 56,84 41,84 56,84

Stearat 3,61 3,31 3,61

Oleat 30,36 42,08 30,36

Linoleat 7,99 11,75 7,99

Sumber : PPKS (1999)

2.5 Komposisi Minyak Kelapa Sawit

Kelapa sawit mengandung kadar minyak dalam perikarp sekitar 34-40%.

Minyak kelapa sawit adalah lemak semi padat yang mempunyai komposisi tetap. Kandungan karoten dapat mencapai 1000 ppm atau lebih, tetapi minyak dari jenis Tenera terkandung lebih kurang 500 - 700 ppm β-karoten dan dengan kandungan tokoferol bervariasi dan dipengaruhi oleh penanganan selama produksi (Ketaren, 2008).

Standar mutu minyak sawit untuk kategori special prime bleach dan ordinary dapat dilihat pada Tabel 2.5.

(10)

14

Tabel 2.5 Standar Mutu Special Prime Bleach (SPB) dan Biasa (ordinary)

Kandungan SPB Biasa/Normal

Asam Lemak Bebas (%) 1-2 3-5

Kadar Air 0,1 0,1

Pengotor 0,002 0,01

Besi (ppm) 10 10

Tembaga 0,5 0,2

Bilangan Iodium 53 ± 1,5 45 – 56

Karoten (ppm) ± 500 500 – 700

Tokoferol (ppm) ± 800 400 – 700

Sumber : Ketaren (2008)

2.6 Kandungan β-Karoten

Dalam industri minyak kelapa sawit, warna merupakan parameter utama dalam penentuan kualitas minyak dan digunakan sebagai dasar dalam penentuan apakah minyak tersebut diterima atau tidak dalam dunia perdagangan. Semakin gelap warna minyak sawit mentah maka akan semakin mahal biaya yang dibutuhkan dalam proses pemurnian, selain itu warna gelap juga menandakan kualitas minyak yang rendah (Kun-She Low, 1998 ).

Kualitas minyak sawit ditentukan oleh tingkat kemurnian minyak sawit.

Warna minyak ditentukan adanya pigmen yang masih terdapat dalam minyak.

Kandungan α-tokoferol, karoten total dan β-karoten pada minyak sawit merah tinggi yaitu masing-masing 427 ppm, 732 ppm dan 568 ppm (Jatmika dan Guritno, 1997). Beberapa peneliti lain melaporkan bahwa kandungan β- karoten minyak sawit berkisar antara 440 sampai dengan 613 ppm (Nagendan dkk, 2000).

(11)

15

Karoten merupakan zat warna alamiah dalam minyak kelapa sawit yang ikut terekstraksi bersama minyak pada saat proses ekstraksi. Setiap satu ton minyak mengandung kurang lebih 240 garam karoten. Berdasarkan hasil penelitian, karoten dapat dimanfaatkan sebagai obat kanker paru - paru dan payudara. Selain sebagai obat anti kanker, karoten juga merupakan sumber vitamin A yang cukup potensial. Zat warna tersebut terdiri dari:

1. Zat Warna Alamiah

Zat warna alamiah adalah golongan zat warna yang terdapat didalam kelapa sawit dan ikut terekstraksi bersama minyak pada proses ekstraksi.

Zat warna tersebut antara lain α-karoten, β-karoten, γ-karoten, xantofil dan antosianin.

Zat warna tersebut menyebabkan minyak berwarna kuning, kuning kecoklatan, kehijau-hijauan, dan kemerah-merahan. Pigmen berwarna kuning disebabkan oleh karoten yang larut dalam minyak. Karoten merupakan persenyawaaan Hidrokarbon tidak jenuh, dan jika minyak dipanaskan maka sebagian karotenoid akan mengalami kerusakan (Naibaho, 1998). Adanya karotenoid menyebabkan warna kuning kemerahan. Bila minyak dihidrogenasi maka akan terjadi hidrogenasi karotenoid dan warna merah akan berkurang. Selain itu, perlakuan pemanasan juga akan mengurangi warna pigmen karena karotenoid tidak stabil pda suhu tinggi. Pigmen ini mudah teroksidasi sehingga minyak mudah tengik. Cara menghilangkan pigmen ini biasanya dilakukan absorben seperti arang aktif dan bleaching earth (Van Olphen 1963).

Kenaikan temperatur dan lama pemanasan pada minyak sawit akan menyebabkan peningkatan kadar karotenoid hasil reaksi. Hal tersebut karena peningkatan dan lama pemanasan menyebkan laju ekstraksi semakin tinggi.

Kondisi maksimum untuk ekstraksi suatu produk terjadi pada waktu dan temperature tertentu. Setelah mencapai kondisi maksimum apabila

(12)

16

pemanasan dilanjutkan maka akan terjadi dekomposisi pigmen karotenoid sehingga kadar karotenoid semakin turun (Rodriguez, 2001).

Berkurangnya kandungan β-karoten selama pemanasan dilaporkan oleh beberapa peneliti lain. Kandungan β-karoten tidak signifikan berkurang pada pemanasan minyak sawit pada temperatur <100°C selama 120 menit tetapi kandungan β-karoten pada minyak sawit merah berkurang 59% pada pemanasan 200°C (Alyas dkk, 2006). Struktur betakaroten dapat dilihat pada gambar 2.6.

Gambar 2.6 Struktur kimia β-karoten (Kusumaningtyas and Limantara, 2009)

2.7 Hubungan Umur Panen dengan β-karoten Minyak Sawit

Kandungan β-karoten pada minyak sawit mentah dari buah mentah secara signifikan lebih rendah dari buah matang atau buah lewat matang, kecuali yang ditemukan pada buah dari varitas D x P La Me yang perbedaan kandungan β-karoten menunjukkan tidak signifikan pada tingkat kematangan buah sawit yang berbeda (Siahaan dkk, 2006).

Jumlah dan jenis pigmen pada buah kelapa sawit dihubungkan dengan tingkat kematangannya. Dua jenis pigmen alami yang terdapat pada minyak sawit mentah adalah karotenoid dan klorofil. Minyak sawit yang berasal dari buah muda mengandung lebih banyak klorofil dan lebih sedikit karotenoid dibandingkan dengan minyak yang berasal dari buah dewasa atau buah matang.

(13)

17

Proses pematangan buah dapat terajadi dimulai dari buah sawit mengalami beberapa perubahan kimia dan fisik. Perubahan kimia yang terjadi adalah perubahan karbohidrat menjadi gula, yang ditandai dengan rasa manis pada inti sawit dan daging buah, serta perombakan hemiselulosa menjadi sakarida sederhana. Hal ini dapat dilihat bahwa ikatan antar serat berkurang pada tekstur yang lunak. Perubahan warna terjadi dari hitam kehijauan menjadi hijau kekuningan, kemudian berubah lebih lanjut menjadi orange/merah jingga, serta fisik buah berubah yaitu mengkilat berubah menjadi suram.

Setelah terjadi proses perombakan trigliserida menjadi asam lemak bebas dan gliserol, maka buah mulai memberondol. Proses ini akan lebih cepat terjadi jika buah sawit terkena sinar matahari dan hujan (Naibaho, 1998).

Pematangan komponen mayor dan minor yang ada dalam buah juga meningkat, sehingga mempengaruhi kadar betakaroten dan tokol. Pada proses pematangan buah, terjadi pembentukan komponen buah. Pada saat terjadinya proses pembentukan minyak, yaitu trigliserida dengan asam lemak tidak jenuh, tanaman membentuk karoten untuk melindunginya dari proses oksidasi. Perubahan warna daging buah sawit menjadi kuning kehijauan setelah tiga bulan menunjukkan bahwa minyak telah terbentuk yaitu terbentuknya karoten. Selain itu perubahan warna buah dari hijau menjadi kuning karena hilangnya kandungan klorofil dalam buah diganti oleh terbentuknya karotenoid dan akan bertambah seiring dengan masaknya buah (Anonim, 2008).

(14)

18

Tabel 2.7 Kandungan β-karoten (ppm) dari Minyak Sawit Mentah yang Berasal dari Varitas dan Tingkat Kematangan Buah yang Berbeda.

Varitas/Fraksi Fraksi 0 (Mentah)

Fraksi 2 (Matang)

Fraksi 4 (Lewat Matang)

D x P Avros 240 393 311

D x P Simalungun 320 459 350

D x P Bah Jambi 433 683 731

D x P La Me 681 752 717

D x P Sei Pancur 2 529 860 840

D x P Yangambi 548 950 1007

D x P Sei Pancur 1 857 1368 1262

Sumber : Siahaan, dkk.2006.

2.8 Kandungan Betakaroten pada Minyak Sawit Mentah yang Berasal dari Elevasi Tinggi dan Elevasi Rendah

Peningkatan tinggi tempat menyebabkan perubahan produktivitas tandan buah segar (TBS) pertanaman kelapa sawit. Terdapat hubungan regresi kuadratik antara tinggi tempat dengan produktivitas tanaman kelapa sawit.

Hal ini disebabkan oleh intensitas radiasi matahari yang lebih tinggi di dataran rendah mengakibatkan laju akumulasi bahan kering ke dalam tandan buah segar juga lebih kuat jika dibandingkan dengan di dataran tinggi. Laju akumulasi bahan kering yang tinggi menstimulasi sintesis minyak di dalam TBS karena minyak pada hakekatnya berasal dari bahan kering hasil fotosintesis. Oleh karena itu, TBS yang dihasilkan di dataran rendah memiliki rendemen minyak yang jauh lebih tinggi jika dibandingkan dengan TBS yang dihasilkan di dataran tinggi.

(15)

19

Hasil penelitian Nuryani et al. (2005) pada tanaman nilam menunjukkan bahwa tanaman nilam yang ditanam pada dataran rendah akan menghasilkan kadar minyak yang lebih tinggi, sebaliknya pada dataran tinggi akan menghasilkan kadar minyak yang rendah dan kadar alkohol yang tinggi.

Corley et al. (1976) menyampaikan bahwa kelapa sawit jenis tenera mampu menghasilkan rendemen minyak sampai dengan 28%.

Kandungan karoten dipengaruhi secara nyata oleh faktor tinggi tempat.

Kandungan karoten dalam TBS semakin menurun sejalan dengan kenaikan tinggi tempat penanaman kelapa sawit. Menurut Syahputra et al. (2008), karoten memiliki sifat relatif kurang stabil, sehingga dapat mengalami degradasi akibat pengaruh lingkungan terutama suhu rendah. Itu sebabnya pada kelapa sawit di dataran tinggi menghasilkan minyak dengan kandungan karoten yang lebih rendah bila dibandingkan dengan kelapa sawit di dataran rendah. Kandungan karoten dibeberapa ketinggian tempat dapat dilihat pada table 2.8.

Tabel 2.8 Produktivitas, Rendemen dan Karoten Minyak Sawit Mentah Berdasarkan Elevasi Tempat

Ketinggian tempat (m dpl)

Produktivitas (ton TBS/ha/tahun)

Indeks Panen

Rendemen Minyak (%)

Karoten (ppm)

50 27,8 a 0,34 ab 25,9 a 563,8 a

368 28,5 a 0,39 a 25,7 a 590,8 a

693 20,4 b 0,27 bc 24,3 b 505,4 ab

865 16,6 b 0,23 c 23,5 b 447,8 b

KK (%) 9,3 15,5 2,7 9,9

Keterangan : angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada kolom yang sama tidak berbeda nyata pada uji beda nyata terkecil taraf 5% (Listia, dkk. 2015).

Referensi

Dokumen terkait

Diawali dengan sumber bahan baku, yaitu tandan buah segar (TBS) dari berbagai sumber, proses pengolahan menjadi minyak kasar (CPO) hingga proses lanjut

Di dalam proses produksi pada Pabrik Kelapa Sawit (PKS) Unit Usaha Adolina, bahan baku yang digunakan adalah tandan buah segar (TBS) kelapa sawit yang diperolah

rhinoceros umumnya menyerang tanaman kelapa sawit muda dan dapat menurunkan produksi tandan buah segar (TBS) pada tahun pertama.. menghasilkan

Perkebunan Nusantara IV Kebun Sawit Langkat adalah dengan mengelola hasil kebun sawit tersebut dengan kapasitas TBS (Tandan Buah Segar) dan pabrik tersebut mengelola bahan mentah

Tandan Buah Segar Kelapa Sawit yang selanjutnya disingkat TBS, adalah tandan buah segar kelapa sawit yang dihasilkan oleh Pekebun mitra yang diterima Pabrik Kelapa Sawit

Fungsi dari stasiun penerimaan adalah untuk menimbang semua Tandan Buah Segar (selanjutnya disebut TBS) yang diterima oleh pabrik, dan menimbang seluruh hasil

Proses pengolahan tandan buah segar kelapa sawit untuk dijadikan minyak sawit dan inti sawit merupakan masalah yang cukup rumit , sehingga perlu dapat penanganan khusus

Pabrik kelapa sawit PKS mengelola buah sawit menjadi produk minyak kelapa sawit Crude Palm Oil: CPO dan Inti sawit Palm Kernel.. Proses pengolahan Tandan Buah Sawit TBS berlangsung