• Tidak ada hasil yang ditemukan

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMENGARUHI TINGKAT KEMISKINAN DI PROVINSI MALUKU UTARA TAHUN OLEH KURNIAWAN DEDY CAHYONO H

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMENGARUHI TINGKAT KEMISKINAN DI PROVINSI MALUKU UTARA TAHUN OLEH KURNIAWAN DEDY CAHYONO H"

Copied!
92
0
0

Teks penuh

(1)

OLEH

KURNIAWAN DEDY CAHYONO H14114010

DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

2011

(2)

KURNIAWAN DEDY CAHYONO. Analisis Faktor-faktor yang Memengaruhi Tingkat Kemiskinan di Provinsi Maluku Utara Tahun 2005-2009 (dibimbing oleh MUHAMMAD FINDI ALEXANDI).

Penanggulangan kemiskinan merupakan fokus perhatian semua negara di dunia. Bahkan dari delapan butir Millenium Development Goals (MDGs) yang ditandatangani oleh 189 negara anggota PBB, memberantas kemiskinan dan kelaparan merupakan butir pertama dari MDGs. Perhatian pemerintah Indonesia dalam permasalahan kemiskinan dituangkan di dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2004-2009 yang menempatkan pengurangan kemiskinan sebagai salah satu prioritas pembangunan. Tingkat kemiskinan ditargetkan turun hingga mencapai 8,2 persen pada tahun 2009.

Provinsi Maluku Utara merupakan contoh provinsi yang masih mengalami permasalahan dengan tingkat kemiskinan. Pada tahun 2009 jumlah penduduk miskin di Provinsi Maluku Utara mencapai 99,10 ribu jiwa atau 10,34 persen dari total penduduknya. Kondisi tersebut menunjukkan bahwa target penurunan kemiskinan hingga 8,2 persen pada tahun 2009 masih belum tercapai.

Bila ditinjau secara spasial, penanggulangan kemiskinan antarkabupaten/kota di Provinsi Maluku Utara tidak merata.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pola kemiskinan (persentase penduduk miskin, tingkat kedalaman dan keparahan kemiskinan) antarkabupaten/kota dan antarwaktu serta menganalisis faktor-faktor yang memengaruhi tingkat kemiskinan di Provinsi Maluku Utara.

Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder dari BPS RI dan BPS Provinsi Maluku Utara tahun 2005–2009. Analisis yang digunakan adalah analisis deskriptif dan analisis regresi data panel.

Hasil analisis deskriptif menunjukkan bahwa terjadi penurunan persentase dan jumlah penduduk miskin di Provinsi Maluku Utara selama periode tahun 2005-2009. Namun, penurunan penduduk miskin tersebut tidak diikuti oleh perbaikan kualitas kehidupan penduduk miskin. Hal ini ditunjukkan dengan perkembangan Indeks Kedalaman Kemiskinan dan Indeks Keparahan Kemiskinan yang tidak selalu sejalan dengan penurunan persentase penduduk miskin.

Hasil analisis regresi data panel menunjukkan faktor-faktor yang

signifikan memengaruhi kemiskinan di Provinsi Maluku Utara yaitu pertumbuhan

ekonomi, tingkat pendidikan, jumlah pengangguran dan share PDRB sektor

pertanian. Tingkat pendidikan merupakan variabel yang memiliki pengaruh yang

relatif besar terhadap pengurangan tingkat kemiskinan.

(3)

Oleh

KURNIAWAN DEDY CAHYONO H14114010

Skripsi

Sebagai salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Departemen Ilmu Ekonomi

DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

2011

(4)

Nama : Kurniawan Dedy Cahyono NRP : H14114010

Menyetujui, Dosen Pembimbing

Dr. Muhammad Findi A, M.E.

NIP.19730124 200710 1 001

Mengetahui,

Ketua Departemen Ilmu Ekonomi

Dedi Budiman Hakim, Ph.D.

NIP. 19641022 198903 1 003

Tanggal Kelulusan :

(5)

DENGAN INI SAYA MENYATAKAN BAHWA SKRIPSI INI ADALAH BENAR-BENAR HASIL KARYA SAYA SENDIRI YANG BELUM PERNAH DIGUNAKAN SEBAGAI SKRIPSI ATAU KARYA TULIS ILMIAH PADA PERGURUAN TINGGI ATAU LEMBAGA MANAPUN.

Bogor, November 2011

Kurniawan Dedy Cahyono

H14114010

(6)

Penulis bernama Kurniawan Dedy Cahyono, dilahirkan di Blora pada tanggal 23 Maret 1984 dari pasangan Sunardjo dan Sri Wahyuni. Penulis merupakan anak pertama dari tiga bersaudara. Penulis menikah dengan Laelatul Qomariyah pada tahun 2007 dan dikaruniai dua orang anak bernama Azzam Muhammad Mumtaza Ahsan dan Abdullah Alfaruq. Serta seorang janin yang penulis tunggu kelahirannya.

Penulis menamatkan sekolah dasar pada SD Negeri Gayam 01 Sukoharjo pada tahun 1996. Kemudian penulis melanjutkan ke SLTP Negeri 1 Sukoharjo dan lulus pada tahun 1999. Pada tahun yang sama penulis melanjutkan pendidikan ke SMA Negeri 1 Sukoharjo dan lulus tahun 2002. Kemudian penulis melanjutkan pendidikan tinggi di Sekolah Tinggi Ilmu Statistik Jakarta dan lulus pada tahun 2006.

Sejak Januari 2007, penulis bertugas di BPS Kabupaten Halmahera Barat,

Provinsi Maluku Utara. Pada tahun 2010 penulis diterima menjadi mahasiswa

program alih jenis/matrikulasi di Sekolah Pasca Sarjana Departemen Ilmu

Ekonomi melalui program beasiswa kerjasama Badan Pusat Statistik dengan

Departemen Ilmu Ekonomi Institut Pertanian Bogor.

(7)

Puji syukur Alhamdulillah penulis panjatkan kehadirat Allah Subhanahu Wa Ta’la atas segala rahmat, karunia dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penyusunan skripsi yang berjudul “Faktor-faktor yang Memengaruhi Tingkat Kemiskinan di Provinsi Maluku Utara Tahun 2005- 2009”. Skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Departemen Ilmu Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor.

Pada kesempatan ini penulis menyampaikan ucapan terimakasih kepada semua pihak yang telah membantu penulis dalam menyelesaikan skripsi ini, khususnya kepada:

1. Dr. Muhammad Findi A, M.E. selaku pembimbing yang telah memberikan bimbingan dan arahan sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini.

2. Dr. Ir. Sri Mulatsih, M.Sc. Agr. dan Ranti Wiliasih, M.Si. selaku dosen penguji atas saran dan kritik untuk kesempurnaan skripsi ini.

3. Istriku tercinta, Laelatul Qomariyah, kedua buah hatiku dan keempat orangtuaku atas doa, dukungan serta kasih sayangnya kepada penulis.

4. Rekan mahasiswa kelas khusus BPS-IPB Batch 4 angkatan 2011.

5. Rekan di BPS Provinsi Maluku Utara dan BPS RI yang telah membantu penulis dalam penyediaan data.

Semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi penulis dan pihak lain yang membutuhkan.

Bogor, November 2011

Kurniawan Dedy Cahyono

H14114010

(8)

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR ISI ... viii

DAFTAR TABEL ... xi

DAFTAR GAMBAR ... xiii

DAFTAR LAMPIRAN ... xiv

I. PENDAHULUAN ... 1

1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Perumusan Masalah ... 3

1.3 Tujuan Penelitian ... 5

1.4 Manfaat Penelitian ... 5

1.5 Ruang Lingkup dan Keterbatasan Penelitian ... 5

II. TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN ... 6

2.1 Tinjauan Teori ... 6

2.1.1 Kemiskinan ... 6

2.1.2 Jenis-Jenis Kemiskinan ... 6

2.1.2.1 Kemiskinan Relatif ... 6

2.1.2.2 Kemiskinan Absolut ... 7

2.1.3 Pendekatan dalam Pengukuran Kemiskinan ... 8

2.1.4 Garis Kemiskinan ... 10

2.1.5 Indikator Kemiskinan ... 12

2.1.6 Pertumbuhan Ekonomi ... 13

2.1.7 Tingkat Pendidikan ... 15

2.1.8 Share PDRB Sektor Pertanian ... 16

2.1.9 Pengangguran ... 17

2.2 Penelitian-Penelitian Terdahulu... 19

2.3 Kerangka Pemikiran ... 22

2.4 Hipotesis ... 23

III. METODE PENELITIAN ... 24

(9)

3.1 Jenis dan Sumber Data ... 24

3.2 Metode Analisis ... 24

3.2.1 Analisis Deskriptif ... 24

3.2.2 Analisis Regresi Data Panel ... 25

3.2.2.1 Common Effects Model ... 26

3.2.2.2 Fixed Effects Model ... 27

3.2.2.3 Random Effects Model ... 28

3.2.3 Metode Pemilihan Model ... 28

3.2.4 Pengujian Asumsi ... 30

3.2.4.1 Asumsi Normalitas ... 30

3.2.4.2 Asumsi Homoskedastisitas ... 30

3.2.4.3 Asumsi Autokolerasi ... 31

3.2.4.4 Uji Multikolinieritas ... 31

3.2.5 Pengujian Parameter Model... 32

3.2.5.1 Uji-F ... 32

3.2.5.2 Uji-t ... 33

3.2.5.3 Koefisien Determinasi (R

2

) ... 33

3.2.6 Model Penelitian ... 33

3.3 Definisi Operasional ... 34

IV. ANALISIS DAN PEMBAHASAN ... 35

4.1 Gambaran Umum Provinsi Maluku Utara ... 36

4.1.1 Kondisi Geografis ... 36

4.1.2 Pemerintahan ... 37

4.1.3 Kependudukan ... 38

4.1.4 Perkembangan Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) ... 41

4.1.5 Struktur Ekonomi ... 43

4.1.6 Kondisi Ketenagakerjaan ... 45

4.1.7 Tingkat Pendidikan ... 46

4.2 Gambaran Pola Kemiskinan di Provinsi Maluku Utara Tahun

2005-2009... 48

(10)

4.2.1 Perkembangan Tingkat Kemiskinan di Provinsi Maluku

Utara ... 48

4.2.2 Perkembangan Tingkat Kedalaman dan Keparahan Kemiskinan di Provinsi Maluku Utara Tahun 2005- 2009 ... 51

4.2.2.1 Perkembangan Tingkat Kedalaman Kemiskinan Kabupaten/Kota ... 52

4.2.2.2 Perkembangan Tingkat Keparahan Kemiskinan Kabupaten/Kota ... 55

4.2.3 Perkembangan Garis Kemiskinan ... 57

4.3 Analisis Regresi Data Panel ... 59

4.3.1 Pemilihan Model ... 59

4.3.2 Uji Asumsi ... 60

4.3.2.1 Homoskedastisitas ... 60

4.3.2.2 Autokolerasi ... 60

4.3.2.3 Multikolinieritas ... 60

4.3.3 Intepretasi Model ... 61

4.3.3.1 PDRB ... 62

4.3.3.2 Rata-Rata Lama Sekolah ... 63

4.3.3.3 Jumlah Pengangguran ... 63

4.3.3.4 Share PDRB Sektor Pertanian ... 64

V. KESIMPULAN DAN SARAN ... 65

5.1 Kesimpulan ... 65

5.2 Saran ... 66

DAFTAR PUSTAKA ... 68

LAMPIRAN ... 70

(11)

DAFTAR TABEL

Nomor Halaman 1.1 Jumlah dan Persentase Penduduk Miskin Menurut

Kabupaten/Kota di Provinsi Maluku Utara Tahun 2009 ... 3 4.1 Luas Wilayah, Luas Wilayah Daratan dan Ibukota

Kabupaten/Kota di Provinsi Maluku Utara Tahun 2009 ... 37 4.2 Jumlah Penduduk Provinsi Maluku Utara Menurut

Kabupaten/Kota (jiwa) ... 39 4.3 Persentase Luas Wilayah Daratan, Persentase Penduduk dan

Kepadatan Penduduk Provinsi Kabupaten/Kota di Provinsi

Maluku Utara Tahun 2009 ... 40 4.4 PDRB ADHB dan PDRB ADHK Provinsi Maluku Utara

Menurut Lapangan Usaha Tahun 2008-2009 (juta rupiah) ... 42 4.5 Struktur Perekonomian Provinsi Maluku Utara ... 44 4.6 Kontribusi Subsektor terhadap PDRB Sektor Pertanian

Provinsi Maluku Utara (Persen) ... 45 4.7 Indikator-Indikator Pendidikan di Provinsi Maluku Utara

Menurut Kabupaten/Kota Tahun 2009 ... 47 4.8 Persentase Penduduk Miskin (HCI) Provinsi Maluku Utara

Menurut Kabupaten/Kota Tahun 2005-2009 ... 50 4.9 Kedalaman Kemiskinan Provinsi Maluku Utara Menurut

Kabupaten/Kota Tahun 2005-2009 ... 53 4.10 Keparahan Kemiskinan Provinsi Maluku Utara Menurut

Kabupaten/Kota Tahun 2005-2009 ... 55 4.11 Perkembangan Garis Kemiskinan Provinsi Maluku Utara

Menurut Kabupaten/Kota Tahun 2005-2009 ... 58

4.12 Matriks Korelasi Antarvariabel Independen ... 60

(12)

Nomor Halaman 4.13 Hasil Regresi Data Panel Faktor-Faktor yang Memengaruhi

Tingkat Kemiskinan di Provinsi Maluku Utara ... 61

(13)

DAFTAR GAMBAR

Nomor Halaman

1.1 Persentase Penduduk Miskin Provinsi Maluku Utara ... 2 2.1 Kerangka Pemikiran... 22 4.1 PDRB ADHB dan PDRB ADHK Provinsi Maluku Utara ... 41 4.2 Laju Pertumbuhan Ekonomi Provinsi Maluku Utara Tahun

2005-2009 ... 43 4.3 Jumlah Pengangguran dan Tingkat Pengangguran Terbuka

(TPT) Provinsi Maluku Utara ... 46 4.4 Persentase dan Jumlah Penduduk Miskin Provinsi Maluku

Utara Tahun 2005-2009 ... 49 4.5 Indeks Kedalaman Kemiskinan dan Indeks Keparahan

Kemiskinan Provinsi Maluku Utara Tahun 2005-2009 ... 52 4.6 Persentase Penduduk Miskin dan Indeks Kedalaman

Kemiskinan menurut Kabupaten/Kota Tahun 2009 ... 54 4.7 Persentase Penduduk Miskin dan Indeks Keparahan

Kemiskinan menurut Kabupaten/Kota Tahun 2009 ... 56 4.8 Perkembangan Garis Kemiskinan Indonesia dan Provinsi

Maluku Utara Tahun 2005-2009 ... 57

(14)

DAFTAR LAMPIRAN

Nomor Halaman

1 Langkah-Langkah Pemilihan Model Regresi Data Panel ... 70

(15)

1.1 Latar Belakang

Pembangunan merupakan suatu proses multidimensional yang mencakup berbagai perubahan mendasar atas struktur sosial, sikap-sikap masyarakat, dan institusi-institusi nasional, disamping tetap mengejar akselerasi pertumbuhan ekonomi, penanganan ketimpangan pendapatan, serta pengentasan kemiskinan (Todaro dan Smith, 2006). Jadi, kinerja pembangunan bukan hanya diukur dari pertumbuhan ekonomi saja, tetapi harus tetap mempertimbangkan penurunan kemiskinan serta penanganan ketimpangan pendapatan.

Penanggulangan kemiskinan merupakan fokus perhatian semua negara di dunia. Bahkan dari delapan butir Millenium Development Goals (MDGs) yang ditandatangani oleh 189 negara anggota PBB, memberantas kemiskinan dan kelaparan merupakan butir pertama dari MDGs.

Komitmen semua bangsa di dunia untuk mengentaskan kemiskinan dikokohkan kembali dalam Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) Pembangunan Berkelanjutan di Johannesburg, Afrika Selatan, bulan September 2002.

Kesepakatan tersebut dituangkan dalam dokumen "Rencana Pelaksanaan KTT

Pembangunan Berkelanjutan", yang ditandatangani oleh para kepala

negara/pemerintahan dari 165 negara yang hadir dalam KTT tersebut, termasuk

Indonesia. Hal ini menunjukkan komitmen Negara Indonesia untuk memberantas

kemiskinan dalam rangka pembangunan berkelanjutan (Hadad, 2003).

(16)

Perhatian pemerintah Indonesia terhadap kemiskinan dituangkan di dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2004-2009.

Penurunan jumlah kemiskinan hingga 8,2 persen pada tahun 2009 merupakan salah satu sasaran pertama dalam hal agenda pemerintah meningkatkan kesejahteraan rakyat. Bahkan untuk mencapai sasaran tersebut pemerintah merumuskan prioritas pembangunan nasional 2004–2009 adalah penanggulangan kemiskinan dengan kebijakan yang diarahkan untuk menghormati, melindungi dan memenuhi hak-hak dasar masyarakat miskin.

Provinsi Maluku Utara merupakan salah satu contoh daerah yang masih menghadapi permasalahan dalam penanggulangan kemiskinan. Setelah memisahkan diri dari Provinsi Maluku di tahun 1999, provinsi ini masih menempati peringkat ke 29 dari 33 provinsi di Indonesia dalam hal pencapaian pembangunan manusia. Provinsi Maluku Utara juga masih harus menghadapi penduduk miskin sebesar 99,10 ribu jiwa atau 10,34 persen dari total penduduknya.

Sumber: BPS Provinsi Maluku Utara, 2009 (diolah).

Gambar 1.1. Persentase Penduduk Miskin Provinsi Maluku Utara

13,23

12,73

11,97

11,51

10,34

6,00 7,00 8,00 9,00 10,00 11,00 12,00 13,00 14,00

2005 2006 2007 2008 2009

Persen

Tahun

(17)

Perkembangan tingkat kemiskinan di Provinsi Maluku Utara dari tahun 2005-2009 memiliki tren yang menurun. Namun jika ditinjau secara spasial, pencapaian penanggulangan kemiskinan cukup bervariasi. Terdapat kabupaten/kota yang memiliki persentase penduduk miskin yang masih tinggi seperti Kabupaten Halmahera Tengah, Kabupaten Halmahera Timur dan Halmahera Barat. Kabupaten/kota lain seperti Kota Ternate, Kota Tidore Kepulauan dan Halmahera Utara memiliki persentase penduduk miskin yang relatif rendah (Tabel 1.1).

Tabel 1.1. Jumlah dan Persentase Penduduk Miskin Menurut Kabupaten/Kota di Provinsi Maluku Utara Tahun 2009

No Kabupaten/Kota

Jumlah Penduduk Miskin (ribu jiwa)

Persentase penduduk miskin

(%)

1 Halmahera Barat 13,8 14,34

2 Halmahera Tengah 9,1 26,64

3 Kepulauan Sula 14,7 11,51

4 Halmahera Selatan 20,8 10,97

5 Halmahera Utara* 15,2 7,93

6 Halmahera Timur 13,5 19,55

7 Kota Ternate 7,2 4,22

8 Kota Tidore

Kepulauan 4,9 6,01

Provinsi Maluku Utara 99,10 10,34

*

Tergabung dengan Kabupaten Pulau Morotai

Sumber: BPS Provinsi Maluku Utara, 2009 (diolah).

1.2 Perumusan Masalah

Penanggulangan kemiskinan merupakan permasalahan kompleks yang

dihadapi oleh seluruh negara terutama negara sedang berkembang termasuk

Indonesia. Provinsi Maluku Utara sebagai provinsi yang baru terbentuk di tahun

1999, harus bekerja keras untuk terus mengurangi tingkat kemiskinan agar

(18)

pembangunan yang berjalan benar-benar dapat memberikan manfaat secara optimal di segala bidang. Pada tahun 2009 Provinsi Maluku Utara masih harus menghadapi kemiskinan 99,10 ribu jiwa atau 10,34 persen dari total penduduknya. Kondisi tersebut menunjukkan bahwa target penurunan kemiskinan hingga 8,2 persen pada tahun 2009 masih belum tercapai.

Pencapaian penanggulangan kemiskinan menurut kabupaten/kota di Maluku Utara masih belum merata. Pada tahun 2009, tiga kabupaten/kota memiliki persentase penduduk miskin tergolong rendah yaitu Kota Ternate, Kota Tidore Kepulauan dan Kabupaten Halmahera Utara. Sedangkan kabupaten/kota lainnya masih relatif tinggi. Bahkan, Kabupaten Halmahera Tengah dan Halmahera Timur persentase penduduk miskinnya tergolong sangat tinggi.

Identifikasi pola maupun faktor penyebab kemiskinan merupakan salah satu informasi penting yang dapat digunakan sebagai pedoman untuk mendukung program pengurangan kemiskinan.

Berdasarkan uraian di atas, dalam penelitian ini dapat dirumuskan permasalahan sebagai berikut:

1. Bagaimana pola kemiskinan (persentase penduduk miskin, tingkat kedalaman kemiskinan dan keparahan kemiskinan) antarkabupaten/kota dan antarwaktu di Provinsi Maluku Utara selama tahun 2005-2009?

2. Apakah faktor-faktor yang memengaruhi tingkat kemiskinan di Provinsi

Maluku Utara tahun 2005-2009?

(19)

1.3 Tujuan Penelitian

Tujuan yang ingin dicapai dari penulisan ini adalah:

1. Memberi gambaran pola kemiskinan (persentase penduduk miskin, tingkat kedalaman dan keparahan kemiskinan) antarkabupaten/kota dan antarwaktu di Provinsi Maluku Utara tahun 2005-2009.

2. Menganalisis faktor-faktor yang memengaruhi tingkat kemiskinan di Provinsi Maluku Utara tahun 2005 - 2009.

1.4 Manfaat Penelitian

Dari penelitian ini diharapkan memberikan manfaat sebagai berikut:

1. Memberi masukkan bagi pemerintah dalam menetapkan kebijakan yang tepat untuk mengurangi kemiskinan dari Provinsi Maluku Utara.

2. Menjadi bahan acuan dan referensi bagi peneliti lain yang ingin meneliti lebih lanjut dan lebih mendalam tentang kemiskinan.

1.5 Ruang Lingkup dan Keterbatasan Penelitian

Dalam penulisan skripsi ini, penelitian hanya dibatasi di Provinsi Maluku Utara. Karena keterbatasan ketersediaan data dan adanya pemekaran wilayah, series penelitian dari tahun 2005-2009. Jumlah kabupaten/kota yang diteliti sebanyak 6 kabupaten dan 2 kota, yaitu: Kabupaten Halmahera Barat, Kabupaten Halmahera Tengah, Kabupaten Kepulauan Sula, Kabupaten Halmahera Selatan, Halmahera Utara, Halmahera Timur, Kota Ternate, Kota Tidore Kepulauan.

Sedangkan Kabupaten Pulau Morotai masih tergabung dengan kabupaten

induknya yaitu Kabupaten Halmahera Utara.

(20)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN

2.1 Tinjauan Teori 2.1.1 Kemiskinan

Kemiskinan adalah kondisi dimana seseorang atau sekelompok orang tidak mampu memenuhi hak-hak dasarnya untuk mempertahankan dan mengembangkan kehidupan yang bermartabat (Bappenas, 2004). Hak-hak dasar antara lain (a) terpenuhinya kebutuhan pangan, (b) kesehatan, pendidikan, pekerjaan, perumahan, air bersih, pertanahan, sumber daya alam dan lingkungan hidup, (c) rasa aman dari perlakuan atau ancaman tindak kekerasan, (d) hak untuk berpartisipasi dalam kehidupan sosial-politik (BPS, 2009).

2.1.2 Jenis-jenis Kemiskinan 2.1.2.1 Kemiskinan Relatif

Kemiskinan relatif merupakan kondisi miskin karena pengaruh kebijakan

pembangunan yang belum mampu menjangkau seluruh lapisan masyarakat

sehingga menyebabkan ketimpangan distribusi pendapatan. Standar minimum

disusun berdasarkan kondisi hidup suatu negara pada waktu tertentu dan perhatian

terfokus pada golongan penduduk “termiskin”, misalnya 20 persen atau 40 persen

lapisan terendah dari total penduduk yang telah diurutkan menurut

pendapatan/pengeluaran. Kelompok ini merupakan penduduk relatif miskin.

(21)

Dengan menggunakan definisi ini berarti “orang miskin selalu hadir bersama kita”

(BPS, 2009).

Negara yang lebih kaya (sejahtera), cenderung merevisi garis kemiskinannya menjadi lebih tinggi, dengan pengecualian Amerika Serikat, dimana garis kemiskinan pada dasarnya tidak berubah selama hampir empat dekade. Misalnya, Uni Eropa umumnya mendefinisikan penduduk miskin adalah mereka yang mempunyai pendapatan per kapita di bawah 50 persen dari median (rata-rata) pendapatan. Ketika median/rata-rata pendapatan meningkat, garis kemiskinan relatif juga meningkat (BPS, 2009). Jadi, garis kemiskinan relatif tidak dapat digunakan untuk membandingkan tingkat kemiskinan antarnegara, karena tidak mencerminkan tingkat kesejahteraan yang sama.

2.1.2.2 Kemiskinan Absolut

Kemiskinan secara absolut ditentukan berdasarkan ketidakmampuan untuk mencukupi kebutuhan pokok minimum seperti pangan, sandang, kesehatan, perumahan dan pendidikan yang diperlukan untuk bisa hidup dan bekerja.

Kebutuhan pokok minimum diterjemahkan sebagai ukuran finansial dalam bentuk uang. Nilai kebutuhan minimum kebutuhan dasar tersebut dikenal dengan istilah garis kemiskinan. Penduduk yang pendapatannya di bawah garis kemiskinan digolongkan sebagai penduduk miskin (BPS, 2009).

Garis kemiskinan absolut tidak berubah dalam hal standar hidup. Sehingga

dengan garis kemiskinan absolut dapat membandingkan tingkat kemiskinan

antarwilayah dan antarwaktu.

(22)

Bank dunia menghitung garis kemiskinan absolut dengan menggunakan pengeluaran konsumsi yang dikonversi ke dalam US$ PPP (Purchasing Power Parity/Paritas Daya Beli), bukan nilai tukar US$ resmi. Tujuannya untuk membandingkan tingkat kemiskinan antarnegara. Angka konversi PPP menunjukkan banyaknya rupiah yang harus dikeluarkan untuk membeli sejumlah kebutuhan barang dan jasa dimana jumlah yang sama tersebut dapat dibeli seharga US$1 di Amerika. Angka konversi ini dihitung berdasarkan harga dan kuantitas di masing-masing negara yang dikumpulkan dalam suatu survey yang biasanya dilakukan setiap lima tahun sekali. Pada umumnya ada dua ukuran yang digunakan oleh Bank Dunia, yaitu: a) US$ 1 PPP per kapita per hari; b) US$ 2 PPP per kapita per hari. Ukuran tersebut sekarang direvisi menjadi US$ 1,25 PPP dan US$ 2 PPP per kapita per hari (BPS, 2009).

Pendapatan per kapita yang tinggi tidak menunjukkan rendahnya kemiskinan absolut. Hal ini disebabkan bagian pendapatan yang diterima oleh kelompok penduduk paling miskin tidak sama antarwilayah.

2.1.3 Pendekatan dalam Pengukuran Kemiskinan

Badan Pusat Statistik (BPS) dalam mengukur kemiskinan menggunakan konsep kemampuan memenuhi kebutuhan dasar (basic needs approach).

Kebutuhan dasar ini merupakan kebutuhan minimum seseorang dapat hidup dengan layak.

Dengan pendekatan ini, kemiskinan dipandang sebagai ketidakmampuan

dari sisi ekonomi untuk memenuhi kebutuhan dasar makanan dan bukan makanan

(23)

yang diukur dari sisi pengeluaran. Jika rata-rata pengeluaran per kapita suatu penduduk di bawah garis kemiskinan maka disebut penduduk miskin. Penentuan indikator yang dapat dijadikan acuan kebutuhan dasar bersifat subyektif karena dipengaruhi oleh adat, budaya, daerah dan kelompok sosial. Pengukuran kemiskinan dengan menggunakan konsep kemampuan memenuhi kebutuhan dasar (basic needs approach) tidak hanya digunakan oleh BPS, tetapi juga oleh negara- negara lain seperti Armenia, Senegal, Pakistan, Bangladesh, Vietnam, Sierra Leone dan Gambia (BPS, 2007).

Menurut BPS (2009), komponen kebutuhan dasar terdiri dari pangan dan bukan pangan yang disusun menurut daerah perkotaan dan perdesaan berdasarkan hasil Survei Sosial Ekonomi Nasional (SUSENAS). Indikator kebutuhan minimum untuk masing-masing komponen tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut :

a. Pangan, dinyatakan dengan kebutuhan gizi minimum yaitu perkiraan kalori dan protein.

b. Sandang, dinyatakan dengan indikator pengeluaran rata-rata untuk keperluan pakaian, alas kaki, dan tutup kepala.

c. Perumahan, dinyatakan dengan indikator pengeluaran rata-rata untuk sewa rumah, listrik, minyak tanah, kayu bakar, arang, dan air.

d. Pendidikan, dinyatakan dengan indikator pengeluaran rata-rata untuk keperluan biaya sekolah (uang sekolah, iuran sekolah, alat tulis, dan buku).

e. Kesehatan, dinyatakan dengan Indikator pegeluaran rata-rata untuk penyediaan

obat-obatan di rumah, ongkos dokter, perawatan, termasuk obat-obatan.

(24)

2.1.4 Garis Kemiskinan

Penduduk miskin adalah penduduk yang memiliki rata-rata pengeluaran per kapita per bulan di bawah Garis Kemiskinan (GK). Metode yang digunakan untuk menghitung Garis Kemiskinan (GK) terdiri dari dua komponen yaitu Garis Kemiskinan Makanan (GKM) dan Garis Kemiskinan Nonmakanan (GKNM).

Penghitungan garis kemiskinan dilakukan secara terpisah untuk daerah perkotaan dan perdesaan.

Garis Kemiskinan Makanan (GKM) adalah nilai pengeluaran kebutuhan minimum makanan yang disetarakan dengan 2.100 kilokalori per kapita per hari.

Patokan ini mengacu pada hasil Widyakarya Pangan dan Gizi 1978. Paket komoditi kebutuhan dasar makanan mewakili oleh 52 jenis komoditi (padi-padian, umbi-umbian, ikan, daging, telur dan susu, sayuran, kacang-kacangan, buah- buahan, minyak dan lemak, dan lain-lain). Ke-52 komoditi ini merupakan komoditi yang paling banyak dikonsumsi oleh orang miskin. Jumlah pengeluaran untuk 52 komoditi ini sekitar 70 persen dari total pengeluaran orang miskin.

Garis Kemiskinan Nonmakanan (GKNM) adalah kebutuhan minimum

untuk perumahan, sandang, pendidikan dan kesehatan. Paket komoditi kebutuhan

dasar nonmakanan diwakili oleh 51 jenis komoditi di perkotaan dan 47 jenis

komoditi di perdesaan.

(25)

Formula dasar dalam penghitungan Garis Kemiskinan Makanan (GKM) adalah :

(2.1) Dimana :

= Garis kemiskinan makanan daerah ke-j (sebelum disetarakan dengan 2100 kilokalori) provinsi p

= Harga komoditi k di daerah j, provinsi p

= Rata-rata kuantitas komoditi k yang dikonsumsi di daerah j, provinsi p

= Nilai pengeluaran untuk konsumsi komoditi k di daerah j provinsi p j = Daerah (perkotaan atau perdesaan)

p = Provinsi ke-p

Selanjutnya GKM tersebut disetarakan dengan 2100 kilokalori dengan mengalikan 2100 terhadap harga implisit rata-rata kalori menurut daerah j dari penduduk referensi, sehingga:

(2.2)

Dimana :

= Harga rata-rata komoditi k di daerah j, provinsi p

= Kalori dari komoditi k di daerah j, provinsi p

= Kebutuhan minimum makanan di daerah j, propinsi p yang

menghasilkan energi setara dengan 2100 kilokalori per kapita per hari

(Garis Kemiskinan Makanan)

(26)

Formula dasar Garis Kemiskinan Nonmakanan (GKNM) adalah sebagai berikut :

(2.3)

Dimana :

= Pengeluaran minimum nonmakanan atau garis kemiskinan nonmakanan daerah j (kota/desa) dan provinsi p

= Rasio pengeluaran komoditi/subkelompok nonmakanan k menurut daerah (hasil SPKKD 2004) dan daerah j (kota+desa)

= Nilai pengeluaran perkomoditi/subkelompok nonmakanan daerah j dan provinsi p (dari Susenas modul konsumsi)

k = Jenis komoditi nonmakanan terpilih

2.1.5 Indikator Kemiskinan

Berdasarkan pendekatan kebutuhan dasar, ada tiga indikator dasar kemiskinan yang digunakan :

1. Head Count Index (HCI-P

0

) yaitu persentase penduduk yang berada di bawah garis kemiskinan.

2. Indeks Kedalaman Kemiskinan (Poverty Gap Index-P

1

) merupakan ukuran

rata-rata kesenjangan pengeluaran masing-masing penduduk miskin

terhadap garis kemiskinan. Indeks Kedalaman Kemiskinan melihat

seberapa miskin orang miskin itu. Semakin tinggi nilai Indeks Kedalaman

Kemiskinan, semakin jauh rata-rata pengeluaran penduduk miskin dari

garis kemiskinan.

(27)

3. Indeks Keparahan Kemiskinan (Poverty Severity Index-P

2

) memberikan gambaran mengenai penyebaran pengeluaran diantara penduduk miskin.

Semakin tinggi nilai indeks keparahan kemiskinan menunjukkan semakin tinggi ketimpangan pengeluaran diantara penduduk miskin.

Angka P

1

dan P

2

yang besar menunjukkan buruknya kondisi kemiskinan di suatu wilayah.

Foster-Greer-Thorbecke (1984) dalam BPS (2007) telah merumuskan suatu ukuran yang digunakan untuk mengukur tingkat kemiskinan, yaitu :

(2.4)

Dimana : = 0,1,2

= Garis Kemiskinan

= Rata-rata pengeluaran per kapita sebulan penduduk yang berada di bawah garis kemiskinan (i=1,2,…,q)

= Jumlah penduduk

Jika α = 0, diperoleh Head Count Index (P

0

), jika α = 1 diperoleh Indeks Kedalaman Kemiskinan (Poverty Gap Index-P

1

) dan jika α = 2 diperoleh Indeks Keparahan Kemiskinan (Poverty Severity Index-P

2

).

2.1.6 Pertumbuhan Ekonomi

Pertumbuhan ekonomi merupakan suatu proses peningkatan kapasitas

produksi dalam suatu perekonomian secara terus-menerus atau berkesinambungan

(28)

sepanjang waktu sehingga menghasilkan tingkat pendapatan dan output nasional yang semakin lama semakin besar (Todaro dan Smith, 2006). Pertumbuhan ekonomi merupakan perubahan nilai PDB (Produk Domestik Bruto) riil antarwaktu. Sehingga laju pertumbuhan PDB riil (PDB atas dasar harga konstan) yang berikutnya dijadikan indikator pertumbuhan ekonomi suatu wilayah. PDB menyatakan pendapatan total atau pengeluaran total nasional atas output barang dan jasa (Mankiw, 2006).

Tingkat pertumbuhan ekonomi yang tinggi akan menimbulkan efek meretas ke bawah (tricke down effect). Tingkat pertumbuhan ekonomi yang tinggi akan merangsang penciptaan lapangan pekerjaan sehingga mampu mengurangi pengangguran, kemiskinan dan meningkatkan taraf hidup masyarakat. Namun proses trickle down effect ini tidak akan terjadi dengan baik apabila pertumbuhan ekonomi tidak didorong oleh sektor-sektor yang padat karya atau sektor-sektor dimana orang miskin berada seperti sektor pertanian.

Penelitian yang dilakukan Prasetyo (2010), menemukan bahwa terdapat hubungan yang negatif antara pertumbuhan ekonomi dan tingkat kemiskinan.

Kenaikan pertumbuhan ekonomi akan menurunkan tingkat kemiskinan. Hubungan ini menunjukkan pentingnya mempercepat pertumbuhan ekonomi untuk menurunkan tingkat kemiskinan.

Ravallion (2006) dalam penelitiannya tentang pengaruh pertumbuhan dan

ketimpangan terhadap kemiskinan di China dan India tahun 1980-2000

menyimpulkan bahwa pertumbuhan ekonomi berpengaruh terhadap pengentasan

kemiskinan di India dan China, namun ketimpangan pendapatan akan

(29)

menghambat pengentasan kemiskinan. Penelitian yang dilakukan Siregar dan Wahyuniarti (2007) menyimpulkan bahwa pertumbuhan memiliki pengaruh yang signifikan terhadap penurunan kemiskinan, namun magnitude pengaruh tersebut relatif tidak besar.

2.1.7 Tingkat Pendidikan

Pendidikan merupakan investasi bagi pembentukan modal manusia yang berkualitas. Pendidikan akan memudahkan seseorang untuk menyerap teknologi modern sehingga dapat meningkatkan produktivitas yang bermanfaat bagi pembangunan.

Investasi pendidikan akan mampu meningkatkan kualitas sumberdaya manusia yang diperlihatkan oleh meningkatnya pengetahuan dan keterampilan seseorang. Peningkatan pengetahuan dan keahlian akan mendorong peningkatan produktivitas kerja seseorang. Perusahaan akan memperoleh hasil yang lebih banyak dengan mempekerjakan tenaga kerja dengan produktivitas yang lebih tinggi, sehingga perusahaan akan bersedia memberikan upah/gaji yang lebih tinggi kepada yang bersangkutan. Pada akhirnya seseorang yang memiliki produktivitas yang tinggi akan memperoleh kesejahteraan yang lebih baik, yang dapat diperlihatkan melalui peningkatan pendapatan maupun konsumsinya.

Rendahnya produktivitas tenaga kerja kaum miskin dapat disebabkan oleh karena

rendahnya akses mereka untuk memperoleh pendidikan dan kesehatan (Sitepu dan

Sinaga, 2007).

(30)

Siregar dan Wahyuniarti (2007) dalam penelitiannya tenang kemiskinan di Indonesia menyimpulkan bahwa pendidikan merupakan variabel yang signifikan terhadap penurunan kemiskinan. Pengaruh tingkat pendidikan relatif besar terhadap penurunan kemiskinan.

2.1.8 Share PDRB sektor pertanian

Siregar dan Wahyuniarti (2007) menyatakan bahwa pertumbuhan ekonomi merupakan syarat keharusan (necessary condition) bagi pengurangan kemiskinan.

Adapun syarat kecukupannya (sufficient condition) ialah pertumbuhan tersebut hendaklah menyebar di setiap golongan pendapatan, termasuk di golongan penduduk miskin (growth in equity). Secara langsung, hal ini berarti pertumbuhan itu perlu dipastikan terjadi di sektor-sektor dimana penduduk miskin bekerja (pertanian atau sektor padat karya). Secara tidak langsung, diperlukan pemerintah yang cukup efektif meredistribusi manfaat pertumbuhan yang boleh jadi didapatkan dari sektor modern seperti jasa dan manufaktur yang padat modal ke golongan penduduk miskin.

Suselo dan Tarsidin (2008) dalam penelitiannya menyimpulkan bahwa

sektor pertanian, perkebunan, dan perikanan tidak saja merupakan sektor usaha

yang paling tinggi tingkat kemiskinannya, tapi juga mempunyai elastisitas

kemiskinan terhadap pertumbuhan ekonomi paling tinggi. Di samping itu

penurunan share sektor usaha tersebut juga turut memperburuk tingkat

kemiskinan Indonesia. Dengan demikian langkah yang paling tepat untuk

(31)

mengurangi kemiskinan adalah dengan memberikan perhatian lebih pada sektor pertanian, perkebunan, dan perikanan.

2.1.9 Pengangguran

Pengangguran adalah mereka yang sedang mencari pekerjaan, yang mempersiapkan usaha, yang tidak mencari pekerjaan karena merasa tidak mungkin mendapatkan pekerjaan (sebelumnya dikategorikan sebagai bukan angkatan kerja), dan yang sudah mempunyai pekerjaan tetapi belum mulai bekerja (sebelumnya dikategorikan sebagai bekerja), dan pada waktu bersamaan mereka tidak bekerja. Penganggur dengan konsep/definisi tersebut biasanya disebut sebagai pengangguran terbuka (BPS, 2007) . Selain pengangguran terbuka ada istilah setengah pengangguran, yaitu penduduk yang bekerja kurang dari jam normal (35 jam seminggu), tidak termasuk yang sementara tidak bekerja.

BPS (2009) dalam publikasi analisis kemiskinan, ketenagakerjaan dan distribusi pendapatan menyebutkan bahwa pengangguran dilihat dari penyebabnya dikelompokkan menjadi beberapa jenis:

a. Pengangguran struktural yaitu pengangguran yang terjadi karena adanaya

perubahan dalam struktur perekonomian. Penduduk tidak mempunyai

keahlian yang cukup untuk memasuki sektor baru sehingga mereka

menganggur. Contoh: para petani kehilangan pekerjaan karena daerahnya

berubah dari daerah agraris ke daerah industri.

(32)

b. Pengangguran siklus yaitu pengangguran yang terjadi karena menurunnya kegiatan perekonomian (misal terjadi resesi) sehingga menyebabkan berkurangnya permintaan masyarakat (agregat demand).

c. Pengangguran musiman adalah pengangguran yang terjadi karena adanya pergantian musim misalnya pergantian musim tanam ke musim panen.

d. Pengangguran friksional yaitu pengangguran yang muncul akibat adanya ketidaksesuaian antara pemberi kerja dan pencari kerja.

e. Pengangguran teknologi yaitu pengangguran yang terjadi karena adanya penggunaan alat-alat teknologi yang semakin modern menggantikan tenaga kerja manusia.

Indikator pengangguran terbuka yang digunakan oleh BPS adalah Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT).

(2.5) Menurut Tambunan (2001), pengangguran dapat mempengaruhi tingkat kemiskinan dengan berbagai cara, antara lain:

1. Jika rumah tangga memiliki batasan likuiditas, yang berarti bahwa konsumsi saat ini sangat dipengaruhi oleh pendapatan saat ini, maka bencana pengangguran akan secara langsung mempengaruhi income poverty rate dengan consumption poverty rate.

2. Jika rumah tangga tidak menghadapi batasan likuiditas, yang berarti bahwa

konsumsi saat ini tidak terlalu dipengaruhi oleh pendapatan saat ini, maka

peningkatan pengangguran akan menyebabkan peningkatan kemiskinan

(33)

dalam jangka panjang, tetapi tidak terlalu berpengaruh dalam jangka pendek.

Munandar, Kurniawan dan Santoso (2007) dalam BPS (2009) yang melakukan penelitian berdasarkan estimasi perilaku siklikal (cyclical behaviour) kemiskinan dan pengangguran, menyimpulkan bahwa tingkat kemiskinan turun jika pengangguran turun. Dalam jangka pendek (satu tahun) terdapat hubungan positif yang signifikan antara perubahan tingkat pengangguran dengan perubahan tingkat kemiskinan, yaitu one-to-one mapping antara penurunan pengangguran dengan membaiknya tingkat kemiskinan.

Prasetyo (2010) dalam penelitiannya tentang kemiskinan di Propinsi Jawa Tengah tahun 2003-2007 menyimpulkan bahwa terhadap terdapat hubungan positif antara tingkat pengangguran dengan tingkat kemiskinan di Jawa Tengah.

Penurunan pengangguran berpengaruh positif terhadap penurunan kemiskinan atau sebaliknya. Hudayana (2009) dalam penelitiannya tentang kemiskinan di Indonesia menemukan bahwa pengangguran memiliki pengaruh yang positif terhadap tingkat kemiskinan.

2.2 Penelitian-Penelitian Terdahulu

Penelitian tentang kemiskinan telah banyak dilakukan, Wijayanto (2010)

dengan judul Analisis Pengaruh PDRB, Pendidikan dan Pengangguran terhadap

Kemiskinan di Kabupaten/Kota Jawa Tengah 2005-2008 dengan menggunakan

alat analisis regresi data panel didapat hasil bahwa tingkat pendidikan masyarakat

(34)

dan pengangguran memiliki pengaruh negatif yang signifikan terhadap tingkat kemiskinan.

Penelitian yang dilakukan oleh Siregar dan Wahyuniarti (2007) dengan judul “Dampak Pertumbuhan Ekonomi Terhadap Penurunan Jumlah Penduduk Miskin”. Tulisannya menganalisis tentang pengaruh pertumbuhan ekonomi terhadap tingkat kemiskinan di Indonesia dengan analisis deskriptif dan model regresi panel data yaitu time series 1995-2005 dan cross section 26 Provinsi (sebelum pemekaran-pemekaran dan setelah disintegrasi Timur-Timur) menghasilkan kesimpulan bahwa :

1. Pertumbuhan berpengaruh signifikan dalam mengurangi kemiskinan, namun magnitude pengaruh tersebut relatif tidak besar.

2. Inflasi maupun populasi penduduk juga berpengaruh signifikan terhadap kemiskinan, namun besaran pengaruh masing-masingnya relatif kecil.

3. Peningkatan share sektor pertanian dan share sektor industri juga signifikan mengurangi jumlah kemiskinan.

4. Variabel yang signifikan dan relatif paling besar pengaruhnya terhadap penurunan kemiskinan ialah pendidikan.

Penelitian yang dilakukan oleh Prasetyo (2010) dengan judul Faktor-

Faktor yang Mempengaruhi Tingkat Kemiskinan (Studi Kasus di 35

Kabupaten/Kota di Jawa Tengah Tahun 2003-2007) menggunakan alat analisis

regresi data panel menyimpulkan bahwa tingkat kemiskinan di Jawa Tengah

dipengaruhi oleh pertumbuhan ekonomi, upah minimum, pendidikan dan

pengangguran.

(35)

BPS (2009) dalam penelitiannya tentang kemiskinan di Indonesia tahun 2002-2007 dengan menggunakan alat regresi data panel, menghasilkan kesimpulan bahwa:

1. PDRB dan Rasio Pengeluaran Nonmakanan mempunyai hubungan terbalik dengan kemiskinan.

2. Gini Rasio, Tingkat Pengangguran Terbuka dan Indeks Harga Konsumen Makanan mempunyai hubungan searah dengan tingkat kemiskinan.

Suselo dan Tarsidin (2008) dalam penelitiannya tentang pengaruh pertumbuhan dan perubahan struktur ekonomi terhadap kemiskinan di Indonesia menyimpulkan bahwa sektor pertanian, perkebunan, dan perikanan tidak saja merupakan sektor usaha yang paling tinggi tingkat kemiskinannya, tapi juga mempunyai elastisitas kemiskinan terhadap pertumbuhan ekonomi paling tinggi.

Di samping itu, penurunan share sektor usaha tersebut juga turut memperburuk tingkat kemiskinan Indonesia. Dengan demikian, langkah yang paling tepat untuk mengurangi kemiskinan adalah dengan memberikan perhatian lebih pada sektor pertanian, perkebunan,dan perikanan.

Hudayana (2009) dalam penelitiannya tentang faktor-faktor yang

memengaruhi tingkat kemiskinan di Indonesia menyimpulkan bahwa faktor-faktor

yang memengaruhi secara signifikan terhadap tingkat kemiskinan adalah tingkat

pengangguran, pendapatan, dan pendidikan.

(36)

2.3 Kerangka Pemikiran

Kerangka penulisan dalam penelitian ini digambarkan dalam bentuk diagram alur sebagai berikut:

Gambar 2.1. Kerangka Pemikiran

Kemiskinan di Maluku Utara

Analisis Deskriptif

Gambaran Pola Kemiskinan

 Persentase Penduduk Miskin

 Jumlah Penduduk Miskin

 Tingkat Kedalaman Kemiskinan

 Tingkat keparahan Kemiskinan

Analisis Regresi Data Panel

Faktor-faktor yang Memengaruhi Tingkat Kemiskinan

 Pertumbuhan Ekonomi

 Tingkat Pendidikan

 Share PDRB pertanian

 Pengangguran

Implikasi Kebijakan

(37)

2.4 Hipotesis

Dengan mengacu pada kerangka pemikiran dan berdasarkan studi empiris terdahulu yang berkaitan dengan kemiskinan, maka akan diajukan hipotesis sebagai berikut :

1. Diduga pertumbuhan ekonomi mempunyai pengaruh negatif terhadap tingkat kemiskinan di Maluku Utara.

2. Diduga tingkat pendidikan mempunyai pengaruh negatif terhadap tingkat kemiskinan di Maluku Utara.

3. Diduga peningkatan share PDRB sektor pertanian mempunyai pengaruh negatif terhadap tingkat kemiskinan di Maluku Utara.

4. Diduga pengangguran mempunyai pengaruh positif terhadap tingkat

kemiskinan di Maluku Utara.

(38)

3.1 Jenis dan Sumber Data

Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder yang berasal dari Badan Pusat Statistik Republik Indonesia dan BPS Provinsi Maluku Utara. Series data yang digunakan dari tahun 2005-2009.

Sumber data yang digunakan BPS untuk mendapatkan angka kemiskinan yaitu melalui SUSENAS (Survei Sosial Ekonomi Nasional), sebagai tambahannya digunakan hasil survey SPKKD (Survei Paket Komoditi Kebutuhan Dasar) untuk memperkirakan proporsi dari pengeluaran masing-masing komoditi pokok nonmakanan.

3.2 Metode Analisis

Penelitian ini menggunakan analisis deskriptif dan analisis regresi data panel. Pengolahan data menggunakan software Microsoft Excel 2007 dan EViews 6.0.

3.2.1 Analisis Desktiptif

Analisis Deskriptif merupakan analisis sederhana dari suatu sebaran data

dengan penyajian dalam bentuk tabulasi dan grafik/gambar. Analisis deskriptif

dalam penelitian ini digunakan untuk menggambarkan pola kemiskinan (persentase

penduduk miskin, tingkat kedalaman kemiskinan dan tingkat keparahan kemiskinan)

(39)

antarkabupaten/kota dan antarwaktu di Provinsi Maluku Utara. Selain itu, analisis deskriptif dalam penelitian juga digunakan sebagai pendukung untuk menambah dan mempertajam analisis inferensia.

3.2.2 Analisis Regresi Data Panel

Data panel merupakan kombinasi data cross section dengan time series.

Jika setiap unit cross section memiliki jumlah observasi time series yang sama maka disebut sebagai balanced panel (total jumlah observasi = N x T). Sebaliknya jika jumlah observasi berbeda untuk setiap unit cross section maka disebut unbalanced panel.

Menurut Gujarati (2004), keunggulan penggunaan data panel memberikan banyak keuntungan diantaranya sebagai berikut:

1. Data panel mampu menyediakan data yang lebih banyak, sehingga dapat memberikan informasi yang lebih lengkap. Sehingga diperoleh degree of freedom (df) yang lebih besar sehingga estimasi yang dihasilkan lebih baik.

2. Dengan menggabungkan informasi dari data time series dan cross section dapat mengatasi masalah yang timbul karena ada masalah penghilangan variabel (omitted variable).

3. Data panel mampu mengurangi kolinearitas antarvariabel.

4. Data panel lebih baik dalam mendeteksi dan mengukur efek yang secara

sederhana tidak mampu dilakukan oleh data time series murni dan cross

section murni.

(40)

5. Dapat menguji dan membangun model perilaku yang lebih kompleks. Sebagai contoh, fenomena seperti skala ekonomi dan perubahan teknologi.

6. Data panel dapat meminimalkan bias yang dihasilkan oleh agregat individu, karena data yang diobservasi lebih banyak.

Analisis regresi data panel memiliki tiga macam model yaitu : model Common Effect, Fixed Effect dan Random Effect.

3.2.2.1 Common Effect Model

Model Common Effect merupakan model sederhana yaitu menggabungkan seluruh data time series dengan cross section, selanjutnya dilakukan estimasi model dengan menggunakan OLS (Ordinary Least Square). Model ini menganggap bahwa intersep dan slop dari setiap variabel sama untuk setiap obyek observasi. Dengan kata lain, hasil regresi ini dianggap berlaku untuk semua kabupaten/kota pada semua waktu. Kelemahan model ini adalah ketidakseuaian model dengan keadaan sebenarnya. Kondisi tiap obyek dapat berbeda dan kondisi suatu obyek satu waktu dengan waktu yang lain dapat berbeda. Model Common Effect dapat diformulasikan sebagai berikut :

(3.1)

Dimana :

= variabel dependen di waktu t untuk unit cross section i = intersep

= parameter untuk variabel ke-j

(41)

= variabel bebas j di waktu t untuk unit cross section i

= komponen error di waktu t untuk unit cross section i i = urutan kabupaten/kota yang diobservasi (cross section) t = periode waktu (time series)

j = urutan variabel

3.2.2.2 Fixed Effect Model (FEM)

Model data panel dengan Fixed Effects Model (FEM) mengasumsikan bahwa perbedaan mendasar antarindividu dapat diakomodasikan melalui perbedaan intersepnya, namun intersep antarwaktu sama (time invariant). Fixed effect maksudnya bahwa koefisien regresi (slope) tetap antarindividu dan antarwaktu.

Intersep setiap individu merupakan parameter yang tidak diketahui dan akan diestimasi. Pada umumnya dengan memasukkan variabel boneka (dummy variable), sehingga FEM sering disebut dengan Least Square Dummy Variable (LSDV).

(3.2)

= variabel terikat di waktu t untuk unit cross section i = intersep yang berubah-ubah antar-cross section unit

= parameter untuk variabel ke-j

= variabel bebas j di waktu t untuk unit cross section i

= dummy variable

(42)

= komponen error di waktu t untuk unit cross section i

3.2.2.3 Random Effect Model (REM)

Random Effect Model (REM) digunakan untuk mengatasi kelemahan model efek tetap yang menggunakan dummy variable, sehingga model mengalami ketidakpastian. Penggunaan dummy variable akan mengurangi derajat bebas (degree of freedom) yang pada akhirnya akan mengurangi efisiensi dari parameter yang diestimasi. REM menggunakan residual yang diduga memiliki hubungan antawaktu dan antarindividu. Sehingga REM mengasumsikan bahwa setiap individu memiliki perbedaan intersep yang merupakan variabel random.

Model REM secara umum dituliskan sebagai berikut:

(3.3)

(3.4) merupakan komponen cross-section error (3.5) merupakan komponen time series error (3.6) merupakan time series dan cross section error (3.7)

3.2.3 Metode Pemilihan Model

Keputusan untuk memilih jenis model yang digunakan dalam analisis

panel didasarkan pada dua uji, yakni uji Chow dan uji Hausman. Uji Chow

digunakan untuk memutuskan apakah menggunakan Common Effect atau Fixed

Effect. Keputusan untuk menggunakan Fixed Effect atau Random Effect

ditentukan oleh Uji Hausman.

(43)

Prosedur kedua uji adalah sebagai berikut:

1. Uji Chow (Uji Common Effect dengan Fixed Effect) Hipotesis : H

0

: α

1

= α

2

= … = α

i

(intercept sama)

H

1

: sekurang-kurangnya ada 1 intercept yang berbeda Statistik Uji:

(3.8)

Keputusan : Tolak H

0

jika

atau jika nilai Probability< α.

Kesimpulan : Jika H

0

ditolak maka Model Fixed Effect lebih baik daripada Common Effect

2. Uji Hausman (Uji Fixed Effect dengan Random Effect)

Hipotesis : H

0

: E(τi | xit) = 0 atau REM adalah model yang tepat H

1

: E(τi | xit) ≠ 0 atau FEM adalah model yang tepat

Statistik uji yang digunakan adalah uji Hausman dan keputusan menolak H

0

dilakukan dengan membandingkannya dengan Chi square. Jika nilai

maka H

0

ditolak sehingga model yang digunakan adalah Fixed Effect,

sebaliknya jika penolakan H

0

tidak signifikan maka yang digunakan adalah

Random Effect.

(44)

3.2.4 Pengujian Asumsi 3.2.4.1 Asumsi Normalitas

Pengujian asumsi normalitas dilakukan untuk melihat apakah error term mengikuti distribusi normal. Jika asumsi tidak terpenuhi maka prosedur pengujian menggunakan uji-t menjadi tidak sah. Pengujian dilakukan dengan uji Jarque Bera atau dengan melihat plot dari sisaan.

Hipotesis dalam pengujian adalah

H

0

: error term mengikuti distribusi normal H

1

: error term tidak mengikuti distribusi normal.

Keputusan diambil dengan membandingkan nilai probabilitas Jarque Bera dengan taraf nyata α=0,05. Jika nilai probabilitas Jarque Bera lebih dari α=0,05 maka dapat disimpulkan bahwa error term terdistribusi dengan normal.

3.2.4.2 Asumsi Homoskedastisitas

Heteroskedastisitas berarti bahwa variasi residual tidak sama untuk semua pengamatan. Heteroskedastisitas bertentangan dengan salah satu asumsi dasar regresi homoskedastisitas yaitu variasi residual sama untuk semua pengamatan.

Untuk mendeteksi adanya heteroskedastisitas dalam model dilakukan

menggunakan metode General Least Square (Cross section Weights) yaitu dengan

membandingkan sum square Resid pada Weighted Statistics dengan sum square

Resid unweighted Statistics. Jika sum square Resid pada Weighted Statistics lebih

kecil dari sum square Resid unweighted Statistics, maka terjadi

(45)

heteroskedastisitas. Untuk mengatasi masalah heteroskedastisitas, dilakukan dengan mengestimasi GLS menggunakan white-heteroscedasticity

3.2.4.3 Asumsi Autokorelasi

Autokorelasi adalah korelasi yang terjadi antar observasi dalam satu variabel atau korelasi antar error masa yang lalu dengan error masa sekarang.

Metode untuk mendeteksi adanya korelasi serial dilakukan dengan dengan membandingkan nilai Durbin Watson (DW) dari penghitungan dengan nilai DW tabel.

 jika 0 < DW < dL maka terdapat korelasi serial negatif

 jika 4-dU < DW < 4-dL atau dL < DW < dU maka hasil tidak dapat disimpulkan

 jika dU < DW < 4-dU maka tidak ada autokorelasi

 jika 4-dL < DW < 4 maka ada korelasi serial positif.

3.2.4.4 Uji Multikolinieritas

Model yang dipilih harus terbebas dari multikolinieritas atau dapat dikatakan bahwa tidak ada korelasi tinggi antara variabel-variabel independen.

Multikolinieritas dapat dilihat dari koefisien korelasi. Bila koefisien korelasi lebih kecil dari 0,8 maka tidak terjadi multikolinieritas.

Indikasi multikolinearitas juga tercermin dengan melihat hasil t dan F-

statistik hasil regresi. Jika banyak koefisien parameter dari t-statistik diduga tidak

signifikan sementara dari hasil F-hitung signifikan, maka patut diduga adanya

(46)

multikolinearitas. Multikolinearitas dapat diatasi dengan menghilangkan variabel yang tidak signifikan.

3.2.5 Pengujian Parameter Model

Pengujian parameter model bertujuan untuk mengetahui kelayakan model dan apakah koefisien yang diestimasi telah sesuai dengan teori atau hipotesis.

Pengujian ini meliputi koefisien determinasi (R

2

), uji koefisien regresi parsial (uji t) dan uji koefisien regresi secara menyeluruh (F-test/uji F).

3.2.5.1 Uji-F

Uji-F digunakan untuk melakukan uji hipotesis koefisien (slope) regresi secara menyeluruh/bersamaan. Uji-F memperlihatkan ada tidaknya pengaruh variabel independen terhadap variabel dependen secara bersama-sama. Hipotesis dalam uji-F adalah :

H

o

: β

1

= β

2

=….. = 0 H

1

: β

1

≠ β

2

≠ … ≠ 0

Kriteria pengujiannya adalah jika nilai nilai F observasi > F tabel atau

probabilitas F-statistic < taraf nyata, maka keputusannya adalah tolak H

0

. Dengan

menolak H

0

berarti minimal ada satu variabel independen yang berpengaruh nyata

terhadap variabel dependen.

(47)

3.2.5.2 Uji-t

Setelah melakukan uji koefisien regresi secara keseluruhan, maka langkah selanjutnya adalah menguji koefisien regresi secara parsial menggunakan uji-t.

Hipotesis pada uji-t adalah : H

0

: β

i

= 0 , H

1

: β

i

≠ 0. Keputusan dalam pengujian ini dilakukan dengan membandingkan nilai t-hitung dengan t-tabel atau dengan melihat nilai probabilitas dari t-hitung. Jika nilai t-hitung > t-tabel atau jika nilai probabilitas t < α=0,05 maka tolak H

0

, sehingga kesimpulannya adalah variabel independen secara parsial signifikan memengaruhi variabel dependen.

3.2.5.3 Koefisien Determinasi (R

2

)

Koefisien determinasi (Goodness of Fit) merupakan suatu ukuran yang penting dalam regresi, karena dapat menginformasikan baik atau tidaknya model regresi yang terestimasi. Nilai R

2

mencerminkan seberapa besar variasi dari variabel dependen (Y) dapat diterangkan oleh variavel independen (X) atau seberapa besar keragaman variavel dependen yang mampu dijelaskan oleh model.

Jika R

2

= 0, maka variasi dari Y tidak dapat diterangkan oleh X sama sekali dan jika R

2

= 100 berarti variasi dari Y secara keseluruhan dapat diterangkan oleh X.

3.2.6 Model Penelitian

Secara matematis dalam penelitian ini pengaruh pertumbuhan ekonomi,

tingkat pendidikan, share PDRB sektor pertanian, pengangguran terhadap tingkat

kemiskinan dapat digambarkan dalam fungsi sebagai berikut :

(48)

(3.9) Keterangan :

MISKIN

it

= Jumlah Penduduk Miskin (ribu jiwa)

PDRB

it

= Produk Domestik Regional Bruto Riil (dalam juta

rupiah

MYS

it

=Mean Years School (Rata-Rata Lama Sekolah dalam tahun)

SHARE_PERTANIAN

it

= Share PDRB Riil Sektor Pertanian (persen) PENGANGGURAN

it

= Jumlah Pengangguran (dalam ribu jiwa)

i = urutan kabupaten/kota (i=1,2,...,8 kabupaten/kota)

t = series tahun 2005-2009

α = intersep

β

1

- β

4

= parameter PDRB, rata-rata lama sekolah, share PDRB sektor pertanian, jumlah pengangguran

= error term

3.3 Definisi Operasional

Pada bab sebelumnya telah dijelaskan beberapa ukuran yang relevan digunakan dalam penelitian, diantaranya kemiskinan dan faktor yang berpengaruh terhadap kemiskinan. Berikut ini didefinisikan beberapa variabel yang digunakan dalam penelitian:

1. Jumlah Penduduk Miskin (Head Count) merupakan jumlah penduduk yang

berada di bawah garis kemiskinan.

(49)

2. Persentase Penduduk Miskin (Head Count Index-P

0

), yaitu persentase penduduk miskin terhadap total jumlah penduduk.

3. Indeks Kedalaman Kemiskinan (Poverty Gap Index-P

1

) merupakan ukuran rata-rata kesenjangan pengeluaran masing-masing penduduk miskin terhadap garis kemiskinan.

4. Indeks Keparahan Kemiskinan (Poverty Severity Index-P

2

) memberikan gambaran mengenai penyebaran pengeluaran diantara penduduk miskin.

5. Pertumbuhan Ekonomi (Growth) yaitu peningkatan pendapatan dari suatu periode ke periode tertentu, yang dihitung berdasarkan peningkatan Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) riil antarwaktu. PDRB menyatakan pendapatan total atau pengeluaran total suatu wilayah atas output barang dan jasa

6. Rata-rata lama sekolah adalah nilai rata-rata bagi tiap penduduk dalam menempuh pendidikan di sekolah. Variabel rata-rata lama sekolah ini digunakan sebagai proksi tingkat pendidikan.

7. Pengangguran adalah mereka yang sedang mencari pekerjaan, yang mempersiapkan usaha, yang tidak mencari pekerjaan karena merasa tidak mungkin mendapatkan pekerjaan (sebelumnya dikategorikan sebagai bukan angkatan kerja), dan yang sudah mempunyai pekerjaan tetapi belum mulai bekerja (sebelumnya dikategorikan sebagai bekerja), dan pada waktu bersamaan mereka tidak bekerja.

8. Share PDRB sektor pertanian merupakan persentase nilai tambah sektor

pertanian terhadap total nilai tambah PDRB.

(50)

4.1 Gambaran Umum Provinsi Maluku Utara 4.1.1 Kondisi Geografis

Provinsi Maluku Utara secara geografis terletak antara 3

0

Lintang Utara – 3

0

Lintang Selatan dan 124

0

-129

0

Bujur Timur. Provinsi Maluku Utara merupakan provinsi kepulauan yang dibatasi oleh:

- Samudra Pasifik di sebelah utara - Laut Halmahera di sebelah timur - Laut Maluku di sebelah barat - Laut Seram di sebelah selatan

Luas wilayah Provinsi Maluku Utara secara keseluruhan tercatat 145.801,10 km

2

, yang terdiri dari luas daratan sebesar 45.069,66 km

2

dan luas lautan sebesar 100.731,44 km

2

. Provinsi Maluku Utara terdiri dari 395 pulau besar dan kecil. Pulau yang dihuni sebanyak 64 buah dan yang tidak dihuni sebanyak 331 buah. Wilayah Maluku Utara dengan hampir 70 persen wilayah lautan menjadikan Provinsi Maluku Utara sebagai provinsi bahari yang kaya akan potensi kelautan.

Sebagian besar wilayah Maluku Utara bergunung-gunung dan berbukit-

bukit yang terdiri dan pulau-pulau vulkanis dan pulau karang, sedangkan sebagian

lainnya merupakan dataran. Kondisi iklim di Maluku Utara dipengaruhi oleh

iklim laut tropis dan iklim musim. Oleh karena itu, iklimnya sangat dipengaruhi

(51)

oleh lautan dan bervariasi antara tiap bagian wilayah yaitu iklim Halmahera Utara, Halmahera Tengah, Halmahera Barat, Halmahera Selatan dan Kepulauan Sula.

Tabel 4.1. Luas Wilayah, Luas Wilayah Daratan dan Ibukota Kabupaten/Kota di Provinsi Maluku Utara Tahun 2009

Kabupaten/Kota Ibukota

Kabupaten/Kota

Luas Wilayah (Km

2

)

Luas Wilayah Daratan (Km

2

)

(1) (2) (3) (4)

Halmahera Barat (Halbar) Jailolo 14.235,66 2.612,24

Halmahera Tengah (Halteng) Weda 8.381,48 2.276,83

Kepulauan Sula (Kepsul) Sanana 24.082,30 9.632,92

Halmahera Selatan (Halsel) Labuha 40.263,72 8.779,32 Halmahera Utara (Halut)

*

Tobelo 24.983,32 5.447,30

Halmahera Timur (Haltim) Maba 14.202,02 6.506,20

Kota Ternate Ternate 5.795,40 250,85

Kota Tidore Kepulauan (Tikep) Soa Sio 13.857,20 9.564,00 Provinsi Maluku Utara

(Malut) Sofifi 145.801,10 45.069,66

*)Data masih tergabung dengan Kabupaten Pulau Morotai

Sumber: BPS Provinsi Maluku Utara, 2010.

4.1.2 Pemerintahan

Provinsi Maluku Utara secara resmi terbentuk pada tanggal 12 Oktober

1999 melalui Undang-Undang Nomor 46 Tahun 1999 tentang Pemekaran Provinsi

Maluku Utara, Kabupaten Buru dan Kabupaten Maluku Tenggara Barat. Maluku

Utara beribukota di Desa Sofifi tetapi mengingat infrastruktur yang tersedia di

Desa Sofifi belum memadai, ibukota sementara berada di Kota Ternate. Namun

sejak tanggal 4 Agustus 2010 Ibukota Provinsi Maluku Utara dipindahkan

kembali dari Ternate ke Sofifi.

Referensi

Dokumen terkait

Harmonisasi antara tujuan pembangunan daerah Maluku Utara dalam mencapai pertumbuhan ekonomi, dapat dilakukan dengan pengembangan sektor perekonomian yang menjadi unggulan

Leonard Bastian Girsang, NIM 137003010 “ Analisis Pengaruh Pertumbuhan Ekonomi, Upah Minimum, Tingkat Pengangguran Terbuka terhadap Kemiskinan di Provinsi Sumatera

9% sisanya dipengaruhi oleh faktor-faktor lain dimana pertumbuhan ekonomi berpengaruh positif dan signifikan terhadap kemiskinan dengan nilai signifikansi sebesar 0,002,

Atau dengan kata lain, faktor inflasi tidak berpengaruh terhadap tingkat kemiskinan di Provinsi Maluku Utara.Harga barang yang tinggi di pulau-pulau secara ekonomi menjadi

Metode penelitian yang digunakan melalui pendekatan model regresi linier berganda untuk mengestimasi pengaruh beberapa faktor yang berpengaruh terhadap

PENERAPAN ANALISIS JALUR DALAM MENENTUKAN FAKTOR YANG MEMPENGARUHI TINGKAT.. KEMISKINAN DI PROVINSI

Dokumen ini membahas tentang faktor-faktor yang memengaruhi tingkat pengangguran di Provinsi Sumatera

Penerapan regresi nonparametrik spline tertruncasi dalam memodelkan hubungan faktor-faktor yang memengaruhi indeks pembangunan gender (IPG) di provinsi Sumatera