PENGARUH RASIO KEUANGAN TERHADAP FINANCIAL DISTRESS PT.INDONESIAN PARADISE PROPERTY, Tbk YANG GO PUBLIC
DI.PT.BURSA EFEK INDONESIA
SKRIPSI
Oleh:
0512015044/FE/M ARIE ARDIANIE
FAKULTAS EKONOMI
UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL `VETERAN` JAWA TIMUR
PENGARUH RASIO KEUANGAN TERHADAP FINANCIAL DISTRESS PT.INDONESIAN PARADISE PROPERTY, Tbk YANG GO PUBLIC
DI.PT.BURSA EFEK INDONESIA
SKRIPSI
Diajukan Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Dalam Memperoleh Gelar Sarjana Ekonomi
Jurusan Manajemen
Oleh:
0512015044/FE/M ARIE ARDIANIE
FAKULTAS EKONOMI
UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL `VETERAN` JAWA TIMUR
i
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas segala rahmat dan karunia-Nya,sehingga penulisan skripsi dengan judul “Pengaruh Rasio Keuangan Terhadap Financial Distress PT. Indonesian Paradise Property, Tbk yang go public di PT. Bursa Efek Indonesia” dapat diselesaikan dengan baik.
Skripsi ini merupakan salah satu persyaratan yang harus dipenuhi untuk meraih gelar Sarjana Ekonomi (SE) pada program studi Manajemen di Fakultas Ekonomi Universitas Pembangunan Nasional ‘Veteran’ Jawa Timur.
Dalam penyusunan skripsi ini penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada Bapak DR. Ali Maskun, MS, selaku Pembimbing yang telah meluangkan waktu, tenaga dan pikiran untuk membantu menyelesaikan skripsi ini. Dalam kesempatan ini penulis juga mengucapkan terima kasih yang tulus kepada :
1. Bapak Prof.Dr.Teguh Sudarto, MS, selaku Rektor Universitas Pembangunan Nasional “ VETERAN” Jawa Timur.
2. Bapak DR.Dhani Ichsanudin Nur, MM selaku Dekan Fakultas Ekonomi Universitas Pembangunan Nasional “ VETERAN” Jawa Timur.
3. Bapak Drs.Ec. Saiful Anwar, MSi selaku Pembantu Dekan I Fakulatas Ekonomi UPN ‘Veteran’ Jawa Timur.
4. Bapak Drs.Ec.Gendut Sukarno,MS dan Bapak DR. Muhadjir Anwar, MM, selaku Ketua Jurusan Manajemen Fakultas Ekonomi UPN ‘Veteran’ Jawa Timur.
ii
6. Seluruh staff dan Dosen Fakultas Ekonomi Manajemen UPN ‘Veteran’ Jawa Timur.
7. Bapa tercinta Syaifudin Kusnadi, SH dan mama tersayang ibu Lies Surtika yang telah menyayangi, membesarkan hati dan memberi support lahir maupun batin, kakak tersayang Irvan Jihad,SE.
8. Bapak H. Panut, SH atas izin yang diberikan selama penyelesaian skripsi.
Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih belum sempurna, namun inilah usaha terbaik dari penulis. Semoga skripsi ini berguna dan bermanfaat bagi kita semua.
Surabaya, September 2010
iii DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR ………... i
DAFTAR ISI ……….. iii
DAFTAR TABEL ……….. vi
DAFTAR GAMBAR ………... vii
DAFTAR LAMPIRAN ………. viii
ABSTRAKSI ……….. ix
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang ……….. 1
1.2 Perumusan Masalah ……….. 4
1.3 Tujuan Penelitian ……….. 5
1.4 Manfaat Penelitian ……… 5
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Penelitian Terdahulu ………. 6
2.2 Landasan Teori ……….. 7
2.2.1 Kinerja Keuangan ………... 7
2.2.2 Analisa Laporan Keuangan ………. 10
2.2.3 Analisa Rasio Keuangan ………. 14
2.2.4 Financial Distress ……… 23
iv
2.2.6 Hubungan Antara Analisa Rasio dengan Kebangkrutan dan
Financial Distress ……… 26
2.3 Kerangka Konseptual ………. 28
2.4 Hipotesis ………. 28
BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Definisi Operasional dan Pengukuran Variabel ………. 29
3.2 Teknik Penentuan Sampel ……….. 31
3.3 Teknik Pengumpulan Data ………. 32
3.3.1 Jenis dan Sumber Data ……… 32
3.3.2 Metode Pengumpulan Data ………. 32
3.4 Teknik Analisis Data ……….. 32
3.4.1 Metode Analisis ………... 33
3.4.2 Uji Hipotesis ……… 36
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1 Deskripsi Obyek Penelitian ……… 40
4.1.1 Sejarah PT. Bursa Efek Indonesia ………... 40
4.1.2 Sejarah PT. Indonesian Paradise Property, Tbk ……….. 43
4.2 Deskripsi Hasil Penelitian ……….. 46
4.2.1 Hasil Analisis Data ……….. 46
4.2.2 Hasil Analisis ………... 57
v
4.3 Pembahasan ……….. 65
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan ……… 68 5.2 Saran ……….. 69
DAFTAR PUSTAKA
vi
DAFTAR TABEL
Tabel 1 Data Laba Usaha ………. 2
Tabel 2 Hasil Perhitungan Nilai Perputaran Piutang ……….. 48
Tabel 3 Hasil Perhitungan Nilai Perputaran Persediaan ………. 49
Tabel 4 Hasil Perhitungan Nilai Debt to Asset Ratio ………. 50
Tabel 5 Hasil Perhitungan Nilai Debt to Equity Ratio ……… 51
Tabel 6 Hasil Perhitungan Nilai Net Profit Margin ………. 52
Tabel 7 Hasil Perhitungan Nilai Return on Asset ……….. 53
Tabel 8 Hasil Perhitungan Nilai Return on Equity ………... 54
Tabel 9 Nilai Financial Distress Perusahaan ……….. 55
Tabel 10 Hasil Deskriptif Indicator Penelitian ……… 56
Tabel 11 Hasil Uji Normalitas Data ………. 58
Tabel 12 Persamaan Regresi Linier Berganda ………. 59
Tabel 13 Hasil Uji Multikolinieritas ……… 60
Tabel 14 Hasil Uji Autokorelasi ……….. 62
Tabel 15 Hasil Uji Heteroskedastisitas ………. 63
vii
DAFTAR GAMBAR
Ganbar 1 Uji F ……… 38
viii
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran:
ix ABSTRAKSI
PENGARUH RASIO KEUANGAN TERHADAP FINANCIAL DISTRESS PT.INDONESIAN PARADISE PROPERTY, Tbk YANG GO PUBLIC
DI.PT.BURSA EFEK INDONESIA
PT.Indonesian Paradise Property, Tbk pada periode tahun 2003-2008 memiliki data laba yang menurun dari tahun ketahun, dari tahun 2006-tahun 2008. Adanya kerugian secara terus menerus, menunjukkan bahwa PT. Indonesia Paradise Property, Tbk mengalami financial distress. Platt dan Platt (2002) mendefinisikan financial distress sebagai tahapan penurunan kondisi keuangan suatu perusahaan sebelum terjadinya kebangkrutan ataupun likuidasi. Tujuan dilakukan penelitian ini adalah untuk menganalisis pengaruh:a)Rasio aktivitas terhadap financial distress pada PT. Indonesia Paradise Property, Tbk.b)Rasio leverage terhadap financial distress pada PT. Indonesia Paradise Property, Tbk.c)Rasio profitabilitas terhadap financial distress pada PT. Indonesia Paradise Property, Tbk.
Populasi dalam penelitian ini adalah data laporan keuangan pada PT. Indonesia Paradise Property, Tbk tahun 2003-2010, sedangkan sampel yang digunakan adalah data laporan keuangan tahun 2006-2008, karena pada periode tersebut perusahaan mengalami permasalahan laba negative secara terus menerus.
Kesimpulan dari hasil analisis dengan menggunakan regresi linier berganda menunjukkan bahwa: (a) Rasio aktivitas tidak berpengaruh positif terhadap finansial distres PT. Indonesia Paradise Property, Tbk. (b)Rasio leverage berpengaruh negatif terhadap finansial distress PT. Indonesia Paradise Property, Tbk. (c)Rasio profitabilitas tidak berpengaruh positif terhadap finansial distress PT. Indonesia Paradise Property.
BAB I
PENDAHULUAN
1.1.Latar Belakang
Prediksi kekuatan keuangan suatu perusahaan pada umumnya
dilakukan oleh pihak eksternal perusahaan, seperti: investor, kreditor,
auditor, pemerintah, dan pemilik perusahaan. Pihak-pihak eksternal
perusahaan biasanya bereaksi terhadap sinyal distress seperti: penundaan
pengiriman, masalah kualitas produk, hilangnya kepercayaan dari para
pelanggan, tagihan dari bank atau kreditur, dan lain sebagainya untuk
mengindikasikan adanya financial distress, keadaan yang sangat sulit
bahkan dapat dikatakan mendekati kebangkrutan yang apabila tidak segera
diselesaikan akan berdampak besar pada perusahaan-perusahaan tersebut
dengan hilangnya kepercayaan dari stakeholder, yang dialami oleh
perusahaan. Dengan diketahuinya financial distress yang dialami oleh
perusahaan di harapkan dapat dilakukan tindakan untuk memperbaiki situasi
ini.
PT.Indonesian Paradise Property, Tbk pada periode tahun 2003-2009
Table 1: Data laba usaha
Periode Laba Perubahan (Rp) Perubahan (%)
2003 -6.895.000.000
2004 -15.187.000.000 ‐8.292.000.000 120,26
2005 -8.080.000.000 7.107.000.000 ‐46,80
2006 -4.623.033.305 3.456.966.695 ‐42,78
2007 -449.802.223 4.173.231.082 ‐90,27
2008 -200.455.698 249.346.525 ‐55,43
2009 73.968.571 274.424.269 ‐136,90
Sumber: laporan keuangan PT.Bursa Efek Indonesia
Dari table diatas dapat terlihat bahwa perusahaan selama periode tahun
2003-2008 mengalami kerugian secara terus menerus. Hingga pada periode
tahun 2008-2009 perusahaan mampu mencapai profitabilitas/memperoleh
laba. Adanya kerugian secara terus menerus, menunjukkan bahwa PT.
Indonesia Paradise Property, Tbk mengalami financial distress. Platt dan
Platt (2002) mendefinisikan financial distress sebagai tahapan penurunan
kondisi keuangan atau kondisi kritis suatu perusahaan sebelum terjadinya
kebangkrutan ataupun likuidasi.
Analisa laporan keuangan dapat menjadi salah satu alat untuk
memprediksi kebangkrutan. Laporan keuangan dapat dijadikan dasar untuk
mengukur kesehatan suatu perusahaan melalui rasio – rasio keuangan yang
ada. Kesehatan suatu perusahaan akan mencerminkan kemampuan
perusahaan dalam menjalankan usahanya, distribusi aktivanya, keefektifan
penggunaan aktivanya, hasil usaha atau pendapatan yang telah dicapai,
beban-beban tetap yang harus dibayar, serta potensi kebangkrutan yang akan
kebangkrutan bisnis untuk periode satu sampai lima tahun sebelum bisnis
tersebut benar-benar bangkrut. (Etty M. Nasser dan Titik Aryati, 2000).
Luciana Spica Almilia (2003) menyebutkan penelitian-penelitian yang
berkaitan dengan kondisi financial distress perusahaan pada umumnya
menggunakan rasio keuangan perusahaan. Perluasan dari penelitian yang
berkaitan dengan prediksi financial distress suatu perusahaan telah
dilakukan dengan memasukkan variabel-variabel penjelas lain yaitu opini
yang diberikan auditor pada laporan keuangan kliennya dan perbedaan
properti. Beberapa penelitian yang menggunakan rasio keuangan untuk
memprediksi kondisi financial distress suatu perusahaan adalah: Zmijewski
(1983) dalam Foster (1986), Lau (1987), Poston et al. (1994), Doumpos dan
Zopounidis (1999) serta Platt dan Platt (2002).
Penelitian financial distress dan kebangkrutan perusahaan seperti yang
dilakukan oleh Platt dan Platt (1990), menggunakan sampel pada beberapa
industri. Untuk mengontrol perbedaan industri maka digunakan industry
normalizing ratios. Platt dan Platt (1990) melakukan penyelidikan stabilitas
dan kelengkapan model kebangkrutan berdasarkan industry-relative ratio
yang dibandingkan dengan rasio yang tidak disesuaikan berdasarkan jenis
propertinya.Yang membedakan dari penelitian sebelumnya adalah
pemakaian 6 rasio keuangan yang tidak disesuaikan berdasarkan propertinya
dan 6 rasio keuangan relatif properti, dimana penelitian sebelumnya hanya
menggunakan 4 rasio keuangan yang tidak disesuaikan berdasarkan
reputasi auditor berdasarkan jumlah total aset yang di audit oleh auditor
tersebut, sedangkan penelitian sebelumnya menggunakan pemeringkat
auditor dengan banyaknya emiten yang di audit.
Ada dua motif dilakukannya penelitian dalam model ramalan
kebangkrutan. Yang pertama adalah untuk menguji hubungan antara faktor
finansial dan pengukuran kegagalan; yang kedua adalah untuk
mengembangkan model bagi peramalan kebangkrutan (Sumarno Zain,
1995:1). Penelitian yang dilakukan oleh penulis berkaitan dengan motif
kedua, yaitu untuk mengembangkan model bagi peramalan kebangkrutan
dengan memasukkan faktor-faktor yang mempengaruhinya.
Berdasarkan uraian diatas, maka penelitian ini dilakukan untuk
mengetahui “Pengaruh rasio aktivitas, leverage dan profitabilitas terhadap
financial distress PT.Indonesian Paradise Property yang go public di
PT.Bursa Efek Indonesia”.
1.2.Perumusan Masalah
Perumusan masalah dalam penelitian ini adalah:
a. Apakah rasio aktivitas berpengaruh terhadap financial distress pada PT.
Indonesia Paradise Property, Tbk?
b. Apakah rasio leverage berpengaruh terhadap financial distress pada PT.
Indonesia Paradise Property, Tbk?
c. Apakah rasio profitabilitas berpengaruh terhadap financial distress pada
1.3.Tujuan Penelitian
Tujuan dilakukan penelitian ini adalah untuk menganalisis pengaruh:
a. Rasio aktivitas terhadap financial distress pada PT. Indonesia Paradise
Property, Tbk
b. Rasio leverage terhadap financial distress pada PT. Indonesia Paradise
Property, Tbk
c. Rasio profitabilitas terhadap financial distress pada PT. Indonesia
Paradise Property, Tbk
1.4.Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat bagi beberapa
pihak antara lain adalah:
a. Bagi perusahaan, kiranya hasil penelitian ini dapat dipergunakan sebagai
tambahan referensi tentang pengaruh rasio keuangan dalam memprediksi
financial distress.
b. Bagi pembaca, kiranya penelitian ini dapat digunakan sebagai tambahan
referensi untuk penelitian selanjutnya khususnya yang berkaitan dengan
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Penelitian Terdahulu
Beberapa penelitian terdahulu yang dipergunakan dalam penelitian ini
adalah sebagai berikut:
a. SARI ATMINI (2005) dengan judul “ MANFAAT LABA DAN ARUS
KAS UNTUK MEMPREDIKSI KONDISI FINANCIAL DISTRESS
PADA PERUSAHAAN TEXTILE MILL PRODUCTS DAN APPAREL
AND OTHER TEXTILE PRODUCTS YANG TERDAFTAR DI BURSA
EFEK JAKARTA”. Penelitian ini bertujuan untuk memperoleh bukti
empiris, apakah laba atau arus kas yang lebih baik digunakan untuk
memprediksi kondisi financial distress suatu perusahaan. Dengan
menggunakan sampel sebanyak 60 tahun-perusahaan dari 24 perusahaan
yang berbeda yang termasuk ke dalam perusahaan textile mill products dan
apparel and other textile products, dan periode penelitian adalah tahun
1999-2001, penelitian ini menemukan bukti bahwa model laba merupakan
model yang lebih baik daripada model arus kas dalam memprediksi
kondisi financial distress perusahaan.
b. Rayenda K Brahmana (2007) dengan judul “IDENTIFYING FINANCIAL
DISTRESS CONDITION IN INDONESIA MANUFACTURE
INDUSTRY”. Kesimpulan dari penelitian ini adalah: 1. Rasio relatif
distress suatu perusahaan dibandingkan dengan rasio keuangan yang tidak
disesuaikan. 2. Reputasi auditor kurang dapat digunakan sebagai variabel
penjelas untuk memprediksi kemungkinan kondisi financial distress suatu
perusahaan. Sehingga kita mengetahui faktor apa saja yang dapat kita
gunakan untuk mengidentifikasi kejadian financial distress. 3.
Berdasarkan hasil temuan diatas, terdapat 1% yang mengalami gejala
financial distress ketika diidentifikasi dengan rasio keuangan yang tidak
disesuaikan.
2.2. Landasan Teori
2.2.1. Kinerja Keuangan
Kinerja keuangan perusahaan mencerminkan kemampuan
perusahaan dalam mengelola operational perusahaan. Kinerja yang baik
akan memberikan pengharapan yang baik pula bagi pengambil keputusan
investasi. Pengertian kinerja (performance) menurut Drucker adalah
“Tingkat prestasi atau hasil nyata yang dicapai kadang-kadang
dipergunakan untuk diperoleh suatu hasil positif” (2002,p.134).
Dari pengertian di atas maka dapat terlihat bahwa kinerja
perusahaan merupakan hasil keputusan-keputusan manajemen untuk
mencapai suatu tujuan tertentu secara efektif dan efisien.
Untuk dapat memperoleh gambaran tentang perkembangan kinerja
keuangan dari perusahaan yang bersangkutan dan data keuangan itu akan
tercermin di dalam laporan keuangan.
Laporan keuangan merupakan hasil akhir dari suatu pencatatan
kegiatan operasi perusahaan yang merupakan ringkasan dari
transaksi-transaksi keuangan yang terjadi selama tahun buku bersangkutan. Laporan
keuangan juga merupakan suatu alat yang sangat penting dalam
memperoleh informasi mengenai posisi keuangan dan hasil-hasil yang
telah dicapai oleh suatu perusahaan selama periode tertentu. Jadi laporan
keuangan memberikan ikhtisar mengenai keadaan keuangan suatu
perusahaan.
Adapun tujuan dari pengukuran kinerja keuangan perusahaan
menurut Munawir (2002,p.31) adalah:
a. Untuk mengetahui tingkat likuiditas, yaitu kemampuan suatu
perusahaan untuk memenuhi kewajiban keuangan yang harus segera
dipenuhi, atau mengukur kecukupan sumber kas perusahaan untuk
memenuhi kewajiban yang berkaitan dengan kas dalam jangka pendek.
b. Untuk mengetahui tingkat solvabilitas, yaitu kemampuan perusahaan
untuk memenuhi kewajiban investasi dan utang jangka panjang serta
menelaah struktur modal perusahaan,termasuk sumber dana jangka
panjang.
c. Mengetahui tingkat rentabilitas yaitu suatu kemampuan perusahaan
d. Mengetahui stabilitas usaha yaitu kemampuan perusahaan untuk
melakukan usahanya dengan stabil dan mempertimbangkan
kemampuan perusahaan untuk membayar deviden secara teratur.
Analisis laporan keuangan dilakukan untuk menambah informasi
keadaan keuangan perusahaan. Menurut Harahap (2004:195), salah satu
kegunaan laporan keuangan adalah untuk memberikan informasi yang
diinginkan oleh para pengambil keputusan yang berkaitan dengan:
1) Penilaian prestasi perusahaan
2) Memproyeksi keuangan perusahaan
3) Menilai kondisi keuangan masa lalu dan masa sekarang dari aspek
waktu tertentu :
a. Posisi keuangan (Aset, Neraca dan Modal)
b. Hasil usaha perusahaan (Hasil dan Biaya)
c. Likuiditas
d. Solvabilitas
e. Aktivitas
f. Rentabilitas atau profitabilitas
g. Indikator pasar modal
h. Menilai perkembangan dari waktu ke waktu
i. Melihat komposisi struktur keuangan, arus dana.
Sehingga dapat disimpulkan bahwa analisis laporan keuangan
merupakan suatu proses yang penuh pertimbangan dalam rangka
pada masa sekarang dan masa lalu, dengan tujuan utama untuk
menentukan estimasi dan prediksi yang paling mungkin mengenai
kondisi dan kinerja perusahaan dimasa mendatang
(http://hdl.handle.net/10364/679).
2.2.2. Analisa Laporan Keuangan
Analisis laporan keuangan menurut Harahap adalah “Menguraikan
pos-pos laporan keuangan menjadi informasi yang lebih kecil dan melihat
hubungannya yang bersifat signifikan atau mempunyai makna antara satu
dengan yang lain baik antara data kuantitatif maupun data non-kuantitatif
dengan tujuan untuk mengetahui kondisi keuangan lebih dalam yang
sangat penting dalam proses menghasilkan keputusan yang tepat”
(2004,p.190).
Sedangkan pengertian analisis laporan keuangan menurut Prastowo
dan Juliaty (2002:52-59) adalah: “suatu proses untuk membedah laporan
keuangan kedalam unsur-unsurnya, menelaah masing-masing unsur
tersebut, dan menelaah hubungan diantara unsur-unsur tersebut, dengan
tujuan untuk memperoleh pengertian dan pemahaman yang baik dan tepat
atas laporan keuangan itu sendiri”.
Dalam melakukan analisis terhadap laporan keuangan maka
penganalisa lazimnya mempergunakan dua macam metode yaitu analisa
a. Analisa horizontal
Analisa horizontal merupakan analisa dengan mengadakan
perbandingan laporan keuangan untuk beberapa periode, sehingga
dapat diketahui perkembangannya. Metode analisa horizontal ini
juga sering disebut sebagai metode analisa dinamis. Metode ini
terdiri dari 4 analisa, antara lain :
1. Analisa komparatif (comparative financial statement analysis)
Analisa ini dilakukan dengan cara menelaah neraca, laporan laba
rugi atau laporan arus kas yang berurutan dari satu periode ke
periode berikutnya.
2. Analisa trend
Analisa trend adalah suatu metode atau teknik analisa untuk
mengetahui tendensi daripada keadaan keuangannya, apakah
menunjukkan tendensi tetap, naik atau bahkan turun. Sebuah alat
yang berguna untuk perbandingan tren jangka panjang adalah
tren angka indeks. Analisa ini memerlukan tahun dasar yang
menjadi rujukan untuk semua pos yang biasanya diberi angka
indeks 100. Karena tahun dasar menjadi rujukan untuk semua
perbandingan, pilihan terbaik adalah tahun dimana kondisi bisnis
normal.
3. Analisa arus kas (cash flow analysis)
Analisa arus kas adalah suatu analisa untuk sebab – sebab
sumber serta penggunaan uang kas selama periode tertentu.
Analisa ini terutama digunakan sebagai alat untuk mengevaluasi
sumber dana penggunaan dana. Analisa arus kas menyediakan
pandangan tentang bagaimana perusahaan memperoleh
pendanaannya dan menggunakan sumber dananya. Walaupun
analisa sederhana laporan arus kas memberikan banyak informasi
tentang sumber dan penggunaan dana, penting untuk
menganalisa arus kas secara lebih rinci.
4. Analisa perubahan laba kotor (gross profit analysis)
Analisa perubahan laba kotor adalah suatu analisa untuk
mengetahui sebab – sebab perubahan laba kotor suatu perusahaan
dari periode ke periode yang lain atau perubahan laba kotor suatu
periode dengan laba yang dibudgetkan untuk periode tersebut.
b. Analisa vertikal
Analisa vertikal merupakan analisa yang mempergunakan
laporan keuangan perusahaan untuk satu periode atau satu saat saja,
dan mempergunakan perbandingan antara pos satu dengan pos yang
lainnya dalam laporan keuangan tersebut, sehingga hanya akan
diketahui keadaan keuangan atau hasil operasi pada saat itu saja.
Analisa vertikal ini sering disebut sebagai metode analisa statis
dikarenakan kesimpulan yang diperoleh hanya untuk periode itu saja
tanpa mengetahui perkembangannya. Metode ini terdiri dari 3
1. Analisa common – size
Analisa common – size adalah suatu metode analisa untuk
mengetahui prosentase investasi pada masing – masing aktiva
terhadap total aktivanya, juga untuk mengetahui struktur
permodalannya dan komposisi perongkosannya yang terjadi
dihubungkan dengan jumlah penjualannya. Analisa common size
menekankan pada 2 faktor, yaitu :
1) Sumber pendanaan, termasuk distribusi pendanaan antara
kewajiban lancar, kewajiban tidak lancar dan ekuitas.
2) Komposisi aktiva, termasuk jumlah untuk masing – masing
aktiva lancar dan aktiva tidak lancar.
2. Analisa impas (break-even)
Analisa impas (break-even) adalah analisa untuk menentukan
tingkat penjualan yang harus dicapai oleh suatu perusahaan agar
perusahaan tersebut tidak mengalami kerugian, tetapi juga belum
memperoleh keuntungan. Dengan analisa break-even ini juga
akan diketahui berbagai tingkat keuntungan atau kerugian untuk
berbagai tingkat penjualan.
3. Analisa ratio.
Analisa ratio adalah suatu cara untuk menganalisa laporan
keuangan yang mengungkapkan hubungan matematik antara
suatu jumlah dengan jumlah lainnya atau perbandingan antara
Keunggulan-keunggulan yang dimiliki oleh analisa rasio
dibandingkan dengan teknik analisa lainnya adalah :
1) Rasio digambarkan dengan angka-angka sehingga lebih
mudah untuk membaca maupun menafsirkannya.
2) Dapat digunakan sebagai pengganti yang lebih sederhana dari
informasi yang telah disajikan dalam laporan keuangan yang
rumit.
3) Untuk mengetahui posisi perusahaan ditengah industri lain.
4) Melihat perkembangan perusahaan secara periodik atau time
series.
5) Membuat suatu standar bagi size perusahaan.
6) Lebih mudah untuk melihat trend yang sedang terjadi pada
perusahaan serta mampu untuk melakukan prediksi di masa
yang akan datang.
2.2.3. Analisa Rasio Keuangan
Yang dimaksud dengan rasio keuangan menurut Ariani (2007,p.6)
adalah: “Rasio keuangan adalah rasio yang menggambarkan suatu
hubungan atau perimbangan antara suatu jumlah tertentu dengan jumlah
yang lain, dan dengan menggunakan alat analisa berupa rasio ini akan
dapat menjelaskan atau memberikan gambaran kepada penganalisa tentang
terutama apabila angka rasio tersebut dibandingkan dengan angka rasio
pembanding yang digunakan sebagai sebuah standard”.
Maksud dari pernyataan tersebut adalah dengan melakukan analisa
terhadap rasio-rasio keuangan maka akan dapat memberikan pengetahuan
mengenai bagaimana keadaan sebenarnya perusahaan yaitu mengetahui
bagaimana tingkat kesehatan keuangan perusahaan, masalah-masalah yang
sedang dihadapi dan penyebab-penyebabnya, serta hal-hal lain yang dapat
mempengaruhi keadaan perusahaan tersebut. Dengan adanya pengetahuan
tersebut maka akan dapat meningkatkan mutu maupun efektifitas
manajemen dalam menjalankan perusahaan, baik dalam tahap
perencanaan, pelaksanaan, pengarahan, maupun pengendalian.
Menurut Sartono (2005:113-125) analisa rasio dikembangkan
menjadi empat kelompok rasio keuangan yaitu:
a. Rasio likuiditas
Likuiditas menunjukkan kemampuan perusahaan untuk membayar
kewajiban finasial jangka pendek tepat pada waktunya. Likuiditas
perusahaan ditunjukkan oleh besar kecilnya aktiva lancar yaitu aktiva
yang mudah untuk diubah menjadi kas meliputi kas, surat berharga,
piutang, persediaan. Dengan menggunakan laporan keuangan yang
terdiri atas Neraca, Laporan Rugi/Laba, laporan perubahan modal.
Ukuran rasio likuiditas terdiri dari tiga alat ukur.Rasio-rasio yang
dimaksud adalah:
lancar Hutang
lancar Aktiva
=
tio
Semakin tinggi current ratio ini berarti semakin besar kemampuan
perusahaan untuk memenuhi kewajiban financial jangka pendek.
Aktiva lancar yang dimaksud termasuk kas, piutang, surat berharga
dan persediaan. Dari aktiva lancar tersebut, persediaan merupakan
aktiva lancar yang kurang likuid dibanding dengan yang lain.
Rasio ini sama halnya current ratio, tetapi hanya memperhitungkan
aktiva lancar yang benar-benar likuid saja yakni aktiva lancar diluar
persediaan. Pengertian likuiditas sebenarnya mengandung dua dimensi
yaitu waktu yang digunakan untuk mengubah aktiva menjadi kas dan
kepastian harga yang akan terjadi. Dengan demikian elemen lancar
tersebut memang piutang lebih likuid dibanding dengan persediaan dan
memerlukan waktu yang lebih pendek untuk mengubah menjadi kas.
Rasio yang membandingkan antara kas dan aktiva lancar yang bias
segera menjadi uang kas dengan hutang lancar.
b. Rasio Aktivitas
Rasio ini mengukur seberapa besar efektivitas perusahaan dalam
memanfaatkan sumber dananya. Rasio aktifitas dinyatakan sebagai
perbandingan penjualan dengan berbagai elemen aktiva. Semakin lancar
Hutang
persediaan
-lancar Aktiva = ratio
Acid test (Rumus 2.2)
(Rumus 2.3) Cash rasio = Kas + efek
Piutang kredit Penjualan piutang
Perputaran =
efektif dalam memanfaatkan dana semakin cepat perputaran dana
tersebut, Karena rasio aktivitas umumnya diukur dari perputaran
masing-masing elemen aktiva. Rasio aktifitas meliputi:
Periode pengumpulan piutang yaitu rata-rata hari yang diperlukan
untuk mengubah piutang menjadi kas. Biasanya ditentukan dengan
membagi piutang dengan rata-rata penjualan harian. Kedua rasio
tersebut berhubungan, dimana hari dalam satu tahun dibagi dengan
periode pengumpulan piutang akan menghasilkan perputaran piutang.
Terlalu tinggi periode pengumpulan piutang itu berarti bahwa
kebijakan kredit terlalu liberal atau bebas, akibatnya timbul bad-debt
dan investasi dalam piutang menjadi besar dan akibatnya keuntungan
akan menurun.
Seperti halnya perputaran piutang dimaksudkan agar lebih tepat lagi
apabila persediaan mengalami perubahan cukup besar. Perusahaan
yang perputaran persediaan yang makin tinggi itu berarti makin (Rumus 2.4) persediaan rata -Rata penjualan pokok Harga persediaan Perputaran = kredit Penjualan 360 x Piutang piutang n pengumpula
Periode = (Rumus 2.5)
efisien, tetapi perputaran yang terlalu tinggi juga tidak baik, untuk itu
perlu ditentukan keseimbangan.
Perputaran aktiva tetap adalah rasio antara penjualan dengan aktiva
tetap netto. Rasio ini menunjukkan bagaimana perusahaan
menggunakan aktiva tetapnya seperti gedung, kendaraan, mesin-mesin,
perlengkapan kantor.
Perputaran total aktiva menunjukkan bagaimana efektifitas perusahaan
menggunakan keseluruhan aktiva untuk menciptakan penjualan dan
mendapatkan laba.
c. Rasio leverage
Rasio ini menunjukan seberapa besar kebutuhan dana perusahaan
dibelanjai dengan hutang. Semakin rendah leverage factor,perusahaan
mempunyai resiko yang kecil bila kondisi ekonomi merosot.
Penggunaan dana hutang tersebut mempunyai tiga dimensi (1) pemberi
kredit akan menitik beratkan pada besarnya jaminan atas kredit yang
diberikan, (2) dengan menggunakan dana hutang, maka apabila
perusahaan mendapatkan keuntungan yang lebih besar dari beban (Rumus 2.8) (Rumus 2.7) tetap
Aktiva Penjualan tetap
aktiva
Perputaran =
aktiva Total
Penjualan aktiva
total
aktiva Total utang Total = Debt ratio sendiri modal Total hutang Total = uity ratio Debt to eq
bunga beban pajak dan bunga sebelum Laba
interest earned ratio= Time
tetapnya maka pemilik perusahaan keuntungannya akan meningkat,
dan (3) dengan penggunaan hutang, pemilik mendapatkan dana tanpa
kehilangan pengendalian pada perusahaannya. Semakin besar tingkat
leverage perusahaan, akan semakin besar jumlah hutang yang
digunakan, dan semakin besar resiko bisnis yang dihadapi terutama
apabila kondisi perekonomian memburuk. Ada lima rasio leverage:
Menunjukkan proporsi atas penggunaan utang untuk membiayai
investasinya. Perusahaan yang tidak mempunyai leverage berarti
menggunakan modal sendiri 100%.
Semakin tinggi rasio ini semakin besar risiko yang dihadapi dan
investor akan meminta tingkat keuntungan yang semakin tinggi. Rasio
yang tinggi juga menunjukkan proporsi modal sendiri yang rendah
untuk membiayai aktiva.
(Rumus 2.9)
(Rumus 2.11)
sewa pembayaran bunga sewa pembayaran bunga EBIT cov arg + + + = erage e Fixed ch ) pajak) tarif -(1 pinjaman pokok angsuran ( sewa Bunga pajak dan bunga sebelum Laba cov + + = erage rvice
Debt to se
Time interest earned ratio adalah rasio antara laba sebelum bunga dan
pajak (EBIT) dengan beban bunga. Rasio ini mengukur kemampuan
perusahaan memenuhi beban tetapnya berupa bunga atau mengukur
seberapa jauh laba dapat berkurang tanpa perusahaan mengalami
kesulitan keuangan karena tidak mampu membayar bunga.
Fixed charge coverage mengukur berapa besar kemampuan
perusahaan untuk menutup beban tetapnya termasuk pembayaran
deviden saham preferen, bunga angsuran pinjaman dan sewa.
Debt service coverage mengukur kemampuan perusahaan memenuhi
beban tetapnya termasuk angsuran pokok pinjaman.
d. Rasio Profitabilitas
Profitabilitas adalah kemampuan perusahaan memperoleh laba dalam
hubungannya dengan penjualan, total aktiva maupun modal sendiri. (Rumus 2.12)
% 100 Penjualan HPP -Penjualan
argin=
it m Gross prof % 100 Penjualan EBIT
argin=
m Net profit % 100 Investasi pajak setelah laba
Return on investment=
% 100 sendiri modal pajak setelah laba
Return on equity=
Semakin tinggi profitabilitas berarti semakin baik, tetapi perlu
diperhatikan bahwa gross profit margin sangat dipengaruhi oleh harga
pokok penjualan. Apabila harga pokok penjualan meningkat maka
gross profit margin akan menurun begitu pula sebaliknya.
Apabila gross profit margin selama suatu periode tidak berubah
sedangkan net profit margin nya mengalami penurunan maka berarti
bahwa biaya meningkat relatif lebih besar daripada peningkatan
penjualan.
Return on investment atau return on assets menunjukkan kemampuan
perusahaan menghasilkan laba dari aktiva yang dipergunakan.
Return on equity atau return on net worth mengukur kemampuan
perusahaan memperoleh laba yang tersedia bagi pemegang saham (Rumus 2.14)
(Rumus 2.15)
(Rumus 2.16)
% 100 Penjualan
EAT arg
Profit m in=
% 100 aktiva total EBIT Asset on
Return =
penjualan pajak setelah Laba aktiva total Penjualan x wer
Earning po =
perusahaan. Rasio ini juga dipengaruhi oleh besar kecilnya utang
perusahaan, apabila proporsi utang semakin besar, maka rasio ini juga
akan makin besar.
Dengan menggunakan hubungan antara perputaran aktiva dengan net
profit margin maka dapat dicari earning power atau return on assets
ratio. Earning power adalah hasil kali net profit margin dengan
perputaran aktiva.
Earning power merupakan alat ukur kemampuan perusahaan dalam
menghasilkan laba dengan aktiva yang digunakan. Rasio ini
menunjukkan tingkat efisiensi investasi yang nampak pada tingkat
perputaran aktiva. Apabila perputaran aktiva meningkat dan net profit
margin tetap maka earning power juga akan meningkat.
(Rumus 2.18)
(Rumus 2.19)
2.2.4. Financial Distress
Financial distress adalah penurunan pendapatan perusahaan yang
mengakibatkan ketidakmampuan perusahaan untuk membayar bunga dan
principal dari hutangnya (A.Brealy dan Myers, 2006 dalam Brahmana
http://ppiuk.files.wordpress.com/2007/06/jurnal-raye.pdf.). Perusahaan
yang mengalami financial distress memiliki aliran kas yang rendah
daripada jumlah pembayaran terhadap hutang jangka panjang. Financial
distress biasanya dipengaruhi oleh tiga hal : struktur modal (leverage),
manajemen yang kurang baik, perfomance perusahaan yang relatif kurang
bagus dalam rata-rata industri sejenis. Tekanan perekonomian juga dapat
menjadi salah satu pemicu yang menyebabkan terpengaruhnya pendapatan
operasional.
Menurut penelitian Whitakers (1999) Financial distress
mengakibatkan perusahaan menunda atau bahkan kehilangan kesempatan
investasi yang profitable karena ketidakmampuan perusahaan untuk
mengatasi kewajiban lancar (current liabilities) saat ini. Hal ini pun
menandai bahwa perusahaan tidak memiliki tingkat likuiditas yang cukup
untuk membayar kewajibannya.
Financial distress adalah arus kas negatif menurut McCue (1991).
Selanjutnya financial distress dapat dididentifikasi dengan melihat jika
beberapa tahun perusahaan mengalami laba bersih operasi negatif
(Whitaker, 1999).
Dari definisi-definisi di atas dapat disimpulkan bahwa financial
distress adalah kesulitan keuangan jangka pendek yang bisa berkembang
menjadi kesulitan “tidak solvable”, dan perusahaan bisa dilikuidasi atau
direorganisasi. Likuidasi dipilih apabila nilai likuidasi lebih besar
dibandingkan dengan nilai perusahaan kalau diteruskan. Reorganisasi
dipilih apabila nilai perusahaan kalau diteruskan lebih besar dibandingkan
nilai likuidasi. Kegagalan (Failure) dapat didefinisikan dalam beberapa
cara, dan kegagalan tidak harus menyebabkan keruntuhan atau
pembubaran perusahaan. Kegagalan ekonomis berarti bahwa pendapatan
perusahaan tidak mampu menutup biayanya sendiri. Sedangkan kegagalan
keuangan berarti jika perusahaan tidak dapat memenuhi kewajiban pada
waktunya harus dipenuhi, walaupun harta totalnya melebihi kewajiban
totalnya (Weston dan Brigham, 2003: 474).
2.2.5. Hubungan Antara Analisa Rasio Keuangan Dengan Kebangkrutan
Analisa laporan keuangan dapat menjadi salah satu alat untuk
memprediksi kebangkrutan. Laporan keuangan dapat dijadikan dasar
untuk mengukur kesehatan suatu perusahaan melalui rasio-rasio keuangan
yang ada. Kesehatan suatu perusahaan akan mencerminkan kemampuan
perusahaan dalam menjalankan usahanya, distribusi aktivanya, keefektifan
penggunaan aktivanya, hasil usaha atau pendapatan yang telah dicapai,
beban-beban yang harus dibayar, serta potensi kebangkrutan yang akan
kebangkrutan bisnis untuk periode satu sampai lima tahun sebelum bisnis
tersebut benar-benar bangkrut (Nasser dan Aryati, 2000) Brahmana
(http://ppiuk.files.wordpress.com/2007/06/jurnal-raye.pdf.).
Banyak peneliti berusaha mengembangkan sistem peringatan awal
untuk memprediksi financial distress sebelum terjadinya kebangkrutan.
Peneliti-peneliti sebelumnya banyak yang menggunakan rasio-rasio yang
dikembangkan dalam model multiple discriminant untuk
mengklasifikasikan perusahaan sehat dan perusahaan tidak sehat. Gordon
dan Jordan (1988) menyebutkan bahwa Altman (1977) mengembangkan
model multiple discriminant dan mengklasifikasikan bank yang
mempunyai masalah keuangan dan yang tidak mempunyai masalah
keuangan. Barth et al (1985) mengembangkan model logit untuk
mengidentifikasi rasio-rasio yang paling baik dalam memprediksi
kegagalan. Benson (1985) meneliti perbedaan rasio dan mengelompokkan
ke dalam dua kelompok. Benson menemukan bahwa diversifikasi investasi
merupakan alat untuk menghindari masalah keuangan. Pantalone dan Platt
(1987) menggunakan analisis discriminant untuk memprediksi kegagalan.
Kedua artikel tersebut membuktikan bahwa variabel keuangan dapat
digunakan untuk memprediksi kebangkrutan.
(http://www.finansialbisnis.com/Data2/Riset/Probabilitas%20Default%20
2.2.6. Hubungan Antara Analisa Rasio Dengan Kebangkrutan dan
Financial Distress
Analisa rasio berhubungan dengan financial distress, hasil ini
sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Almilia (2003) dalam
Brahmana (2003) yang menyebutkan bahwa : “penelitian yang berkaitan
dengan kondisi financial distress perusahaan pada umumnya
menggunakan rasio keuangan perusahaan”. Selain itu hasil penelitian Platt
dan Platt (2002) juga menggunakan rasio keuangan untuk memprediksi
kondisi financial perusahaan.
Financial distress terjadi karena perusahaan tidak mampu
mengelola dan menjaga kestabilan keuangan perusahaannya yang bermula
dari kegagalan dalam mempromosikan produk yang dibuatnya yang
menyebabkan turunnya penjualan sehingga dengan pendapatan yang
menurun dari sedikitnya penjualan memungkinkan perusahaan mengalami
kerugian operasional dan kerugian bersih untuk tahun berjalan. Lebih
lanjut dari kerugian yang terjadi akan mengakibatkan defisiensi modal
dikarenakan penurunan nilai saldo laba yang terpakai untuk melakukan
pembayaran deviden, sehingga total ekuitas secara keseluruhanpun akan
mengalami defisiensi. Jika hal ini terus terjadi, maka tidak mustahil bahwa
suatu saat total kewajiban perusahaan akan melebihi total aktiva yang
dimilikinya. Kondisi seperti yang telah disebutkan di atas mengasosiasikan
suatu perusahaan sedang mengalami kesulitan keuangan (financial
kondisi tersebut di atas, maka perusahaan tersebut akan mengalami
kepailitan.
Hasil penelitian Platt dan Platt (1990) memberikan bukti bahwa
industry relative ratio memiliki tingkat klasifikasi yang lebih tinggi
dibandingkan dengan rasio keuangan yang tidak disesuaikan. Hasil
penelitian membuktikan bahwa industry relative ratio mampu
memprediksi financial ditress perusahaan perusahaan property.
Theodossiou et.al.(1996) berpendapat bahwa relative ratio industri secara
implisit mengasumsikan bahwa tingkat kegagalan perusahaan dari waktu
kewaktu dalam satu sektor industri adalah sama dimana asumsi ini sangat
sulit untuk diterapkan dalam kasus atau penelitian. Dalam Brahmana
2.3. Kerangka Konseptual
2.4 Hipotesis
Hipotesa dalam penelitian ini adalah:
a. Diduga rasio aktivitas berpengaruh positif terhadap finansial distres
PT. Indonesia Paradise Property, Tbk.
b. Diduga rasio leverage berpengaruh negatif terhadap finansial distress
PT. Indonesia Paradise Property, Tbk.
c. Diduga rasio profitabilitas berpengaruh positif terhadap finansial
distress PT. Indonesia Paradise Property, Tbk Rasio Profitabilitas
(X3) Rasio Leverage
(X2) Rasio Aktivitas
(X1)
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
3.1.Definisi Operasional dan Pengukuran Variabel
Definisi operasional ialah suatu definisi yang didasarkan pada karakteristik
yang dapat diobservasi dari apa yang sedang didefinisikan atau “mengubah
konsep-konsep yang berupa konstruk dengan kata-kata yang menggambarkan
perilaku atau gejala yang dapat diamati dan yang dapat diuji dan ditentukan
kebenarannya oleh orang lain” (Young, dikutip oleh Koentjarangningrat,
1991;23). Variable yang digunakan dalam penelitian ini adalah:
a. Rasio keuangan (X) adalah analisa terhadap rasio keuangan yang
menggambarkan suatu hubungan atau perimbangan antara suatu jumlah
tertentu dengan jumlah yang lain, dan dengan menggunakan alat analisa
berupa rasio keuangan. Indicator dari rasio keuangan yang dipergunakan
dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Rasio Aktivitas (X1) terdiri atas:
1) Perputaran piutang:
Piutang kredit Penjualan piutang
Perputaran =
2) Perputaran persediaan:
persediaan rata
-Rata
penjualan pokok
Harga persediaan
Perputaran =
Rumus diatas dapat digunakan sebagai data empirik dalam menghitung
dari aktiva yang dimiliki perusahaan untuk menciptakan penjualan dan
mendapatkan laba.
2. Financial leverage ratio (X2) adalah kemampuan penggunaan utang
untuk membiayai investasinya, terdiri atas:
1) Debt ratio:
aktiva Total hutang Total = Debt ratio
2) Debt to equity ratio:
sendiri modal Total hutang Total = uity ratio Debt to eq
Rumus diatas dapat digunakan sebagai data empirik dalam menghitung
rasio leverage karena rasio tersebut dapat menggambarkan kemampuan
modal yang dimiliki oleh perusahaan untuk memenuhi kewajiban
perusahaan.
3. Rasio Profitabilitas (X3), adalah kemampuan perusahaan untuk
memperoleh laba dalam hubungannya dengan penjualan, total aktiva
maupun modal sendiri, terdiri atas:
1) Net profit margin:
% 100 Penjualan pajak dan bunga sebelum Laba
argin=
m Net profit
2) Return on investmen:
investasi pajak setelah laba investment on
3) Return on equity:
sendiri modal
pajak setelah laba equity on
Return =
Rumus diatas dapat digunakan sebagai data empirik dalam menghitung
rasio profitabilitas karena rasio-rasio tersebut mampu membuktikan
kemampuan dari modal sendiri, total aktiva dan total penjualan
perusahaan dalam menghasilkan laba usaha.
b. Financial distress (Y) adalah keadaan kesulitan keuangan yang berturut-turut
yang bisa berkembang menjadi kepailitan dan perusahaan bisa dilikuidasi atau
direorganisasi. Perhitungan variable dependen Y dinilai menggunakan proxy:
laba operasi negative
3.2.Teknik Penentuan Sampel
a. Populasi. Populasi dalam penelitian ini adalah data laporan keuangan PT.
Indonesia Paradise Property, Tbk mulai go public hingga sekarang.
b. Teknik sampling yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah purposive
sampling yaitu teknik untuk menentukan sample dengan dasar
pertimbangan tertentu (Sugiyono, 2005:78). Dalam penelitian ini sampel
yang digunakan adalah perusahaan memiliki kriteria kerugian
berturut-turut. Sampel yang dipergunakan adalah data laporan keuangan PT.
Indonesia Paradise Property, Tbk pada tahun 2006-2008. Alasan di
pilihnya periode tersebut karena pada periode tahun tersebut perusahaan
3.3. Teknik Pengumpulan Data
3.3.1. Jenis dan Sumber Data
Data yang digunakan dalam penelitian ini merupakan data
kuantitatif. Data ini diperoleh peneliti secara tidak langsung (melalui
media perantara atau diperoleh dan dicatat oleh pihak lain), sehingga dapat
dikategorikan sebagai data sekunder. Data yang digunakan meliputi:
a. Data laporan Rugi Laba perusahaan per 31 Desember periode 2006
sampai dengan 2008 PT. Indonesia Paradise Property, Tbk yang go
public di PT.Bursa Efek Indonesia. Data diperoleh melalui
www.idx.co.id.
b. Data Neraca perusahaan per 31 Desember periode 2006 sampai dengan
2008, PT. Indonesia Paradise Property, Tbk yang go public di
PT.Bursa Efek Indonesia. Data diperoleh melalui www.idx.co.id.
3.3.2. Metode Pengumpulan Data
Penelitian ini menggunakan metode dokumentasi yaitu
mengumpulkan data sekunder yang diperoleh dari PT Bursa Efek Indonesia.
Instrumen yang digunakan agar kegiatan pengumpulan data menjadi
sistematis dan mudah, peneliti mengunakan tabel dan catatan.
3.4.Teknik Analisis Data
Dalam melakukan analisis data, maka langkah-langkah analisis yang
1. Menghitung rasio-rasio keuangan:rasio aktivitas, rasio leverage dan rasio
profitabilitas
2. Menganalisa regresi linier berganda persamaan pengaruh rasio keuangan
dalam memprediksi financial distress.
3.4.1. Metode Analisis
Metode analisis dalam penelitian ini menggunakan regresi linier
berganda untuk mengetahui kekuatan prediksi rasio keuangan terhadap
penentuan financial distress suatu perusahaan.
a. Regresi linier berganda
Menurut Purwanto dan Sulistyastuti (2007:188) analisis regresi linier
berganda adalah pengembangan dari model regresi sederhana. Model
regresi berganda ini dikembangkan untuk melakukan estimasi/prediksi
nilai variabel dependen (Y) dengan menggunakan lebih dari satu
variabel independen (X1,X2,…dst). Menurut Alhusin (2003:203)
Analisis Regresi Linier Berganda adalah analisis regresi yang
dilakukan antara satu variabel dependent dengan beberapa (lebih dari
satu) variabel independent. Metode ini digunakan untuk mengetahui
pengaruh variabel bebas terhadap variabel terikat. Model persamaan
analisis regresi berganda yang digunakan sebagai berikut :
Y = β0 + β1X1 + β2X2 + β3X3 +e ……(Purwanto dan Sulistyastuti,
Dimana :
Y = financial distress
X1 = rasio aktivitas
X2 = rasio leverage
X3 = rasio profitabilitas
β1,2,3 = Koefisien Regresi
β0 = Konstanta
e = Variabel error
b. Pengujian Asumsi Klasik.
1. Multikolinearitas. Uji multikolinieritas bertujuan untuk menguji
apakah model regresi ditemukan adanya korelasi antar variabel
bebas (independen). Model regresi yang baik seharusnya tidak
terjadi korelasi diantara variabel independen. Jika variabel
independent saling berkorelasi, maka variabel-variabel ini tidak
orthogonal. Variabel orthogonal adalah variabel independent yang
nilai korelasi antar sesama variabel independent sama dengan nol.
Untuk mendeteksi ada atau tidaknya multikolinieritas didalam
model regresi dengan menganalisis matrik korelasi antar variabel
independen dan perhitungan nilai tolerance dan VIF (Ghozali,
2005:91-93).
2. Autokorelasi. Uji autokorelasi bertujuan menguji apakah dalam
periode t dengan kesalahan penganggu pada periode t-1
(sebelumnya). Jika terjadi korelasi, maka dinamakan ada problem
autokorelasi. Autokorelasi muncul karena observasi yang berurutan
sepanjang waktu berkaitan satu sama lainnya (Ghozali,
2005:95-97). Model regresi yang baik adalah regresi yang bebas dari
autokorelasi. Teknik uji autokorelasi yang digunakan dalam
penelitian ini adalah pengujian Uji Durbin – Watson (DWtest). Uji
Durbin Watson hanya digunakan untuk autokorelasi tingkat satu
(first order autocorrelation) dan mensyaratkan adanya intercept
(konstanta) dalam model regresi dan tidak ada variabel lagi
diantara variabel independent. Hipotesis yang akan diuji adalah
sebagai berikut:
Ho = tidak ada autokorelasi (r=0)
Ha = ada autokorelasi (r≠0)
Pengambilan keputusan ada tidaknya autokorelasi:
Hipotesis nol (Ho) Keputusan Jika
Tidak ada autokorelasi positif
Tolak 0 < d < dL
Tidak ada autokorelasi positif
No decision dL < d < dU
Tidak ada autokorelasi negatif
Tolak 4-dL < d < 4
Tidak ada autokorelasi negatif
No decision 4 – dU < d < 4 – dU
Tidak ada autokorelasi positif atau negatif
3. Heteroskedastisitas. Uji heteroskedastisitas bertujuan menguji
apakah dalam regresi terjadi ketidaksamaan variance dari residual
satu pengamatan ke pengamatan yang lain. Jika variance dari
residual satu pengamatan ke pengamatan lain tetap, maka disebut
homokedastisitas dan jika berbeda disebut heteroskedastisitas.
Model regresi yang baik adalah yang homokedastisitas atau tidak
terjadi heteroskedastisitas (Ghozali, 2005:105). Mendeteksi gejala
Heteroskedastisitas dapat menggunakan uji Glejser yaitu dengan
meregres nilai absolute residual terhadap variabel independent
(Gujarati, 2003) dengan persamaan regresi: Ut =α+βXt+vt.
3.4.2. Uji Hipotesis
Pada teknik pengujian hipotesis terdapat 2 pengujian yang terdiri dari uji F
dan uji t yaitu sebagai berikut :
1. Uji F
Menurut Purwanto dan Sulistyastuti (2007:194) nilai statistik F
menunjukkan apakah semua variabel independen yang dimasukkan
dalam persamaan/model regresi secara bersamaan berpengaruh terhadap
variabel dependent. Nilai statistik F juga dapat dilihat dari output regresi
yang dihasilkan oleh SPSS. Alhusin (2003:203) berpendapat bahwa uji F
bertujuan untuk mengetahui signifikansi pengaruh atau tidak secara
Alhusin (2003:203) mengemukakan prosedur pengujian uji F,
yaitu :
a. H0 : βi = 0 (X1,X2 secara bersama tidak berpengaruh terhadap Y)
H1 : βi ≠ 0 (X1,X2 secara bersama berpengaruh terhadap Y)
b. Dalam penelitian ini digunakan α = 0,05 dengan derajat bebas (n – k
– 1), yaitu n = jumlah pengamatan dan k = jumlah variabel.
c. Dengan F hitung sebesar :
) 1 /(
) R 1 (
/ R
F 2
2
=
k n
k
... (Sugiyono, 2002:190)
di mana :
R2= Koefisien determinasi
k = jumlah indikator
n = jumlah pengamatan
[image:48.612.171.498.105.629.2]Kurva pengujian uji F, sebagai berikut :
Gambar 1 Uji F
Sumber : Supranoto, J., 2001, Statistik :Teori dan Aplikasi, Edisi Keenam, Jilid 2, Erlangga, Jakarta, hal.135
H0 ditolak jika F hitung > F tabel.
2. Uji t
Menurut Alhusin (2003:205) Uji t, adalah untuk mengetahui signifikansi
pengaruh secara individu variabel bebas. Purwanto dan Sulistyastuti
(2007:193) menyatakan bahwa nilai statistik t merupakan uji signifikansi
parameter individual. Nilai statistik t menunjukkan seberapa jauh
pengaruh variabel independent secara individual terhadap variabel
dependentnya. Adapun prosedur pengujian t adalah sebagai berikut :
H0 : βi = 0 (tidak ada pengaruh)
H1 : βi ≠ 0 (ada pengaruh)
) ( thitung
β β
Se
=
Dengan derajat kebebasan sebesar n – k – 1
Keterangan :
β = Koefisien regresi
Se = Standar error
n = Jumlah sampel
k = Parameter regresi
Daerah kritis H0 melalui kurva distribusi t, sebagai berikut :
Daerah Daerah
Penolakan Ho Penolakan Ho
Daerah penerimaan Ho
[image:49.612.178.503.551.670.2]-ttabel ttabel
Sumber : Alhusin, 2003, Aplikasi Statistik Praktis Dengan SPSS 10 for Windows, Edisi Revisi, Cetakan Pertama, Graha Ilmu, Yogyakarta, hal. 190.
Syarat :
a. Apabila t hitung > t tabel, maka H0 ditolak dan H1 diterima, yang berarti
ada pengaruh antara variabel bebas dengan variabel terikat.
b. Apabila t hitung ≤ t tabel, maka H0 diterima dan H1 ditolak, yang berarti
BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
4.1.Deskripsi Obyek Penelitian
4.1.1. Sejarah PT.Bursa Efek Indonesia
Secara historis, pasar modal telah hadir jauh sebelum Indonesia merdeka. Pasar modal atau bursa efek telah hadir sejak jaman kolonial Belanda dan tepatnya pada tahun 1912 di Batavia. Pasar modal ketika itu didirikan oleh pemerintah Hindia Belanda untuk kepentingan pemerintah kolonial atau VOC. Meskipun pasar modal telah ada sejak tahun 1912, perkembangan dan pertumbuhan pasar modal tidak berjalan seperti yang diharapkan, bahkan pada beberapa periode kegiatan pasar modal mengalami kevakuman. Hal tersebut disebabkan oleh beberapa faktor seperti perang dunia ke I dan II, perpindahan kekuasaan dari pemerintah kolonial kepada pemerintah Republik Indonesia, dan berbagai kondisi yang menyebabkan operasi bursa efek tidak dapat berjalan sebagimana mestinya. Pemerintah Republik Indonesia mengaktifkan kembali pasar modal pada tahun 1977, dan beberapa tahun kemudian pasar modal mengalami pertumbuhan seiring dengan berbagai insentif dan regulasi yang dikeluarkan pemerintah.
• 14 Desember 1912 : Bursa Efek pertama di Indonesia dibentuk di Batavia oleh Pemerintah Hindia Belanda.
• 1914 – 1918 : Bursa Efek di Batavia ditutup selama Perang Dunia I • 1925 – 1942 : Bursa Efek di Jakarta dibuka kembali bersama dengan
Bursa Efek di Semarang dan Surabaya
• Awal tahun 1939 : Karena isu politik (Perang Dunia II) Bursa Efek di Semarang dan Surabaya ditutup.
• 1942 – 1952 : Bursa Efek di Jakarta ditutup kembali selama Perang Dunia II
• 1952 : Bursa Efek di Jakarta diaktifkan kembali dengan UU Darurat Pasar Modal 1952, yang dikeluarkan oleh Menteri kehakiman (Lukman Wiradinata) dan Menteri keuangan (Prof.DR. Sumitro Djojohadikusumo). Instrumen yang diperdagangkan: Obligasi Pemerintah RI (1950)
• 1956 : Program nasionalisasi perusahaan Belanda. Bursa Efek semakin tidak aktif.
• 1956 – 1977 : Perdagangan di Bursa Efek vakum.
• 1977 – 1987 : Perdagangan di Bursa Efek sangat lesu. Jumlah emiten hingga 1987 baru mencapai 24. Masyarakat lebih memilih instrumen perbankan dibandingkan instrumen Pasar Modal.
• 1987 : Ditandai dengan hadirnya Paket Desember 1987 (PAKDES 87) yang memberikan kemudahan bagi perusahaan untuk melakukan Penawaran Umum dan investor asing menanamkan modal di Indonesia.
• 1988 – 1990 : Paket deregulasi dibidang Perbankan dan Pasar Modal diluncurkan. Pintu BEJ terbuka untuk asing. Aktivitas bursa terlihat meningkat.
• 2 Juni 1988 : Bursa Paralel Indonesia (BPI) mulai beroperasi dan dikelola oleh Persatuan Perdagangan Uang dan Efek (PPUE), sedangkan organisasinya terdiri dari broker dan dealer.
• Desember 1988 : Pemerintah mengeluarkan Paket Desember 88 (PAKDES 88) yang memberikan kemudahan perusahaan untuk go public dan beberapa kebijakan lain yang positif bagi pertumbuhan pasar modal.
• 16 Juni 1989 : Bursa Efek Surabaya (BES) mulai beroperasi dan dikelola oleh Perseroan Terbatas milik swasta yaitu PT Bursa Efek Surabaya.
• 22 Mei 1995 : Sistem Otomasi perdagangan di BEJ dilaksanakan dengan sistem computer JATS (Jakarta Automated Trading Systems). • 10 November 1995 : Pemerintah mengeluarkan Undang –Undang No.
8 Tahun 1995 tentang Pasar Modal. Undang-Undang ini mulai diberlakukan mulai Januari 1996.
• 1995 : Bursa Paralel Indonesia merger dengan Bursa Efek Surabaya. • 2000 : Sistem Perdagangan Tanpa Warkat (scripless trading) mulai
diaplikasikan di pasar modal Indonesia.
• 2002 : BEJ mulai mengaplikasikan sistem perdagangan jarak jauh (remote trading).
• 2007 : Penggabungan Bursa Efek Surabaya (BES) ke Bursa Efek Jakarta (BEJ) dan berubah nama menjadi Bursa Efek Indonesia (BEI).
4.1.2. Sejarah PT.Indonesian Paradise Property, Tbk
413/BH.09.01/IX/97 tanggal 9 September 1997 serta telah diumumkan dalam Berita Negara Republik Indonesia No. 21 tanggal 12 Maret 2002 Tambahan No. 2574. Anggaran dasar Perusahaan telah mengalami beberapa kali perubahan, terakhir dengan Akta No. 13 tanggal 2 Juli 2009, dibuat di hadapan Robert Purba, SH, Notaris di Jakarta, mengenai perubahan tempat kedudukan Perusahaan. Perubahan ini telah mendapat persetujuan dari Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia dalam Surat Keputusan No. AHU-38926.AH.01.02.Tahun 2009 tanggal 12 Agustus 2009. Sesuai dengan Pasal 3 anggaran dasar Perusahaan, ruang lingkup kegiatan Perusahaan antara lain meliputi bidang perhotelan, pembangunan dan lain-lain. Kantor pusat Perusahaan berkedudukan di Jalan Tebet Timur Raya No. 10c, Jakarta 12820. Perusahaan memiliki hotel dengan nama Hotel Harris yang memiliki 66 kamar dan beralamat di Jalan Dewi Sartika, Tuban, Bali. Surat tanda izin usaha hotel No. 556.2/649/Diparda tanggal 7 Oktober 2002 dari Kantor Pariwisata Pemerintah Kabupaten Badung, Bali berlaku sampai dengan tanggal 15 Januari 2013. Perusahaan memulai kegiatan operasionalnya pada bulan Oktober 2002.
dibuat oleh Robert Purba, SH, Notaris di Jakarta, dengan rincian sebagai berikut: Dewan Komisaris Presiden Komisaris : Todo Sihombing Wakil Presiden Komisaris : Fransiscus Xaverius Boyke Gozali Komisaris : Karel Patipeilohy Direksi: Presiden Direktur : Agoes Soelistyo Santoso Direktur : Patrick Santosa Rendradjaja Direktur : Diana Solaiman Susunan Komite Audit Perusahaan berdasarkan resolusi Rapat Dewan Komisaris pada tanggal 2 Juli 2007 dan penunjukkan Corporate Secretary berdasarkan surat dari Direksi Perusahaan pada tanggal 21 Juli 2004, pada tanggal 31 Desember 2009 dan 2008, dan 31 Juli 2009 dengan rincian sebagai berikut: Komite Audit: Ketua : Todo Sihombing Anggota : FX Marchelius Charles Colondam Anggota : Eka Shanti T. Corporate Secretary : Ninawati Gaji dan tunjangan Direksi sejumlah Rp 239.867.712 dan Rp 197.266.570 masing-masing pada 2009 dan 2008 sedangkan Dewan Komisaris tidak mendapatkan gaji dan tunjangan dari Perusahaan.
4.2.Deksripsi Hasil Penelitian
4.2.1. Hasil Analisis Data
a. Rasio aktivitas (X1) terdiri atas: 1) Periode pengumpulan piutang.
Yaitu berupa perputaran piutang yang merupakan perbandingan antara total penjualan kredit dengan jumlah piutang perusahaan tiap periode.
Table 2: Hasil perhitungan nilai perputaran piutang Periode Perputaran
piutang
Perubahan
Kwr Tahun Naik Turun
Kwr 1 20,5305
Kwr 2 2006 18,4812 - -2,05
Kwr 3 30,2058 11,72
Kwr 1 0,0106 - -30,20
Kwr 2 2007 0,0100 0,00
Kwr 3 0,0325 0,02
Kwr 1 0,1008 0,07
Kwr 2 2008 0,0011 - -0,10
Kwr 3 0,0288 0,03
Sumber: Laporan keuangan, diolah
Dari table diatas dapat diuraikan sebagai berikut: nilai perputaran piutang pada periode penelitian tahun 2006-2008 dengan metode data kwartalan tampak nilainya sangat bervariasi. Penurunan terbesar terjadi pada periode kwartal ke3 tahun 2006 ke kwartal 1 ketahun 2007 sebesar 30,20%, artinya bahwa periode perputaran piutang sangat besar turunnya. Sedangkan peningkatan terbesar terjadi pada periode kwartal2 ke kwartal ke 3 tahun 2006 yaitu sebesar 11,72%. Tingginya nilai kenaikan perputaran piutang perusahaan menunjukkan arti bahwa penjualan kredit perusahaan mampu menutup piutang perusahaan.
2) Perputaran persediaan
Yaitu perputaran persediaan perusahaan yang dapat dinilai dengan membandingkan total harga pokok penjualan dengan rata-rata persediaan perusahaan tiap periode.
Table 3: Hasil perhitungan nilai perputaran persediaan Periode Perputaran
persediaan
Perubahan
Kwr Tahun Naik Turun
Kwr 1 18,5565
Kwr 2 2006 20,2114 1,65
Kwr 3 18,5021 -1,71
Kwr 1 5,3023 -13,20
Kwr 2 2007 12,4413 7,14
Kwr 3 -7,5170 -19,96
Kwr 1 8,2082 15,73
Kwr 2 2008 21,5795 13,37
Kwr 3 -3,4354 -25,01
Sumber: Laporan keuangan, diolah
b. Financial leverage ratio (X2) terdiri atas: 1) Debt ratio
[image:60.595.191.491.290.485.2]Yaitu nilai kemampuan perusahaan membayar hutang dengan menggunakan asset yang dimiliki perusahaan. Dinilai dengan membandingkan total hutang dengan total aktiva tiap periode. Hasil perhitungan tampak pada table berikut ini:
Table 4: Hasil perhitungan nilai debt to asset ratio Periode Debt to
asset ratio
Perubahan
Kwr Tahun Naik Turun
Kwr 1 5,8297
Kwr 2 2006 4,8581 -0,97
Kwr 3 4,4090 -0,45
Kwr 1 0,0373 -4,37
Kwr 2 2007 0,0668 0,03
Kwr 3 0,0178 -0,05
Kwr 1 0,0183 0,00
Kwr 2 2008 0,0202 0,00
Kwr 3 0,0257 0,01
Sumber: Laporan keuangan, diolah
2) Debt to equity ratio
Yaitu kemampuan perusahaan membayar hutang dengan menggunakan modal sendiri perusahaan. Dinilai dengan dengan membandingkan total hutang dengan total modal sendiri tiap periode.
[image:61.595.192.493.282.487.2]Hasil perhitungan tampak pada table berikut ini: Table 5: Hasil perhitungan nilai debt to equity ratio
Periode Debt to equity ratio
Perubahan
Kwr Tahun Naik Turun
Kwr 1 3,4867
Kwr 2 2006 3,8354 0,35
Kwr 3 2,6655 -1,17
Kwr 1 0,0387 -2,63
Kwr 2 2007 0,0716 0,03
Kwr 3 0,0181 -0,05
Kwr 1 0,0186 0,00
Kwr 2 2008 0,0207 0,00
Kwr 3 0,0257 0,01
Sumber: Laporan keuangan, diolah
c. Rasio Profitabilitas (X3) terdiri atas: 1) Net profit margin.
Kemampuan perusahaan menghasilkan laba melalui penjualannya. Dinilai dengan membandingkan total laba bersih setelah pajak dengan total penjualan tiap periode.
[image:62.595.191.490.289.484.2]Hasil perhitungan tampak pada table berikut ini: Table 6: Hasil perhitungan nilai net profit margin
Periode Net profit margin
Perubahan
Kwr Tahun Naik Turun
Kwr 1 -18,4932
Kwr 2 2006 -17,8089 -0,68
Kwr 3 -12,2245 -5,58
Kwr 1 -11,2522 -0,97
Kwr 2 2007 -1,0339 -10,22
Kwr 3 -0,0728 -0,96
Kwr 1 2,2290 -2,30
Kwr 2 2008 -0,4352 2,66
Kwr 3 -0,1743 -0,26
Sumber: Laporan keuangan, diolah
hal ini menunjukkan peningkatan kearah negative yang artinya bahwa penjualan yang terjadi tidak mampu menghasilkan laba. 2) Return on asset
Kemampuan perusahaan menghasilkan laba melalui asset yang dimiliki perusahaan. Dinilai dengan membandingkan total laba bersih setelah pajak dengan total aktiva tiap periode.
[image:63.595.191.491.317.505.2]Hasil perhitungan tampak pada table berikut ini: Table 7: Hasil perhitungan nilai return on asset
Periode Return on asset
Perubahan
Kwr Tahun Naik Turun
Kwr 1 -10,6920
Kwr 2 2006 -12,1071 -1,42
Kwr 3 -8,6947 3,41
Kwr 1 -0,0125 8,68
Kwr 2 2007 -0,0316 -0,02
Kwr 3 -0,0040 0,03
Kwr 1 0,0022 0,01
Kwr 2 2008 -0,0165 -0,02
Kwr 3 -0,0151 0,00
Sumber: Laporan keuangan, diolah
3) Return on equity.
Kemampuan perusahaan menghasilkan laba melalui pengembalian modal yang dimiliki perusahaan. Dinilai dengan membandingkan total laba bersih setelah pajak dengan total modal sendiri tiap periode.
[image:64.595.191.492.286.483.2]Hasil perhitungan tampak pada table berikut ini: Table 8: Hasil perhitungan nilai return on equity
Periode Return on equity
Perubahan
Kwr Tahun Naik Turun
Kwr 1 -17,8767
Kwr 2 2006 -15,3354 -2,54
Kwr 3 -14,3818 -0,95
Kwr 1 -0,0120 -14,37
Kwr 2 2007 -0,0295 0,02
Kwr 3 -0,0039 -0,03
Kwr 1 0,0022 -0,01
Kwr 2 2008 -0,0161 0,02
Kwr 3 -0,0151 0,00
Sumber: laporan keuangan, diolah
d. Financial distress (Y)
[image:65.595.154.516.262.452.2]Yaitu keadaan kesulitan keuangan jangka pendek yang bisa berkembang menjadi kesulitan dan perusahaan bisa dilikuidasi atau direorganisasi Nilai yang diperoleh untuk prediksi financial distress adalah dari nilai laba operasi perusahaan, hasilnya sebagai berikut: Table 9: Nilai financial distress perusahaan
Periode Financial Distress
Perubahan
Kwr Tahun Naik Turun
Kwr 1 -193.664.000.000
Kwr 2 2006 -199.360.000.000 5.696.000.000 -
Kwr 3 -176.576.000.000 - -22.784.000.000
Kwr 1 -958.281.769 177.534.281.769 -
Kwr 2 2007 -2.382.992.023 - -3.341.273.792
Kwr 3 -449.802.223 1.933.189.800 -
Kwr 1 252.191.626 701.993.849 -
Kwr 2 2008 -1.879.138.382 1.626.946.756 -
Kwr 3 -1.764.584.479 - -114.553.903
Sumber: Laporan keuangan, diolah
Dari table diatas dapat diuraikan sebagai berikut: perusahaan yang mengalami kerugian dari tahun 2006 – 2008 menunjukkan bahwa perusahaan mengalami kerugia