BAB 1 PENDAHULUAN
1. Latar Belakang Masalah
Hukum positif Indonesia mengenal pengaturan mengenai
kontrak bisnis dengan orang asing. Pasal 1173 KUHPerdata berisi
ketentuan bahwa tidak boleh atau tidak dibenarkan berdasarkan
suatu persetujuan yang dibuat di suatu negeri asing, dilakukan
pembukuan hipotik atas benda-benda yang terletak di wilayah
Indonesia, kecuali apabila di dalam sesuatu traktat telah ditentukan
sebaliknya. Yurisprudensi No. 1695 K/Pdt/1984 tanggal 23 Mei
1986 dan yurisprudensi No. 641 K/Pdt/1993 tanggal 27 Juni 1996, di
dalamnya juga dinyatakan bahwa:“Perjanjian antara warga negara
Indonesia dengan orang asing tidak dapat begitu saja diperlakukan
bagi hubungan hukum yang obyeknya berada di wilayah Indonesia.”
Berbeda dengan negara Skotlandia system hokum positifnya
yang mengatur secara tersendiri mengenai kontrak bisnis dengan
orang asing. Skotlandia mempunyaithe Trading with the Enemy Act
and Royal Proclamation. Pernah Hakim1 pada Court of Session
1
Skotlandia menerapkan prinsip hukum berdagang dengan orang
asing. Para Penggugat memiliki sebuah perusahaan yang
menjalankan usaha dengan nama Gebruder van Uden, yang
berkedudukan di Duisberg, Jerman. Mereka berkontrak dengan
seorang pemilik kapal di Glasgow. Jika Penggugat merupakan
pengusaha yang menjalankan usahanya di Duisberg, Jerman,
kemudian mereka melakukan usaha di negara musuh, dalam arti
mereka harus tunduk pada the Trading with the Enemy Act and
Royal Proclamation Skotlandia. Menurut legilasi tersebut, mereka
orang asing tidak punya hak untuk meminta bantuan Pengadilan di
Skotlandia untuk menegakkan hak-hak sipil mereka. Mereka adalah
musuh asing, proses tersebut harus selesai sampai akhir perang.2
Prinsip hukum mempunyai fungsi sangat penting dalam
sistem hukum. Prinsip hukum mempengaruhi sistem hukum positif
dan menjelma dalam sistem yang dibentuk. Tidak ada sitem tanpa
prinsip di dalamnya. Prinsip hukum membentuk sistem check and
balance.3 Dalam kaitan dengan hukum kontrak, dikenal berbagai
macam jenis prinsip hukum. Ada yang mengajukan tiga prinsip
hukum dalam hukum kontrak, yakni: konsensualisme, kekuatan
2
Supra Jeferson Kameo, Kontrak Sebagai Nama Ilmu Hukum…
3
mengikat perjanjian, dan kebebasan berkontrak. Ada pula yang
mengajukan prinsip kepatutan (billijkheids beginsel). Tidak hanya
itu, masih ada lagi yang mengajukan tiga prinsip, yaitu: otonomi
para pihak (autunomie-beginsel), kepercayaan (vertrouwens
beginsel), dan prinsip kausa (causa-beginsel).4 Ada pula ahli yang
mengedepankan prinsip itikad baik (goede trouw beginsel).5
Prinsip kausa telah ditinggalkan oleh NBW, sekalipun dalam
perspektif hukum kontrak Indonesia masih berlaku, prinsip
kepatutan (billijkheid) esensinya terkandung dalam itikad baik.6
Prinsip otonomi dan pacta sunt servanda erat kaitannya dengan
kebebasan berkontrak. Sedangkan prinsip kepercayaan relevansinya
hanya menyangkut situasi dalam hal terjadi diskrepansi antara
kehendak (wilstheorie) dan pernyataan (verklaringstheorie).7
Tulisan ini mengkomparasikan antara sistem hukum
Indonesia dengan sistem hukum Skotlandia. Disinggung di muka
bahwa Indonesia tidak mempunyai suatu undang-undang khusus
mengenai transaksi bisnis dengan orang asing (khususnya pada saat
4
Ibid., biz, 5, 9. Dapat disimak dalam Sogar Simamora,Op. Cit., hlm. 29. 5
P.L. Wery,Perkembangan Hukum tentang Itikad Baik di Nederland, Percetakan Negara RI, Jakarta, 1990, hlm. 8.
6
Ibid., h. 9. 7
perang atau dalam keadaan damai). Sedangkan Skotlandia, sudah
mempunyai undang-undang tersebut. Hal ini dapat dimaklumi
Indonesia baru merdeka pada tahun 1945, dan itupun diperoleh
bukan dari kemenangan atas perang, tetapi karena penjajahan.
Maksud dari frase orang asing tersebut adalah bahwa jika
suatu warga negara tertentu berkontrak bisnis dengan warga negara
asing, maka merekaberkontrak dengan “orang asing”,karena bukan
warga negara mereka sendiri. Definisi “asing” menurut The New
Roget’s Thesaurusadalah:foreigner;alien;outlander; danoutsider.8
Skotlandia menggunakan alien untuk konsep orang asing.
Orang asing adalah seseorang yang bukan warga negara suatu
negara.9 Kaedah tentang kapasitas dan kekuasaan untuk perikatan
bagi orang asing terbagi ke dalam dua bagian, yaitu dalam keadaan
damai dan dalam keadaan perang. Dalam keadaan damai, orang
asing mempunyai10 kapasitas penuh dan juga kekuasaan, atau
kapasitas yang terbatas apabila orang asing itu adalah anak di bawah
umur, atau orang yang tidak mempunyai kapasitas mental dan yang
sama dengan itu. Hanya saja, orang asing tidak bisa menjadi atau
8
Norman Lewis,The New Roget’s Thesaurus, G. P. Putnam’s Sons, New York,
1936, hlm. 465. 9
Jeferson Kameo, Kontrak Sebagai Nama Ilmu Hukum, Fakultas Hukum Universitas Kristen Satya Wacana, Salatiga, tanpa tahun, hlm. 262.
10
tidak bisa tercatat sebagai pemilik kapal dari suatu negara11 tempat
si orang asing itu berdiam. Orang asing juga tidak mempunyai
kekuasaan untuk memiliki pesawat terbang yang tercatat sebagai
kapal berkebangsaan negara tempat dia berdiam.12 Dalam keadaan
perang, maka setiap orang asing yang berdiam di Skotlandia, apabila
orang asing tersebut tidak dikurung, ditahan (rumah maupun kota),
atau berada dalam penjara, maka orang asing itu tetap
mempertahankan kapasitas untuk berkontrak yang ia miliki.
Demikian pula dengan kekuasaan untuk perikatan yang juga ia
miliki, sehingga orang asing tersebut secara hukum sah untuk
berkontrak. Orang asing yang memiliki kapasitas dan kekuasaan
berkontrak juga dapat menuntut seseorang ke pengadilan. Demikian
pula sebaliknya orang asing dituntut di hadapan pengadilan
sehubungan dengan seluruh klaim yang timbul dari perjanjian yang
dibuat oleh dan melibatkan orang asing tersebut.13 Tambahan lagi,
dalam waktu perang, orang-orang yang termasuk ke dalam kategori
orang asing musuh adalah termasuk di dalam mereka itu semua
11
Dalam hal ini kapal Britania Raya (British Ship), masih berlaku di Inggris dan diatur di dalam Pasal 1 Undang-Undang Kapal Para Pedagang dan Pengusaha Angkutan Laut (Merchant Shipping Act 1894).
12
Diatur di dalam Peraturan tentang Navigasi Pengangkutan Udara (Air Navigation Order 1972).
orang yang tinggal dan menjalankan usaha di daerah lawan. Dalam
hal ini mereka dipisahkan dengan orang-orang yang melakukan
penyerangan, tidak peduli apakah masuk dalam kategori itu adalah
sekutunya, kebangsaan, atau tempat tinggal. Mereka itu tidak saja
warga negara musuh yang berdiam di Inggris, tetapi juga warga
negara Inggris, jika dia berdiam di wilayah musuh.14Demikian pula
dengan firma atau badan hukum yang berada dalam wilayah yang
netral, namun sekutu firma tersebut tercatat sebagai partner dalam
firma atau badan hukum yang beroperasi di wilayah musuh,15 atau
dalam kasus yang sama dengan itu.
Pada saat pertempuran, maka adalah merupakan suatu
tindakan yang dinyatakan ilegal berdasarkan kebijakan publik,
terkecuali apabila ada ijin yang diberikan oleh kepala negara16untuk
memasuki atau membuat suatu perjanjian dengan orang asing
(musuh). Dengan demikian apabila ada perjanjian yang telah terjadi,
maka perjanjian-perjanjian itu adalah batal, sebab hal itu sama
dengan apa yang disebut sebagai “berdagang dengan musuh”.17
14
Supra Jeferson Kameo, Kontrak Sebagai Nama Ilmu Hukum…. 15Supra Jeferson Kameo, Kontrak Sebagai Nama Ilmu Hukum… 16
Royal License. 17 “
Suatu perjanjian tidak dapat dipengaruhi oleh perang yang sedang
berkecamuk, atau adanya ancaman peperangan yang mempercepat
atau mendorong perjanjian tersebut.18Suatu perjanjian yang bersifat
eksekutorial tidak seluruhnya otomatis menjadi hapus (discharged)
oleh pecahnya suatu peperangan.19 Peperangan tidak mempengaruhi
suatu perjanjian, terutama sejumlah perikatan yang dalam dokumen
mana sudah dicantumkan perikatan dengan sifat hubungan
hukumnya adalah berkelanjutan. Sebagai contoh, Sejumlah
perjanjian pinjam pakai tanah pertanian20atau sewa tanah pertanian,
dan bagi hasil21produksi tanah pertanian.
Berdasarkan uraian di atas, maka dipilih judul: Kontrak
Bisnis dengan Orang Asing.
2. Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian tersebut, permasalahan yang akan diteliti
adalah: bagaimana kedudukan pihak asing dalam kontrak bisnis?
18
Blomart v Earl of Roxburgh (1664) Mor 16091. Mor adalah Law Reporting
bernama lengkap Morison’s Dictionary of Decisions, Court of Session atau semacam Law Reporting yang terhitung otoritatif, disusun secara alfabetis terhadap putusan-putusan Mahkamah Agung Skotlandia; Janson v Driefontein Consolidated Mines(1902) AC 484.
19
Ertel Bieber & Co. v Rio Tinto & Co.(1918) AC 260. 20
Halsey v Lowenfeld(1916) 2 KB 707. 21
3. Keaslian Penelitian
Perlu dikemukakan bahwa penelitian hukum ini merupakan
suatu penelitian yang original. Sebab Penulis belum menemukan
penelitian dan penulisan yang sama dan serupa dengan topik ini oleh
mahasiswa Magister Ilmu Hukum Universitas Kristen Satya Wacana
Salatiga.
4. Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui dan
menjelaskan asas-asas dan kaedah-kaedah hukum positif Indonesia
yang mengatur kedudukan orang asing. Hukum positif Skotlandia
dalam hal-hal tertentu dibandingkan dengan sistem hukum positif
Indonesia.
5. Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat dan
kegunaan, baik secara praktis maupun teoritis yang diambil dari
hasil penelitian. Praktis diharapkan penelitian ini dapat menjadi
sarana Penulis untuk belajar memahami bagaimana perpektif Ilmu
Hukum Kontrak mengenai kedudukan orang asing dalam sistem
6. Kerangka Teori
Teori yang dipakai dalam penelitian ini adalah kontrak.
Istilah kontrak berasal dari kata “contract” dalam bahasa Inggris.
Dalam bahasa Perancis “contrat”, dan dalam bahasa Belanda
“overeenkomst”, sekalipun kadang-kadang juga digunakan istilah
“contract”.22Dalam bahasa Indonesia, kontrak sama pengertiannya
dengan perjanjian. Kedua istilah ini merupakan terjemahan dari
“contract”,”overeenkomst” atau “contrat”. Istilah kontrak lebih
menunjukkan pada nuansa bisnis atau komersial dalam hubungan
hukum yang dibentuk,23 sedangkan istilah perjanjian cakupannya
lebih luas. Dengan demikian pembedaan dua istilah ini bukan pada
bentuknya. Tidak tepat jika kontrak diartikan sebagai perjanjian
yang dibuat secara tertulis, sebab kontrak pun dapat dibuat secara
lisan.24
Pasal 1313 BW mengandung pengaturan bahwa perjanjian
adalah suatu perbuatan dengan mana satu orang atau lebih
mengikatkan dirinya terhadap satu orang lain atau lebih. Batasan ini
22
Misalnya dalam istilah “contractsoverneming” yang terdapat dalam Bagian 3 Bab 2 Buku 6 NBW.
23
Peter Mahmud Marzuki,Batas-Batas Kebebasan Berkontrak, Yuridika, Vol. 18 No. 3, Mei 2003, hlm. 196.
24
telah berubah dalam NBW. Pasal 213 Bab 5 Buku 6 NBW
memberikan batasan sebagai berikut:
“A contract in the sense of this title is a multilateral juridical act whereby one or more parties assume an obligation towards one or more other parties.“25 (Artinya, suatu kontrak di bawah Bab ini, adalah suatu perbuatan yuridis yang bersifat multilateral yaitu satu atau lebih dari satu pihak membuat perikatan terhadap satu atau lebih pihak).
Perbedaan dari kedua batasan tersebut adalah bahwa NBW
memberikan penekanan kontrak merupakan perbuatan banyak pihak.
Namun dalam pluralism itu satu pihak saja dapat berjanji atau
mengikatkan diri dengan satu pihak saja; atau lebih. Ini juga berbeda
kalau diperhadapkan pada batasan dalam Pasal 1101 Civil Code
Perancis yang dalamnya terdapat kaedah bahwa kontrak sebagai:
“An agreement by which one or more persons bind themselves to one or more other to convey property, to do, or not to do, something.”26 ( Artinya Sebuah perjanjian dimana satu orang atau lebih mengikatkan diri terhadap satu atau lebih lainnya untuk menyampaikan properti, untuk melakukan, atau tidak melakukan, sesuatu.)
25
Nieuw Nederlands Burgerlijk Wetboek (Her Vermogensrecht), P.P.C. Haanappel, et.al., (English trans.), Kluwer Law and Taxation Publishers, Deventer, 1990, p. 325. Dapat disimak dalam Sogar Simamora,Op. Cit, hlm. 24. 26
Camille Jauffret Spinosi, “The Domain of Contract (French Report)”, dalam
Contract Law Today (Anglo-French Comparisons), Donald Harris, et.al. (ed.), Clarendon Press, Oxford, 1989, p. 113. Dapat disimak dalam Sogar Simamora,
Definisi di atas memuat esensi kontrak, sebagai kewajiban.
Jelas dalam kata-kata: “Perjanjian adalah suatu peristiwa dimana
seorang berjanji kepada orang lain atau dimana dua orang itu
saling berjanji untuk melaksanakan suatu hal.”27
Sistem common law, menganggap janji yang dipertukarkan.
Terlihat dari definisi: “Contract is a promise or a set of promises for
the breach of which the law gives a remedy-or the performance of
which the law is some recognizes as a duty.”28(Artinya…. )
Sementara, dikatakan: “Contract is an agreement made
between two or more parties, whereby legal rights and obligations
are created which the law will enforced.”29 (Artinya, …) Ada pula
yang mengemukakan, “Contract is an agreement giving rise to
obligations which are enforced or recognized by law.”30 (Artinya,
…) Di Amerika, Restatement Second of the Law of Contracts versi
Amerika Law Institute,:“A contract is a promise or set of promises
for the breach of which the law gives a remedy, or the performance
27
R. Subekti,Loc. Cit.
28
P.S. Atiyah, An Introduction to the Law of Contract, Oxford University Press, New York, 1996, p. 2.
29
Clive Turner,Australian Commercial Law, The Law Book Company Limited, Sydney, 1995, p. 2.
30
of which the law is some way recognizes as a duty.”31 (Artinya, …).
Dari beberapa batasan itu nampak bahwa tidak ada perbedaan yang
mendasar antara kontrak dalam sistemcivil lawdancommon law.
Kontrak mengatur transaksi bisnis sebagai suatu kontrak baik
dalam skala besar maupun kecil, baik domestik maupun
internasional. Fungsi pengaturan oleh kontrak sangat penting dalam
menjamin bahwa seluruh harapan yang dibentuk dari janji-janji para
pihak dapat terlaksana dan dipenuhi manakala pihak-pihak itu mau
mematuhi perjanjian mereka. Dalam hal terjadi pelanggaran maka
terdapat hukuman sebagai suatu kontrak berbentuk kompensasi yang
harus dibayar. Kontrak dengan demikian merupakan sarana untuk
memastikan bahwa apa yang hendak dicapai oleh para pihak dapat
diwujudkan. Manakala tidak diwujudkan maka kontrak dapat
memaksakan perwujudannya. Ada pandangan bahwa isi kontrak
pada umumnya berkaitan dengan transaksi bernilai ekonomis
(economic exchange).32 Hukum kontrak dengan demikian
merupakan instrumen hukum yang mengatur terjadinya pertukaran
itu dan sekaligus memberikan bentuk perlindungan bagi pihak yang
dirugikan.
31
J. Beatson,Anson’s Law of Contract, Oxford University Press, Oxford, 2002, p. 2.
32
Terdapat dua fungsi penting dalam kontrak. Fungsipertama,
yaitu untuk menjamin terciptanya harapan atas janji yang telah
dipertukarkan. Kedua, kontrak mempunyai fungsi konstitutif untuk
memfasilitasi transaksi yang direncanakan dan memberikan aturan
bagi kelanjutannya ke depan.33 Semakin kompleks suatu transaksi
akan semakin tinggi kebutuhan mengenai perencanaan dan semakin
rinci pula ketentuan-ketentuan (dalam kontrak) yang dibuat. Dalam
kaitan dengan fungsi kontrak bagi perencanaan transaksi, kontrak
mensyaratkan empat hal, yaitu: umumnya menetapkan nilai
transaksi (the value of exchange) terdapat kewajiban timbal balik
dan standar pelaksanaan kewajiban membutuhkan alokasi
pengaturan tentang resiko ekonomi (economic risk) bagi para pihak;
dan dapat mengatur kemungkinan kegagalan dan konsekusensi
hukumnya.34
Kepastian juga merupakan faktor penting mendikte waktu.
Hukum Kontrak dalam hal ini memberikan sarana yang
memungkinkan para pihak mengakomodasi seluruh kepentingannya.
Kontrak merupakan janji yang mengikat dan janji tersebut
menimbulkan harapan-harapan yang layak. Hukum Kontrak dalam
33
J. Beatson,Op. Cit., p. 3. 34
hal ini merupakan instrumen hukum yang berfungsi untuk menjamin
pelaksanaan janji dan harapan itu.
Secara fundamental terdapat tiga tujuan Hukum Kontrak,
seperti berikut ini:
“First, it is inspired by the desire to enforce promises and to protect the reasonable expectation which are generated both by promises and by other forms of conduct. Secondly, contract law is a strongly influenced by the underlying institutions of property law, so that, while is recognizes and enforces transaction for the transfer of property, it does not generally support of recognize transfer of property and money which one person has obtained without any exchange; transfer without exchange are widely thought to involve an unjust enrichment of one party at the expense of the other. Thirdly, contract law is also designed to prevent certain binds of harm, particulary harm an economic nature, or at least to compensate those who suffer such barm.”35 (artinya, Pertama, terinspirasi oleh keinginan untuk menegakkan janji-janji dan untuk melindungi harapan yang masuk akal yang dihasilkan baik oleh janji-janji dan dengan bentuk-bentuk perilaku. Kedua, hukum kontrak adalah sangat dipengaruhi oleh lembaga-lembaga yang mendasari hukum properti, sehingga, sementara yang mengakui dan memberlakukan transaksi pengalihan harta, tidak umum mendukung mengakui pengalihan harta dan uang yang satu orang telah memperoleh tanpa pertukaran; Transfer tanpa pertukaran secara luas diduga melibatkan pengayaan tidak adil dari salah satu pihak dengan mengorbankan yang lain. Ketiga, hukum kontrak juga dirancang untuk mencegah mengikat tertentu bahaya, terutama merugikan bersifat ekonomi, atau setidaknya untuk mengimbangi mereka yang menderita barm tersebut).
35
7. Metode Penelitian
Metode penelitian dalam tesis ini adalah metode penelitian
hokum dengan pendekatan perbandingan. Pendekatan perbandingan
dilakukan dengan mengadakan studi perbandingan hukum.36
Perbandingan hukum merupakan suatu metode studi dan penelitian
hukum.37 Perbandingan hukum bersifat deskriptif, bertujuan
mendapatkan informasi dan perbandingan hukum terapan yang
mempunyai sasaran tertentu. Misalnya, keinginan untuk
menciptakan keseragaman hukum dagang.38 Ruang lingkup
perbandingan hukum dapat dibatasi pada penyelidikan secara
deskriptif.39 Hasil penelitian dianalisis atau diterapkan pada situasi
konkret.40 Perbandingan hukum merupakan suatu ilmu bantu bagi
ilmu hukum dogmatik, Berfungsi menimbang dan menilai
aturan-aturan hukum dan putusan-putusan pengadilan yang ada pada suatu
system hukum dengan sistem hukum lain.41
36
Peter Mahmud Marzuki, Penelitian Hukum, Kencana Media Prenada Group, Jakarta, 2005, hlm. 172-177.
37
G.W. Paton, A Textbook of Jurisprudence, English Language Book Society, Oxford University Press, London, 1972, hlm. 42.
38
Ibid.
39
Ibid.
40
Ibid.
41
Studi perbandingan hukum merupakan kegiatan untuk
membandingkan hukum suatu negara dengan negara lain atau
hukum dari suatu waktu tertentu dengan hukum dari waktu yang
lain.42 Di samping itu juga membandingkan suatu putusan
pengadilan yang satu dengan putusan pengadilan lainnya untuk
masalah yang sama. Kegiatan ini bermanfaat bagi penyingkapan
latar belakang terjadinya ketentuan hukum tertentu untuk masalah
yang sama dari dua negara atau lebih. Penyingkapan ini dapat
dijadikan rekomendasi bagi penyusunan atau perubahan
perundang-undangan.43
Melakukan perbandingan harus mengungkapkan persamaan
dan perbedaan. Persamaan diantara perundang-undangan beberapa
negara yang diperbandingkan mungkin saja terjadi. Karena adanya
persamaan sistem hukum yang dianut oleh negara-negara tersebut
walaupun dari segi perkembangan ekonomi dan politik mungkin
bebeda. Sebagai contoh misalnya, persamaan antara Hukum
Malaysia dan Hukum Inggris atau persamaan antara Hukum
Indonesia dan Belanda. Baik Malaysia dan Inggris maupun
Indonesia dan Belanda secara ekonomis tidak dapat diperbandingkan
42
Dalam tulisan ini membandingkan hukum dari waktu ke waktu masuk ke dalam perbincangan Pendekatan Historis.
43
karena secara ekonomis Inggris dan Belanda lebih maju
dibandingkan Malaysia dan Indonesia yang juga maju namun
berbeda. Akan tetapi dilihat dari sistem hukum, hukum Malaysia
mewarisi sistem hukum Inggris, sedangkan Indonesia mewarisi
sistem hukum Belanda. Oleh karena itulah doktrin-doktrin hukum
yang berlaku di Inggris berlaku juga di Malaysia. Begitu juga halnya
doktrin-doktrin hukum yang berlaku di Belanda juga diadopsi di
Indonesia disesuaikan dengan kontrak, yaitu pancasila. Di dalam
perkembangannya mungkin saja baik Malaysia maupun Indonesia
mengadopsi doktrin-doktrin lain selain yang sudah ada, atau bahkan
menggabungkan doktrin yang timbul dari hukum kebiasaan yang
merupakan refleksi dari volksgeist.44
Perbandingan juga dapat dilakukan di antara negara-negara
dengan sistem hukum bebeda tetapi mempunyai tingkat
perkembangan ekonomi yang hampir sama, seperti yang dilakukan
oleh Fisseha-Tsion Manghistu yang membandingkan
perundang-undangan di bidang fiskal atau royalti negara-negara Amerika Latin,
Asia, dan Asia Tenggara, serta negara-negara Afrika. Perbandingan
hukum juga dapat dilakukan tanpa melihat sistem hukum maupun
44
tingkat perkembangan ekonomi, melainkan hanya melihat
subtansinya yang merupakan kebutuhan secara universal, misalnya:
money laundering, perdagangan secara elektronik, kejahatan
narkotik, dan persaingan usaha. Dalam melakukan penelitian hukum
di bidang-bidang tersebut, peneliti dapat melakukan perbandingan
undang-undang beberapa negara yang mengatur masalah-masalah
tersebut. Sudah barang tentu, latar belakang yang melandasi
masing-masing undang-undang tidak sama, tetapi dapat diduga adanya
persamaan doktrin yang digunakan di dalam masing-masing
undang-undang tersebut.45 Perbandingan dipilih sebagai pendekatan dalam
penelitian ini atas pertimbangan bahwa studi terhadap dua system
hukum maka harus dilakukan perbandingan.
8. Pertanggungjawaban Sistematika
Tesis disusun dengan sistematika yang terbagi dalam 4
(empat) bab. Masing-masing bab terdiri atas beberapa subbab, guna
lebih memperjelas ruang lingkup dan cakupan permasalahan yang
diteliti. Adapun urutan dan tata letak masing-masing bab, serta
pokok pembahasannya, adalah sebagai berikut:
45
Bab I (Pendahuluan) berisi uraian latar belakang
permasalahan terkait dengan kedudukan orang asing dalam sistem
hukum Skotlandia dan Indonesia. Dikemukakan pula konsep
mengenai orang asing dalam putusan-putusan diantara kedua negara.
Mengenai hal ini, menurut salah satu ahli hukum kontrak, hukum
Skotlandia membagi menjadi dua kategori, yakni dalam keadaan
perang dan dalam keadaan damai. Sedangkan Indonesia tidak.
Selanjutnya, ditetapkan rumusan masalah yang menentukan arah
penelitian dan ruang lingkup pembahasannya. Kajian pustaka
tentang kedudukan orang asing dalam hukum positif kedua negara
tersebut, membahas mengenai rumusan dan definisi-definisi yang
digunakan untuk menjelaskan apa pengertian kontrak, orang asing,
dan sistem hukum itu, serta hukum apa yang melatarbelakangi
pengaturan mengenai sistem hukum yang dipakai oleh kedua negara
tersebut. Dalam metode penelitian, diuraikan tipe penelitian,
bagaimana sebuah pendekatan masalah dilakukan, sekaligus sumber
bahan hukum, prosedur pengumpulan bahan hukum, dan dasar
analisis yang dipakai guna mendukung pembahasan tentang kontrak
Selanjutnya, Bab II yang berjudul Tinjauan Kepustakaan.
Uraian pertama akan menyangkut hakikat kontrak, yang di dalamnya
membahas mengenai definisi kontrak, bagaimana status subjek
hukum dalam kontrak, serta bagaimana status hukum warga negara
Indonesia dan warga negara asing. Selanjutnya akan dikemukakan
tentang prinsip persamaan di depan hukum (equality before the law).
Pembahasan berikutnya akan diakhiri dengan prinsip hukum
equality before the lawsebagai suatu kontrak.
Kemudian Bab III, bab ini dikemukakan hasil penelitian
Penulis berupa gambaran lengkap mengenai Putusan Pengadilan
Indonesia, dimana pihak yang bersengketa di sana adalah orang
asing. Putusan Pengadilan Indonesia tersebut bernomor: 1080
K/Pdt/1998; 223 K/TUN/2007; 286 K/Pdt.Sus-PHI/2013; dan 1311
K/Pdt/2011. Sedangkan untuk Putusan Pengadilan Skotlandia
terdapat beberapa kasus, yaitu Putusan: Gebruder Van Uden v.
Burrell; Schulze. Gow & Co. v. Bank of Scotland; Schaffenius v.
Goldberg; dan Halsey and Another v. Lowenfeld.
Akhirnya, dalam Bab IV dikemukakan rangkuman hasil
penelitian dan analisis bab-bab terdahulu, sehingga dapat ditarik
antara kedua sistem hukum tersebut. Saran-saran diketengahkan
sebagai sumbangan pemikiran ilmiah yang diharapkan dapat
memberi masukan untuk mewujudkan khususnya masyarakat
Indonesia yang sejahtera, adil, dan makmur, sesuai cita-cita bangsa
yang tertuang dalam norma dasar negara. Dan secara umum untuk
mewujudkan perdamaian abadi yang diidam-idamkan masyarakat di