Universitas Kristen Maranatha
menggunakan metode accidental sampling dan sampel dalam penelitian ini berjumlah 67 orang mahasiswa profesi dokter.
Alat ukur yang digunakan adalah skenario proyektif motivasi prososial yang bersifat semi proyeksi, yang dibuat oleh peneliti berdasarkan aspek-aspek motivasi prososial dari Januz Reykowsky dan telah divalidasi dengan menggunakan content validity. Alat ukur ini terdiri dari 13 situasi. Pengolahan data disajikan dalam bentuk distribusi frekuensi dan tabulasi silang.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa 50,74% mahasiswa profesi dokter universitas “X” Bandung memiliki intrinsic prosocial motivation, 35,82% memiliki endocentric motivation dan 13,43% memiliki ipsocentric motivation.
Kesimpulan dalam penelitian ini yaitu mahasiswa profesi dokter universitas “X” Bandung pada umunya didominasi oleh intrinsic prosocial motivation dan terdapat kecenderungan keterkaitan antara motivasi prososial dengan jenis kelamin, feedback dan petunjuk verbal
Peneliti mengajukan saran agar dilakukan penelitian lebih lanjut mengenai hubungan antara motivasi prososial dengan jenis kelamin, feedback, dan petunjuk verbal. Bagi mahasiswa profesi dokter yang memiliki intrinsic prosocial motivation disarankan untuk memelihara motivasi tersebut dalam menolong pasien. Misalnya dengan cara membina komunikasi antara mahasiswa profesi dokter dengan pasien sehingga mahasiswa profesi dokter mengetahui apa yang menjadi kebutuhan pasien.
Universitas Kristen Maranatha
descriptive methods. The selection of samples used accidental sampling method and sample in this study is 67 students in the medical profession .
Measuring instruments used are prosocial motivation projective scenarios that are semi projections, which were made by researcher based on prosocial motivation aspects of Januz Reykowsky and has been validated by using content validity. This measure consists of 13 situations. Data processing presented in the form of frequency distributions and cross-tabulations .
The results showed that 50.74% students of the university medical profession " X " Bandung has intrinsic prosocial motivation, 35.82% has endocentric motivation and 13.43% has ipsocentric motivation .
Conclusion of this research is the university students of the medical profession " X " Bandung in general was dominated by intrinsic prosocial motivation and there is a tendency of association between prosocial motivation by gender, feedback and guidance verbs.
Researcher propose suggestions for further research on the relationship between prosocial motivation by gender, feedback, and guidance verbs . For students of the medical profession who have intrinsic prosocial motivation is advisable to maintain motivation in helping the patient. For example, in a way to foster communication between students and the profession of medicine with patient medical profession so that students know what the needs of the patient .
iv Universitas Kristen Maranatha LEMBAR PENGESAHAN
ABSTRAK
ABSTRACT
KATA PENGANTAR ...i
DAFTAR ISI ...iv
DAFTAR SKEMA ...viii
DAFTAR TABEL ...ix
DAFTAR LAMPIRAN………...x
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah ...1
1.2 Identifikasi Masalah ...8
1.3 Maksud dan Tujuan Penelitian...8
1.3.1 Maksud Penelitian ...8
1.3.2 Tujuan Penelitian ...8
1.4 Kegunaan Penelitian...9
1.4.1 Kegunaan Teoritis ...9
1.4.2 Kegunaan Praktis ...9
Universitas Kristen Maranatha
1.6 Asumsi ...28
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Definisi Perilaku dan Motivasi ...29
2.1.1 Motivasi Prososial...30
2.1.2 Perkembangan Motivasi Prososial………...34
2.1.3 Aspek Motivasi Prososial ………...35
2.1.4 Jenis-jenis Motivasi Prososial………...37
2.1.5 Faktor-faktor yang Mempengaruhi…...39
2.2 Perkembangan Masa Dewasa Awal...43
2.2.1 Masa Dewasa Awal ...43
2.2.2 Karakteristik Masa Dewasa Awal...44
BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Rancangan Penelitian ...46
3.1.1 Skema Rancangan Penelitian ...46
3.2 Variabel Penelitian dan Definisi operasional ...47
3.2.1 Variabel Penelitian...47
3.2.2 Definisi Operasional………..47
3.3 Alat Ukur...51
3.3.1 Alat Ukur Motivasi Prososial...51
3.3.2 Data Pribadi dan Data Penunjang...55
Universitas Kristen Maranatha
3.4 Populasi Sasaran dan Teknik Sampling...56
3.4.1 Populasi Sasaran...56
3.4.2 Karakteristik Sampel……….56
3.4.3 Teknik Penarikan Sampel……….56
3.5Teknik Analisis Data...56
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1 Gambaran Responden……….58
4.1.1 Hasil Penelitian………59
4.1.2 Tabel Distribusi Frekuensi Jenis Motivasi Prososial………59
4.1.3 Tabel Tabulasi Silang Data Penunjang……….60
4.2 Pembahasan………61
4.2.1 Motivasi Prososial………61
4.2.2 Faktor-faktor yang Berkaitan dengan Jenis Motivasi Prososial…….. 63
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan……….66
5.2 Saran………66
5.2.1 Saran Teoritis……….67
Universitas Kristen Maranatha DAFTAR PUSTAKA……….69
DAFTAR RUJUKAN………..70
Universitas Kristen Maranatha
DAFTAR SKEMA
Skema 1.5.1 Kerangka Pikir..………27
Universitas Kristen Maranatha
DAFTAR TABEL
Tabel 3.3.1 Kisi-kisi Alat Ukur Motivasi Prososial………52
Tabel 4.1 Gambaran Responden……….58
Tabel 4.1.2 Distribusi Frekuensi Jenis Motivasi Prososial………..59
Universitas Kristen Maranatha
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran A : Lembar Persetujuan
Lampiran B : Kuesioner
Lampiran 1 : Tabel Data Mentah
1 Universitas Kristen Maranatha 1.1 Latar Belakang Masalah
Sikap tolong menolong merupakan sikap yang penting. Ketika manusia lahir
ia tidak memiliki kemampuan untuk hidup tanpa orang lain karena setiap manusia
bukanlah makluk tunggal yang mampu hidup tanpa orang lain. Setiap manusia
merupakan makluk sosial yang juga membutuhkan orang lain. Sears (1991)
memberikan pemahaman mendasar bahwa masing-masing individu bukanlah
semata-mata makhluk tunggal yang mampu hidup sendiri, melainkan sebagai makhluk sosial
yang sangat bergantung pada individu lain.
Kenyataan saat ini, sikap tolong menolong mulai berkurang contohnya dalam
pemberian jasa atau pelayanan kesehatan yang dilakukan oleh dokter yaitu kasus
malpraktek yang dilakukan oleh dokter, seperti dalam MKDKI (Majelis Kehormatan
Disiplin Dokter Indonesia) mencatat bahwa kasus malpraktek yang terjadi di
Indonesia terus meningkat dari tahun ke tahun. Sejak 2006-2012 tercatat 183 kasus
malpraktek yang dilakukan oleh dokter. Hal tersebut berlanjut hingga januari 2013
diketahui 183 kasus, mengenai dugaan malpraktek yang diadukan kepada KKI
(Konsil Kedokteran Indonesia). Selain kasus malpraktek, salah satu contoh kasus
yang juga menjadi masalah dalam pelayanan medis yang diberikan oleh dokter yaitu
Universitas Kristen Maranatha Kasus diatas menunjukkan bahwa masih terdapat dokter-dokter yang
melakukan malpraktek, meskipun tidak semua dokter di Indonesia melakukan hal
yang sama seperti kasus diatas. Kasus diatas menunjukkan bahwa sikap tolong
menolong khususnya dalam bidang pelayanan kesehatan penting. Dokter merupakan
orang-orang yang memberikan pelayanan kesehatan kepada masyarakat. Sikap tolong
menolong khususnya dalam bidang pelayanan kesehatan yang diberikan oleh dokter
menjadi penting karena dokter bertanggung jawab atas keselamatan pasiennya dan
menjamin kesejahteraan dari pasien yang ditangani ( Lumenta,1989). Oleh karena itu
setiap dokter wajib untuk bersikap tulus iklas dan menggunakan ilmu pengetahuan
serta ketrampilannya untuk kepentingan orang yang yang ditolong yaitu pasien sebab
hal tersebut berakibat langsung dengan keselamatan hidup orang lain, sesuai dengan
kode etik dalam kedokteran Indonesia pasal 11 (Soetedjo,dkk.,1995)
Sikap diatas, diharapkan juga dimiliki oleh mahasiswa profesi dokter
(Koasisten) selama menjalani pendidikan di rumah sakit, sebagai pembelajaran
sebelum nantinya akan menjadi seorang dokter sehingga mahasiswa profesi dokter
mengerti bahwa kepentingan utama mereka dengan profesinya adalah menjamin
kesejahteraan pasien. Mahasiswa profesi dokter ialah mereka yang sudah
menyelesaikan pendidikannya di program studi sarjana kedokteran. Hal ini juga yang
dijalani oleh mahasiswa profesi dokter universitas “X” Bandung, sebelum menjalani
Universitas Kristen Maranatha studi sarjana kedokteran yang ada di universitas tersebut dengan kurun waktu 3,5
tahun (http:www.”X”.edu/fakultas/kedokteran/s1-kedokteran-umum)
Berdasarkan wawancara dengan 8 orang mahasiswa profesi dokter, mereka
mengungkapkan bahwa selama menjalani pendidikan di bangku kuliah mereka sudah
terbiasa untuk bekerjasama dalam kelompok karena untuk beberapa mata kuliah,
mengharuskan mereka bekerja dalam kelompok. Namun menurut
mahasiswa-mahasiswa ini dalam kesehariannya, saat belajar mereka bekerja secara individual
dan berusaha untuk mendapatkan nilai yang baik karena mereka tidak ingin gagal
dalam sistem belajar yang diterapkan oleh kampusnya yaitu gagal blok, yang dapat
menghambat mereka lulus tepat waktu.
Menurut mahasiswa-mahasiswa ini, sistem belajar yang demikian cukup
membantu menjalani pendidikan profesi dokter di rumah sakit karena selama
pendidikan di rumah sakit mereka harus bekerjasama dalam kelompok, meskipun
penilain yang diberikan bersifat individual. Hal tersebut menurut mereka,
memengaruhi mereka dalam bersikap, dengan alasannya masing-masing untuk
mendapatkan penilain dari dokter pembimbingnya.
Wawancara dengan 3 dari 8 orang mahasiswa profesi dokter (Koasisten)
universitas “X” Bandung mengenai tugas-tugas mereka selama menjalani pendidikan
di rumah sakit yaitu memeriksa dan menolong pasien melalui anamnesa dan
pemerikasaan fisik, membuat laporan riwayat penyakit pasien yang diperiksa untuk
Universitas Kristen Maranatha jaga malam selama 24 jam. Mahasiswa profesi dokter (Koasisten) juga tidak
berwenang untuk memberitahukan hasil diagnosa kepada pasien yang diperiksa, jika
tidak didampingi oleh dokter.
Mahasiswa-mahasiswa ini juga mengungkapkan bahwa selama mereka
menjalani pendidikan di rumah sakit mereka juga sering mendapat keluhan dari
dokter mengenai pelayanan medis yang diberikan kepada pasien. Menurut mahasiswa
tersebut, dokter-dokter mengeluh bahwa mahasiswa profesi dokter kurang
memperhatikan kemajuan dari kondisi pasien yang mereka tangani. Dokter-dokter
tersebut mengungkapkan bahwa mahasiswa profesi dokter melakukan pemeriksaan
medis kepada pasien hanya sekedar menjalankan tugasnya saat itu, namun tidak
melakukan pengecekan lebih lanjut mengenai kemajuan dari kondisi pasiennya. Hal
ini diakui oleh mahasiswa-mahasiswa ini, bahwa mereka sering melakukan hal yang
sama saat menolong pasien lewat tindakan medis.
Sikap mahasiswa diatas menunjukkan bahwa masih terdapat mahasiswa
profesi dokter yang menolong pasiennya, yang berorientasi pada kesejahteraan
pribadi. Sama halnya dalam motivasi prososial, setiap orang dapat memiliki jenis
motivasi yang berbeda-beda saat memberikan pertolongan kepada orang lain yang
ditolong. Motivasi prososial adalah adalah dorongan yang berasal dari dalam diri,
yang menimbulkan semacam kekuatan agar seseorang bersikap untuk mencapai
Universitas Kristen Maranatha sosial eksternal baik itu manusia secara perorangan, kelompok atau suatu
perkumpulan secara keseluruhan, institusi sosial (Reykowsky dalam Einseberg,1982)
Menurut Reykowsky bahwa jenis ipsosentric motivation dan endocentric
motivation merupakan bagian dari standar akan kesejahteraan pribadi sedangkan
intrinsic prosocial motivation mengarah pada standar moral. Hal ini yang
diharapkan, dimiliki oleh mahasiswa profesi dokter (Koasisten) yaitu mereka
memiliki jenis motivasi prososial yang mengarah pada standar moral yaitu intrinsic
prosocial motivation. Dimana hal tersebut sesuai dengan pasal 11 kode etik
kedokteran Indonesia yang menyebutkan bahwa setiap dokter wajib bersikap tulus
iklas dan menggunakan segala ilmu dan ketrampilannya untuk kepentingan penderita
(Soetedjo,dkk, 1995., h.27). Oleh karena itu, sebagai calon dokter sudah seharusnya
hal tersebut dimiliki oleh mahasiswa profesi dokter (Koasisten) universitas “X”
Bandung yaitu menolong pasien karena berorientasi pada kebutuhan dari orang yang
ditolong
Berdasarkan wawancara peneliti dengan 8 orang mahasiswa profesi dokter
(Koasisten) di universitas “X” Bandung mengungkapkan 4 dari 8 orang mahasiswa
profesi dokter (Koasisten) menyatakan bahwa selama pendidikan di rumah sakit
mereka berharap mendapatkan penilain khusus dari dokter pembimbinganya yaitu
mendapatkan nilai yang bagus diakhir bagian yang saat itu menjadi tugas mereka
serta mendapat pujian atas tindakan menolong yang dilakukannya terhadap pasien.
Universitas Kristen Maranatha di depan dokternya, seperti situasi dimana dokter pembimbing mengajak mereka
untuk membantu melakukan pemeriksaan kepada salah seorang pasien yang
membutuhkan bantuan. Mahasiswa-mahasiswa ini menyatakan kesediaan mereka
untuk membantu dokternya meskipun saat itu sudah bukan merupakan jam kerja
mereka. Sikap mereka, mendapat pujian dari dokternya dan mendapatkan ucapan
terima kasih. Meskipun mendapat kritik dari teman-teman kelompoknya mengenai
tindakan mereka, mahasiswa-mahasiswa tersebut tidak memperdulikannya karena
mereka melakukan hal itu untuk mendapat penilaian khusus dari dokter
pembimbingnya. Hal diatas dilakukan oleh mahasiswa-mahasiswa ini, dengan alasan
untuk memperoleh keuntungan bagi diri mereka, motivasi mahasiswa profesi dokter
(Koasisten) yang membentuk sikap tersebut termasuk dalam ipsosentric motivation.
Sebanyak 2 dari 8 orang mahasiswa profesi dokter (Koasisten) lainnya
menyatakan bahwa selama pendidikan di rumah sakit mereka berharap dapat
memberikan pertolongan medis kepada pasien sesuai dengan tugas dan tanggung
jawabnya sebagai mahasiswa profesi dokter. Harapan mahasiswa-mahasiswa ini
dilakukan dengan sikap mereka, yang memberikan pertolongan medis kepada pasien
sesuai dengan aturan yang ada di rumah sakit seperti pada saat teman-teman mereka
yang sedang bertugas di salah satu bagian, meminta bantuan mahasiswa-mahasiswa
ini untuk menolong mereka menangani pasien-pasien yang saat itu belum ditangani.
Mahasiswa-mahasiswa ini memilih untuk tidak membantu teman-temannya
Universitas Kristen Maranatha merasa bahwa jam kerjanya saat itu sudah selesai. Kondisi tersebut membuat
mahasiswa-mahasiswa ini memilih untuk bertindak demikian, karena pertimbangan
kondisi mereka yang sudah lelah seharian bekerja, motivasi mahasiswa profesi dokter
(Koasisten) yang membentuk sikap ini termasuk dalam endosentric motivation yaitu
mahasiswa profesi dokter memberikan pertolongan didasarkan pada kesesuaian
antara tuntutan di lingkungan dan nilai-nilai pribadinya.
Sebanyak 2 orang dari 8 orang mahasiswa profesi dokter (Koasisten) lainnya
menyatakan bahwa selama pendidikan di rumah sakit mereka berharap dapat
memberikan pertolongan medis kepada pasien sesuai dengan kebutuhannya. Harapan
mahasiswa ini dilakukan dengan sikap mereka yang mau memberikan pertolongan
medis kepada pasien-pasien, yang saat itu sedang menunggu mendapatkan tindakan
medis di salah satu bagian. Mahasiswa-mahasiswa ini mau membantu memberikan
tindakan medis kepada pasien-pasien tersebut karena merasa kasihan melihat kondisi
pasien yang saat itu harus segera mendapatkan pertolongan, sedangkan pada saat
yang bersamaan kondisi ditempat tersebut yaitu teman-teman mereka yang bertugas
sibuk menangani pasien yang lain.
Mahasiswa-mahasiswa ini, mau memberikan pertolongan medis kepada
pasien-pasien tersebut meskipun diluar dari tugas mereka saat itu dan memilih
mengorbankan jam pulangnya lebih lama karena kasihan melihat kondisi pasien.
Menurut mereka tindakan tersebut membawa kesenangan dalam dirinya
Universitas Kristen Maranatha mahasiswa profesi dokter yang membentuk sikap diatas termasuk dalam intrinsic
prosocial motivation.
Berdasarkan paparan diatas, terlihat bahwa para mahasiswa profesi dokter
universitas “X” Bandung (Koasisten) memiliki motivasi prososial yang berbeda-beda
di dalam dirinya. Oleh karena itu, peneliti tertarik untuk untuk mengeksplorasi lebih
lanjut gambaran motivasi prososial pada mahasiswa profesi dokter (Koasisten)
universitas “X” Bandung.
1.2 Identifikasi Masalah
Berdasarkan pemaparan latar belakang di atas, maka peneliti ingin
mengetahui jenis motivasi prososial manakah yang dominan pada mahasiswa profesi
dokter (Koasisten) universitas “X” Bandung.
1.3 Maksud dan Tujuan Penelitian
1.3.1 Maksud Penelitian
Untuk memperoleh data dan gambaran tentang motivasi prososial pada
mahasiswa profesi dokter (Koasisten) universitas “X” Bandung
1.3.2 Tujuan Penelitian
Untuk mengetahui jenis motivasi prososial yang dominan pada mahasiswa
Universitas Kristen Maranatha 1.4 Kegunaan Penelitian
1.4.1 Kegunaan Teoritis
Memberikan informasi untuk bidang ilmu psikologi sosial dan psikologi
perkembangan mengenai motivasi prososial
Memberikan informasi bagi peneliti lain yang ingin meneliti lebih lanjut
mengenai motivasi prososial dan mendorong perkembangan penelitian yang
berhubungan dengan motivasi prososial
1.4.2 Kegunaan Praktis
Memberikan informasi kepada mahasiswa profesi dokter (Koasisten)
universitas “X” Bandung untuk dapat mengenal dan meningkatkan motivasi
prososial dalam dirinya saat memberikan layanan profesi medis kepada pasien
Memberikan masukan kepada pengurus program pendidikan profesi dokter
(P3D) dalam mendidik dan membina para mahasiswa profesi dokter
(Koasisten) universitas “X” Bandung, selama menjalani pendidikan profesi
dokter di rumah sakit pendidikan.
1.5 Kerangka Pikir
Masa dewasa awal merupakan masa seseorang mencapai kekuatan fisik serta
Universitas Kristen Maranatha bertanggung jawab pada dirinya sendiri dan lebih mampu membuat keputusan secara
mandiri dibandingkan seseorang yang masih remaja. Hal ini sesuai dengan hasil
penelitian yang dilakukan Arnett (Arnet,1995 dalam santrock 2005) yang menyatakan
70% mahasiswa diyakini lebih mampu bertanggung jawab atas konsekuensi
perbuatannya, mampu membuat keputusan mandiri berdasarkan keyakinan dan
nilai-nilainya sendiri, serta membangun relasi dengan orangtua sebagai dewasa yang setara
(Santrock, 2005).
Masa dewasa awal telah memasuki tahap perkembangan kognitif formal
operasional. Individu yang telah mencapai tahap formal operasional telah
menginternalisasikan sistem norma, peran, dan nilai yang ada (Piaget dalam
Santrock; 2005). Hal ini juga yang dialami oleh mahasiswa profesi dokter
(Koasisten), yaitu dimana mereka telah memasuki masa dewasa awal. Pada masa ini
mahasiswa profesi dokter (Koasisten) sudah berada pada tahap formal operational,
artinya mahasiswa profesi dokter (Koasisten) sudah dapat menjalankan sistem norma
yang ada di masyarakat serta mereka tahu apa yang menjadi perannya dan nilai dari
sistem norma.
Mahasiswa profesi dokter (Koasisten) merupakan mahasiswa kedokteran yang
telah menyelesaikan pendidikannya di jenjang sarjana kedokteran, yang kemudian
melanjutkan studinya dengan mengikuti program pendidikan profesi dokter di rumah
Universitas Kristen Maranatha ilmu.Selama menjalani praktek di rumah sakit pendidikan, tugas-tugas yang harus
dijalankan oleh seorang mahasiswa profesi dokter (Koasisten) yaitu memeriksa dan
menolong pasien melalui anamnesa dan pemeriksaan fisik, membuat laporan riwayat
penyakit pasien yang diperiksa untuk diserahkan dan dinilai oleh dokter pembimbing,
dan mahasiswa profesi dokter (Koasisten) juga diwajibkan untuk jaga malam selama
24 jam. Mahasiswa profesi dokter (Koasisten) juga tidak berwenang dalam
memberikan hasil diagnosa kepada pasien yang diperiksa tanpa didampingi oleh
dokter. Tugas dan tanggung jawab yang diemban oleh mahasiswa profesi dokter
(Koasisten) merupakan bagian dalam pendidikan yang harus mereka jalani.
Selama menjalani tugas dan tanggung jawabnya tersebut sebagai seorang
mahasiswa profesi dokter (Koasisten), tentu hal ini menjadi suatu proses
pembelajaran bagi mereka sebelum nantinya menjadi seorang dokter dan dapat
memberikan jasa pelayanan medis secara utuh kepada pasien. Pekerjaan sebagai
seorang dokter merupakan suatu pekerjaan yang mulia dan memiliki banyak interaksi
yang menuntut mereka berhadapan langsung dengan pasien. Hal ini juga yang
dialami oleh mahasiswa profesi dokter (Koasisten) selama pendidikan di rumah sakit,
mereka harus berinteraksi secara langsung dengan pasien dalam memberikan
tindakan medis dan menolong para pasien baik itu sebagai tugas mereka maupun
diluar tugas dan tanggung jawabnya. Tindakan medis yang dilakukan oleh seorang
mahasiswa profesi dokter (Koasisten) merupakan suatu bentuk tindakan membantu
Universitas Kristen Maranatha Setiap bentuk pertolongaan yang dilakukan oleh mahasiswa profesi dokter
(Koasisten) kepada para pasiennya dapat dilandasi oleh alasan-alasan tertentu yang
membuat mahasiswa profesi dokter mau memberikan pertolongan kepada pasien. Hal
ini dapat disebut dengan motivasi prososial. Motivasi prososial adalah dorongan,
keinginan, hasrat dan tenaga penggerak yang berasal dari dalam diri yang
menimbulkan semacam kekuatan agar seseorang berbuat atau berperilaku untuk
mencapai tujuan yaitu memberi perlindungan, perawatan, dan meningkatkan
kesejahteraan dari objek sosial eksternal baik itu manusia secara perorangan,
kelompok atau suatu perkumpulan secara keseluruhan, institusi sosial atau sesuatu
yang menjadi simbol (Reykowsky 1982, dalam Einseberg1982)
Motivasi prososial yang dilakukan oleh mahasiswa profesi dokter (Koasisten)
merupakan suatu bentuk dorongan yang berasal dari dalam diri mahasiswa profesi
dokter (Koasisten) untuk bertindak atau berperilaku mencapai tujuan yaitu
memberikan perlindungan, perawatan dan meningkatkan kesejahteraan dari pasien
yang ditangani olehnya. Motivasi prososial yang dimiliki oleh setiap mahasiswa
profesi dokter dipengaruhi oleh karaktersitik sistem kognitifnya yang mengacu pada
dua jenis standar yang ada dalam sistem kognitif. Hal ini juga yang diungkapkan oleh
Reykowsky (1982, dalam Eisenberg 1982) bahwa kekuatan dan arah dari motivasi
bergantung pada karakteristik struktur kognitif pada individu. Karakteristik struktur
kognitif tiap individu teridiri atas dua jenis standar yang berbeda, pada sistem
Universitas Kristen Maranatha Menurut Reykowsky (1982, dalam Eisenberg 1982) kedua jenis standar
tersebut yaitu standar of being dan standar of social behavior. Stendar of
well-being merupakan standar yang dimiliki oleh mahasiswa profesi dokter yang mengacu
pada kesejahteraan mahasiswa profesi dokter secara pribadi, yaitu mahasiswa profesi
dokter memiliki nilai atau harapan yang ingin dicapai untuk memperoleh keuntungan
bagi dirinya sendiri. Mahasiswa profesi dokter yang didasarkan dengan standar ini
akan memberikan pertolongan medis kepada pasiennya, dengan maksud dirinya
mendapatkan keutungan dari pasiennya berupa pujian atas tindakan menolongnya.
Standar of social behavior merupakan standar moral, dimana hal tersebut mengacu
pada keinginan yang dimiliki oleh mahasiswa profesi dokter untuk memberikan
kesejahteraan kepada pasiennya. Mahasiswa profesi dokter memberikan pertolongan
medis kepada pasien yang membutuhkan bantuannya dengan maksud agar kondisi
pasien tersebut menjadi lebih baik dari kondisi sebelumnya yaitu kondisi pasien
menjadi sehat.
Reykowski (1982, dalam Eisenberg 1982) mengatakan bahwa motivasi
prososial memiliki berbagai macam jenis motivasi dan membedakan motivasi
prososial menjadi tiga, yaitu Ipsocentric Motivation, Endocentric Motivation, dan
Intrinsic Prosocial Motivation . Ketiga jenis motivasi tersebut dapat ditunjukkan
melalui aspek-aspek tersebut yaitu aspek yang pertama adalah kondisi awal adalah
suatu harapan yang merangsang seseorang untuk melakukan tindakan prososial.
Universitas Kristen Maranatha (Koasisten) untuk melakukan tindakan menolong pasien. Aspek kedua yaitu akibat
awal adalah perkiraan akibat yang diterima karena melakukan tindakan prososial.
Akibat awal merupakan suatu perkiraan yang dipertimbangkan oleh mahasiswa
profesi dokter (Koasisten) sebagai akibat dari tindakannya menolong pasien. Aspek
ketiga yaitu kondisi yang mendukung adalah kondisi yang mendukung untuk
melakukan tindakan prososial. Kondisi yang mendukung merupakan suatu situasi
atau keadaan yang memfasilitasi mahasiswa profesi dokter (Koasisten) untuk
melakukan tindakan menolong pasien.
Aspek keempat yaitu kondisi yang menghambat adalah kondisi yang
menghambat untuk melakukan tindakan prososial. Kondisi yang menghambat
merupakan suatu situasi yang tidak memfasilitasi mahasiswa profesi dokter untuk
memberikan pertolongan kepada pasiennya. Aspek kelima yaitu karakteristik kualitas
dari tindakan adalah karakteristik kualitas tindakan. Aspek tersebut menjelaskan
mengenai sifat dari kualitas tindakan menolong yang dilakukan oleh mahasiswa
profesi dokter (Koasisten) kepada paseinnya. Aspek-aspek diatas juga dapat
menjelaskan mengenai jenis-jenis motivasi prososial yang terkait di dalamnya.
Hal tersebut dapat digambarkan melalui kondisi awal, Ipsocentric Motivation
menekankan mengenai harapan seorang mahasiswa profesi dokter (Koasisten) untuk
mendapatkan reward sosial (pujian, keuntungan materi, dsb) atau mencegah
Universitas Kristen Maranatha membawa mahasiswa profesi dokter (Koasisten) dapat mengaktualisasikan
norma-norma pribadi yang relevan. Intrinsic prosocial motivation menekankan pada kondisi
yang diharapkan sesuai persepsi dari social need yaitu untuk memperbaiki kondisi
orang lain menjadi lebih baik.
Akibat awal, Ipsocentric Motivation menekankan bahwa mahasiswa profesi
dokter (Koasisten) akan mendapatkan keuntungan pribadi jika melakukan tindakan
prososial. Endocentric Motivation menekankan bahwa, dengan melakukan tindakan
prososial akan membawa peningkatan yang positif terhadap self-esteem dan
mencegah penurunan self-esteem bagi mahasiswa profesi dokter (Koasisten). Intrinsic
prosocial motivation menekankan dengan melakukan tindakan prososial akan
menjaga minat sosial mahasiswa profesi dokter (Koasisten) yaitu mendapat kepuasan
dalam diri dengan memperbaiki kondisi orang lain menjadi lebih baik.
Kondisi yang mendukung, Ipsocentric Motivation adalah harapan mahasiswa
profesi dokter (Koasisten) terhadap reward meningkat atau meningkatnya ketakutan
kehilangan reward apabila melakukan tindakan prososial. Kondisi yang mendukung
Endocentric Motivation adalah terpenuhinya aspek-aspek moral yang sesuai dengan
nilai-nilai moral yang ada dalam diri mahasiswa profesi dokter (Koasisten). Kondisi
yang mendukung Intrinsic prosocial motivation adalah pemahaman mahasiswa
Universitas Kristen Maranatha mahasiswa profesi dokter (Koasisten) memusatkan perhatian pada kebutuhan orang
lain.
Kondisi yang menghambat, Ipsocentric Motivation adalah pertimbangan
untung-rugi jika mahasiswa profesi dokter (Koasisten) melakukan tindakan prososial.
Kondisi yang menghambat, Endocentric Motivation yaitu apabila mahasiswa profesi
dokter (Koasisten) menekankan pada aspek-aspek pribadi yang tidak dihubungkan
dengan norma sosial (seperti karena stress, kerugian). Kondisi yang menghambat,
Intrinsic prosocial motivation adalah egosentris yaitu mahasiswa profesi dokter lebih
memusatkan pada kebutuhan mereka secara pribadi, bukan pada pasien.
Karakteristik kualitas dari tindakan, Ipsosentric Motivation menunjukkan
minat dalam diri mahasiswa profesi dokter (Koasisten) yang rendah terhadap
kebutuhan orang lain, sehingga dalam menolong kurang memperlihatkan kebutuhan
orang lain dan minat lebih terarah pada kebutuhan pribadi. Endocentric Motivation
menunjukkan tingkat ketepatan penawaran pertolongan yang rendah dan minat untuk
menolong orang lain diukur dari sudut pandang pribadi mahasiswa profesi dokter
(Koasisten), sehingga dalam menolong kebutuhan orang yang ditolong dipandang
berdasarkan pengalaman pribadi. Intrinsic prosocial motivation menunjukkan minat
yang tinggi terhadap kebutuhan-kebutuhan orang lain dan berada pada derajat akurasi
yang tinggi dalam memberikan bantuan sehingga dalam menolong, mahasiswa
Universitas Kristen Maranatha pasien yang ditolong, bentuk pertolongan disesuaikan dengan kebutuhan orang
tersebut.
Reykowski (1982, dalam Eisenberg 1982) mengatakan bahwa kelima aspek
diatas menjadi suatu proses yang dapat membedakan motivasi yang muncul pada diri
seseorang dalam melakukan tindakan prososial yaitu kondisi awal yang
mendahuluinya, kondisi akhir/perikiraan hasil yang diharapkan, kondisi yang
memfasilitasi, kondisi yang menghalangi, dan kualitas dari tindakan yang dilakukan.
Kelima aspek tersebut akan menampilkan tiga jenis motivasi prososial yaitu
Ipsosentric motivation, Endosentric motivation, Intrinsic prosocial motivation.
Adapun kelima aspek tersebut dapat terlihat pada mahasiswa profesi dokter
(Koasisten) yang nantinya dapat menunjukkan jenis-jenis motivasi tersebut saat
melakukan tindakan prososial kepada pasien. Ipsocentric Motivation adalah dorongan
yang berasal dari dalam diri mahasiswa profesi dokter (Koasisten) untuk
meningkatkan kesejahteraan pasien, yang dikontrol oleh harapan untuk mendapatkan
keuntungan bagi dirinya atau untuk menghindari kerugian bagi dirinya.
Pada Ipsocentric Motivation, kondisi awal yang memunculkan motivasi
prososial adalah adanya harapan yang dimiliki oleh mahasiswa profesi dokter untuk
mendapatkan reward dari lingkunganya yaitu mendapatkan pujian dari pasien yang
ditolong olehnya dan mendapatkan penilain yang baik dari dokter pembimbing atas
Universitas Kristen Maranatha (Koasisten) akan memperkirakan bahwa dirinya akan mendapatkan keuntungan
berupa pujian dari tindakan menolong dilakukannya dan, hal tersebut akan difasilitasi
oleh situasi yang mendukung mahasiswa profesi dokter untuk menunjukkan tindakan
menolong kepada pasiennya yaitu apabila situasi tersebut menunjukkan bahwa
kondisi pasien yang ditolong harus segera mendapatkan bantuan medis darinya yang
memungkinkan mahasiswa profesi dokter mendapatkan pujian atas tindaknnya
tersebut
Sebaliknya, pemberian bantuan dapat dihambat apabila situasi tersebut tidak
memfasilitasi mahasiswa profesi dokter untuk menolong pasiennya yaitu mahasiswa
profesi dokter tidak memberikan pertolongan berupa tindakan medis kepada
pasiennya karena hal tersebut sudah diluar jam kerjanya, karena apabila mahasiswa
profesi dokter memberikan bantuan kepada paseinnya maka dirinya mengalami
kerugian yaitu jam pulangnya akan lebih lama dan tidak dapat segera pulang untuk
beristirahat.
Bantuan yang diberikan oleh mahasiswa profesi dokter (Koasisten) apabila
dilandasi oleh motivasi ini, biasanya menjadi kurang tepat dengan yang dibutuhkan
oleh pasien karena fokus dari mahasiswa profesi dokter yang memberikan bantuan
bukanlah pada kebutuhan dari pasien, sebab pada saat memberikan bantuan
Universitas Kristen Maranatha mendapatkan keuntungan, dan juga melihat dampak buruk bagi dirinya apabila ia
memberikan bantuan kepada pasien.
Motivasi prososial yang kedua adalah Endocentric Motivation. Endocentric
Motivation adalah keinginan dari dalam diri mahasiswa profesi dokter (Koasisten)
untuk mencapai tujuannya meningkatkan kesejahteraan dari pasien, yang dikontrol
oleh terjadinya perubahan dalam self-esteem yang bergantung pada realisasi
pembuktian norma sosial yang tidak dapat dipungkiri dengan melakukan tindakan
yang cocok. Pada kondisi awal, mahasiswa profesi dokter mau memberikan
pertolongan kepada pasiennya dengan harapan bahwa dirinya dapat menjalankan
tugas dan tanggung jawabnya. Hasil yang ingin dicapai oleh mahasiswa profesi
dokter (Koasisten) adalah peningkatan dari self-esteemnya, yaitu mahasiswa profesi
dokter merasa bangga karena dirinya mampu memberikan pertolongan kepada pasien
sesuai dengan tugas dan tanggung jawabnya.
Kondisi yang memfasilitasi munculnya perilaku prososial yaitu adanya
kesesuaian antara aspek-aspek moral dari perilaku dengan nilai-nilai pribadi dari
mahasiswa profesi dokter (Koasisten). Mahasiswa profesi dokter yang menilai bahwa
sudah seharusnya ia memberikan pertolongan kepada pasien yang membutuhkan
pertolongan, lewat tindakan medis yang diberikan ikut memfasilitasi tindakan
tersebut dilakukan oleh mahasiswa profesi dokter. Apabila kondisi tersebut dinilai
Universitas Kristen Maranatha sebagai mahasiswa profesi dokter maka dirinya tidak akan memberikan pertolongan
kepada pasien. Kualitas bantuan yang diberikan oleh mahasiswa profesi dokter
(Koasisten) yang dilandasi oleh motivasi ini mirip dengan Ipsocentric Motivation,
yaitu kurang tepat dengan kebutuhan pasien. Perilaku yang ditampilkan oleh
mahasiswa profesi dokter (Koasisten) dengan jenis ini lebih mengutamakan
pengembangan diri, sehingga kurang memperhatikan kemajuan dari kondisi pasien
yang ditolong.
Motivasi prososial yang terakhir adalah Intrinsic Prosocial Motivation.
Intrinsic Prosocial Motivation adalah dorongan, keinginan, hasrat dan tenaga
penggerak yang berasal dari dalam diri mahasiswa profesi dokter (Koasisten) untuk
mencapai tujuannya, meningkatkan kesejahteraan dari pasien yaitu memperbaiki
kondisi pasien menjadi lebih baik. Pada kondisi awal, mahasiswa profesi dokter
memiliki harapan bahwa dirinya dapat memberikan bantuan berupa tindakan medis
kepada pasien, agar kondisi pasien tersebut menjadi lebih baik yaitu pasien tersebut
menjadi sehat. Hasil yang ingin dicapai oleh mahasiswa profesi dokter (Koasisten)
adalah pasien yang dibantu mendapatkan pertolongan dan mahasiswa profesi dokter
mendapatkan kepuasan dalam dirinya karena ia dapat menolong pasien tersebut,
lewat tindakan medis yang diberikan.
Hal yang dapat memfasilitasi munculnya bantuan adalah apabila mahasiswa
Universitas Kristen Maranatha darinya, sedangkan hal yang dapat menghambat pemberian bantuan adalah apabila
mahasiswa profesi dokter menilai bahwa situasi tersebut tidak memfasilitasinya untuk
memberikan bantuan karena pertimbangkan kondisinya saat itu yang tidak
memungkinkan untuk memberikan bantuan kepada pasien seperti kondisi mahasiswa
profesi dokter yang sedang dalam keadaan sakit. Kualitas bantuan yang diberikan
oleh mahasiswa profesi dokter dengan jenis motivasi ini paling tepat dan sesuai
dengan kebutuhan dari pasien yang ditolong karena mahasiswa profesi dokter
memahami dan memberikan pertolongan sesuai dengan apa yang menjadi kebutuhan
dari pasien.
Diantara ketiga jenis motivasi prososial tersebut, motivasi yang diharapkan
ada pada mahasiswa profesi dokter (Koasisten) adalah Intrinsic Prosocial Motivation.
Mahasiswa profesi dokter (Koasisten) akan terbiasa untuk memahami bagaimana
pemikiran dan perasaan orang lain, dan juga akan lebih mengerti mengenai keunikan
karakteristik dari setiap pasien yang dibantu. Bantuan yang diberikan oleh mahasiswa
profesi dokter (Koasisten), yang dilandasi oleh motivasi ini akan menjadi paling
berkualitas dan paling tepat diantara kedua motivasi lainnya, karena apa yang
dilakukan oleh mahasiswa profesi dokter (Koasisten) benar-benar menunjukkan
bahwa dirinya memiliki ketertarikan akan kebutuhan dari orang yang dibantu.
Adapun faktor-faktor yang memengaruhi motivasi prososial yang dilakukan
Universitas Kristen Maranatha kepada pasien. Reykowski (1982, dalam Eisenberg 1982) secara implisit
menyebutkan faktor-faktor yang memengaruhi motivasi prososial yaitu faktor
eksternal dan faktor internal. Faktor eksternal yang memengaruhi proses
pembentukan kognisi dalam diri seseorang antara lain keluarga dan lingkungan
sosial. Lingkungan yang dianggap paling efektif mengembangkan motif prososial
adalah keluarga.
Hoffman (1975, dalam Eisenberg 1982) mengemukakan bahwa motif
prososial pada anak dipengaruhi oleh bagaimana orangtua memunculkan motif
tersebut. Orangtua berperan sebagai model perilaku prososial. Perilaku prososial yang
muncul dalam diri seorang mahasiswa profesi dokter (Koasisten) dipengaruhi oleh
bagaimana orangtuanya berperan sebagai model untuk menampilkan perilaku
prososial. Mussen(1970,dalam Eisenberg1982) mengamati relasi antara anak yang
didik dalam keluarga yang mengajarkan kejujuran dan kebiasaan saling menolong
akan menunjukkan tindakan prososial yang lebih tinggi frekuensinya.
Lingkungan keluarga dimana orangtua sebagai model akan membuat
mahasiswa profesi dokter (Koasisten) mengobservasi perilaku prososial orangtuanya
dan hal ini yang nantinya akan memengaruhi perkembangan perilaku prososial yang
ditunjukkan oleh mahasiswa profesi dokter (Koasisten). Orangtua yang menggunakan
reinforcement (reward and punishment) dalam perkembangannya dimana perilaku
Universitas Kristen Maranatha sedangkan orang tua yang menggunakan petunjuk verbal dalam membentuk tindakan
menolong dan menjelaskan mengapa mahasiswa profesi dokter (Koasisten) harus
menolong merupakan teknik yang dapat digunakan orangtua untuk mengajarkan
perilaku menolong pada mahasiswa profesi dokter (Koasisten) yang mengarah pada
pembentukan motivasi endocentric dan intrinsic.
Faktor eksternal lainnya adalah lingkungan sosial. Lingkungan sosial
memiliki pengaruh yaitu dengan adanya kontak yang dilakukan berkali-kali dan
feedback dari orang yang dibantu mengenai akibat dari perilaku orang yang
membantu, akan mengakibatkan intrinsic prosocial motivation menjadi berkembang
pada diri seseorang yang membantu. Adanya kontak yang dilakukan berkali-kali akan
menghasilkan peningkatan kesukaan pada objek tersebut, dengan begitu interaksi
dengan orang yang dibantu menghasilkan emosi positif. Emosi postif merupakan
bukti dari perkembangan kognitif sehingga seseorang yang melakukan kontak
berkali-kali dan memberikan feedback, berkesempatan untuk memiliki perkembangan
kognitif yang lebih baik tentang orang yang dibantu. Membuat seseorang memiliki
pengetahuan informasi yang cukup untuk mengenali kebutuhan orang yang dibantu
(Reykowsky, 1982 dalam Eisenberg 1982).
Feedback yang diterima oleh mahasiswa profesi dokter (Koasisten) dari
pasien dan teman kelompok yang dibantu olehnya mengenai akibat dari tindakan
Universitas Kristen Maranatha pada mahasiswa profesi dokter (Koasisten). Hal ini dapat terjadi karena adanya
kontak yang dilakukan berkali-kali antara mahasiswa profesi dokter dengan pasien
dan teman kelompok yang dibantu, terkait dengan tindakan menolong yang
dilakukannya membuat mahasiswa profesi dokter merasa senang dan mendapatkan
suatu kepuasan, melalui interkasi yang terjalin diantaranya. Melalui feedback dan
adanya kontak yang berkali-kali membuat mahasiswa profesi dokter (Koasisten),
memiliki pengetahuan informasi yang cukup untuk mengenali kebutuhan dari pasien
dan teman kelompok yang dibantu olehnya.
Lingkungan sosial juga berpengaruh terhadap motivasi prososial dalam diri
seseorang, dengan adanya konformitas terhadap kelompoknya dan bergantung pada
ekspektasi dari lingkungan sosial dengan melakukan hal yang diharapkan oleh
kelompok tersebut. (Paspalanova 1979, dalam Eisenberg 1982). Mahasiswa profesi
dokter yang mengikuti ekpektasi atau apa yang menjadi harapan dan tuntutan dari
lingkungan sosialnya seperti teman-temannya, ikut memengaruhi tindakan prososial
yang dilakukan mahasiswa profesi dokter terhadap pasien atau orang yang
ditolongnya karena mahasiswa profesi dokter akan melakukan tindakan menolong
kepada orang lain atau pasiennya sesuai dengan apa yang dilakukan juga oleh
teman-temannya.
Faktor lainnya yang memengaruhi motivasi prososial pada mahasiswa profesi
Universitas Kristen Maranatha usia, Staub (1986, dalam Eisenberg 1982) menyatakan bahwa perilaku untuk
menengahi suatu perselisihan muncul pada masa taman kanak-kanak dan mencapai
puncak pada tahun-tahun pertengahan SD, dan turun pada tingkat kelas 6, hal ini
berlaku pada perilaku menolong pada saat sendiri maupun disaksikan oleh orang lain.
Penelitian Staub menunjukan bahwa perilaku menolong seseorang meningkat lagi
secara tajam di dalam masa dewasa muda, hal ini didapat dari meningkatnya
kepekaan perkembangan mental dari Concrete Operational menuju Formal
Operational, daya analisisnya akan meningkat dan menjadi lebih cekatan dalam
merespon situasi (Eisenberg 1982:29). Faktor usia menunjukkan bahwa semakin
matang perkembangan kognitif yang dimiliki oleh mahasiswa profesi dokter
(Koasisten) akan meningkatkan perkembangan kepekaannya dalam memberi respon
saat menolong orang lain. Hal ini ikut memengaruhi bagaimana mahasiswa profesi
dokter (Koasisten) menganalisis suatu situasi dilingkungannya, yang membuat
mahasisiwa profesi dokter bertindak atau meresponi keadaan tersebut.
Faktor internal yang kedua adalah jenis kelamin. Faktor jenis kelamin,
menunjukkan bahwa terdapatnya signifikansi pada laki-laki dan perempuan dalam
generousity (suka memberi, penyayang, pengasih, suka menolong dan suka beramal)
dan perilaku helpfulness dan comforting (suka menolong, memberikan bantuan dan
memberikan ketenangan atau penghiburan) dan menemukan bahwa perempuan lebih
generousity, lebih helpfulness dan lebih comforting dibandingkan laki-laki.
Universitas Kristen Maranatha
generousity dan helpfulness, dimana tingkat atau level moral judgement yang tinggi
ini akan merujuk kepada Intrinsic Prosocial Motivation yaitu perilaku menolong
untuk memberikan kondisi positif kepada objek sosial. Keterangan diatas
menunjukkan bahwa jenis kelamin memiliki pengaruh terhadap motivasi prososial
(Darlev & Latane,1968 dalam Eisenberg 1982).
Mahasiswa profesi dokter dengan jenis kelamin perempuan lebih
menunjukkan tindakan yang memberi, penyayang, pengasih, menghibur dan suka
menolong, dibandingkan dengan mahasiswa profesi dokter yang berjenis laki-laki
karena sikap mahasiswi profesi dokter (Koasisten) yang demikian menunjukkan
keterkaitannya dengan moral judgment, sehingga tingkat moral judgment yang tinggi
yaitu mahasiswi yang sering menilai atau menganalisis suatu situasi yang ada di
lingkungannya terkait tindakan yang benar atau salah akan merujuk pada
Universitas Kristen Maranatha Bagan 1.5.1 Kerangka Pikir
Mahasiswa Profesi dokter (koasisten) universitas “X” Bandung
Motivasi Prososial 1. Faktor Eksternal :
Keluarga
Lingkungan sosial 2. Faktor Internal :
Usia
Jenis kelamin
5 aspek motivasi prososial :
Kondisi awal (Condition of Intiation) Akibat awal (Anticipatory Outcome)
Kondisi yang mendukung (Facitiating Conditions) Kondisi yang menghambat (Inhibitory Conditions) Karakteristik kualitas dari tindakan (Qualitative
Characteristics of an act).
Ipsocentric Motivation
Endocentric Motivation
Universitas Kristen Maranatha 1.6 Asumsi Penelitian.
Lima aspek motivasi prososial yaitu kondisi awal (Condition of Intiation),
Akibat awal (Anticipatory Outcome), kondisi yang mendukung (Facitiating
Conditions), kondisi yang menghambat (Inhibitory Conditions), dan
karakteristik kualitas dari tindakan (Qualitative Characteristics of an act)
merupakan bagian dari jenis motivasi prososial yang dimiliki oleh
mahasiswa profesi dokter universitas “X” Bandung.
Motivasi prososial pada mahasiswa profesi dokter universitas “X” Bandung
dapat terdiri atas jenis Ipsosentric motivation, Endosentric motivation, dan
Intrinsic prosocial motivation
Motivasi prososial pada mahasiswa profesi dokter universitas “X” Bandung
dipengaruhi oleh faktor internal yaitu usia dan jenis kelamin dan faktor
66 Universitas Kristen Maranatha
5.1 KESIMPULAN
Berdasarkan pengolahan data dan pembahasan hasil yang diperoleh maka
dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut :
Mahasiswa profesi dokter universitas “X” Bandung pada umumnya
didominasi oleh intrinsic prosocial motivation.
Ada kecenderungan keterkaitan antara motivasi prososial dengan jenis
kelamin, dimana pada mahasiswa profesi dokter dengan jenis kelamin
perempuan memiliki intrinsic prosocial motivation yang lebih dominan
dibandingkan dengan laki-laki.
Ada kecenderungan keterkaitan antara motivasi prososial dengan petunjuk
verbal dari keluarga, dan feedback yang sering diterima dari lingkungan
sosial
5.2. SARAN
Berdasarkan hasil penelitian yang telah dikemukakan, maka peneliti mengajukan
Universitas Kristen Maranatha 5.2.1 Saran Teoritis
Hasil penelitian menunjukkan bahwa usia perkembangan sampel berada
dalam satu tahap perkembangan. Oleh karena itu peneliti menyarankan
kepada peneliti selanjutnya, mengenai motivasi prososial untuk
memperbanyak jumlah sampel agar mendapatkan hasil yang lebih
representatif, khususnya dalam rentang usia.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat kecenderungan keterkaitan
antara motivasi prososial dengan jenis kelamin, feedback, dan petunjuk
verbal. Oleh karena itu peneliti menyarankan, untuk meneliti hubungan antara
motivasi prososial dengan jenis kelamin, feedback, dan petunjuk verbal
5.2.2 Saran Praktis
Hasil penelitian menunjukkan bahwa motivasi prososial yang dominan pada
mahasiswa profesi dokter universitas “X” Bandung adalah intrinsic prosocial
motivation. Oleh karena itu, peneliti menyarankan kepada mahasiswa profesi
dokter dengan intrinsic prosocial motivation yang dominan dalam dirinya,
agar dapat memelihara motivasi tersebut dalam menolong para pasien yang
ditangani. Misalnya dengan cara membina komunikasi antara mahasiswa
profesi dokter dengan pasien, sehingga mahasiswa profesi dokter dapat
mengetahui apa yang menjadi kebutuhan dari pasiennya.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa masih terdapat mahasiswa profesi
Universitas Kristen Maranatha sebanyak 35,82%, sedangkan yang diharapkan dimiliki oleh mahasiswa
profesi dokter universitas “X” Bandung yaitu intrinsic prosocial motivation
saat memberikan pelayanan medis kepada pasien. Oleh karena itu peneliti
menyarankan kepada pengurus program pendidikan profesi dokter (P3D)
untuk dapat mengembangkan program pelatihan mengenai jasa pelayanan
medis yang diberikan kepada pasien, dengan berorientasi pada pola etika
SKRIPSI
Diajukan untuk menempuh sidang sarjana pada Fakultas Psikologi Universitas Kristen Maranatha Bandung
Oleh :
NAOMI MOJO DJAWA GIGY
0930001
FAKULTAS PSIKOLOGI
UNIVERSITAS KRISTEN MARANATHA
BANDUNG
i Universitas Kristen Maranatha hanya atas berkat dan rahmat-Nya peneliti dapat menyelesaikan skripsi ini dengan
judul : “Studi Deskriptif Mengenai Motivasi Prososial pada Mahasiswa Profesi
Dokter (Koasisten) Universitas “X” Bandung.
Selama proses penyelesaian penelitian ini, banyak hambatan yang dialami
oleh peneliti. Namun, pada akhirnya peneliti dapat mengatasi hambatan tersebut dan
mampu menyelesaikan penelitian ini. Hal tersebut tidak terlepas dari dukungan dan
bantuan yang diberikan kepada peneliti.
Oleh karena itu, peneliti ingin menyampaikan ucapan terima kasih yang
sebesar-besarnya kepada :
1. Dr.Yuspendi,M.Psi.,Psikolog,M.Pd selaku dekan Fakultas Psikologi
Universitas Kristen Maranatha
2. Robert O. Rajagukguk,Ph.D selaku dosen pembimbing utama yang telah
bersedia meluangkan waktu, pikiran dan telah banyak memberikan arahan
melalui bimbingan serta masukan mengenai penyusunan penelitian ini.
3. Windu Wulan Sari, S.Psi.,Psikolog selaku dosen pembimbing pendamping
yang telah bersedia meluangkan waktu dan pikiran untuk membimbing,
memberikan bantuan, dorongan, semangat dan juga masukan kepada peneliti
Universitas Kristen Maranatha 4. Drs. Paulus H. Prasetya, M.si.,Psik selaku dosen pengajar mata kuliah usulan
penelitian yang sudah memberikan penjelasan kepada peneliti mengenai
proses penyusunan penulisan dari penelitian ini.
5. Cindy Maria, M.Psi.,Psik dan Dr. Carolina Nitimihardjo selaku dosen yang
sudah membantu memberikan saran dan masukan kepada peniliti selama
penyusunan penelitian ini.
6. Seluruh Staff Tata Usaha Fakultas Psikologi Universitas Kristen Maranatha
yang telah memberikan bantuan kepada peneliti dalam hal administrasi
selama penelitian ini.
7. Papa, Mama, dan kakak-kakak saya tercinta yang selalu mendoakan,
memberikan dorongan dan juga support yang tidak henti-hentinya bagi
peneliti.
8. Teman seperjuangan bimbingan Stefany, serta yang terutama
sahabat-sahabatku tersayang Ajeng, Meta, Hana dan Melda yang telah memberikan
semangat, masukan dan juga dukungan doa selama penyelesaian penelitian.
Sukses selalu buat kalian semua.
9. Narasumber yang telah memberikan informasi mengenai penelitian ini yaitu
mahasiswa-mahasiswa profesi dokter (Koasisten) universitas “X” Bandung,
yang sudah mau menyempatkan waktunya untuk memberikan informasi
Universitas Kristen Maranatha 10. Kakak Indah, Vina, Elia, Juni dan Risa yang sudah memberikan semangat,
doa dan selalu setia mendengarkan cerita serta menyediakan waktunya bagi
peneliti untuk bertukar pikiran.
Peneliti menyadari bahwa masih banyak kekurangan dan kesalahan
dalam penyusunan penelitian ini. Oleh karena itu, peneliti sangat
mengharapkan petunjuk yang bermanfaat serta saran-saran untuk perbaikan
penelitian ini nantinya.
Akhir kata peneliti berharap agar penelitian ini dapat bermanfaat bagi
para pembaca dan pihak-pihak lain yang membutuhkannya
Bandung, Mei 2014
69 Universitas Kristen Maranatha Hurlock, E. B. 1980. Psikologi Perkembangan : Suatu Pendekatan Sepanjang
Rentang Kehidupan. Jakarta : Erlangga.
Lumenta, B. 1989. Pelayanan Medis : Citra, Konflik, dan Harapan. Yogyakarta : Kanisius
Nazir, M.2005. Metode Penelitian. Bogor. Ghalia Indonesia
Santrock, J. W. 2005. Perkembangan Masa Hidup. Jakarta : Erlangga
Sevilla, C. G. 1984. An Introduction to Research Methods. Manila : Red book store
Sears, D.O; Fredman, J.L., dan Peplau, L. A. 1991. Psikologi sosial. Jilid 2. Alih Bahasa: Michael Adryanto. Jakarta: Erlangga
Soetedjo, M., Dahlan, A.B., Wijaya, S.1995. Pedoman Profesi dokter : Masa Kini
70 Universitas Kristen Maranatha Jesica, Wilhelmina A. 2012. Studi Deskriptif Mengenai Motivasi Prososial Pada
Pengurus Unit Kegiatan Mahasiswa “X” di Universitas “ Y” Kota Bandung.
Skripsi. Bandung : Fakultas Psikologi Universitas Kristen Maranatha
Indonesia, d.a.(2013, Desember 1).Malpraktek Kedokteran, Penyebab dan Dampak
Hukumnya. Retrieved April 20, 2014 From dokteranakonline: http:www.dokteranakonline.com