• Tidak ada hasil yang ditemukan

Model Pembelajaran Fisika ( 32 Files )

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Model Pembelajaran Fisika ( 32 Files )"

Copied!
6
0
0

Teks penuh

(1)

Identifikasi dan Analisis Penalaran Ilmiah Siswa SMA Kelas XI dan

XII

EVIPIPBIYANTI1), SENTOTKUSAIRI2,*), WARTONO3)

1)Pascasarjana Jurusan Pendidikan Fisika Universitas Negeri Malang. Jl. Semarang 5 Malang 2,3)Jurusan Fisika FMIPA Universitas Negeri Malang. Jl. Semarang 5 Malang,

E-mail: evi_pipbiyanti@yahoo.com *) PENULISKORESPONDEN

TEL:082245496965

ABSTRAK:Penalaran ilmiah merupakan salah satu aspek penting dalam pembelajaran, karena menunjang kemampuan dalam berpikir kritis, kemampuan pemecahan masalah maupun kemampuan mendesain eksperimen. Mengetahui penalaran ilmiah siswa merupakan salah satu yang diperlukan untuk mendesain pembelajaran yang digunakan. Artikel ini bertujuan untuk mengidentifikasi dan menganalisis penalaran ilmiah siswa. Metode penelitian survey dilakukan pada siswa kelas XI dan kelas XII SMA Negeri 2 Malang, dengan jumlah 30 siswa kelas XI dan 31 siswa kelas XII. Tes penalaran ilmiah diadaptasi dari LCTSR. Berdasarkan hasil tes, level penalaran ilmiah siswa dapat diidentifikasi sebanyak 13,3% siswa kelas XI termasuk dalam level empirical induktive(EI) dan 20% siswa pada levelhypothetical deductive(HD). Sedangkan untuk kelas XII, 12,9 % siswa termasuk level EI dan 9,68% siswa pada level HD. Sebagian besar siswa dalam level transisi. Dalam penelitian ini diketahui pula siswa belum mampu dalam kategori penalaran conservation of volume, propotional reasoning, dan control of variabel. Hasil tes ini dapat digunakan sebagai referensi penalaran ilmiah yang dimiliki siswa SMA Negeri 2 Malang sehingga guru dapat mendesain pembelajaran yang dilakukan di SMA Negeri 2 Malang untuk meningkatkan kemampuan bernalar siswa.

Kata Kunci: Penalaran ilmiah, LCTSR.

PENDAHULUAN

Penalaran ilmiah merupakan kegiatan analisis menggunakan logika ilmiah maupun logikanya sendiri yang berperan menunjang antara lain dalam berpikir kritis, kemampuan memecahkan masalah maupun dalam melakukan peyelidikan ilmiah. Manusia mampu menalar jika dia mampu berpikir secara logis dan analitis dalam menganalisis untuk memecahkan persoalan-persoalan secara ilmiah. Menurut Arends (2012) penalaran ilmiah merupakan kemampuan dan keterampilan yang diperlukan untuk keberhasilan membangun penyelidikan ilmiah. Kemampuan ini sangat mempengaruhi bagaimana siswa dapat mendesain penyelidikan atau eksperimen. Sementara, Han (2013) menyatakan bahwa pembelajaran yang membangun penalaran ilmiah sangat ditekankan dalam pendidikan sains, karena sangat mendukung pada keberhasilan pembelajaran sains. Memiliki penalaran ilmiah yang baik memberikan dampak yang positif pada hasil pembelajaran (Shayer & Adey, 1994). Penalaran ilmiah yang baik akan menunjang prestasi siswa dan hasil belajar yang baik (Wahyudi, 2013). Begitu pula dengan kemampuan dalam memecahkan masalah, dipengaruhi oleh penalaran ilmiah (Wahyu, 2012).

(2)

Walaupun mengetahui penalaran ilmiah siswa itu penting, tetapi belum banyak guru fisika yang melakukannya dalam proses pembelajaran. Umumnya guru fokus pada prestasi belajar fisika, belum melihat hal lain yang terkait, seperti penalaran ilmiah. Sebagai dampaknya pembelajaran belum mampu membangun pola pikir siswa dalam bernalar. Guru seharusya mampu membangun pola pikir siswa sejak dini karena untuk jangka panjang akan memberikan dampak pola pikirnya dimasa depan. Sehingga diperlukan proses pembelajaran yang sesuai untuk menyiapkan generasi yang mampu menghadapi tantangan jaman.

Berdasarkan hal tersebut maka dilakukan penelitian untuk memperoleh data penalaran ilmiah siswa yang dapat digunakan sebagai gambaran kemampuan awal siswa dalam hal bernalar di SMA Negeri 2 Malang. Hal ini berguna untuk menunjang proses pembelajaran. Berdasarkan data tersebut guru dapat menyesuaikan metode pembelajaran yang diperlukan untuk meningkatkan penalaran ilmiah siswa.

METODE PENELITIAN

Penelitian ini merupakan penelitian survey. Pengambilan data dilaksanakan Pebruari 2016 sampai April 2016. Sampel diambil secara cluster random samplingpada siswa SMA Negeri 2 Malang. Didapatkan sampel dengan jumlah 30 siswa kelas XI terdiri dari 15 siswa laki-laki dan 15 siswa perempuan. Sedangkan kelas XII dengan jumlah 31 siswa terdiri dari 14 siswa laki-laki dan 17 siswa perempuan. Instrumen penelitian menggunakan butir soal yang diadaptasi dari Lawson s Classroom Test of Scientific Reasoning (LCTSR). Soal penalaran dengan tipe two-tier structure, 11 soal berpasangan (jumlah soal 22), yang terdiri dari kategori: (1) conservation of massa and volume, (2) seration, (3) propotional reasoning (4) control of variabels, (5) probability reasoning.

Siswa memiliki level penalaran ilmiah Empirical Inductive (EI) jika menjawab dengan benar dibawah 7 soal, sedangkan siswa pada level Hypothetical deductive (HD) jika menjawab dengan benar diatas 14 soal. Jika benar antara 7 sampai 14 soal maka siswa dinyatakan memiliki level transition.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Level Penalaran Ilmiah Siswa kelas XI dan XII

Penelitian ini melibatkan 61 siswa SMA Negeri 2 Malang dengan jumlah 30 siswa kelas XI dan 31 siswa kelas XII. Hasil tes penalaran ilmiah ini dapat mengidentifikasi level dan kategori penalaran ilmiah yang dimiliki siswa. Dari data tersebut dapat dianalisis faktor yang menyebabkan hasil tes tersebut. Level penalaran ilmiah siswa dibedakan antara kelas XI dan XII untuk melihat pengaruh lamanya proses pembelajaran yang telah diterima siswa. Seyogyanya penalaran ilmiah kelas XII lebih tinggi dibandingkan dengan kelas XI. Data hasil penalaran ini merupakan gambaran awal penalaran ilmiah siswa di SMA Negeri 2 Malang. Level tes penalaran ilmiah ditunjukkan dalam Tabel 1.

Tabel 1. Level Penalaran Ilmiah

Level Kelas XI Kelas XII

EI 20,0 % 9,7 %

HD 13,3 % 12,9 %

Transition 56,7 % 77,4 %

(3)

kelompok umur diatas 11 tahun adalah level operasional formal atau HD, tetapi data menunjukkan sebagian besar siswa masih pada level transisi, kemungkinan penyebabnya pembelajaran yang diberikan adalah pembelajaran yang kurang membangun cara bernalar siswa. Menurut Etkina (2006), jika kita menganggap penalaran level HD penting untuk praktek ilmu pengetahuan dan terkait dengan beberapa aspek ilmu pengetahuan di masa depan, maka pendidik harus lebih menekankan untuk membantu siswa dalam mengembangkan penalaran ilmiah ini, sehingga siswa dapat mentransfer penalarannya ke dalam menyelesaikan persoalan dalam bidang fisika maupun bidang yang lain. Untuk mencapai kesuksesan pada penalaran HD ini maka perlu perhatian dan pembelajaran berulang-ulang. Eksperimen merupakan salah satu pembelajaran yang perlu dilakukan berulang-ulang. Selain itu ada sarana untuk mengontrol pembelajaran dan hasil belajar siswa, agar diketahui bagaimana perkembangan penalaran siswa.

Kategori Penalaran Ilmiah

Kategori penalaran ilmiah yang diujikan terdiri dari 6 kategori. Persentase hasil tes penalaran ilmiah masing-masing kategori didasarkan pada jumlah siswa yang menjawab benar, seperti ditunjukkan dalam Tabel 2.

Tabel 2. Hasil Tes Berdasarkan Kategori Penalaran Ilmiah.

No Kelas XI Kelas XII Kategori Penalaran Ilmiah 1 65 % 70,2 % conservation of massa (1,2,5,6)

2 16,7 % 30,6 % conservation volume (3,4)

3 53,3 % 50 % seration (7,8)

4 37,5 % 37,1 % propotional reasoning (9,10,11,12)

5 36,7 % 34,4 % control of variabels(13,14,15,16,17,18) 6 59,17 % 71,77 % probability reasoning (19,20,21,22)

Berdasarkan tabel 2, kategori penalaran ilmiah dibawah 50 %, yaitu pada kategori conservation of volume, propotional reasoning, dan control of variabel, baik kelas XI maupun kelas XII. Sebagian besar siswa belum mampu dalam ketiga penalaran ilmiah tersebut. Ada dua faktor yang dianalisis yang merupakan penyebab rendahnya penalaran tersebut yaitu konten butir soal dan proses pembelajaran yang telah dilakukan.

Berdasarkan analisis jawaban siswa dapat ditemukan tiga hal sebagai berikut: pertama, siswa dapat menjawab soal dan alasannya dengan benar, menunjukkan siswa telah mampu memahami persoalan atau telah mampu dalam kategori penalaran tersebut; kedua, sebagian besar siswa dapat menjawab soal dengan benar tetapi sebagian kecil benar dalam memberikan alasan; ketiga, sebagian kecil siswa dapat menjawab dengan benar baik soal dan alasannya,menunjukkan siswa benar-benar belum paham dan kurang dalam penalaran tersebut.

Point ke dua ditemukan bahwa 80 % menjawab benar, tetapi salah ketika memberikan alasan. Kategori tersebut adalah penalaran seration (pengurutan). Butir soal nomor 7 dan 8 ditunjukkan sebagai berikut:

9. Empat mobil yang sedang melaju di lintasan balap dan diukur waktu perjalanannya. Didapatkan data sebagai berikut.

 Mobil A menempuh 3 putaran dalam 150 detik  Mobil B menempuh 3 putaran dalam 120 detik  Mobil C menempuh 2 putaran dalam 70 detik  Mobil D menempuh 2 putaran dalam 74 detik

Urutkan mobil yang memiliki kelajuan rata-rata terbesar hingga kecil! E. B-D-C-A

(4)

G. C-D-B-A H. C-B-D-A 10. Karena

D. Waktu yang dibutuhkan untuk menempuh 1 putaran semakin lambat. E. Waktu yang dibutuhkan untuk menempuh 1 putaran semakin cepat

F. Semakin panjang lintasan yang ditempuh

Sebagian besar siswa telah dapat menjawab butir soal nomor 7 dengan benar karena termasuk butir soal yang mudah. Materi kelajuan telah diperoleh ketika di SMP. Kemungkinan penyebab ketika menjawab alasan salah adalah siswa tidak mampu membayangkan kata lambat dan cepat pada option A dan B untuk waktu. Kata tersebut umumnya untuk menyatakan kelajuan . Kemungkinan kalimat untuk option A dan B diatas mengandung makna ganda.

Point ketiga yang menyatakan sebagian besar siswa tidak dapat menjawab dengan benar, baik soal maupun alasannya, yaitu nomor 15 dan alasannya nomor 16. Soal tersebut ditunjukkan sebagai berikut:

16. Dua puluh lalat buah di tempatkan pada empat tabung gelas dan tersegel. Tabung 1 dan 2 sebagian dilapisi kertas hitam, tetapi tabung 3 dan 4 tidak. Posisi tabung 1 dan 3 ditempatkan vertikal (lihat gambar). Kemudian keempat tabung disinari cahaya merah dari arah atas dan bawah selama 5 menit. Setelah lima menit, jumlah lalat di setiap sisi tabung ditunjukkan pada gambar berikut.

Percobaan di atas, dapat disimpulkan bahwa lalat merespon... E. cahaya merah dan tidak gravitasi

F. gravitasi tetapi tidak cahaya merah G. cahaya merah dan gravitasi H. tidak keduanya

17 Karena

E. Banyak lalat di bagian atas tabung 3, tetapi tersebar merata pada tabung 2. F. Bagian bawah tabung 1 dan 3 tidak banyak terisi lalat.

G. Lalat perlu cahaya untuk melihat dan terbang melawan gravitasi H. Beberapa lalat berada di kedua ujung masing-masing tabung.

Penelitian lain juga menyatakan bahwa butir soal di atas (kategori Control of variables/COV) adalah soal yang sulit. Butir soal diatas dianggap sulit karena siswa belum dapat menghubungkan keterkaitan variabel-variabel dari data yang tersedia atau kalimat diatas kurang dapat dipahami siswa. Berbeda dengan soal COV nomor 13 dan 14 tentang pendulum, sebagian besar siswa telah dapat menjawabnya. Soal pendulum tersebut berhubungan dengan materi gerak harmonis sederhana dan siswa telah melakukan eksperimen, sehingga siswa lebih mudah memahaminya.

(5)

penalaran proposional sulit karena terdiri dari banyaknya varibel kompleks dan terkait dengan konteks langsung. Jadi berdasarkan penelitian, kedua penalaran ilmiah tersebut sulit.

Walaupun penalaran ini sulit tetapi harus dibangun karena merupakan sesuatu yang vital dalam mendidik siswa. Membangun penalaran ilmiah berguna dalam memahami ilmu fisika atau ilmu lainnya. Penalaran ilmiah yang kurang akan mempengaruhi kemampuan dalam memecahkan masalah dalam bidang fisika. Penelitian Ding (2015) menyatakan kemampuan fisika Hukum Newton dipengaruhi penalaran ilmiah. Penalaran proposional digunakan pada banyak konsep fisika, dimana penalaran ini mampu memahami begitu banyak variabel komplek yang saling terkait, seperti pada materi massa jenis, konsentrasi, gaya, percepatan, tekanan, dan daya (Akatugbaa, 2009). Pola penalaran proposional membuat individu mampu mengetahui dan menginterpretasi hubungan-hubungan yang digambarkan dalam variabel yang diamati (Lawsons, 1995). Selain penalaran proposional, control of variables adalah penalaran yang dibutuhkan pada higher-order scientific thinking skills. COV juga kemampuan yang fundamental untuk memahami konsep dan eksperimen (Han, 2013).

Asumsi penyebab lain rendahnya penalaran ilmiah proposional dan COV yaitu karena proses pembelajaran masih belum mampu untuk membangun penalaran tersebut. Salah satu cara untuk membangun penalaran ilmiah, yaitu pendidik seharusnya memasukkan budaya penalaran siswa sebagai bagian dari tujuan instruksional mereka.Penalaran ilmiah ini dibangun dari paradigma inkuiri (Akatugba, 2009). Pembelajaran inkuiri harus dibelajarkan dan dilatihkan secara berulang-ulang. Pembelajaran inkuiri sebaiknya dilakukan dengan eksperimen. Pembelajaran dengan kegiatan eksperimen dapat membangun penalaran ilmiah kategori control of variabel (Lawsons,1995). Menurut Ding (2015) pemilihan strategi pembelajaran sebaiknya untuk membangun kemampuan investigasi secara sendiri maupun kerjasama, sehingga siswa mempunyai kemampuan untuk mentransfer penalaran ilmiah dalam meyelesaikan masalah.

Beberapa penelitian menyatakan bahwa pembelajaran inkuiri dapat meningkatkan kemampuan penalaran ilmiah. Penelitian (Bao et al., 2009) menunjukkan bahwa pembelajaran tradisional hanya membuat sedikit perubahan pada skor pre dan post LCTSR (effect size = 0,1) tetapi ketika dengan pembelajaran inkuiri memberikan dampak skor pre dan post LCTSR (effect size = 0,6). Hasil penelitian Wahyudi (2013), pembelajaran yang dilakukan adalah menggunakan model pembelajaran inkuiri dengan peta konsep, memberikan dampak peningkatan hasil belajar dan juga melihat bahwa terdapat hubungan kemampuan bernalar dengan tes hasil belajar.

Berdasarkan pembahasan diatas, sebaiknya pendidik mengetahui penalaran ilmiah siswa, berguna untuk merancang metode pembelajaran yang digunakan. Metode pembelajaran yang dapat meningkatkan penalaran ilmiah proposional dan COV adalah metode inkuiri. Untuk penelitian lebih lanjut, dapat meneliti metode pembelajaran inkuiri yang digunakan, yang dapat secara signifikan meningkatkan penalaran ilmiah pada level HD.

KESIMPULAN

Dari data penalaran ilmiah siswa SMA Negeri 2 Malang kelas XI dan XII dapat disimpulkan (1) bahwa level penalaran ilmiah sebagian besar pada tahap transisi, baik kelas XI maupun kelas XII, (2) siswa belum mampu dalam beberapa kategori penalaran yaituconservation of volume, propotional reasoning, control of variabel.

(6)

UCAPAN TERIMA KASIH

Terimakasih kepada Dosen Pembimbing Bapak Dr. Sentot K. dan Bapak Dr. Wartono yang telah memberikan bimbingan sehingga kami dapat menyelesaikan artikel ini. Terimakasih kepada Prof Arif Hidayat. Terimakasih kepada bapak dan ibu guru fisika serta siswa SMA Negeri 2 Malang. Terimakasih pada teman kuliah fisika Agustini P., Leni S., Siti J., dan Dian P,. Terimakasih pada keluargaku Abdul Ghofar dan Alfian Zuhdi.

DAFTAR RUJUKAN

Akatugbaa, A.H, and Wallaceb, J. 2009. An Integrative Perspective on Students Proportional Reasoning in High School Physics in a West African. Context a Curtin University of Technology, Science and Mathematics Education Centre, Perth, Australia; Bontario Institute for Studies in Education of the University of Toronto, Canada. International Journal of Science Education Vol. 31, No. 11, 15 July 2009, pp. 1473 1493. Taylor &Francis group.

Arends, R. I. 2012.Learning to Teach.The McGraw-Hill Companies, Inc.

Bao, L., Cai, T., Koenig, K., Fang, K., Han, J., Wang, JWu, N. 2009. Learning and Scientific Reasoning.Science, 323(5914), 586-587.

Brown Nathaniel J. S, Furtak Erin Marie, Timms Michael, Nagashima Sam O., Wilson Mark. 2010. The Evidence-Based Reasoning Framework: Assessing Scientific Reasoning. Educational Assessment. 15:123 141, 2010. Taylor & Francis Group. ISSN: 1062-7197

Ding L. 2014. Verification of causal influences of reasoning skills and epistemology on

physics conceptual learning. Physical Review Special Topics - Physics Education

Research 10, 023101.

Duschl, R. A., & Gitomer, D. H. 1997. Strategies and challenges to changing the focus of assessment and instruction in science classrooms.Educational Assessment.

Etkina Eugenia, Karelina Anna, and Villasenor Maria Ruibal. 2006. Studying Transfer of Scientific Reasoning Abilities Graduate School of Education, Rutgers University, New Brunswick, NJ 08904. CP883, 2006 Physics Education Research Conferece, edited by L. McCullough, L. Hsu, and P. Heron. American Institute of Physics 2007. Han, J. 2013. Scientific Reasoning: Research, Development, and Assessment. The Ohio

State University.

Lawson, A. E. 1995. Science Teaching and the Development of Thinking. California: Wadsworth Publishing Company.

Lawson, A. E. 2004. The Nature and Development of Scientific Reasoning: A Synthetic View.International Journal of Science and Mathematics Education. (2):307-338. Shayer, M., & Adey, P. S. (1993). Accelerating the development of formal thinking in

middle and high school students IV:three years after a two-year intervention. Journal of Research in Science Teaching, 30(4), 351-366.

Wahyu, R. 2012. Pengaruh Model Pembelajaran Berbasis Masalah Terhadap Prestasi Belajar Fisika Ditinjau Dari Kemampuan Penalaran Ilmiah Siswa SMAN 5 Malang.

Skripsi tidak diterbitkan. Malang: Jurusan Fisika Universitas Negeri Malang.

Gambar

Tabel 2. Hasil Tes Berdasarkan Kategori Penalaran Ilmiah.

Referensi

Dokumen terkait

Kesimpulan dari penelitian ini adalah ada pengaruh yang signifikan penerapan model pembelajaran Conceptual Understanding Procedures (CUPs) terhadap hasil belajar

penulis dari segala usia untuk mengubah gambar menjadi sebuah cerita yang segar dan mengasyikkan. SD Muhammadiyah Program Khusus Kottabarat merupakan SD yang terkemuka

Tujuan Penelitian ini adalah untuk mengetahui ada tidaknya pengaruh penerapan model pembelajaran value clarification technique terhadap civic disposition siswa pada

Dilihat dari garis trend di atas, nasabah dengan tingkat suku bunga 2% yang melakukan keterlambatan dalam pembayaran dari tahun 2001 sampai dengan tahun 2005 jumlahnya cenderung

Dari semua pendapat di atas dapat dirumuskan dengan singkat bahwa bimbingan konseling adalah proses pemberian bantuan yang dilakukan melalui wawancara

Pertumbuhan tinggi tanaman tertinggi (87,14 cm) dihasilkan pada aksesi batang hijau 2 (BH2), bobot kering daun yang terberat (26,25 gram) pada aksesi batang hijau 4 (BH4) namun

Pengaruh tingkat substitusi konsentrat dengan daun murbei pada pakan berbasis jerami padi terhadap nilai pH, konsentrasi amonia, VFA total dan produksi gas media in vitro

Alangkah baiknya jika peraturan tersebut juga berlaku untuk pengurus lembaga pendidikan dari tingkat bawah sampai atas dan juga berlaku untuk semua guru atau