KEMAMPUAN MENULIS ARGUMEN SISWA SMK DALAM
PEMBELAJARAN FISIKA BERBASIS INKUIRI
SUPENO, SRIASTUTIK, SRIHANDONOBUDIPRASTOWO
Program Studi Pendidikan Fisika FKIP Universitas Jember. Jl. Kalimantan 37 Jember E-mail: [email protected]
TEL: 0331334988; FAX: 0331334988
ABSTRAK: Argumentasi merupakan salah satu keterampilan penting sebagai komponen dari literasi sains yang perlu dikembangkan dalam proses pembelajaran fisika di SMK. Keterampilan berargumentasi diperlukan siswa untuk membangun pemahaman konseptual, mengembangkan kemampuan meneliti, memahami manfaat sains, dan memahami nilai-nilai interaksi sosial. Penelitian ini difokuskan untuk mengkaji kemampuan menulis argumen siswa SMK dalam pembelajaran fisika berbasis inkuiri. Proses pembelajaran fisika dilakukan selama tujuh kali pertemuan dan difasilitasi dengan lembar kerja siswa yang di dalamnya terdapat permasalahan argumentatif. Permasalahan yang diajukan bersifat kontroversi karena terdapat dua argumen yang saling bertentangan (competing theory) dan harus diselesaikan dengan melibatkan argumen yang disertai dengan bukti dan penjelasan terhadap argumen. Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat perkembangan kemampuan siswa dalam menulis argumen mulai dari pertemuan pertama hingga ketujuh.
Kata Kunci: menulis argumen, pembelajaran fisika, inkuiri.
PENDAHULUAN
Pembelajaran fisika yang baik menuntut adanya proses inkuiri atau penemuan ilmiah oleh siswa. Penemuan ilmiah seringkali digambarkan sebagai proses membangun pengetahuan yang di dalamnya terdapat proses menyusun penjelasan terhadap fenomena kemudian dipresentasikan kepada orang atau siswa lain agar memperoleh kitikan atau perbaikan (Driver, Newton, dan Osborne, 2000; Sandoval dan Reiser, 2004). Dengan demikian, kemampuan bernalar dengan memberikan argumen merupakan komponen penting dalam proses inkuiri (Driver, Newton, dan Osborne, 2000; Duschl dan Osborne, 2002; Jimenez-Aleixandre, Rodriguez, dan Duschl, 2000).
Kemampuan berargumen dan bernalar pada siswa menjadi perhatian pemerintah dalam pembelajaran fisika. Hal ini tertuang dalam Permendikbud No. 60 Tahun 2014 tentang struktur kurikulum SMK/MAK yang menyebutkan bahwa kompetensi yang harus dicapai oleh siswa SMK/MAK melalui pembelajaran fisika di antaranya adalah kemampuan bernalar. Kemampuan bernalar adalah hal penting yang perlu dikembangkan pada saat pembelajaran. Duschl (2008) menjelaskan bahwa kurikulum sains telah difokuskan pada apa yang perlu diketahui (to know) siswa untuk melakukan (to do) sains tetapi dalam beberapa tahun terakhir fokus tersebut telah bergeser kepada apa yang perlu siswa lakukan (to do) untuk mempelajari sains (to know). Menurut Dushl, to do adalah proses dialogis dalam membangun pengetahuan mencakup perolehan dan penggunaan prinsip-prinsip dan bukti untuk membuat penjelasan dan prediksi yang merepresentasikan penalaran tentang alam yang melibatkan kemampuan argumentasi siswa.
kontra, sebab dan akibat berdasarkan perspektif lain (Mason dan Scirica, 2006). Zohar dan Nemet (2002) mendefinisikan argumen sebagai pernyataan, klaim, penilaian atau alasan.
Argumentasi merupakan salah satu keterampilan penting sebagai komponen dari literasi sains yang perlu dikembangkan dalam proses pembelajaran fisika di SMK. Kegiatan berargumentasi tidak hanya mampu membelajarkan siswa kejuruan dalam membangun penyelesaian terhadap suatu permasalahan tetapi juga mampu mengantisipasi adanya solusi alternatif dan kontra argumen untuk mendukung solusi dalam menyelesaikan permasalahan (Jonassen dan Cho, 2011; Thoron dan Myers, 2012). Kemampuan berargumentasi ilmiah diperlukan oleh siswa kejuruan ketika mempelajari sains terapan sehingga dapat digunakan untuk meminimalisir berbagai kesulitan ketika sudah memasuki dunia kerja (Erduran dan Villamanan, 2009). Hoffman dan Borenstein (2014) menyatakan bahwa pembelajaran dengan melibatkan kegiatan berargumentasi ilmiah bagi siswa kejuruan mampu memberi peluang untuk belajar dalam menyelesaikan masalah berstruktur tak jelas (ill-structured), mengidentifikasi berbagai kebutuhan stakeholders, dan memahami permasalahan dari berbagai perspektif.
Beberapa penelitian terbaru menunjukkan bahwa membelajarkan siswa agar terlibat secara aktif dalam proses membangun argumentasi sulit dilakukan. Siswa harus banyak belajar tentang jenis klaim yang harus dibuat, bagaimana mengembangkannya, bukti-bukti apa saja yang diperlukan, dan bagaimana menggabungkan komponen-komponen tersebut serta bagaimana menginter-pretasikannya (Sandoval dan Reiser, 2004). Duschl (2008) menggambarkan berbagai jenis pengetahuan tersebut sebagai aspek- aspek konseptual, kognitif, epistemik, dan sosial dalam membangun dan mengevaluasi argumen. Berdasarkan pandangan ini, sejumlah peneliti dalam bidang pembelajaran sains beranggapan bahwa siswa memerlukan banyak kesempatan untuk belajar bagaimana menggunakan argumen untuk mengkonstruk pengetahuan sebagai bagian dari pembelajaran sains (Bell dan Linn, 2000; Driver, Newton, dan Osborne, 2000; Duschl dan Osborne, 2002; Sandoval, 2003). Dengan demikian dapat dikatakan bahwa penelitian ilmiah yang interes terhadap bagaimana membelajarkan siswa dalam menulis argumen dan belajar tentang bagaimana proses menghasilkannya merupakan area utama dalam penelitian pembelajaran sains. Untuk itu, dalam penelitian ini dilakukan proses pembelajaran fisika berbasis inkuiri yang fokus dalam membelajarkan siswa untuk membangun argumen dan bagaimana menghasilkan argumen tersebut.
METODE PENELITIAN
Penelitian dilaksanakan di SMK Negeri Pasirian Kabupaten Lumajang dengan subyek penelitian adalah siswa kelas X yang sedang mengikuti mata pelajaran fisika untuk materi tentang sifat mekanik zat serta suhu dan kalor. Dalam pelaksanaan pembelajaran di kelas, siswa sebanyak 28 orang dibagi menjadi 5 kelompok. Setiap kelompok mengikuti pembelajaran fisika secara inkuiri yang prosesnya dipandu menggunakan LKS. Pembelajaran dilaksanakan dengan berorientasi pada pembelajaran inkuiri selama tujuh kali pertemuan. Untuk satu kali pertemuan pembelajaran, setiap siswa diberi 1 paket LKS untuk diselesaikan. Aktivitas pembelajaran yang dilakukan oleh siswa meliputi: mengidentifikasi masalah argumentatif, melakukan eksperimen untuk memperoleh data, menganalisis data hasil eksperimen, menulis argumen, dan menyimpulkan hasil eksperimen.
selanjutnya dianalisis untuk mendeskripsikan kemampuan siswa dalam menulis argumen. Pedoman penskoran untuk menilai kemampuan siswa dalam memberikan bukti argumen ditunjukkan pada Tabel 1. Pedoman penskoran untuk menilai kemampuan siswa dalam memberikan justifikasi terhadap argumen yang diberikan ditunjukkan pada Tabel 2.
Tabel 1 Pedoman penskoran bukti argumen.
Skor Deskripsi
0 Tanpa bukti atau bukti salah
1 1 bukti benar
2 2 bukti benar
Tabel 2 Pedoman penskoran justifikasi argumen.
Skor Deskripsi
0,5 Tanpa justifikasi atau justifikasi salah 1,0 Justifikasi relevan tetapi tidak jelas
1,5 Justifikasi cocok secara ilmiah untuk beberapa pengamatan 2,0 Justifikasi cocok secara ilmiah untuk semua
2,5 Justifikasi mengacu pada pengamatan namun tidak lengkap secara ilmiah atau memilikibeberapa bagian ilmiah yang benar dan bagian ilmiah salah. 3,0 Justifikasi mengacu pada pengamatan dan benar secara ilmiah
HASIL DAN PEMBAHASAN
Kemampuan menulis argumen, dalam penelitian ini dilakukan melalui pembelajaran fisika berbasis inkuiri. Pembelajaran diawali dengan kegiatan guru memberikan ilustrasi tentang aplikasi konsep fisika dalam kehidupan sehari-hari maupun mendemonstrasikan beberapa konsep fisika. Pada pertemuan pertama pembelajaran bahan kajian sifat mekanik zat misalnya, guru mendemonstrasikan perubahan bentuk benda-benda elastis, seperti karet dan pegas akibat adanya tarikan. Selanjutnya guru mengajukan pertanyaan kepada siswa tentang apa yang sudah diilustrasikan maupun didemonstrasikan oleh guru.
Pembelajaran dilanjutkan dengan pengajuan permasalahan argumentatif oleh guru. Permasalahan argumentatif yang diajukan telah tertulis pada setiap LKS dan dikembangkan berdasarkan strategi competing theory. Menurut strategi ini, terdapat perdebatan dua atau lebih teori alternatif tentang fenomena menggunakan data (Bell dan Linn, 2000; Osborne, et al., 2004). Siswa diminta memberikan klarifikasi argumen menggunakan data. Selanjutnya siswa ditugaskan untuk mengidentifikasi masalah yang diajukan. Siswa berdiskusi secara berkelompok dengan siswa lain untuk mengajukan rumusan masalah, menyusun hipotesis, dan mengidentifikasi dan mendefinisikan variabel eksperimen.
Pembelajaran dilanjutkan dengan kegiatan pengumpulan data. Siswa bekerja sama dalam kelompok untuk memperoleh data melalui kegiatan eksperimen. Seluruh data yang diperoleh harus dicatat pada tempat yang disediakan dalam LKS. Siswa diberi kesempatan untuk mengajukan pertanyaan, baik kepada guru maupun kepada siswa lain apabila terdapat hal-hal yang belum diketahui. Selama pelaksanaan kegiatan eksperimen, guru berkeliling kelas untuk memantau kerja siswa dan memberikan bimbingan agar kegiatan eksperimen dapat berjalan dengan baik.
menyebabkan siswa lebih fokus pada konten yang sedang dipelajari (Wu dan Krajick, 2006).
Hasil pengamatan selama proses pembelajaran menunjukkan bahwa siswa mampu melaksanakan langkah-langkah eksperimen sesuai tuntutan yang terdapat dalam LKS. Hal ini menunjukkan bahwa lingkungan belajar yang disediakan memungkinkan siswa melakukan proses sains melalui interaksi sosial dengan siswa lain. Eksperimen atau kerja laboratorium memungkinkan siswa melakukan peer discussion dan sharing
pengetahuan (Zhai, et al., 2014). Siswa memiliki kesempatan bekerja sama dan berdiskusi dengan siswa lain untuk memperoleh data, sehingga dapat digunakan sebagai bukti untuk mendukung argumen yang diajukan. Siswa yang belum memahami tentang cara merangkai alat dan melakukan eksperimen berusaha bertanya kepada siswa lain yang lebih paham. Dengan demikian lingkungan belajar yang diciptakan berupa kegiatan eksperimen secara berkelompok mampu memfasilitasi siswa dalam menyusun argumen, bukti argumen, dan justifikasi sehingga inti dari berargumentasi telah diajarkan pada siswa. Jim enez, dkk. (2000) menyatakan bahwa kegiatan utama dari berargumentasi adalah mengkaitkan bukti dengan argumen melalui suatu penjelasan.
Hasil penilaian terhadap kemampuan menulis argumen yang dihasilkan oleh siswa dalam bentuk laporan eksperimen selama tujuh kali pertemuan pembelajaran ditunjukkan pada Gambar 1. Nampak bahwa secara umum kemampuan siswa dalam menulis argumen pada pertemuan pertama dan kedua masih tergolong rendah dengan rata-rata nilai masing-masing sebesar 35 dan 44. Pada pertemuan ketiga, rata-rata nilai kemampuan menulis argumen mulai ada kenaikan walaupun masih belum memuaskan, yaitu sebesar 69. Demikian juga dengan rata-rata nilai kemampuan menulis argumen pada pertemuan keempat dan kelima juga masih belum memuaskan. Rata-rata nilai kemampuan menulis argumen terlihat cukup memuaskan pada pertemuan keenam dan ketujuh, yaitu masing-masing sebesar 76 dan 74. Analisis terhadap nilai kemampuan menulis argumen untuk tiga siswa ditunjukkan pada Gambar 2. Ilustrasi tersebut juga menunjukkan bahwa kemampuan menulis argumen pada pertemuan pertama dan kedua masih tergolong rendah dan memperoleh hasil yang memuaskan pada pertemuan pembelajaran keenam dan ketujuh.
0 20 40 60 80 100
1 2 3 4 5 6 7
N
il
a
i
Pertemuan
Siswa #8
Siswa #20
Siswa #25
Gambar 2. Kemampuan menulis argumen tiga siswa untuk tujuh kali pembelajaran.
Berdasarkan hasil penelitian tersebut dapat dikatakan bahwa membelajarkan menulis argumen memerlukan waktu yang relatif lama serta ketekunan guru untuk melatih siswa agar terampil dalam mengungkapkan argumen secara tertulis. Hasil penelitian ini mempertegas penelitian sebelumnya yang menyatakan bahwa pembelajaran dengan melibatkan argumentasi memerlukan waktu terutama untuk proses debat, refleksi, dan meninjau kembali hasil belajar (Duschl dan Osborne, 2002).
Hasil penelitian ini juga menunjukkan bahwa lingkungan belajar yang diciptakan berupa kegiatan eksperimen secara berkelompok mampu memfasilitasi siswa dalam menyusun argumen, bukti argumen, dan justifikasi. Tidak ada kesepakatan umum di antara beberapa peneliti mengenai kemampuan eksperimen atau kerja laboratorium dalam menyediakan lingkungan belajar yang tepat untuk membangun argumen. Beberapa peneliti berpendapat bahwa siswa memerlukan banyak waktu untuk memperoleh data dan sedikit melibatkan keterampilan kognitif (Abraham dan Millar, 2008; Kind, et al., 2010) sehingga kurang memahami peran eksperimen dalam pembelajaran sains (Angell, et al., 2004). Beberapa peneliti lain menyatakan bahwa kegiatan eksperimen di laboratorium mendukung siswa dalam membangun argumen karena berperan sebagai media dalam menyediakan bukti untuk argumen (Hohenshell dan Hand, 2006; Kelly,et al., 1998; Katchevich,et al., 2013).
Hasil penelitian ini sejalan dengan hasil penelitian sebelumnya yang menyatakan bahwa kegiatan eksperimen dalam pembelajaran mendukung siswa dalam membangun argumen karena berperan sebagai media dalam menyediakan bukti untuk argumen. Dengan demikian pembelajaran fisika berbasis inkuiri dengan melibatkan kegiatan eksperimen mampu memfasilitasi siswa SMK dalam menulis argumen dan memungkinkan siswa untuk melaksanakan keterampilan proses sains sehingga memperkuat pendekatan ilmiah (scientific approach).
KESIMPULAN
dikaji bagaimana kemampuan siswa dalam mengungkap argumen secaa lisan pada saat proses diskusi.
DAFTAR RUJUKAN
Abrahams, I. dan Millar, R. 2008. Does practical work really work? a study of the effectiveness of practical work as a teaching and learning method in school science.
International Journal of Science Education. 30, pp. 1945-1969.
Angell, C., Guttersrud, O., dan Henriksen, E. K. 2004. Physics: frightful, but fun pupils and teachers views of physics and physics teaching. Science Education. 88, pp. 683-706.
Bell, P., dan Linn, M. C. 2000. Scientific arguments as learning artifacts: Designing for learning from the web with KIE. International Journal of Science Education, 22 (8), pp. 797 818.
Driver, R., Newton, P., dan Osborne, J. 2000. Establishing the norms of scientific argumentation in classrooms.Science Education, 84 (3), pp. 287 313.
Duschl, R. 2008. Quality argumentation and epistemic criteria. In S. Erduran & M. Jimenez-Aleixandre (Eds.), Argumentation in science education: Perspectives from classroom-based research (pp. 159 175). Dordrecht, the Netherlands: Springer. Duschl, R. A., dan Osborne, J. 2002. Supporting and promoting argumentation discourse
in science education.Studies in Science Education, 38, pp. 39 72.
Erduran, S. dan Villamanan, R. 2009. Cool argument: engineering students written arguments about thermodynamics in the context of the peltier effect in refrigeration.
Educación Química, April 2009, pp. 119-125.
Hoffmann, M. dan Borenstein, J. 2014. Understanding ill-structured engineering ethics problems through a collaborative learning and argument visualization approach.
Science and Engineering Ethics. 20 (1), pp 261-276.
Hohenshell, L. M., dan Hand, B. 2006. Writing-to-learn strategies in secondary school cell biology: a mixed method study. International Journal of Science Education. 28, pp. 261 289.
Jimenez-Aleixandre, M., Rodriguez, M., & Duschl, R.A. 2000. Doing the lesson or doing science : Argument in high school genetics.Science Education, 84 (6), pp. 757 792.
Jonassen, D. H. dan Cho, Y. H. 2011. Fostering argumentation while solving engineering ethics problems.Journal of Engineering Education. 100 (4), pp. 680 702.
Katchevich, D., Hofstein, A., dan Naaman, R M. (2013). Argumentation in the chemistry laboratory: inquiry and confirmatory experiments.Research in Science Education. 43, pp. 317-345.
Kelly, G. J., Druker, S., dan Chen, C. 1998. Students reasoning about electricity: combining performance assessment with argumentation analysis. International
Journal of Science Education. 20 (7), pp. 849-871.
Kind, P. M., Kind, V., Hofstein, A., dan Wilson, J. 2011. Peer argumentation in the school science laboratory-Exploring effects of task features. International Journal of Science Education. 33 (18), pp. 2527-2558.
Mason, L. dan Scirica, F. 2006. Prediction of students argumentation skills about controversial topics by epistemological understanding. Learning and Instruction. 16, pp. 492-509.
Osborne, J., Erduran, S., dan Simon, S. 2004. Enhancing the quality of argument in school science.Journal of Research in Science Teaching. 41 (10), pp. 994-1020.
Sandoval,W. A. dan Reiser, B. J. 2004. Explanation driven inquiry: Integrating conceptual and epistemic scaffolds for scientific inquiry.Science Education, 88 (3), pp. 345 372.
Toulmin, S. 2003. The Uses of Argument; Updated Edition. Cambridge, England: Cambridge University Press.
Thoron, A. C. dan Myers, B. E. 2012. Effect of inquiry-based agriscience instruction and subject matter-based instruction on student argumentation skills. Journal of Agricultural Education. 53 (2), pp. 58-69.
Wu, H. K. dan Krajcik, J. S. 2006. Inscriptional practices in two inquiry-based classrooms: a case study of seventh graders use of data tables and graphs.Journal of Research in Science Teaching. 43 (1), pp. 63 95.
Zhai, J., Jocz, J. A., dan Tan, A. L. 2014. Am i like a scientist? : primary children's images of doing science in school.International Journal of Science Education. 36 (4), pp. 553-576.