• Tidak ada hasil yang ditemukan

Oleh : MUHAMMAD ZULVIKHAR KADIR NIM : PROGRAM STUDI ILMU HUKUM FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM UNIVERSITAS ISLAM NEGERI ALAUDDIN MAKASSAR 2021

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "Oleh : MUHAMMAD ZULVIKHAR KADIR NIM : PROGRAM STUDI ILMU HUKUM FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM UNIVERSITAS ISLAM NEGERI ALAUDDIN MAKASSAR 2021"

Copied!
66
0
0

Teks penuh

(1)

PERAN BALAI HARTA PENINGGALAN DALAM PENDAFTARAN DAN PEMBUKAAN WASIAT (Studi

Kasus Balai Harta Peninggalan Kota Makassar)

Oleh :

MUHAMMAD ZULVIKHAR KADIR NIM : 10500113207

PROGRAM STUDI ILMU HUKUM FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM UNIVERSITAS ISLAM NEGERI ALAUDDIN

MAKASSAR 2021

i

(2)
(3)

Puji Syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan YME, Karena hanya dengan petunjuk-Nyalah sehingga Skripsi ini dapat disusun, meskipun disadari sedaIam-dalamnya masih sangat bersifat sederhana, baik dari segi metode penulisannya maupun dan segi analisisnya.

Selesainya penuIisan proposal ini adalah suatu perjuangan yang berat bagi penulis dalam menelusuri referensi-referensi hukum dan perundang- undangan serta menguak kebenaran sesuai dengan fakta-fakta yang ditemui di lapangan, yang kesemuanya itu memerlukan pengorbanan dan kesabaran yang kuat serta bantuan dan dukungan dari berbagai pihak.

Oleh karena itu, penulis sadar sedalam-dalamnya bahwa penyelesaian proposal ini terkabul dengan adanya partisipasi dari banyak pihak, baik secara Iangsung maupun tidak langsung, sehingga pada tempatnyalah bila pada kesempatan ini penulis menghaturkan ucapan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada:

1. Rektor Universita Islam Negeri (UIN) Alauddin Makassar Prof. Drs. Hamdan Juhannis M.A, Ph,D

2. Dekan Fakultas Syariah Dan Hukum Universita Islam Negeri (UIN) Alauddin Makassar Dr. H. Muammar Muhammad Bakry, Lc., M.Ag Dekan Fakultas Syariah Dan Hukum

3. Ketua Jurusan Ilmu Hukum Universita Islam Negeri (UIN) Alauddin Makassar, Bapak DR. Rahman Syamsuddin,S.H.,M.H.

ii

(4)

4. Pembimbing I. Bapak Abd. Rais Asmar, S.H.,M.H yang telah membimbing penulis dengan baik.

5. Pembimbing II Bapak Ashabul Kahfi, S.Ag., M.H. selaku bijaksana dalam memberikan bimbingan, nasehat serta waktunya selama penelitian dan penulisan skripsi ini.

6. Seluruh jajaran pengajar Dosen Fakultas Hukum Universitas Islam Negeri Alauddin Makassar yang tidak mungkin disebutkan satu persatu, namun setiap ilmu yang diberikan sungguh sangat berharga.

7. Kepada Drs. Abdul Kadir, S.H dan Hartiny Tommy,S.Pd selaku orang tua penulis, terima kasih atas dukungan, pengertian, serta doa yang diberikan kepada penulis.

8. Kepada semua pihak yang telah mendukung dan membantu selama perkuliahan dan penyusunan skripsi ini yang tidak dapat disebutkan satu persatu.

Makassar, Oktober 2019 Penulis

iii

(5)

ABSTRAK Nama : Muhammad Zulvhikar Kadir

Nim : 10500113207

Judul : Peran Balai Harta Peninggalan Dalam Pendaftaran dan Pembukaan Wasiat (Studi kasus Balai Harta Peninggalan Kota Makassar)

Balai Harta Peninggalan bertugas Membuka wasiat tertutup, baik berupa wasiat olografis yang tertutup (Pasal 937 jo. Pasal 942 KUH Perdata) maupun wasiat rahasia (Pasal 940 jo. Pasal 942 KUH Perdata),Berdasarkan hal tersebut maka penulis merujuk rumusan masalah yaitu Bagaimana Proses Pendaftaran dan Pembukaan Wasiat di Balai Harta Peninggalan Kota Makassar dalam Mengurai Asas Publisitas.Faktor apa yang menjadi penghambat Balai Harta Peninggalan kota Makassar dalam menangani Pendaftaran dan Pembukaan Wasiat.

Jenis penelitian ini adalah yuridis empiris dengan kata lain adalah jenis penelitian hukum sosiologis dan dapat disebut pula dengan penelitian lapangan di Kantor Balai Harta Peninggalan, yaitu yang mengkaji ketentuan hukum yang berlaku serta apa yang terjadi dalam kenyataannya di masyarakat.Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa 1). Peran Balai Harta Peninggalan Kota Makassar dalam pembukaan wasiat yaitu ; Memerintahkan kepada Pelaksana Wasiat, Ahliwaris, Notaris, untuk menanyakan kepada seksi Daftar Wasiat, Kementerian Hukum dan HAM RI, apakah wasiat tersebut dilaporkan atau tidak dan terakhir;Membuka surat wasiat rahasia tersebut disaksikan oleh para Ahliwaris, Pelaksana Wasiat, Notaris, dengan suatu Berita Acara;Mendaftarkan surat wasiat rahasia tersebut pada Balai Harta Peninggalan (berdasarkan ketentuan LN.1848 No.10 Pasal 41 dan 42 OV, jo. Pasal 937,942 KUH.Perdata); Hambatan yang dimaksud adalah hal-hal yang mempersulit pendaftaran/pembukaan wasiat pada Balai Harta Peninggalan, adapun hambatan tersebut adalah; Kurangnya Sumber Daya

Manusia ,Akses Cyber yang masih minim,Ketidakhadiran dari beberapa ahli waris dana Adanya tuntutan dari beberapa ahli waris untuk menunda pembukaan surat wasiat. Kata Kunci : Peran, Balai Harta Peninggalan,Wasiat

iv

(6)

DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN JUDUL ... i

KATA PENGANTAR ... ii

ABSTRAK ... iv

DAFTAR ISI ... vi

BAB I PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang ... 1

B. Rumusan Masalah ... 4

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian ... 5

D. Fokus dan Deskripsi Fokus ... 5

E. Kajian Pustaka ... 7

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 8

A. Balai Harta Peninggalan ... 8

1. Dasar Hukum Balai Harta Peninggalan ... 9

2. Tugas Pokok Balai Harta Peninggalan ... 11

B. Ruang Lingkup Wasiat ... 20

1. Ruang Lingkup Wasiat ... 20

2. Syarat-Syarat Wasiat ... 23

C. Wasiat Perspektif Hukum Islam ... 28

BAB III METODE PENELITIAN ... 33

A. Jenis Penelitian ... 33

v

(7)

B. Pendekatan Penelitian ... 33

C. Lokasi Penelitian... 33

D. Sumber Data Penelitian ... 34

E. Teknik Pengumpulan Data ... 34

F. Teknik Analisis Data ... 35

BAB IV PEMBAHASAN ... 37

A. Gambaran Umum Balai Harta Peninggalan Kota Makassar ... 37

B. Peran Balai Harta Peninggalan Kota Makassar dalam Pembukaan/Pendaftaran Wasiat ... 47

C. Hambatan Balai Harta Peninggalan Kota Makassar dalam Pembukaan/Pendaftaran Wasiat ... 51

BAB V PENUTUP ... 53

A. Kesimpulan ...53

B. Saran ... 54 DAFTAR PUSTAKA

RIWAYAT HIDUP LAMPIRAN

vi

(8)

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Manusia di dalam perjalanannya di dunia mengalami tiga peristiwa yang penting , yaitu : waktu ia dilahirkan , waktu ia kawin / menikah , dan waktu ia meninggal dunia. Pada waktu seorang dilahirkan tumbuh tugas baru di dalam keluarganya. Demikianlah dalam artian sosiologis , ia jadi pengemban dari hak dan kewajiban. Kemudian setelah dewasa , ia akan kawin / menikah. Ia bertemu dengan kawan hidupnya untuk membangun dan menunaikan dharmabaktinya yaitu tetap berlangsungnya keturunan. Di dalam bidang Hukum Perkawinan , hal yang demikian ini adalah suatu hal yang sangat penting karena ada dua makhluk Tuhan yang selanjutnya akan menjadi satu keluarga. Bertemunya dua orang yang masing- masing jadi pengemban dari hak dan kewajiban di dalam pertalian perkawinan mempunyai akibat-akibat di dalam bidang hukum. Sebagai orang yang hidup di dunia tidak dipungkiri akan mengalami peristiwa kematian dan akan mengarah kepada problematika perihal kewarisan.

Realitas yang ada dalam sistem hukum waris di Indonesia tidak sederhana, bersifat plural dan banyak permasalahan yang timbul. Hal ini didasari dari penggolongan penduduk dan hukum yang diberlakukan sejak zaman penjajahan Belanda. Dalam sistem waris di Indonesia sejak zaman sebelum

(9)

kemerdekaan, terdapat pembagian golongan yang terdapat dalam Pasal 163 Wet op de Staats Inrichting van Nederlands Indiee yang dikenal dengan istilah Indische Staatsregeling (selanjutnya disingkat IS) yang ada pada tahun 1925, pengaturan tersebut baru berlaku pada tanggal 1 Januari 1926.1

Dalam pewarisan, beralihnya harta warisan dapat ditentukan oleh pewaris jika kelak pewaris meninggal dunia. Pembuatan testamen dilakukan agar kelak harta peninggalan yang ditinggalkan dapat digunakan berdasarkan kubutuhan masing-masing ahli waris. Pembuatan surat wasiat yang dibuat oleh pewaris selama hidupnya dapat diwujudkan dikarenakan semua warga negara Indonesia dapat membuat surat wasiat sesuai dengan kehendaknya dan hukum yang berlaku bagi golongan tertentu.

Surat wasiat ditulis oleh seseorang atau pewaris yang merupakan kehendak terakhir dari pemberi wasiat, namun dalam penerbitan dan eksekusi surat wasiat dalam penerbitan surat keterangan ahli waris terdapat problematika, seperti jika semasa hidup pembuat wasiat, penulisan wasiat yang ditujukan kepada seseorang atau ahli warisnya. Namun pada akhir pembuatan surat keterangan ahli waris yang tentunya membutuhkan wasiat, namun wasiat bisa atau tidak terbacanya menjadi problematika tersendiri.

Berkaitan dengan pewarisan, tidak dapat dipisahkan dari adanya Surat Keterangan Waris. Surat Keterangan Waris atau Surat Keterangan Ahli Waris

1Mohd. Idris Ramulyo, Beberapa Masalah Pelaksanaan Hukum Kewarisan Perdata Barat (Burgerlijk Wetboek), (JakartaSinar Grafika, 1996) h. 13

(10)

(selanjutnya disebut SKW) merupakan surat tanda bukti yang berisi subyek hak atau ahli waris yang berhak atas warisan dari si meninggal (pewaris). Berkaitan dengan kewenangan dalam pembuatan SKW ini, di Indonesia juga terdapat pluralisme aturan hukumnya. Hal ini disebutkan di dalam Pasal 111 Peraturan Menteri Agraria Nomor 3 Tahun 1997 tentang Pelaksanaan Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 huruf b dan c tentang Pendaftaran Tanah yang menyebutkan sebagai berikut:

a. surat kematian atas nama pemegang hak yang tercantum dalam sertipikat yang bersangkutan dari Kepala Desa/Lurah tempat tinggal pewaris waktu meninggal dunia, rumah sakit, petugas kesehatan, atau intansi lain yang berwenang;

b. surat tanda bukti sebagai ahli waris yang dapat berupa : 1) wasiat dari pewaris; atau

2) putusan Pengadilan; atau

3) penetapan hakim/Ketua Pengadilan; atau

4) bagi warganegara Indonesia penduduk asli: surat keterangan ahli waris yang dibuat oleh para ahli waris dengan disaksikan oleh 2 (dua) orang saksi dan dikuatkan oleh Kepala Desa/Kelurahan dan Camat tempat tinggal pewaris pada waktu meninggal dunia;

5) bagi warganegara Indonesia keturunan Tionghoa: akta keterangan hak mewaris dari Notaris,

6) bagi warganegara Indonesia keturunan Timur Asing lainnya: surat keterangan waris dari Balai Harta Peninggalan.

Selanjutnya Wasiat (testamen) adalah suatu akta yang memuat pernyataan seseorang tentang apa yang dikehendakinya akan terjadi setelah ia meninggal dunia, dan olehnya dapat dicabut kembali. Surat wasiat hanya boleh dinyatakan baik dengan suatu akta tertulis sendiri atau olograpis, baik dengan akta umum atau akta rahasia atau tertutup. Setelah si yang mewariskan meninggal dunia,

(11)

maka surat wasiat tertutup atau rahasia tadi harus disampaikan kepada BHP yang mana dalam daerahnya warisan yang bersangkutan telah jatuh meluang, maka balai harus membuka surat itu dan membuat proses verbal dari penerimaan dan pembukaan surat wasiat dari keadaan dalam mana surat wasiat itu berada, untuk akhirnya mengembalikannya kepada notaris.2 Kaitannya dengan Notaris, Balai Harta Peninggalan bertugas Membuka wasiat tertutup, baik berupa wasiat olografis yang tertutup (Pasal 937 jo. Pasal 942 KUH Perdata) maupun wasiat rahasia (Pasal 940 jo. Pasal 942 KUH Perdata). BHP hanya membuat Berita Acara Pembukaan Wasiat Tertutup saja, tetapi terhadap isi wasiat tetap menjadi kewajiban notaris untuk pelaksnaannya lebih lanjut;Pendaftaran wasiat yang sudah terbuka (si Pewaris sudah meninggal dunia), maksudnya disini adalah pelaksanaannya harus didaftarkan terlebih dahulu ke BHP (asas publisitas).

Berdasarkan Uraian diatas patutlah kiranya penulis menyusun skripsi ini dengan judul “Peran Balai Harta Peninggalan Dalam Pembukaan Dan Pendaftaran Wasiat (Studi Kasus Balai Harta Peninggalan Kota Makassar)”

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang tersebut penulis merumuskan masalahnya sebagai berikut :

1. Bagaimana Proses Pendaftaran dan Pembukaan Wasiat di Balai Harta Peninggalan Kota Makassar dalam Mengurai Asas Publisitas?

2

Taufik H. Simatupang, Eksistensi Dan Efektivitas Pelaksanaan Tugas Balai Harta Peninggalan Di Indonesia, Jurnal .2018

(12)

2. Faktor apa yang menjadi penghambat Balai Harta Peninggalan kota Makassar dalam menangani Pendaftaran dan Pembukaan Wasiat?

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian

Tujuan penelitian yang diharapkan dari penelitian ini adalah sebagai berikut :

1. Untuk Mengetahui Proses Pendaftaran dan Pembukaan Wasiat di Balai Harta Peninggalan Kota Makassar dalam Mengurai Asas Publisitas

2. Untuk mengetahui Faktor apa yang menjadi penghambat Balai Harta Peninggalan kota Makassar dalam menangani Pendaftaran dan Pembukaan

Manfaat yang diperoleh dari penelitian ini adalah sebagai berikut :

1. Secara teoritis penelitian ini diharapkan dapat memberi masukan dan sumbangan pemikiran dalam bidang ilmu hukum khususnya bagi pembentukan perundang-undangan tentang pembukaan dan pendaftaran wasiat oleh Balai Harta Peninggalan.

2. Secara praktis penelitian ini diharapkan dapat memberi masukan tentang mengkaji Faktor Penghambat apa yang melatar belakangi Balai Harta Peninggalan dalam menangani pendaftaran dan pembukaan wasiat.

D. Fokus dan Deskripsi Fokus a. Fokus Penelitian

Skripsi ini Berjudul “Peran Balai Harta Peninggalan Dalam Pembukaan Dan Pendaftaran Wasiat (Studi Kasus Balai Harta Peninggalan Kota Makassar)”Peneliti akan meninjau dari segi yuridis terkait Peran

(13)

Balai Harta Peninggalan dalam menangani pendaftaran dan pembukaan wasiat , sejauh mana proses keterlibatan Balai Harta Peninggalan sehingga hak pewaris dan ahli waris terpenuhi. Penelitian ini dilakukan dengan tipe yuridis empiris dengan menarik beberapa norma yang ada dalam peraturan perundang-undangan lalu meninjau lapangan dengan mengkaji data yang ada di Balai Harta Peninggalan.

b. Deskripsi Fokus

1. Tinjauan yuridis adalah Kegiatan menganalisa dengan meninjau suatu objek melalui perspektif Yuridis atau Norma Hukum yang tertera dalam peraturan perundang-undangan sehingga kita mampu mengurai hukum kausalitas dalam suatu kasus melalui pengkajian yuridis.

2. Balai Harta Peninggalan bertugas Membuka wasiat tertutup, baik berupa wasiat olografis yang tertutup (Pasal 937 jo. Pasal 942 KUH Perdata) maupun wasiat rahasia (Pasal 940 jo. Pasal 942 KUH Perdata). BHP hanya membuat Berita Acara Pembukaan Wasiat Tertutup saja, tetapi terhadap isi wasiat tetap menjadi kewajiban notaris untuk

pelaksnaannya lebih lanjut;

Berdasarkan uraian diatas penulis hendak melakukan penelitian secara yuridis dengan meninjau aturan dan norma tentang peran Balai Harta Peninggalan sebagai Kurator terhadap Perusahaan yang Pailit sehingga bisa memberikan batasan dalam penelitian skrispsi ini.

E. Kajian Pustaka

Dalam Buku H.M Idris Ramulyo yang berjudulPerbandingan Hukum

(14)

Kewarisan Islam Dengan Kewarisan KUHperdata membahas terkait pengertian

Wasiat Perspektif hukum positif dan hukum islam.

Dalam Buku M. Wijaya, “Tinjauan Hukum Surat Wasiat Menurut Hukum Perdata”, membahas secara terperinci terkait Gagasan Utama Hukum perdata tentang Surat wasiat, Batasan dan Syarat-syarat Wasiat.

Dalam buku Nurhendropurtanto mengenai “Panduan praktis : Fungsi dan tugas pokoknya balai harta peninggalan” Menjelaskan segala ruang lingkup , tugas pokok dan fungsi serta batasan Balai Harta Peninggalan secara eksplisit membahas Pendaftaran dan Pembukaan Wasiat.

Dalam Buku M.J. Widijatmoko berjudul “Reposisi dan Rekonstruksi Balai Harta Peninggalan dalam Sistim Hukum Indonesia Menghadapi Globalisasi”

menjelaskan posisi secara nomena dan landasan hukum peran Balai Harta Peninggalan dalam menangani eksistensinya sebagai lembaga Pemerintahan untuk menjalankan tugasnya.

Dalam Buku Dominikus Rato, Hukum Perkawinan dan Waris Adat (sistem Kekerabatan, Bentuk Perkawinan, dan Pola Pewarisan Adat di Indonesia,dalam buku ini menjelaskan ketentuan umum hukum waris dan wasiat yang akan membantu penulis mengurai persoalan wasiat.

(15)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Balai Harta Peninggalan

Balai Harta Peninggalan (disingkat BHP) merupakan Unit Pelaksana Teknis instansi pemerintah yang secara struktural berada dibawah Direktorat Perdata, Direktorat Jenderal Administrasi Hukum Umum, Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia. Pada hakekatnya tugas Balai Harta Peninggalan yaitu :

"mewakili dan mengurus kepentingan orang-orang (badan hukum) yang karena hukum atau putusan hakim tidak dapat menjalankan sendiri kepentingannya berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku".3

Sejarah dan pembentukan Balai Harta Peninggalan dimulai dengan masuknya bangsa Belanda ke Indonesia pada tahun 1596, yang pada mulanya mereka datang sebagai pedagang. Dalam dunia perdagangan di Indonesia mereka bersaing dengan pedagang-pedagang asing lainnya, seperti Cina, Inggris, dan Portugis yang memiliki armada-armada besar. Untuk menghadapi persaingan tersebut orang-orang Belanda kemudian pada tahun 1602 mendirikan suatu perkumpulan dagang yang diberi nama ''Vereenigde Oost Indische Companie'' disingkat VOC, yang oleh bangsa kita disebut ''Kompeni''.

Lama kelamaan kekuasaan VOC di Indonesia semakin meluas, maka akhirnya timbullah kebutuhan bagi para anggotanya khusus dalam mengurus harta

3 Staatblat 1872 No. 166 tentang Instruksi Untuk Balai Harta Peninggalan di Indonesia

(16)

kekayaan yang ditinggalkan oleh mereka bagi kepentingan para ahli waris yang berada di Nederland, anak-anak yatim piatu dan sebagainya. Untuk menanggulangi kebutuhan itulah oleh Pemerintah Belanda dibentuk suatu lembaga yang diberi nama ''Wees-en Boedelkamer'' atau ''Weskamer'' (Balai Harta Peninggalan) pada tanggal 1 Oktober 1624 berkedudukan di Jakarta. Sedangkan pendirian Balai Harta Peninggalan didaerah lain sejalan pula dengan kemajuan territorial yang dikuasai VOC, untuk memenuhi kebutuhan orang-orang VOC.

Secara lengkap data-data mengenai pendirian Balai Harta Peninggalan ditempat-tempat lain tidak dapat diketemukan lagi, tetapi dapat dicatat bahwa Balai Harta Peninggalan di Banda pada tahun 1678 sudah ada, di Ambon tahun 1694, di Ternate tahun 1695, di Ujung Pandang tahun 1696, di Semarang dapat diketahui didirikan tanggal 17 Mei 1763, di Padang tahun 1739, dan di Surabaya tahun 1809. Mengenai Perwakilan-Perwakilan Balai Harta Peninggalan diketahui sudah ada di Palembang tahun 1691, di Jepara tahun 1727, di Banten tahun 1725, di Cirebon tahun 1739, di Timor tahun 1764 dan di Bengkulu tahun 1827.

1. Dasar Hukum Balai Harta Peninggalan

Landasan hukum pendirian Balai Harta Peninggalan Sebagai penuntun dalam menjalankan tugasnya sehari-hari diberikan dalam suatu Instruksi.

Sepanjang sejarahnya Weeskamer / Balai Harta Peninggalan mengenal 4 macam Instruksi yaitu : 1. Tanggal 16 Juli 1625 terdiri dari 49 pasal yang mengatur organisasi dan tugas-tugas Weeskamer (Balai Harta Peninggalan). 2.

Tahun 1642, pada perlakuan kodifikasi pertama hukum Indonesia, yang isinya

(17)

kira-kira sama dengan yang pertama. 3. Stbl. 1818 No.72, yang dibuat setelah pemulihan kembali kekuasaan Belanda di Indonesia sesudah Pemerintahan tentara Inggris, juga dalam hal ini tidak banyak perbedaan dengan yang terdahulu. 4. Stbl. 1872 No.166 yang didasarkan pada berlakunya perundang- undangan baru di Indonesia pada tahun 1848 dan masih berlaku sampai sekarang.

Dalam KUHPerdata diatur mengenai harta peninggalan yang tidak terurus, ketentuan hal tersebut diatur pada Pasal-Pasal berikut ini

Pasal 1126 KUHPerdata, Harta peninggalan tidak terurus bilmana:

Tidak ada yang tampil sebagai ahli waris; atau Semua ahli waris menolak.

Pasal 1127 KUHPerdata

Demi hukum Balai Harta Peninggalan (BHP) wajib mengurus harta tersebut dan pada saat awal pengurusannya harus memberitahu kejaksaan.

Pasal 1128 KUHPerdata menyatakan,

„‟Bilamana dalam jangka waktu lewat dari 3 (tiga) tahun terhitung mulai terbukanya warisan, tidak ada ahli waris yang tampil, maka Balai Harta Peninggalan harus membuat perhitungan penutup pada Negara, ”Negara berhak menguasai harta peninggalan”.

Maka istilah harta tak terurus memberikan pengertian “Jika suatu warisan terbuka, tiada seorangpun menuntutnya ataupun semua ahli waris yang terkenal menolaknya, maka dianggaplah warisan itu sebagai tak terurus”

Balai Harta Peninggalan (BHP) merupakan Unit Pelaksana Teknis instansi pemerintah yang secara struktural berada dibawah Direktorat Perdata, Direktorat

(18)

Jenderal Administrasi Hukum Umum, Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia. Pada hakekatnya tugas Balai Harta Peninggalan yaitu

: "mewakili dan mengurus kepentingan orang-orang (badan hukum) yang karena hukum atau putusan hakim tidak dapat menjalankan sendiri kepentingannya berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku".

Sebagai penuntun dalam menjalankan tugasnya sehari-hari diberikan dalam suatu Instruksi. Sepanjang sejarahnya Weeskamer / Balai Harta Peninggalan mengenal 4 macam Instruksi yaitu :

1. Tanggal 16 Juli 1625 terdiri dari 49 pasal yang mengatur organisasi dan tugas-tugas Weeskamer (Balai Harta Peninggalan).

2. Tahun 1642, pada perlakuan kodifikasi pertama hukum Indonesia, yang isinya kira-kira sama dengan yang pertama.

3. Stbl. 1818 No.72, yang dibuat setelah pemulihan kembali kekuasaan Belanda di Indonesia sesudah Pemerintahan tentara Inggris, juga dalam hal ini tidak banyak perbedaan dengan yang terdahulu.

4. Stbl. 1872 No.166 yang didasarkan pada berlakunya perundang- undangan baru di Indonesia pada tahun 1848 dan masih berlaku sampai sekarang.

2. Tugas Pokok Balai Harta Peninggalan

Mengenai tugas-tugas Balai Harta Peninggalan dapat diperinci sebagai berikut :4

4 http://www.kajianpustaka.com/2014/01/ pengertian-indikator faktormempengaruhi- kinerja.html, dilihat tanggal 6 Januari 2020.

(19)

a. Pengampu atas anak yang masih dalam kandungan (Pasal 348 KUH Perdata).

b. Pengurus atas diri pribadi dan harta kekayaan anak-anak yang masih belum dewasa, selama bagi mereka belum diangkat seorang wali (Pasal 359 ayat terakhir KUH Perdata).

c. Sebagai wali pengawas (Pasal 366 KUH Perdata).

d. Mewakili kepentingan anak-anak belum dewasa dalam hal adanya pertentangan dengan kepentingan wali (Pasal 370 KUH Perdata).

e. Mengurus harta kekayaan anak-anak belum dewasa dalam hal pengurusan itu dicabut dari wali mereka (Pasal 338 KUH Perdata).

f. Pengurusan harta peninggalan yang tak ada kuasanya / onbeheerde nalatenschappen (pasal 1126, 1127 dan 1128 KUH Perdata).

g. Pengurusan budel-budel dari orang-orang yang tidak hadir / boedels van afwezigen (Pasal 463 KUH Perdata).

h. Pengurusan budel-budel dari orang-yang berada dibawah pengampuan karena sakit jiwa atau pemboros. Dalam hal ini B.H.P. bertugas selaku pengampu pengawas (pasal 449 KUH Perdata), akan tetapi bila pengurusan dicabut dari pengampunya, langsung menjadi pengurus harta kekayaan orang yang berada dibawah pengampuan (pasal 452 jo. pasal 338 KUH Perdata).

i. Menyelesaikan boedel kepailitan (Pasal 70 ayat 1 UU No. 37 Tahun 2004).

j. Mendaftar dan membuka surat-surat wasiat (Pasal 41, 42 OV dan Pasal 937, 942 KUH Perdata).

(20)

k. Membuat surat keterangan waris bagi golongan Timur Asing selain Cina (Pasal 14 ayat 1 Instructie voor de Gouvernements Landmeters Stbl. 1916 No. 517).

l. Melakukan pemecahan dan pembagian waris (Pasal 1071 KUH Perdata) ;

m. Melakukan pengelolaan dan pengembangan Uang Pihak Ketiga berdasarkan Keputusan Menteri Hukum & HAM ;

n. Melakukan penerimaan dan pengelolaan hasil Transfer Dana dari Bank (Pasal 37 ayat (3) UU No. 3 Tahun 2011 jo. Pasal 17 ayat (4) dan (5), Pasal 18 Peraturan Bank Indonesia No. 14/23/PBI/2012) ; o. Melakukan penerimaan dan pengelolaan dana Program Janiman

Sosial Tenaga Kerja (Pasal 22 ayat (3a) dan Pasal 26 ayat (5) PP No.

53 Tahun 2012 jo. Peraturan Menkumham No. 13 Tahun 2013).

Tugas Balai Harta Peninggalan Mengenai Pengurusan Harta Peninggalan Tak Terurus Dari pengertian harta peninggalan tak terurus dapat dianalisa dengan cermat maka dapat diketahui beberapa unsur yang membentuk pengetian harta tak terurus, yaitu :5

a. Adanya orang yang meninggal dunia

b. Adanya harta yang ditinggalkan oleh almarhum

c. Tidak ada ahli waris, atau jika ada, para ahli waris menolalk warisan tersebut

5Nurhendropurtanto,Panduan praktis : Fungsi dan tugas pokoknya balai harta peninggalan, Jakarta: BHP Kanwil Kementrian Hukum dan Ham . Jurnal.2017

(21)

d. Tidak terdapat bukti otentik yang berisikan pengurusan harta peninggalan

Apabila dalam pemeriksaan terdapat unsur seperti tersebut diatas, maka demi hukum Balai Harta Peninggalan berkewajiban untuk mengurus harta tersebut antara lain dengan melakukan pendaftaran budel. Bila dirasakan perlu, maka Balai Harta Peninggalan dapat melakukan penyegelan atas harta tersebut.

Pada prosesnya pengurusan harta peninggalan tak terurus tidak jauh berbeda dengan pengurusan harta orang yang dinyatakan hadir. Kalau pengurusan harta orang yang dinyatakan tidak hadir berawal dari penetapan pengadilan negeri tentang ketidakhadiran orang tersebut, maka pengurusan harta peninggalan tak terurus bertolak dari proses pemerikasaan harta peninggalan seseorang yang telah meninggal dunia yang akte kematianya diperoleh dari kantor Catatan Sipil yang dilaporkan kepada Balai Harta Peninggalan. Setelah menerima laporan kematian tersebut, Balai Harta Peninggalan wajib mengurus harta tersebutdengan malakukan langkah- langkah antara lain:

1. Pendaftaran budel bila dirasakan perlu

2. Melakukan penyegelan terhadap budel tersebut 3. Memberitahukan kepada Kejaksaan Negeri setempat 4. Memberitahukan kepada Badan Pemeriksa Keuangan

5. Mengumumkan dalam Berita Negara dan sedikitnya 2 (dua) surat kabar dengan ikhtisar pengumuman mengenai pemanggilan para

(22)

ahli waris atau pihak yang berkepentingan.

Adapun teknis pelaksanaan yang dilakukan oleh Balai Harta Peninggalan adalah :6

a. Setelah BHP menerima laporan resmi dari Lurah/Camat setempat tentang adanya orang yang meninggal tanpa ahli waris, atau adanya putusan pengadilan, atau adanya penolakan warisan dari ahli waris, maka BHP segera memberitahukan kepada masyarakat dengan iklan pengumuman di 2 surat kabar lokal dan nasional serta Berita Negara RI.

b. Setelah jangka waktu 14 hari sejak iklan pengumuman ternyata tidak ada masyarakat atau pihak ketiga yang berkeberatan, maka BHP segera memberitahukan hal itu kepada instansi-instansi pemerintah terkait yang ada hubungannya dengan diri atau harta kekayaan orang tidak hadir yaitu Pengadilan Negeri, Kantor Pertanahan, Kejaksaan, BPK, dan lain-lain.

c. Melakukan inventarisasi atas harta kekayaan orang tidak hadir dan membuat perjanjian sewa menyewa dengan pemohon penetapan/yang berkepentingan.

d. Mewakili diri dan membela hak-hak orang yang tidak hadir itu baik di dalam maupun diluar pengadilan.

e. Apabila kepentingan boedel (harta warisan) menghendaki, Balai Harta Peninggalan dapat melakukan penjualan atas harta kekayaan

6Nurhendropurtanto,Panduan praktis : Fungsi dan tugas pokoknya balai harta peninggalan, Jakarta: BHP Kanwil Kementrian Hukum dan Ham . Jurnal 2017

(23)

orang yang tidak hadir itu setelah terlebih dahulu mendapat ijin dari Pengadilan Negeri setempat dan Menteri Hukum dan HAM RI.

f. Apabila dalam tenggang waktu 30 tahun orang yang dinyatakan tidak hadir tidak muncul juga, maka hasil penjualan harta kekayaan itu diserahkan/disetor ke Kas Negara, setelah terlebih dahulu diperoleh persetujuan dari Badan Pemeriksa Keuangan.

Jadi sebenarnya untuk Harta Tak Terurus proses pengurusan oleh BHP hampir sama dengan Ketidakhadiran, hanya berbeda kedudukan hukumnya.

Adapun Peran, Tugas dan Fungsi Balai Harta Peninggalan sehubungan dengan kewarisan berdasarkan beberapa Peraturan Perundang-undangan adalah sebagai berikut:7

1. Guna sebagai Pengurusan harta peninggalan yang tak ada kuasanya / onbeheerde nalatenschappen , Bila pada waktu terbukanya suatu warisan tidak ada orang yang muncul menuntut haknya atas warisan itu, atau bila ahli waris yang dikenal menolak warisan itu, maka harta peninggalan itu dianggap tidak terurus. Balai Harta Peninggalan, menurut hukum wajib mengurus setiap harta peninggalan tak terurus yang terbuka dalam daerahnya, tanpa memperhatikan apakah harta itu cukup atau tidak untuk melunasi utang pewarisnya. Balai itu, pada waktu mulai melaksanakan

7M.J. Widijatmoko, Reposisi dan Rekonstruksi Balai Harta Peninggalan dalam Sistim Hukum Indonesia Menghadapi Globalisasi. Direktorat Jenderal Hukum Umum Kementerian Hukum Dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia,Jurnal 2015.

(24)

pengurusan, wajib memberitahukan hal itu kepada jawatan Kejaksaan pada Pengadilan Negeri. Dalam hal ada perselisihan tentang terurus tidaknya suatu harta peninggalan. Pengadilan itu atas permohonan orang yang berkepentingan atau atas saran jawatan Kejaksaan, setelah minta nasihat, Balai Harta Peninggalan akan mengambil keputusan tanpa persidangan. . Balai Harta Peninggalan setelah mengadakan penyegelan yang dianggap perlu, wajib untuk mengadakan pemerincian harta peninggalan itu, dan mengurusnya serta membereskannya. Balai itu wajib untuk melacak para ahli waris, dengan cara memasang panggilan melalui surat kabar resmi, atau dengan cara lain yang lebih tepat. Balai itu harus bertindak dalam Pengadilan mengenai tuntutan-tuntutan hukum yang telah diajukan terhadap harta peninggalan itu, dan menjalankan serta melanjutkan hak-hak dari orang yang telah meninggal itu, dan memberikan perhitungan mengenai pengurusannya kepada orang yang seharusnya melakukan perhitungan itu.

2. Membuat surat keterangan waris, Balai Harta Peninggalan (BHP) mempunyai tugas bagi golongan Timur Asing selain Cina, (Surat Mahkamah Agung No. MA/kumdil/171/V/K/1991)

3. Membuka Surat wasiat olografis yang tertutup ,Setelah pewaris meninggal dunia, Notaris harus menyampaikan wasiat rahasia atau tertutup itu kepada Balai Harta Peninggalan yang dalam daerahnya warisan itu terbuka; balai ini harus membuka wasiat itu dan membuat berita acara tentang penyampaian dan pembukaan wasiat

(25)

itu serta tentang keadaannya, dan kemudian menyampailkannya kembali kepada Notaris yang telah memberikannya.

4. Membuka Surat Wasiat Yang tertutup, Setelah pewaris meninggal dunia, Notaris harus menyampaikan wasiat rahasia atau tertutup itu kepada Balai Harta Peninggalan yang dalam daerahnya warisan itu terbuka; balai ini harus membuka wasiat itu dan membuat berita acara tentang penyampaian dan pembukaan wasiat itu serta tentang keadaannya, dan kemudian menyampailkannya kembali kepada Notaris yang telah memberikannya.

Perlaksanaan Tugas Pokok dan Fungsinya, Balai Harta Peninggalan berpedoman pada Pasal 2 dan 3 Surat Keputusan Menteri Kehakiman Republik Indonesia tanggal 19 Juni 1980 Nomor M.01.PR.07.01-80 Tahun 1980 Tentang Organisasi dan Tata Kerja Balai Harta Peninggalan.

Dalam Pasal 2 dan 3 Surat Keputusan Menteri Kehakiman tersebut memuat Tugas Pokok dan Fungsi Balai Harta Peninggalan sebagai berikut :

Pasal 2 :

Tugas Balai Harta Peninggalan ialah mewakili dan mengurus kepentingan orang- orang yang karena hukum atau keputusan Hakim tidak dapat menjalankan sendiri kepentingannya berdasarkan peraturan perundang- undangan yang berlaku.

Pasal 3 :

(26)

Untuk menyelenggarakan tugas tersebut pada pasal 2, Balai Harta Peninggalan mempunyai fungsi :

1. Melaksanakan penyelesaian masalah Perwalian, Pengampunan, Ketidak Hadiran dan Harta Peninggalan yang tidak ada kuasanya dan lain- lain masalah yang diatur dalam Peraturan Perundang- undangan.

2. Melaksanakan Pembukuan dan Pendaftaran surat Wasiat sesuai dengan Peraturan Perundang- undangan.

3. Melaksanakan penyelesaian masalah Kepailitan sesuai dengan Peraturan Perundang-undangan.

Dari ketentuan yang termuat dalam pasal 2 dan 3 Surat Keputusan Menteri Kehakiman tersebut, dapat dikemukakan bahwa Tugas Pokok dan Fungsi Balai Harta Peninggalan adalah sebagai berikut :

1. Selaku Wali Pengawas dan Wali Sementara (pasal 366 K.U.H.Perdata, pasal 359 ayat terakhir K.U.H.Perdata);

2. Pengampu Pengawas dalam Pengampuan dan Pengampu Anak dalam

4. Pembukaan Surat Wasiat Tertutup/ Rahasia dan Pendaftaran Surat Wasiat Umum (pasal 937 dan 942 K.U.H.Perdata);

5. Pengurus atas Harta Peninggalan Tak Terurus (tidak ada kuasanya) pasal 1126 s/d pasal 1130 K.U.H.Perdata, jo. pasal 64 s/d pasal 69 Instruksi untuk Balai Harta Peninggalan di Indonesia;

6. Mewakili dan mengurus Ketidak harta kekayaan orang yang dinyatakan

(27)

tidak hadir (pasal 463 K.U.H.Perdata, jo. pasal 61 Instruksi untuk Balai Harta Peninggalan di Indonesia);

7. Kurator dalam Kepailitan (pasal 70 ayat 1 Undang-undang Republik Indonesia Nomor 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU);

Dalam RUU Balai Harta Peninggalan juga ditentukan mengenai Tugas dari BHP ini, yaitu berdasarkan Pasal 3 huruf b dan c, ditentukan bahwa Tugas dari BHP adalah:

1. melaksanakan penyelesaian pembukaan dan pendaftaran surat wasiat sesuai dengan peraturan perundang-undangan; dan

2. membuat surat keterangan waris; dan

Berdasarkan informasi-informasi yang beredar di Internet RUU mengenai Balai Harta Peninggalan akan disahkan Desember 2014 lalu, sehingga hal ini sangat penting dalam perkembangan Hukum Kewarisan di Indonesia.

B. Ruang Lingkup Wasiat 1. Pengertian Wasiat

Menurut KUH Perdata ada dua cara untuk mendapatkan warisan, yaitu:

a.

Sebagai ahli waris menurut ketentuan undang-undang

b.

Karena ditunjuk dalam surat wasiat (testament)

Cara yang pertama disebut ahli waris ab intestate sedangkan cara yang

(28)

kedua disebut ahli waris testamentair.8 Wasiat atau testament adalah suatu pernyataan dari seseorang tentang apa yang dikehendaki setelah ia meninggal dunia.9 Sehubungan dengan pewaris, yang penting dipersoalkan ialah perbuatan pewaris pada masa hidupnya mengenai harta kekayaanya apabila ia meninggal dunia.

Perbuatan pewaris ini disebut wasiat, sebelum pewaris meninggal dunia apakah ada wasiat yang ditinggalkanya kepada seseorang mengenai harta kekayaanya, apabila pewaris meninggalkan wasiat, maka menurut undang- undang, wasiat tersebut harus tertulis dan berisi pernyataan mengenai apa yang dikehendaki pewaris setelah meninggal dunia.10

Pasal 875 KUHperdata yang menyatakan bahwa testament adalah suatu akta yang memuat pernyataan seorang tentang apa yang dikehendakinya akan terjadi setelah ia meninggal dunia, dan yang olehnya dapat dicabut kembali.

wasiat merupakan perbuatan hukum yang pelaksanaannya diwadahi atas ketentuan hukum yang bersumber pada Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, Kompilasi Hukum Islam, dan telah menjadi kebiasaan dimasyarakat atau dikenal dengan perbuatan hukum adat. Dijelaskan lebih lanjut bahwa wasiat dalam bahasa daerah masing-masing seperti dijawa dikenal welingan atau wekasan.

welingan adalah berupa kemauan terakhir dari si peninggal warsan agar dapat segera menentukan bagaimana nanti harta kekayaannya dapat dibagikan kelak kepada anak-anaknya. Perbuatan itu ditujukan dengan maksud :

8Subekti, Pokok-Pokok Hukum Perdata, ( Jakarta: Intermasa, 1994), hal.95.

9H.M Idris Ramulyo, Perbandingan Hukum Kewarisan Islam Dengan Kewarisan KUHperdata, (Jakarta: Sinar Grafika, 2004), hal.111.

10 Abdulkadir Muhammad, Hukum Perdata Indonesia, (Bandung: Citra Aditya Bakti, 2000), hal.271.

(29)

1. Mewajibkan pada ahli warisnya membagi-bagi harta peninggalan dengan cara yang layak menurut anggapannya.

2. Mencegah perselisihan, keributan, dan cekcok dalam membagi harta peninggalannya di kemudian hari diantara para ahli waris.

3. Selain itu welingan ini menjadi alat yang mengikat bagi si peninggal wasiat terhadap barang harta warisan agar terikat di welingan yang dibuat.

4. Mewajibkan para ahli waris untuk menghormati penetapan pesan terakhir walaupun itu dapat menyimpang dari ketentuan hukum waris maupun hukum waris adat.11

5. Sebagai penyeimbang terhadap ketentuan hukum waris yang dipandang tidak adil atau tidak memuaskan si pewaris.12

Secara garis besar Kitab Undang-Undang Hukum Perdata sendiri menjelaskan wasiat dalam 4 tahapan pembahasan. Keempat tahapan pembahasan antara lain yaitu pembahasan:

1. Ketentuan umum wasiat, ketentuan umum ini berbicara tentang pengaturan secara umum terhadap surat wasiat. Hal ini dapat dilihat pada pasal 874 hingga pasal 894. Pokok bahasannya adalah penjelasan umum tentang surat wasiat, isi pernyataan wasiat, kehendak dari si pewasiat, wasiat dibuat secara umum atau secara khusus, hubungan wasiat dengan keluarga-keluarga dari pewasiat, wasiat untuk kepentingan orang miskin, pelaksanaan wasiat tidak

11 Dominikus Rato, Hukum Perkawinan dan Waris Adat (sistem Kekerabatan, Bentuk Perkawinan, dan Pola Pewarisan Adat di Indonesia, Surabaya: Lasbang Yustisia, 2011, hlm. 213.

12Mulyadi, Hukum Waris Tanpa Wasiat, Semarang: Badan Penerbit Universitas Diponegoro Semarang, 2008, hlm. 24.

(30)

membeda-bedakan agama;

2. Kecakapan dalam wasiat, yaitu kecapakan yang dimaksud lebih kepada kemampuan bernalar dalam membedakan keuntungan dan rugi ketika seseorang itu hendak membuat wasiat. Seseorang yang belum berusia 21 tahun tidak dapat membuat wasiat;

3. Batasan dalam wasiat (legitieme portie), ini merupakan penjelasan bahwa ada bagian-bagian dari ahli waris yang harus diberikan kepada ahli waris dalam garis lurus berdasarkan undang-undang yang tidak boleh dihalangi oleh sebuah ketetapan (hibah atau wasiat). Bahkan terhadap sebuah ketetapan yang sengaja dibuat untuk menguntungkan salah satu keluarga baik itu keluarga sedarah dekat ataupun tidak tanpa adanya sebuah penjelasan dapat dianggap sebagai legitieme portie. Legitieme portie ini hendaknya memperhatikan ahli waris, bila ahli waris tidak ada baik itu ahli waris garis keatas, kebawah, dan anak luar kawin yang diakui menurut undang-undang maka harta waris dihibahkan; dan

4. Bentuk wasiat, yaitu bentuk pembuatan surat wasiat yang pada pelaksanaannya dibuat secara akta tulisan tangan sendiri (olografis).

Itu semua dilakukan baik dengan akta umum/terbuka (openbaar),akta rahasia(geheim) atau akta tertutup.13

2. Syarat-syarat Wasiat a. Orang yang berwasiat

13M. Wijaya, “Tinjauan Hukum Surat Wasiat Menurut Hukum Perdata”, Jurnal Ilmu Hukum Legal Opinion, Edisi 5, Volume 2 Tahun 2014, hlm. 108-110.

(31)

Mengenai kecakapan orang yang membuat surat wasiat atau testament adalah bahwa orang tersebut mampu berpikir secara normal atau berakal sehat. Sesuai dengan pasal 895 KuHperdata yang menyebutkan untuk dapat membuat atau mencabut suatu surat wasiat seseorang harus mempunyai akal budinya.Sehingga seseorang yang kurang memiliki akal sehat ketika membuat surat wasiat, maka wasiatnya tersebut tidak dapat diberikan akibat hukum atau dinyatakan batal. Pasal 895 KUHperdata tersebut tidak memberikan wewenang kepada orang yang tidak memiliki akal sehat untuk melakukan perbuatan kepemilikan dengan surat wasiat.14

Pada pasal 897 KUHperdata disebutkan bahwa para belum dewasa yang belum mencapai umur genap delapan belas tahun tidak diperbolehkan membuat surat wasiat. Hal ini berarti seseorang dikatakan dewasa dan dapat membuat surat wasiat apabila sudah mencapai umur delapan belas tahun, akan tetapi orang yang sudah menikah walaupun belum berumur delapan belas tahun diperbolehkan membuat surat wasiat.

Karena kedewasaan seseorang akibat perkawinan sudah dianggap mempunyai kecakapan dalam pembuatan surat wasiat.15

b. Orang yang menerima Wasiat

Pada pasal 899 KUHperdata disebutkan untuk dapat menikmati sesuatu berdasarkan surat wasiat, seseorang harus sudah ada saat sipewaris meninggal, dengan mengindahkan peraturan yang ditetapkan dalam pasal

14Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (Bw)., Pasal 895

15 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (Bw)., Pasal 897

(32)

2 kitab undang-undang ini. Ketentuan ini tidak berlaku bagi orang-orang yang diberi hak untuk mendapatkan keuntungan dari yayasan-yayasan.16

Selanjutnya pada pasal 912 KUHperdata disebutkan orang yang dijatuhi hukuman karena telah membunuh pewaris, orang yang telah menggelapkan, memusnahkan atau memalsukan surat wasiat pewaris, atau orang yang dengan paksaan atau kekerasan telah menghalangi pewaris untuk mencabut atau mengubah surat wasiatnya, serta istri atau suaminya dan anak-anaknya, tidak boleh menikmati suatu keuntungan pun dari wasiat itu.17

d. Batasan Wasiat

Batasan dalam suatu wasiat terdapat dalam pasal 913 KUHperdata yaitu tentang legitime portie yang menyatakan bahwa legitime portie atau bagian mutlak adalah semua bagian dari harta peninggalan yang harus diberikan kepada ahli waris dalam garis lurus menurut undang-undang, terhadap bagian mana si yang meninggal dunia tidak diperbolehkan menetapkan sesuatu, baik selaku pembagian antara yang masih hidup maupun yang sudah meninggal dunia, maupun selaku wasiat.18

Legitime portie adalah suatu bagian tertentu dari harta peninggalan yang tidak dapat dihapuskan oleh orang yang meninggalkan warisan.

Bagian tersebut tidak bisa diberikan kepada orang lain, baik dengan cara penghibahan biasa maupun dengan cara surat wasiat. Orang-orang yang mendapatkan bagian ini disebut legitimaris.

16 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (Bw)., Pasal 899

17 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (Bw)., Pasal 912

18 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (Bw)., Pasal 913

(33)

e. Batalnya wasiat

Batalnya wasiat dapat terjadi karena peristiwa yang tidak tentu, yaitu apabila orang yang menerima wasiat meninggal dahulu sebelum orang yang mewasiatkan meninggal dunia maka wasiat atau testamentya menjadi batal. Pasal 997 KUHperdata semua penetapan dengan surat wasiat yang dibuat dengan persyaratan yang bergantung pada peristiwa yang tidak tentu terjadinya dan sifatnya, sehingga pewaris harus dianggap telah menggantungkan pelaksanaan penetapanya dengan terjadi tidaknya peristiwa itu, adalah gugur, bila ahli waris atau penerima hibah yang ditetapkan meninggal sebelum terpenuhi persyaratan itu.19

Jadi sesuai pasal diatas tersebut apabila orang yang menerima wasiat meninggal lebih dahulu sebelum orang yang berwasiat meninggal maka wasiatnya menjadi batal. Dan dalam pasal 1001 KUHperdata disebutkan penetapan yang dibuat dengan wasiat, gugur bila ahli waris atau penerima yang ditetapkan itu menolak atau tidak cakap untuk memanfaatkan hal itu.

Sebagaimana telah dikemukakan sebelumnya bahwa surat wasiat dapat dicabut kembali oleh pewaris. Hal ini dapat membatalkan wasiat yang telah dibuat, dan wajar mengingat bahwa wasiat adalah pernyataan sepihak dari pewaris. Pencabutan wasiat dapat dilakukan dengan tegas dan dapat pula dengan diam-diam. Apabila wasiat dicabut dengan tegas, maka menurut ketentuan pasal 992 KUHperdata pencabutan itu harus dengan surat wasiat baru atau dengan akta Notaris khusus, dengan mana pewaris

19 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (Bw)., Pasal 997

(34)

menyatakan kehendaknya akan mencabut wasiat itu seluruhnya atau untuk sebagian.

Apabila wasiat dicabut dengan diam-diam, menurut pasal 994 KUHperdata wasiat yang baru yang tidak dengan tegas mencabut wasiat terdahulu, membatalkan wasiat terdahulu sepanjang tidak dapat disesuaikan dengan ketetapan wasiat yang baru, atau sepanjang wasiat yang terdahulu bertentangan dengan wasiat yang baru.20

Pencabutan surat wasiat secara diam-diam bisa diketahui dari tindakan pewasiat yang dilakukan sesudah surat wasiat dibuat. Hal ini berarti adanya keinginan dari pewasiat untuk menarik kembali sebagian atau seluruh wasiat yang telah dibuatnya. Pencabutan secara diam-diam ini dalam KUHPerdata dapat dilakukan dengan tiga cara:

a. Kemungkinan seorang yang meninggalkan wasiat membuat dua surat wasiat sekaligus, dimana isinya antara satu sama lain tidak sama (pasal 994 KUH Perdata).

b. Dikatakan dalam pasal 996 KUH Perdata, jika suatu barang yang telah disebutkan dalam suatu wasiat telah diberikan kepada orang lain, atau barang tersebut dijual atau ditukarkan kepada oranglain.

c. Pada pasal 934 KUH Perdata dikatakan bahwa suatu testament olographis dicabut kembali dari Notaris oleh orang yang telah membuat wasiat.

20 Abdulkadir Muhammad, Hukum Perdata Indonesia, (Bandung:Citra Aditya Bakti, 2000), hal.277.

(35)

C. Wasiat Perspektif Hukum Islam

Hukum materil pengadilan yang digunakan dalam memutuskan perkara adalah Kompilasi Hukum Islam (KHI). KHI yang diberlakukan berdasarkan Intruksi Presiden No. 1 tahun 1991. KHI ini kedudukannya sangat lemah dalam tata hukum Indonesia karena KHI tidak tercantum dalam urutan perundang-undangan di Indonesia. Faktor-faktor yang memperkuat pemberlakuan KHI di Indonesia adalah KHI merupakan kesepakatan ulama nusantara yang disimpulkan dari 38 buku fikih.Dan Keputusan Menteri Agama RI No. 154 Tahun 1991 tentang Pelaksanaan Instruksi Presiden RI No. 1 Tahun 1991 tanggal 10 Juni 1991 yang memerintahkan kepada suluruh instansi Departemen Agama dan instansi pemerintah terkait untuk menyebarluaskan KHI dan menerapkannya.21

1. Pengertian wasiat

Wasiat adalah pesan seseorang kepada orang lain untuk mengurusi hartanya sesuai dengan pesan itu sepeninggalnya. Jadi wasiat yang akan dilaksanakan setelah meninggalnya orang yang berwasiat dan berlaku setelah orang yang berwasiat itu meninggal, wasiat berarti pula nasihat-nasihat atau kata-kata yang disampaikan seseorang kepada dan untuk orang lain yang berupa kehendak orang yang berwasiat itu untuk dikerjakan terutama terutama nanti setelah dia meninggal.

Seperti yang telah disebutkan dalam KHI pasal 171 huruf f wasiat adalah pemberian suatu benda dari pewaris kepada orang lain atau lembaga yang akan

21 Zaenal Mahmudi, Jurnal syariah dan hukum, Wasiat Solusi Alternatif dari Pembagian Waris yang tidak Adil, (Malang: UIN MALIKI, 2013),hal.111.

(36)

berlaku setelah pewaris meninggal dunia.Selanjutnya wasiat adalah pernyataan kehendak oleh seseorang mengenai apa yang dilakukan terhadap hartanya setelah dia meninggal nanti.

Perihal dasar Hukum wasiat didalam Al-Qur‟an dalam surat AlBaqarah ayat 180 yang artinya :

“Diwajibkan atas kamu, apabila seorang di antara kamu kedatangan (tanda- tanda) maut, jika ia meninggalkan harta yang banyak, Berwasiat untuk ibu- bapak dan karib kerabatnya secara ma'ruf[28, (ini adalah) kewajiban atas orang- orang yang bertakwa”

2. Syarat dan Rukun Wasiat.

a. Orang yang berwasiat

Seseuai dengan pasal 194 ayat (1) ada dua syarat kumulatif agar seseorang dapat mewasiatkan hartanya. (1) orang yang telah berumur sekurang-kurangya 21 tahun, berakal sehat, dan tanpa adanya paksaan dapat mewasiatkan sebagian harta bendanya kepada orang lain atau lembaga. (2) harta benda yang diwasiatkan harus merupakan hak dari pewasiat.

Kompilasi Hukum Islam menggunakan batasan umur untuk menentukan bahwa seseorang telah mampu melakukan perbuatanperbuatan hukum, yaitu sekurang-kurangnya berumur 21 tahun. Umumnya anak di Indonesia pada usia dibawah 21 tahun dipandang belum atau tidak mempunyai hak kepemilikan karena masih menjadi tanggungan kedua orang tuanya, kecuali apabila sudah dikawinkan.

b. Orang yang menerima Wasiat

Sesuai pasal 171 huruf f KHI wasiat adalah pemberian suatu benda

(37)

terhadap seseorang atau lembaga, jadi yang berhak menerima wasiat ada dua (1) orang (2) lembaga. Ada beberapa pengecualian mengenai hal in, sebagaimana tercantum dalam pasal berikut ini.

1) Pasal 195 ayat (3) KHI menyebutkan wasiat kepada ahli waris hanya berlaku bila disetujui oleh semua ahli waris.

2) Pasal 207 KHI menyebutkan wasiat tidak diperbolehkan kepada orang yang melakukan pelayanan perawatan bagi seseorang, dan kepada orang yang memberi tuntunan kerohanian sewaktu ia menderita sakit hingga meninggalnya, kecuali ditentukan dengan tegas dan jelas untuk membalas jasanya.

3) Pasal 208 KHI menyebutkan wasiat tidak berlaku bagi notaris dan saksi- saksi akta tersebut.

c. Barang Wasiat

Sesuai yang telah disebutkan diatas dalam pasal 171 huruf (f)KHI menyebutkan suatu benda yang dapat diwasiatkan, dan dalam pasal 200 KHI disebutkan harta wasiat yang berupa barang tak bergerak, bila karena suatu sebab yang sah mengalami penyusutan atau kerusakan yang terjadi sebelum pewasiat meninggal, maka penerima wasiat hanya akan mendapatkan harta yang tersisa.Jadi sesuai pasal diatas barang wasiat itu adalah suatu benda yang bergerak maupun tidak bergerak.

d. Redaksi (sighat) Wasiat

Dalam pasal 195 ayat (1) disebutkan wasiat dilakukan secara lisan dihadapan dua orang saksi, atau tertulis di hadapan dua orang saksi, atau dihadapan notaris62. Jadi sesuai pasal diatas sighat wasiat harus diucapkan

(38)

dengan jelas dihadapan dua orang saksi, akan tetapi wasiat juga dapat dilakukan secara tertulis dengan disaksikan dua orang saksi atau notaris, jadi tidak perlu adanya qabul secara langsung dari si penerima wasiat.

3. Batasan Wasiat

Hal ini diatur dalam pasal 195 ayat (2) KHI wasiat hanya diperbolehkan sebanyak-banyaknya sepertiga dari harta warisan kecuali apabila semua ahli waris menyetujui. Dan dalam pasal 201 KHI ditegaskan kembali apabila wasiat melebihi sepertiga dari harta warisan, sedang ahli waris tidak ada yang tidak menyetujuinya, maka wasiat hanya dilaksanakan sampai batas sepertiga harta warisan.

4. Batalanya Wasiat

Batalnya wasiat ada dua dibebabkan karena memang batal demi hukum dan batal karena pencabutan wasiat. Dalam pasal 197 KHI disebutkan :

a. Wasiat menjadi batal apabila calon penerima wasiat berdasarkan putusan hakim yang telah mempunyai kekeatan hukum tetap dihukum karena:

1) Dipersalahkan telah membunuh atau mencoba membunuh atau menganiaya berat pada pewasiat.

2) Dipersalahkan secara memfitnah telah mengajukan pengaduan bahwa pewasiat telah melakukan sesuatu kejahatan yang diancam dengan hukuman lima tahun penjara atau hukuman yang lebih berat.

3) Dipersalahkan dengan kekerasan atau ancaman mencegah pewasiat untuk membuat atau mencabut atau mengubah wasiat untuk kepentingan calon penerima wasiat.

(39)

4) Dipersalahkan telah menggelapkan atau merusak atau memalsukan surat wasiat dari pewasiat.

b. wasiat menjadi batal apabila orang yang ditunjuk untuk menerima wasiat itu:

1) Tidak mengetahui adanya wasiat tersebut sampai ia meninggal dunia sebelum meninggalnya pewasiat

2) Mengetahui adanya wasiat tersebut, tapi ia menolak untuk menerimanya.

3) Mengetahui adanya wasiat itu, tetapi tidak pernah menyatakan menerima atau menolak sampai ia meninggal sebelum meninggalnya pewasiat.

c. Wasiat menjadi batal apabila barang yang diwasiatkan musnah. Dan dalam pasal 199 KHI batalnya wasiat karena pencabutan :

1) Pewasiat dapat mencabut wasiatnya selama calon penerima wasiat belum menyatakan persetujuanya atau sudah menyatakan persetujuanya tetapi kemudian menarik kembali.

2) Pencabutan wasiat dapat dilakukan secara lisan dengan disaksikan oleh dua orang saksi atau berdasarkan akta notaris bila wasiat terdahulu dibuat secara lisan.

3) Bila wasiat dibuat secara tertulis, maka hanya dapat dicabut dengan cara tertulis dengan disaksikan oleh dua orang saksi atau berdasarkan akta notaris.

4) Bila wasiat dibuat berdasarkan akta notaris, maka hanya dapat dicabut berdasarkan akta notaris.

(40)

BAB III

METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian

Jenis penelitian dalam penelitian ini adalah yuridis empiris dengan kata lain adalah jenis penelitian hukum sosiologis dan dapat disebut pula dengan penelitian lapangan di Kantor Balai Harta Peninggalan, yaitu yang mengkaji ketentuan hukum yang berlaku serta apa yang terjadi dalam kenyataannya di masyarakat. Dan penelitian perpustakaan merupakan penelitian yang mengkaji stadi dokumen, yakni menggunakan berbagai data skunder seperti (Pasal 41, 42 OV dan Pasal 937, 942 KUH Perdata). keputusan pengadilan, Kepolisian, teori hukum, dan dapat berupa pendapat para sarjana. Dan data lain yang diperoleh dilapangan untuk membantu penulis menyelesaikan penelitian.

B. Pendekatan Penelitian

Metode pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan yuridis normatif. Pendekatan yuridis normatif dan kasus cara pendekatan ini sesuai dengan undang-undang, teori dan pendapat -pendapat para ahli. Wawancara merupakan kegiatan untuk memperoleh informasi dari narasumber/ seseorang terkait permasalahan yang diangkat dalam penelitian.

C. Lokasi Penelitian

Lokasi penelitian ini dilakukan di Balai Harta Peninggalan Kota Makassar.

Lokasi tersebut menjadi pilihan Penulis sebab terdapat beberapa data dan pendapat narasumber yang bisa dijadikan bahan kajian serta penelitian dengan tinjauan Krimino-Yuridis.

(41)

D. Sumber Data Penelitian

Sumber data pada penelitian ini adalah : 1. Data Primer

Data primer yaitu data yang diperoleh secara langsung dari wawancara yang dilakukan langsung kepada narasumber.

2. Data Skunder

Data sekunder berupa semua data yang berhubungan dengan kajian yang dibahas selain dari sumber data primer yang disebutkan sebelumnya, baik berupa buku, jurnal, artikel-artikel baik dalam media massa maupun elektronik yang berada dalam situs-situs internet dan data lain yang terjadi di lapangan yang relevan guna membantu menyelesaikan persoalan dalam kajian penelitian ini.

E. Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :

1. Wawancara

Penulis melakukan proses wawancara terhadap narasumber secara langsung sebagai sumber informasi agar dapat diketahui pendapat, keyakinan, perasaan. Wawancara akan dilakukan kepada narasumber yang selaku petugas Balai Harta Peninggalan Kota Makassar. Wawancara dilakukan Penulis dalam hal meminta pandangan narasumber terkait dengan permasalahan yang telah dirumuskan.

2. Observasi

(42)

Observasi merupakan usaha untuk mengumpulkan data-data melalui pengamatan yang cermat dilapangan. Observasi dilakukan secara langsung karena Penulis ingin memperoleh data secara akurat.

3. Dokumentasi

Dokumentasi merupakan metode dengan cara pengumpulan data yang menghasilkan catatan penting yang berhubungan dengan masalah yang diteliti sehingga akan diperoleh data lengkap, sah bukan berdasarkan perkiraan. Dalam penelitian sosial fungsi data berasal dari dokumentasi lebih banyak yang digunakan sebagai data pendukung dan pelengkap data primer.22

F. Teknik Analisis Data

Agar data yang diperoleh dapat dijadikan sebagai bahan yang akurat, maka penulis menggunaan metode pengololaan dan analisis data dengan cara kualitatif yaitu dengan mengambil data hasil teknik pengumpulan data kemudian dilakukan klarifikasi dan pengelompokkan data yang sesuai dengan permasalahan yang ingin dikaji. Adapun data-data yang telah dikumpulkan selanjutnya akan diolah dan dianalisa dengan menggunakan metode pengelolaan dan analisis data, pada metode ini ;

1. Pengumpulan Data

Pengumpulan data merupakan suatu proses kegiatan yang dilakukan peneliti dalam wawancara studi kepustakaan dan dokumen, maupun dokumen untuk mendapatkan data yang lengkap.

2. Reduksi Data

22Basrowi dan Suwardi, Memahami Penelitian Kualitatif, (Jakarta: Rineka Cipta, 2008), hlm. 158.

(43)

Reduksi Data diartikan sebagai proses pemilihan, pemusatan perhatian pada penyederhanaan, pengabstrakan dan transformasi data kasar yang muncul dari catatan tertulis di lapangan. Kegiatan reduksi data berlangsung terus-menerus selama proses kualitatif berlangsung. Reduksi data bukanlah hal yang terpisah dari analisis pilihan-pilihan penelitian tentang data mana yang dikode dan mana yang dibuang semua itu adalah pilihan-pilihan analisis. Reduksi data bentuk analisis yang menajam, menggolongkan, mengarahkan, dan membuang yang tidak perlu serta mengprganisasikan data dengan cara sedemikian rupa sehingga kesimpulan finalnya dapat ditarik dan verifikasi.

3. Penyajian Data

Seluruh data yang berhasil diperoleh atau yang telah berhasil dikumpulkan selama proses penelitian dari data sekunder dianalisis secara kualitatif kemudian disajikan secara deskriptif yaitu menuliskan, menjelaskan, dan memaparkan Tinjauan Yuridis Peran Balai Harta Peninggalan dalam Penanganan Pendaftaran dan Pembukaan Wasiat (Studi Kasus Balai Harta Peninggalan di Kota Makassar) guna memperoleh gambaran yang dapat dipahami secara jelas dan terarah untuk menjawab permasalahan yang akan diteliti.

4. Penarikan Kesimpulan

Penarikan kesimpulan merupakan penarikan inti dari suatu data yang telah terkumpul pada suatu proses penelitian yang telah dilaksanakan sehingga hasil penelitian yang telah dillakukan tersebut memperoleh kesimpulan atau verifikasi akhir.

(44)
(45)

BAB IV PEMBAHASAN A. Gambaran Umum Balai Harta Peninggalan Kota

Makassar 1.Sejarah Balai Harta Peninggalan

BHP adalah unit pelaksanaan teknis instansi pemerintah yang secara sruktural berada di bawah Direktorat Perdata, Direktorat Administrasi Hukum Umum, Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia, yang pada zaman penjajahan Belanda dikenal dengan nama “Wees-en Boedelkamer” atau “Weeskamer”, yang dibentuk pertama kali berkedudukan di Jakarta, pada tanggal 1 Oktober 1624, untuk memenuhi kebutuhan anggota VOC (Vereenigde Oost Indische Companie) khusus dalam mengurus harta kekayaan yang ditinggalkan oleh mereka bagi mereka para ahli waris yang berada di Nederland, anak-anak yatim piatu dan sebagainya. 18Sebagai penuntun dalam menjalankan tugasnya sehari- hari diberikan suatu instruksi.

(M.J. Widijatmoko, 2015) Sepanjang sejarahnya Weeskamer/Balai Harta Peninggalan mengenal 4 (empat) macam instruksi, yaitu:

a. tanggal 16 Juli 1625 terdiri dari 49 (empat puluh sembilan) pasal yang mengatur organisasi dan tugas-tugas weeskamer/Balai Harta Peninggalan;

b. tahun 1642 pada perlakuan kodifikasi pertama hukum Indonesia, yang isinya kira-kira sama dengan yang pertama;

18Syuhada, Analisis Hukum Terhadap Kewenangan Balai Harta Peninggalan Dalam Pengelolaan Harta Kekayaan Yang Tidak Diketahui Pemilik Dan Ahli Warisnya ( Studi di Balai Harta Peninggalan Makassar), Tesis pada Pasca Sarjana, FH.USU, Makassar,2009, hal. 11

(46)

c. S. 1818 nomor 72 yang dibuat setelah pemulihan kembali kekuasaan Belanda di Indonesia sesudah pemerintahan negara Inggris, juga dalam hal ini tidak banyak perbedaan dengan yang dahulu;

d. S. 1872 nomor 166 yang didasarkan pada berlakunya perundang- undangan baru di Indonesia pada tahun 1948 dan masih berlaku sampai sekarang.

Selain dari instruksi tersebut ada pula peraturan keuangan yang mengatur pelaksanaan pengurusan terhadap segala uang yang berada dalam pengurusan Balai Harta Peninggalan yaitu Vereeniging tot eene massa van de kassen der weeskamers en der boedelkamers en regeling van het beheer dier kassen (Ordonnantie van 19 September 1987, Staatblad. 1897-231). Serta beberapa peraturan lainnya antara lain Instructie voor de Weeskamers in Indonesia (Ordonnantie van 5 Oktober 1872, Staatblad 1872 Nomor 166) dan Vereeniging tot eene massa van de kassen der Weeskamers en der Boedelkamers en Regeling van het Beheer dier Kassen (Ordonnantie van 19 September 1897, Staatblad 1897 Nomor 231).

Pada hakikatnya tugas BHP dapat dibagi kedalam 4 (empat) klasifikasi, yaitu:

a. Pengampu bagi yang tidak cakap bertindak di bidang hak milik, yaitu:

1) Melindungi kepentingan anak di bawah umur;

2) Pengampu Pengawas.

b. Pengelola uang pihak ketiga karena tidak diketahui pemiliknya, yaitu:

(47)

1) Uang yang berasal dari orang tidak hadir (afwezigheid);

2) Uang yang berasal dari harta tiada kuasanya (onbeheerde);

3) Uang yang berasal dari transfer dana;

4) Uang yang berasal dari Jamsostek.

c. Bidang hak waris, yaitu:

1) Membuat surat keterangan hak mewaris;

2) Mendaftarkan wasiat yang terbuka;

3) Membuka wasiat tertutup;

4) Pemecahan dan pembagian waris (boedelsheiding).

d. Bidang kepailitan, yaitu:

1) Demi hukum sebagai Kurator Negara;

2) Pengurus Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang;

3) Likwidator PT.

Adapun sumber tugas BHP berasal dari 3 (tiga) instansi pemerintah lainnya, yaitu Pengadilan Negeri setempat dan Kantor Catatan Sipil, dan dari Notaris. Dengan Pengadilan Negeri, BHP memiliki hubungan kerja antara lain dalam hal:

a. Putusan Pailit (Pengadilan negeri-Niaga);

b. Penetapan atau putusan ketidakhadiran (Afwezigheid);

c. Penetapan pengangkatan wali;

d. Penetapan harta tak terurus (Onbeheerde);

e. Penetapan ijin jual.

(48)

Dengan Kantor Catatan Sipil, BHP memiliki hubungan kerja dalam dalam hal:

a. laporan kematian, sebagaimana diatur dalam Statblad 1917 No.130 jo. Statblad 1919 No.81 jo. Pasal 360 KUH Perdata;

b. Laporan kelahiran anak luar nikah, sebagaimana diatur dalam Statblad 1917 No. 130 jo. Stbl. 1919 No. 81;

c. Laporan perkawinan kedua dan seterusnya, sebagaimana diatur dalam Pasal 60 ayat terkahir KUH Perdata;

d. Laporan pengakuan anak, sebagaimana diatur dalam Statblad 1917 No. 130 jo. Statblad 1919 No. 81;

e. Laporan perceraian, sebagaimana diatur dalam Statblad 1917 No. 130 jo. Statblad 1919 No. 81.

Sedangkan dengan Notaris, BHP memiliki hubungan kerja dalam hal:

a. Membuka wasiat tertutup, baik berupa wasiat olografis yang tertutup (Pasal 937 jo. Pasal 942 KUH Perdata) maupun wasiat rahasia (Pasal 940 jo. Pasal 942 KUH Perdata). BHP hanya membuat Berita Acara Pembukaan Wasiat Tertutup saja, tetapi terhadap isi wasiat tetap menjadi kewajiban notaris untuk pelaksnaannya lebih lanjut;

b. Pendaftaran wasiat yang sudah terbuka (si Pewaris sudah meninggal dunia), maksudnya disini adalah pelaksanaannya harus didaftarkan terlebih dahulu ke BHP (asas publisitas).

(49)

2.Struktur Organisasi Balai Harta Peninggalan Kota Makassar

Dalam struktur organisasi Departemen Kehakiman, Balai Harta Peninggalan berada di bawah lingkungan Direktorat perdata pada Direktorat Jendral Pembinaan Hukum dan Perundang-undangan.19

a. Ketua

Susunan struktur dan organisasi Balai Harta Pninggalan Makassar terdiri dari : Ketua mempunyai tugas memimpin

perencanaan,pelaksanaan, pemberian bimbingan dan pengawasan atas penyelenggaraan segala sesuatu yang berhubungan dengan

pelaksanaan tugas Balai Harta Peninggalan. b. Sekertaris

Sekertaris mempunyai tugas memberikan pelayanan teknis dan administratif kepada semua unsur Balai Harta Peninggalan.

Sekertaris juga merangkap sebagai Anggota Tekhnis Hukum. Dalam melaksanakan tugas-tugasnya tersebut sekretaris dibantu oleh Sub Bagian Tata Usaha dan Seksi-seksi. Sub Bagian Tata Usaha mempunyai tugas melaksanakan tata usaha dan rumah tangga Balai Harta Peninggalan. Untuk menyelenggarakan tugasnya, Sub Bagian Tata Usaha berfungsi untuk melakukan tata usaha kepegawaian, melakukan tata usaha keuangan, dan melakukan urusan tata usaha dan urusan rumah tangga.20

19Indah Relly Kurniawati, Balai Harta Pninggalan Sebagai Pengampu Kepailitan, Skripsi, Fakultas Institut Agama Islam Negri Walisongo, Semarang, 2008, hal.37.

20 Sulaiman, Peran Balai Harta Peninggalan (BHP) Dalam Perwalian Khusus Anak Dibawah Umur Bagi Warga Keturunan Timur Asing (Studi di Balai Harta Peninggalan Medan),Medan,Tesis,2019 hal.29

(50)

Sub Bagian Tata Usaha mempunyai tugas melaksanakan tata usaha dan rumah tangga Balai Harta Peninggalan, untuk menyelenggarakan tugas tersebut, Sub Bagian Tata Usaha mempunyai fungsi melakukan tata usaha kepegawaian, tata usaha keuangan, dan melakukan urusan tata usaha dan urusan rumah tangga.

Sub Bagian Tata Usaha terdiri dari :

a. Urusan kepegawaian mempunyai tugas melakukan tata usaha kepegawain Balai Harta Peninggalan sesuai dengan kebjaksanaan yang di tetapkan oleh Mentri dan berdasrkan peraturan perundang undangan yang berlaku.

b. Urusan keuangan mempunyai tugas melakukan tata usaha keuangan kantor Balai Harta Peninggalan.

c. Urusan umum mempunyai tugas melakukan urusan tata usaha dan rumah tangga Balai Harta Peninggalan.

d. Bendaharaan/pemegang buku mempunyai tugas melakukan urusan keuangan/ pembukuan uang milik orang yang diurus/

pihak ketiga dan keuangan negara berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Sedangkan seksi-seksi meliputi Seksi Harta Peninggalan Wilayah I, Seksi Harta Peninggalan Wilayah II, dan Seksi Harta Peninggalan Wilayah III. Masing-masing Seksi bertugas mempersiapkan penyelesain masalah perwalian, pengampuan, ketidakhadiran, dan harta peninggalan yang tidak ada kuasanya serta kepailitan dalam

Gambar

Gambar alur Pendaftaran wasiat terbuka dan pembukaan wasiat  tertutup/Rahasia

Referensi

Dokumen terkait

Pokok permasalahan dalam penelitian ini adalah tentang pertimbangan hukum dalam menjatuhkan putusan terhadap anggota militer yang memfasilitasi pelaku tindak pidana

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana partisipasi dan peran ibu-ibu rumah tangga yang berpartisipasi mendukung peningkatan ekonomi keluarga dalam

Jenis penelitian ini menggunakan field research dengan menggunakan metode deskriptif kualitatif, data dari penelitian ini diperoleh dari data primer dan data

Desersi murni adalah desersi yang dilakukan oleh seorang militer yang pergi dengan maksud menarik diri untuk selamanya dari kewajiban-kewajiban dinasnya,

Data Primer Data primer adalah data yang diperoleh langsung dari sumbernya, diamati dan di catat untuk pertama kalinya.28 Dengan kata lain, data, data lain diambil oleh peneliti secara

Adapun pernikahan yang terakhir dalam perkawinan adat Mandar dari hasil wawancara oleh Bapak Abd Rahman menjelaskan “Ada satu pernikahan yang tercela dan bisa saja berakhir dengan

Rusdiah alias Mama Nasria Binti Abdul Hamid 1 Bahwa Saksi kenal dengan Terdakwa karena Terdakwa adalah anak kandung saksi; 2 Bahwa saksi diperiksa terkait peristiwa tindak kekerasan

Hasil penelitian menunjukkan bahwa 1 implementasi model cozynya yaitu menggunakan konsep semi outdoor dan semi indoor artinya cafe ini betul-betul memanfaatkan keindahan alam kota