• Tidak ada hasil yang ditemukan

View of Hukum Terhadap Perusahaan Yang Tidak Mendaftarkan Pekerja Pada Program Bpjs Kesehatan Ditinjau Dari Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan Dan Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2011 Tentang Badan Penyelenggara Jaminan Sosial

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2023

Membagikan "View of Hukum Terhadap Perusahaan Yang Tidak Mendaftarkan Pekerja Pada Program Bpjs Kesehatan Ditinjau Dari Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan Dan Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2011 Tentang Badan Penyelenggara Jaminan Sosial"

Copied!
17
0
0

Teks penuh

(1)

Hukum Terhadap Perusahaan Yang Tidak Mendaftarkan Pekerja Pada Program Bpjs Kesehatan Ditinjau Dari Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan Dan Undang-Undang Nomor 24

Tahun 2011 Tentang Badan Penyelenggara Jaminan Sosial

Chietra Zivora Hasibuan, Agus Mulya Karsona, Holyness N. Singadimedja Fakultas Hukum, Universitas Padjadjaran, Bandung, Indonesia

Email Korespondensi: chietra.zivora@gmail.com ABSTRAK

Pekerja merupakan aspek penting dalam ketenagakerjaan yang dalam pekerjaannya akan menghadapi berbagai tantangan dan risiko. Maka dari itu, pekerja berhak memperoleh perlindungan untuk mencapai kehidupan yang layak dan sejahtera. Jaminan sosial ialah bentuk perlindungan yang dapat diberikan bagi pekerja beserta keluarganya. Program BPJS Kesehatan menjamin terpenuhinya kesehatan para pekerja untuk menghindarkan pekerja dari segala risiko yang dapat merugikannya seperti mengalami sakit. Penelitian ini ditujukan untuk mengetahui dan menganalisis perlindungan hukum bagi pekerja yang tidak didaftarkan serta akibat hukum bagi perusahaan yang tidak mendaftarkan pekerja dalam program BPJS Kesehatan berdasarkan Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan dan Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2011 tentang Badan Penyelenggara Jaminan Sosial. Penelitian ini menggunakan metode pendekatan yuridis normatif. Hasil penelitian ini dapat diketahui bahwa masih banyak perusahaan yang mengabaikan pelaksanaan program. Perlindungan bagi pekerja cenderung terhambat.

Terhadap pelanggaran menyebabkan perusahaan harus memperoleh akibat hukum berupa sanksi guna meminimalisir jumlah pekerja yang tidak didaftarkan dan memberikan efek jera bagi perusahaan.

Kata Kunci : Akibat Hukum, Jaminan Sosial, Perlindungan Hukum Pekerja PENDAHULUAN

Salah satu aspek yang mendukung pelaksanaan suatu negara adalah perekonomian.

Setiap warga negara dan penduduk dalam negara diharapkan memiliki pekerjaan dengan tujuan mensejahterakan kehidupan masing-masing. Dalam lingkup ketenagakerjaan, setiap calon pekerja akan direkrut oleh perusahaan. Perekrutan akan menciptakan suatu hubungan kerja antara pekerja dengan perusahaan. Hubungan kerja akan menghasilkan perjanjian kerja yang nantinya berisi hak dan kewajiban kedua pihak.156 Dalam menjalankan hubungan kerja, setiap pekerja wajib mematuhi apa yang telah diatur dalam perjanjian kerja. Sedangkan, perusahaan juga memiliki hal-hal yang wajib dipatuhi yakni pemenuhan atas hak-hak setiap pekerja. Salah satu hak yang dipenuhi oleh perusahaan adalah hak atas jaminan sosial. Jaminan sosial diatur dalam Pasal 28H ayat (3) dan Pasal 34 ayat (2) Undang-Undang Dasar 1945. Hak atas jaminan sosial merupakan hak yang bersifat mendasar dan harus diberikan kepada masyarakat tanpa terkecuali.

156 H. Zaeni Asyhadie dan Arief Rahman, (2013), Pengantar Ilmu Hukum, Jakarta: Raja Grafindo Persada, hlm. 61.

(2)

Berdasarkan peraturan perundang-undangan, jaminan sosial memiliki beberapa program yakni jaminan kesehatan, jaminan kecelakaan kerja, jaminan kematian, jaminan hari tua dan jaminan pensiun. Dalam melakukan pekerjaan maka setiap pekerja berhak memperoleh setiap program tersebut termasuk jaminan kesehatan. Hal ini bertujuan agar terciptanya pekerjaan yang efektif dan bentuk perlindungan bagi pekerja. Pasal 86 ayat (1) UU Ketenagakerjaan menyatakan bahwa salah satu hak perlindungan pekerja adalah memperoleh keselamatan dan kesehatan kerja. Dalam Pasal 15 ayat (1) UU BPJS menyebutkan bahwa pemberi kerja secara bertahap wajib mendaftarkan dirinya dan pekerjanys kepada BPJS untuk kemudian disesuaikan dengan program yang akan diikuti.

Pelaksanaan program jaminan sosial diselenggarakan oleh sebuah badan khusus yang disebut Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS). BPJS dibagi menjadi dua yakni BPJS Ketenagakerjaan dan BPJS Kesehatan. Kedua lembaga ini memiliki fungsi pengaturan dan pengawasan kepada program jaminan sosial yang berbeda.157 Pentingnya pemenuhan atas jaminan kesehatan untuk mencegah hal-hal yang tidak diharapkan terjadi dalam melakukan pekerjaan. Dalam melakukan pekerjaan sangat memungkinkan pekerja mengalami sakit dan membutuhkan pelayanan kesehatan. Jaminan kesehatan hadir untuk memberikan perlindungan bagi pekerja. Pentingnya program jaminan kesehatan ini seharusnya sudah menyadarkan perusahaan untuk memastikan dipenuhinya hak-hak pekerja.158

Akan tetapi, dalam praktik banyak perusahaan yang belum melindungi pekerjanya. Perusahaan cenderung abai dan tidak memperhatikan kondisi pekerja. Hal ini dibuktikan dengan adanya laporan bahwa terdapat puluhan ribu pekerja yang belum bekerja sama dengan baik dengan BPJS Kesehatan. Lalu ada ratusan ribu pekerja yang tidak dan belum didaftarkan oleh ribuan perusahaan. Atas laporan ini maka dapat diketahui bahwa masih kurangnya perlindungan yang dapat diberikan pada pekerja.

Seharusnya program jaminan sosial dapat memberikan kehidupan yang layak bagi pekerja dan keluarganya. Peraturan perundang-undangan berusaha untuk melindungi pekerja dan menciptakan kehidupan yang layak bagi pekerja. Namun, perusahaan sebagai pemberi kerjalah yang tidak menjalankan aturan.

Perbuatan perusahaan tersebut merupakan sebuah pelanggaran terhadap aturan perundang-undangan dan dapat merugikan pekerja. Dengan pelanggaran tersebut maka perusahaan dapat memperoleh sanksi yakni berbentuk teguran tertulis, denda, dan perusahaan tidak diperbolehkan mendapatkan pelayanan publik tertentu.159 Berdasarkan masalah tersebut diketahui bahwa hingga saat ini masih banyak perusahaan yang tidak melindungi pekerjanya melalui program jaminan kesehatan seperti yang diatur dalam undang-undang. Hal ini menjadi tidak sesuai dengan beberapa ketentuan undang-undang yakni Pasal 86 dan Pasal 99 Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan dan Pasal 15 Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2011 tentang Badan Penyelenggara Jaminan Sosial.

Berdasarkan penjelasan dalam latar belakang, maka Penulis merumuskan beberapa permasalahan, yaitu: (1) Bagaimana perlindungan hukum yang dapat diberikan oleh perusahaan bagi pekerja yang mengalami sakit yang tidak didaftarkan menjadi anggota program BPJS Kesehatan? (2) Bagaimana tindakan hukum yang diambil oleh BPJS

157 Andika Wijaya, (2018), Hukum Jaminan Sosial Indonesia, Jakarta: Sinar Grafika, hlm. 26.

158 Ibid., hlm. 30.

159 Pasal 17 ayat (2) Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 24 Tahun 2011 tentang Badan Penyelenggara Jaminan Sosial.

(3)

Kesehatan dan Dinas Tenaga Kerja bagi perusahaan yang tidak mendaftarkan pekerja pada program BPJS Kesehatan? Hal tersebut membuat Penulis tertarik untuk melakukan penelitian lebih lanjut dengan judul: Akibat hukum terhadap perusahaan yang tidak mendaftarkan pekerja pada program BPJS Kesehatan ditinjau dari Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan dan Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2011 tentang Badan Penyelenggara Jaminan Sosial.

METODE PENELITIAN

Penelitian yang dilakukan menggunakan metode pendekatan yuridis normatif, yakni metode yang memusatkan penelitian pada studi kepustakaan untuk meneliti data sekunder. Data sekunder adalah data penelitian yang sudah siap digunakan dalam menjawab masalah yang telah diidentifikasi.160 Data sekunder akan didapatkan dari literatur para ahli, pemberitaan media serta data statistik yang siap digunakan. Spesifikasi penelitian yang digunakan adalah deskriptif analitis yakni bentuk penilisan dengan memaparkan objek yang diteliti berdasarkan data yang diperoleh sesuai yang didapat.161 Data dalam penelitian ini menggunakan bahan hukum primer, sekunder dan tersier.

Untuk bahan hukum primer terdiri atas beberapa perundang-undangan seperti Undang- Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan, Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2011 tentang Badan Penyelenggara Jaminan Sosial, dan lainnya. Data penelitian akan dikumpulkan melalui dua teknik pengumpulan data yaitu studi kepustakaan dan studi lapangan.162 Penelitian ini juga menggunakan metode analisis yuridis kualitatif yakni analisis yang memfokuskan penelitian pada data-data yang telah diperoleh dan prinsip umum yang mendasari terjadinya peristiwa tersebut. Hasil dari analisis kualitatif tidak dapat dihitung dengan angka melainkan akan mengumpulkan norma hukum berkaitan dengan masalah yang telah diidentifikasi.163

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Pelaksanaan Program BPJS Kesehatan di Perusahaan

Pekerja dikenal sebagai orang atau pihak yang bekerja pada pihak tertentu dan akan menghasilkan upah atau imbalan. Dalam Pasal 1 angka 3 Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan dinyatakan bahwa pekerja/buruh merupakan setiap orang yang bekerja dengan menerima upah atau imbalan dalam bentuk lain.

Berdasarkan pengertian ini dapat diketahui bahwa yang disebut sebagai pekerja merupakan orang-orang yang melakukan pekerjaan kepada pihak lain untuk memperoleh upah atau imbalan dengan dilandaskan perjanjian kerja. Melalui perjanjian kerja akan lahir kesepakatan antara pekerja dan perusahaan untuk terlibat dalam sebuah hubungan kerja yang pelaksanaanya harus memenuhi ketentuan seperti upah, imbalan, cuti, serta hak dan kewajiban.

160 Soerjono Soekanto, (1984), Pengantar Penelitian Hukum, Cetakan 3, Jakarta: Universitas Indonesia-UI Press, hlm. 54.

161 Ibid., hlm. 50.

162 Soerjono Soekanto, Sri Mamudji, (2015), Penelitian Hukum Normatif, Jakarta: PT RajaGrafindo Persada, hlm. 76.

163 Hotma Pardomuan Sibuea, Heryberthus Sukartono, (2009), Metode Penelitian Hukum, Jakarta:

Krakatauw Book, hlm. 38.

(4)

Molengraff menyebutkan definisi perusahaan adalah keseluruhan perbuatan yang dilakukan secara terus menerus, bertindak keluar, memiliki tujuan untuk memperoleh penghasilan dan dilakukan dengan memperdagangkan barang atau perjanjian perdagangan.164 Sedangkan dalam Pasal 1 angka 6 UU Ketenagakerjaan perusahaan didefinisikan sebagai:

a. Setiap bentuk usaha yang berbadan hukum atau tidak, milik orang perseorangan, milik persekutuan, atau milik badan hukum, baik milik swasta maupun milik negara yang mempekerjakan pekerja/buruh dengan membayar upah atau imbalan dalam bentuk lain;

b. Usaha-usaha sosial dan usaha-usaha lain yang mempunyai pengurus dan mempekerjakan orang lain dengan membayar upah atau imbalan dalam bentuk lain.

Pasal 1 angka 4 UU Ketenagakerjaan turut mendefinisikan Pemberi Kerja yang adalah orang perseorangan, pengusaha, badan hukum, atau badan-badan lainnya yang mempekerjakan tenaga kerja dengan membayar upah atau imbalan dalam bentuk lain.

Dalam pelaksanaan kegiatan usaha pada perusahaan maka diketahui perusahaan memiliki hak dan kewajiban. Berkaitan dengan penelitian ini maka salah satu kewajiban perusahaan ialah menyediakan jaminan yang dapat menunjang kehidupan pekerja.

Jaminan yang dimaksud ialah jaminan sosial. Hal ini selaras dengan ketentuan Pasal 28H ayat (3) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia 1945 yang menyatakan bahwa setiap orang berhak atas jaminan sosial yang memungkinkan pengembangan dirinya secara utuh sebagai manusia yang bermartabat.

Menurut International Labour Organisation (ILO) jaminan sosial merupakan jaminan yang diberikan kepada masyarakat dan pekerja yang dilakukan oleh suatu lembaga tertentu dengan tujuan membantu dalam menghadapi risiko yang akan timbul dan dialami oleh masyarakat dan pekerja.165 Maka berdasarkan pengertian tersebut disimpulkan bahwa jaminan sosial merupakan suatu hak yang diamanatkan konstitusi yang harus diterima oleh masyarakat. Jaminan sosial diselenggarakan dengan tujuan untuk memberikan perlindungan dan jaminan pada setiap rakyat agar dapat memenuhi kebutuhan hidupnya dengan layak. Pada pelaksanaannya, jaminan sosial memiliki lima program yakni jaminan kesehatan, jaminan kecelakaan kerja, jaminan hari tua, jaminan pensiun dan jaminan kematian.

Pasal 1 Peraturan Presiden Nomor 12 Tahun 2013 mendefinisikan jaminan kesehatan sebagai jaminan berupa perlindungan kesehatan agar peserta memperoleh manfaat pemeliharaan kesehatan dan perlindungan dalam memenuhi kebutuhan dasar kesehatan yang diberikan kepada setiap orang yang telah membayar iuran atau iurannya dibayar oleh pemerintah. Pasal 86 ayat (1) Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan mengatur bahwa pekerja memiliki hak untuk memperoleh perlindungan atas beberapa hal yaitu:

1. Keselamatan dan kesehatan kerja;

2. Moral dan kesusilaan;

164 C.S.T. Kansil, (2013), Pokok-Pokok Pengetahuan Hukum Dagang Indonesia, Edisi Ke-2, Jakarta: Sinar Grafika, hlm. 28-29.

165 Adrian Sutedi, (2009), Hukum Perburuhan, Jakarta: Sinar Grafika, hlm. 181.

(5)

3. Perlakuan yang sesuai dengan harkat dan martabat manusia serta nilai-nilai agama.

Perlindungan atas kesehatan kerja merupakan perintah undang-undang untuk menjamin setiap pemberi kerja melindungi kesehatan pekerjanya. Melalui aturan ini hadirlah sebuah lembaga yang disebut Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan yang pada tugasnya untuk mengadakan program jaminan sosial yang dapat memenuhi kebutuhan hidup masyarakat agar menjadi layak.166 Melalui BPJS Kesehatan dijalankanlah program jaminan kesehatan nasional yang diberikan kepada setiap rakyat Indonesia untuk memberikan pemeliharaan kesehatan dan perlindungan serta menghindarkan dari kondisi atau masalah yang datang di kemudian hari berkaitan dengan kebutuhan atas pelayanan kesehatan.

Berdasarkan beberapa pasal dalam perundang-undangan yang mengatur mengenai jaminan sosial nyatanya pada pelaksanaannya belum sesuai. Melalui media internet ditemukan banyak berita mengenai perusahaan yang melanggar ketentuan jaminan sosial. Salah satunya adalah kasus sejumlah perusahaan yang bergerak di bidang media yang melakukan pelanggaran berupa pengabaian kewajiban memberikan jaminan sosial bagi pekerja. Dari data pengaduan diketahui bahwa jumlah perusahaan yang melanggar lebih dari 8 (delapan) perusahaan media yang mana perusahaan-perusahaan ini mengabaikan hal atas jaminan sosial dari 15 (lima belas) pekerja media. Pada perkembangan kasusnya, iuran yang tidak dibayar baru dibayarkan setelah dilakukan upaya advokasi dan desakan pada perusahaan atas pelanggaran yang dilakukan.167 Terdapat 4 (empat) bentuk pelanggaran yang dilakukan oleh sejumlah perusahaan media yakni:

1. Tidak mengikutsertakan pekerja media dalam program BPJS Kesehatan dan BPJS Ketenagakerjaan;

2. Mengikutsertakan pekerja media dalam program BPJS Kesehatan dan BPJS Ketenagakerjaan namun tidak membayar iuran;

3. Mengikutsertakan pekerja media dalam program BPJS Kesehatan dan BPJS Ketenagakerjaan namun hanya membayar iuran kepada salah satu BPJS saja;

4. Tidak mengikutsertakan pekerja dalam program BPJS manapun tetapi diikutsertakan pada asuransi swasta lain yang nilai tanggungannya lebih rendah dari BPJS.

Praktik pemenuhan jaminan sosial bagi pekerja masih jauh dari yang direncanakan. Perusahaan merupakan pihak yang berkewajiban untuk memenuhi hak- hak dasar pekerja. Salah satunya adalah hak atas jaminan sosial yang mana pekerja harus didaftarkan dan diikutsertakan oleh perusahaan. Namun ditemukan adanya unsur ketidakpatuhan perusahaan pada kewajibannya tersebut yang ditunjukkan dengan perusahaan yang tidak mendaftarkan pekerja dalam program jaminan sosial, khususnya BPJS Kesehatan. Kondisi lain terjadi ketika pekerja telah diikutsertakan dalam program BPJS Kesehatan dan diwajibkan memberikan data dirinya serta anggota keluarganya namun pekerja tidak memberikan data-data yang dibutuhkan dengan benar dan lengkap.

166 Solechan, (2019), “Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan Sebagai Pelayanan Publik, Administrative Law & Governance Journal, Volume 2, Issue 4, hlm. 690.

167 PikiranRakyat, (2018), “Perusahaan Media Tak Boleh Abai pada Jaminan Sosial”, https://www.pikiran- rakyat.com/nasional/pr-01296575/index.html, diakses pada 29 Juni 2022.

(6)

Masalah lain hadir dari kesengajaan perusahaan untuk tidak membayar iuran bagi pekerjanya yang telah didaftarkan dan diikutsertakan dalam program BPJS Kesehatan.

Dalam Pasal 31 ayat (1) Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 64 Tahun 2020 tentang Perubahan Kedua Atas Peraturan Presiden Nomor 82 Tahun 2018 tentang Jaminan Kesehatan diatur bahwa iuran yang wajib dibayar oleh peserta sebesar 5%

dengan ketentuan 4% dibayar Pemberi Kerja dan 1% dibayar Pekerja. Atas ketentuan tersebut banyak pekerja yang tidak bersedia untuk membayar potongan 1% dari gajinya untuk membayar iuran program jaminan sosial. Perusahaan pun enggan membayar iuran secara rutin sehingga menjadikan pekerjanya sebagai peserta non-aktif.

Berbagai pelanggaran yang dilakukan perusahaan tersebut menjadi penunjuk masih belum diterapkannya ketentuan perundang-undangan yang mengatur mengenai jaminan sosial dalam lingkup ketenagakerjaan. Jaminan sosial bagi pekerja ditujukan untuk memberikan kehidupan yang layak bagi pekerja. Namun atas pelanggaran perusahaan hal ini menjadi masalah yang terus menerus dibahas karena belum dapat diselesaikan. Pemenuhan hak atas jaminan kesehatan bagi pekerja juga semakin diperjelas dengan Pasal 35 ayat (3) UU Ketenagakerjaan yang menyatakan bahwa:

“Pemberi Kerja sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dalam mempekerjakan tenaga kerja wajib memberikan perlindungan yang mencakup kesejahteraan, keselamatan, dan kesehatan baik mental maupun fisik tenaga kerja.”

Praktik Program Jaminan Kesehatan dan Perkembangannya di Indonesia

Kesehatan merupakan kebutuhan hidup yang bersifat mendasar dan tidak pasti karena tidak dapat diperhitungkan dengan sama kepada setiap orang. Atas amanat Undang- Undang Dasar 1945, Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional, Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2011 tentang Badan Penyelenggara Jaminan Sosial serta beberapa perundang-undangan lainnya maka Indonesia mewajibkan seluruh penduduknya menjadi peserta dalam program jaminan kesehatan nasional.

Jaminan kesehatan diadakan dengan tujuan untuk meningkatkan produktifitas pekerja sehingga dapat melakukan pekerjaan dengan baik. Program jaminan kesehatan yang diselenggarakan dalam jangka panjang akan memberikan pemerataan pelayanan kesehatan secara nasional, adanya kesempatan kerja bagi tenaga medis serta meningkatkan mutu dan standar pelayanan kesehatan.168

Sebagaimana telah disebutkan dalam Pasal 86 ayat (1) poin 1 Undang-Undang Ketenagakerjaan bahwa pekerja memiliki hak untuk memperoleh perlindungan atas keselamatan dan kesehatan kerja. Segala pemikiran serta tujuan yang direncanakan agar dapat terpenuhi ketika menyelenggarakan program jaminan kesehatan menjadi masalah dan keliru ketika melalui media berita banyak diberitakan mengenai perkembangan pelaksanaan program jaminan kesehatan di Indonesia. Pada tahun 2019, media online memberitakan bahwa BPJS Kesehatan mengalami kondisi defisit. Hal ini disebabkan oleh badan usaha yang ditemukan belum mendaftarkan diri menjadi peserta program jaminan kesehatan yang diadakan BPJS Kesehatan. Selain itu, terdapat juga badan usaha yang sengaja mengurangi total karyawan/pekerja yang seharusnya membayar iuran jaminan kesehatan tersebut.

Badan Pengawas Keuangan dan Pembangunan (BPKP) melakukan audit dan

168 Sulastomo, (2008), Sistem Jaminan Sosial Nasional Sebuah Introduksi, Jakarta: Rajawali Press, hlm. 23- 25.

(7)

menemukan bahwa sekitar 50.475 badan usaha belum tertib bekerja sama dengan BPJS Kesehatan. Kemudian, terdapat sekitar 528.120 pekerja yang belum didaftarkan oleh 8.314 badan usaha tempatnya bekerja. Serta, ada 2.348 badan usaha yang tidak melaporkan gaji pekerja dengan benar.169 Gaji/upah yang dilaporkan cenderung lebih kecil sehingga iuran jaminan pun menjadi lebih kecil. Terjadinya penyelewengan membuat BPJS Kesehatan mengambil tindakan tegas pada perusahaan yang melakukan kecurangan dan mengharuskan untuk memperbaiki data yang ada.170

Sejak tahun 2020 ketika terjadi pandemi di Indonesia menyebabkan banyak perusahaan yang mengalami masalah ekonomi sehingga merugi dan tidak mampu membayar upah dan imbalan bagi pekerjanya. Kondisi ini menjadi alasan bagi perusahaan yang telah mengikusertakan pekerjanya dalam program jaminan sosial menjadi menunggak dalam membayar iuran karena tidak mampu membayar upah pekerja. Dalam pelaksanaan pengawasan dan pemeriksaan yang dilakukan oleh Dinas Tenaga Kerja, Transmigrasi dan Energi Provinsi DKI Jakarta diketahui bahwa adanya laporan perusahaan yang tidak mendaftarkan pekerja dalam program BPJS Kesehatan. Berikut adalah data kuantitatif laporan tersebut:171

1. Target pemeriksaan pengawasan pada 2021 : 3.700 perusahaan. Terdapat temuan pelanggaran terkait BPJS Kesehatan sebanyak 226 perusahaan.

2. Target pemeriksaan pengawasan pada 2022 (hingga April 2022) : 1.197 perusahaan. Terdapat temuan pelanggaran terkait BPJS Kesehatan sebanyak 52 perusahaan.

Angka kasus pelanggaran yang masih banyak terjadi membuat BPJS Kesehatan mengadakan berbagai usaha agar perusahaan dapat mendaftarkan dirinya, pekerjanya serta anggota keluarga dalam program jaminan kesehatan. Data pada Desember 2021 menunjukkan telah terdaftar 235.292.977 jiwa sebagai peserta jaminan kesehatan nasional. Pada tahun 2022 diharapkan ada sebanyak 245.144.462 jiwa yang akan mendaftarkan diri dan menjadi peserta program jaminan kesehatan BPJS Kesehatan yang mana jumlah tersebut setara dengan 88.51% dari total populasi penduduk Indonesia.

Untuk mencapai jumlah tersebut maka BPJS Kesehatan melakukan tindakan seperti memperkuat kerja sama antar lintas sektoral yang akan melibarkan lembaga pemerintah, pemberi kerja, Pemerintah Daerah dan pihak lain yang berhubungan dengan program jaminan kesehatan. Pemerintah juga melakukan tindakan dengan mengeluarkan kebijakan berupa regulasi yang diharapkan dapat mendukung perkembangan kepesertaan jaminan kesehatan.172

Penyelenggaraan program jaminan kesehatan diharapkan menjadikan setiap orang dapat memperoleh pelayanan kesehatan yang baik. Penyelenggaraan jaminan

169 Katadata, (2019), “Tak Patuh Ikut BPJS Kesehatan, 50 Ribu Perusahaan Terancam Sanksi”,

https://katadata.co.id/ameidyonasution/berita/5e9a5032a38e2/tak-patuh-ikut-bpjs-kesehatan- 50-ribu-perusahaan-terancam-sanksi, diakses pada 10 April 2022.

170 Tempo.co, (2019), “BPJS Kesehatan Akui 2.348 Perusahaan Memanipulasi Data Karyawan”,

https://bisnis.tempo.co/read/1243145/bpjs-kesehatan-akui-2-348-perusahaan-memanipulasi- data-karyawan, diakses pada 9 April 2022.

171 Dinas Tenaga Kerja, Transmigrasi dan Energi Provinsi DKI Jakarta, “Laporan Pengakhiran Tugas Kepala Bidang Pengawasan Ketenagakerjaan”, Periode 2018-2022.

172 Kontan.co.id, (2022) “Jumlah Peserta BPJS Kesehatan Diproyeksikan Capai 245 Juta Tahun Ini”, https://newssetup.kontan.co.id/news/jumlah-peserta-bpjs-kesehatan-diproyeksikan-capai-245- juta-tahun-ini, diakses pada 11 April 2022.

(8)

kesehatan diharapkan dapat terpenuhi agar seluruh rakyat mendapatkan kesempatan yang sama dalam menggunakan fasilitas kesehatan. Namun, bertentangan dengan tujuannya maka banyak temuan pelanggaran badan usaha yang terbukti tidak tertib bekerja sama dengan BPJS Kesehatan. Atas perbuatannya maka dapat diterapkan pemberian sanksi. Sanksi tersebut sesuai dengan ketentuan peraturan perundang- undangan yang berlaku. Pemberian sanksi atas pelanggaran perusahaan menjadi gambaran dari adanya penegakan hukum karena setiap pekerja wajib mendapatkan hak- haknya sesuai dengan perundang-undangan yang berlaku.

Perlindungan Hukum yang Diberikan oleh Perusahaan bagi Pekerja yang Mengalami Sakit karena Tidak Didaftarkan dalam Program BPJS Kesehatan

Menurut Mochtar Kusumaatmadja, hukum adalah keseluruhan asas-asas dan kaidah- kaidah yang mengatur kehidupan masyarakat termasuk di dalamnya meliputi lembaga- lembaga dan proses-proses yang mewujudkan berlakunya kaidah dalam kenyataan.173 Teori hukum pembangunan menjelaskan bahwa ketertiban dan keteraturan dalam usaha pembangunan dan pembaharuan memang diinginkan dan mutlak serta hukum diharapkan dapat mengarahkan kegiatan manusia ke arah yang dikehendaki. Mochtar Kusumaatmadja juga berpendapat bahwa tujuan pokok hukum adalah ketertiban yang mana melalui ketertiban akan menciptakan masyarakat yang teratur. Tujuan lain adalah tercapainya keadilan dan kepastian hukum. Selain itu, hukum diharapkan untuk menjadi sarana pembaharuan masyarakat. Sarana pembaharuan mengartikan bahwa peraturan hukum dapat berfungsi sebagai sarana pembangunan yang menentukan arah kegiatan manusia ke arah yang dikehendaki.174

Berdasarkan teori hukum pembangunan disimpulkan bahwa hukum berguna bagi kepentingan masyarakat. Kehadiran hukum dapat menciptakan keadilan dan kepastian hukum. Namun hukum juga menjadi sarana pembangunan bagi masyarakat menuju ke arah yang lebih baik. Setiap aturan hukum yang dibuat bertujuan untuk menjamin hak- hak masyarakat dapat terpenuhi dengan baik. Maka dari itu, substansi aturan hukum harus diwujudkan menjadi kenyataan. Dalam hal ini, hukum juga berperan untuk mewujudkan perlindungan bagi masyarakat melalui aturan-aturannya agar kepentingan dan kebutuhan masyarakat dapat diutamakan guna menghasilkan tujuan-tujuan hukum yang ada.

Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, kata “perlindungan” memiliki arti tempat berlindung, perbuatan memperlindungi. Perlindungan memiliki unsur yakni unsur tindakan melindungi, unsur pihak yang melindungi dan unsur cara melindungi.

Perlindungan dapat diartikan sebagai perbuatan yang dilakukan pihak yang terdampak dan dirugikan untuk mencari dan menemukan tempat berlindung dan memperoleh perlindungan dengan cara tertentu dari pihak tertentu.175 Menurut Satjipto Rahardjo, perlindungan hukum adalah pengayoman terhadap hak asasi manusia yang mengalami kerugian dari orang lain dan perlindungan diberikan pada masyarakat agar semua hak yang diberikan berdasarkan hukum dapat dinikmati.176

173 Mochtar Kusumaatmadja, (1986), Pembinaan Hukum Dalam Rangka Pembangunan Nasional, Bandung:

Bina Cipta, hlm. 11.

174 Mochtar Kusumaatmadja, Fungsi dan Perkembangan Hukum dalam Pembangunan Nasional, Bandung:

Bina Cipta, hlm. 2-3.

175 Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI).

176 Satjipto Rahardjo, (2000), Ilmu Hukum, Bandung: PT. Citra Aditya Bakti, hlm. 54.

(9)

Dalam ketenagakerjaan, perlindungan bagi pekerja adalah hal yang utama.

Perlindungan hukum bagi pekerja bertujuan untuk menjamin terpenuhinya hak-hak pekerja sesuai yang diatur dalam perundang-undangan serta berhubungan dengan adanya hak dan kewajiban yang timbul saat hubungan kerja antara pekerja dan perusahaan.177 Perlindungan hukum bagi pekerja diperoleh dengan terlaksananya perundang-undangan dengan benar. Hal ini selaras dengan teori hukum pembangunan yang menyatakan hukum menjadi sarana pembangunan dan pembaharuan agar kehidupan manusia mengarah kepada tujuan yang dikehendaki. Perlindungan bagi pekerja merupakan upaya yang dilakukan untuk melindungi hak-hak dasar pekerja serta melindungi pekerja agar pekerja dan keluarganya dapat memperoleh kehidupan yang layak dan sejahtera.178

Jaminan sosial merupakan salah satu bentuk perlindungan bagi pekerja. Ini didasarkan pada ketentuan Pasal 28H ayat (3) UUD 1945 yang menyatakan bahwa setiap orang berhak atas jaminan sosial yang memungkinkan pengembangan dirinya secara utuh sebagai manusia yang bermartabat. UU BPJS mendefinisikan jaminan sosial sebagai salah satu bentuk perlindungan sosial untuk menjamin seluruh rakyat agar dapat memenuhi kebutuhan dasar hidupnya yang layak.179 Untuk memenuhi perlindungan bagi pekerja maka dibentuk berbagai kebijakan melalui peraturan perundang-undangan serta pembentukan lembaga penyelenggara jaminan sosial.

Di Indonesia saat ini terdapat enam jenis program jaminan sosial yaitu jaminan kesehatan, jaminan kecelakaan kerja, jaminan hari tua, jaminan pensiun, jaminan kematian, dan jaminan kehilangan pekerjaan. Dalam pelaksanaan program, terdapat pemisahan dua lembaga penyelenggara yaitu BPJS Kesehatan yang menyelenggarakan jaminan kesehatan dan BPJS Ketenagakerjaan yang menyelenggarakan lima program lainnya. Pasal 99 UU Ketenagakerjaan melindungi pekerja dengan mengatur bahwa setiap pekerja/buruh dan keluarganya berhak untuk memperoleh jaminan sosial tenaga kerja.

Hal ini berkaitan dengan Pasal 15 UU BPJS yang menyebutkan bahwa “Pemberi Kerja secara bertahap wajib mendaftarkan dirinya dan Pekerjanya sebagai Peserta kepada BPJS sesuai dengan program Jaminan Sosial yang diikuti.” Dalam aturan ini ditekankan bahwa kepesertaan program jaminan sosial bersifat wajib.

Dalam kronologi kasus, pelanggaran dilakukan oleh perusahaan media dengan tidak mengikutsertakan pekerja media dalam program jaminan kesehatan dan mengikutsertakan beberapa pekerja dalam jaminan kesehatan namun tidak membayar iuran. Hal ini menunjukkan ketidaksesuaian antara perundang-undangan dengan pelaksanaan kepesertaan jaminan kesehatan. Keikutsertaan pekerja dalam program jaminan kesehatan merupakan tanggung jawab perusahaan. Dalam menjalankan pekerjaannya, setiap pekerja dimungkinkan mengalami sakit. Hal ini merupakan risiko yang harus perusahaan hadapi. Sebelum diadakannya program jaminan sosial, apabila pekerja sakit maka yang bertanggung jawab adalah perusahaan.

Namun, dengan perkembangan teknologi dan industrial menjadikan pekerja memiliki peran yang lebih besar sehingga semakin tingginya risiko kerja yang berkaitan dengan keselamatan, kesehatan dan kesejahteraan pekerja. Atas hal ini, perusahaan tidak dapat mengcover seluruh kondisi yang dialami pekerjanya. Diadakannya program

177 Soedjono Dirjosisworo, Pengantar Ilmu Hukum, Jakarta: PT. RajaGrafindo Persada, 2001, hlm. 131.

178 Asri Wijayanti, (2017), Hukum Ketenagakerjaan Pasca Reformasi, Jakarta: Sinar Grafika, hlm. 6.

179 Pasal 1 angka 2 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 24 Tahun 2011 tentang Badan Penyelenggara Jaminan Sosial.

(10)

jaminan sosial karena adanya tanggung jawab perusahaan pada pekerjanya.

Perkembangan industrialisasi menjadikan adanya bagi risiko antara perusahaan dengan lembaga penyelenggara jaminan sosial. Manakala pekerja mengalami sakit atau hal yang berhubungan dengan kesehatan maka risiko sudah dialihkan pada lembaga penyelenggara jaminan kesehatan melalui pendaftaran pekerja dan pembayaran iuran.

Namun, Pasal 13 ayat (5) Peraturan Presiden Nomor 64 Tahun 2020 menjelaskan bahwa apabila Pemberi Kerja belum mendaftarkan dan membayar iuran bagi pekerjanya kepada BPJS Kesehatan, maka Pemberi Kerja bertanggung jawab pada saat pekerjanya membutuhkan pelayanan kesehatan sesuai manfaat yang diberikan oleh BPJS Kesehatan.

Aturan ini menjelaskan bahwa ketika pekerja sakit atau membutuhkan pelayanan kesehatan namun perusahaan tidak mengikutsertakan pekerjanya maka tanggung jawab seluruhnya kembali pada perusahaan. Kewajiban yang seharusnya dapat di cover lembaga penyelenggara, tetapi karena ketidakpatuhan perusahaan maka tanggung jawab tetap pada perusahaan.

Berkaitan dengan kasus pelanggaran perusahaan media yang tidak mengikutsertakan pekerjanya serta tidak membayar iuran program jaminan kesehatan maka diwajibkan tanggung jawab atas pekerja kembali pada perusahaan media. Ketika terjadi kondisi sakit dialami pekerja maka perusahaan tidak dapat membagi risiko dengan lembaga penyelenggara jaminan kesehatan karena pekerja bukan peserta program tersebut. Lembaga penyelenggara jaminan kesehatan bertugas melindungi pekerja apabila telah menjadi peserta program jaminan kesehatan. Sesuai ketentuan Pasal 3 ayat (1) Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 86 Tahun 2013 menyatakan bahwa Pemberi Kerja memiliki dua kewajiban berkaitan dengan jaminan sosial yaitu:

a. Mendaftarkan dirinya dan pekerjanya sebagai peserta kepada BPJS secara bertahap sesuai dengan program jaminan sosial yang diikutinya;

b. Memberikan data dirinya dan pekerjanya berikut anggota keluarganya kepada BPJS secara lengkap dan benar.

BPJS Kesehatan menyelenggarakan program jaminan kesehatan. Jaminan kesehatan adalah program yang akan memberikan perlindungan kesehatan agar peserta memperoleh manfaat pemeliharaan kesehatan dan perlindungan dalam memenuhi kebutuhan dasar kesehatan yang diberikan kepada setiap orang yang telah membayar iuran atau iurannya dibayar oleh pemerintah.180 Syarat diberikannya perlindungan oleh BPJS adalah dengan mengikuti kepesertaan program jaminan kesehatan. Perusahaan yang tidak mendaftarkan pekerja menjadikan pekerja harus menanggung sendiri kondisi kesehatan yang dialami.

Program jaminan kesehatan merupakan bagian dari aspek kesehatan, keselamatan dan keamanan kerja sesuai dengan yang diatur dalam Pasal 86 UU Ketenagakerjaan, yang menyatakan bahwa setiap pekerja/buruh mempunyai hak untuk memperoleh perlindungan atas:

a. Keselamatan dan kesehatan kerja;

b. Moral dan kesusilaan; dan

c. Perlakuan yang sesuai dengan harkat dan martabat manusia serta nilai-nilai agama.

180 Pasal 1 Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 64 Tahun 2020 tentang Perubahan Kedua Atas Peraturan Presiden Nomor 82 Tahun 2018 tentang Jaminan Kesehatan.

(11)

Pelanggaran perusahaan media yang tidak mendaftarkan pekerja dalam program jaminan kesehatan menunjukkan adanya kelalaian perusahaan terhadap kewajibannya.

Hal ini bertentangan dengan Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2011 tentang Badan Penyelenggara Jaminan Sosial yang menentukan bahwa perusahaan wajib mendaftarkan pekerjanya dalam program jaminan sosial. Perusahaan media seharusnya dapat memenuhi hak pekerja atas perlindungan kesehatan kerja dengan menjadikan pekerja sebagai peserta program jaminan kesehatan. Apabila perusahaan media tidak mengikutsertakan pekerja maka perusahaan harus bersedia memenuhi tanggung jawab memberikan perlindungan pekerja sepenuhnya.

JamkesWatch dan Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) hadir sebagai salah satu organisasi independen yang bertujuan untuk memberikan perlindungan, advokasi dan edukasi bagi pelaksanaan program jaminan kesehatan. Kedua instansi ini bertindak langsung untuk mendengar dan memantau segala aduan dan keluhan dari masyarakat mengenai pelaksanaan jaminan kesehatan. Berdasarkan tugas dan wewenangnya maka JamkesWatch dan KSPI turut melakukan upaya perlindungan dengan memberikan usulan pembentukan peraturan daerah dan turunannya, mengusulkan pendapat pada BPJS Kesehatan serta pengawasan pelaksanaan program jaminan kesehatan.181

Perlindungan yang dilakukan dengan benar akan menghasilkan peningkatan kinerja dan produktivitas pekerja dalam melakukan pekerjaan. Perlindungan hukum pekerja juga dapat mewujudkan kehidupan pekerja yang layak dan sejahtera. Dalam kondisi ketidakikutsertaan pekerja pada program jaminan kesehatan akan menjadikan perusahaan sepenuhnya bertanggung jawab melindungi pekerja. Ketika pekerja sakit dan bukan merupakan peserta jaminan kesehatan maka perusahaan yang harus memenuhi hak pekerja. Untuk meringankan risiko, perusahaan sebaikan mematuhi peraturan dengan mendaftarkan pekerja dalam program jaminan kesehatan agar perlindungan hukum dapat terlaksana dengan baik.

Aspek perlindungan hukum hadir dan berkembang dengan tujuan untuk memastikan kepentingan masyarakat dapat terpenuhi. Hal ini merupakan perwujudan dari teori hukum pembangunan yang pada intinya diharapkan dapat memenuhi kepentingan masyarakat. Teori ini hendak menciptakan tujuan hukum keadilan, kepastian hukum dan ketertiban agar terpenuhinya segala kepentingan dan kebutuhan masyarakat. Perlindungan hukum yang dijalankan dengan kurang baik mengakibatkan masyarakat dapat menerima perilaku sewenang-wenang oleh pihak-pihak tertentu sehingga tujuan hukum serta kepentingan masyarakat tidak dapat terpenuhi.

Tindakan Hukum yang Diambil oleh BPJS Kesehatan dan Dinas Tenaga Kerja bagi Perusahaan yang Tidak Mendaftarkan Pekerja pada Program BPJS Kesehatan Jaminan sosial merupakan salah satu hak pekerja yang diperoleh atas ketentuan peraturan perundang-undangan. Pelaksanaan jaminan sosial harus dipenuhi kepada setiap pekerja sesuai dengan yang telah diatur. Hukum merupakan suatu hal yang harus digerakkan. Sesuatu yang menggerakkan hukum disebut dengan peristiwa hukum.

Perwujudan dari setiap peristiwa hukum akan mencapai tindakan hukum. Oleh karena

181 Hasil Wawancara dengan Bang Anwar, Bang Darius, dan Bang Deden selaku Perwakilan dari Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) dan JamkesWatch pada Jumat, 3 Juni 2022, pukul 10.00 WIB.

(12)

itu, pelaksanaan jaminan sosial diharapkan dapat memberikan perlindungan bagi pekerja sebagaimana seharusnya dapat diberikan. Dalam kronologi kasus, diketahui bahwa perusahaan media melakukan pelanggaran berupa tidak mengikutsertakan pekerja dalam program jaminan kesehatan serta ada yang diikutsertakan namun tidak dibayarkan iurannya. Peristiwa ini menunjukkan adanya ketidakpatuhan perusahaan pada kewajibannya untuk mengikutsertakan pekerjanya dalma program jaminan kesehatan.

Pada Pasal 99 UU Ketenagakerjaan diatur bahwa setiap pekerja/buruh dan keluarganya berhak untuk memperoleh jaminan sosial tenaga kerja. Ketidakpatuhan perusahaan dalam kewajibannya untuk mendaftarkan pekerja berakibat pada pekerja yang tidak dapat melakukan komplain dan klaim atas kebutuhannya terhadap pelayanan kesehatan. Penyelenggaraan jaminan kesehatan menggunakan prinsip kepesertaan bersifat wajib sesuai dengan yang diatur dalam Pasal 13 ayat (1) UU SJSN dan Pasal 15 ayat (1) UU BPJS bahwa Pemberi Kerja secara bertahap wajib mendaftarkan dirinya dan Pekerjanya sebagai Peserta kepada BPJS sesuai dengan program jaminan sosial yang diikuti.

Dalam hal mengurangi dan mencegah berkembangnya pelanggaran yang dilakukan perusahaan atas kepesertaan jaminan kesehatan maka dibutuhkan adanya tindakan penyelesaian. Tindakan hukum merupakan perbuatan yang dilakukan berkaitan dengan hukum yang ada dengan tujuan untuk mengatasi sesuatu. Tindakan hukum dilakukan oleh subjek hukum yang mana perbuatan telah diatur akibat hukumnya serta telah dikehendaki oleh pihak yang melakukan perbuatan.182 Mengenai hal ini, aspek tindakan hukum dapat dihubungkan dengan konsep teori keadilan dan kemanfaatan.

Keadilan diartikan sebagai hal yang tidak berat sebelah, tidak memihak, berpihak kepada sesuatu yang benar, sepatutnya, tidak sewenang-wenang. Keadilan merupakan semua hal yang berkenan dengan sikap dan tindakan dalam hubungan antar manusia. Keadilan memberikan tuntutan agar seseorang dapat memperlakukan sesama sesuai dengan hak dan kewajibannya.183

Tindakan hukum yang dapat diambil untuk mengatasi pelanggaran perusahaan yang tidak mendaftarkan pekerja dalam program jaminan kesehatan adalah dengan melakukan pengawasan dan pemeriksaan oleh instansi berwenang terhadap pemenuhan kewajiban dan pelaksanaan program jaminan kesehatan di perusahaan. Instansi yang memiliki kewenangan untuk menanganinya adalah BPJS Kesehatan dan Dinas Tenaga Kerja melalui Pengawas Ketenagakerjaan. Program jaminan kesehatan yang diselenggarakan harus diawasi dan diperiksa dengan benar. Tindakan hukum ini sesuai dengan ketentuan Pasal 15 UU BPJS yang mengatur bahwa pemberi kerja wajib mendaftarkan dirinya dan pekerjanya dalam program jaminan sosial.

Pengawasan dan pemeriksaan bagi perusahaan bertujuan untuk memastikan terlaksananya norma ketenagakerjaan dalam perusahaan. Berdasarkan aturan, pengawas ketenagakerjaan bertugas melakukan pengawasan dan pemeriksaan bagi perusahaan setiap bulan. Melalui tindakan ini akan ditemukan beberapa temuan yang mana dapat berupa pelanggaran perusahaan atas norma ketenagakerjaan. Tidak didaftarkannya pekerja dalam program jaminan sosial menjadi salah satu temuan adanya pelanggaran

182 R. Soeroso, (2008), Pengantar Ilmu Hukum, Jakarta: Sinar Grafika, hlm. 295.

183 E. Fernando M. Manullang, (2007), Menggapai Hukum Berkeadilan, Jakarta: Buku Kompas, hlm. 57.

(13)

terhadap norma ketenagakerjaan.184 Mengaitkan dengan kasus perusahaan media, pengawas ketenagakerjaan seharusnya dapat melakukan tindakan hukum pengawasan dan pemeriksaan pada perusahaan media dan memperoleh temuan adanya ketidakpatuhan perusahaan pada norma ketenagakerjaan yang berkaitan dengan kepesertaan program jaminan kesehatan. Dengan demikian, pengawas dapat memberikan peringatan melalui nota pemeriksaan. Selanjutnya apabila nota pemeriksaan tidak dijalankan maka pengawas dapat melaporkan hal tersebut pada pimpinan agar diambil tindakan hukum lain sesuai perundang-undangan yang berlaku.

BPJS Kesehatan sebagai lembaga penyelenggara jaminan kesehatan bertugas untuk melakukan pengawasan dan pemeriksaan bagi perusahaan untuk memastikan kepatuhan perusahaan terhadap pemenuhan kewajiban kepesertaan pekerja dalam program jaminan kesehatan.185 Dari hasil pemeriksaan maka petugas pemeriksa dapat memeproleh temuan atas pelanggaran perusahaan. Dalam hal ini, BPJS Kesehatan tidak dapat langsung mengenakan sanksi pada perusahaan melainkan harus mengusulkan pengenaan sanksi administratif terlebih dahulu.186 Kemudian, BPJS Kesehatan dapat melaporkan pelanggaran perusahaan pada instansi yang bertanggung jawab di bidang ketenagakerjaan. BPJS Kesehatan bertugas melakukan monitoring permohonan pengenaan sanksi yang diajukan. Mengacu pada kasus pelanggaran perusahaan media maka ketika perusahaan tidak mendaftarkan pekerja dalam program jaminan kesehatan, BPJS Kesehatan tidak dapat langsung mengenakan sanksi administratif pada perusahaan.

Ketidakpatuhan perusahaan untuk memenuhi kewajibannya dapat dikenakan sanksi. Sanksi hukum ialah hukuman yang diperoleh subjek hukum yang melakukan pelanggaran terhadap ketentuan hukum. Sanksi hukum adalah wujud akibat hukum berupa hukuman yang diperoleh subjek hukum yang melakukan pelanggaran terhadap ketentuan hukum. Pemberlakuan sanksi harus sesuai dengan aturan dan proses yang ada.187 Ketidakpatuhan perusahaan untuk mendaftarkan pekerja dalam program BPJS Kesehatan melanggar ketentuan Pasal 15 UU BPJS mengenai kewajiban Pemberi Kerja mengikutsertakan pekerjanya. Berdasarkan hal ini, maka Pasal 17 UU BPJS mengatur adanya sanksi administratif bagi perusahaan. Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2011 tentang Badan Penyelenggara Jaminan Sosial dalam Pasal 17 ayat (2) menyebutkan bahwa beberapa sanksi administratif yang dapat dikenakan adalah:

a. Teguran tertulis, yang dilakukan oleh Badan Penyelenggara Jaminan Sosial;

b. Denda, yang dilakukan oleh Badan Penyelenggara Jaminan Sosial;

c. Tidak mendapat pelayanan publik tertentu, yang diberikan oleh Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah provinsi atau kabupaten/kota atas usul BPJS.

Ketentuan sanksi dalam UU BPJS memiliki penjelasan pelaksanaannya yang diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 86 Tahun 2013 tentang Tata Cara Pengenaan Sanksi

184 Pasal 30 – Pasal 33 Peraturan Menteri Ketenagakerjaan Republik Indonesia Nomor 33 Tahun 2016 tentang Tata Cara Pengawasan Ketenagakerjaan.

185 Pasal 2 Peraturan Badan Penyelenggara Jaminan Sosial Nomor 3 Tahun 2019.

186 Pasal 5 – Pasal 13 Peraturan Badan Penyelenggara Jaminan Sosial Kesehatan Nomor 3 Tahun 2019 tentang Tata Cara dan Mekanisme Kerja Pengawasan dan Pemeriksaan atas Kepatuhan Pemberi Kerja selain Penyelenggara Negara dan Setiap Orang, selain Pemberi Kerja, Pekerja, dan Penerima Bantuan Iuran dalam Penyelenggaraan Program Jaminan Kesehatan.

187 Wicipto Setiadi, (2009), “SANKSI ADMINISTRATIF SEBAGAI SALAH SATU INSTRUMEN PENEGAKAN HUKUM DALAM PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN”, Jurnal Legislasi Indonesia, Vol. 6, No. 4, hlm. 605.

(14)

Administratif kepada Pemberi Kerja Selain Penyelenggara Negara dan Setiap Orang, Selain Pemberi Kerja, Pekerja, dan Penerima Bantuan Iuran dalam Penyelenggaraan Jaminan Sosial. Pada Pasal 6 sampai Pasal 9 dengan rinci diatur mengenai tata cara dan batas waktu pengenaan sanksi yakni:

a. Apabila perusahaan melakukan pelanggaran atas ketentuan peraturan mengenai jaminan sosial maka langkah pertama adalah pengenaan sanksi teguran tertulis. Teguran tertulis diberlakukan paling banyak 2 (dua) kali dengan masing-masing jangka waktu paling lama 10 (sepuluh) hari kerja.

Teguran tertulis pertama untuk jangka waktu 10 hari. Jika teguran tertulis pertama tidak dilaksanakan maka BPJS mengenakan sanksi teguran tertulis kedua untuk jangka waktu 10 hari.

b. Apabila kedua teguran tertulis tidak menghasilkan apa-apa dan perusahaan tidak kunjung mendaftarkan pekerjanya dalam kepesertaan BPJS Kesehatan maka akan diberikan sanksi denda, yang mana akan berlaku dalam jangka waktu paling lama 30 (tiga puluh) hari sejak berakhirnya pengenaan sanksi teguran tertulis kedua. Denda dikenakan dengan ketentuan 0,1% setiap bulan dari iuran yang harus dibayar dihitung sejak teguran tertulis kedua berakhir.

c. Terhadap sanksi denda, apabila denda tidak disetor lunas sesuai yang seharusnya maka Pemberi Kerja dikenakan sanksi tidak mendapat pelayanan publik tertentu yang dilakukan oleh Pemerintah, pemerintah daerah provinsi, pemerintah daerah kabupaten/kota atas permintaan BPJS. Sanksi meliputi:

1. Perizinan terkait usaha;

2. Izin yang diperlukan dalam mengikuti tender besar;

3. Izin mempekerjakan tenaga kerja asing;

4. Izin perusahaan penyedia jasa pekerja/buruh; atau 5. Izin Mendirikan Bangunan (IMB)

BPJS Kesehatan akan mengajukan permohonan pada Dinas Tenaga Kerja agar ketika perusahaan mengajukan perizinan maka harus didahulukan untuk mendaftarkan pekerja dalam program jaminan kesehatan ataupun membayar tunggakan iuran baru kemudian dapat mengurus perizinan.188 Oleh karena itu, sanksi tidak mendapat pelayanan publik tertentu dicabut apabila:

a. Denda telah disetor secara lunas pada BPJS dan pemberi kerja telah mendaftarkan dirinya dan pekerjanya sebagai peserta BPJS secara bertahap sesuai dengan program jaminan sosial yang diikuti;

b. Telah memberikan data dirinya, pekerja dan anggota keluarganya pada BPJS secara lengkap dan benar bagi pemberi kerja.

Pada faktanya, sanksi administratif yang disebutkan dalam undang-undang seringkali tidak ditegakkan dengan benar. BPJS Kesehatan menyatakan bahwa perusahaan cenderung ‘menggampangkan’ pemberian sanksi teguran tertulis dan denda.

Apabila perusahaan tidak melaksanakan sanksi teguran tertulis dan denda maka seharusnya BPJS Kesehatan dapat dengan cepat berkoordinasi dengan instansi ketenagakerjaan di bidang pemerintahan agar dapat mengurusi hal-hal berkaitan dengan izin bagi perusahaan yang bersangkutan. BPJS Kesehatan berwenang untuk

188 Nurfatimah Mani, (2019), “Perlindungan Hukum bagi Pekerja di Perusahaan yang Tidak Membayar Iuran BPJS Ketenagakerjaan”, Jurnal Media Iuris, Vol. 2, No. 3, hlm. 381-383.

(15)

melaksanakan ketentuan hukum dengan tujuan agar keberlangsungan penyelenggaraan jaminan kesehatan menjadi lebih baik.

Mengaitkan dengan kasus perusahaan media, dapat diketahui bahwa pelanggaran berasal dari perselisihan hak antara pekerja dan perusahaan. Upaya lain yang dapat dilakukan untuk mengetahui pelanggaran adalah adanya pengaduan. Masalah perselisihan hak dapat diselesaikan dengan upaya perundingan bipartit dengan musyawarah mencapai mufakat.189 Dilihat dari kronologi kasus bahwa perusahaan juga melakukan pelanggaran dengan tidak membayar iuran dari beberapa pekerja yang telah didaftarkan dalam jaminan kesehatan. Berdasarkan Pasal 48 UU BPJS diatur bahwa bagi peserta dapat melakukan pengaduan pada BPJS Kesehatan apabila mengalami hal yang merugikan. Apabila di unit pengendali mutu pelayanan dan penanganan pengaduan tidak terselesaikan maka dapat dilakukan tindakan hukum mediasi. Proses mediasi dilakukan paling lama 30 hari kerja sejak penandatanganan kesepakatan. Apabila mediasi juga tidak berhasil maka dapat ditempuh langkah lain yakni pengajuan pada pengadilan negeri.190

Lemahnya implementasi peraturan jaminan sosial menyebabkan kurang berkembangnya praktik penyelenggaraan jaminan sosial. Ini berakibat pada kurangnya kepesertaan program BPJS Kesehatan di Indonesia. Maka pada awal tahun 2022 Presiden Joko Widodo menerbitkan Instruksi Presiden Nomor 1 Tahun 2022 tentang Optimalisasi Pelaksanaan Program Jaminan Kesehatan Nasional yang bertujuan untuk meningkatkan kepesertaan penduduk Indonesia dalam program BPJS Kesehatan. Melalui regulasi baru ini diharapkan pelaksanaan program jaminan kesehatan dapat berjalan optimal agar meningkatkan kepesertaan dan akses pelayanan kesehatan yang berkualitas. Regulasi ini menjadikan seluruh pihak yang terlibat memiliki pemahaman yang sama untuk melihat bahwa jaminan sosial yang terselenggara dengan baik adalah kepentingan negara.

Dalam penyelesaian perselisihan antara perusahaan dan pekerja diketahui terdapat tindakan hukum yang dapat diambil oleh BPJS Kesehatan dan Dinas Tenaga Kerja yaitu dengan melakukan pengawasan, pemeriksaan, pengenaan sanksi administratif, upaya dilakukan mediasi hingga mengajukan laporan ke pengadilan negeri.

Dalam kasus perusahaan media, sesuai perundang-undangan maka pekerja media telah melakukan upaya pengaduan pada instansi berwenang. Terhadap aduan diambil tindakan hukum advokasi untuk merundingkan permasalahan antara pekerja dan perusahaan. Hasil dari tindakan advokasi adalah adanya kesepakatan untuk perusahaan memenuhi kewajiban mendaftarkan pekerja dan membayar iuran bagi program jaminan kesehatan. Upaya pengawasan, pemeriksaan, pengenaan sanksi administratif berkaitan dengan teori kemanfaatan. Utilitarianisme memberikan pandangan bahwa tujuan hukum ialah memberikan kemanfaatan kepada banyak orang. Kemanfaatan berarti kebahagiaan sehingga baik buruknya hukum tergantung pada apakah hukum memberikan kebahagiaan kepada manusia atau tidak. Teori kemanfaatan hendak menjamin kebahagiaan bagi manusia dalam jumlah sebanyak-banyaknya.191 Dalam hal ini diharapkan setiap aturan hukum dan penegakannya dapat memberikan kebahagiaan dan kemanfaatan bagi setiap orang agar hukum dapat terlaksana sesuai dengan yang dicita- citakan.

189 Lalu Husni, (2016), Pengantar Hukum Ketenagakerjaan, Jakarta: PT. RajaGrafindo Persada, hlm. 124- 125.

190 Pasal 48 – Pasal 50 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 24 Tahun 2011 tentang Badan Penyelenggara Jaminan Sosial.

191 Bodenheimer, Satjipto Rahardjo, (2006), Ilmu Hukum, Bandung: PT. Citra Aditya Bakti, hlm. 277.

(16)

KESIMPULAN DAN SARAN

Peraturan perundang-undangan yang diterbitkan pemerintah mengenai jaminan sosial seperti Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan dan Undang- Undang Nomor 24 Tahun 2011 tentang Badan Penyelenggara Jaminan Sosial merupakan bentuk perlindungan hukum bagi pekerja yang mengatur kewajiban perusahaan mendaftarkan pekerjanya dalam program jaminan sosial. Pekerja yang mengalami sakit dan tidak didaftarkan dalam program jaminan kesehatan hanya dapat menerima perlindungan dari perusahaan. Hal ini dikarenakan bagi perusahaan yang tidak mendaftarkan pekerja menjadi peserta program jaminan kesehatan tidak dapat berbagi risiko dengan penyelenggara jaminan sosial dan tanggung jawab pemenuhan hak pekerja kembali sepenuhnya pada perusahaan.Tidak mendaftarkan pekerja dalam program jaminan kesehatan merupakan perbuatan yang tidak sesuai dengan aturan hukum sehingga menimbulkan adanya perselisihan hak antara pekerja dan perusahaan.

Terhadap ketidakpatuhan yang dilakukan perusahaan maka baik BPJS Kesehatan maupun Dinas Tenaga Kerja dapat melakukan tindakan hukum bagi perusahaan yang berupa pengawasan, pemeriksaan dan pengenaan sanksi administratif.

Selanjutnya, perlunya meningkatkan kesadaran dan mengedukasi perusahaan bahwa perusahaan memiliki kewajiban untuk melindungi pekerjanya, salah satunya dengan mengikutsertakan pekerja dalam program jaminan kesehatan. Hal ini juga dapat mengingatkan perusahaan bahwa apabila tidak mendaftarkan pekerja dalam program jainan kesehatan dapat menjadikan perusahaan bertanggung jawab sepenuhnya pada pekerja dan menanggung risiko yang besar. Perlunya diterbitkan peraturan perundang- undangan yang dapat memperkuat kewenangan BPJS Kesehatan untuk menegakkan sanksi administratif terhadap pelanggaran perusahaan.

DAFTAR PUSTAKA

Adrian Sutedi, (2009), Hukum Perburuhan, Jakarta: Sinar Grafika.

Andika Wijaya, (2018), Hukum Jaminan Sosial Indonesia, Jakarta: Sinar Grafika.

Asri Wijayanti, (2017), Hukum Ketenagakerjaan Pasca Reformasi, Jakarta: Sinar Grafika.

Bodenheimer, Satjipto Rahardjo, (2006), Ilmu Hukum, Bandung: PT. Citra Aditya Bakti.

C.S.T. Kansil, (2013), Pokok-Pokok Pengetahuan Hukum Dagang Indonesia, Edisi Ke-2, Jakarta: Sinar Grafika.

Dinas Tenaga Kerja, Transmigrasi dan Energi Provinsi DKI Jakarta, “Laporan Pengakhiran Tugas Kepala Bidang Pengawasan Ketenagakerjaan”, Periode 2018-2022.

E. Fernando M. Manullang, (2007), Menggapai Hukum Berkeadilan, Jakarta: Buku Kompas.

H.Zaeni Asyhadie dan Arief Rahman, (2013), Pengantar Ilmu Hukum, Jakarta: Raja Grafindo Persada.

Hasil Wawancara dengan Bang Anwar, Bang Darius, dan Bang Deden selaku Perwakilan dari Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) dan JamkesWatch pada Jumat, 3 Juni 2022, pukul 10.00 WIB.

Hotma Pardomuan Sibuea, Heryberthus Sukartono, (2009), Metode Penelitian Hukum, Jakarta: Krakatauw Book.

Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI).

Katadata, (2019), “Tak Patuh Ikut BPJS Kesehatan, 50 Ribu Perusahaan Terancam Sanksi”,

(17)

https://katadata.co.id/ameidyonasution/berita/5e9a5032a38e2/tak-patuh-ikut- bpjs-kesehatan-50-ribu-perusahaan-terancam-sanksi, diakses pada 10 April 2022.

Kontan.co.id, (2022), “Jumlah Peserta BPJS Kesehatan Diproyeksikan Capai 245 Juta Tahun Ini”, https://newssetup.kontan.co.id/news/jumlah-peserta-bpjs- kesehatan-diproyeksikan-capai-245-juta-tahun-ini, diakses pada 11 April 2022.

Lalu Husni, (2016), Pengantar Hukum Ketenagakerjaan, Jakarta: PT. RajaGrafindo Persada.

Mochtar Kusumaatmadja, (1986), Pembinaan Hukum Dalam Rangka Pembangunan Nasional, Bandung: Bina Cipta.

Mochtar Kusumaatmadja, Fungsi dan Perkembangan Hukum dalam Pembangunan Nasional, Bandung: Bina Cipta.

Nurfatimah Mani, (2019), “Perlindungan Hukum bagi Pekerja di Perusahaan yang Tidak Membayar Iuran BPJS Ketenagakerjaan”, Jurnal Media Iuris, Vol. 2, No. 3.

Peraturan Badan Penyelenggara Jaminan Sosial Kesehatan Nomor 3 Tahun 2019 tentang Tata Cara dan Mekanisme Kerja Pengawasan dan Pemeriksaan atas Kepatuhan Pemberi Kerja selain Penyelenggara Negara dan Setiap Orang, selain Pemberi Kerja, Pekerja, dan Penerima Bantuan Iuran dalam Penyelenggaraan Program Jaminan Kesehatan.

Peraturan Menteri Ketenagakerjaan Republik Indonesia Nomor 33 Tahun 2016 tentang Tata Cara Pengawasan Ketenagakerjaan.

Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 64 Tahun 2020 tentang Perubahan Kedua Atas Peraturan Presiden Nomor 82 Tahun 2018 tentang Jaminan Kesehatan.

PikiranRakyat, (2018), “Perusahaan Media Tak Boleh Abai pada Jaminan Sosial”, https://www.pikiran-rakyat.com/nasional/pr-01296575/index.html, diakses pada 29 Juni 2022.

R. Soeroso, (2008), Pengantar Ilmu Hukum, Jakarta: Sinar Grafika.

Satjipto Rahardjo, (2000), Ilmu Hukum, Bandung: PT. Citra Aditya Bakti.

Soedjono Dirjosisworo, (2001), Pengantar Ilmu Hukum, Jakarta: PT. RajaGrafindo Persada.

Soerjono Soekanto, (1984), Pengantar Penelitian Hukum, Cetakan 3, Jakarta: Universitas Indonesia-UI Press.

Soerjono Soekanto, Sri Mamudji, (2015) Penelitian Hukum Normatif, Jakarta: PT RajaGrafindo Persada.

Solechan, (2019), “Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan Sebagai Pelayanan Publik, Administrative Law & Governance Journal, Volume 2, Issue 4.

Sulastomo, (2008), Sistem Jaminan Sosial Nasional Sebuah Introduksi, Jakarta: Rajawali Press.

Tempo.co, (2019), “BPJS Kesehatan Akui 2.348 Perusahaan Memanipulasi Data Karyawan”, https://bisnis.tempo.co/read/1243145/bpjs-kesehatan-akui-2-348- perusahaan-memanipulasi-data-karyawan, diakses pada 9 April 2022.

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan.

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 24 Tahun 2011 tentang Badan Penyelenggara Jaminan Sosial.

Wicipto Setiadi, (2009), “SANKSI ADMINISTRATIF SEBAGAI SALAH SATU INSTRUMEN PENEGAKAN HUKUM DALAM PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN”, Jurnal Legislasi Indonesia, Vol. 6, No. 4.

Referensi

Dokumen terkait

(1) how lexical density progresses among and within the selected English textbooks, (2) how lexical variation progresses among and within the selected English

The alloc class method dynamically allocates memory, sets the isa variable to a pointer to the class's class object, sets all other variables to 0, and then returns the new

Atas Rahmat-Nya, saya berhasil menyusun skripsi dengan judul “ Analisis Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Loyalitas Kerja Karyawan PT Libratama Group Semarang” untuk

Dari penelitian lapangan, pemuda yang tergabung dalam jamaah Mafia Sholawat ini memiliki karakter solidaritas sosial mekanik berupa; historisitas yang sama, homogenitas

Agile manufacture merupakan metode yang diterapkan dalam perusahaan yang berdasarkan kapabilitas dan sumber keunggulan kompetitif perusahaan untuk merespon

Begitu juga dengan sifat-sifat yang telah disepakati atau kesesuaian produk untuk aplikasi tertentu tidak dapat disimpulkan dari data yang ada dalam Lembaran Data Keselamatan

Dapat disimpulkan bahwa hipotesis dalam penelitian ini ditolak atau tidak terbukti, yang artinya tidak ada hubungan yang signifikan antara persepsi terhadap kualitas

Rumput laut yang telah direndam pada pupuk organik dan telah diaklimatiasi di tambak kemudian dilakukan perbanyakan pada waring berukuran 3x3x1 m yang ditancapkan