PENGELOLAAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN
BELANJA DESA(APBDesa) PADA NAGARI TANJUNG BONAI KECAMATAN LINTAU BUO UTARA TAHUN 2018
SKRIPSI
Ditulis Sebagai Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Ekonomi Pada Jurusan Ekonomi syariah Fakultas Ekonomi dan Bisnis Islam
Oleh:
MUHAMMAD RISKI NIM.15301210069
JURUSAN EKONOMI SYARIAH FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS ISLAM
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN) BATUSANGKAR
1441 H/2020 M
ii
iii
iv
v ABSTRAK
Nama MUHAMMAD RISKI, NIM. 15301210069, Judul Skripsi “Analisis Akuntabilitas Terhadap Pengelolaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa (APBDesa) pada Nagari Tanjung Bonai Kecamatan Lintau Buo Utara Kabupaten Tanah Datar”. Jurusan Ekonomi Syariah, Fakultas Ekonomi dan Bisnis Islam, Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Batusangkar.
Permasalahan dalam Skripsi ini adalah keterlambatan dalam penyusunan APBDesa di Nagari Tanjung Bonai yang mengakibatkan dana yang turun kerekening nagari juga ikut terlambat, sehingga mengakibatkan kurangnya kesiapan dalam pengelolaan program-program nagari dan pengumpulan laporan penyerapan realisasi anggaran yang menjadi tidak tepat waktu.
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui dan menganalisis pengelolaan anggaran pendapatan dan belanja desa pada Nagari Tanjung Bonai Kecamatan Lintau Buo Utara.
Jenis Penelitian ini adalah Field Research atau penelitian lapangan. Metode dalam penelitian ini adalah kualitatif dengan menggunakan pendekatan deskriptif.
Teknik pengumpulan data dalam penelitian ini adalah menggunakan wawancara dan pengumpulan dokumen-dokumen.
Hasil penelitian menunjukan bahwa pemerintah Nagari Tanjung Bonai Kecamatan Lintau Buo Utara Kabupaten Tanah Datar secara umum telah menerapkan prinsip-prinsip akuntabilitas pada pengelolaan APBDesa tahun 2018. Namun, masih ada beberapa indikator dari kriteria akuntabilitas yang belum diterapkan oleh pemerintah Nagari Tanjung Bonai.
Kata Kunci:Akuntabilitas, Pengelolaan APBDesa
vi KATA PENGANTAR
Segala puji dan syukur penulis ucapkan kehadiran Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan karunianya kepada kita semua, serta memberikan taufiq dan hidayahnya kepada penulis dalam penyusunan skripsi ini. Kemudian salawat dan salam untuk arwah junjungan alam, yaitu Nabi Muhammad SAW, selaku pembawa risalah kebenaran, yang telah membawa umat manusia dari alam kegelapan ke alam terang benderang seperti yang kita rasakan pada saat ini.
Penulisan skripsi ini sebagai salah satu wujud pelaksanaan Tri Dharma perguruan tinggi, setelah dilakukan penelitian sesuai dengan bidang ilmu masing- masing dan wajib dilaksanakan oleh mahasiswa dalam rangka menyelesaikan studi Strata 1 (S1) di Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Batusangkar.
Dalam penyelesaian skripsi ini, penulis menemukan banyak kesulitan. Hal ini disebabkan keterbatasan yang ada pada diri penulis. Namun berkat rahmat dan hidayah yang diberikan oleh Allah SWT serta bantuan dari berbagai pihak akhirnya penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan judul “ Analisis Akuntabilitas Terhadap Pengelolaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa (APBDesa) pada Nagari Tanjung Bonai Kecamatan Lintau Buo Utara “. Oleh karena itu, pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada kedua orang tua, Ayahanda Arinal, Ibunda Fitrawati dan saudara saya Rizka Fitra Ningsih dan Selviana Putri yang tiada henti memberikan untaian doa terbaik dengan ketulusan hati demi keberhasilan dan kesuksesan penulis, serta memberikan bantuan baik spiritual maupun materi sehingga penulis mampu menyelesaikan skripsi ini, selanjutnya penulis juga mengucapkan terima kasih kepada :
vii
1. Rektor IAIN Batusangkar Bapak Dr. H. Kasmuri, MA yang telah memberikan kesempatan kepada penulis untuk menyelesaikan pendidikan.
2. Dekan Falkutas Ekonomi dan Bisnis Islam Bapak Dr. Ulya Atsani, SH, M.Hum yang telah memberikan izin kepada penulis untuk melaksanakan penelitian.
3. Ketuan Jurusan Ekonomi Syariah Bapak Gampito, SE., M.Si beserta staf-staf yang telah banyak memberikan dorongan dan layanan fasilitas dalam proses perkuliahan selama penulis mengikuti pendidikan serta dalam penyelesaian penulisan skripsi.
4. Ibu Sri Adella Fitri, SE., M.Si selaku Pembimbing Akademik sekaligus Pembimbing Skripsi yang telah meluangkan waktu untuk bimbingan dan mengarahkan penulis sehingga selesainya skripsi ini.
5. Dosen penguji skripsi Bapak Dr. H. Syukri Iska, M,Ag dan Ibu Rahmi Pamel, SE, Sy., MM yang telah memberikan masukan-masukan dan saran-saran terbaik sehingga penulis bisa mengetahui kesalahan dan dapat memperbaiki kesalahan yang ada dalam skripsi penulis ini.
6. Kepada Kantor Wali Nagari Tanjung Bonai Kecamatan Lintau Buo Utara Kabupaten Tanah Datar Bapak Luthfi S,Pd yang mengizinkan penulis melakukan penelitian.
7. Teman-teman angkatan 2015 terkhusus untuk AKSYA B 15 Yang tidak bisa disebutkan satu persatu, Selanjutnya kepada teman-teman Kos (Rahmat Putra Mulia, Miftahul Rizki dan Dedek Andika Putra) yang sama-sama berjuang dengan penulis demi menyelesaikan sebuah karya kecil berbentuk skripsi.
8. serta semua pihak yang telah membantu dalam proses perkuliahan yang tidak bisa penulis sebutkan satu persatu.
Do’a dan harapan semoga Allah membalas segenap kerendahan hati dengan pahala yang berlipat ganda. Aamiin Allahumma Aamiin.
Dengan keterbatasan ilmu dan pengalaman, Penulis mohon maaf jika dalam skripsi ini terdapat khilaf dan kekeliruan, baik secara teknis maupun
viii
isinya. Kritik dan saran sangat penulis harapkan demi kesempurnaan skripsi ini.
Batusangkar, 20 Januari 2020 Penulis
Muhammad Riski NIM.1530 1210 069
ix DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL
HALAMAN PERNYATAAN KEASLIAN………..ii
HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING………..iii
HALAMAN PENGESAHAN PENGUJI……….iv
ABSTRAK ...v
KATA PENGANTAR ...vi
DAFTAR ISI ...ix
DAFTAR TABEL...xi
BAB I PENDAHULUAN ...1
A. Latar Belakang ...1
B. Fokus Penelitian ...5
C. Rumusan Masalah ...6
D. Tujuan Penelitian ...6
E. Manfaat Penelitian ...6
F. Definisi Operasional………....…...7
BAB II KAJIAN PUSTAKA ...8
A. Landasan Teori ...8
1. Akuntansi Sektor Publik ...8
2. Akuntabilitas ...10
3. Desa ...17
4. Struktur Organisasi Desa...23
5. Dana Desa ...25
6. Alokasi Dana Desa ...26
7. Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa...26
8. Pengelolaan Keuangan Desa ...32
9. Kekuasaan Pengelolaan Keuangan Desa ...37
B. Penelitian Relevan ...39
x
BAB III METODE PENELITIAN ...42
A. Jenis Penelitian ...42
B. Latar danWaktu Penelitian ...42
C. Instrumen Penelitian...42
D. Sumber Data ...42
E. Teknik Pengumpulan Data ...43
F. Teknik Analisis Data ...43
G. Teknik Penjamin Keabsahan Data ...47
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ...48
A. Gambaran Umum Nagari Paninjauan ...48
B. Temuan Penelitian dan Pembahasan ...53
BAB V PENUTUP ...71
A. Kesimpulan ...71
B. Saran ...72 DAFTAR KEPUSTAKAAN
LAMPIRAN
xi DAFTAR TABEL
A. Tabel 3.1 Standar Akuntabilitas Pegelolaan Keuangan Desa ...52
B. Tabel 4.1 Luas Wilayah dan Penggunaan Lahan ...55
C. Tabel 4.2 Wilayah Pemerintahan Nagari Tanjung Bonai ...56
D. Tabel 4.3 Jumlah Penduduk Nagari Tanjung Bonai 2018 ...57
E. Tabel 4.4 Ringkasan Penelitian ...6
1 BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pembangunan daerah otonom merupakan suatu alternatif untuk mengatasi berbagai permasalahan di Indonesia yang dilihat dari segi luasnya wilayah serta luasnya cakupan dalam bidang pemerintahan dan pembangunan daerah, sehingga menyebabkan kinerja dari pemerintah pusat menjadi tidak efektif karena mengingat semakin bertambahnya jumlah penduduk. Otonomi daerah akan berdampak pada pemberian kewenangan kepada daerah otonom untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan berdasarkan kepentingan dari masyarakat di daerah tersebut.
Salah satu daerah di Indonesia yang diberi kekuasaan otonom adalah desa.
Desa merupakan tolak ukur organisasi pemerintahan dalam mencapai keberhasilan pemerintahan pusat, karena desa dianggap mempunyai peran terhadap masyarakat dalam program- program kegiatan yang dilaksanakan oleh pemerintah pusat melalui pemerintah daerah. Sehingga dengan demikian secara langsung program tersebut dapat lebih cepat tersampaikan. (Istiqomah, 2013, hal. 1)
Pemberdayaan warga desa bukan semata-mata untuk menjalankan otonomi desa, karena otonomi desa bukan hanya menjalankan asas desentralisasi.
Otonomi desa juga mencakup pembangunan desa dan upaya peningkatan kualitas hidup dan kehidupan untuk sebesar-besarnya kesejahteraan masyarakat dengan meningkatkan pengetahuan, sikap, keterampilan, perilaku, kemampuan, kesadaran serta memamfaatkan sumber daya melalui penetapan kebijakan dan prioritas kebutuhan masyarakat desa. (Aminah, 2016, hal. 257)
Keuangan desa memiliki rangkaian yang harus dilaksanakan dan dipenuhi oleh setiap desa agar penyelenggaraan pemerintahan, pelaksanaan pembangunan
desa, pembinaan masyarakat desa dan pemberdayaan masyarakat desa dapat berjalan sesuai dengan rencana, sehingga visi desa dan masyarakat yang sejahtera dapat diwujudkan. Siklus pengelolaan keuangan desa tidak akan berjalan tanpa adanya tata pemerintahan desa yang baik. Oleh sebab itu, peran serta pihak-pihak diluar pemerintahan desa dan badan permusyawaratan desa seperti: tokoh desa, tokoh agama, perwakilan dari kaum perempuan, perwakilan dari kaum petani, perwakilan dari masyarakat miskin dan lainnya perlu dilibatkan dalam proses pengelolan, keuangan desa. ( Yuliansyah dan Rusmianto, 2015, hal 47).
Berdasarkan UU Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa, desa diberikan wewenangan untuk mengatur dan mengurus kewenangannya sesuai dengan kebutuhan dan prioritas desa. Salah satu kewenangan yang diberikan kepada desa yaitu dalam pengelolaan keuangan desa. Keuangan Desa menurut pasal 71 ayat (1) UU Nomor 6 Tahun 2014 dinyatakan bahwa keuangan desa adalah hak dan kewajiban desa yang dapat dinilai dengan uang serta segala sesuatu berupa uang dan barang yang menyangkut dengan pelaksanaan hak dan kewajiban desa.
Fenomena yang terjadi dalam perkembangan sektor publik di Indonesia saat ini adalah semakin meningkatnya tuntutan masyarakat untuk dilakukannya akuntabilitas. Salah satu pilar tegaknya perekonomian suatu negara yakni adanya akuntabilitas dari para pemangku kekuasaan. Istilah lain dari akuntabilitas tersebut adalah “amanah” yang berati dapat di percaya. Akuntabel atau amanah adalah mereka yang terpercaya dan bertanggung jawab dalam mengelola sumber daya publik yang di amanahkan kepadanya. ( Halim, 2013, hal. 32)
Dalam Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 113 Tahun 2014 tentang Keuangan Desa yang Bersumer dari APBN yaitu Keuangan Desa dikelola berdasarkan asas akuntabel, partisipatif serta dilakukan dengan tertib dan disiplin anggaran. Pengelolaan keuangan desa dikelola dalam masa 1 tahun anggaran, yakni mulai tanggal 1 Januari sampai dengan tanggal 31 Desember.
Nagari Tanjung Bonai adalah salah satu nagari yang berada di bawah Pemerintah Daerah Kabupaten Tanah Datar, yang memiliki 26 Jorong.
Banyaknya jumlah Jorong yang berada di Nagari Tanjung Bonai berpengaruh terhadap jumlah penerimaan anggaran pendapatan dari pemerintah yang bersumber dari APBN dan APBD. Rencana Kerja Pemerintah Desa (RKPDesa) dalam pengelolaan keuangan desa di Nagari Tanjung Bonai dimulai dari:
Perencanaan, yaitu penyusunan Rencana Kegiatan Pemerintah Desa (RKPDes) oleh aparatur nagari dan masyarakat melalui kegiatan Musyawarah Rencana Pembangunan (Musrenbang) untuk merumuskan pembangunan yang akan dilakukan dalam masa 1 tahun anggaran. Pelaksanaan, yaitu Wali Nagari membentuk Tim Pelaksana Kegiatan (TPK) atau dengan menunjuk salah seorang aparatur nagari untuk menjadi penanggung jawab pada setiap bidang pelaksanaan kegiatan. Dalam hal pelaksanaan ini, lingkungan masyarakatlah yang menjadi TPK utama. Penatausahaan, yaitu Tim Pelaksana Kegiatan (TPK) melaporkan laporan realisasi atas penggunaan dana ke Pelaksana Teknis Pengelolaan Keuangan Nagari (PTPKN) dalam hal ini adalah bendahara nagari, yaitu Wali Nagari menyampaian laporan realisasi pelaksanaan APBDesa kepada Bupati per caturwulan yang di serahkan melalui Badan Keuangan Daerah (BKD).
Pertanggungjawaban realisasi pelaksanaan APBDesa kepada Bupati melalui Camat setiap akhir tahun anggaran.
Pada tahun anggaran 2018, Nagari Tanjung Bonai menerima dana desa yang bersumber dari APBN sebesar Rp.998.730.000, dari Alokasi Dana Nagari (ADN) sebesar Rp. 2.353.834.600, dari Bantuan Keuangan APBD kabupaten ( bantuan bersifat khusus) sebesar Rp. 1.776.000.000. Dana desa yang bersumber dari APBN yang di terima pada tahap I sebesar 20% yaitu sejumlah Rp.
199.746.000, Tahap II sebesar 40% dengan jumlah Rp. 399.492.000, dan Tahap III sebesar 40% dengan jumlah Rp. 399.492.000 dari Rp. 998.730.000 jumlah keseluruhannya. Bantuan bersifat khusus yang bersumber dari bantuan keuangan
DPRD Kabupaten diterima dalam dua tahap yaitu pada Tahap I sebesar 60%
yakni Rp. 1.065.600.000 dan Tahap II sebesar 40% yakni Rp. 710.400.000 dari jumlah keseluruhan sebesar Rp. 1.776.000.000. Dan Alokasi Dana Nagari Sebesar Rp. 2.353.834.600. Besarnya anggaran pendapatan yang diterima Nagari Tanjung Bonai tersebut dipergunakan untuk Penyelenggaraan Pemerintahan Nagari, bidang Pembangunan, bidang Pemberdayaan Masyarakat, bidang Pembinaan Masyarakat, dan bidang Kegiatan Tak Terduga Lainnya.
Berdasarkan hasil wawancara penulis dengan ibuk Eli Murtati selaku bendahara umum di Nagari Tanjung Bonai pada tanggal 12 September 2019 bahwa: “ Nagari Tanjung Bonai sudah menggunakan Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa (APBDesa) yang diberikan pemerintah melalui APBN. Seperti Dana Desa yang dicairkan dalam tiga tahap sesuai dengan Peraturan Bupati Tanah Datar Nomor 14 Tahun 2018 tentang Tata Cara Pembagian Dana Nagari.
Tahap pertama sebesar 20% yang mampu dicairkan pada bulan Mei, tahap kedua sebesar 40% yang hanya mampu dicairkan pada bulan Juli, dan tahap ketiga sebesar 40% yang hanya mampu dicairkan pada bulan Oktober. Ditambah dengan dana DAK yang di cairkan dalam 2 (dua) tahap, yaitu tahap I pada bulan Juni dan tahap II pada bulan Oktober. Dan juga ditambah dengan dana ADN yang diterima setiap bulan dalam masa 1 tahun anggaran. Mengingat masih adanya beberapa kegitan pada tahun sebelumnya yang sedang berjalan, menjadi alasan atas terlambatnya penyusunan Anggaran Pendapatan dan Belanja Nagari (APBNag) tahun berikutnya yang pada saat itu baru selesai rampung pada bulan Februari 2018. Dengan keterlambatan penyusunan anggaran tersebut, maka menjadi alasan kemacetan pencairan dana ke rekening nagari.
(Sumber: Eli Murtati, Kamis pukul 10.00 WIB, tanggal 12 September 2019 di kantor Wali Nagari Tanjung Bonai)
Kemacetan pencairan dana ke rekening nagari juga berdampak terhadap pengelolaan dan kesiapan dalam pembuatan laporan pertanggungjawaban realisasi APBDesa. Hal ini dilihat dengan masih adanya kegiatan yang sudah
dianggarkan pada tahun 2018 tetapi belum dapat terealisasi, dan juga keterlambatan pengumpulan laporan realisasi akhir tahun yang seharusnya dilaporkan ke Bupati paling lambat pada tanggal 31 Januari tahun berikutnya tetapi hanya mampu dilaporkan pada tanggal 01 April tahun berikutnya.
Sedangkan menurut Permendagri Nomor 113 Tahun 2014 tentang Pengelolaan Keuangan Desa, akuntabilitas pengelolaan keuangan desa mampu menyajikan pemerintahan secara terbuka, cepat dan tepat.
Berdasarkan wawancara di atas, penyebab masih adanya kegiatan yang belum terealisasi di tahun 2018 dikarenakan penyusunan Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa (APBDesa) yang baru selesai rampung pada bulan Maret tahun berjalan. Dengan keterlambatan penyusunan anggaran tersebut, maka dana yang turun ke rekening nagari juga akan ikut terlambat, sehingga berdampak terhadap kurangnya kesiapan dalam menjalankan program-program nagari serta pengumpulan laporan penyerapan realisasi pelaksanaan anggaran yang menjadi tidak tepat waktu.
Sebagai dana yang bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) maka keuangan desa menuntut adanya pertanggungjawaban dalam penggunaannya, sebagaimana di atur dalam Permendagri Nomor 113 Tahun 2014 tentang Keuangan Desa. Sehinga dengan adanya pertanggungjawaban tersebut maka laporan penggunaan dana desa menuntut adanya akuntabilitas.
Berdasarkan uraian tersebut, penulis tertarik untuk membahas tentang Akuntabilitas Terhadap Pengelolaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa untuk menciptakan pemerintahan yang baik (good governance) serta merumuskan dalam bentuk sebuah proposal skripsi yang berjudul “Analisis Akuntabilitas Terhadap Pengelolaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa (APBDesa) pada Nagari Tanjung Bonai Kecamatan Lintau Buo Utara.
B. Fokus Penelitian
Berdasarkan latar belakang masalah yang telah penulis paparkan, maka penulis mengambil fokus penelitian tentang Akuntabilitas yang dilakukan oleh Pemerintah Nagari Tanjung Bonai dalam pengelolaan APBDesa pada Nagari Tanjung Bonai, Kecamatan Lintau Buo Utara tahun 2018.
C. Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian latar belakang masalah dan fokus penelitian, maka rumusan masalah pada penelitian ini yaitu bagaimana Akuntabilitas Pengelolaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa tahun 2018 pada Nagari Tanjung Bonai, Kecamatan Lintau Buo Utara ?
D. Tujuan Penelitian
Sesuai dengan rumusan masalah di atas, maka tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui dan menganalisis Akuntabilitas Pengelolaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa (APBDesa) tahun 2018 pada Nagari Tanjung Bonai Kecamatan Lintau Buo Utara.
E. Manfaat dan Luaran Penelitian
Adapun manfaat yang diharapkan dan akan diperoleh dari penelitian ini adalah:
1. Manfaat Penelitian a. Bagi Penulis
1) Penelitian ini bermanfaat bagi penulis sebagai salah satu syarat guna mencapai gelar Sarjana Ekonomi.
2) Meningkatkan pengetahuan penulis dalam Menganalisis Akuntabilitas Pengelolaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa (APBDesa) Pada Nagari Tanjung Bonai Kecematan Lintau Buo Utara Kabupaten Tanah Datar.
a. Bagi Kantor Wali Nagari
Sebagai bahan pertimbangan dan informasi bagi pemerintah Nagari Tanjung Bonai dalam penerapan Akuntabilitas Pengelolaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa (APBDesa) pada Nagari Tanjung Bonai.
b. Bagi Akademik
Sebagai tambahan referensi dan informasi bagi pembaca yang akan melakukan penelitian mengenai Akuntabilitas Pengelolaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa (APBDesa).
2. Luaran Penelitian
Target yang ingin peneliti capai dari penelitian ini adalah sebagai jurnal ilmiah tentang Akuntabilitas Pengelolaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa (APBDesa) Nagari Tanjung Bonai Tahun 2018.
G. Definisi Operasional
Supaya tidak terjadi kesalahpahaman dalam memahami judul proposal skripsi, maka penulis akan menjabarkan beberapa istilah yang digunakan dalam judul propasal skripsi ini, antara lain:
Analisis akuntabilitas adalah kewajiban untuk memberikan pertanggungjawaban, menyajikan dan menerangkan segala ativitas dan kinerja seorang pimpinan suatu unit organisasi kepada pihak yang memiliki hak kewenangan meminta pertanggungjawaban. Hal ini berkaitan dengan Akuntabilitas Pengelolaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa (APBDesa) yang ada di seluruh desa di Indonesia.
Keuangan desa adalah semua hak dan kewajiban desa yang dapat dinilai dengan uang serta segala sesuatu berupa uang dan barang yang berhubungan dengan pelaksanaan hak dan kewajiban desa. Disamping itu, Pengelolaan keuangan desa adalah keseluruhan kegiatan yang meliputi perencanaan, pelaksanaan, penatausahaan, pelaporan, dan pertanggungjawaban keuangan desa.
Dalam Peraturan Menteri Dalam Negeri (PERMENDAGRI) Nomor 113 Tahun
2014 disebutkan bahwa keuangan desa dikelola berdasarkan asas akuntabel, partisipasif serta dilakukan dengan tertib dan disiplin anggaran yang dikelola dalam masa 1 (satu) tahun anggaran.
Jadi dalam penelitian ini, penulis akan membahas tentang Analisis Akuntabilitas dalam Pengelolaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa (APBDesa) pada Nagari Tanjung Bonai.
9 BAB II KAJIAN TEORI A. Landasan Teori
1. Akuntansi Sektor Publik
Akuntansi sektor publik dapat didefinisikan sebagai aktivitas jasa yang terdiri dari mencatat, mengklasifikasikan, dan melaporkan kejadian atau transaksi ekonomi yang akhirnya akan menghasilkan suatu informasi keuangan yang akan dibutuhkan oleh pihak-pihak tertentu untuk pengambilan keputusan, yang diterapkan pada pengelolaan dana publik di lembaga-lembaga tinggi negara dan departemen-departemen dibawahnya.
(Sujarweni, 2015, hal 1)
Organisasi politik dan organisasi masa, Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM), universitas, dan organisasi nirlaba lainnya. Istilah “sektor pubik”
sendiri memiliki pengertian yang bermacam-macam, hal ini merupakan konsekuensi dari luas wilayah publik, sehingga setiap disiplin ilmu (ekonomi, politik, hukum dan sosial) memiliki cara pandang dan defininisi yang berbeda-beda. Dari sudut pandang ilmu ekonomi, sektor publik dapat dipahami sebagai suatu entitas yang aktivitasnya berhubungan dengan usaha untuk menghasilkan barang dan pelayanan publik dalam rangka memenuhi kebutuhan dan hak publik. (Mardiasmo, 2009, hal.2)
Akuntansi sektor publik terkait akan tiga hal pokok, yaitu penyediaan informasi, akuntabilitas, dan pengendalian manajemen. Akuntansi sektor publik merupakan alat informasi baik bagi pemerintah sebagai manajemen maupun alat informasi bagi publik. Bagi pemerintah digunakan sebagai proses pengendalian manajemen mulai dari perencanaan strategik, pembuatan program, penganggaran, evaluasi kinerja, dan pelaporan kinerja.
Sehubungan dengan itu fenomena yang terjadi dalam perkembangan sektor publik di Indonesia saat ini adalah semakin meningkatnya tuntutan masyarakat untuk dilakukannya akuntabilitas. Salah satu pilar tegaknya perekonomian suatu negara yaitu adanya akuntabilitas dari para pemangku kekuasaan. Istilah lain dari akuntabilitas tersebut adalah “amanah” yang berati dapat dipercaya. Akuntabel atau amanah adalah mereka yang terpercaya dan dapat bertanggungjawab dalam mengelola sumber daya publik yang di percayakan kepadanya. Setiap rupiah uang publik harus dipertanggungjawabkan kepada masyarakat yang telah memberikan uangnya untuk membiayai pembangunan dan berjalanya roda pemerintahan. (Halim, 2013, hal 32)
Pada tahap akhir peran akuntansi dibutuhkan dalam pembuatan laporan keuangan sektor publik berupa laporan surplus/defisit pada pemerintah, laporan laba/rugi dan aliran kas pada BUMN/BUMD, laporan pelaksanaan anggaran, laporan alokasi sumber dana, dan neraca.
(Mardiasmo, 2009, hal, 14-15)
Peran akuntansi manajemen sektor publik diantaranya adalah sebagai berikut: (Mardiasmo, 2009, hal. 37-38)
a. Perencanaan Strategik
Pada tahap perencanaan strategik, manajemen organisasi membuat alternatif-alternatif program yang dapat mendukung strategi organisasi.
Peran akuntansi manajemen adalah memberikan informasi untuk menentukan biaya program (cost of program) dan biaya suatu aktivitas (cost of activity), sehingga berdasarkan informasi tersebut manajer dapat menentukan berapa anggaran yang dibutuhkan.
b. Pemberian Informasi Biaya
Akuntansi manajemen sektor publik membutuhkan akuntansi biaya untuk pengambilan keputusan biaya. Akuntansi biaya pada sektor publik berperan untuk memberikan informasi mengenai pengeluaran publik
yang dapat digu nakan oleh pihak internal (pemerintah) dan pihak eksternal (masyarakat, DPRD, LSM, dan sebagainya) untuk perencanaan dan pengambilan keputusan.
c. Penilaian Investasi
Akuntansi manajemen diperlukan dalam penilaian investasi karena untuk dapat menilai investasi diperlukan identifikasi biaya, risiko, dan manfaat atau keuntungan dari suatu investasi.
d. Penilaian Kinerja
Penilaian kinerja dilakukan untuk mengetahui tingkat efisiensi dan efektivitas organisasi dalam mencapai tujuan yang telah ditetapkan.
e. Penentuan Biaya Pelayanan dan Tarif Pelayanan
Akuntansi manajemen digunakan untuk menentukan biaya yang akan dikeluarkan untuk memberikan pelayanan tertentu dan berapa tarif yang akan dibebankan kepada pemakai jasa pelayanan publik.
f. Penganggaran
Akuntansi manajemen berperan untuk memfasilitasi terciptanya anggaran publik yang efektif. Terkait dengan tiga fungsi anggaran yaitu sebagai alat alokasi sumber daya publik, alat distribusi, dan stabilisasi sumber dana publik secara ekonomis.
2. Akuntabilitas
a. Pengertian Akuntabilitas
Akuntabilitas secara umum yaitu pertanggung jawaban, akuntabilitas merupakan salah satu prinsip untuk mewujudkan tata kelola pemerintahan yang baik, azas akuntabel yang menentukan bahwa setiap kegiatan dan hasil akhir kegiatan penyelenggaraan pemerintahan harus dapat di pertanggungjawabkan kepada masyarakat desa sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.(Mardiasmo, 2009, hal.22)
Menurut Peraturan Pemerintah Nomor 71 Tahun 2010 tentang Standar Akuntansi Pemerintah. Akuntabilitas adalah mempertanggunggjwabkan pengelolaan sumber daya serta pelaksanaan kebijakan yang dipercayakan kepada entitas pelaporan dalam mencapai tujuan yang telah ditetapkan secara periodik.
Akuntabilitas publik adalah kewajiban agen untuk mengelola sumber daya, melaporkan, dan mengungkapkan segala aktivitas dan kegiatan yang berkaitan dengan penggunaan sumber daya publik kepada pihak pemberi mandat. Dalam konteks organisasi pemerintah, akuntabilitas dapat dilihat sebagai salah satu elemen dalam konsep respontabilitas. Responbilitas merupakan kewajiban untuk menjelaskan kepada orang atau pihak lain yang memiliki kewenangan untuk meminta pertanggungjawaban dan memberikan penilaian.
Menurut Sulistiyani (2011:71), Dalam akuntabilitas terkandung kewajiban untuk menyajikan dan melaporkan segala kegiatan, terutama dalam bidang administrasi keuangan kepada pihak yang lebih tinggi. Media pertanggungjawaban akuntabilitas tidak terbatas pada laporan pertanggungjawaban, akan tetapi juga mencakup aspek-aspek kemudahan pemberi mandat untuk mendapatkan informasi, baik langsung maupun tidak langsung secara lisan maupun tulisan, sehingga akuntabilitas dapat tumbuh pada lingkungan yang mengutamakan keterbukaan sebagai landasan pertanggungjawaban.
Akuntabilitas publik adalah kewajiban pihak pemegang amanah(agent) untuk memberikan pertanggung jawaban, menyajikan, mealporkan, dan mengungkapkan segala aktivitas dan kegiatan yang menjadi tanggung jawab kepada pihak pemberi amanah (principal) yang memiliki hak dan kewenangan untuk meminta pertanggungjawaban tersebut. Akuntansi publik yang harus dilakukan oleh organisasi sektor publik terdiri atas lima dimensi akuntabilitas yang harus dipenuhi oleh lembaga-lembaga , yaitu: (Mahmudi, 2015:11):
1) Akuntanbilitas hukum dan akuntabilitas kejujuran
Akuntabilitas hukum dan kejujuran adalah akuntabilitas lembaga- lembaga publik untuk berperilaku jujur dalam bekerja menaati ketentuan hukum yang berlaku. Penggunaan dana publik harus secara bebas dan telah mendapat otorisasi. Akuntabilitas hukum berkaitan dengan kepatuhan terhadap hukum dan peraturan lain yang disyaratkan dalam menjalankan organisasi, sedangkan akuntabilitas kejujuran berkaitan dengan penghindaran penyalahgunaan jabatan (abuse of power), korupsi, dan koalisi. Akuntabilitas kejujuran menuntut adanya praktik organisasi yang sehat tidak terjadi malapraktik dan maladministrasi.
2) Akuntabilitas Program
Akuntabilitas program terkait dengan pertimbangan apakah tujuan yang ditetapkan dapat di capai atau tidak, dan apakah organisasi telah mepertimbangkan alternatif program yang memberikan hasil yang optimal dengan biaya yang minimal.
3) Akuntabilitas Kebijakan
Akuntabilitas kebijakan terkait dengan pertanggungjawaban lembaga publik atas kebijakan-kebijakan yang di ambil oleh lembaga publik hendaknya dapat dipertanggungjawabkan kebijakan yang telah ditetapkan dengan mempertimbangkan dampak di masa depan. Dalam membuat kebijakan harus dipertimbangkan apa tujuan kebijakan tersebut, mengapa kebijakan itu di ambil, siapa sasaranya, pemangku kepentingan (stackholder) mana yang akan terpengaruh dan memperoleh manfaat dan dampak negatif atas kebijakan tersebut.
4) Akuntabilitas Finansial
Akuntabilitas finansial adalah pertanggungjawaban lembaga-lembaga publik untuk menggunakan uang publik (public money) secara ekonomi, efisien, efektif, tidak ada pemborosan dan kebocoran dana serta korupsi.
5) Akuntabilitas Manajerial
Akuntanbilitas manajerial adalah pertanggungjawaban lembaga publik untuk melakukan pengelolaan organisasi secara efisien dan efektif.
Akuntabilitas manajerial dapat juga di artikan sebagai akuntabilitas kinerja (peformance accountability). efisiensi organisasi sektor publik adalah menjadi tanggung jawab lembaga yang bersangkutan dan tidak boleh dibedakan kepada klien atau costumer-nya.
Berdasarkan beberapa defenisi yang dikemukakan di atas maka dapat disimpulkan bahwa akuntabilitas yaitu perwujudan kewajiban untuk mempertangungjawabkan pengelolaan dan pengendalian sumber daya dan pelaksanaan kebijakan yang di percayakan dalam rangka pencapaian tujuan yang telah ditetapkan. Asas akuntabel yang menetukan bahwa setiap kegiatan dan hasil akhir kegiatan penyelenggaraan pemerintah desa harus dapat dipertangung jawabkan kepada masyarakat desa sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Menurut Kuncoro (2011:14) Tata pemerintahan yang baik dan bersih (good governance and clean government) adalah seluruh aspek yang terkait dengan kontrol dan pengawasan terhadap kekuasaan yang dimiliki oleh pemerintah dalam menjalankan fungsinya melalui institusi formal dan informal. Pengadaan, sebagai pelaksanaan dari kekuasaan penggunaan anggaran, harus menghasilkan barang/jasa yang dapat dipertanggungjawabkan kepada masyarakat dari segi administrasi, teknis, dan keuangan. Oleh karena itu, proses pengadaan dilaksanakan dengan prinsip sebagai berikut:
1) Efisien, berarti pengadaan harus diusahakan dengan menggunakan dana dan daya minimum untuk mencapai kualitas dan sasaran dalam waktu yang ditentukan atau menggunakan dana yang telah ditetapkan untuk mencapai hasil dan sasaran dengan kualitas yang maksimum.
2) Efektif, berarti pengadaan harus sesuai dengan kebutuhan dan sasaran yang telah ditetapkan serta memberikan manfaat yang seluas-luasnya.
3) Transparan, berarti semua ketentuan dan informasi mengenai pengadaan bersifat jelas dan dapat diketahui secara luas oleh penyedia barang/jasa yang berminat, serta oleh masyarakat pada umumnya.
4) Terbuka, berarti pengadaan dapat diikuti oleh semua penyedia barang/jasa yang memenuhi persyaratan/kriteria tertentu berdasarkan ketentuan dan prosedur yang jelas.
5) Bersaing, berarti pengadaan harus dilakukan melalui persaingan yang sehat diantara sebanyak mungkin penyedia barang/jasa yang setara dan memenuhi persyaratan sehingga dapat diperoleh barang/jasa yang ditawarkan secara kompetitif dan tidak ada intervensi yang mengganggu terciptanya mekanisme pasar dalam pengadaan.
6) Adil/tidak diskriminatif, berarti memberikan perlakuan yang sama bagi semua calon penyedia barang/jasa dan tidak mengarah untuk keuntungan pihak tertentu dengan tetap mengutamakan kepentingan nasional.
7) Akuntabel, berarti harus sesuai dengan aturan dan ketentuan yang terkait dengan pengadaan sehingga dapat dipertanggungjawabkan.
b. Jenis-jenis Akuntabilitas
secara garis besar akuntabilitas publik terdiri atas dua macam yaitu akuntabilitas vertikal dan akuntabilitas horizontal. (Mardiasmo, 2009:21):
1) Akuntabilitas Vertikal
Akuntabilitas vertikal (vertical accountability) adalah pertanggung jawaban atas pengelolaan dana kepada otoritas yang lebih tinggi,
misalnya pertanggungjawaban unit-unit kerja (dinas) kepada pemerintah daerah. Pertanggungjawaban pemerintah daerah kepada pemerintah pusat, dan pemerintah pusat kepada Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR).
2) Akuntabilitas Horizontal
Akuntabilitas horizontal (horizontal accountability) adalah pertanggungjawaban atas pengelolaan dana kepada masyarakat secara luas dan kepada DPR/DPRD.
c. Tolak ukur akuntabilitas
Menurut Sulistoni pemerintahan yang accountable memiliki ciri-ciri sebagai berikut:
1) Mampu menyajikan informasi penyelenggaraan pemerintah secara terbuka, cepat dan tepat kepada masyarakat.
2) Mampu memberikan pelayanan yang memuaskan bagi publik.
3) Mampu memberikan ruang bagi masyarakat untuk terlibat dalam proses pembangunan dan pemerintahan.
4) Mampu menjelaskan dan mempertanggungjawabkan setiap kebijakan publik secara propesional.
5) Adanya sarana bagi publik untuk menilai kinerja pemerintah melalui pertanggungjawaban publik, masyarakat dapat menilai derajat pencapaian pelaksanaan program dan kegiatan pemerintah. (Ony, 2012, hal. 70)
Indikator dari kriteria akuntabilitas tersebut adalah sebagai berikut:
a. Mampu menyajikan informasi penyelenggaraan pemerintah secara terbuka, cepat, dan tepat kepada masyarakat.
1) Pemerintah desa menyajikan informasi pemerintahan berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
2) Menyampaikan laporan realisasi APBDesa kepada bupati
a) Laporan Pertanggungjawaban Semester I b) Laporan Pertanggungjawaban Tahunan
b. Mampu memberikan pelayanan yang memuaskan bagi publik.
Pemerintahan yang baik harus memenuhi kualitas pelayanan agar pelayanan tersebut memuaskan bagi publik, terdiri dari:
1) Ketepatan waktu pelayanan yaitu target pelayanan dapat diselesaikan sesuai dengan waktu yang telah ditentukan.
2) Kenyamanan dalam memberikan pelayanan yaitu sikap dan perilaku petugas dapat memberikan pelayanan kepada masyarakat secara sopan dan ramah serta saling menghargai. Kenyamanan lingkungan, yaitu kondisi sarana dan prasarana pelayanan yang bersih, rapi dan teratur sehingga dapat memberikan rasa nyaman kepada masyarakat.
3) Kemudahan dalam memberikan pelayanan yaitu persyaratan pelayanan yang tidak berbelit belit dan tahapan alur pelayanan di kantor wali nagari yang mudah dipahami oleh masyarakat.
4) Keadilan mendapatkan pelayanan, yaitu pelaksanaan pelayanan dengan tidak membedakan golongan/status masyarakat yang dilayani.
5) Merespon terhadap keluhan masyarakat
c. Mampu memberikan ruang bagi masyarakat untuk terlibat dalam proses pembangunan dan pemerintahan (Sujarweni, 2015, hal. 37) diantaranya:
1) Masyarakat terlibat dalam rapat dengar pendapat atau rapat paripurna pembahasan dan penetapan anggaran desa.
2) Masyarakat memberikan masukan dalam penetapan anggaran desa, dan juga saat proses perumusan program desa kepada pemerintah desa melalui rapat musyawarah.
3) Masyarakat ikut serta menjadi panitia pelaksanaan pembangunan nagari.
d. Mampu menjelaskan dan mempertanggungjawabkan setiap kebijakan publik secara proporsional.
1) Pemerintah nagari mampu mempertanggungjawabkan setiap kebijakan-kebijakan anggaran yang diambil dan menjelaskan kepada masyarakat mengenai dampak kebijakan anggaran tersebut dimasa yang akan datang.
2) Pemerintah nagari mampu menyampaikan laporan realisasi pelaksanaan APBDesa kepada masyarakat nagari dan BPRN melalui rapat/musyawarah nagari.
e. Adanya sarana bagi publik untuk menilai kinerja pemerintah.
1) Pemerintah desa menyediakan kotak saran untuk meningkatkan pelayanan publik.
2) Musyawarah desa sebagai sarana evaluasi kinerja pemerintah desa.
3. Desa
a. Definisi Desa
Menurut Yuliansyah dan Rusmianto (2016:2) UU No. 6 Tahun 2014 Tentang “Desa” menyatakan desa adalah adalah kesatuan masyarakat hukum yang memiliki batas wilayah yang berwenang untuk mengatur dan mengurus urusan pemerintah. Kepentingan masyarakat setempat berdasarkan prakarsa masyarakat, hak asal usul, hak tradisional yang diakui dan dihormati dalam sistem pemerintahan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). Penjelasan UU No. 6 Tahun 2014 menyebutkan bahwa desa atau yang disebut dengan nama lain mempunyai karakteristik yang berlaku umum untuk seluruh Indonesia, sedangkan desa adat atau yang disebut dengan nama lain mempunyai karakteristik yang berbeda dari desa pada umumnya, terutama karena kuatnya pengaruh adat terhadap sistem pemerintahan lokal, pengelolaan sumber daya lokal, dan kehidupan sosial budaya masyarakat desa.
Lebih lanjut penjelasan UU No. 6 Tahun 2014 menyebutkan desa adat pada prinsipnya merupakan warisan organisasi kepemerintahan masyarakat lokal yang dipelihara secara turun temurun yang tetap diakui dan diperjuangkan oleh pemimpin dan masyarakat desa adat agar dapat berfungsi mengembangkan kesejahteraan dan identitas sosial budaya lokal.
Desa adat memiliki hak asal usul yang lebih dominan dari pada hak asal usul desa sejak desa adat itu lahir sebagai komunitas asli yang ada di tengah masyarakat. Desa adat adalah sebuah kesatuan masyarakat hukum adat yang secara historis mempunyai batas wilayah dan identitas budaya yang terbentuk atas dasar teritorial yang berwenang mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat desa berdasarkan hak asal-usul.
Dengan adanya UU No. 6 Tahun 2014 dapat memberikan perubahan yang baru untuk desa diantaranya :
1) Bertambahnya sumber pendapatan desa. Dalam UU Nomor 6 Tahun 2014 tersebut, sumber pendapatan desa dua sumber pendapatan, yaitu sumber pendapatan dari APBN dan Lain-lain pendapatan desa yang sah. Besaran alokasi anggaran yang peruntukannya langsung ke desa ditentukan 10% di luar dana transfer daerah secara bertahap.
2) Berubahnya formulasi perhitungan bagi hasil pajak, retribusi, dan alokasi dana desa. Bagian hasil pajak dan retribusi daerah Kabupaten/Kota sepuluh persennya diperuntukkan untuk desa.
Sedangkan alokasi dana desa besarannya paling sedikit 10% dari dana perimbangan yang diterima Kabupaten/Kota dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) setelah dikurangi Dana Alokasi Khusus (DAK).
3) Perlindungan terhadap implementasi alokasi dana desa dalam UU Desa yang baru disebutkan bahwa pemerintah Kabupaten/Kota yang tidak memberikan alokasi dana desa maka pemerintah pusat akan melakukan
penundaan atau pengurangan sebesar alokasi dana perimbangan setelah dikurangi Dana Alokasi Khusus (DAK) yang seharusnya disalurkan ke desa. Dengan adanya aturan tersebut di harapkan pemerintah Kabupaten/Kota akan serius menangani dan menyelenggarakan alokasi dana desa. (Halim, 2014, hal 481)
b. Karakteristik Desa
Yuliansyah dan Rusmianto (2016: 3) mengemukakan bahwa desa memiliki karakterisitk yang khas yang dapat dibedakan dengan kesatuan wilayah lainnya. Karakteristik desa dapat dilihat dari berbagai aspek yang meliputi:
1) Aspek morfologi, desa merupakan pemanfaatan lahan atau tanah oleh penduduk atau masyarakat yang bersifat agraris, serta bangunan rumah tinggal yang terpencar (jarang). Desa berhubungan erat dengan alam, ini disebabkan oleh lokasi geografis untuk petani, serta bangunan tempat tinggal yang jarang terpencar.
2) Aspek jumlah penduduk, maka desa didiami oleh sejumlah kecil penduduk dengan kepadatan yang rendah.
3) Aspek ekonomi, desa ialah wilayah yang penduduk atau masyarakatnya bermata pencarian pokok di bidang pertanian, bercocok tanam dan nelayan.
4) Aspek hukum, desa merupakan wilayah hukum tersendiri yang aturan atau nilai yang mengikat masyarakat di suatu wilayah. Tiga sumber yang dianut dalam desa, yakni:
a) Adat asli, yaitu norma-norma yang dibangun oleh penduduk sepanjang sejarah dan dipandang sebagai pedoman warisan dari masyarakat.
b) Agama/kepercayaan, yaitu sistem norma yang berasal dari ajaran agama yang dianut oleh warga desa itu sendiri.
c) Negara Indonesia, yaitu norma-norma yang timbul dari UUD 1945 dan peraturan yang dikeluarkan oleh pemerintah.
5) Aspek sosial budaya, desa itu tampak dari hubungan sosial antar penduduknya yang bersifat khas, yakni hubungan kekeluargaan, bersifat pribadi, tidak banyak pilihan, dan kurang tampak adanya pengkotaan, dengan kata lain bersifat homogen, serta bergotong royong.
c. Rencana Pembangunan Jangka Menengah Desa (RPJMDesa)
Rencana Pembangunan Jangka Menengah Desa (RPJMDesa) berdasarkan PP No. 43 Tahun 2014 adalah rencana kegiatan pembangunan desa untuk jangka waktu 6 (enam) tahun, yang mana rancangan ini memuat visi dan misi kepala desa, arah kebijakan pembangunan desa, serta kegiatan yang meliputi bidang penyelenggaraan pemerintah desa, pelaksanaan pembangunan desa, pembinaan masyarakat desa, dan pemberdayaan masyarakat desa.
RPJMDesa ditetapkan dalam jangka waktu paling lama 3 (tiga) bulan terhitung sejak tanggal pelantikan kepala desa. Rencana Pembangunan Jangka Menengah Desa (RPJMDesa) bertujuan untuk:
1) Mewujudkan perencanaan pembangunan desa sesuai dengan kebutuhan masyarakat dan keadaan setempat.
2) Menciptakan rasa memiliki dan tanggung jawab masyarakat terhadap program pembangunan desa.
3) Memelihara dan mengembangkan hasil-hasil pembangunan desa.
4) Menumbuh kembangkan dan mendorong peran serta masyarakat dalam pembangunan di desa.
Berdasarkan Permendagri No. 114 Tahun 2014, berikut beberapa rencana kegiatan yang dapat dimasukkan dalam rancangan RPJMDesa:
1) Bidang penyelenggaraan pemerintah desa, antara lain : b) Penetapan dan penegasan batas desa.
c) Pendataan desa.
d) Penyusunan tata ruang desa.
e) Penyelenggaraan musyawarah desa.
f) Pengelolaan informasi desa.
g) Penyelenggaraan perencanaan desa.
h) Penyelenggaraan evaluasi tingkat perkembangan pemerintah desa.
i) Penyelenggaraan kerja sama antar desa.
j) Pembangunan sarana dan prasarana kantor desa.
k) Kegiatan lainnya sesuai kondisi desa.
2) Bidang pelaksanaan pembangunan desa, antara lain:
a) Pembangunan, pemanfaatan, dan pemeliharaan infrastruktur dan lingkungan desa, antara lain: tambahan perahu, jalan pemukiman, jalan desa antar pemukiman ke wilayah pertanian, pembangkit listrik tenaga mikro hidro, lingkungan pemukiman masyarakat desa, dan infrastruktur desa lainnya sesuai kondisi desa.
b) Pembangunan, pemanfaatan, dan pemeliharaan sarana dan prasarana kesehatan, antara lain: pelayanan kesehatan desa seperti posyandu, dan sarana dan prasarana kesehatan lainnya sesuai kondisi desa.
c) Pengembangan usaha ekonomi produktif, serta pembangunan, pemanfaatan, dan pemeliharaan sarana dan prasarana ekonomi, antara lain: pasar desa, pembentukan dan pengembangan BUMDesa, penguatan permodalan BUMDesa, pembibitan tanaman pangan, penggilingan padi, lumbung desa, pembukaan lahan pertanian, pengelolaan usaha hutan desa, kolam ikan dan pembenihan ikan, kapal penangkap ikan, cold storage (gudang pendingin), tempat pelelangan ikan, tambak garam, kandang ternak, instalasi biogas, mesin pakan ternak, sarana dan prasarana ekonomi lainnya sesuai kondisi desa.
d) Pelestarian lingkungan hidup, antara lain: penghijauan, pembuatan terasering, pemeliharaan hutan bakau, perlindungan mata air,
pembersihan daerah aliran sungai, perlindungan terumbu karang dan kegiatan lainnya sesuai kondisi desa.
e) Pembangunan, pemanfaatan, dan pemeliharaan sarana dan prasarana pendidikan dan kebudayaan, antara lain: taman bacaan masyarakat, pendidikan anak usia dini, balai pelatihan/kegiatan belajar masyarakat, pembinaan dan pengembangan sanggar seni, dan sarana dan prasarana pendidikan dan pelatihan lainnya sesuai dengan kondisi desa.
3) Bidang pembinaan kemasyarakatan, antara lain:
a) Pembinaan kerukunan umat beragama b) Pembinaan lembaga adat
c) Pembinaan lembaga kemasyarakatan
d) Penyelenggaraan ketentraman dan ketertiban e) Pembinaan kesenian dan sosial budaya masyarakat.
f) Pengadaan sarana dan prasarana olahraga g) Kegiatan lain sesuai kondisi
4) Bidang pemberdayaan masyarakat, antara lain : a) Pelatihan teknologi tepat guna
b) Pelatihan usaha ekonomi, pertanian, perikanan, dan perdagangan c) Pelatihan dan penyuluhan bagi kepala desa, perangkat desa, dan badan
permusyawaratan desa.
d. Rencana Kerja Pemerintah Desa
Berdasarkan Permendagri No. 114 Tahun 2014, Rencana Kerja Pemerintah Desa (RKPDesa) merupakan penjabaran RPJMDesa untuk jangka waktu 1 (satu) tahun yang memuat kerangka ekonomi desa dengan mempertimbangkan kerangka pendanaan yang dimutakhirkan, program prioritas pembangunan desa, rencana kerja dan pendanaan serta perkiraan maju, baik yang dilaksanakan langsung oleh pemerintah desa maupun yang ditempuh dengan mendorong partisipasi masyarakat dengan mengacu kepada Rencana Kerja Pemerintah Daerah (RKPD) dan RPJMDesa.
Permendagri No. 114 Tahun 2014 menjelaskan bahwa RKPDesa disusun oleh pemerintah desa sesuai dengan informasi dari pemerintah daerah Kabupaten/Kota berkaitan dengan pada indikatif desa dan rencana kegiatan pemerintah, pemerintah daerah provinsi, dan pemerintah daerah Kabupaten/Kota. RKPDesa ini mulai disusun oleh pemerintah desa pada bulan Juli tahun berjalan. RKPDesa mulai ditetapkan dengan peraturan desa paling lambat akhir bulan September tahun berjalan untuk selanjutnya menjadi dasar penetapan Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa (APBDesa). Kepala desa menyusun RKPDesa dengan mengikut sertakan masyarakat desa. Penyusunan RKPDesa dilakukan dengan kegiatan yang meliputi:
a) Penyusunan perencanaan pembangunan desa melalui musyawarah desa b) Pembentukan tim penyusun RKPDesa
c) Pencermatan ulang dokumen RPJMDesa d) Penyusunan rancangan RKPDesa
e) Penyusunan RKPDesa melalui musyawarah perencanaan pembangunan desa
f) Penetapan RKPDesa g) Perubahan RKPDesa dan
h) Pengajuan daftar usulan RKPDesa.
4. Struktur Organisasi Desa
Penyelenggaraan pemerintah desa dilakukan oleh pemerintah desa dan badan permusyawaratan desa, pemerintah desa adalah organisasi pemerintah desa yang terdiri atas:
a. Unsur pemimpin yaitu Kepala Desa (Kades) b. Unsur pembantu kepala desa, yaitu terdiri atas:
1) Sekretariat desa, yaitu unsur staf atau pelayanan yang di ketahui oleh sekretariat desa.
2) Unsur pelaksana teknis, yaitu unsur pembantu kepala desa yang melaksnakan urusan teknis dilapangan seperti urusan perairan, keagamaan, dan lain-lain.
3) Unsur kewilayahan, yaitu pembantu kepala desa diwilayah kerjanya seperti kepala dusun.
Kepala desa mempunyai tugas menyelenggarakan urusan Pemerintah, pembangunan, dan kemasyarakatan dalam menjalankan tugasnya, kepala desa mempunyai wewenang yaitu: (Nurcholis, 2011,hal.74)
1) Memimpin penyelenggaraan pemerintah desa berdasarkan kebijakan yang ditetapkan bersama badan permusyawaratan desa.
2) Menyusun dan mengajukan rancangan peraturan desa mengenai APBDesa untuk dibahas dan ditetapkan bersama badan permusyawaratan desa.
3) Mengajukan rancangan peraturan desa.
4) Membina kehidupan masyarakat desa.
5) Membina perekonomian desa.
6) Menetapkan peraturan desa yang telah mendapatkan persetujuan bersama badan permusyawaratan desa.
7) Mewakili desanya didalam dan diluar pengadilan dan dapat menunjukan kuasa hukum untuk mewakilinya sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
8) Melaksanakan wewenang lain sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
9) Mengkoordinasikan pembangunan desa secara partisipatif.
Dalam melaksanakan tugas dan wewenang kepala desa mempunyai kewajiban antara lain:
1) Memegang teguh dan mengamalkan pancasila, melaksanakan Undang-undang dasar Negara Republik Indonesia tahun 1945,
serta mempertahankan dan memelihara keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).
2) Melaksanakan kehidupan demokrasi 3) Meningkatkan kesejahteraan masyarakat
4) Menjalin hubungan kerja dengan seluruh mitra kerja pemerintah desa.
5) Memelihara ketentraman dan ketertiban masyarakat.
6) Melaksanakan prinsip tata pemerintah desa yang bersih dan bebas dari kolusi, korupsi dan nepotisme.
7) Menaati dan menegakkan seluruh peraturan perundang- undangan
8) Menyelenggakan administrasi pemerintah desa yang baik
9) Melaksanakan dan mempertanggugjawabkan pengelolaan keuangan desa.
10) Mendamaikan perselisihan masyarakat di desa
11) Mengembangkan potensi sumber daya alam dan melestarikan lingkungan hidup.
12) Membina, mengayomi dan melestarikan nilai-nilai sosial budaya adat. (Nurcholis, 2011, hal.75)
5. Dana Desa
Dana desa menurut UU No. 60 Tahun 2014 adalah dana yang bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) yang diperuntukkan bagi desa yang ditransfer melalui Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) Kabupaten/Kota dan digunakan untuk membiayai penyelenggaraan pemerintah, pelaksanaan pembangunan, pembinaan kemasyarakatan, dan pemberdayaan masyarakat. PP No. 22 Tahun 2015 melihat dari perubahan pengalokasian dana desa yang tercantum dalam Pasal 11, yang mana dana desa setiap Kabupaten/Kota dihitung berdasarkan jumlah desa dan dialokasikan
berdasarkan alokasi dasar dan alokasi yang dihitung dengan memerhatikan jumlah penduduk, angka kemiskinan, luas wilayah, dan tingkat kesulitan geografis desa setiap Kabupaten/Kota.
Dana desa berdasarkan UU No. 60 Tahun 2014 dikelola secara tertib, taat kepada peraturan perundang-undangan, efisien, ekonomis, efektif dan bertanggungjawab dengan memerhatikan rasa keadilan dan kepatutan, serta mengutamakan kepentingan masyarakat setempat. Dana desa ditransfer melalui Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) Kabupaten/Kota untuk selanjutnya ditransfer ke APBDesa dengan cara pemindahbukuan dari rekening kas umum negara ke rekening kas umum daerah dan selanjutnya ke rekening kas desa. Berdasarkan Peraturan Bupati Tanah Datar Nomor 14 Tahun 2018 tentang Tata Cara Pembagian Dana Nagari yaitu Penyaluran dana desa dilakukan secara bertahap pada tahun anggaran berjalan: tahap pertama sebesar 20%, tahap kedua sebesar 40%, dan tahap ketiga pada sebesar 40%. Dengan syarat pengumpulkan laporan pertanggungjawaban pada tahap sebelumnya dari pemerintah desa ke Bupati/Walikota.
6. Alokasi Dana Desa
Alokasi dana desa berdasarkan PP No. 43 Tahun 2014 adalah dana perimbangans yang diterima Kabupaten/Kota dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) Kabupaten/Kota setelah dikurangi Dana Alokasi Khusus (DAK). PP No. 43 Tahun 2014 menyatakan bahwa pemerintah daerah Kabupaten/Kota mengalokasikan alokasi dana desa dalam anggaran pendapatan dan belanja daerah Kabupaten/Kota untuk setiap tahun anggaran.
Alokasi dana desa dialokasikan paling sedikit 10% dari dana perimbangan yang diterima Kabupaten/Kota dalam anggaran pendapatan dan belanja daerah setelah dikurangi dana alokasi khusus. Pengalokasian alokasi dana desa mempertimbangkan:
a. Kebutuhan penghasilan tetap kepala desa dan perangkat desa.
b. Jumlah penduduk desa, angka kemiskinan desa, luas wilayah desa, dan tingkat kesulitan geografis desa. Pengalokasian alokasi dana desa ditetapkan dengan peraturan Bupati/Walikota.
7. Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa (APBDesa)
a. Pengertian Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa (APBDesa)
Menurut Permendagri No 113 Tahun 2014, anggaran pendapatan dan belanja desa adalah rencana keuangan tahunan pemerintah desa yang ditetapkan berdasarkan peraturan desa yang mengandung prakiraan sumber pendapatan dan belanja untuk mendukung kebutuhan program pembangunan desa bersangkutan.
Anggaran pendapatan dan belanja desa juga diartikan sebagai pertanggungjawaban dari pemegang manajemen desa untuk memberikan informasi tentang segala aktivitas dan kegiatan desa kepada masyarakat berupa rencana-rencana program yang dibiayai dengan uang desa. Dalam APBDesa berisi pendapatan, belanja, dan pembiayaan desa (Sujarweni,2015:33).
b. Fungsi Anggaran Desa
Anggaran desa mempunyai beberapa fungsi utama yaitu sebagai berikut: (Sujarweni, 2015, hal.33-35)
1) Alat Perencanaan
Anggaran merupakan alat pengendali manajemen desa dalam rangka mencapai tujuan. Anggaran desa digunakan untuk merencanakan kegiatan apa saja yang akan dilakukan oleh desa beserta rincian biaya yang dibutuhkan dan rencana sumber pendapatan yang akan diperoleh desa. Anggaran sebagai alat perencanaan digunakan untuk:
a) Merumuskan tujuan dan sasaran kebijakan agar sejalan dengan visi,misi,dan sasaran yang sudah ditetapkan.
b) Merencanakan berbagai program, kegiatan, serta sumber pendapatan.
c) Mengalokasikan dana untuk program dan kegiatan yang sudah disusun.
d) Menentukan indikator kinerja dan pencapaian strategi.
2) Alat Pengendalian
Anggaran berisi rencana detail atas pendapatan dan pengeluaran desa, dimaksudkan dengan adanya anggaran, semua bentuk pengeluaran dan pemasukan dapat dipertanggungjawabkan kepada publik. Tanpa adanya anggaran, desa akan sulit mengendalikan pengeluaran dan pemasukan.
3) Alat kebijakan fiskal
Dengan menggunakan anggaran dapat diketahui bagaimana kebijaksanaan fiskal yang akan dijalankan desa, dengan demikian akan mudah untuk memprediksi dan mengestimasi ekonomi dan organisasi. Anggaran dapat digunakan untuk mendorong, mengkoordinasi dan memfasilitasi kegiatan ekonomi masyarakat untuk mempercepat pertumbuhan ekonomi.
4) Alat alat koordinasi dan komunikasi
Dalam penyusunan anggaran, pasti antar unit kerja akan melakukan komunikasi dan koordinasi. Dalam perencanaan dan pelaksanaan anggaran harus dikomunikasikan ke seluruh perangkat desa. Anggaran publik yang disusun dengan baik akan mampu mendeteksi terjadinya inkonsistensi suatu unit kerja didalam pencapaian tujuan desa.
5) Alat penilaian kinerja
Perencanaan anggaran dan pelaksanaannya akan menjadi penilaian kinerja perangkat desa. Kinerja perangkat desa dinilai
berdasarkan pencapaian target anggaran serta pelaksanaan efesiensi anggaran. Anggaran merupakan alat yang efektif untuk melakukan pengendalian dan penilaian kinerja.
6) Alat motivasi
Anggaran dapat digunakan untuk memberi motivasi kepada perangkat desa dalam bekerja secara efektif dan efisien. Dengan membuat anggaran yang tepat dan dapat melaksanakannya sesuai target dan tujuan desa, maka desa dikatakan mempunyai kinerja yang baik.
c. Komponen Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa (APBDes)
Komponen dalam anggaran desa menurut Permendagri Nomor 113 Tahun 2014 terdiri atas akun-akun sebagai berikut:
1. Pendapatan
Pendapatan desa meliputi semua penerimaan uang melalui rekening desa yang merupakan hak desa dalam 1 (satu) tahun anggaran yang tidak perlu dibayar kembali oleh desa. Menurut Peraturan Bupati Tanah Datar Nomor 11 Tahun 2016 Pendapatan nagari yang dianggarkan dalam APBNagari merupakan:
a) Perkiraan yang diukur secara rasional dan memiliki kepastian serta dasar hukum penerimaannya.
b) Seluruh pendapatan nagari yang dianggarkan secara bruto dalam APBNagari, yaitu bahwa jumlah pendapatan nagari yang dianggarkan tidak boleh dikurangi dengan belanja yang digunakan dalam rangka menghasilkan pendapatan tersebut.
Perbup No. 11 Tahun 2016 tentang Pedoman Penyusunan Anggaran Pendapatan dan Belanja Nagari menyebutkan bahwa Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa (APBDesa) diklasifikasikan menurut kelompok dan jenisnya :
1. Pendapatan Asli Nagari (PANagari) Pendapatan asli nagari terdiri dari:
1) Hasil usaha (tidak dikelola langsung oleh nagari) (a) Hasil Badan Usaha Milik Nagari
(b) Usaha Ekonomi Nagari Simpan Pinjam (c) Lumbung Pangan Masyarakat Nagari (d) Tanah Kas Nagari
(e) Lain-lain Hasil Usaha Nagari Yang Sah 2) Hasil aset (dikelola langsung oleh nagari)
(a) Tambatan perahu (b) Pasar nagari (c) Bangunan nagari
(d) Objek wisata yang dikelola oleh nagari (e) Pemandian umum yang dikelola nagari (f) Ulayat nagari
(g) Jaringan irigasi/perairan dalam batas tertentu yang diurus oleh nagari (h) Tempat-tempat pemancingan ikan di sungai
(i) Pelelangan ikan yang dikelola oleh nagari (j) Jalan nagari
(k) Aset bekas desa yang ada dalam nagari (l) Lain-lain kekayaan nagari.
2. Belanja
Menurut Permendagri No. 113 Tahun 2014 tentang pengelolaan keuangan desa meliputi semua pengeluaran dari rekening desa yang merupakan kewajiban desa dalam 1 tahun anggaran yang tidak akan di peroleh pembayarannya kembali oleh desa. Belanja desa dipergunakan dalam rangka mendanai penyelenggaraan kewenangan desa.
Belanja desa terdiri dari:
a) Bidang Penyelenggaraan Pemerintahan Desa
yaitu seperti penghasilan tetap dan tunjangan pegawai serta operasional perkantoran yang terdiri dari belanja alat tulis kantor, sewa kantor, peralatan kantor, percetakan, pakaian dinas ,dan belanja operasional kantor lainnya untuk menunjang pelaksanaan kegiatan.
b) Bidang Pelaksanaan Pembangunan Desa
Belanja jenis ini merupakan belanja yang digunakan untuk pembangunan desa. Contoh pengaspalan jalan, perbaikan saluran irigasi dan lain-lain.
c) Bidang Pembinaan Kemasyarakatan
Belanja jenis ini digunakan untuk pembinaan masyarakat desa, misalnya pendanaan untuk pelatihan perangkat desa, pendanaan untuk kegiatan karang taruna
d) Bidang Pemberdayaan Masyarakat
Belanja jenis ini digunakan untuk pemberdayaan masyarakat desa, misalnya pendanaan untuk pengelolaan lingkungan hidup dan pengelolaan sampah mandiri.
e) Bidang Tak Terduga
Belanja yang digunakan untuk hal-hal yang tidak terduga, misalnya dalam keadaan darurat seperti kegiatan sosial bencana. (Sujarweni, 2015, hal. 41-43)
3. Pembiayaan
Menurut Permendagri No. 113 Tahun 2014 tentang Pengelolaan keuangan desa bahwa pembiayaan desa meliputi semua penerimaan yang perlu dibayar kembali dan/atau pengeluaran yang akan diterima kembali, pada tahun anggaran yang bersangkutan maupun pada tahun-tahun anggaran berikutnya.
Pembiayaan terdiri dari:
a) Penerimaan pembiayaan
Penerimaan pembiayaan menurut PP Bupati Tanah Datar Nomor 11 Tahun 2016 terdiri dari:
1) Penganggaran Sisa Lebih Perhitungan Anggaran (SiLPA) tahun sebelumnya harus didasarkan pada perhitungan yang cermat dan rasional dengan memepertimbangkan perkiraan realisasi anggaran tahun sebelumnya dalam rangka menghindari kemungkinan adanya pengeluaran pada tahun anggaran yang akan datang tidak dapat didanai akibat tidak tercapainya SiLPA yang direncanakan.
2) Dalam menetapkan anggaran penerimaan pembiayaan yang bersumber dari pencairan dana cadangan, waktu pencairan dan besarannya sesuai dengan peraturan nagari tentang pembentukan dana cadangan.
3) Pemerintah nagari dapat melakukan pinjaman nagari berdasarkan peraturan perundang-undangan di bidang pinjaman nagari.
b) Pengeluaran pembiayaan, terdiri dari:
1) Pembentukan dan Penambahan Dana Cadangan.
Dana cadangan digunakan untuk membiayai kegiatan yang sudah ditetapkan dalam pembentukan dana cadangan. Dana cadangan tidak dapat sekaligus dibebankan dalam 1 tahun anggaran yang ditetapkan dalam peraturan desa. Pembentukan dana cadangan ditetapkan dengan peraturan desa, paling sedikit memuat: penetapan tujuan pembentukan dana cadangan, program dan kegiatan yang akan dibiayai dari dana cadangan, besaran dan rincian tahunan dana cadangan yang harus dianggarkan, sumber dana cadangan, dan tahun anggaran pelaksanaan dana cadangan. Pembentukan dana cadangan dapat bersumber dari penyisihan atas penerimaan yang penggunaannya telah ditentukan secara khusus berdasarkan peraturan perundang-undangan.
Pembentukan dana cadangan ditempatkan pada rekening tersendiri.
Penganggaran dana cadangan tidak melebihi tahun akhir masa jabatan kepala desa.
2) Penyertaan modal desa, pemerintah desa dapat melakukan investasi pada BUMDes (Badan Usaha Milik Desa) atau badan swasta lain.
penyertaan modal ini dilakukan oleh kepala desa dan disetujui BPD setelah ada ketetapan peraturan desa. Penyertaan modal desa masuk dalam pengeluaran pembiayaan dan digunakan untuk menganggarkan kekayaan pemerintah desa yang diinvestasikan baik jangka pendek maupun jangka panjang.
3) Pembayaran hutang. Pembayaran kewajiban desa yang timbul akibat pinjaman desa pada pihak lain.
8. Pengelolaan Keuangan Desa
Perkembangan keuangan umumnya mempengaruhi kepada keuangan desa, dan juga mempengaruhi kebijaksanaan serta kegiatan Pemerintah desa, terutama dalam bidang pembangunan untuk desa.
Ada dua faktor yang mempengaruhi suksesnya kebijaksanaan tersebut yaitu:
b. Faktor yang bersifat pribadi, yaitu yang berada pada diri pemerintah desa sendiri (seni mengadakan pendekatan pada masyarakat desa, keterampilan menetapkan pungutan desa dan melaksanakan pungutan, penyelenggaraan administrasi keuangan, kelincahan pemerintah desa dalam bidang keuangan tersebut).
c. Faktor yang berada di luar diri dan di luar kemampuan Pemerintah Desa (inflasi, perubahan moneter, perkembangan ekonomi, peraturan perundang-undangan dan sebagainya). (Nurcholis, 2011, hal. 81) Adapun sumber pendapatan desa berasal dari: (Soleh, 2014, hal.41) a. Pendapatan asli desa yang berasal dari hasil usaha desa, hasil kekayaan
desa, hasil swadaya dan partispasi, hasil gotong royong, dan lain-lain pendapadatan asli desa yang sah.
b. Bagi hasil pajak daerah Kabupaten/Kota paling sedikit 10% (sepuluh per seratus) untuk desa dan dari retribusi Kabupaten/ Kota yang sebagian diperuntukan untuk desa.
c. Bagian dari dana perimbangan keuangan pusat dan daerah yang diterima Kabupaten/ Kota untuk desa paling sedikit 10% (sepuluh per seratus), yang dibagi setiap desa secara proporsional yang merupakan alokasi dana desa.
d. Bantuan keuangan dari pemerintah Provinsi dan pemerintah Kabupaten/Kota dalam rangka pelaksanaan urusan pemerintah.
e. Hibah dan sumbangan dari pihak ketiga yang tidak mengikat.
Pemerintah desa wajib mengelola keuangan desa secara akuntabel dan partisipatif serta dilakukan dengan tertib dan disiplin. Akuntabel artinya dipertanggungjawabkan secara legal, dan partisipatif artinya melibatkan masyarakat dalam menyusunya. Disamping itu, keuangan desa harus dibukukan dalam sistem pembukuan yang benar sesuai dengan kaidah sistem akuntansi keuangan pemerintah. (Nurcholis, 2011, hal. 83)
Menurut Permendagri Nomor 113 Tahun 2014 Bab V bahwa pengelolaan keuangan desa meliputi: perencanaan, pelaksanaan, penatausahaan, pelaporan, dan pertanggungjawaban. Siklus pengelolaan keuangan desa adalah sebagai berikut:
a. Perencanaan
Mekanisme perencanaan menurut Permendagri Nomor 113 Tahun 2014 adalah sebagai berikut:
1) Sekretaris desa menyusun rancangan peraturan desa tentang APBDesa berdasarkan RKPDesa. Kemudian sekretaris desa menyampaikan kepada kepala desa.
2) Rancangan peraturan desa tentang APBDesa disampaikan kepala desa kepada badan permusyawaratan desa untuk pembahasan lebih lanjut.
3) Rancangan tersebut kemudian disepakati bersama, dan kesepakatan tersebut paling lama bulan Oktober tahun berjalan.
4) Rancangan peraturan desa tentang APBDesa yang telah disepakati bersama, kemudian disampaikan oleh Kepala Desa kepada Bupati/Walikota melalui Camat atau sebutan lain paling lambat tiga hari sejak disepakati untuk dievaluasi. Bupati/walikota dapat mendelegasikan evaluasi rancangan peraturan desa tentang APBDesa kepada Camat.
5) Bupati/Walikota menetapkan hasil evaluasi rancangan APBDesa paling lama 20 hari kerja sejak diterimanya rancangan peraturan
6) Desa tentang APBDesa. Jika dalam waktu 20 hari kerja Bupati/
Walikota tidak memberikan hasil evaluasi maka peraturan desa tersebut berlaku dengan sendirinya.
7) Jika melakukan penyempurnaan paling lama 7 hari kerja terhitung sejak diterimanya hasil evaluasi.
8) Apabila Bupati/Walikota menyatakan hasil evaluasi rancangan peraturan desa tentang APBDesa tidak sesuai dengan kepentingan umum dan peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi, maka kepala desa melakukan penyempurnaan paling lama 7 hari kerja terhitung sejak diterimanya hasil evaluasi.
9) Apabila hasil evaluasi tidak ditindaklanjuti oleh Kepala Desa dan kepala desa tetap menetapkan rancangan peraturan desa tentang APBDesa menjadi peraturan desa, Bupati/Walikota membatalkan peraturan desa dengan keputusan Bupati/Walikota.
10) Pembatalan peraturan desa, sekaligus menyatakan berlakunya pagu APBDesa tahun anggaran sebelumnya. Dalam hal pembatalan, kepala desa hanya dapat melakukan pengeluaran terhadap operasional penyelenggaraan pemerintah desa..
11) Kepala desa memberhentikan pelaksanaan peraturan desa paling lama 7 hari kerja setelah pembatalan dan selanjutnya kepala desa bersama BPD mencabut peraturan desa dimaksud.
b. Pelaksanaan
Dalam pelaksanaan anggaran desa yang sudah ditetapkan sebelumnya timbul transaksi penerimaan dan pengeluaran desa. Semua penerimaan dan pengeluaran desa dalam rangka pelaksanaan kewenangan desa dilaksanakan melalui rekening kas desa. Jika yang belum memiliki pelayanan perbankan di wilayahnya maka pengaturannya ditetapkan oleh pemerintah Kabupaten/Kota.
Semua penerimaan dan pengeluaran desa harus didukung oleh bukti yang lengkap dan sah (Sujarweni, 2015: 19).
Beberapa aturan dalam pelaksanaan pengelolaan keuangan desa:
1) Pemerintah desa dilarang melakukan pungutan sebagai penerimaan desa selain yang ditetapkan dalam peraturan desa.
2) Bendahara dapat menyimpan uang dalam kas desa pada jumlah tertentu dalam rangka memenuhi kebutuhan operasional pemerintah desa.
3) Pengaturan jumlah uang dalam kas desa ditetapkan dalam peraturan Bupati/Walikota. Pengeluaran desa yang mengakibatkan beban pada APBDesa tidak dapat dilakukan sebelum rancangan peraturan desa tentang APBDesa ditetapkan menjadi peraturan desa.
4) Pengeluaran desa tidak termasuk untuk belanja pegawai yang bersifat mengikat dan operasional perkantoran yang ditetapkan dalam peraturan kepala desa.
5) Penggunaan biaya tak terduga terlebih dahulu harus dibuat rincian anggaran biaya yang telah disahkan oleh kepala desa.
6) Pengadaan kegiatan yang mengajukan pendanaan untuk melaksanakan kegiatan harus disertai dengan dokumen antara lain rencana anggaran biaya.