• Tidak ada hasil yang ditemukan

PROGRAM STUDI EKSTENSI SARJANA FARMASI FAKULTAS FARMASI UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN 2018

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "PROGRAM STUDI EKSTENSI SARJANA FARMASI FAKULTAS FARMASI UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN 2018"

Copied!
82
0
0

Teks penuh

(1)

ANALISIS LEMAK DAN SERAT TAK LARUT PADA OKRA (Abelmoschus Esculentus (L.) Moench)

SKRIPSI

Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Farmasi pada Fakultas Farmasi

Universitas Sumatera Utara

OLEH:

VANESIA ATELYA O MANURUNG NIM 151524006

PROGRAM STUDI EKSTENSI SARJANA FARMASI FAKULTAS FARMASI

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN

2018

(2)

ANALISIS LEMAK DAN SERAT TAK LARUT PADA OKRA (Abelmoschus Esculentus (L.) Moench)

SKRIPSI

Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Farmasi pada Fakultas Farmasi

Universitas Sumatera Utara

OLEH:

VANESIA ATELYA O MANURUNG NIM 151524006

PROGRAM STUDI EKSTENSI SARJANA FARMASI FAKULTAS FARMASI

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN

2018

(3)
(4)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa yang telah memberikan karunia yang berlimpah sehingga penulis dapat menyelesaikan penyusunan skripsi

yang berjudul Analisis Lemak dan Serat Tak Larut pada Okra (Abelmoschus esculentus (L.) Moench). Skripsi ini diajukan sebagai salah satu

syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Farmasi di Fakultas Farmasi Universitas Sumatera Utara.

Pada kesempatan ini, penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada Ibu Prof. Dr. Masfria, M.S., Apt., selaku Dekan Fakultas

Farmasi yang telah menyediakan fasilitas kepada penulis selama perkuliahan di Fakultas Farmasi. Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada Ibu Prof. Dr. Siti Morin Sinaga, M.Sc., Apt., yang telah meluangkan waktu dan tenaga dalam membimbing penulis dengan penuh kesabaran dan tanggung jawab, memberikan petunjuk dan saran-saran selama penelitian hingga selesainya skripsi ini. Ucapan terima kasih juga penulis sampaikan kepada Bapak Prof. Dr. Jansen Silalahi, M.App., Apt., selaku ketua penguji dan Bapak Drs. Fathur Rahman Harun, M.Si., Apt., selaku anggota penguji yang telah memberikan saran untuk menyempurnakan skripsi ini, dan Ibu Amanih Dalimunthe, S.Si, M.Si, Apt., selaku dosen pembimbing akademik serta Bapak dan Ibu staf pengajar Fakultas Farmasi USU yang telah banyak membimbing penulis selama masa perkuliahan hingga selesai. Penulis juga mengucapkan rasa terima kasih yang tak terhingga atas dukungan yang selalu diberikan oleh kedua orang tua tercinta Ibunda

(5)

tercinta atas limpahan kasih sayang, doa dan semangat yang tak ternilai dengan apa pun.

Terima kasih juga penulis ucapkan kepada teman-teman Farmasi Ekstensi angkatan 2015 untuk kebersamaan dan dorongan semangatnya, serta semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu yang telah banyak membantu hingga selesainya penulisan skripsi ini.

Penulis menyadari sepenuhnya bahwa penulisan skripsi ini masih belum sempurna, oleh karena itu penulis mengharapkan saran dan kritik yang membangun demi kesempurnaan skripsi ini. Akhir kata penulis berharap semoga skripsi ini bermanfaat bagi ilmu pengetahuan khususnya di bidang farmasi.

Medan, April 2018 Penulis,

Vanesia Atelya O. Manurung NIM 151524006

(6)

SURAT PERNYATAAN BEBAS PLAGIAT

Saya yang bertanda tangan dibawah ini :

Nama : Vanesia Atelya O. Manurung

NIM : 151524006

Program Studi : S-1 Ekstensi Farmasi

Judul Skripsi :Analisis Lemak dan Serat Tak Larut pada Okra (Abelmoschus esculentus (L.) Moench)

Dengan ini menyatakan bahwa skripsi ini ditulis berdasarkan data dan hasil pekerjaan yang saya lakukan sendiri, dan belum pernah diajukan orang lain untuk memperoleh gelar kesarjanaan di perguruan tinggi lain, dan bukan plagiat karena kutipan yang ditulis setelah disebutkan sumbernya didalam daftar pustaka.

Apabila dikemudian hari ada pengaduan dari pihak lain karena di dalam skripsi ini ditemukan plagiat karena kesalahan saya sendiri, maka saya bersedia menerima sanksi apapun oleh Program Studi Farmasi Fakultas Farmasi Universitas Sumatera Utara, dan bukan menjadi tanggung jawab pembimbing.

Demikian surat pernyataan ini saya perbuat dengan sebenarnya untuk dapat digunakan jika diperlukan sebagai mana mestinya.

Medan, April 2018

Yang Membuat Pernyataan

Vanesia Atelya O. Manurung NIM 151524006

(7)

ANALISIS LEMAK DAN SERAT TAK LARUT PADA OKRA (Abelmoschus esculentus (L.) Moench)

ABSTRAK

Okra (Abelmoschus esculentus (L.) Moench) merupakan tumbuhan dari suku Malvaceae. Buah mudanya banyak dijadikan sebagai sayur dan lalapan, bisa juga diolah menjadi kari, campuran salad atau hidangan tumis. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kadar serta perbedaan kadar lemak dan serat tak larut pada okra segar dan okra rebus.

Buah okra yang digunakan diperoleh dari pasar Firdaus di jalan Mandala By Pass, Medan. Okra segar dan rebus dicuci dan dibersihkan, kemudian dipotong- potong kecil dan dikeringkan, lalu dihaluskan dengan blender hingga menjadi serbuk, kemudian dilakukan penetapan kadar lemak dan serat tak larut dengan metode sokletasi menggunakan pelarut n-heksan. Keuntungan metode sokletasi yaitu pelarut yang digunakan lebih sedikit dan lebih mudah dilakukan.

Hasil penelitian menunjukkan kadar lemak pada okra segar dan rebus masing- masing sebesar (0,178 ± 0,0164) g/100g dan (0,036 ± 0,0107) g/100g terhadap

“dry basis”, sedangkan hasil kadar lemak pada okra segar dan rebus masing- masing sebesar (0,021 ± 0,0019) g/100g dan (0,004 ± 0,0012) g/100g terhadap

“wet basis”. Kadar serat tak larut pada okra segar dan rebus masing-masing sebesar (3,124 ± 0,1975) g/100g dan (1,488 ± 0,1810) g/100g terhadap

“dry basis”, sedangkan kadar serat tak larut pada okra segar dan rebus masing- masing sebesar (0,373 ± 0,0164) g/100g dan (0,175 ± 0,0164) g/100g terhadap

“wet basis”. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kadar lemak dan serat tak larut pada okra segar lebih tinggi dari okra rebus, baik dihitung terhadap “dry basis”

maupun terhadap “wet basis”.

Kata Kunci: okra, lemak, serat tak larut, sokletasi

(8)

ANALYSIS OF FAT AND INSOLUBLE FIBER IN OKRA (Abelmoschus esculentus (L.) Moench)

ABSTRACT

Okra (Abelmoschus esculentus (L.) Moench) is a plant of Malvaceae family.

Many of the younger fruit used as vegetables and fresh vegetables, can also be processed into a curry, mixed salad or stir-fry dishes. This study aims to determine the levels and differences in fat and insoluble fiber in fresh okra and boiled okra.

Okra fruit used were obtained from market Firdaus Mandala By Pass road, Medan. Fresh okra and boiled washed and cleaned, then cut into small pieces and dried, and then pulverized in a blender to a powder, then made the determination of levels of fat and insoluble fiber with soxhletation method using n-hexane solvent. Advantages soxhletation method is solvent used less and is easier to do.

The results showed levels of fat infresh okra and boiled respectively (0.178 ± 0.0164) g/100g and (0.036 ± 0.0107) g/100g against "dry basis", while the yield on the fat content of fresh okra and boiled respectively (0.021 ± 0.0019) g/100g and (0.004 ± 0.0012) g/100g against the "wet basis". Insoluble fiber content in fresh okra and boiled respectively (3.124 ± 0.1975) g/100g and (1.488

± 0.1810) g/100g against "dry basis", while the insoluble fiber content in fresh and boiled okra respectively (0.373 ± 0.0164) g/100g and (0.175 ± 0.0164) g/100g against "wet basis". The results showed that the levels of fat and insoluble fiber in fresh okra higher than boiled okra, well calculated to "dry basis" and to the "wet basis".

Keywords: okra, fat, insoluble fiber, soxhletation

(9)

DAFTAR ISI

Halaman

JUDUL ... i

LEMBAR PENGESAHAN SKRIPSI... iii

KATA PENGANTAR ... iv

SURAT PERNYATAAN TIDAK PLAGIAT ... vi

ABSTRAK ... vii

ABSTRACT ... viii

DAFTAR ISI ... ix

DAFTAR TABEL ... xii

DAFTAR GAMBAR ... xiii

DAFTAR LAMPIRAN ... xiv

BAB I PENDAHULUAN ... 1

1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Perumusan Masalah... 3

1.3 Hipotesis ... 3

1.4 Tujuan Penelitian... 3

1.5 Manfaat Penelitian... 4

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 5

2.1 Uraian Tumbuhan ... 5

2.1.1 Sistematika Tumbuhan ... 5

2.1.2 Nama Umum ... 5

2.1.3 Sinonim ... 5

(10)

2.1.4 Morfologi Tumbuhan ... 6

2.1.5 Habitat Tumbuhan ... 6

2.1.6 Kandungan Kimia ... 6

2.1.7 Khasiat Tumbuhan ... 7

2.2 Lemak ... 8

2.3 Penetapan Kadar Lemak ... 9

2.3.1 Metode Sokletasi ... 9

2.3.2 Metode Babcock ... 10

2.3.3 Metode Goldfisch ... 10

2.4 Serat ... 11

2.5 Komponen Serat ... 12

2.6 Analisis Serat ... 12

2.6.1 Metode Analisis Serat Kasar (Crude Fiber) ... 12

2.6.2 Metode Deterjen ... 13

2.6.3 Metode Enzimatis ... 14

2.7 Analisis Gravimetri ... 14

2.8 Analisa Statistik ... 15

BAB III METODE PENELITIAN ... 16

3.1 Lokasi Penelitian ... 16

3.2 Bahan-Bahan ... 16

3.2.1 Sampel ... 16

3.2.2 Identifikasi Sampel ... 16

3.2.3 Pereaksi ... 16

3.3 Alat-Alat ... 17

(11)

3.4 Pembuatan Pereaksi ... 17

3.4.1 Pembuatan H2SO4 0.2 N ... 17

3.4.2 Pembuatan NaOH 0.3 N ... 17

3.4.3 Pembuatan K2SO4 10% ... 17

3.5 Pengam bilandan Penyiapan Sampel ... 17

3.5.1 Pengambilan Sampel ... 17

3.5.2 Penyiapan Sampel ... 18

3.5.2.1 Okra Segar ... 18

3.5.2.2 Okra Segar ... 18

3.5.3 Penetapan Kadar Lemak ... 18

3.5.4 Penetapan Kadar Serat Tak Larut ... 19

3.5.5 Analisis Data Secara Statistik ... 20

3.5.5.1 Penolakan Hasil Pengamatan ... 20

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ... 21

4.1 Identifikasi Tumbuhan ... 21

4.2 Kadar Lemak pada Sampel ... 21

4.3 Kadar Serat Tak Larut pada Sampel ... 23

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 25

5.1 Kesimpulan ... 25

5.2 Saran ... 25

DAFTAR PUSTAKA ... 26

LAMPIRAN ... 28

(12)

DAFTAR TABEL

Tabel Halaman

2.1 Kandungan Zat Gizi Okra per 100 g ... 7

4.1 Kadar Lemak pada Sampel... 21

4.2 Penurunan Kadar Lemakpada Okra Segar, dan Okra Rebus ... 22

4.3 Kadar Serat Tak Larut pada Sampel... 23

4.4 Penurunan Kadar Serat Tak Larut pada Okra Segar dan Rebus... 23

(13)

DAFTAR GAMBAR

Gambar Halaman

2.1 Trigliserida... 9

(14)

DAFTAR GAMBAR DALAM LAMPIRAN

Gambar Halaman

1 Tumbuhan Okra ... 29

2 Okra Segar ... 30

3 Okra Rebus ... 30

4 Proses Sokletasi ... 31

(15)

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran Halaman

1 Identifikasi Tumbuhan ... 28

2 Gambar Tumbuhan Okra ( Abelmoschus esculentus (L.) Moench) ... 29

3 Gambar Okra (Abelmoschus esculentus (L.) Moench) ... 30

4 Gambar Alat Soxhlet ... 31

5 Skema Prosedur Penetapan Kadar Lemak (Okra Segar) ... 32

6 Skema Prosedur Penetapan Kadar Lemak (Okra Rebus) ... 33

7 Skema Prosedur Penetapan Kadar Serat Tak Larut (Okra Segar) ... 34

8 Skema Prosedur Penetapan Kadar Serat Tak Larut (Okra Rebus)... 35

9 Hasil Penetapan Kadar Lemak pada Sampel Terhadap “Dry Basis” ... 36

10 Contoh Perhitungan Kadar Lemak Pada Okra Segar Terhadap“Wet Basis” ... 38

11 Contoh Perhtungan Kadar Lemak Pada Okra Rebus Terhadap“Wet Basis” ... .. 39

12 Hasil Penetapan Kadar Lemak Pada Sampel ... . 40

13 Perhitungan Analisis Statistik Uji T Untuk Mencari Kadar Lemak Sebenarnya pada Okra Segar Terhadap “Dry Basis”... . 41

14 Perhitungan Analisis Statistik Uji T Untuk Mencari Kadar Lemak Sebenarnya pada Okra Segar Terhadap “Wet Basis” . . 42

15 Perhitungan Analisis Statistik Uji T Untuk Mencari Kadar Lemak Sebenarnya pada Okra Rebus Terhadap “Dry Basis” .. 45

16 Perhitungan Analisis Statistik Uji T Untuk Mencari Kadar Lemak Sebenarnya pada Okra Rebus Terhadap “Wet Basis” .. 47

(16)

17 Persentase Penurunan Kadar Lemak Pada Okra Terhadap

“Dry Basis” ... 49 18 Persentase Penurunan Kadar Lemak Pada Okra Terhadap

“Wet Basis” ... 50 19 Hasil Penetapan Kadar Serat Tak Larut Pada sampel

Terhadap “Dry Basis” ... 51 20 Contoh Perhitungan Kadar Serat Tak Larut Pada Okra

Segar Terhadap “Wet Basis” ... 53 21 Contoh Perhitungan Kadar Serat Tak Larut Pada Okra

RebusTerhadap “Wet Basis” ... 54 22 Hasil Penetapan Kadar Serat Tak Larut Pada Sampel ... 55

23 Perhitungan Analisis Statistik Uji T Untuk Mencari Kadar Serat Tak Larut Sebenarnya pada Okra Segar Terhadap

“Dry Basis” ... 56 24 Perhitungan Analisis Statistik Uji T Untuk Mencari Kadar

Serat Tak Larut Sebenarnya pada Okra Segar Terhadap

“Wet Basis” ... 58 25 Perhitungan Analisis Statistik Uji T Untuk Mencari Kadar

Serat Tak Larut Sebenarnya pada Okra Rebus Terhadap

“Dry Basis” ... 60 26 Perhitungan Analisis Statistik Uji T Untuk Mencari Kadar

Serat Tak Larut Sebenarnya pada Okra Rebus Terhadap

“Wet Basis” ... 62 27 Persentase Penurunan Kadar Serat Tak Larut Pada Okra

Terhadap “Dry Basis” ... 64 28 Persentase Penurunan Kadar Serat Tak Larut Pada Okra

Terhadap “Wet Basis” ... ... 65 29 TabelDistribusi t ... 66

(17)

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Okra merupakan tumbuhan dari famili Malvaceae. Buah okra berbentuk memanjang sampai sekitar 12 cm, berwarna hijau atau merah keunguan, bersegi seperti buah belimbing, berjumlah 5-8, dan mengandung musilane (lendir)dalam kadar tinggi (Tim Penulis PS, 1993).

Di Indonesia okra memang kurang dikenal, tetapi beberapa negara seperti India, Srilangka, Jepang, Filipina, Arab Saudi, dan Eropa masakan buah okra ini sangat populer. Biasanya okra banyak diambil buah mudanya untuk sayur dan lalapan. Buah okra ini bisa diolah menjadi kari, campuran salad atau hidangan tumis (Tim Penulis PS, 1993).

Okra memiliki kandungan vitamin C, vitamin E, vitamin K, air, protein, lemak, karbohidrat, serat, tiamin, niasin, riboflavin, besi, kalium, kalsium, dan magnesium (Kumar, dkk., 2013).

Lemak merupakan salah satu kelompok senyawa organik yang terdapat dalam tumbuhan, hewan atau manusia dan yang sangat berguna bagi kehidupan manusia sebagai sumber energi bagi tubuh. Untuk mengetahui kadar lemak yang terdapat pada bahan pangan dapat dilakukan dengan cara mengekstraksi lemak. Namun untuk mengekstrak lemak secara murni sangat sulit dilakukan, sebab pada mengekstraksi lemak, akan terekstraksi pula zat-zat yang larut dalam lemak seperti sterol, phospolipid, asam lemak bebas dan lain-lain. Oleh karena itu hasil analisis lemak ditetapkan sebagai lemak kasar (Poedjiadi, 1994).

(18)

Serat merupakan salah satu komponen penting makanan yang telah diketahui mempunyai banyak manfaat bagi tubuh terutama dalam mencegah berbagai penyakit, meskipun komponen ini belum dimasukkan sebagai zat gizi. Peran utama dari serat dalam makanan adalah pada kemampuannya mengikat air, selulosa dan pektin. Dengan adanya serat, akan dapat membantu mempercepat sisa-sisa makanan melalui saluran cerna pencernaan untuk disekresikan keluar.

Serat makanan dibedakan menjadi dua jenis, yaitu serat larut dan serat tak larut dalam air. Serat larut tidak dapat dicerna oleh enzim pencernaan manusia tetapi larut dalam air panas, contohnya gum, musilase dan pektin. Sedangkan serat tak larut tidak dapat dicerna dan tidak larut dalam air panas, contohnya selulosa, hemiselulosa dan lignin (Djojosoebagio dan Piliang, 1996).

Beberapa metode analisis lemak diantaranya, yaitu metode Sokletasi, metode Babcock dan metode Goldfisch. Sedangkan untuk metode analisis serat diantaranya metode serat kasar (crude fiber) secara gravimetri, metode Enzimatis dan metode Deterjen (Sudarmadji, dkk., 1989).

Salah satu penelitian tentang analisis lemak dan serat tak larut yaitu dengan menggunakan sampel pakkat. Menurut Sihombing (2016), pada sampel pakkat menunjukkan bahwa terdapat perbedaan kadar lemak dan serat tak larut pada pakkat segar dan pakkat rebus. Kadar lemak dan serat tak larut pada pakkat segar lebih tinggi dari pada pakkat rebus. Jadi, peneliti tertarik untuk melakukan analisis lemak dan serat tak larut pada okra. Dalam hal ini peneliti memilih metode Sokletasi untuk analisis lemak, karena pelarut yang digunakan lebih sedikit dan lebih mudah dilakukan, dan untuk analisis serat tak larut digunakan metode serat

(19)

kasar secara gravimetri, karena metode ini sering digunakan dalam penentuan kadar serat tak larut dalam makanan.

1.2 Perumusan Masalah

Berdasarkan uraian latar belakang penelitian di atas, maka rumusan masalah penelitian adalah sebagai berikut:

a. Berapakah kadar lemak dan serat tak larut pada okra segar dan okra rebus?

b. Apakah terdapat perbedaan kadar lemak dan serat tak larut pada okra segar dan okra rebus ?

1.3 Hipotesis

Hipotesis penelitian ini adalah sebagai berikut:

a. Terdapat kadar lemak dan serat tak larut pada okra segar dan okra rebus dalam jumlah tertentu.

b. Kadar lemak dan serat tak larut pada okra segar lebih tinggi dari pada okra rebus.

1.4 Tujuan Penelitian

Adapun tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut:

a. Untuk mengetahui kadar lemak dan serat tak larut pada okra segar dan okra rebus.

b. Untuk mengetahui perbedaan kadar lemak dan serat tak larut pada okra segar dan okra rebus.

(20)

1.5 Manfaat Penelitian

Manfaat penelitian ini adalah untuk memberikan informasi kepada masyarakat tentang kandungan kadar lemak dan serat tak larut pada okra segar dan okra rebus.

(21)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Uraian Tumbuhan

Uraian tumbuhan meliputi nama umum, sinonim, morfologi tumbuhan, habitat tumbuhan, kandungan kimia dan kegunaan tumbuhan.

2.1.1 Sistematika Tumbuhan

Menurut Department of Biotechnology Ministry of Science and Technology and Ministry of Environment and Forests Govt. of India (2011) sistematika tumbuhan okra adalah sebagai berikut::

Kingdom : Plantae

Divisi : Spermatophyta Kelas : Dicotyledoneae Ordo : Malvales Famili : Malvaceae Genus : Abelmoschus

Spesies : Abelmoschus esculentus (L.) Moench 2.1.2 Nama umum

Tumbuhan Okra ini juga biasa dikenal dengan nama lain seperti: Bendi, Gumbo, Kopi Arab, Kacang Lendir (Malaysia), Okura (Jepang), Lady’s finger (Inggris) (Heyne, 1987).

2.1.3 Sinonim

Tumbuhan Okra memiliki beberapa sinonim yaitu: Abelmoschus bammia Webb., Hibiscus esculentus LINN., Hibiscus ficifolius Mill (Heyne, 1987).

(22)

2.1.4 Morfologi tumbuhan

Tumbuhan Okra merupakan terna tegak yang memiliki batang yang lunak dengan tinggi 0,5 hingga 2,0 m (Heyne, 1987). Bagian batangnya bercabang dan memiliki bulu-bulu yang halus sampai kasar. Daunnya berbentuk menjari (palmate), panjang, lebar dan meruncing. Bunganya terdiri dari 5 kelopak bunga

berwarna kuning. Buah Okra berbentuk memanjang sampai sekitar 12 cm berwarna hijau, mempunyai rusuk dan bersegi seperti buah belimbing. Buahnya dipanen ketika masih muda, berwarna hijau muda (Ashari, 1995).

Okra terdiri dari biji, lendir yang membungkus biji dan kulit buah, dapat dipanen ketika tanaman berumur dua bulan setelah tanam atau 10 hari setelah tanaman berbunga. Tanaman okra akan terus berbunga hingga berbuah dalam waktu yang tidak dapat ditentukan tergantung jenis varietas, musim dan keadaan tanah (Ashari, 1995).

2.1.5 Habitat tumbuhan

Tumbuhan Okra berasal dari Benua Asia dan sudah sangat dikenal di berbagai negara di Asia. Tumbuhan ini merupakan tanaman tropik yang dapat tumbuh pada beberapa jenis tanah, namun jenis tanah yang terbaik adalah tanah lempung yang kaya bahan organik.Indonesia merupakan salah satu pusat keragaman okra budidaya maupun liar yang terbanyak. Tanah yang dikehendakiadalah tanah yang memiliki pH netral sekitar 6 – 7, sedangkan suhu optimal adalah 28 - 30°C (Ashari, 1995).

2.1.6 Kandungan kimia

Tumbuhan okra banyak mengandung nutrisi seperti: karbohidrat, lemak, serat, protein mineral dan vitamin: kalium, magnesium, dan kalsium sebagai

(23)

unsur utama dan terdapat juga seng (Roy, dkk., 2014). Kandungan zat gizi okra per 100 g dapat dilihat pada Tabel 2.1 berikut:

Tabel 2.1 Kandungan Zat Gizi Okra per 100 g

Energi 33kkal

Karbohidrat 7,45 g (140 kj)

Gula 1,48 g

Serat 3,2 g

Lemak 0,19g

Protein 2g

Air 90,19g

Vitamin A 36μg (7%)

Tiamin 0,2 mg (17%)

Riboflavin 0,06 mg (5%)

Niasin 1mg (7%)

Vitamin C 23mg (28%)

Vitamin E 0,27 mg (2%)

Vitamin K 31,3 μg (30%)

Kalsium 82mg (8%)

Kalium 299mg (6%)

Magnesium 57 mg (16%)

Seng 0,58 mg (6%)

(Sumber: Kumar, 2013).

2.1.7 Khasiat tumbuhan

Okra merupakan salah tumbuhan berkhasiat yang dapat digunakan secara ekstensif dalam pengobatan tradisional sebagai obat antidiabetes, antioksidan, antikanker, antipiretik, diuretik, analgetik, antimikroba (Khomsug, dkk., 2010).

(24)

2.2 Lemak

Menurut PoedjiadidanSupriyanti (2009) seperti halnya karbohidrat dan protein, lemak merupakan salah satu kelompok senyawa organik yang terdapat dalam tumbuhan, hewan atau manusia dan yang sangat berguna bagi kehidupan manusia sebagai sumber energi bagi tubuh. Lemak dan senyawa organik yang mempunyai sifat fisika seperti lemak dimasukkan dalam satu kelompok yang disebut lipid. Adapun sifat fisika yang dimaksud adalah:

i. Tidak larut dalam air, tetapi larut dalam satu atau lebih dari satu pelarut organik yang disebut pelarut lemak.

ii. Ada hubungan dengan asam-asam lemak atau esternya.

iii. Mempunyai kemungkinan digunakan oleh makhluk hidup.

Menurut Poedjiadi (1994) senyawa-senyawa yangtermasuk lipid ini dapat dibagi dalam beberapa golongan.

a. Lipid sederhana, yaitu ester asam lemak dengan berbagai alkohol, contohnya lemak atau gliserida dan lilin.

b. Lipid gabungan, yaitu ester asam lemak yang mempunyai gugus tambahan, contohnya fosfolipid.

c. Derivat lipid, yaitu senyawa yang dihasilkan oleh proses hidrolisis lipid, contohnya asam lemak, gliserol, dan sterol.

Lemak yang dimaksud disini adalah suatu ester asam lemak dengan gliserol. Gliserol adalah suatu trihidroksi alkohol yang terdiri atas tiga atom karbon. Jadi setiap atom karbon mempunyai gugys –OH. Satu molekul gliserol dapat mengikat satu, dua atau tiga molekul asam lemak dalam bentuk ester, yang disebut monogliserida, digliserida, atau trigliserida. Pada lemak, satu molekul

(25)

gliserol mengikat tiga molekul asam lemak, oleh karena itu lemak adalah suatu trigliserida. Struktur trigliserida dapat dilihat pada gambar 2.1 berikut ini:

Gambar 2.1 Trigliserida

(Poedjiadi, 1994).

Fungsi lemak adalah sebagai salah satu sumber energi yang memberikan kalori paling tinggi jika dibandingkan dengan karbohidrat dan protein. Lemak mengangkut dan sebagai pelarut vitamin-vitamin A, D, E dan K (Budiyanto, 2009).

2.3 Penetapan Kadar Lemak

Ada beberapa metode penetapan kadar lemak, yaitu metode Sokletasi, metode Babcock dan metode Goldfisch.

2.3.1 Metode Sokletasi

Sejumlah sampel ditimbang teliti dan dimasukkan kedalam selonsong yang terbuat dari kertas saring. Sampel yang belum kering harus dikeringkan lebih dahulu untuk memperbesar luas permukaan kontak dengan pelarut. Selanjutnya labu alas bulat dipasang berikut kondensornya. Pelarut yang digunakan sebanyak 1 ½ - 2 kali isi tabung ekstraksi. Lipida akan terekstraksi dan melalui sifon terkumpul ke dalam labu alas bulat. Pada akhir ekstraksi yaitu kira-kira 4-6 jam, labu alas bulat diambil dan ekstraksi dituang ke dalam botol timbang atau cawan

(26)

porselin yang telah diketahui beratnya, kemudian pelarut diuapkan di atas penangas air sampai pekat. Selanjutnya dikeringkan dalam oven sampai diperoleh berat konstan pada suhu 100ºC (Sudarmadji, dkk., 1989).

2.3.2 Metode Babcock

Bahan yang berbentuk cair, penentuan lemaknya dapat menggunakan botol Babcock. Penentuan lemak dengan botol Babcock sangatlah sederhana.

Sampel yang telah ditimbang dengan teliti dimasukkan ke dalam botol Babcock.

Pada leher botol Babcock ini telah dilengkapi dengan skala ukuran volume.

Sampel yang dianalisa ditambah asam sulfat pekat (95%) untuk merusak emulsi lemak sehingga lemak akan terkumpul menjadi satu pada bagian atas cairan.

Pemisahan lemak dari cairannya dapat lebih sempurna bila dilakukan sentrifugasi.

Rusaknya emulsi lemak dikarenakan asam sulfat dapat merusak lapisan film yang yang menyelimuti globula lemak yang biasanya terdiri dari senyawa protein.

Dengan rusaknya protein (denaturasi ataupun koagulasi) maka memungkinkan globula lemak yang satu akan bergabung dengan globula lemak yang lain dan akhirnya menjadi kumpulan lemak yang lebih besar dan akan mengapung di atas cairan. Setelah disentrifugasi lemak akan semakin jelas terpisah dengan cairannya dan agar dapat dibaca banyaknya lemak maka ke dalam botol ditambahkan akuades panas sampai lemak tepat pada tanda skala bagian atas, dengan demikian

banyaknya lemak dapat secara langsung dibaca atau diketahui (Sudarmadji, dkk., 1989).

2.3.3 Metode Goldfisch

Ekstraksi dengan alat Goldfisch sangat praktis dan mudah pemakaiannya.

Bahan sampel yang telah dihaluskan dimasukkan kedalam thimble dan dipasang

(27)

dalam tabung penyangga yang pada bagian bawahnya berlubang. Bahan pelarut yang digunakan ditempatkan dalam gelas beker di bawah tabung penyangga. Bila gelas bekerdipanaskan uap pelarut akan naik dan didinginkan oleh kondensor sehingga bahan akan dibasahi oleh pelarut dan lipida akan terekstraksi dan selanjutnya akan tertampung kedalam gelas beker kembali. Setelah ekstraksi selesai (3-4 jam), pemanas dimatikan dan sampel berikut penyangganya diambil dan diganti dengan gelas beker yang ukurannya sama dengan tabung penyangga.

Pemanas dihidupkan kembali sehingga pelarut akan diuapkan lagi dan diembunkan serta tertampung ke dalam gelas beker yang terpasang dibagian bawah kondensor. Residu yang ada dalam gelas beker yang dipasang pada pemanas selanjutnya dikeringkan dalam oven 100ºC sampai berat konstan. Berat residu ini dinyatakan sebagai minyak atau lemak yang ada dalam bahan. Seperti halnya cara soklet, penentuan banyaknya lemak/minyak dapat pula dengan menimbang residu dalam thimble sesudah ekstraksi berakhir dan sudah dikeringkan sampai berat konstan. Selisih bobot sampel sebelum dan bobot residu sesudah ekstraksi dan sudah dikeringkan merupakan lemak yang ada dalam bahan. Keuntungan cara ekstraksi Goldfisch ini adalah pelarut yang sudah dipakai dapat diperoleh kembali (Sudarmadji, dkk., 1989).

2.4 Serat

Serat pangan atau dietary fiber adalah karbohidrat (polisakarida) dan lignin yang tidak dapat dihidrolisis (dicerna) oleh enzim pencernaan manusia, dan akan sampai di usus besar dalam keadaan utuh. Oleh karena itu, kebanyakan serat

(28)

pangan menjadi substrat bagi fermentasi bakteri yang hidup di kolon (Silalahi, 2006).

2.5 Komponen Serat

Serat pangan dapat diklasifikasikan berdasarkan struktur molekul dan kelarutannya, yaitu serat larut (soluble dietary fiber; SDF) dan serat tak larut (insoluble dietary fiber; IDF). Serat pangan yang larut dalam air sangat mudah difermentasikan dan memengaruhi metabolisme karbohidrat dan lipida.

Sementara, serat pangan yang tidak larut, seperti selulosa (bahan dasar dalam kapas), berperan untuk memperbesar volume feses dan mengurangi waktu transitnya di dalam kolon (bersifat laksatif lemah) (Silalahi, 2006).

Serat mempunyai kemampuan untuk secara cepat menyerap air dalam jumlah banyak. Selulosa merupakan komponen terbanyak dalam diet serat.

Hemiselulosa ialah poliner beberapa heksosa dan pentose. Zat pektin merupakan komplek poliner berasal dari dinding sel dan bagian-bagian berserat dalam buah- buahan, sayuran dan tanaman-tanaman darat lainnya (Djojosoebagio dan Piliang, 1996).

2.6 Analisis Serat

Ada beberapa metode analisis serat makanan, yaitu metode analisis serat kasar (crude fiber), metode Deterjen dan metode Enzimatis.

2.6.1 Metode Analisis Serat Kasar (Crude Fiber)

Menurut Sudarmadji dkk (1989) serat kasar mengandung senyawa selulosa, lignin dan zat lain yang belum dapat diidentifikasi dengan pasti. Serat kasar disini adalah

(29)

senyawa yang tidak dapat dicerna dalam organ pencernaan manusia. Didalam analisa penentuan serat kasar diperhitungkan banyaknya zat-zat yang tidak larut dalam asam encer ataupun basa encer dengan kondisi tertentu.

Langkah-langkah yang dilakukan dalam analisa adalah:

a. deffating, yaitu menghilangkan lemak yang terkandung dalam sampel yang menggunakan pelarut lemak

b. digestion, terdiri dari dua tahap yaitu pelarutan dengan asam dan pelarutan dengan basa. Kedua macam proses digest ini dilakukan dalam keadaan tertutup pada suhu terkontrol (mendidih) dan sedapat mungkin dihindarkan dari pengaruh luar.

2.6.2 Metode Deterjen

Metode deterjen ini terdiri atas duayaitu Acid Detergent Fiber (ADF) dan Neutral Detergent Fiber (NDF) (Pomeranz and Meloan, 1987).

a. Acid Detergent Fiber (ADF)

Metode ADF hanya dapat untuk menurunkan kadar total selulosa dan lignin. Metode ini digunakan pada Association of Official Analytical Chemist (AOAC).Prosedurnya sama dengan NDF, namun larutan yang digunakan adalah Cetyl Trimethyl Amonium Bromida(CTAB) dan H2SO4 0,5 M (Pomeranz and Meloan, 1987).

b. Neutral Detergent Fiber (NDF)

Dengan metode NDF dapat ditentukan kadar total dari selulosa, hemiselulosa, dan lignin. Selisih jumlah serat dari analisis NDF dan ADF dianggap jumlah kandungan hemiselulosa, meski sebenarnya terdapat juga komponen lainnya

(30)

selain selulosa, hemiselulosa dan lignin yaitu protein pada metode Deterjen ini (Pomeranz and Meloan, 1987).

2.6.3 Metode Enzimatis

Metode enzimatis dirancang berdasarkan kondisi fisiologi tubuh manusia.

Metode yang dikembangkan adalah fraksinasi enzimatis yaitu menggunakan enzim amilase, diikuti penggunaan enzim pepsin, kemudian pankreatin. Metode ini dapat mengukur kadar serat makan total, serat larut dan tak larut secara terpisah. Kekurangan metode ini, enzim yang digunakan mungkin mempunyai aktivitas lebih yang bisa saja merusak komponen serat dan kemungkinan protein yang tidak terdegradasi sempurna dan ikut terhitung sebagai serat (Pomeranz and Meloan, 1987).

2.7 Analisis Gravimetri

Menurut Rohman (2007), gravimetri merupakan cara pemeriksaan yang paling tua dan yang paling sederhana dibandingkan dengan cara pemeriksaan kimia lainnya. Analisis gravimetri adalah cara analisis kuantitatif berdasarkan berat tetap (berat konstan)-nya. Dalam analisis ini, unsur atau senyawa yang dianalisis dipisahkan dari sejumlah bahan yang dianalisis sehingga dapat diketahui berat tetapnya. Supaya analisis gravimetri berhasil, maka persyaratan yang harus dipenuhi adalah:

a. Proses pemisahan analit yang dituju harus berlangsung secara sempurna sehingga banyaknya analit yang tidak terendapkan secara analisis tidak terdeteksi.

(31)

b. Zat yang akan ditimbang harus murni atau mendekati murni. Jika syarat ini tidak terpenuhi maka akan menimbulkan kesalahan yang besar.

2.8 Analisa Statistik

Dari hasil penelitian sering diminta suatu uraian, penjelasan atau kesimpulan tentang persoalan yang diteliti. Sebelum kesimpulan dibuat, keterangan atau data yang terkumpul dipelajari, dianalisa dan berdasarkan pengolahan inilah dibuat kesimpulan. Pengolahan dan pembuatan kesimpulan harus dilakukan dengan baik, cermat, teliti, hati-hati, mengikuti cara-cara dan teori yang benar dan dapat dipertang gungjawabkan (Sudjana, 2005).

(32)

BAB III

METODE PENELITIAN

Jenis penelitian yang dilakukan adalah penelitian eksperimental dengan maksud mengetahui pengaruh/ hubungan antara variabel bebas dengan variabel terikat. Dalam penelitian ini perlakuan terhadap okra segar dan rebus adalah variabel bebas sedangkan kadar lemak dan serat tak larut merupakan variabel terikat.

3.1 Lokasi Penelitian

Penelitian dilakukan di Laboratorium Fitokimia Fakultas Farmasi Universitas Sumatera Utara pada bulan Agustus – Oktober 2017.

3.2 Bahan-Bahan 3.2.1 Sampel

Sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah buah okra segar yang diperoleh secara purposif di pasar Firdaus, Jalan Mandala by Pass, Medan.

3.2.2 Identifikasi Sampel

Identifikasi okra dilakukan di Herbarium Medanense, Laboratorium Herbarium Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam (FMIPA) Universitas Sumatera Utara.

3.2.3 Pereaksi

Pereaksi yang digunakan dalam penelitian ini antara lain n-heksan, H2SO4 98%, NaOH pelet, K2SO4, alkohol 95% dan akuades.

(33)

3.3 Alat-alat

Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah neraca analitik, alat soklet, cawan porselin, Heating Mantle (Boeco), kertas saring, indikator universal, desikator, oven, blender dan alat-alat gelas laboratorium lainnya (Pyrex dan Oberol).

3.4 Pembuatan Pereaksi 3.4.1 Pembuatan H2SO4 0,2 N

Dibuat dengan mencampurkan 20 ml H2SO4 98% dalam 3600 ml akuades (Ditjen POM R.I., 1995).

3.4.2 Pembuatan NaOH 0,3 N

Dibuat dengan melarutkan 43,2 g NaOH dalam 3600 ml akuades bebas CO2 (Ditjen POM R.I., 1995).

3.4.3 Pembuatan K2SO4 10%

Dibuat dengan melarutkan 10 g K2SO4 dalam 100 ml akuades bebas CO2 (Ditjen POM R.I., 1995).

3.5Pengambilan dan Penyiapan Sampel 3.5.1 Pengambilan Sampel

Metode pengambilan sampel dilakukan dengan cara sampling purposive yang dikenal juga sebagai sampling pertimbangan dimana sampel ditentukan atas dasar pertimbangan bahwa sampel yang diambil dapat mewakili populasi (Sudjana, 2005).

(34)

3.5.2Penyiapan Sampel 3.5.2.1 Okra Segar

Buah okra dicuci bersih dengan air mengalir dan ditiriskan, selanjutnya sebanyak 300 gram dipotong-potong kecil untuk dikeringkan, setelah kering dihaluskan dengan blender sehingga menjadi serbuk.

3.5.2.2 Okra Rebus

Okra dicuci bersih dengan air mengalir dan ditiriskan, selanjutnya sebanyak 300 gram dimasukkan kedalam air sebanyak 1500 ml yang telah mendidih kemudian dibiarkan selama ±10 menit, ditiriskan air rebusannya kemudian didinginkan, selanjutnya dipotong-potong kecil untuk dikeringkan setelah kering dihaluskan dengan blender sehingga menjadi serbuk.

3.5.3 Penetapan Kadar Lemak

Ditimbang lebih kurang 10 gram okra segar, dan okra rebus yang telah dikeringkan, dimasukkan ke dalam selongsong yang terbuat dari kertas saring, kemudian dimasukkan ke dalam alat Soklet, kemudian dihubungkan dengan labu alas bulat 500 ml yang telah berisi 200 ml n-heksan, dipasang kondensor selanjutnya dialirkan air sebagai pendingin. Ekstraksi dilakukan lebih kurang selama 4 jam, sampai pelarut yang turun kembali ke dalam labu alas bulat berwarna jernih. Kemudian ekstrak dipindahkan kedalam cawan porselin yang sudah diketahui beratnya, kemudian diuapkan diatas penangas air hingga kering.

Pengeringan diteruskan dalam oven pada suhu 100ºC, didinginkan dalam desikator dan ditimbang sampai diperoleh berat konstan (Sudarmadji, dkk., 1989).

Menurut Sudarmadji (1989), kadar lemak dapat dihitung dengan rumus:

(berat cawan lemak) g – (berat cawan kosong) g

(35)

3.5.4 Penetapan Kadar Serat Tak Larut

Ditimbang lebih kurang 4 gram okra segar, dan okra rebus yang telah dikeringkan, dimasukkan ke dalam selongsong yang terbuat dari kertas saring, kemudian dimasukkan ke dalam alat Soklet, kemudian dihubungkan dengan labu alas bulat 250 ml yang telah berisi 100 ml n-heksan, dipasang kondensor selanjutnya dialirkan air sebagai pendingin. Ekstraksi dilakukan lebih kurang selama 4 jam, sampai pelarut yang turun kembali ke dalam labu alas bulat berwarna jernih. Kemudian sampel dipindahkan kedalam erlenmeyer 600 ml, ditambahkan 200 ml H2SO40,2 N, dihubungkan dengan kondensor, dididihkan selama 30 menit. Disaring dan dicuci residu dalam kertas saring dengan akuades mendidih sampai air cucian tidak bersifat asam lagi (diperiksa dengan indikator universal). Dipindahkan residu ke dalam erlenmeyer 600 ml, kemudian ditambahkan larutan NaOH0,3 N sebanyak 200 ml, kemudian dihubungkan dengan kondensor, dididihkan selama 30 menit. Disaring dengan kertas saring yang diketahui beratnya, residu dicuci dengan larutan K2SO4 10%. Dicuci lagi residu dengan akuades mendidih dan kemudian dengan lebih kurang 15 ml alkohol 95%. Dikeringkan kertas saring dengan isinya dalam oven pada suhu 110°C, didinginkan dalam desikator dan ditimbang sampai diperoleh berat konstan (Sudarmadji, dkk., 1989).

Menurut Sudarmadji (1989) kadar serat tak larut dapat dihitung dengan:

Berat residu = berat kertas saring dan residu – berat kertas saring Kadar SeratTak Larut (%) = (berat residu) g

(berat awal) g x 100%

(36)

3.5.5 Analisis Data Secara Statistik 3.5.5.1 Penolakan Hasil Pengamatan

Kadar lemak dan serat tak larut yang diperoleh dari hasil pengukuran masing-masing larutan sampel dianalisis secara statistik.

Menurut Sudjana (2005), standar deviasi dapat dihitung dengan rumus:

Keterangan: Xi= Kadar sampel

X = Kadar rata-rata sampel n = Jumlah pengulangan Untuk mencari t hitung digunakan rumus:

thitung=

|

̅

√ ⁄

|

dan untuk menentukan kadar lemak dan kadar serat tak larut di dalam sampel dengan interval kepercayaan 99%, α = 0,01, dk = n-1, dapat digunakan rumus sebagai berikut:

Kadar Lemak: μ = ̅ ± (t(α/2, dk) x SD / √n ) Keterangan: μ = Kadar sebenarnya

X = Kadar rata-rata sampel SD = Standar Deviasi

dk = Derajat kebebasan (dk = n-1) α = Interval kepercayaan

n = Jumlah pengulangan

(37)

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Identifikasi Tumbuhan

Hasil identifikasi tumbuhan menunjukkan bahwa tumbuhan yang diuji adalah okra (Abelmoschus esculentus (L.) Moench) famili Malvaceae. Surat hasil identifikasi tumbuhan dapat dilihat pada Lampiran 1, halaman 15.

4.2 Kadar Lemak pada Sampel

Dari hasil penelitian diperoleh kadar lemak pada okra segar, dan okra rebus terhadap “dry basis” dan “wet basis” dapat dilihat pada Tabel 3.1. Data penimbangan dan penetapan kadar lemak pada okra segar, dan okra rebus terhadap “dry basis” dan “wet basis” dapat dilihat pada Lampiran 9, halaman 23.

Tabel 4.1 Kadar Lemak pada Sampel

No. Sampel Kadar Lemak (g/100g)

1. Okra Segar 0,178 ± 0,0164a

0,021 ± 0,0019b

2. Okra Rebus 0,036 ± 0,0107a

0,004 ± 0,0012b

Keterangan: Data diatas merupakan rata-rata dari enam kali pengulangan

a: dihitung terhadap ”dry basis”

b: dihitung terhadap “wet basis”

Data yang didapat kemudian dihitung berapa besar persentase penurunan kadar lemak pada okra segar terhadap “dry basis” dan “wet basis” Perhitungan dapat dilihat pada Lampiran 17 dan 18, halaman 36 dan 37.

(38)

Tabel 4.2 Penurunan Kadar Lemak pada Okra Segar dan Okra Rebus Kadar Lemak

(g/100g)

Penurunan Kadar (%)

Okra Segar Okra Rebus Okra Segar ke Okra Rebus

0,178a 0,036a 79,77a

0,021b 0,004b 80,95b

Keterangan: a: dihitung terhadap ”dry basis”

b: dihitung terhadap “wet basis”

Berdasarkan Tabel 3.2 di atas dapat diketahui bahwa terdapat penurunan kadar lemak pada okra segar, dan okra rebus yang diperoleh dari hasil analisis, baik terhadap “dry basis” maupun “wet basis”. Pengolahan dengan cara direbus menyebabkan penurunan kadar lemak okra bila dihitung terhadap “dry basis”

yaitu sebanyak 79,77%. Dan bila dihitung terhadap “wet basis” dengan cara direbus menyebabkan penurunan sebanyak 80,95%.

Menurut penelitian yang dilakukan Salamah (2012), mengenai kandungan mineral pada remis (Corbicula javanica) akibat proses pengolahan yang juga menganalisis kadar lemak menyatakan bahwa pengolahan memberikan penurunan terhadap kadar lemak. Tingkat kerusakannya sangat bervariasi tergantung suhu yang digunakan serta lamanya waktu pengolahan.

Menurut Tapotubun (2008), suhu dan waktu pemanasan memberikan efek pada kadar lemak produk, hal ini erat kaitannya dengan sifat lemak tersebut yang berbentuk padat pada suhu kamar sedangkan suhu yang dicapai pada perebusan adalah 100ºC sehingga lemak akan mencair dan hilang bersama-sama dengan air.

(39)

4.3 Kadar Serat Tak Larut pada Sampel

Dari hasil penelitian diperoleh kadar serat tak larut pada okra segar, dan okra rebus terhadap “dry basis” dan “wet basis”, hasilnya dapat dilihat pada Tabel 3.3. Data penimbangan dan penetapan kadar serat tak larut pada okra segar, dan okra rebus “dry basis” dan “wet basis” dapat dilihat pada Lampiran 19, halaman 38.

Tabel 4.3 Kadar Serat Tak Larut pada Sampel

No. Sampel Kadar Serat Tak Larut (g/100g)

1. OkraSegar 3,125 ± 0,1975a

0,373 ± 0,0164b

2. OkraRebus 1,488 ± 0,1810a

0,175 ± 0,0164b

Keterangan: Data diatas merupakan rata-rata dari enam kali pengulangan

a: dihitung terhadap “dry basis”

b: dihitung terhadap “wet basis”

Data yang didapat kemudian dihitung berapa besar persentase penurunan kadar serat tak larut pada okra segar terhadap “dry basis” dan “wet basis”

Perhitungan dapat dilihat pada Lampiran 27 dan 28 pada halaman 51 dan 52.

Tabel 4.4 Penurunan Kadar Serat Tak Larut pada Okra Segar dan Okra Rebus Kadar Serat Tak Larut

(g/100g)

Penurunan Kadar (%)

Okra Segar Okra Rebus Okra Segar ke Okra Rebus

3,125a 1,488a 52,38a

0,373b 0,175b 53,08b

Keterangan: a: dihitung terhadap “dry basis”

b: dihitung terhadap “wet basis”

(40)

Berdasarkan Tabel 3.4 di atas dapat diketahui bahwa terdapat penurunan kadar serat tak larut pada okra segar dan okra rebus yang diperoleh dari hasil analisis. Pengolahan dengan cara direbus bila dihitung terhadap “dry basis”

meyebabkan penurunan kadar serat tak larut pada okra rebus sebanyak 52,38%.

Dan bila dihitung terhadap “wet basis” dengan cara direbus menyebabkan penurunan sebanyak 53,08%. Hal ini menunjukkan pengolahan memberikan penurunan kadar serat tak larut.

Menurut penelitian yang dilakukan Lusiyatiningsih (2014), mengenai uji kadar serat, protein dan sifat organoleptik pada tempe dari bahan dasar kacang merah (Phaseolus vulgaris L.) dengan penambahan jagung dan bekatul, menjelaskan bahwa penurunan kadar serat pada bahan pangan disebabkan oleh beberapa faktor, yaitu perebusan dan pemanasan. Proses perebusan dan pemanasan akan menyebabkan penurunan kadar serat, karena pada saat perebusan dan pemanasan akan merusak kandungan serat dalam bahan pangan tersebut (Lusiyatiningsih, 2014).

Menurut badan kesehatan dunia serat makanan yang bisa dijadikan acuan untuk menjaga kesehatan saluran pencernaan dan kesehatan organ tubuh lainnya adalah sebesar 25 gram/hari. Walaupun ini belum mencukupi kebutuhan serat yang dianjurkan, kita bisa mengkonsumsi sumber makanan lain yang juga mengandung serat atau dengan menambah jumlah porsi setiap kali penyajian okra segar.

(41)

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

Berdasarkan pengamatan dan pembahasan dalam penelitian dapat disimpulkan:

a. Hasil analisis kadar lemak terhadap “dry basis” pada okra segar dan rebus masing-masing sebesar (0,178 ± 0,0164) g/100g dan (0,036 ± 0,0107) g/100g, sedangkan terhadap “wet basis” masing-masing sebesar (0,021 ± 0,0019) g/100g dan (0,004 ± 0,0012) g/100g. Kadar serat tak larut terhadap “dry basis”

pada okra segar dan rebus masing-masing sebesar (3,124 ± 0,1975) g/100g dan (1,488 ± 0,1810) g/100g, sedangkan terhadap “wet basis” masing-masing sebesar (0,373 ± 0,0164) g/100g dan (0,175 ± 0,0164) g/100g.

b. Hasil yang diperoleh menunjukkan bahwa terdapat perbedaan kadar lemak dan serat tak larut pada okra segar dan okra rebus. Kadar lemak dan serat tak larut pada okra segar lebih tinggi dari okra rebus, baik dihitung terhadap “dry basis” maupun terhadap “wet basis”.

5.2 Saran

Disarankan kepada masyarakat untuk mengkonsumsi okra rebus karena kadar lemaknya lebih rendah dan mengkonsumsi okra segar karena kadar seratnya lebih tinggi, sehingga cocok dikonsumsi bagi masyarakat yang sedang diet.

(42)

DAFTAR PUSTAKA

Ashari, S. (1995). Hortikultura Aspek Budidaya. Jakarta: Penerbit Universitas Indonesia. Halaman 243-244.

Budiyanto, H. M. A. K. (2009). Dasar-Dasar Ilmu Gizi. Cetakan Keempat.

Malang: UMM Press. Halaman 34.

Department of Biotechnology Ministry of Science and Technology and Ministry of Environment and Forests Govt. of India. (2011). Series of Crop Specific Biology Documents. Biology of Abelmoschus esculentus L. (Okra).New Delhi: Department of Biotechnology Goverment of India. Halaman. 2.

Ditjen POM R. I. (1995). Farmakope Indonesia. Edisi IV. Jakarta: Departemen Kesehatan Republik Indonesia. Halaman 1135, dan 1216.

Djojosoebagio, S., dan Piliang, W. G. (1996). Fisiologi Nutrisi. Edisi Kedua.

Jakarta: UI-Press. Halaman 195.

Herbarium Medanense. (2017). Identifikasi Tumbuhan. Medan: Herbarium Medanense Sumatera Utara.

Heyne, K. (1987). De Nuttige Planten Van Nederlandsch-Indie: Tevens Synthetische Catalogus Der Verzamelingen Van Het Museum Voor Technische-en Handelsbotanie Te Buitenzorg. J. Van Donge. (1922).

Tumbuhan Berguna Indonesia III. Jakarta: Badan Litbang Departemen Kehutanan. Halaman 1829.

Khomsug, P., Thongjaroenbuangam, W., Pakdeenarong, N., Suttajit, M., Chantiratikul, P. (2010). Antioxidative Activities and Phenolic Content of Extract From Okra (Abelmoschus esculentus L.). Research Journal of Biological Sciences. 5 (4) : 310-313.

Kumar, D. S., Tony d. E., Kumar, A. P., Kumar, K. H., Rao, D. B. S., dan Nadendla, R. (2013). A Review On: Abelmoschus esculentus (Okra). Int.

Res J Pharm. App Sci. India: Chalapathi institute of pharmaceutical sciences, Guntur. 1 (3): 129-132

Lusiyatiningsih, T. (2014). Uji Kadar Serat, Protein Dan Sifat Organoleptik Pada Tempe Dari Bahan Dasar Kacang Merah (Phaseolus vulgaris L) Dengan Penambahan Jagung Dan Bekatul. Naskah Publikasi. Surakarta:

Universitas Muhammadiyah Surakarta. Halaman 7, dan 8.

Poedjiadi. (1994). Dasar-Dasar Biokimia. Jakarta: UI-Press. Halaman 51-52, dan 59.

(43)

Pomeranz, Y., dan Meloan, C. E. (1987). Food Analysis: Theory and Practice.

Edisi Kedua. New York: Van Nostrand Reinhold Company.

Halaman 679-681.

Rohman, A. (2007). Kimia Farmasi Analisis. Cetakan Pertama. Yogyakarta:

Pustaka Pelajar. Halaman 91-92.

Roy, A., Shrivastava, S. L., dan Mandal, S. M. (2014). Functional properties ofOkra Abelmoschus esculentus L. (Moench): traditional claims andscientific evidences. Plant Science Today. 1(3). 121-130.

Salamah, E., Purwaningsih, S., dan Kurnia, R. (2012). Kandungan Mineral Remis (Corbicula javanica) Akibat Proses Pengolahan. Jurnal Akuatika. Bogor:

Institut Pertanian Bogor. Halaman 77-78.

Sihombing, A. (2016). Analisis Lemak Dan Serat Tak Larut Pada Pakkat (Calamus caesius Blume). Skripsi. Medan: Fakultas Farmasi Universitas Sumatera Utara. Halaman 26.

Silalahi, J. (2006). Makanan Fungsional. Yogyakarta: Kanisius. Halaman 73-74, 124-125.

Sudarmadji, S., Haryono, B., dan Suhardi. (1989). Analisa Bahan Makanan dan Pertanian.Yogyakarta: Liberty. Halaman 92, 105-108.

Sudjana. (2005). MetodeStatistika. Edisi Keenam. Bandung: Tarsito. Halaman 93, dan 168.

Tim Penulis TS. (1993). Sayur Komersial. Jakarta: Penebar Swadaya. Halaman 81.

Tapotubun A. M., Nanlohy, E. E. E. M., dan Louhenapessy, J. M. (2008). Efek Waktu Pemanasan Terhadap Mutu Presto Beberapa Jenis Ikan. Ichthyos, Vol. 7, No. 2. Halaman 65-70.

(44)

Lampiran 1. Identifikasi Tumbuhan

(45)

Lampiran 2. Gambar Tumbuhan Okra (Abelmoschus esculentus (L.) Moench)

Gambar 2. Tumbuhan Okra

(46)

Lampiran 3.Gambar Okra (Abelmoschus esculentus (L.) Moench)

Gambar 3. Okra Segar

Gambar 4. Okra Rebus

(47)

Lampiran 4. Gambar Proses Sokletasi

Gambar 5. Proses Sokletasi

Kondensor

Alat soklet

Sifon

Labu alas bulat

Heating Mantle

(48)

Lampiran 5. Skema Prosedur Penetapan Kadar Lemak (Okra Segar)

Dicuci bersih kemudian ditiriskan Ditimbang sebanyak 300 g

Dipotong-potong kecil Dikeringkan

Dihaluskan dengan blender

Ditimbang ± 10 g

Dimasukkan kedalam selongsong yang terbuat dari kertas saring

Dimasukkan selongsong kedalam alat Soklet lalu dipasang dengan labu alas bulat 500 ml yang berisi pelarut n-heksan sebanyak200 ml

Dipasang kondensor dan dialirkan air pendingin melalui kondensor

Dilakukan ekstraksi lebih kurang 4 jam, sampai pelarut yang turun kembali kedalam labu alas berwarna jernih

Dipindahkan ekstrak kedalam cawan porselin yang sudah diketahui beratnya dan diuapkan diatas penangas air hingga kering.

Diteruskan pengeringan di oven pada suhu100ºC Didinginkan dalam desikator dan ditimbang sampai diperoleh berat konstan.

Okra

Okra segar yang dikeringkan

Lemak

(49)

Lampiran 6.Skema Prosedur Penetapan Kadar Lemak (Okra Rebus)

Dicuci bersih

Direbus sebanyak 300 gdengan air sebanyak 1500 ml yang telah mendidih, dibiarkan selama 10 menit Ditiriskan air rebusannya kemudian didinginkan Dipotong-potong kecil

Dikeringkan

Dihaluskan dengan blender

Ditimbang ±10 g

Dimasukkan kedalam selongsong yang terbuat dari kertas saring

Dimasukkan selongsong kedalam alat Soklet lalu dipasang dengan labu alas bulat 500 ml yang berisi pelarut n-heksan sebanyak 200 ml

Dipasang kondensor dan dialirkan air pendingin melalui kondensor

Dilakukan ekstraksi lebih kurang 4 jam, sampai pelarut yang turun kembali kedalam labu alas berwarna jernih Dipindahkan ekstrak kedalam cawan porselin yang sudah diketahui beratnya dan diuapkan diatas penangas air hingga kering.

Diteruskan pengeringan di oven pada suhu 100ºC Didinginkan dalam desikator dan ditimbang sampai diperoleh berat konstan

Okra

Okra rebus yang dikeringkan

Lemak

(50)

Lampiran 7.Skema Prosedur Penetapan Kadar Serat Tak Larut (Okra Segar)

Dicuci bersih

Ditimbang sebanyak 300 g Dipotong-potong kecil Dikeringkan

Dihaluskan dengan blender

Ditimbang ± 4 gram

Diekstraksi lemaknya dengan pelarut n-heksan sebanyak 100 ml selama kurang lebih 4 jam, sampai pelarutnya berwarna jernih

Dipindahkan sampel ke dalam erlenmeyer 600 ml Ditambahkan 200 ml larutan H2SO40,2 N

Dipasang kondensor dididihkan selama 30 menit Disaring dengan kertas saring

Dicuci dengan akuades mendidih sampai air cucian tidak bersifat asam lagi (diperiksa dengan indikator universal)

Dipindahkan residu dari kertas saring ke dalam erlenmeyer 600 ml kemudian ditambahkan larutan NaOH 0,3 Nsebanyak 200 ml Dipasang kondensor dididihkan selama 30 menit

Disaring dengan kertas saring kering yang diketahui beratnya

Dicuci dengan larutan K2SO4 10%

Dicuci lagi residunya dengan akuades mendidih dan 15 ml alkohol 95%

Dikeringkan di oven pada suhu 110ºC Didingankan dalam desikator

Ditimbang sampai berat konstan Okra segar yang dikeringkan

Filtrat Residu

Filtrat Residu

Serat Tak Larut

Okra

(51)

Lampiran 8.Skema Prosedur Penetapan Kadar Serat Tak Larut (Okra Rebus)

Dicuci bersih

Direbus sebanyak 300 g dalam air sebanyak 1500 ml yang telah mendidih, dibiarkan selama 10 menit

Ditiriskan air rebusannya kemudian didinginkan Dipotong-potong kecil

Dikeringkan

Dihaluskan dengan blender

Ditimbang ± 4 g bahan kering

Diekstraksi lemaknya dengan pelarut n-heksan sebanyak 100 ml selama kurang lebih 4 jam, sampai pelarutnya berwarna jernih

Dipindahkan sampel ke dalam erlenmeyer 600 ml Ditambahkan 200 ml larutan H2SO4 0,2 N Dipasang kondensor dididihkan selama 30 menit Disaring dengan kertas saring

Dicuci dengan akuades mendidih sampai air cucian tidak bersifat asam lagi (diperiksa dengan indikator universal)

Dipindahkan residu dari kertas saring ke dalam erlenmeyer 600 ml kemudian ditambahkan larutan NaOH 0,3 Nsebanyak 200 ml Dipasang kondensor dididihkan selama 30 menit

Disaring dengan kertas saring kering yang diketahui beratnya

Dicuci dengan larutan K2SO4 10%

Dicuci lagi residunya dengan akuades mendidih dan 15 ml alkohol 95%

Dikeringkan di oven pada suhu 110ºC Didingankan dalam desikator

Ditimbang sampai berat konstan Okra rebus yang dikeringkan

Filtrat Residu

Filtrat Residu

Serat Tak Larut Okra

(52)

Lampiran 9.Hasil Penetapan Kadar Lemak pada Sampel Terhadap “Dry Basis”

1. Hasil Penetapan Kadar Lemak pada Okra Segar Terhadap “Dry Basis”

No. Berat sampel (g)

Berat cawan kosong

(g)

Berat cawan + lemak

(g)

Kadar lemak (g/100g)

1 10,0100 90,1415 90,1606 0,1908

2 10,0180 90,1614 90,1796 0,1816

3 10,0156 90,1821 90,1983 0,1617

4 10,0125 90,1561 90,1733 0,1717

5 10,0165 90,1731 90,1917 0,1856

6 10,0192 90,1682 90,1857 0,1746

2. Hasil Penetapan Kadar Lemak pada Okra Rebus Terhadap “Dry Basis”

No. Berat sampel (g)

Berat cawan kosong

(g)

Berat cawan + lemak

(g)

Kadar lemak (g/100g)

1 10,0100 90,1643 90,1685 0,0419

2 10,0180 90,1437 90,1468 0,0309

3 10,0156 90,1421 90,1450 0,0289

4 10,0125 90,1582 90,1628 0,0459

5 10,0165 90,1712 90,1750 0,0379

6 10,0192 90,1681 90,1716 0,0349

Kadar Lemak (%) = –

x 100%

Contoh perhitungan kadar lemak pada okra segar terhadap “dry basis”, nomor 1

(53)

Lampiran 9. (Lanjutan)

Kadar lemak =(90,1606) g – (90,1415) g

(10,0100) g x 100%

= 0,1908 %

= 0,1908 g/100g

Dengan cara yang sama diperoleh kadar lemak sampel okra rebus terhadap “dry basis”.

(54)

Lampiran 10. Contoh Perhitungan Kadar Lemak Pada Okra Segar Terhadap

“Wet Basis”

Hasil pengeringan 84,1420 g okra segar menghasilkan 10,0100 g okra segar yang dikeringkan. Maka, 100 g okra segar yang dikeringkan terdapat dalam:

= 100 g

10,0100 g x 84,1420 g

= 840,5794 g okra segar

Kadar lemak okra segar terhadap “dry basis” = 0,1908 g/100 g Dalam 100 g okra segar terdapat:

Kadar lemak okra segar terhadap “wet basis” = 100 g

840,5794 g x 0,1908 g

= 0,0226 g/100g

Perhitungan kadar lemak terhadap okra segar untuk 6 kali pengulangan dilakukan seperti contoh diatas.

(55)

Lampiran 11. Contoh Perhitungan Kadar Lemak Pada Okra Rebus Terhadap

“Wet Basis”

Hasil pengeringan 85,4840 g okra rebus menghasilkan 10,0100 g okra rebus yang dikeringkan. Maka, 100 g okra rebus yang dikeringkan terdapat dalam:

= 100 g

10,0100 g x 85,4840 g

= 853,986 g okra rebus

Kadar lemak okra rebus terhadap “dry basis” = 0,0419 g/100 g Dalam 100 g okra rebus terdapat:

Kadar lemak okra rebus terhadap “wet basis” = 100 g

853,986 g x 0,0419 g

= 0,0049 g/100g

Perhitungan kadar lemak terhadap okra rebus untuk 6 kali pengulangan dilakukan seperti contoh diatas.

(56)

Lampiran 12. Hasil Penetapan Kadar Lemak Pada Sampel

1. Hasil Penetapan kadar Lemak Pada Okra Segar

No. Berat Sampel basah (g)

Berat sampel kering (g)

Kadar Lemak (g/100g) Terhadap “dry

basis”

Terhadap “wet basis”

1 84,1429 10,0100 0,1908 0,0226

2 84,1490 10,0180 0,1816 0,0216

3 84,1445 10,0156 0,1617 0,0192

4 84,1452 10,0125 0,1717 0,0204

5 84,1432 10,0165 0,1856 0,0221

6 84,1461 10,0192 0,1746 0,0207

2. Hasil Penetapan Kadar Lemak Pada Okra Rebus

No. Berat Sampel basah (g)

Berat sampel kering (g)

Kadar Lemak (g/100g) Terhadap “dry

basis”

Terhadap “wet basis”

1 85,4840 10,0100 0,0419 0,0049

2 85,4870 10,0180 0,0309 0,0036

3 85,4860 10,0156 0,0289 0,0033

4 85,4852 10,0125 0,0459 0,0053

5 85,4863 10,0165 0,0379 0,0044

6 85,4872 10,0192 0,0349 0,0041

(57)

Lampiran 13. Perhitungan Analisis Statistik Uji T untuk mencari Kadar Lemak Sebenarnya pada Okra Segar Terhadap “Dry Basis”

No. Xi

Kadar Lemak (g/100g) (Xi-X) (Xi-X)²

1 0,1908 0,0128 0,000163

2 0,1816 0,0036 0,000012

3 0,1617 -0,0163 0,000265

4 0,1717 -0,0063 0,000039

5 0,1856 0,0076 0,000057

6 0,1746 -0,0034 0,000011

∑ Xi= 1,066 ∑ (Xi-X)² = 0,000547

X= 0,178

SD =

=

= 0,01

Uji statistik pada taraf kepercayaan 99% maka nilai α = 0,01 ; dk = n-1 = 6-1 = 5.

Diperoleh ttabel= α / 2, dk

= 0,01 / 2, 5

= 4,0321 Data diterima jika thitung ≤ ttabel

thitung=

|

̅

|

thitung1=

|

0,01/√6

|

= 3,1353

thitung2=

|

0,0036

0,01/√6

|

= 0,8818

(58)

Lampiran 13. (Lanjutan)

thitung3=

|

-0,0163

0,01/√6

|

= 3,9992

thitung4=

|

-0,0063

0,0 /√6

|

= 1,5431

thitung5=

|

0,0076

0,0 /√6

|

= 1,8616

thitung6=

|

-0,0034

0,0 /√6

|

= 0,8328

Semua data diterima, karena thitung ≤ttabel.

Kadar lemak pada okra segar terhadap “dry basis”:

µ = X ± (t (α / 2, dk) x SD / √ µ = (0,178 ± 0,0164) g/100g

Kadar lemak sebenarnya dalam okra segar terhadap “dry basis” adalah (0,178 ± 0,0164) g/100g.

(59)

Lampiran 14. Perhitungan Analisis Statistik Uji T untuk mencari Kadar Lemak Sebenarnya pada Okra Segar Terhadap “Wet Basis”

No. Xi

Kadar Lemak (g/100g) (Xi-X) (Xi-X)²

1 0,0226 0,0015 0,00000225

2 0,0216 0,0005 0,00000025

3 0,0192 -0,0019 0,00000361

4 0,0204 -0,0007 0,00000049

5 0,0221 0,001 0,000001

6 0,0207 -0,0004 0,00000016

∑ Xi=0,1266 ∑ (Xi-X)² = 0,00000776

X= 0,0211

SD =

=

= 0,0012

Uji statistik pada taraf kepercayaan 99% maka nilai α = 0,01 ; dk = n-1 = 6-1 = 5.

Diperoleh ttabel= α / 2, dk

= 0,01 / 2, 5

= 4,0321 Data diterima jika thitung ≤ ttabel

thitung=

|

̅

|

thitung1=

|

0,0012 /√6

|

= 3,0618

thitung2=

|

0,0005

0,0012 /√6

|

= 1,0206

(60)

Lampiran 14. (Lanjutan)

thitung3=

|

-0,0019

0,0012 /√6

|

= 3,8783

thitung4=

|

-0,0007

0,0012 /√6

|

= 1,4288

thitung5=

|

0,0012 /√6

|

= 2,0412

thitung6=

|

-0,0 4

0,0012 /√6

|

= 0,8164

Semua data diterima, karena thitung ≤ ttabel.

Kadar lemak pada okra segar terhadap “wet basis”:

µ = X ± (t (α / 2, dk) x SD / √ µ = (0,021 ± 0,0019) g/100 g

Kadar lemak sebenarnya dalam okra segar terhadap “wet basis” adalah (0,021 ± 0,0019)g/100 g.

(61)

Lampiran 15. Perhitungan Analisis Statistik Uji T untuk mencari Kadar Lemak Sebenarnya pada Okra Rebus Terhadap “Dry Basis”

No. Xi

Kadar Lemak (g/100g)

(Xi-X) (Xi-X)²

1 0,0419 0,0059 0,0000348

2 0,0309 -0,0051 0,0000260

3 0,0289 -0,0071 0,0000504

4 0,0459 0,0099 0,0000980

5 0,0379 0,0019 0,0000036

6 0,0349 -0,0011 0,0000012

∑ Xi=0,2204 ∑ (Xi-X)² = 0,000214

X= 0,036

SD =

=

= 0,0065

Uji statistik pada taraf kepercayaan 99% maka nilai α = 0,01 ; dk = n-1 = 6-1 = 5.

Diperoleh ttabel= α / 2, dk

= 0,01 / 2, 5

= 4,0321 Data diterima jika thitung ≤ ttabel

thitung=

|

̅

|

thitung1=

|

0,0065 /√6

|

= 2,2233

thitung2=

|

-0,0051

0,006 /√6

|

= 1,9219

(62)

Lampiran 15. (Lanjutan)

thitung3=

|

-0,0071

0,0065 /√6

|

= 2,6755

thitung4=

|

0,006 /√60,0099

|

= 3,7307

thitung5=

|

0,006 /√60,0019

|

= 0,7160

thitung6=

|

0,006 /√6-0,0011

|

= 0,9145

Semua data diterima, karena semua thitung ≤ ttabel. Kadar lemak pada okra rebus terhadap “dry basis”:

µ = X ± (t (α / 2, dk) x SD / √ µ = (0,036 ± 0,0107) g/100g

Kadar lemak sebenarnya dalam okra rebus terhadap “dry basis” adalah (0,036 ± 0,0107) g/100 g.

(63)

Lampiran 16. Perhitungan Analisis Statistik Uji T untuk mencari Kadar Lemak Sebenarnya pada Okra Rebus Terhadap “Wet Basis”

No. Xi

Kadar Lemak (g/100g)

(Xi-X) (Xi-X)²

1 0,0049 0,0007 0,00000049

2 0,0036 -0,0006 0,00000036

3 0,0033 -0,0009 0,00000081

4 0,0053 0,0011 0,00000121

5 0,0044 0,0002 0,00000004

6 0,0041 -0,0001 0,00000001

∑ Xi=0,0256 ∑ (Xi-X)² = 0,00000292

X= 0,0042

SD =

=

= 0,00076

Uji statistik pada taraf kepercayaan 99% maka nilai α = 0,01 ; dk = n-1 = 6-1 = 5.

Diperoleh ttabel= α / 2, dk

= 0,01 / 2, 5

= 4,0321 Data diterima jika thitung ≤ ttabel

thitung=

|

̅

|

thitung1=

|

/√6

|

= 2,2561

thitung2=

|

/√6-0,0006

|

= 1,9338

Gambar

Tabel 2.1 Kandungan Zat Gizi Okra per 100 g
Gambar 2.1 Trigliserida
Tabel 4.1 Kadar Lemak pada Sampel
Tabel 4.2 Penurunan Kadar Lemak pada Okra Segar dan Okra Rebus  Kadar Lemak
+4

Referensi

Garis besar

Dokumen terkait

Dalam rangka memenuhi kebutuhan masyarakat pengguna akan jasa angkutan udara, maka beberapa pengkalan udara termasuk Pangkalan Udara Husein Sastranegara

Terminal juga merupakan prasarana yang memerlukan biaya besar dan merupakan tempat kemungkinan terjadinya kongesti (kemacetan). Fungsi utama terminal transportasi adalah

bagaimana rasionalitas terapi terhadap pasien rawat jalan penderita malaria falciparum tanpa komplikasi di 6 puskesmas dalam lingkup Dinas Kesehatan Kota Sabang yang

Uji mikrobiologi aktivitas antibakteri sediaan gel ekstrak daun belimbing wuluh dilakukan dengan metode difusi agar yang menggunakan pencadang kertas dengan cara mengukur

Hasil penelitian ini didapat dari 644 lembar resep Dokter Spesialis Paru dengan total 2513 item obat diperoleh jumlah rata-rata jumlah obat per pertemuan adalah 3,9,

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif yang bertujuan menggambarkan sifat dari suatu keadaan secara sistematis yaitu untuk melihat

Manfaat penelitian ini adalah untuk memberikan informasi tentang formulasi yang tepat dengan metode granulasi basah untuk membuat sediaan tablet effervescent dari

Berdasarkan penjelasan di atas penulis melakukan penelitian tentang penetapan kadar kalium, kalsium, natrium dan magnesium yang terdapat pada bunga nangka betina dan jantan