• Tidak ada hasil yang ditemukan

T E S I S ARTISYA FAJRIANI NIM :

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "T E S I S ARTISYA FAJRIANI NIM :"

Copied!
163
0
0

Teks penuh

(1)

PENDERITA STROKE ISKEMIK, HIPERTENSI DAN DIABETES MELITUS TIPE 2 DENGAN MENGGUNAKAN TRANSCRANIAL DOPPLER

T E S I S

ARTISYA FAJRIANI NIM : 117112001

PROGRAM MAGISTER KEDOKTERAN KLINIK DEPARTEMEN NEUROLOGI

FAKULTAS KEDOKTERAN USU / RSUP H.ADAM MALIK MEDAN

2014

(2)

PENDERITA STROKE ISKEMIK, HIPERTENSI DAN DIABETES MELITUS TIPE 2 DENGAN MENGGUNAKAN TRANSCRANIAL DOPPLER

T E S I S

Untuk Memperoleh Gelar Magister Kedokteran Klinis Neurologi pada Program Studi Magister Kedokteran Klinik Fakultas Kedokteran

Universitas Sumatera Utara

Oleh

ARTISYA FAJRIANI NIM : 117112001

PROGRAM MAGISTER KEDOKTERAN KLINIK DEPARTEMEN NEUROLOGI

FAKULTAS KEDOKTERAN USU / RSUP H.ADAM MALIK MEDAN

2014

(3)

HUBUNGAN INDEKS MASSA TUBUH DENGAN KECEPATAN ALIRAN DARAH OTAK PADA PENDERITA STROKE ISKEMIK, HIPERTENSI

DAN DIABETES MELITUS TIPE 2 DENGAN MENGGUNAKAN TRANSCRANIAL DOPPLER

T E S I S

Dengan ini saya menyatakan bahwa dalam tesis ini tidak terdapat karya yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu perguruan tinggi, dan sepanjang sepengetahuan saya juga tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah dituliskan atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali yang secara tertulis diacu dalam naskah ini dan disebutkan dalam daftar pustaka.

Medan, 30 September 2014

Artisya Fajriani

(4)

KECEPATAN ALIRAN DARAH OTAK PADA PENDERITA STROKE ISKEMIK, HIPERTENSI, DAN DIABETES MELITUS TIPE 2 DENGAN MENGGUNAKAN TRANSCRANIAL DOPPLER

Nama Mahasiswa : ARTISYA FAJRIANI No. Induk Mahasiswa : 117112001

Program Magister : Magister Kedokteran Klinik Neurologi Konsentrasi : Program Studi Neurologi

Menyetujui

Pembimbing I Pembimbing II

Dr. Yuneldi Anwar, SpS (K) Dr. Kiki M Iqbal, SpS NIP. 19530601 198103 NIP. 19771005 200312 1 002

Mengetahui / Mengesahkan

Ketua Program Studi / Ketua Departemen / SMF Neurologi SMF Neurologi

FK USU / RSUP HAM Medan FK USU / RSUP HAM Medan

Dr. Yuneldi Anwar, SpS (K)

NIP. 19530601 198103 NIP. 19530916 198203 Dr. Rusli Dhanu, SpS (K)

(5)

KECEPATAN ALIRAN DARAH OTAK PADA PENDERITA STROKE ISKEMIK, HIPERTENSI, DAN DIABETES MELITUS TIPE 2 DENGAN MENGGUNAKAN TRANSCRANIAL DOPPLER

Nama Mahasiswa : ARTISYA FAJRIANI No. Induk Mahasiswa : 117112001

Program Magister : Magister Kedokteran Klinik Neurologi Konsentrasi : Program Studi Neurologi

Menyetujui

Ketua Komisi Pembimbing

NIP. 19470930 197902 1 001 Prof. DR. dr. Hasan Sjahrir, SpS(K)

Mengetahui / Mengesahkan

Ketua Magister Kedokteran Klinik Dekan Fakultas Kedokteran Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara Universitas Sumatera Utara

Prof.dr.Chairuddin P Lubis, DTM&H, SpA(K)

NIP. 19450318 197302 1 001 NIP. 19540220 198011 1 001 Prof. dr.Gontar A Siregar, SpPD-KGEH

(6)

PANITIA PENGUJI TESIS

Ketua : Prof. DR. Dr. Hasan Sjahrir, Sp.S(K) Anggota : 1. Prof. Dr. Darulkutni Nasution, Sp.S(K)

2. Dr. Darlan Djali Chan, Sp.S (Penguji) 3. Dr. Yuneldi Anwar, Sp.S(K)

4. Dr. Rusli Dhanu, Sp.S(K) (Penguji) 5. Dr. Kiking Ritarwan, MKT, Sp.S(K) (Penguji) 6. Dr. Aldy S. Rambe, Sp.S(K)

7. Dr. Puji Pinta O. Sinurat, Sp.S 8. Dr. Khairul P. Surbakti, Sp.S 9. Dr. Cut Aria Arina, Sp.S 10. Dr. Kiki M. Iqbal, Sp.S 11. Dr. Alfansuri Kadri, Sp.S 12. Dr. Aida Fitri, Sp.S

13. Dr. Irina Kemala Nasution, M.Ked (Neu), Sp.S 14. Dr. Haflin Soraya Hutagalung, Sp.S

15. Dr. Fasihah Irfani Fitri, M.Ked (Neu), Sp.S 16. Dr. Iskandar Nasution, Sp.S, FINS

17. Dr. RA Dwi Pujiastuti, M.Ked (Neu), Sp.S 18. Dr. Chairil Amin Batubara, M.Ked (Neu), Sp.S

(7)

Yang Maha Esa yang telah memberikan segala berkah, rahmat dan hidayah-Nya sehingga Penulis dapat menyelesaikan penulisan tesis ini.

Tesis ini dibuat untuk memenuhi persyaratan dan merupakan tugas akhir Program Pendidikan Magister Kedokteran Klinik Neurologi di Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara/ Rumah Sakit Umum Pusat H.Adam Malik Medan.

Pada kesempatan ini perkenankanlah Penulis menyatakan penghargaan dan ucapan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada:

1. Rektor Universitas Sumatera Utara, Dekan Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara, dan Ketua TKP PPDS-I Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara yang telah memberikan kesempatan kepada Penulis untuk mengikuti Program Pendidikan Magister Kedokteran Klinik Neurologi di Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara.

2. Dr. Rusli Dhanu, Sp.S (K), selaku Ketua Departemen Neurologi Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara / RSUP. H. Adam Malik Medan dan guru Penulis yang tidak pernah bosan dan penuh kesabaran dalam membimbing, mengoreksi, serta selalu memberikan masukan-masukan dan arahan selama Penulis mengikuti Program Pendidikan Magister Kedokteran Klinik Neurologi di Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara.

(8)

mengikuti Program Pendidikan Magister Kedokteran Klinik Neurologi di Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara dan dalam penyelesaian tesis ini.

4. Dr. Yuneldi Anwar, Sp.S (K), dan Dr. Kiki M.Iqbal, Sp.S, selaku pembimbing Penulis yang dengan sabar dan sepenuh hati dalam membimbing, mengoreksi dan mengarahkan Penulis mulai dari perencanaan, pembuatan dan penyelesaian tesis ini.

5. Guru-guru Penulis: Prof. DR. Dr. Hasan Sjahrir, Sp.S (K); Prof. Dr.

Darulkutni Nasution, Sp.S (K); (Alm.) Dr. Muchtar Nasution, Sp.S; Dr.

Darlan Djali Chan, Sp.S; Dr. Irsan NHN Lubis, Sp.S; Dr. Kiking Ritarwan, MKT, Sp.S(K); Dr.Aldy S Rambe, SpS(K); Dr. Puji Pinta O.

Sinurat, Sp.S; Dr. Khairul P. Surbakti, Sp.S; Dr. Cut Aria Arina, Sp.S;

(Alm.) Dr. S. Irwansyah, Sp.S; Dr. Alfansuri Kadri, Sp.S; Dr. Dina Listyaningrum, Sp.S, MSi.Med; Dr. Aida Fithrie, Sp.S; Dr.Irina K Nasution, Sp.S, M.Ked(Neu); Dr.Haflin S Hutagalung, Sp.S; Dr. Antun Subono, Sp.S, M.Sc; Dr. Fasihah Irfani Fitri, M.Ked(Neu), Sp.S; Dr.

Iskandar Nasution, Sp.S, FINS; Dr. RA. Dwi Pujiastuti, M.Ked(Neu), Sp.S; Dr. Chairil Amin Batubara, M.Ked(Neu), Sp.S, dan guru-guru lainnya yang tidak dapat Penulis sebutkan satu persatu, yang telah

(9)

memberikan kesempatan, fasilitas dan suasana kerja yang baik sehingga Penulis dapat mengikuti Program Pendidikan Magister Kedokteran Klinik Neurologi.

7. DR. Erna Mutiara, M.Kes, selaku pembimbing statistik yang telah banyak meluangkan waktu untuk membimbing dan berdiskusi dengan Penulis dalam pembuatan tesis ini.

8. Rekan-rekan sejawat peserta PPDS-I Departemen Neurologi FK-USU/

RSUP. H. Adam Malik Medan, yang banyak memberikan masukan berharga kepada Penulis melalui berbagai diskusi dalam beberapa pertemuan formal maupun informal, serta yang selalu memberikan dorongan semangat kepada Penulis dalam menyelesaikan Program Pendidikan Magister Kedokteran Klinik Neurologi.

9. Para perawat dan pegawai di berbagai tempat dimana Penulis pernah bertugas selama menjalani Program Pendidikan Magister Kedokteran Klinik ini, serta berbagai pihak yang tidak dapat Penulis sebutkan satu persatu, yang telah banyak membantu Penulis dalam menjalani Program Pendidikan Magister Kedokteran Klinik Neurologi.

10. Semua pasien Stroke Iskemik, Hipertensi dan Diabetes Melitus Tipe 2 yang telah bersedia ikut serta untuk berpartisipasi secara sukarela dalam penelitian ini.

(10)

membesarkan, mendidik, membimbing, dan memotivasi serta selalu mendoakan Penulis.

12. Ucapan terima kasih kepada kedua Bapak / Ibu mertua saya, Moch.

Natsir dan (Almh.) Khanifah,S.Pd-SD, yang selalu memberikan dorongan, semangat dan nasehat serta do’a yang tulus agar tetap sabar dan tegar dalam mengikuti pendidikan sampai selesai.

13. Teristimewa kepada suamiku tercinta Harris Hermawan,ST, yang selalu dengan sabar dan penuh pengertian, mendampingi dengan penuh cinta dan kasih sayang dalam suka dan duka.

14. Ucapan terima kasih kepada Abangda dan Kakanda saya, Dr.O.K.Yulizal, SpPD, Dessy Khairida, SP; OK.Isnainul Khairy, SH-MH, Ida Herawati; Ahmad Syakkir Naim, SIP,MAP, Humaira Nina Ikhtiwani, SS; M.Iqbal Syahputra,SP,MSc, Shavtira Della Putri, SP; serta kedua adik iparku Minkhatul Maulah dan Tri Hafidz yang selalu memberikan dorongan, semangat dan nasehat serta doa yang tulus agar tetap sabar dan tegar dalam mengikuti pendidikan sampai selesai. Dan tak lupa kepada semua keponakan saya tercinta, O.K. Zakki Mussaidi Khairy, O.K.Ikram Alkhair, O.K.Rafly Baihaqi Khairy, En.Nazifa Zanzabila Putri, En.Tiara Alviona Khairy, Fathan Alzahrawi Naim, dan En.Zhafira Deliza Fitri yang selalu membuat Penulis bahagia.

(11)

Akhirnya Penulis mengharapkan semoga penelitian dan tulisan ini dapat bermanfaat bagi kita semua.

Amin.

Penulis

dr. Artisya Fajriani

(12)

LEMBAR PENGESAHAN

UCAPAN TERIMA KASIH... i

DAFTAR ISI... vi

DAFTAR SINGKATAN... ix

DAFTAR TABEL... xi

DAFTAR GAMBAR... xii

DAFTAR BAGAN... xiii

DAFTAR GRAFIK... xiv

DAFTAR LAMPIRAN ... xv

ABSTRAK... xvi

ABSTRACT... xvii

BAB I PENDAHULUAN... 1

1. Latar Belakang... 1

2. Perumusan Masalah... 6

3. Tujuan Penelitian... 7

3.1 Tujuan Umum... 7

3.2 Tujuan Khusus... 7

4. Hipotesis... 9

5. Manfaat Penelitian... 9

5.1 Manfaat Penelitian untuk Ilmu Pengetahuan..9

5.2 Manfaat Penelitian untuk Peneliti... 9

5.3 Manfaat Penelitian untuk Masyarakat... 9

BAB II TINJAUAN PUSTAKA... 10

1. Indeks Massa Tubuh (IMT)... 10

2. Aliran Darah Otak... 12

2.1 Anatomi pembuluh darah otak... 13

3. Stroke... 16

3.1 Definisi... 16

3.2 Epidemiologi... 17

3.3 Faktor Risiko... 19

3.4 Klasifikasi... 20

3.5 Patofisiologi... 22

4. Hipertensi... 23

4.1 Klasifikasi Tekanan Darah... 23

4.2 Epidemiologi... 24

(13)

5.3 Klasifikasi... 27

5.4 Patofisiologi Diabetes Melitus Tipe 2... 28

5.5 Diagnosis... 28

5.6 Kriteria pengendalian DM... 31

6. Transcranial Doppler (TCD)... 32

6.1 Pencarian Window... 34

6.2 Identifikasi Arteri... 35

6.3 Indeks TCD ... 36

6.4 Aplikasi Klinis TCD... 39

A. Oklusi dan stenosis arteri... 40

B. Menilai autoregulasi serebrovaskular... 43

7. Hubungan Indeks Massa Tubuh dengan Kecepatan Aliran Darah pada Penderita Stroke Iskemik, Hipertensi dan DM tipe 2... 45

8. Kerangka Teori... 49

9. Kerangka Konsep... 50

BAB III METODE PENELITIAN... 51

1. Tempat dan Waktu... 51

2. Subjek Penelitian... 51

2.1 Populasi Sasaran... 51

2.2 Populasi Terjangkau... 51

2.3 Besar Sampel... 52

2.4 Kriteria Inklusi... 53

2.5 Kriteria Eksklusi... 53

3. Batasan Operasional... 53

4. Rancangan Penelitian... 55

5. Pelaksanaan Penelitian... 56

5.1 Instrumen Penelitian... 56

5.2 Pengambilan Sampel... 56

5.3 Kerangka Operasional... 57

6. Variabel yang diamati... 57

7. Analisa Statistik... 58

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN... 60

IV.1 Hasil Penelitian... 60

(14)

IV.1.3 Perbedaan rerata PI pada Penderita Stroke Iskemik, Hipertensi dan

DM Tipe 2... 65

IV.1.4 Hubungan IMT dengan rerata CBFV pada Penderita Stroke Iskemik, Hipertensi dan DM Tipe 2... 67

IV.1.5 Hubungan Usia dengan rerata CBFV pada Penderita Stroke Iskemik, Hipertensi dan DM Tipe 2... 70

IV.1.6 Hubungan TDS dengan rerata CBFV pada Penderita Stroke Iskemik, Hipertensi dan DM Tipe 2... 72

IV.2 Pembahasan... 75

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN... 87

V.1 Kesimpulan... 87

V.2 Saran... 88

Daftar Pustaka... 89 LAMPIRAN

(15)

AICA = Anterior Inferior Cerebellar Artery

AIDS = Acquired Immune Defisiency Syndrome ANG II = Angiotensin II

AVM = Arterio-Venous Malformation

BB = Berat Badan

BFV = Blood Flow Velocity CBF = Cerebral Blood Flow

CBFV = Cerebral Blood Flow Velocity CPP = Cerebral Perfusion Pressure CRP = C-Reactive Protein

CTA = Computed Tomography Angiography CVR = Cerebrovascular Resistance

DM = Diabetes Melitus

DSA = Digital Subtraction Angiography

ET-1 = Endotelin-1

FFAs = Free Fatty Acids

FV = Flow Velocity

FVd = Flow Velocity diastolic FVs = Flow Velocity systolic

GDPT = Glukosa Darah Puasa Terganggu ICAM-1 = Intercellular Adhesion Molecule-1 ICP = Intracranial Pressure

IDF = International Diabetes Federation IL-6 = Interleukin-6

IMT = Indeks Massa Tubuh

JNC 7 = The Sevent Report of the Joint National Committee on Prevention, Detection, Evaluation, and Treatment of High Blood Pressure

kg = kilogram

LDL = Low-Density Lipoprotein

m = meter

MABP = Mean Arterial Blood Pressure MCA = Middle Cerebral Artery

MCP-1 = Monosit Chemoattractant Protein-1 MFV = Mean Flow Velocity

(16)

PAI-1 = Plasminogen Activator Inhibitor-1

PERDOSSI = Perkumpulan Dokter Spesialis Saraf Indonesia PERKENI = Perkumpulan Endokrinologi Indonesia

PFO = Patent Foramen Ovale PI = Pulsality Index

PICA = Posterior Inferior Cerebellar Artery PSV = Peak Systolic Velocity

RI = Resistance Index

SBP = Systolic Blood Pressure SCA = Superior Cerebellar Artery

SKRT = Survei Kesehatan Rumah Tangga SSP = Susunan Saraf Pusat

TB = Tinggi Badan

TCD = Transcranial Doppler TDS = Tekanan Darah Sistolik

TGT = Toleransi Glukosa Terganggu TIA = Transient Ischemic Attack TNF- α = Tumor Necrosis factor- α

TOAST = Trial of Org 10172 in Acute Stroke Treatment TTGO = Tes Toleransi Glukosa Oral

VCAM-1 = Vascular Cell Adhesion Molecule-1 Vd = Velocity diastolic

Vs = Velocity systolic

WHO = World Health Organization

(17)

Tabel 1. Klasifikasi IMT berdasarkan WHO dalam The Asia-Pacific

Perspective : Redifining Obesity and Its Treatment... 11

Tabel 2. Klasifikasi tekanan darah pada dewasa... 24

Tabel 3. Klasifikasi etiologis DM... 27

Tabel 4. Kriteria diagnosis DM... 30

Tabel 5. Target pengendalian DM... 32

Tabel 6. Nilai normal hasil pengukuran TCD pada setiap arteri.. 39

Tabel 7. Efek dari berbagai status fisiologik pada flow velocity TCD... 39

Tabel 8. Karakteristik Subyek Penelitian... 63

Tabel 9. Lokasi lesi berdasarkan CT Scan kepala pada penderita Stroke Iskemik... 64

Tabel 10. Perbedaan rerata MFV pada Penderita Stroke Iskemik, Hipertensi dan DM Tipe 2... 65

Tabel 11. Perbedaan rerata PI pada Penderita Stroke Iskemik, Hipertensi dan DM Tipe 2... 66

Tabel 12. Hubungan IMT dengan rerata CBFV pada Penderita Stroke Iskemik... 67

Tabel 13. Hubungan IMT dengan rerata CBFV pada Penderita Hipertensi... 68

Tabel 14. Hubungan IMT dengan rerata CBFV pada Penderita DM Tipe 2... 69

Tabel 15. Hubungan Usia dengan rerata CBFV pada Penderita Stroke Iskemik... 70

Tabel 16. Hubungan Usia dengan rerata CBFV pada Penderita Hipertensi... 71

Tabel 17. Hubungan Usia dengan rerata CBFV pada Penderita DM Tipe 2... 71

Tabel 18. Hubungan TDS dengan rerata CBFV pada Penderita Stroke Iskemik... 72

Tabel 19. Hubungan TDS dengan rerata CBFV pada Penderita Hipertensi... 73

Tabel 20. Hubungan TDS dengan rerata CBFV pada Penderita DM Tipe 2... 74

(18)

Gambar 1. Sirkulus Willisi... 15

Gambar 2. Posisi transducer pada transcranial sonographic... 35

Gambar 3. Tampilan pulsed-wave spectral waveform... 38

Gambar 4. TIBI Flow Grading System... 44

Gambar 5. Adipokin Anti- dan Pro-Inflamatori... 46

(19)

Bagan 1. Langkah-langkah diagnostik DM dan gangguan

toleransi glukosa... 31

(20)

Grafik 1. Hubungan IMT dengan rerata CBFV pada penderita Stroke Iskemik... 67 Grafik 2. Hubungan IMT dengan rerata CBFV pada penderita

Hipertensi... 68 Grafik 3. Hubungan IMT dengan rerata CBFV pada penderita

DM Tipe 2... 69 Grafik 4. Hubungan TDS dengan rerata CBFV pada penderita

Stroke Iskemik... 72 Grafik 5. Hubungan TDS dengan rerata CBFV pada penderita

Hipertensi... 73 Grafik 6. Hubungan TDS dengan rerata CBFV pada penderita

DM Tipe 2... 74

(21)

Lampiran 1. Persetujuan Komite Etik Tentang Pelaksanaan Penelitian

Bidang Kesehatan... 95

Lampiran 2. Lembar Penjelasan kepada Subyek Penelitian... 96

Lampiran 3. Surat Persetujuan Ikut dalam Penelitian... 97

Lampiran 4. Lembar Pengumpulan Data... 98

Lampiran 5. Daftar Riwayat Hidup... 100

Lampiran 6. Data Dasar Penelitian... 101

(22)

kesehatan masyarakat di seluruh dunia. Indeks Massa Tubuh (IMT) yang meningkat merupakan faktor risiko untuk stroke, penyakit serebrovaskular, dan penurunan fungsi kognitif, selain faktor usia, hipertensi, merokok, dan alkohol.

Diabetes melitus, hipertensi dan faktor risiko kardiovaskular berpengaruh terhadap mikrovaskular serebral yang dapat mempercepat penurunan aliran darah otak yang terjadi pada usia tua normal. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan IMT dengan kecepatan aliran darah otak pada penderita stroke iskemik, hipertensi dan DM tipe 2 melalui pemeriksaan Transcranial Doppler (TCD).

Metode : Studi ini merupakan studi potong lintang yang dilakukan pada penderita stroke iskemik, hipertensi, dan DM Tipe 2 di RS.H.Adam Malik Medan pada Februari 2014 hingga Juni 2014. Semua kelompok yang memenuhi kriteria inklusi, diukur berat badan dan tinggi badan kemudian dihitung indeks massa tubuh, kemudian dilakukan pemeriksaan TCD untuk mengukur nilai Mean Flow Velocity (MFV) dan Pulsatility Index (PI) pada arteri serebri media.

Hasil : Subyek penelitian terdiri dari 34 penderita stroke iskemik, 34 penderita hipertensi, dan 34 penderita Diabetes Melitus (DM) Tipe 2. Rerata usia penderita stroke iskemik 54,06±5,23 tahun dan penderita DM Tipe 2 adalah 54,53±6,16 tahun lebih tinggi dibandingkan dengan rerata usia penderita hipertensi 51,47±7,01 tahun. Rerata IMT lebih tinggi pada penderita DM Tipe 2 yaitu 25,72±2,58 kg/m2 dibanding penderita hipertensi 24,48±1,71 kg/m2 dan penderita stroke iskemik 24,05±2,27 kg/m2, dan perbedaan ini signifikan (p<0,05). Terdapat perbedaan yang signifikan dari nilai rerata MFV arteri serebri media kanan dan kiri pada kelompok Stroke Iskemik, Hipertensi, dan DM Tipe 2 (p<0.05). Terdapat perbedaan yang signifikan dari nilai rerata PI pada arteri serebri media kiri pada kelompok Stroke Iskemik, Hipertensi, dan DM Tipe 2 (p<0.05). Dari uji korelasi Pearson menunjukkan terdapat korelasi negatif sangat lemah (r = - 0.104) antara IMT dengan rerata Cerebral Blood Flow Velocity (CBFV) pada penderita stroke iskemik, dan dari uji korelasi Spearman menunjukkan terdapat korelasi positif sangat lemah IMT dengan rerata CBFV pada penderita hipertensi (r =0.044) dan DM Tipe 2 (r =0.160), tetapi tidak signifikan secara statistik. Dari uji korelasi Spearman menunjukkan terdapat hubungan Usia dan TDS dengan rerata CBFV pada penderita stroke iskemik, hipertensi, dan DM Tipe 2, tetapi tidak signifikan secara statistik.

Kesimpulan : Terdapat hubungan negatif sangat lemah yang tidak signifikan antara IMT dengan kecepatan aliran darah otak pada penderita stroke iskemik, dan terdapat hubungan positif sangat lemah yang tidak signifikan antara IMT dengan kecepatan aliran darah otak pada penderita hipertensi dan DM Tipe 2.

Kata Kunci : Indeks Massa Tubuh, transcranial doppler, cerebral blood flow velocity, mean flow velocity, stroke iskemik, hipertensi, DM Tipe 2

(23)

health problems all over the world. Body mass index (BMI) is being increasingly recognized as a risk factor for stroke, cardiovascular disease, and cognitive decline, in addition to known factors such age, hypertension, smoking, and alcohol. Diabetes mellitus, hypertension and cardiovascular risk factors exert complex effects on cerebral microvasculature which accelerate cerebral blood flow (CBF) decline that occurs with normal aging.This study aimed to find out the association of BMI and CBF velocity in patients with type-2 diabetes mellitus, hypertension, and ischemic stroke using transcranial Doppler.

Methods : This is cross sectional study who underwent in type-2 diabetes mellitus, hypertension, and ischemic stroke at Adam Malik General Hospital on February 2014 until June 2014. Participants were prospectively recruited according to inclusion criteria, measured their BMI, then assessment MFV and PI with transcranial Doppler on middle cerebral artery.

Results : We analyzed data from 34 ischemic stroke, 34 hypertensives, and 34 diabetics patients. The mean±SD age were higher in ischemic stroke (54,06±5,23 years) and diabetics patients (54,53±6,16 years) than hypertensives patients (51,47±7,01 years). The mean±SD BMI were statistically significant higher (p<0.05) in diabetics patients (25,72±2,58 kg/m2) than hypertensives (24,48±1,71 kg/m2) and ischemic stroke patients (24,05±2,27 kg/m2). There were statistically significant different of MFV of both middle cerebral arteries on the groups (p<0.05). There were statistically significant different of PI of left middle cerebral arteries on the groups (p<0.05). Pearson test showed that there was correlation negative BMI and mean CBF velocity on ischemic stroke patient, and from Spearman test showed that there were correlation positive BMI and mean CBF velocity on hypertensives and diabetic patient, but statistically insignificant. And Spearman test showed that there were correlation age and systolic blood pressure with mean CBF velocity on the groups, but statistically insignificant

Conclusion : There was poor negative correlation statistically insignificant between BMI and CBFV in stroke patients, and there were poor positive correlations statistically insignificant in hypertensives and diabetics patients.

Key words : Body Mass Index, transcranial doppler, cerebral blood flow velocity, mean flow velocity, ischemic stroke, hypertension, type-2 diabetes mellitus

(24)

1. Latar Belakang

Obesitas dan stroke adalah dua masalah utama kesehatan masyarakat di seluruh dunia, obesitas dan khususnya obesitas abdomen berperan utama dalam patogenesis beberapa metabolik, jantung dan gangguan medis serebrovaskular (Hussein dkk, 2012).

Obesitas merupakan salah satu isu kesehatan global yang paling serius. Prevalensi obesitas telah meningkat pada tingkat yang mengkhawatirkan selama 2 dekade. Pada tahun 2008, 1,5 milyar orang dewasa (umur ≥20 tahun) adalah overweight dan lebih dari 200 juta orang dan hampir 300 juta wanita adalah obes (Hussein dkk, 2012).

Husein dkk (2012) menyatakan bahwa CBF berhubungan dengan total abdominal fat, visceral abdominal fat, indeks massa tubuh, serta lingkar pinggang dan panggul.

Selim dkk (2008) dalam penelitiannya menyatakan bahwa IMT yang meningkat merupakan faktor risiko untuk stroke, penyakit serebrovaskular, dan penurunan fungsi kognitif, selain faktor usia, hipertensi, merokok, dan alkohol. Diabetes melitus, hipertensi dan faktor risiko kardiovaskular berpengaruh terhadap mikrovaskular

(25)

serebral yang dapat mempercepat penurunan aliran darah otak yang terjadi pada usia tua normal.

Setiap tahun kira-kira 40.000 penduduk Australia terkena stroke dan diperkirakan di tahun 2020 jumlah ini meningkat hingga 60%.

Penyebab terbanyak adalah oklusi arteri besar, yang berhubungan dengan trombosis dan emboli. Hampir 66% emboli berasal dari penyakit ateromatosa arteri karotid interna dan eksterna, arteri vertebralis, arteri basilaris dan arteri serebri media (Levi, 2001).

Seo dkk (2009) dalam penelitiannya terhadap 38 orang penderita stroke iskemik dan 10 orang penderita Transient Ischemic Attack (TIA) menyatakan bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara kekakuan arterial (arterial stiffness) dengan CBFV pada arteri serebri media. Penurunan kecepatan aliran (flow velocity) dan peningkatan Resistance Index (RI) diakibatkan oleh kekakuan (stiffness), dilatasi dan lika-liku arteri.

Tekanan darah merupakan tekanan perfusi yang secara langsung mempengaruhi aliran darah serebral. Menurut penelitian Zhang dkk (2006) terhadap subyek dengan hipertensi awal (<5 tahun) dan hipertensi kronik (≥5 tahun) yang berusia 42 – 73 tahun mendapati pengaruh hipertensi terhadap aliran darah otak yaitu bahwa aliran darah di arteri serebri media berkorelasi positif terhadap tekanan darah sistolik. Peningkatan tekanan darah 10 mmHg,

(26)

meningkatkan kecepatan aliran darah pada arteri serebri media 1,63 cm/detik.

Dinamika respon vaskular serebral terhadap perubahan tekanan darah pada penderita hipertensi kurang dipahami. Karena aliran darah serebral tergantung pada tekanan perfusi yang adekuat, sehingga hal ini penting untuk memahami pengaruh hipertensi terhadap aliran darah di dalam sistem serebrovaskular pada individu dewasa (Zaki dkk, 2011).

Ferrara dkk (1995) menyatakan bahwa perubahan degeneratif dinding arteri komunis dan diameter arteri karotis berhubungan dengan parietal stress yang menunjukkan suatu kegagalan awal pada pasien dengan hipertensi tanpa komplikasi. Ketebalan lapisan intima disertai lapisan medial dinding arteri karotis merupakan petanda awal perubahan degeneratif arteri. Parietal stress menunjukkan adanya gangguan/rintangan untuk meregangkan pembuluh darah.

Diabetes Melitus Tipe 2 berpengaruh terhadap mikrovaskulatur serebral yang dapat merubah regulasi aliran darah serebral. Penyakit mikrovaskular serebral pada DM berhubungan dengan pengaruh hiperglikemik kronik terhadap struktur kapiler, reaktivitas endotelial, dan permeabilitas blood-brain barrier, sehingga mempengaruhi metabolisme regional dan regulasi aliran darah (Novak dkk 2006).

Smith dkk (2012) menyatakan jaringan adiposa diakui sebagai sumber yang kaya mediator proinflamasi yang dapat langsung

(27)

menyebabkan cedera atau injuri vaskular, resistensi insulin dan aterogenesis. Nitric Oxide dan adiponektin memberikan perlindungan terhadap inflamasi dan resistensi insulin yang berkaitan dengan obesitas (obesity-linked insulin resistance). Aterosklerosis adalah proses inflamasi yang dimulai dengan disfungsi endotel. Disfungsi endotel ditandai dengan ketidakseimbangan antara endothelium- dependent vasodilatation dan vasokonstriksi.

Brown dkk (2008) dalam penelitiannya menyatakan bahwa disfungsi vaskular akibat terganggunya sintesis oksida nitrit (nitric oxide synthase-dependent) di pembuluh darah otak cenderung menurunkan aliran darah otak serta meningkatkan risiko komplikasi serebrovaskular pada pasien dengan DM tipe 2.

Pada studi prospektif dari Dikavonic dkk (2005), menyatakan bahwa abnormalitas TCD secara signifikan lebih tinggi pada penderita DM dibanding dengan subyek kontrol sehat (55% vs 11%, p<0,05).

Terdapat perubahan aterosklerotik 34,0% dan 71,4% pada pasien DM selama <5 tahun dan ≥5 tahun.

Transcranial Doppler adalah alat yang non-invasif, nyaman dan praktis, juga dapat digunakan untuk penilaian arteri intrakranial yang akurat, dengan tambahan adanya informasi fisiologik dan gambaran anatominya (Tsivgoulis dkk, 2007). Melalui TCD juga memungkinkan untuk mengevaluasi karakteristik aliran (flow) arteri-arteri intrakranial,

(28)

mendeteksi emboli, vasospasme atau vasomotor autoreactivity (Kassab dkk, 2007).

Menurut Nemati dkk (2009), dalam penelitiannya untuk melihat apakah ada perbedaan nilai Peak Systolic Velocity (PSV) dan RI arteri vertebralis dengan menggunakan Color-Coded Ultrasonography antara usia <60 tahun dan >60 tahun, didapatkan hasil bahwa tidak ada perbedaan yang signifikan dari PSV dan RI antara kedua kelompok.

Menurut Farhoudi dkk (2010) dan Isikay dkk (2005), bahwa banyak faktor yang dapat mempengaruhi CBFV termasuk usia, jenis kelamin, suhu tubuh, viskositas darah, tekanan darah arteri, obesitas, status metabolik, fungsi kardiak, carbon dioxide tension, oxygen tension, tekanan intrakranial, beberapa obat, merokok dan alkohol.

Peningkatan flow velocity dapat berhubungan dengan usia muda, anemia, peningkatan tekanan darah, status hipermetabolik seperti hipertiroid dan anemia, peningkatan carbon dioxide tension atau beberapa obat seperti acetazolamide dan manitol. Penurunan CBFV dapat ditemukan pada usia tua, peningkatan hematokrit dan fibrinogen, penurunan carbon dioxide tension, peningkatan oxygen tension, peningkatan tekanan intrakranial, atau dosis tinggi beberapa obat seperti barbiturat dan beberapa perubahan fisiologik seperti tidur atau saat bangun dan exercise.

(29)

Transcranial Doppler ada pada tahun 1982, dapat menilai parameter hemodinamik, termasuk flow velocity arteri intrakranial, dimana mekanisme pengaruh flow velocity intrakranial masih belum sepenuhnya dimengerti. Walaupun penurunan atau peningkatan lokal pada flow velocity telah ditemukan berhubungan dengan stenosis lokal derajat tinggi. Peningkatan flow velocity yang ringan dan sedang mencerminkan proses aterosklerosis intraserebral atau penyempitan arteri terhadap respon hipertensi sistemik (Bos dkk, 2007).

Transcranial Doppler dapat mendeteksi, melokalisasi dan menentukan derajat beratnya obstruksi arteri intrakranial, sedangkan Computed Tomography Angiography (CTA) memberikan gambaran vaskular pada pasien stroke iskemik (Tsivgoulis dkk, 2007).

2. Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang penelitian-penelitian terdahulu seperti yang telah diuraikan di atas, maka dirumuskanlah masalah sebagai berikut :

Bagaimanakah hubungan IMT dengan kecepatan aliran darah otak pada penderita stroke iskemik, hipertensi dan DM tipe 2 melalui pemeriksaan transcranial doppler?

(30)

3. Tujuan Penelitian Penelitian ini bertujuan : 3.1 Tujuan Umum

Untuk mengetahui hubungan IMT dengan kecepatan aliran darah otak pada penderita stroke iskemik, hipertensi dan DM tipe 2 melalui pemeriksaan transcranial doppler.

3.2 Tujuan Khusus

3.2.1 Untuk mengetahui karakteristik penderita stroke iskemik yang rawat inap di RA4 Neurologi dan rawat jalan di poliklinik Neurologi, penderita hipertensi yang rawat jalan di poliklinik Neurologi serta penderita DM Tipe 2 yang rawat jalan di poliklinik Endokrinologi RSUP H.Adam Malik Medan

3.2.2 Untuk mengetahui perbedaan rerata MFV pada penderita stroke iskemik yang rawat inap di RA4 Neurologi dan rawat jalan di poliklinik Neurologi, penderita hipertensi yang rawat jalan di poliklinik Neurologi serta penderita DM Tipe 2 yang rawat jalan di poliklinik Endokrinologi RSUP H.Adam Malik Medan melalui pemeriksaan TCD

3.2.3 Untuk mengetahui perbedaan rerata PI pada penderita stroke iskemik yang rawat inap di RA4 Neurologi dan rawat jalan di poliklinik Neurologi, penderita hipertensi yang rawat jalan di poliklinik Neurologi serta penderita DM

(31)

Tipe 2 yang rawat jalan di poliklinik Endokrinologi RSUP H.Adam Malik Medan melalui pemeriksaan TCD

3.2.4 Untuk mengetahui hubungan IMT dengan rerata CBFV pada penderita stroke iskemik yang rawat inap di RA4 Neurologi dan rawat jalan di poliklinik Neurologi, penderita hipertensi yang rawat jalan di poliklinik Neurologi serta penderita DM Tipe 2 yang rawat jalan di poliklinik Endokrinologi RSUP H.Adam Malik Medan melalui pemeriksaan TCD

3.2.5 Untuk mengetahui hubungan Usia dengan rerata CBFV penderita stroke iskemik yang rawat inap di RA4 Neurologi dan rawat jalan di poliklinik Neurologi, penderita hipertensi yang rawat jalan di poliklinik Neurologi serta penderita DM Tipe 2 yang rawat jalan di poliklinik Endokrinologi RSUP H.Adam Malik Medan melalui pemeriksaan TCD

3.2.6 Untuk mengetahui hubungan Tekanan Darah Sistolik (TDS) dengan rerata CBFV pada penderita stroke iskemik yang rawat inap di RA4 Neurologi dan rawat jalan di poliklinik Neurologi, penderita hipertensi yang rawat jalan di poliklinik Neurologi serta penderita DM Tipe 2 yang rawat jalan di poliklinik Endokrinologi RSUP H.Adam Malik Medan melalui pemeriksaan TCD

(32)

4. Hipotesis

Ada hubungan IMT dengan kecepatan aliran darah otak pada penderita stroke iskemik, hipertensi dan DM tipe 2 melalui pemeriksaan TCD.

5. Manfaat Penelitian

5.1 Manfaat Penelitian untuk Ilmu Pengetahuan

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi secara keilmuan tentang hubungan IMT dengan kecepatan aliran darah otak pada penderita stroke iskemik, hipertensi dan DM tipe 2 melalui pemeriksaan TCD.

5.2 Manfaat Penelitian untuk Peneliti

Penelitian ini sebagai salah satu untuk memenuhi kewajiban pada Program Pendidikan Dokter Spesialis di bagian Neurologi Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara / Rumah Sakit Umum Pusat H.Adam Malik Medan.

5.3 Manfaat Penelitian untuk Masyarakat

Dengan mengetahui adanya hubungan IMT dengan kecepatan aliran darah otak pada penderita stroke iskemik, hipertensi dan DM tipe 2 melalui pemeriksaan TCD, maka diharapkan masyarakat dapat merubah pola hidup untuk mencapai berat badan ideal, sehingga dapat mencegah terjadinya stroke iskemik yang baru ataupun yang ulangan, serta dapat menjaga kadar gula darah dan tekanan darah dalam batas optimal.

(33)

1. INDEKS MASSA TUBUH

Berat badan ditentukan oleh keseimbangan kalori yang dikonsumsi dalam makanan dengan kalori yang dikeluarkan untuk kebutuhan istirahat fungsi seluler dan pekerjaan fisik (Kernan dkk, 2013).

Obesitas meningkatkan risiko stroke dengan beberapa mekanisme seperti diabetes melitus, hipertensi, aterosklerosis, atrial fibrilasi, dan obstructive sleep apnea. Hasil akhir dapat berupa aterosklerosis yang progresif dan atau tromboembolisme yang dapat menimbulkan oklusi atau ruptur arteri (Kernan dkk, 2013).

Indeks Massa Tubuh yaitu suatu pengukuran antropometrik sederhana dimana berat badan dibagi dengan kuadrat tinggi badan, yang merupakan suatu alat screening untuk overweight dan obesitas yang paling sering digunakan. Indeks Massa Tubuh sering digunakan karena berkaitan erat dengan kadar lemak tubuh. Pengukurannya relatif mudah dan murah serta merupakan suatu metode yang non invasif untuk menilai status gizi seseorang (Duncan dkk, 2009 ; Bigaard dkk, 2005).

Indeks Massa Tubuh merupakan metode pengukuran yang direkomendasikan oleh World Health Organization (WHO) untuk

(34)

menilai massa lemak tubuh (Tabel 1) (Konsensus Pengendalian dan Pencegahan Diabetes Mellitus Tipe 2 di Indonesia. 2011.

Perkumpulan Endokrinologi Indonesia). Indeks Massa Tubuh menghasilkan suatu pengukuran total lemak tubuh yang lebih akurat bila dibandingkan dengan pengukuran berat badan saja (NHLBI, 2002).

Indeks Massa Tubuh dapat dinilai dari hasil berat badan (BB) dalam kilogram (kg) dibagi dengan kuadrat tinggi badan (TB) dalam meter (m). Dapat disederhanakan dalam rumus berikut (NHLBI, 2002;

Konsensus Pengendalian dan Pencegahan Diabetes Mellitus Tipe 2 di Indonesia. 2011. Perkumpulan Endokrinologi Indonesia) :

Tabel 1. Klasifikasi IMT berdasarkan WHO dalam The Asia-Pacific Perspective : Redifining Obesity and Its Treatment

Klasifikasi IMT (Kg/m2)

BB Kurang <18.50

BB Normal 18.50 – 22.99

BB Berlebih ≥23.00

Dengan Risiko 23.00 – 24.90

Obes I 25.00 – 29.90

Obes II > 30

Dikutip dari : Konsensus Pengendalian dan Pencegahan Diabetes Mellitus Tipe 2 di Indonesia. 2011. Perkumpulan Endokrinologi Indonesia

IMT = BB = (kg) (TB)2 (m)2

(35)

2. ALIRAN DARAH OTAK

Aliran darah otak, adalah suplai darah ke otak dalam waktu tertentu. Jumlah aliran darah ke otak biasanya dinyatakan dalam cc/menit/100 gram jaringan otak. Pada orang dewasa, normal CBF adalah 750 cc/menit atau 15% dari curah jantung. Hal ini sama dengan 50 – 54 cc darah per 100 gram jaringan otak/menit. Aliran darah otak diatur untuk memenuhi tuntutan metabolisme otak. Terlalu banyak darah (hiperemia) dapat menyebabkan peningkatan tekanan intrakranial (intracranial pressure / ICP), yang dapat menekan dan merusak jaringan otak. Terlalu sedikit darah yang mengalir (iskemik) bila aliran darah ke otak di bawah 18 – 20 cc/100 gram jaringan otak/menit, dan kematian jaringan terjadi jika aliran darah di bawah 8 – 10 cc/100 gram jaringan otak/menit. Dalam jaringan otak, kaskade biokimia yang dikenal sebagai kaskade iskemik dipicu saat jaringan menjadi iskemik, yang berpotensi mengakibatkan kerusakan dan kematian sel-sel otak (Modul Neurovaskular PERDOSSI, 2009).

Aliran darah ke otak ditentukan oleh sejumlah faktor, seperti viskositas darah, dilatasi pembuluh darah, dan tekanan aliran darah ke otak, yang dikenal sebagai tekanan perfusi serebral, yang ditentukan oleh tekanan darah tubuh. Pembuluh darah serebral mampu mengubah aliran darah dengan mengubah diameter pembuluh darah yang disebut autoregulasi, yaitu pembuluh darah berkonstriksi ketika tekanan darah sistemik meningkat dan berdilatasi

(36)

bila tekanan darah sistemik diturunkan. Arteriol juga berkonstriksi dan berdilatasi terhadap konsentrasi kimia yang berbeda. Sebagai contoh, pembuluh darah berdilatasi bila kadar karbondioksida lebih tinggi dalam darah (Modul Neurovaskular PERDOSSI, 2009).

Cerebral Blood Flow tergantung pada nilai tekanan perfusi serebral (Cerebral Perfusion Pressure / CPP) dan resistensi serebrovaskular (Cerebrovascular Resistance / CVR) :

Komponen CPP ditentukan oleh tekanan darah sistematik (Mean Arterial Blood Pressure / MABP) dikurangi dengan ICP, sedangkan komponen CVR ditentukan oleh beberapa faktor, yaitu :

1. Tonus pembuluh darah otak 2. Struktur dinding pembuluh darah

3. Viskositas darah yang melewati pembuluh darah otak

2.1 Anatomi Pembuluh Darah Otak

Sirkulasi darah ke otak ada sirkulasi anterior dan sirkulasi posterior. Sirkulasi anterior adalah arteri karotis komunis dengan cabang distalnya yaitu arteri karotis internal, arteri serebri media dan arteri serebri anterior. Sirkulasi posterior adalah arteri vertebrobasilar yang berasal dari arteri vertebralis kanan dan kiri dan kemudian bersatu menjadi arteri basilaris dan seluruh percabangannya termasuk cabang akhirnya yaitu arteri serebri

CBF = CPP = MABP – ICP CVR CVR

(37)

posterior kanan dan kiri (Gambar 1) (Modul Neurovaskular PERDOSSI, 2009).

Ada tiga sirkulasi yang membentuk sirkulus Willisi di otak.

Ketiga sirkulasi tersebut adalah : 1) sirkulasi anterior terdiri dari arteri serebri media, arteri serebri anterior dan arteri komunikans anterior yang menghubungkan kedua arteri serebri anterior, 2) sirkulasi posterior yang terdiri dari arteri serebri posterior, dan 3) arteri komunikans posterior yang menghubungkan arteri serebri media dengan arteri serebri posterior. Kegunaan dari sirkulus Willisi ini adalah untuk proteksi terjaminnya pasokan darah ke otak, apabila terjadi sumbatan di salah satu cabang. Contohnya bila terjadi sumbatan parsial pada proksimal dari arteri serebri anterior kanan, maka arteri serebri kanan ini akan menerima darah dari arteri karotis komunis lewat arteri serebri anterior kiri dan arteri komunikans anterior (Modul Neurovaskular PERDOSSI, 2009).

(38)

Gambar 1. Sirkulus Willisi.

Dikutip dari : Williams P.L.Gray’s Anatomy : The Anatomical Basis of Medicine and Surgery. Ed 40th. British Edition. 2008

Arteri serebri anterior memperdarahi daerah medial hemisfer serebri, lobus frontal bagian superior dan lobus parietal bagian superior. Arteri serebri media memperdarahi daerah frontal inferior, parietal inferolateral dan lobus temporal bagian lateral.

Arteri serebri posterior memperdarahi lobus oksipital dan lobus temporal bagian medial (Modul Neurovaskular PERDOSSI, 2009).

Batang otak diperdarahi secara eksklusif dari sirkulasi posterior. Medula oblongata menerima darah dari arteri vertebralis melalui arteri perforating medial dan lateral, sedangkan pons dan midbrain (mesensefalon) menerima darah dari arteri basilaris lewat cabangnya yaitu arteri perforating lateral dan medial (Modul Neurovaskular PERDOSSI, 2009).

(39)

Serebelum mendapat darah dari tiga pembuluh darah serebelar, yaitu : 1) arteri serebelar posterior inferior (Posterior Inferior Cerebellar Artery / PICA) yang merupakan akhir dari cabang arteri vertebralis, 2) arteri serebelar anterior inferior (Anterior Inferior Cerebellar Artery / AICA) yang merupakan cabang pertama dari arteri basilaris, dan 3) arteri serebelar superior (Superior Cerebellar Artery / SCA) yang merupakan cabang akhir dari arteri basilaris (Modul Neurovaskular PERDOSSI, 2009).

Basal ganglia diperdarahi oleh arteri lentikulostriata kecil percabangan dari arteri serebri media. Talamus diperdarahi oleh arteri perforating thalamogeniculata yang merupakan cabang dari arteri serebri posterior. Genu kapsula internal diperdarahi oleh arteri lenticulostriata anteromedial atau disebut juga rekuren arteri Heubneur (Modul Neurovaskular PERDOSSI, 2009).

3. STROKE 3.1 Definisi

Stroke adalah suatu episode disfungsi neurologi akut yang disebabkan oleh iskemik atau perdarahan berlangsung 24 jam atau meninggal, tapi tidak memiliki bukti yang cukup untuk diklasifikasikan (Sacco dkk, 2013).

(40)

Stroke iskemik adalah episode disfungsi neurologis yang disebabkan infark fokal serebral, spinal dan infark retinal. Dimana infark Susunan Saraf Pusat (SSP) adalah kematian sel pada otak, medulla spinalis, atau sel retina akibat iskemia, berdasarkan :

Patologi, imaging atau bukti objektif dari injury fokal iskemik pada serebral, medula spinalis atau retina pada suatu distribusi vaskular tertentu.

Atau bukti klinis dari injury fokal iskemik pada serebral, medula spinalis atau retina berdasarkan simptom yang bertahan ≥ 24 jam atau meninggal dan etiologis lainnya telah dieksklusikan (Sacco dkk,2013).

Stroke hemoragik adalah disfungsi neurologis yang berkembang cepat yang disebabkan oleh kumpulan darah setempat pada parenkim otak atau sistem ventrikular yang tidak disebabkan oleh trauma (Sacco dkk,2013).

3.2 Epidemiologi

Insidens terjadinya stroke di Amerika Serikat lebih dari 700.000 jiwa per tahun, dimana 20% darinya akan mati pada tahun pertama. Jumlah ini akan meningkat menjadi 1 juta jiwa per tahun pada tahun 2050. Secara internasional insidens global dari stroke tidak diketahui (Becker dkk, 2010).

(41)

Di Indonesia, data nasional epidemiologi stroke belum ada.

Tetapi dari data sporadik di rumah sakit terlihat adanya tren kenaikan angka morbiditas stroke, yang sering dengan semakin panjangnya life expentancy dan gaya hidup yang berubah (Modul Neurovaskular PERDOSSI, 2009).

Dari hasil Survei Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) di Indonesia dilaporkan bahwa proporsi stroke di rumah sakit antara tahun 1984 sampai dengan tahun 1986 meningkat, yaitu 0,72 per 100 penderita pada tahun 1984 dan naik menjadi 0,89 per 100 penderita pada tahun 1985 dan 0,96 per 100 penderita pada tahun 1986. Sedangkan di Jogyakarta pada penelitian Lamsudin dkk (1998) dilaporkan bahwa proporsi morbiditas stroke di rumah sakit di Jogyakarta tahun 1991 menunjukkan kecenderungan meningkat hampir 2 kali lipat (1,79 per 100 penderita) dibandingkan dengan laporan penelitian sebelumnya pada tahun 1989 (0,96 per 100 penderita) (Sjahrir, 2003).

Dari studi rumah sakit yang dilakukan di Medan pada tahun 2001, ternyata pada 12 rumah sakit di Medan dirawat 1.263 kasus stroke yang terdiri dari 821 stroke iskemik dan 442 stroke hemoragik, dimana meninggal sebanyak 201 orang (15,91%) terdiri dari 98 orang (11,93%) stroke iskemik dan 103 orang (23,30%) stroke hemoragik (Nasution, 2007).

(42)

3.3 Faktor Risiko

Penelitian prospektif stroke telah mengidentifikasi berbagai faktor-faktor yang dipertimbangkan sebagai faktor risiko yang kuat terhadap timbulnya stroke. Faktor risiko timbulnya stroke, diantaranya (Sjahrir, 2003; Nasution, 2007; Howard dkk, 2009) :

1. Faktor risiko yang tidak dapat dimodifikasi a. Umur

b. Jenis kelamin

c. Ras dan suku bangsa d. Faktor keturunan

e. Berat badan lahir rendah

2. Faktor risiko yang dapat dimodifikasi a. Perilaku

1. Merokok

2. Diet tidak sehat : lemak, garam berlebihan, asam urat, kolesterol, kurang asupan buah

3. Alkoholik

4. Obat-obatan : narkoba (kokain), anti koagulansia, anti platelet, amfetamin, pil kontrasepsi

5. Kurang gerak badan b. Fisiologis

1. Penyakit hipertensi 2. Penyakit jantung

(43)

3. Diabetes melitus

4. Infeksi/ lues, arthritis, traumatik, AIDS, lupus 5. Gangguan ginjal

6. Kegemukan (obesitas)

7. Polisitemia, viskositas darah meninggi & penyakit perdarahan

8. Kelainan anatomi pembuluh darah 9. Stenosis karotis asimtomatik

3.4 Klasifikasi

Dasar klasifikasi yang berbeda-beda diperlukan, sebab setiap jenis stroke mempunyai cara pengobatan, preventif dan prognosis yang berbeda, walaupun patogenesisnya serupa (Misbach dkk, 2011).

3.4.1 Berdasarkan patologi anatomi dan penyebabnya 1. Stroke iskemik

a. TIA

b. Thrombosis serebri c. Emboli serebri 2. Stroke hemoragik

a. Perdarahan intraserebral b. Perdarahan subarakhnoid

(44)

3.4.2 Berdasarkan stadium / pertimbangan waktu 1. TIA

2. Stroke in evolution 3. Completed stroke

3.4.3 Berdasarkan jenis tipe pembuluh darah 1. Sistem karotis

2. Sistem vertebro-basiler

3.4.4 Berdasarkan tipe infark (Sjahrir, 2003) 1. Total Anterior Circulation Infarction 2. Partial Anterior Circulation Infarction 3. Posterior Circulation Infarction 4. Lacunar Infarction

3.4.5 Klasifikasi stroke iskemik berdasarkan kriteria kelompok peneliti TOAST (Trial of Org 10172 in Acute Stroke Treatment) (Sjahrir, 2003) :

1. Aterosklerosis arteri besar (embolus/trombosis) 2. Kardioembolisme (risiko tinggi/risiko sedang) 3. Oklusi pembuluh darah kecil (lakunar)

4. Stroke akibat dari penyebab lain yang menentukan a. Non-aterosklerosis Vaskulopati

• Non inflamasi

• Inflamasi non infeksi

• Infeksi

(45)

b. Kelainan Hematologi atau Koagulasi

5. Stroke akibat dari penyebab lain yang tidak dapat ditentukan

3.5 Patofisiologi

Pada level makroskopik, stroke iskemik paling sering disebabkan oleh emboli dari ekstrakranial atau trombosis di intrakranial, tetapi dapat juga disebabkan oleh berkurangnya aliran darah ke otak. Pada level seluler, setiap proses yang mengganggu aliran darah ke otak dapat mencetuskan suatu kaskade iskemik, yang akan mengakibatkan kematian sel-sel otak dan infark otak (Becker dkk, 2010).

Secara umum daerah regional otak yang iskemik terdiri dari bagian inti (core) dengan tingkat iskemik terberat dan berlokasi di sentral. Daerah ini akan menjadi nekrotik dalam waktu singkat jika tidak ada reperfusi. Di luar daerah core iskemik terdapat daerah penumbra iskemik. Sel-sel otak dan jaringan pendukungnya belum mati, akan tetapi sangat berkurang fungsi-fungsinya dan menyebabkan juga defisit neurologis. Tingkat iskemiknya makin ke perifer makin ringan. Daerah penumbra iskemik, diluarnya dapat dikelilingi oleh suatu daerah hiperemik akibat adanya aliran darah kolateral (luxury perfusion area). Daerah penumbra iskemik inilah yang menjadi sasaran terapi stroke iskemik akut supaya dapat direperfusi dan sel-sel otak berfungsi kembali. Reversibilitas

(46)

tergantung pada faktor waktu dan jika tidak terjadi reperfusi, daerah penumbra dapat berangsur-angsur mengalami kematian (Misbach, 2007).

Iskemik otak mengakibatkan perubahan dari sel neuron otak secara bertahap, yaitu (Sjahrir, 2003) :

1. Tahap 1

a. Penurunan aliran darah b. Pengurangan O2

c. Kegagalan energi

d. Terminal depolarisasi dan kegagalan homeostasis ion 2. Tahap 2

a. Eksitoksisitas dan kegagalan homeostasis ion b. Spreading depresion

3. Tahap 3 : Inflamasi 4. Tahap 4 : Apoptosis

4. HIPERTENSI

4.1 Klasifikasi Tekanan Darah

Tabel 2 menunjukkan klasifikasi tekanan darah untuk orang dewasa ≥18 tahun. Klasifikasi ini berdasarkan rata -rata dari dua atau lebih pengukuran, saat duduk, tekanan darah dibaca pada masing-masing dari dua atau lebih kunjungan (JNC 7, 2004).

(47)

Tabel 2. Klasifikasi tekanan darah pada dewasa.

Dikutip dari The Sevent Report of the Joint National Committee on Prevention, Detection, Evaluation, and Treatment of High Blood Pressure (JNC 7). 2004

4.2 Epidemiologi

Di Indonesia masalah hipertensi cenderung meningkat. Hasil SKRT tahun 2001 menunjukkan bahwa 8,3% penduduk menderita hipertensi dan meningkat menjadi 27,5% pada tahun 2004.

Kelompok Kerja Serebrokardiovaskuler FK UNPAD/RSHS tahun 1999, menemukan prevalensi hipertensi sebesar 17,6%, dan MONICA Jakarta tahun 2000 melaporkan prevalensi hipertensi di daerah urban adalah 31,7%. Sementara untuk daerah rural (Sukabumi) FKUI menemukan prevalensi sebesar 38,7%. Hasil SKRT 1995, 2001 dan 2004 menunjukkan penyakit kardiovaskuler merupakan penyakit nomor satu penyebab kematian di Indonesia dan sekitar 20–35% dari kematian tersebut disebabkan oleh hipertensi (Rahajeng dkk, 2009).

(48)

4.3 Patofisiologi

Patofisiologi hipertensi sangat kompleks, diantaranya adalah mekanisme output jantung dan resistensi perifer, sistem renin angiotensin, sistem saraf simpatik, remodeling vaskular, arterial stiffness, dan disfungsi endotel (Beevers dkk, 2001; Oparil dkk, 2003).

5. DIABETES MELITUS 5.1 Definisi

Menurut American Diabetes Association (ADA) tahun 2010, DM merupakan suatu kelompok penyakit metabolik dengan karakteristik hiperglikemia yang terjadi karena kelainan sekresi insulin, kerja insulin, atau kedua-duanya (Konsensus DM tipe 2 Indonesia 2011, PERKENI).

5.2 Epidemiologi

Berbagai penelitian epidemiologi menunjukkan adanya kecenderungan peningkatan angka insidensi dan prevalensi DM tipe 2 di berbagai penjuru dunia. World Health Organization memprediksi adanya peningkatan jumlah penyandang diabetes yang cukup besar pada tahun-tahun mendatang. World Health Organization memprediksi kenaikan jumlah penyandang DM di Indonesia dari 8,4 juta pada tahun 2000 menjadi sekitar 21,3 juta pada tahun 2030. Senada dengan WHO, International Diabetes Federation (IDF) pada tahun 2009, memprediksi kenaikan jumlah

(49)

penyandang DM dari 7,0 juta pada tahun 2009 menjadi 12,0 juta pada tahun 2030. Meskipun terdapat perbedaan angka prevalensi, laporan keduanya menunjukkan adanya peningkatan jumlah penyandang DM sebanyak 2-3 kali lipat pada tahun 2030 (Konsensus DM tipe 2 Indonesia 2011, PERKENI).

Laporan dari hasil penilitian di berbagai daerah di Indonesia yang dilakukan pada dekade 1980-an menunjukkan sebaran prevalensi DM tipe 2 antara 0,8% di Tanah Toraja, sampai 6,1%

yang didapatkan di Manado. Hasil penelitian pada rentang tahun 1980-2000 menunjukkan peningkatan prevalensi yang sangat tajam. Sebagai contoh, pada penelitian di Jakarta (daerah urban), prevalensi DM dari 1,7% pada tahun 1982 naik menjadi 5,7%

pada tahun 1993 dan meroket lagi menjadi 12,8% pada tahun 2001 (Konsensus DM tipe 2 Indonesia 2011, PERKENI).

Berdasarkan data Badan Pusat Statistik Indonesia tahun 2003, diperkirakan penduduk Indonesia yang berusia di atas 20 tahun sebanyak 133 juta jiwa. Dengan prevalensi DM sebesar 14,7% pada daerah urban dan 7,2%, pada daerah rural, maka diperkirakan pada tahun 2003 terdapat sejumlah 8,2 juta penyandang diabetes di daerah urban dan 5,5 juta di daerah rural.

Selanjutnya, berdasarkan pola pertambahan penduduk, diperkirakan pada tahun 2030 nanti akan ada 194 juta penduduk yang berusia di atas 20 tahun dan dengan asumsi prevalensi DM

(50)

pada urban (14,7%) dan rural (7,2%) maka diperkirakan terdapat 12 juta penyandang diabetes di daerah urban dan 8,1 juta di daerah rural (Konsensus DM tipe 2 Indonesia 2011, PERKENI).

Laporan hasil Riset Kesehatan Dasar tahun 2007 oleh Departemen Kesehatan, menunjukkan bahwa prevalensi DM di daerah urban Indonesia untuk usia diatas 15 tahun sebesar 5,7%.

Prevalensi terkecil terdapat di Propinsi Papua sebesar 1,7%, dan terbesar di Propinsi Maluku Utara dan Kalimantan Barat yang mencapai 11,1%. Sedangkan prevalensi toleransi glukosa terganggu (TGT), berkisar antara 4,0% di Propinsi Jambi sampai 21,8% di Propinsi Papua Barat (Konsensus DM tipe 2 Indonesia 2011, PERKENI).

5.3 Klasifikasi

Klasifikasi DM dapat dilihat pada Tabel 3 (Konsensus DM tipe 2 Indonesia 2011, PERKENI).

Tabel 3. Klasifikasi etiologis DM.

Dikutip dari Konsensus Pengendalian dan Pencegahan Diabetes Melitus Tipe 2 di Indonesia 2011. PERKENI

(51)

5.4 Patofisiologi Diabetes Melitus Tipe 2

Diabetes melitus Tipe 2 ditandai dengan resistensi insulin perifer dan inadekuat sekresi insulin oleh sel beta pankreas.

Resistensi insulin, berkaitkan dengan peningkatan kadar asam lemak bebas dan sitokin proinflamasi dalam plasma, menyebabkan penurunan transportasi glukosa ke dalam sel-sel otot, peningkatan produksi glukosa hepatik dan peningkatan pemecahan lemak (Kaku, 2010; D’Adamo dkk, 2011).

5.5 Diagnosis

Diagnosis DM ditegakkan atas dasar pemeriksaan kadar glukosa darah. Diagnosis tidak dapat ditegakkan atas dasar adanya glukosuria. Guna penentuan diagnosis DM, pemeriksaan glukosa darah yang dianjurkan adalah pemeriksaan glukosa secara enzimatik dengan bahan darah plasma vena. Penggunaan bahan darah utuh (wholeblood), vena, ataupun angka kriteria diagnostik yang berbeda sesuai pembakuan oleh WHO.

Sedangkan untuk tujuan pemantauan hasil pengobatan dapat dilakukan dengan menggunakan pemeriksaan glukosa darah kapiler dengan glukometer (Konsensus DM tipe 2 Indonesia 2011, PERKENI).

Berbagai keluhan dapat ditemukan pada penyandang diabetes. Kecurigaan adanya DM perlu dipikirkan apabila terdapat

(52)

keluhan klasik DM seperti di bawah ini (Konsensus DM tipe 2 Indonesia 2011, PERKENI) :

- Keluhan klasik DM berupa: poliuria, polidipsia, polifagia, dan penurunan berat badan yang tidak dapat dijelaskan sebabnya - Keluhan lain dapat berupa: lemah badan, kesemutan, gatal,

mata kabur, dan disfungsi ereksi pada pria, serta pruritus vulvae pada wanita

Diagnosis DM dapat ditegakkan melalui tiga cara (Konsensus DM tipe 2 Indonesia 2011, PERKENI) :

1. Jika keluhan klasik ditemukan, maka pemeriksaan glukosa plasma sewaktu >200 mg/dL sudah cukup untuk menegakkan diagnosis DM

2. Pemeriksaan glukosa plasma puasa ≥ 126 mg/dL dengan adanya keluhan klasik.

3. Tes Toleransi Glukosa Oral (TTGO). Meskipun TTGO dengan beban 75 g glukosa lebih sensitif dan spesifik dibanding dengan pemeriksaan glukosa plasma puasa, namun pemeriksaan ini memiliki keterbatasan tersendiri. Tes Toleransi Glukosa Oral sulit untuk dilakukan berulang-ulang dan dalam praktek sangat jarang dilakukan karena membutuhkan persiapan khusus.

(53)

Langkah-langkah diagnostik DM dan gangguan toleransi glukosa dapat dilihat pada Bagan 1. Kriteria diagnosis DM untuk dewasa tidak hamil dapat dilihat pada Tabel 4. Apabila hasil pemeriksaan tidak memenuhi kriteria normal atau DM, bergantung pada hasil yang diperoleh, maka dapat digolongkan ke dalam kelompok Toleransi Glukosa Terganggu (TGT) atau Glukosa Darah Puasa Terganggu (GDPT) (Konsensus DM tipe 2 Indonesia 2011, PERKENI).

1. Toleransi Glukosa Terganggu (TGT) : Diagnosis TGT ditegakkan bila setelah pemeriksaan TTGO didapatkan glukosa plasma 2 jam setelah beban antara 140 – 199 mg/dL (7,8-11,0 mmol/L).

2. Glukosa Darah Puasa Terganggu (GDPT) : Diagnosis GDPT ditegakkan bila setelah pemeriksaan glukosa plasma puasa didapatkan antara 100 – 125 mg/dL (5,6 – 6,9 mmol/L) dan pemeriksaan TTGO gula darah 2 jam < 140 mg/dL.

Tabel 4. Kriteria diagnosis DM.

Dikutip dari : Konsensus Pengendalian dan Pencegahan Diabetes Melitus Tipe 2 di Indonesia 2011. PERKENI

(54)

Bagan 1. Langkah-langkah diagnostik DM dan gangguan toleransi glukosa.

Dikutip dari : Konsensus Pengendalian dan Pencegahan Diabetes Melitus Tipe 2 di Indonesia 2011. PERKENI

5.6 Kriteria Pengendalian DM

Untuk dapat mencegah terjadinya komplikasi kronik, diperlukan pengendalian DM yang baik yang merupakan sasaran terapi. Diabetes terkendali baik, apabila kadar glukosa darah mencapai kadar yang diharapkan serta kadar lipid dan A1C juga mencapai kadar yang diharapkan. Demikian pula status gizi dan tekanan darah. Kriteria keberhasilan pengendalian DM dapat dilihat pada Tabel 5 (Konsensus DM tipe 2 Indonesia 2011, PERKENI).

(55)

Tabel 5. Target pengendalian DM.

Dikutip dari : Konsensus Pengendalian dan Pencegahan Diabetes Melitus Tipe 2 di Indonesia 2011. PERKENI

6. TRANSCRANIAL DOPPLER

Transcranial doppler merupakan suatu alat diagnostik yang non- invasif yang dapat digunakan untuk mengevaluasi karakteristik aliran darah pembuluh darah intraserebral melalui regio tulang kranium yang tipis. Suatu transduser dari gelombang yang digetarkan memancarkan gelombang-gelombang dan kemudian menerima pemantulannya dari permukaan sel darah merah di dalam pembuluh darah intrakranial.

Informasi ini akan dianalisa oleh suatu komputer untuk menghasilkan output numerik dan visual, yang berguna untuk menilai karakteristik aliran dalam pembuluh darah (Sarkar dkk, 2007). Transcranial doppler pertama sekali diperkenalkan oleh Aaslid dkk pada tahun 1982, dimana tulang kranium dipertimbangkan dapat ditembus oleh barrier

(56)

ultrasound. Untuk dapat mentransmisikan melewati tulang kranium digunakan transducer dengan frekuensi rendah yaitu probe dengan frekuensi 2 MHz (Demirkaya dkk, 2008).

Pemeriksaan TCD berdasarkan pada prinsip dasar yang sama seperti doppler ekstrakranial. Suatu sinyal dipancarkan dari probe dan dipantulkan ke objek yang bergerak (sel darah merah), dan frekuensi dari sinyal yang dipantulkan dialihkan dalam proporsi langsung ke kecepatan (velocity) dari objek yang bergerak (prinsip Doppler). Bila pembuluh darah sempit, apapun penyebabnya, kecepatan aliran darah meningkat agar darah dapat melewati lumen pembuluh darah yang sempit tadi. Peningkatan kecepatan itu dideteksi oleh TCD.

Kecepatan juga meningkat bila ada peningkatan aliran darah sehubungan dengan kontribusi kolateral terhadap teritori vaskular yang lain atau suplai darah ke suatu arterio-venous malformation (AVM) yang besar (Alexandrov dkk, 2004).

Ketepatan interpretasi data TCD bergantung pada pengetahuan, skill dan pengalaman teknisi dan interpreter. Pemahaman terhadap anatomi dan fisiologi sirkulasi serebral diperlukan untuk evaluasi yang tepat (Kassab dkk, 2007).

Transcranial Doppler merupakan suatu prosedur diagnostik yang canggih dan modern yang dapat memberikan visualisasi perubahan hemodinamik (autoregulasi) pada arteri serebral sewaktu dan merekam perubahan pada perfusi serebral pada berbagai keadaan

(57)

fisiologik ataupun patofisiologik. Transcranial Doppler merupakan metode yang sangat sensitif dan spesifik untuk penilaian cepat hemodinamik sirkulasi serebrovaskular. Gangguan hemodinamik memperberat autoregulasi arteri dalam otak dan mengganggu perkembangan sirkulasi kolateral dan aliran kompensasinya.

Hemodinamik sirkulasi serebrovaskular yang dinilai adalah MFV dan PI (Dikanovic dkk, 2005).

6.1 Pencarian Window

Probe daripada TCD diletakkan di atas ‘acoustic windows’

yang berbeda sesuai dengan spesifik area di tulang kranium yang tipis. Pemeriksaan TCD yang lengkap terdiri dari 4 pendekatan untuk mengakses arteri intrakranial sebagai berikut, yaitu (1) Transtemporal, (2) Transorbital, (3) Suboccipital (transforaminal), dan (4) Submandibular. Window transtemporal (temporal) digunakan untuk insonasi arteri serebri media, arteri serebri anterior, arteri serebri posterior dan bagian terminal dari arteri karotid interna. Window transorbital (orbita) memberi akses pada insonasi arteri oftalmika, juga arteri karotid interna pada level siphon. Window transforaminal (oksipital) untuk insonasi arteri vertebralis dan arteri basilaris. Yang terakhir window submandibular memberikan insonasi distal dari arteri karotid eksterna (Gambar 2) (Kassab dkk, 2007).

(58)

Gambar 2. Posisi transducer pada transcranial sonographic. TO, transorbital; TT, transtemporal; TF, transforaminal.

Dikutip dari : Lupetin AR, Davis DA, Beckman I, Dash N. Transcranial Doppler. Radiographics 1995; 15:179-191

6.2 Identifikasi Arteri

Untuk pemeriksaan TCD diagnostik, digunakan kecepatan 3- 5 seconds sweep yang dapat memberikan gambaran detail dari waveform (bentuk gelombang) dan spektrum. Untuk memperpendek waktu yang diperlukan untuk mencari window dan mengidentifikasi segmen arterial yang berbeda-beda dengan single-gate spectral TCD, pemeriksaan harus dimulai dengan power maksimum dan pengaturan gate (misalnya power 100%, gate 10-15 mm) untuk pendekatan transtemporal dan suboccipital.

Meskipun rekomendasi ini tampaknya melanggar peraturan pemakaian power ultrasound ‘as low as reasonably achievable’, namun memberikan waktu yang diperlukan untuk mencari window dan untuk menjadikan pemeriksaan menjadi lebih singkat,

(59)

sehingga mengurangi paparan pasien terhadap energi ultrasound secara keseluruhan (Kassab dkk, 2007).

6.3 Indeks TCD

Perbedaan rata-rata kedalaman, arah aliran dan rata-rata flow velocity dihubungkan dengan usia yang normal telah ditetapkan pada setiap arteri. Pengukuran TCD dipengaruhi oleh faktor fisiologik dan patologik serta obat-obat vasoaktif (Tabel 6 dan Tabel 7) (Kassab dkk, 2007).

Nilai sistolik, diastolik dan nilai rata-rata digunakan untuk mendeskripsikan tekanan, aliran dan kecepatan aliran pada sistem arterial. Dari nilai-nilai ini, nilai rata-rata memiliki signifikan fisiologis yang tertinggi karena ia tidak bergantung pada faktor kardiovaskular sentral seperti denyut jantung, kontraktilitas, resistensi perifer total dan komplians aorta dibandingkan dengan nilai sistolik dan diastolik. Selanjutnya nilai rata-rata kecepatan lebih berkorelasi dengan perfusi dibandingkan dengan nilai peak (Lupetin dkk, 1995).

Saat ini TCD dapat menunjukkan Gosling’s pulsatility index

yang didapat dari persamaan sebagai berikut :

dimana V = CBFV, yang diperoleh dari TCD. Pada vaskulatur serebral, PI dapat menunjukkan tingginya resistensi pembuluh darah perifer, yang seiring dengan peningatan ICP. Peningkatan

PI = V (systolic) – V (diastolic) , V (mean)

(60)

ICP mempengaruhi waveform TCD, menunjukkan dengan meningkatnya PI dan selanjutnya bila ICP terus menekan perfusi, terjadi penurunan pada CBFV. Pulsatility digambarkan dengan bentuk dari waveform spektral dan normal bila Vs>Vd, abnormal atau spiked (Vs>>Vd), atau menurun (Vd>50%Vs). Pulsatility index dianggap normal bila nilainya 0,8 – 1,2. Peningkatan PI>1,2 biasanya terjadi karena peningkatan resistensi perifer serebral, sekunder terhadap peningkatan tekanan intrakranial atau hipokapnia, meskipun pada beberapa kasus bisa disebabkan oleh abnormalitas kardiak, seperti insufisiensi aorta atau bradikardia.

Penurunan PI<0,8 tipikalnya ditunjukkan oleh pembuluh darah yang mensuplai suatu AVM, dikarenakan penurunan resistensi perifer atau downstream hingga high-grade stenoses, dikarenakan aliran darah yang rendah (Lupetin dkk, 1995).

Resistance Index merupakan estimasi lain dari resistensi vaskular, dimana resistensi vaskular yang rendah berhubungan dengan peningkatan FVd, dan resistensi vaskular yang tinggi dikarakteristikkan dengan penurunan FVd. Resistance Index of Pourcelot didapat dari persamaan :

Baik PI maupun RI dipengaruhi oleh sejumlah faktor, termasuk tekanan arterial sistemik, resistensi distal terhadap aliran, ICP, vascular compliance, dan CO2, membatasi nilai diagnostiknya di praktek klinis. Namun, hal ini mungkin memiliki peran kualitatif

RI = FVs – FVd . FVs

(61)

dalam menilai perubahan dalam resistensi terhadap aliran pada area spesifik dari sirkulasi serebral. Penting untuk diingat bahwa TCD hanya mengukur kecepatan darah serebral dan aliran (flow).

Hubungan antara keduanya adalah sebagai berikut :

diameter vessel

volume flow

blood

FV _

_

= _

Oleh karenanya, bila flow masih konstan, sementara diameter menurun, Flow Velocity (FV) akan meningkat (Alexandrov dkk, 2004).

Gambar 3. Tampilan pulsed-wave spectral waveform. Identifikasi arah aliran, skala kecepatan (velocity), kedalaman insonasi (depth), kecepatan sweep dan pengaturan power. Panah kecil menunjukkan pengukuran cardiac cycle untuk menghitung peak, mean dan end-diastolic (ED) flow velocities. PI, pulsality index; RI, resistance index.

Dikutip dari : Alexandrov AV, Neumyer MM. 2004. Intracranial cerebrovascular ultrasound examination techniques. In : Alexandrov AV. Cerebrovascular ultrasound in stroke prevention and treatment. Blackwell publishing.

Referensi

Dokumen terkait

diberikan angket untuk menunjukkan respon siswa terhadap asesmen written feedback. Beberapa indikator komentar yang digunakan dalam pembelajaran asesmen written. feedback

Para penyebar Islam di Indonesia secara tidak langsung menggunakan tiga cara tersebut dalam menyebarkan Islam di Indonesia, yaitu mengadopsi budaya dan tradisi

Terlaksananya penjaringan aspirasi masyarakat melalui forum konsultasi publik yang memenuhi syarat inklusif dalam proses penyusunan RTR dan program pemanfaatan ruang, yang dilakukan

evaluasi yang dilakukan dalam pembinaan akhlakul karimah yaitu dengan. cara tanya jawab dan penilaian secara langsung kepada

[r]

Maksud dari penulisan ini adalah untuk membuat tampilan berupa form faktur penjualan, form cetak laporan penjualan yang dimana pihak apotik TRSM dapat mengakses data penjualan

Dalam konteks KTSP guru harus mampu mengintergrasikan metode pembelajaran yang lebih efektif seperti Contextual Teaching and Learning (CTL), Pembelajaran Aktif

Proses belajar mengajar matematika mempunyai makna dan pengertian yang luas daripada proses belajar mengajar, karena dalam proses belajar mengajar matematika