SAUR MATUA ETNIK BATAK TOBA: KAJIAN WACANA KRITIS
SKRIPSI
Disusun Oleh:
ELLEN KATRINA SIMAMORA NIM. 130703003
PROGRAM STUDI SASTRA BATAK FAKULTAS ILMU BUDAYA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
M E D A N 2017
▸ Baca selengkapnya: raja parhata ulaon saur matua
(2)
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis ucapkan kepada Tuhan Yang Maha Kuasa, atas
perlindungannya sehingga penulis mampu mengerjakan skripsi ini.
Judul skripsi adalah Saur Matua Etnik Batak Toba: Kajian Wacana Kritis.
Ada pun yang menjadi alasan penulis memilih judul skripsi ini adalah karena judul tersebut merupakan suatu kebudayaan Etnik Batak Toba yang cukup langka, unik dan judul tersebut belum pernah diteliti. Penulis berharap skripsi ini berguna bagi pembaca dan mengetahui tentang kajian yang akan segera diselesaikan oleh penulis. Untuk memudahkan pemahaman tentang apa saja yang akan dibahas dalam skripsi maka penulis memaparkan rincian sistematika penulisannya yang dimulai dari :
Bab I merupakan pendahuluan. Pada bab ini, diuraikan latar belakang masalah, rumusan masalah, tujuan penelitian, serta manfaat penelitian.
Bab II merupakan tinjauan pustaka, yang mencakup kepustakaan yang relevan dan teori yang digunakan.
Bab III merupakan metode penelitian, yang terdiri dari : metode dasar, lokasi penelitian, sumber data penelitian, instrumen penelitian, metode pengumpulan data, dan metode analisis data.
Bab IV merupakan pembahasan tentang masalah yang ada pada rumusan masalah.
Bab V berisi kesimpulan dan saran.
Penulis menyadari skripsi ini belum sempurna. Oleh sebab itu, dengan kerendahan hati penulis mengharapkan kritik dan saran dari pembaca untuk menyempurnakan skripsi ini.
Medan, Agustus 2017 Penulis,
Ellen Katrina Simamora NIM. 130703003
HATA PATUJOLO
Mauliate ma dipasahat panurat tu amanta Debata pardenggan basa di siala asi dohot holong ni rohana namangaramoti jala manghaholongi sude jolma na tinompana gabe boi panurat pasaehon skripsi on.
Judul ni skripsi on i ma Saur Matua Etnik Batak Toba: Kajian Wacana Kritis. Dipillit panurat pe judul on alana judul on nga maol ni jumpangan na asli adatna, dohot di siala judul on dope di teliti. Disangkapi roha ni panurat do nian sai anggiat ma skripsi on marlapatan di akka na manjaha dohot mamboto di angka kajian na pinakke ni panurat na laho pasaehon skripsi on. Asa pamurahon parbinotoan taringot tu skripsi on sialana ni dibahen panurat ma bindu-bindu na, songonon ma partordingna:
Bindu parjolo ima pendahuluan, bindu on di paboa ma latar belakang masalah, rumusan masalah, tujuan penelitian, dohot manfaat penelitian.
Bindu paduahon ima tinjauan pustaka, di bagas bindu on ima kepustakaan na relevan dohot teori na di pangke.
Bindu patoluhon ima metode penelitian, di bagas bindu on ima metode dasar, inganan penelitian, sumber data penelitian, dohot sara papunguhon data.
Bindu paopathon ima pembahasan, di bagas bindu on dipatorang ma sude angka masalah na adong di rumusan masalah.
Bindu palimahon ima panimpuli dohot angka poda.
Tangkas do diboto panurat na godang dope na hurang denggan di skripsi on. Disiala ni ma mardongan serep ni roha panurat paimahon akka poda dohot pangajarion sian na manjahasa laho paulihon skripsi on.
Medan, Agustus 2017 Panurat,
Ellen Katrina Simamora NIM. 130703003
htpTjolo htpTjolo htpTjolo htpTjolo
mUliatemdipsht\pNrt\Tamn\tdebtpr\de^gn\b sdisialasidohto\holo^nirohnnm<rmotijlm^hho lo<iSdejlo\mntinmo\pngbeboIpNrt\psaEhno\si kirpi\siano\|JdL\nisikirpi\siano\ImsaR\mT aate\nki\btk\tobkjian\wcnkiritsi\|dipli\
lti\pNrt\peJdL\ano\alnpeJdL\ano\<malo\ni jM\p<n\nas\liadt\ndohtodisialJdL\ano\do pediteliti|dis^kpirohnipNrt\donian\sIa^giat\
msikirpi\siano\mr\lptn\dia^knmn\jhdohto\
mm\botodia^kkjian\napin^kenipNrt\lhopsaeh no\sikirpisiano\|aspMrhno\pr\binotoan\tr i<to\Tsikirpi\siano\sialnidibhne\pNrt\mbni
\Dbni\Dnso<onno\mpr\tro\di^nbni\Dpr\joloIm pne\dHLan\bni\Dano\dipboamltr\belk^mslh\
TJan\penelitian\dohto\mn\pat\penelitian\bni
\DpDahno\Imtni\jAan\pS\tkdibgs\bni\Dan o\ImkepS\tkan\nrelepn\dohto\teaorindip^kebni\
DptoLhno\Immetodepenelitian\dibgs\bni\Dano\
Immetodedsr\I<nn\penelitian\sM\bre\dtpeneliti an\dohto\srpP>hno\dtbni\Dpaopt\hno\Impm e\bhsn\dibgs\bni\Dano\diptor^mSdea^kmslh\n ado^diRMsn\mslh\bni\Dplimhno\Impnmi\Plid ohto\a^kpodt^ks\dodibotopaNrt\ngod^dopenHr^de^
gn\disikirpi\siano\|disialnimmr\do<n\serpe\
nirohpNrt\pImhno\a^kpoddohto\p<jriano\si an\nmn\jhslhopUlihno\sikirpi\siano\|
medn\ agS\tS\2017 pNrt\
ale\lne\kt\rinsimmor nmi\130703003
UCAPAN TERIMA KASIH
Puji syukur penulis ucapkan kepada Tuhan Yang Maha Kuasa atas segala berkat dan kasih karunia yang telah dilimpahkan-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan skripsi ini.
Pada kesempatan ini, penulis ingin menyampaikan ucapan terima kasih yang sedalam-dalamnya atas motivasi, pemikiran, semangat, bantuan tenaga, serta arahan dan bimbingan yang telah diberikan kepada penulis dalam menyelesaikan skripsi ini. Oleh karena itu dalam kesempatan ini penulis ingin mengucapkan terima kasih yang tak terhingga kepada:
1. Bapak Dr. Budi Agustono, M.S., selaku Dekan Fakultas Ilmu Budaya, Universitas Sumatera Utara, Wakil Dekan I, Wakil Dekan II, Wakil Dekan III, dan seluruh pegawai di lingkungan Fakultas Ilmu Budaya, Universitas Sumatera Utara.
2. Bapak Drs. Warisman Sinaga, M.Hum., sebagai Ketua Departemen Bahasa Dan Sastra Batak Fakultas Ilmu Budaya Universitas Sumatera Utara.
3. Bapak Drs. Flansius Tampubolon, M.Hum., sebagai Sekretaris Departemen Bahasa Dan Sastra Batak Fakultas Ilmu Budaya Universitas Sumatera Utara.
4. Bapak Drs. Jekmen sinulingga, M.Hum., selaku pembimbing I yang telah memberikan banyak pemikiran, saran, arahan, dan motivasi, serta mengorbankan waktu dan tenaga bagi penulis dalam penulisan skripsi ini.
5. Bapak/Ibu dosen Sastra Daerah tanpa terkecuali, bapak/ibu dosen di lingkungan fakultas ilmu budaya yang memberikan pengajaran dan bimbingan kepada penulis mulai dari awal sampai akhir perkuliahan, serta staf pegawai administrasi yang telah membantu dan memperlanjar urusan administrasi selama penulis kuliah di Fakultas Ilmu Budaya Universitas Sumatera Utara.
6. Teristimewa kepada kedua orang tua penulis, K. Simamora dan T. br Manalu yang penulis hormati dan sangat sayangi. Terimakasih yang tak terhingga penulis ucapkan atas pengorbanannya mulai dari penulis kecil hingga sekarang, terimakasih atas segala pengorbanan baik material maupun non material dan atas segala doa, dukungan, nasehat, motivasi yang diberikan kepada penulis baik secara langsung maupun melalui alat komunikasi lainnya.
7. Saudara-saudara penulis (Suryanita Simamora, Achmad Simamora, Josua Amran Simamora, Friska Wati Simamora, dan Deviana Simamora) sebagai orang-orang yang penulis hormati dan sangat penulis sayangi, penulis mengucapkan terimakasih atas doa, dukungan, dan yang senantiasa memberi semangat kepada penulis untuk menyelesaikan skripsi ini.
8. Eda penulis T. Chaniago dan paraman penulis Azriel Wyles Simamora yang penulis kasihi, penulis mengucapkan terimakasih atas doa-doa dan dukungannya selama ini kepada penulis.
9. Teman-teman seperjuangan stambuk 2013, Dedi Rovindo Capah, Teo Pilus Purba, Jepri Siahaan, Abdi Rahmatsyah Siregar, Jonni Ardy Manik, Dewasa Silalahi, Dodi Sibarani, Jonni Berutu, Jamil Berutu, Wendy Harahap, Immanuel Silaban, Debora Siahaan, Veronika Marbun, Sriwati Purba, Rizky Sihotang, Dosmaulina Sihite, Monalisa Nainggolan dan yang tidak bisa penulis sebutkan satu persatu, terimakasih atas waktu dan kebersamaannya selama perkuliahan, terimakasih juga atas dukungan dan kepeduliannya kepada penulis dengan selalu bertanya kapan wisuda.
10. Sahabatku Tri Angel (Dasa Rejeki Diah Banjarnahor, S.S dan Stevania Silalahi) juga Frienly (Fitri Rajagukguk, Rianda Simamora, Juliana Sihite, S.Pd) yang penulis sayangi dan banggakan, terimakasih untuk waktu dan kebersamaannya selama ini baik suka maupun duka, terimakasih atas dukungan, motivasi, saran, dan selalu setia bertanya bagaimana keadaan skripsi penulis sehingga penulis memiliki semangat untuk menyelesaikan skripsi ini.
11. Saudara-saudara penulis yang penulis hormati dan sayangi Backstreet Community mulai dari abangda Girson Tarigan, S.S, Jenri Siahaan, S.S, Tumbur Naibaho, S.S, kakanda Andus Friska Tamba, S.S, Darmila Andriyani, Laura Sesil Sitompul, S.S, Richardo Nadeak, Novendri Dadik, terimakasih atas kebersamaannya Selama ini, terimakasih atas motivasi dan sarannya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini.
12. Kakak dan abang stambuk 2010, 2011, dan 2012 yang telah memberikan motivasi dan pemikirannya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini.
13. Adik-adik stambuk 2014, 2015, dan 2016 yang telah memberikan semangat kepada penulis untuk menyelesaikan skripsi ini.
14. Abangda alumni Risdo Saragih, S.S, Arianus Gea, S.S, Bob Hendro sihombing, S.S, Cristanto Panjaitan, S.S serta abang dan kakak alumni yang lainnya yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu, terimakasih atas nasehat, saran dan motivasinya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini.
15. Semua pihak yang telah membantu, memberi saran, motivasi, nasehat, dan pemikiran kepada penulis yang tidak dapat penulis tuliskan dan sebutkan satu persatu, penulis ucapkan banyak terimakasih sehingga penulis mampu menyelesaikan skripsi ini.
Medan, Agustus 2017 Penulis,
Ellen Katrina Simamora NIM. 130703003
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR ... i
UCAPAN TERIMAKASIH ... iv
DAFTAR ISI ... vii
DAFTAR SINGKATAN ... ix
DAFTAR ISTILAH ... x
ABSTRAK ... xii
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah ... 1
1.2 Rumusan Masalah ... 5
1.3 Tujuan Penelitian ... 5
1.4 Manfaat Penelitian ... 5
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kepustakaan Yang Relevan ... 7
2.1.1 Pengertian Saur Matua... 9
2.1.2 Pengertian Wacana dan Wacana Kritis ... 9
2.2 Teori Yang Digunakan ... 13
BAB III METODEPENELITIAN 3.1 Metode Dasar ... 18
3.2 Lokasi Penelitian ... 18
3.3 Sumber Data Penelitian ... 19
3.4 Instrumen Penelitian... 19
3.5 Metode Pengumpulan Data ... 20
3.5 Metode Analisis Data ... 21
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1 Dimensi Tekstual Wacana Saur Matua Etnik Batak Toba ... 23
4.1.1 Tekstual WSM ... 23
4.1.2 DinamikaTekstual WSM ... 56
4.2 MesostrukturalWSM ... 69
4.2.1 Tahapan WSM ... 70
4.2.2 Dinamika Tahapan WSM... 77
4.3 Sosiokultural WSM ... 79
4.3.1 Konteks Sosial WSM ... 79
4.3.2 Dinamika Konteks WSM ... 79
BAB VKESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan ... 98
5.2 Saran ... 99
DAFTAR PUSTAKA ... 100
LAMPIRAN A. Tambahan Tekstual WSM ... 103
B. Daftar Pertanyaan ... 108
C. Data Informan ... 109
D. Dokumentasi Saat Melakukan Wawancara Pada Informan ... 110
E. Surat Keterangan Penelitian ... 111
DAFTAR SINGKATAN
SM : Saur Matua
WSM : Wacana Saur Matua
BT : Batak Toba
KHG : Kohesi Gramatikal KHL : Kohesi Leksikal
DAFTAR ISTILAH
amang boru : suami dari saudara perempuan ayah bona ni hasuhuton : pemilik asli pesta
bona tulang : kelompok hula-hula (3 generasi di atas hasuhuton paranak
boru : semua istrinya semarga dengan marga suhut boru na matua : saudara perempuan dari kakek
boru na poso : saudara perempuan dari suhut
dalihan na tolu : sistem kekerabatan atau filsafah hidup masyarakat Batak Toba yang sangat berperan penting dalam setiap upacara adat Batak
demban tiar : sirih
eme na marlundu : padi yang bagus dan banyak
hula-hula : saudara laki-laki dari istri masing-masing suhut, kelompok marga pemberi mempelai wanita
hula-hula pangalapan/parsiat: saudara laki-laki dari istri yang dinikahi lae : ipar, saudara laki-laki istri
mompo : memasukkan jenazah ke dalam peti mati
maralaman : hari di mana dibawa ke halaman dan meminta doa dari semua pihak sebelum jenazah di kuburkan maria raja : mengundang para raja untuk memberitahukan
runtutan acara yang akan dilakukan pada saat acara maralaman
mangembak-embaki : acara yang dilakukan pada malam hari yaitu menyembah hula-hula dan menyawer mereka nantulang : istri dari saudara laki-laki ibu
pahompu : cucu
panambolon : acara yang dilakukan pada saat ingin menyembelih hewan yang akan digunakan
panambol : saudara semarga ayah yang akan memotong atau menyembelih hewan yang akan dipakai pada pesta
panaput : saudara laki-laki dari ibu yang akan memberikan ulos terakhir
paidua ni suhut : abang/adik laki-laki ayah atau teman semarga ayah dari beda orang tua tapi masih satu keturunan atau satu kakek
panambak : saudara semarga dengan ayah yang akan membawa mayat ke liang lahat
pariban : saudara perempuan dari ibu dan anak laki-laki dari saudara perempuan ayah
pasada tahi : musyawarah untuk mencari kesepakatan di dalam keluarga hasuhuton
partuatna : hari yang ditunggu untuk mengadakan pesta dan meminta berkat dari hula-hula
piso halasan : pisau yang digunakan untuk menyembelih hewan yang akan digunakan pada pesta maralaman raja bius : orang atau penatuah adat yang memiliki kekuasaan
di daerah yang sudah ditentukan ringgit si tio suara : uang
suhut/hasuhuton : kedua belah pihak yang berpesta
saur matua : semua anaknya sudah menikah dan sudah memiliki cucu
tulang rorobot : kelompok hula-hula dari hasuhuton parboru tulang si jalo daon sihol : yang menerima makanan
umak tua : kakak perempuan dari ibu
ulos saput : kain (ulos) terakhir yang akan diberikan hula-hula pada saat upacara kematian
ulos paniari : kain sebagai lambang doa supaya semua keturunan mendapat berkat
ungkap hombung : acara yang dilakukan setelah pulang dari liang lahat untuk meminta dan menerima sebagian harta benda yang ditinggalkan oleh saudara perempuan hula-hula.
ABSTRAK
Skripsi ini berjudul “Saur Matua Etnik Batak Toba: Kajian Wacana Kritis”. Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan dimensi tekstual, dimensi mesostruktural, dan dimensi sosiokultural wacana saur matua. Teori yang digunakan untuk menganalisis data penelitian adalah teori wacana kritis yang dikemukakan oleh Norman Firclough. Metode yang digunakan dalam penelitian adalah metode deskriptif. Hasil yang diperoleh dari penelitian ini ialah: 1) dimensi tekstual wacana saur matua terdiri dari 62 tuturan yang memiliki dinamika kohesi gramatikal serta kohesi leksikal, 2) dimensi mesostruktural wacana saur matua terdiri dari 7 tahapan yaitu (1) pasada tahi, (2) mompo, (3) maria raja, (4) mangonda-ondai, (5) panambolon, (6) maralaman, dan (7) ungkap hombung , dan memiliki dinamika pada acara ungkap hombung, 3) dimensi sosiokultural wacana saur matua yang terdiri dari setting, partisipan dan instrumen yang memiliki dinamika pada (1) setting yaitu tempat dan waktu, (2) partisipan yaitu perubahan nama Sionom Ompu menjadi Sibigo Ambaroba dan penambahan organisasi marga, dan (3) instrumen yaitu peti mati, bumbu, peralatan pesta, alat musik, dan kayu bakar.
Kata kunci: Saur Matua, Wacana Kritis
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Etnik Batak Toba memiliki upacara mulai dari lahir hingga mati dalam realitas kehidupannya. Dalam konteks ini penulis mengkaji upacara kematian saur matua etnik Batak Toba. Disebut saur matua bila yang meninggal sudah berumur dan semua anaknya sudah menikah. Ada tiga tingkat kematian pada etnik Batak Toba diklasifikasi berdasarkan 1) umur, 2) keturunan, dan 3) boan atau ternak yang disembelih untuk menghormati pemberangkatannya ke liang kubur. Ketiga faktor tersebut sangat terkait dengan penentuan tingkat acara adat yang akan dilakukan. Hal ini sejalan dengan pernyataan Simatupang (2016:19).
“… Mate Saur Matua adalah sebutan kepada suami atau istri yang meninggal mempunyai anak laki-laki maupun perempuan, dan semuanya sudah berumah tangga dan sudah memiliki cucu baik dari anak laki-laki maupun perempuan, meskipun belum semuanya belum punya anak.
Apabila seseorang telah menerima ulos sampetua, maka ia akan menduda atau menjanda seumur hidupnya. Boan atau ternak yang disembelih sudah sepantasnya gaja toba (kerbau) yang bulunya tidak dibuang (namarimbulu) dan tempat membagi daging adat tersebut dari anjungan atau pansa dilemparkan ke bawah dan seorang petugas menyerahkannya kepada yang berhak menerimanya. Gondang saribu raja sudah dapat diacarakan agar semua handai taulan manortor (menari) dan bergembira serta adat ungkap hombung atau piso na ganjang tentu dalam “jumlah yang besar” serta pasituak na tonggi untuk rombongan hula-hula tentu dengan jumlah rupiah yang banyak pula…” (Simatupang, 2016:19).
Pada kesempatan ini penulis akan membicarakan tentang upacara adat Saur Matua (SM) etnik Batak Toba (BT). Tata cara SM terangkum dalam kebudayaan dan unsur Dalihan Na Tolu yang merupakan suatu kesatuan yang tidak dapat dipisahkan dalam setiap upacara adat, dan merupakan suatu hal yang mendasari kehidupan bermasyarakat etnik Batak Toba. Ketiga unsur Dalihan Na
Tolu yakni 1) Hula-hula, 2) Dongan tubu, dan 3) Boru harus hidup sangat selaras, seimbang, dan teguh terutama dalam setiap upacara-upacara adat. Berikut penjelasan tentang istilah-istilah di atas:
a. Hula-hula/mora adalah pihak keluarga dari istri. Hula-hula ini menempati posisi yang paling dihormati dalam pergaulan dan adat istiadat Batak (semua sub-suku Batak) sehingga kepada semua orang Batak dipesankan harus hormat kepada Hula-hula (somba marhula-hula) karena mereka meyakini bahwa hula-hula ialah Allah yang nampak.
b. Dongan tubu/haha anggi disebut juga dongan sabutuha yaitu saudara laki- laki satu marga. Arti harafiahnya lahir dari perut yang sama. Mereka ini seperti batang pohon yang saling berdekatan, saling menopang, saling melengkapi, dan saling membantu. Akan tetapi, tidak bisa dipungkiri akibat kedekatan yang terjadi di antara mereka terkadang muncul pertikaian. Namun, pertikaian tidak membuat hubungan satu marga bisa terpisah. Diumpamakan seperti air yang dibelah dengan pisau, kendati dibelah tetapi tetap bersatu. Namun demikian, kepada semua Etnik Batak (berbudaya Batak) dipesankan harus bijaksana kepada saudara semarga.
Diistilahkan manat mardongan tubu.
c. Boru/anak boru adalah pihak keluarga yang mengambil istri dari suatu marga (keluarga lain). Boru ini menempati posisi paling rendah sebagai parhobas atau ‘pelayan’, baik dalam pergaulan sehari-hari maupun dalam setiap upacara adat. Namun berfungsi sebagai pelayan bukan berarti bisa diperlakukan semena-mena, melainkan pihak boru harus diambil hatinya,
dibujuk, diistilahkan dengan elek marboru (googleweblight.com Dalihan Na Tolu: Falsafah hidup orang Batak blogspot.com).
Dalam upacara adat, perlu adanya komunikasi antara pihak Hula-hula, Dongan Tubu, dan juga Boru. Dari interaksi sosial yang dilakukan oleh ketiga pihak tersebut dalam upacara sudah disebut dengan wacana.
Wacana ialah satuan bahasa terlengkap yang dinyatakan secara lisan seperti pidato, ceramah, khotbah, dan dialog atau secara tertulis seperti cerpen, novel, buku, surat, dan dokumen tertulis, yang dilihat dari struktur lahirnya (dari segi bentuk) bersifat kohesif, saling terkait dari struktur batinnya (dari segi makna) bersifat koheren terpadu (Sumarlam, 2004:40). Cook (dalam Abdul Rani, dkk 2010:5) mengatakan bahwa “wacana adalah suatu penggunaan bahasa dalam komunikasi, baik secara lisan maupun tulisan”. Penggunaan bahasa dapat berupa iklan, drama, percakapan, diskusi, debat, tanya jawab, surat, makalah, tesis, dan sebagainya (Samsuri, 1979). Fairclough dan Wodak (Eriyanto, 2001:7) mengatakan bahwa wacana kritis mengkaji wacana pemakaian bahasa dalam tuturan dan tulisan sebagai bentuk dalam praktik sosial. Dengan memandang wacana kritis sebagai praktik sosial, maka ada hubungan dialektis antara praktik diskursif tersebut dengan identitas dan relasi sosial. Hal ini juga menjelaskan bahwa wacana kritis melekat dalam situasi, institusi, dan kelas sosial tertentu (Eriyanto, 2001: 17).
Penulis merasa tertarik mengkaji saur matua (SM) karena ada unsur wacana yang berubah, bergeser, bertambah, serta berkurang pada upacara tersebut. Hal ini dikarenakan pengaruh era globalisasi dan perkembangan teknologi yang sangat pesat sehingga membuat nilai-nilai lama yang dimiliki oleh
suatu etnik Toba menjadi goyah karena masuknya nilai-nilai baru dari luar. Etnik Batak Toba diajarkan menjadi pemikir yang rasional dan memiliki tatanan kehidupan yang mudah atau praktis, sehingga nilai-nilai adat tradisional yang dimiliki etnik Batak Toba menjadi terkikis pada zaman sekarang ini.
Perubahan, pergeseran, penambahan maupun pengurangan pada upacara SM yang dimaksud ialah mengenai kesakralan dari adat tersebut dan nilai-nilai penting yang terkandung dalam upacara tersebut sudah mulai pudar dan hampir hilang karena sudah beralih ke hal-hal yang lebih praktis dan hemat waktu.
Penelitian awal menunjukkan bahwa ada perubahan yang terjadi pada upacara SM.
Unsur Dalihan Na Tolu memiliki peran yang sangat penting dalam suatu upacara adat tetapi pada saat sekarang terjadi perubahan bahwa pihak ale-ale sudah lebih banyak mengambil peran dalam upacara tersebut. Dari tingkat sosial tentu juga mempengaruhi kesakralan wacana SM. Bahwasannya kalimat yang disampaikan pada upacara SM bercampur dengan bahasa Indonesia.
Penulis juga melihat perubahan yang terjadi pada sociocultural SM, misalnya dari segi sarana yaitu pada zaman dahulu bumbu upacara SM selalu dikerjakan oleh pihak boru tetapi pada saat ini telah berubah bumbu sudah dikerjakan oleh mesin atau digilingkan, begitu juga pada musik yang digunakan pada saat ini yaitu dari gondang menjadi keyboard. Selain itu, penulis juga ingin mengarahkan generasi muda supaya dapat mempertahankan kesakralan dari upacara SM dan supaya mengetahui bagaimana sebenarnya upacara SM. Hal inilah yang mendasari penulis ingin meneliti upacara SM, oleh karena itu judul yang dipilih oleh penulis ialah “Saur Matua Etnik Batak Toba: Kajian Wacana Kritis”.
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang diuraikan di atas, maka rumusan masalah penulis adalah sebagai berikut:
1. Dimensi Tekstual apa saja yang ada pada Wacana SM?
2. Dimensi Mesostruktural apa saja yang ada pada Wacana SM?
3. Dimensi Sosiokultural apa saja yang ada pada Wacana SM?
1.3 Tujuan Penelitian
Berdasarkan rumusan masalah di atas, maka penelitian ini mempunyai tujuan untuk:
1. Mendeskripsikan dimensi tekstual Wacana SM
2. Mendeskripsikan dimensi mesostruktural Wacana SM 3. Mendeskripsikan dimensi sociocultural Wacana SM
1.4 Manfaat Penelitian
Dari hasil penelitian ini, diharapkan dapat memberikan manfaat teoretis dan praktis.
A. Manfaat Teoritis
Adapun manfaat teoritis yang diharapkan dari penelitan ini adalah agar pembaca dapat memperoleh suatu pengetahuan dan pengalaman baru dalam menganalisis suatu wacana dengan kritis, baik melihat dari teks, discourse practice, dan sociocultural practice dalam wacana.
B. Manfaat Praktis
Adapun manfaat praktis yang diharapkan dari penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Menambah pengetahuan pembaca tentang unsur-unsur bahasa yang digunakan dalam sebuah teks atau wacana.
2. Memberikan penjelasan bagi pembaca tentang hal apa saja yang berubah, bertambah, bergeser dan juga hilang pada upacara SM.
3. Menjadi suatu acuan bagi peneliti lain terutama bagi para ahli bahasa.
4. Menjadikan arsip di Departemen Sastra Daerah untuk dibaca oleh mahasiswa Sastra Daerah.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Kepustakaan yang Relevan
Studi kepustakaan merupakan langkah penting setelah seorang peneliti menerapkan topik penelitian, yaitu melakukan kajian yang berkaitan dengan topik penelitian, M. Najir (dalam Sinaga, 2016: 8).
Penulisan proposal skripsi ini tidak terlepas dari buku-buku yang relevan.
Hal ini dikarenakan hasil dari suatu karya ilmiah haruslah dapat dengan mudah dipertanggungjawabkan dan harus disertai data-data yang kuat, akurat serta ada hubungannya dengan yang akan diteliti. Adapun hasil penelitian lain yang digunakan dalam memahami dan mendukung penulisan proposal skripsi ini diuraikan sebagai berikut:
1. Skripsi yang ditulis oleh Dewi Hutasoit, (2012) dengan judul “Struktur Wacana dalam Upacara Adat Kematian Saur Matua pada Masyarakat Batak Toba”. Skripsi ini membahas tentang tahapan-tahapan upacara saur matua dengan menggunakan teori analisis wacana menurut A. Teun Van Dijk yaitu mengklasifikasikan struktur wacana dari mikrostruktural, superstruktural, dan makrostruktural. Kontribusi skripsi ini terhadap penulisan skripsi penulis ialah terletak pada teknik pengumpulan data serta tahapan-tahapan yang ada pada upacara SM tersebut. Perbedaan skripsi Dewi Hutasoit dengan penelitian yang akan dilakukan penulis yaitu terletak pada perubahan-perubahan yang terjadi pada upacara SM tersebut.
2. Skripsi Mariana Andini, (2014) dengan judul “Ragam Diksi pada Upacara Adat Saur Matua Masyarakat Batak Toba: Tinjauan Sosiolinguistik”.Skripsi ini membahas tentang diksi yang ada pada tuturan upacara SM. Kontribusi skripsi ini terhadap penulisan skripsi penulis yaitu dapat membantu penulis melihat ragam diksi yang ada pada upacara SM. Perbedaannya terletak pada perubahan-perubahan yang terjadi pada upacara SM tersebut.
3. Skripsi yang ditulis oleh Aspiner Panjaitan, (2011) dengan judul “Fungsi dan Makna “Mangulosi” pada Upacara Perkawinan Batak Toba: Kajian Pragmatik”. Skripsi ini membahas tentang wacana “mangulosi” pada upacara perkawinan serta tahapan-tahapan pelaksanaan perkawinan.
Kontribusi skripsi ini terhadap penulisan skripsi penulis ialah dari segi metode menganalisis data, metode analisis data dari skripsi ini menurut penulis baik untuk diikuti dan merupakan metode yang baik untuk diterapkan.
4. Eriyanto. (Buku, 2001) dengan judul “Analisis Wacana Pengantar Analisis Teks Media”. Kontribusi buku ini terhadap penulisan skripsi ini ialah karena di dalam buku ini menjelaskan bagaimana cara menganalisis wacana kritis dengan menggunakan teori-teori para ahli seperti Roger Fowler, Robert Hodge, Gunther Kress, Tony Trew, Theo Van Leeuwen, Sara Mills, Teun A. Van Dijk, serta Norman Fairclough.
5. Sumarlam, dkk. (Buku, 2003) dengan judul “Teori dan Praktik Analisis Wacana”. Kontribusi buku ini terhadap penulisan skripsi ini ialah
membantu penulis dalam memahami contoh-contoh dan cara dalam menganalisis wacana.
2.1.1 Pengertian Saur Matua
Pada etnik Batak Toba orang meninggal disebut mate ‘mati’. Untuk kata halusnya, bila yang meninggal sudah berumur atau sudah tua disebut monding, marujung ngolu atau jumolo ‘mati’. Mate Saur matua menjadi tingkat kedua tertinggi di samping saur matua bulung yang diklasifikasi upacara bagi masyarakat Batak Toba karena mati saat semua anaknya telah berumah tangga.
Dan tingkat kematian tertinggi, yaitu mate saur matua bulung (mati ketika semua anak-anaknya telah berumah tangga, dan telah memberikan tidak hanya cucu, bahkan cicit dari anaknya laki-laki dan dari anaknya perempuan) (Sinaga, 1999:37–42). Hal ini sejalan dengan Gultom (1992) bahwa “saur matua ialah orang yang meninggal dunia telah beranak cucu, baik dari anak laki-laki maupun anak perempuan”.
Simatupang (2016:14-19) mengemukakan bahwa “saur matua adalah sebutan kepada suami atau istri yang meninggal yang mempunyai anak laki-laki maupun perempuan, dan semuanya sudah berumah tangga dan sudah memiliki cucu, baik dari anak laki-laki maupun perempuan, meskipun belum semuanya belum punya anak.”
2.1.2 Pengertian Wacana dan Wacana Kritis
“Wacana ialah satuan bahasaa terlengkap yang dinyatakan secara lisan seperti pidato, ceramah, dan dialog atau secara tertulis seperti cerpen, novel, buku, surat yang dilihat dari struktur lahirnya (dari segi bentuk) bersifat kohesif saling terkait dari struktur batinnya (dari segi makna) bersifat koheren terpadu”
(Sumarlam, 2004:40). Henry Guntur Tarigan (1987:27) mengemukakan bahwa
“wacana adalah satuan bahasa yang paling lengkap, lebih tinggi dari klausa dan kalimat, memiliki kohesi dan koherensi yang baik, mempunyai awal dan akhir yang jelas, berkesinambungan, dan dapat disampaikan secara lisan atau tertulis”.
Jadi, suatu kalimat atau rangkaian kalimat dapat disebut sebagai wacana atau bukan wacana tergantung pada keutuhan unsur-unsur makna dan konteks yang melingkupinya.
Suatu wacana dituntut memiliki keutuhan, struktur wacana. Keutuhan itu sendiri dibangun oleh komponen-komponen yang terjalin di dalam suatu organisasi, struktur wacana dapat diurai atau dideskripsikan bagian-bagiannya.
Sibarani mengatakan “struktur wacana merupakan suatu kesatuan, saling berhubungan dan saling mendukung” (Hutasoit, 2012:7). Suatu rangkaian kalimat dikatakan menjadi struktur wacana bila di dalamnya terdapat hubungan emosional (maknawi) antara bagian yang satu dengan bagian lainnya. Sebaliknya, suatu rangkaian kalimat belum tentu bisa disebut sebagai wacana apabila tiap-tiap kalimat dalam rangkaian itu memiliki makna sendiri-sendiri dan tidak berkaitan secara semantis.
Analisis wacana merupakan ilmu yang baru muncul beberapa puluh tahun belakangan, dahulu kebanyakan aliran linguistik membatasi analisanya hanya pada soal kalimat. Analisis wacana merupakan rangkaian tuturan melalui interpretasi semantik yang berkaitan dengan pemahaman bahasa dalam tindak bahasa (what is said from what is done) dan diarahkan kepada masalah memakai bahasa secara fungsional (functional use of language).
Fairclough dan Wodak (Eriyanto, 2001: 17) mengatakan bahwa “wacana kritis melihat wacana pemakaian bahasa dalam tuturan dan tulisan sebagai bentuk
dari praktik sosial”. Dengan memandang wacana sebagai praktik sosial yang memiliki hubungan dialektis antara praktik diskursif dengan identitas dan relasi sosial. Wacana juga melekat dalam situasi, institusi, dan kelas sosial tertentu. Hal ini dikuatkan pernyataan Eriyanto (Eriyanto: 2001:8-13) bahwasanya karakteristik wacana kritis adalah:
1. Tindakan
Wacana dipahami sebagai tindakan (action). Pemahaman ini mengasosiasikan wacana sebagai bentuk interaksi. Wacana tidak ditempatkan seperti di dalam ruang tertutup atau internal. Artinya, wacana dipandang sebagai sesuatu yang memiliki tujuan dan dimengerti sebagai sesuatu yang diekspresikan dengan sadar, terkontrol, bukan merupakan sesuatu yang di luar kendali atau diekspresikan secara tidak sadar.
2. Konteks
Analisis wacana kritis mempertimbangkan adanya konteks dari sebuah wacana, contohnya: situasi, latar, peristiwa dan kondisi. Wacana dilihat, diproduksi, dimengerti dan dianalisis dengan konteks tertentu. Ada tiga hal sentral yang disinggung oleh Guy Cook pada pengertian analisis wacana, yaitu: teks, konteks, dan wacana. Teks adalah segala bentuk bahasa, tidak hanya kata-kata yang tercetak di atas selembar kertas, melainkan segala jenis ekspresi komunikasi, ungkapan, gambar, suara, musik, efek, citra dan sebagainya. Konteks memasukkan semua situasi dan berbagai hal yang ada di luar teks dan memiliki pengaruh dalam pemakaian bahasa, contohnya: partisipan dalam bahasa, keadaan di mana teks itu diproduksi,
fungsi yang dimaksud dan sebagainya. Wacana kemudian dimaknai sebagai satu kesatuan teks dalam konteks secara bersama-sama.
3. Historis
Salah satu bagian penting untuk dapat mengerti teks ialah menempatkan wacana tersebut dalam konteks sejarah tertentu.
4. Kekuasaan
Konsep kekuasaan merupakan salah satu kunci hubungan yang ada di antara wacana dengan masyarakatnya. Setiap wacana yang muncul dengan bentuk apapun, tidak dilihat sebagai sesuatu yang wajar, alamiah, dan netral tetapi disinyalir merupakan bentuk pertarungan kekuasaan.
5. Ideologi
Berbagai teori klasik tentang ideologi di antaranya menyatakan bahwa ideologi dibangun oleh kelompok dominan dengan tujuan untuk mereproduksi dan melegitimasi dominasi mereka.
Pandangan lain mengatakan ada tiga tahap analisis yang digunakan (Fairclough dalam Eriyanto, 2000:327):
1) Deskripsi, yakni penguraian isi dan analisis secara deskriptif atas teks. Di sini, teks dijelaskan tanpa dihubungkan dengan aspek lain.
2) Interpretasi, yakni menafsirkan teks dihubungkan dengan praktik wacana yang dilakukan. Disini teks tidak di analisis secara deskriptif, tetapi ditafsirkan dengan menghubungkannya dengan bagaimana proses produksi dari suatu tajuk di surat kabar.
3) Eksplanasi, bertujuan untuk mencari penjelasan atas hasil penafsiran kita pada tahap kedua. Penjelasan itu dapat diperoleh dengan mencoba
menghubungkan produksi teks tersebut dengan praktik sosiokultural di tempat media itu berada.
2.2 Teori Yang Digunakan
Teori merupakan suatu prinsip dasar yang terwujud di dalam bentuk yang berlaku secara umum dan akan mempermudah seorang penulis dalam memecahkan suatu masalah yang dihadapinya. Berdasarkan judul penelitian ini maka teori yang digunakan penulis dalam mengkaji perubahan, pergeseran, pertambahan dan pengurangan yang terjadi pada upacara SM ialah teori wacana kritis Norman Fairclough.
Menurut Wodak dan Fairclough, analisis wacana kritis melihat sebuah wacana sebagai bentuk dari praktik sosial. Penggambaran ini menyebabkan sebuah hubungan dialektis antara peristiwa diskursif tertentu dengan institusi, situasi dan struktur sosial yang membentuknya.
Fairclough menghubungkan teks yang mikro dan konteks masyarakat yang makro dengan model analisisnya. Model analisis wacana memiliki kontribusi dalam analisis sosial dan budaya dengan menggabungkan tradisi analisis tekstual yang selalu melihat bahasa dalam ruang tertutup, dan konteks masyarakat yang lebih luas. Analisis dipusatkan pada bagaimana sebuah bahasa yang terikat dengan struktur sosial itu terbentuk dan dibentuk dari hubungan dan konteks sosial tertentu (Eriyanto, 2001: 285).
Fairclough membagi analisis wacana dalam tiga dimensi, yaitu: teks, discourse practice, dan sosiocultural practice. Ketiga dimensi tersebut dapat digambarkan sebagai berikut:
Tabel 1. tabel analisis wacana Fairclough (Eriyanto, 2001:288).
Berdasarkan model Fairclough di atas, maka dirinci sebagai berikut:
1. Teks (Text)
Fairclough melihat teks dalam berbagai tingkatan. Sebuah teks bukan hanya menampilkan bagaimana suatu objek digambarkan tetapi juga bagaimana hubungan antarobjek didefenisikan. Setiap teks pada dasarnya, menurut Fairclough, dapat diuraikan dan dianalisis pada ketiga unsur berikut: (Eriyanto, 2001: 289)
UNSUR YANG INGIN DILIHAT
Representasi Bagaimana peristiwa, orang, kelompok, situasi, keadaan atau apa pun ditampilkan dan digambarkan dalam teks.
Relasi Bagaimana hubungan antara wartawan, khalayak, dan partisipan berita ditampilkan dan digambarkan dalam teks.
SOCIOCULTURAL PRACTICE
Produksi Teks
Konsumsi Teks DISCOURSE PRACTICE
TEKS
Tabel 2. Elemen Dasar Teks (Eriyanto, 2001:289).
2. Praktik Diskursus (Discourse Practice)
Analisis discourse practice memusatkan perhatian pada bagaimana produksi dan konsumsi teks. Teks dibentuk lewat suatu praktik diskursus, yang akan menentukan bagaimana teks tersebut diproduksi. Semua praktik tersebut merupakan praktik diskursus yang membentuk wacana. Praktik inilah yang akan menentukan bagaimana teks tersebut terbentuk dalam wacana. Ideologi yang dianut akan akan tampak dalam proses produksi redaksional dan penentuan berita yang akan menghasilkan berita (Eriyanto, 2001: 317).
Faktor yang penting untuk diperhatikan adalah individu atau profesi jurnalis itu sendiri. Hal ini melingkupi latar belakang pendidikan, orientasi politik, sosial dan budaya yang mereka anut, serta profesionalitas kerja mereka struktur organisasi ini meliputi proses pengambilan keputusan, pola rutinitas, pembentukan berita, dan melibatkan banyak orang (Eriyanto, 2001: 318-319).
3. Praktik Sosiokultural (Sociocultural Practice)
Praktik sosiokultural adalah dimensi yang berhubungan dengan konteks yang berada di luar teks seperti konteks sosial, situasional, dan institusional.
Analisis sociocultural practice didasarkan pada asumsi bahwa konteks sosial yang ada di luar media mempengaruhi bagaimana wacana yang muncul dalam media.
Sociocultural practice ini memang tidak berhubungan langsung dengan produksi teks tetapi ia menentukan bagaimana teks diproduksi dan dipahami. Hubungan keduanya ditengahi oleh praktik diskursus yang dijalankan sebuah institusi media.
Identitas Bagaimana identitas wartawan, khalayak, dan partisipan berita ditampilkan dan digambarkan dalam teks.
Maka untuk melihat adanya hubungan antara teks yang dihasilkan oleh ideologi serta kepercayaan masyarakat tertentu, perlu diadakan peninjauan terhadap bagaimana proses produksi teks juga praktik pembentukan wacana tersebut.
Pada praktiknya, produsen teks tidak diberikan kebebasan memakai bahasa, ia harus menyesuaikan dengan praktik diskursif yang sudah ditentukan.
Maka, ketika menganalisa dimensi-dimensi tersebut, perlu juga untuk melihat parktik diskursif dari sebuah komunitas pemakai bahasa yang disebut order of discourse.
Proses pengumpulan data yang multilevel dalam analisis wacana kritis Fairclough ini secara sederhana diperlihatkan dalam tabel di bawah ini:
No Level Masalah Level Analisis Teknik Pengumpulan Data 1 Teks
(situasional)
Makro Satu/lebih metode analisis naskah (sintagmatis atau paradigmatis).
2 Praktik Wacana (insituasional)
Meso - Pengamatan terlibat pada produksi naskah, atau
- Depth interview dengan pembuat naskah, atau
- “secondary data” tentang pembuatan naskah.
3 Praktik Sosiokultural (sosial)
Makro - Depth interview dengan pembuat naskah dan ahli yang paham dengan tema penelitian.
- secondary data yang relevan dengan tema penelitian
- penelusuran literatur yang relevan dengan tema penelitian.
Tabel 3. Level Pengumpulan Data (Eriyanto, 2001:326).
Tabel di atas menunjukkan bahwa untuk dapat memahami wacana, kita perlu mengumpulkan data pada level mikro, meso, dan makro.
BAB III
METODE PENELITIAN
Metode penelitan adalah upaya untuk menghimpun data yang diperlukan dalam penelitian (Manurung, 2010:19). Dengan kata lain bahwa metode akan memberikan jawaban atau petunjuk terhadap pelaksannan penelitian atau bagaimana cara penelitian ini dilakukan untuk memperoleh data yang aktual yang dapat dibuktikan kebenarannya terhadap objek permasalahan.
3.1 Metode Dasar
Metode dasar dalam penelitian ini ialah metode deskriptif. “Metode deskriptif yaitu penelitian yang berusaha untuk menuturkan pemecahan masalah berdasarkan data-data dan jarak, juga menyajikan data dan menginterpretasikan data”, Narbuko (dalam Manurung, 2010:19). Selain itu juga Noor (dalam Sinaga, 2016: 18) menjelaskan bahwa “metode penelitian dasar yang sering disebut basic research atau pure research dilakukan untuk memperivikasi teori yang telah ada atau mengetahui lebih jauh tentang konsep”. Maka dalam metode ini penulis menerangkan bagaimana perubahan-perubahan upacara adat SM etnik Batak Toba.
3.2 Lokasi Penelitian
Lokasi penelitian yang dijadikan penulis adalah Desa Siunong-unong Julu, Kecamatan Baktiraja, Kabupaten Humbang Hasundutan. Ada 3 alasan penulis memilih lokasi tersebut: 1) karena Desa Siunong-unong Julu merupakan desa adat yang masih tetap melaksanakan upacara adat SM sampai sekarang. 2) Mudah mencapai lokasi, dan 3) memiliki key informan yang memadai.
3.3 Sumber Data Penelitian
Sumber data dari penelitian ini diperoleh dari:
1. Narasumber (informan) yaitu sebagai sumber data, sumber informasi dari apa yang akan diteliti oleh penulis.
2. Peristiwa atau aktivitas yaitu sebagai sumber data yang diperoleh dengan mengamati bagaimana kegiatan adat SM tersebut berjalan.
3. Tempat atau lokasi yaitu sebagai sumber data yang berkaitan dengan keadaan atau kondisi dari kegiatan itu dilakukan.
4. Dokumen atau arsip yaitu bahan tertulis atau benda, seperti data, keterangan, pedoman, rekaman-rekaman dan sebagainya yang berkaitan dengan upacara SM.
Dalam penelitian ini tokoh adat dijadikan sebagai informan kunci (key of information) karena selalu bertindak sebagai aktor di dalam upacara SM dan dapat memberikan informasi tentang perubahan, pergeseran, pertambahan, pengurangan dari upacara tersebut, di samping itu penulis juga melengkapi data berupa dokumen-dokumen, buku-buku, artikel serta video sebagai data pendukung.
3.4 Instrumen Penelitian
Instrumen atau alat yang digunakan pada penelitian ini ialah alat yang berisi informasi SM. Di sisi lain peneliti sebagai ‘human instrument’ karena peneliti berasal dari Batak Toba.
Instrumen lain atau alat pendukung dalam penelitian ini ialah
1. Alat tulis dan kertas untuk mencatat segala data-data penting dari informan yang berhubungan dengan objek penelitian.
2. Alat perekam suara untuk merekam percakapan/wawancara sebagai penyempurna catatan yang telah didapatkan dari informan.
3. Kamera sebagai alat yang digunakan untuk mendokumentasikan aktivitas upacara SM.
3.5 Metode Pengumpulan Data
Noor (dalam Sinaga, 2016:20) menjelaskan bahwa “metode pengumpulan data merupakan cara mengumpulkan data yang dibutuhkan untuk menjawab rumusan masalah penelitian”. Metode pengumpulan data juga merupakan cara atau teknik dari peneliti dalam proses mengumpulkan data. Teknik pengumpulan data tentu berbeda-beda sesuai dengan metode kerja yang dilakukan, Semi (dalam Hutasoit, 2012: ). Umumnya cara pengumpulan data dapat menggunakan teknik:
wawancara (interview), angket (questionnaire), pengamatan (observation), studi dokumentasi.
Adapun metode pengumpulan data yang digunakan penulis ialah sebagai berikut:
1. Metode Observasi
Observasi merupakan metode pengumpulan data dengan mengamati dan mendengar dalam rangka memahami, mencari jawaban, mencari bukti terhadap fenomena sosial (perilaku, kejadian-kejadian, keadaan, benda, dan simbol-simbol tertentu) selama beberapa waktu tanpa mempengaruhi fenomena yang diobservasi dengan mencatat, merekam serta memotret fenomena yang diteliti guna menemukan data yang akan dianalisis
(http://achmadsuhaidi.wordpress.com//2014/02/2016/pengertian-sumber- data-jenis-jenis-data-dan-metode-pengumpulan-data/)
2. Metode Wawancara
Wawancara atau interview ialah percakapan langsung dan tatap muka (face to face) dengan maksud tertentu
(http://achmadsuhaidi.wordpress.com//2014/02/2016/pengertian-sumber- data-jenis-jenis-data-dan-metode-pengumpulan-data/).
Metode wawancara yaitu penulis melakukan wawancara kepada informan yang dianggap memenuhi syarat-syarat sebagai informan untuk dapat mengumpulkan data yang dibutuhkan oleh penulis, pada metode ini penulis menggunakan teknik rekam dan catat.
3. Metode Pustaka
Metode pustaka yaitu penelitian dengan mencari data dari buku-buku yang ada hubungannya dengan upacara Saur Matua Batak Toba.
3.6 Metode Analisis Data
“Metode analisis data adalah metode atau cara dalam mengelola data yang mentah, sehingga menjadi data yang cermat atau akurat dan ilmiah” (Hutasoit, 2012: 27). Dalam konteks ini analisis adalah kegiatan untuk memanfaatkan data sehingga dapat diperoleh kebenaran objek dan teori. Dalam menganalisis penulis dituntut untuk memiliki nalar dan kreativitas yang tinggi sehingga data yang dianalisis akurat, serta kebenarannya mampu dipertanggungjawabkan.
Menganalisis data merupakan suatu langkah yang sangat kritis dalam penelitian, karena tahap dalam menyelesaikan masalah ialah menganalisis. Untuk menganalisis data penelitian ini, maka penulis menggunakan metode deskriptif.
Langkah-langkah yang digunakan oleh penulis dalam menganalisis data ialah:
1. Mengeliminasi data yang tidak sesuai dengan pokok permasalahan.
2. Mengklasifikasikan data yang sesuai dengan pokok permasalahan.
3. Menganalisis data-data sesuai dengan kajian yang telah ditetapkan.
4. Membuat kesimpulan dari data yang diperoleh.
BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
Berdasarkan hasil penelitian skripsi ini maka ditemukan (1) dimensi tekstual wacana SM, (2) dimensi mesostruktural wacana SM, dan (3) dimensi sosiokultural wacana SM. Ketiga hasil analisis tersebut dijelaskan sebagai berikut:
4.1 Dimensi Tekstual Wacana Saur Matua Etnik Batak Toba
Berdasarkan dimensi tekstual WSM ditemukan 4 tekstual yang diuraikan sebagai berikut:
4.1.1 Tekstual WSM
(1) Paidua ni suhut: Di hamu raja ni panambak nami dohot raja ni hula-hula nami asa masuk ma hamu raja nami tu bagas ta on, jadi mauliate ma.
Boha hita namarhaha maranggi nga simpul hita dison?
‘Kepada panambak dan hula-hula kami supaya kalian masuklah ke rumah kita ini, terimakasih. Bagaimana dengan kita yang bersaudara (abang dan adek yang sedarah) apakah kita sudah semuanya di sini?’.
(2) Hasuhuton dohot paidua ni suhut: Nunga be.
‘Sudah!’
(3) Paidua ni suhut: Di hamu raja ni panambak nami?
‘Bagaimana dengan panambak kami?’
(4) Panambak: Nunga be raja nami, tung so singkop pe nga dison be hami be.
‘Sudah raja kami, walaupun kami belum semuanya di sini tapi kami sudah siap’.
(5) Paidua ni suhut: Raja ni hula-hula nami raja ni panaput?
‘Hula-hula kami panaput?’
(6) Panaput: Nunga dison be hami akka amangboru.
‘Kami sudah di sini amangboru’.
(7) Paidua ni suhut: Mauliate ma di hamuna raja ni panambak nami nang songoni di hula-hula nami. Jadi dison raja ni hula-hula nami holan menyaksikan do hamu raja nami ima paompohon namboru muna on manang ito muna on na tuatua nami on tu ingananna naso jinama ni tanganna. Jadi, mauliate ma. Santabi godang ma di punguan na pinarsangapan, acara parmoppoon. Raja nami raja ni panambak, dison naeng paoppoonta ma na tuatua nami on tu ruma-rumana manang tu jabu naso pinukka ni tanganna ale parjolo hami mangidohon tu hamuna raja ni panambak nami, toho di raja nami na pinukka ni omputta sijolo-jolo tubu ingkon raja i do padimposhon paturehon ruma-ruma ni natua-tua nami on alai akka raja nami raja ni panambak nang pe so tangan muna paulihon ruma-ruma ni natua-tua on pos roha nami na tontong do raja nami na nijama ni tangan muna do on. Jadi marhite i ma raja nami asa tontong tangianghon hamu tu amanta Debata diparmoppoon ni natua-tua nami on asa mompo ma nauli mompo ma na denggan tutu tumpahon niamanta Debata tu hita saluhutna tarlumobi ma di pinompar ni natua-tua on. Sidok boti ma jo hami raja nami raja ni panambak tu hamuna.
‘Terima kasih banyak kami ucapkan kepada panambak kami dan juga hula-hula kami. Pada kesempatan ini kalian hula-hula kami hanya menyaksikan acara paompohon namboru atau saudara perempuan kalian ini, orang tua kami ini yang akan kita masukkan ke rumah yang tidak dibangun oleh tangannya. Jadi, terimakasih. Maaf pada kumpulan yang dihormati, acara parmompoon. Raja panambak kami, di sini kita akan memasukkan orang tua kami ini ke dalam peti atau rumah yang tidak dibuat oleh tangannya sendiri. Tetapi pertama-tama kami memohon kepada kalian panambak kami tentang perkataan nenek moyang kita di mana kalianlah yang seharusnya membuat peti ini tetapi meskipun bukan kalian yang membuatnya kami merasa bahwa ini tetaplah karya tangan kalian. Jadi, kami berharap supaya kalian tetap berdoa kepada Tuhan di mana pada saat parmompoon orang tua kami ini supaya datang segala hal yang baik untuk hari- hari berikutnya yang di berikan oleh Tuhan kepada kita terlebih kepada keturunan orang tua ini. Kira-kira seperti itulah dulu kata dari kami kepada kalian panambak kami.
(8) Panambak1: Gabe ma jala horas, di hita panambak asa ta alusi.
‘Terimakasih, kita panambak supaya kita jawab’.
(9) Panambak2 :Baenma.
‘Ia, silahkan’.
(10) Panambak: Mauliate ma raja nami raja ni bona hasuhuton nunga marnatampak hami dison raja ni panambak mu ima digokhon dohot jou-
jou mu diparmompoon ni natua-tua on. Jadi maulitae ma di tuhanta, tangi ma attong amanta Debata dilehon ma attong di hita saluhutna aha na sinangkap ni rohanta dilehon ma attong di hita hagabeon, dilehon sitorop pinompar, dilehon ma tontong ganjang ni umur. Songon hami pe antong dipangidoan muna asa songon hata muna i ma tutu raja ni hasuhuton, dung tapaompohon natuatua on mompo ma antong nauli mompo ma antong na denggan tu ari nanaeng ro tumpahan ni amanta Debata. Asa hugohi hami ma songon hata ni natuatua
Bintang na rumiris Ombun na sumorop
Tubu ma antong di hamu anak riris
Dohot boru torop donganmu ma i tangkas sahat tu saur matua Sahat solu
Tinogu sahat tu bontean
Leleng ma hita antong saluhutna mangolu Jala tangkas ma sahat tu nagabean
‘Terimakasih bona hasuhuton kami, kami panambak kalian sudah berada di sini untuk menghadiri undangan kalian pada acara parmompoon orang tua ini. Jadi, terimakasih kita ucapkan kepada Tuhan, semoga Tuhan mendengar dan memberikan segala sesuatu yang kita harapkan, semoga diberikan apa yang kita harapkan terkabul, semoga diberikan kesejahtraan, memiliki banyak keturunan, serta umur yang panjang. Seperti perkataan, doa dan harapan kalian kepada kami, semoga kami mendapatkan berkah, hal yang baik diberikan Tuhan Yang Maha Kuasa kepada kami setelah kita melakukan acara mompo kepada orang tua ini. Kami sudahi seperti kata orang tua
Bintang yang berbaris Embun yang bergumpal
Diberikanlah kepada kalian putra
Dan juga putri yang banyak teman kalian hidup bersama sampai tua nanti Sampailah perahu
Diiring sampai ke pelabuhan Semoga kita panjang umur Sampai beranak cucu
(11) Panambak: Songoni ma sian hami raja ni panambakmu acara paompohon natuatua on. Pinasahat ma tu raja i, raja ni hula-hula.
‘Begitulah dari kami panambak kalian pada acara paompohon orang tua ini. Kami berikan kepada raja hula-hula’.
(12) Hula-hula: Mauliate ma. Gabe ma jala horas, songon nidok ni hata ni panambak mu naking hata nauli hata na denggan sian hami pe raja ni hula-hulamu manang tulangmu asa tangi ma antong amanta Debata
dilehon ma di hamu pasu-pasu, pasu-pasu nauli, sitorop pinompar ma antong hamuna dipudian ni namboru nami on. Tubu ma antong di hamu anak partahi, tubu ma antong di hamu akka pangkat, tubu ma antong di hamu nang hagabeon tumpahon ni amanta Debata. Dipangidoan muna i, mangido ma hami antong tuadopan ni amanta namartua Debata, disahaphon ma atong di hamu akka nauli, mompo ma nadenggan di hamuna dipudian ni namboru nami on. Asa hudokon hami ma songon hata ni umpasa
Bintang na rumiris Tu ombun na sumorop
Tubu ma antong di hamu anak riris
Dohot boru torop donganmu ma i tangkas sahat tu saur matua Balga ma tiang ni ruma
Balga ma antong tiang ni sopo
Nunga gabe di namboru nami on siganjang umur, mauli bulung di hamuna saluhutna pinomparna
Sai unggabean ma antong dihamuna akka naumposo Sahat solu
Tinogu sahat tu bontean
Diacara parmompoon ni namboru nami on leleng ma antong hamu mangolu
Jala tangkas sahat tu nagabean
Songoni ma sian hami hula-hula muna.
‘Terimakasih. Semoga kita makmur dan sejahtra, seperti perkataan panambak kalian tadi, kamipun sebagai paman kalian akan memberikan nasehat dan kata bijak yang sama seperti mereka. Semoga Tuhan mendengar permintaan kita, semoga diberikan berkat kepada kalian, berkat yang baik, memiliki banyak keturunan setelah kematian bibi kami ini.
Semoga lahirlah anak yang bijak, lahirlah pada kalian pangkat, serta kesejahtraan yang akan dilimpahkan oleh Tuhan kepada kalian. Atas permintaan kalian, kami pun akan meminta ke hadapan Tuhan supaya diberikan kepada kalian segala yang baik sepeninggal bibi kami ini. Kami akan sampaikan seperti kata peribahasa
Bintang yang berbaris Embun yang bergumpal
Diberikanlah kepada kalian putra
Dan juga putri yang banyak teman kalian hidup bersama sampai tua nanti Besar tiang rumah
Besar tiang gubuk
Bibi kami ini sudah berumur panjang dan bahagia karena memiliki banyak keturunan
Semoga kalian yang lebih muda akan lebih bahagia dan panjang umur
Sampai perahu
Diiring sampai ke pelabuhan
Diacara parmompoon bibi kami ini semoga kalian berumur panjang Sampai sejahtera
Begitulah dari kami hula-hula kalian
(13) Bona ni hasuhuton: Mauliate ma raja nami raja ni hula-hula, mauliate ma raja nami raja ni panambak. Songon hami huampu hami ma hata muna i.
songon nidok muna i ma tutu raja nami diacara parmompoon ni natuatua nami on asa mompo ma tutu nauli mompo ma nadenggan tumpahan ni amanta Debata di hami sahasuhuton tarlumobi ma pinompar ni natuatua nami on. Asa huampu hami ma raja nami, songon hata ni pangampuon Turtu turtu ninna anduhur
Tio tio ninna lote
Hata pasu hata nauli naung pinasahat muna raja nami saluhutna Sai unang ma muba sai unang ma mose
Songonima hata pangampuon sian hami bona ni hasuhuton. Mauliate ma di hita mauliate ma di Tuhanta. Sidok boti ma hami raja nami.
‘Terimakasih hula-hula kami, terimakasih panambak kami, kami akan membalas perkataan kalian. Seperti perkataan kalian pada acara parmompoon orang tua kami ini supaya mompo lah segala yang baik yang akan diberikan Tuhan kepada kami semua terlebih kepada keturunan orang tua kami ini. Supaya kami membalas perkataan kalian seperti peribahasa pangampuon
Turtu turtu suara terkukuk Tio tio suara puyuh
Kata berkat dan kata yang baik yang sudah disampaikan oleh semua pihak Semoga tidak berubah dan tidak ingkar
Seperti itulah kata pangampuon dari kami bona hasuhuton.
Terimakasihlah untuk kita begitu juga kepada Tuhan kita. Begitulah dari kami.
(14) Paiduani suhut: Santabi ma di loloan na pinarsangapan, loloan ria raja.
Parjolo ma hita mandok mauliate tu Tuhanta pardenggan basa i, tontong do dilehon di hita hahipason tarlumobi ma di hamuna raja nami raja ni horja dohot raja ni hula-hula nami saluhutna. Akka amang raja nami ia di ari naung salpu nunga jumolo natua-tua nami ompung ni si Huttal dialap Tuhanta, marhite i ma raja nami marsomba hami tu jolomu manang marpangidoan hami tu hamu raja ni panambak nami asa hamu ma mangolophon manang mangoloi pangidoan nami tu amanta raja dohot hula-hula tarlumobi ma tu raja ni horja. Jadi, boha akka raja nami nga boi ta mulai?.
‘Maaf dihadapan kumpulan yang dihormati, kumpulan ria raja. Pertama- tama kita mengucapkan terimakasih kepada Tuhan yang maha kuasa, karena masih diberikan kesehatan kepada kita terlebih kepada kalian raja horja kami dan semua hula-hula kami. Kalian semua raja kami pada hari yang sudah berlalu sudah duluan pergi orang tua kami yaitu ompu Huttal dipanggil Tuhan kita, dengan itu kami menyembah ke hadapan kalian atau kami meminta kepada kalian supaya mengiyakan atau memenuhi permintaan kami kepada bapak dan hula-hula terlebih lagi dihadapan kalian raja ni horja. Jadi, bagaimana raja kami sudah bisa kita mulai?’.
(15) Panambak: Nauli bona hasuhuton, molo hami anggi doli dohot haha doli mu nunga lengkap be dison, tarlumobi amanta raja raja ni horja dohot hula- hula nga lengkap be dison. Ba inna roha nian nunga boi be tamulai raja nami raja ni bona hasuhuton.
‘Baiklah bona hasuhuton, kalau kami adik dan abang kalian sudah lengkap di sini, terlebih kepada raja ni horja dan juga hula-hula sudah lengkap di sini. Kami pikir sudah bisa kita mulai raja kami bona hasuhuton’.
(16) Bona Hasuhuton: Mauliate ma di raja i, raja ni dongan tubu nami, raja ni panambak nami, raja ni horja tarlumobi ma di raja ni hula-hula nami.
Amang raja nami raja ni panambak haha doli nami dongan tubu nami, songon na takkas ta bereng, takkas ta boto raja nami ima naung dialap Tuhanta inanta oppung Huntal boru manalu. Jadi, pangidoan nami raja nami sian bina hasuhuton baenonta ma nian natua-tua i maralaman di ari marsogot, mangido pasu-pasu sian Tuhanta marhite hamu raja ni dongan tubu nami, raja ni panambak nami, raja ni horja Bakara Sihite tarlumobi ma di raja i raja ni hula-hula nami. Raja nami asa boan hamu di hami saluhutna bona ni hasuhuton tarlumobi di pinompar ni na tua-tua on, asa dapot ma antong hagabeon, asa jumpang ma tong hahipason, dapot tong nang ganjang ni umur. Tarlumobi ma di anakhonni natua-tua on di akka na mangalului parkarejoan asa dapot karejona di akka na di parsikolaan asa tontong diparbisuki Tuhanta, ima pangidoan nami raja nami tu hamuna raja ni panambak nami nang saluhut raja ni horja, raja ni hula- hula nang situan na torop akka raja nami dinamanghaholongi hami.
‘Terimakasih kepada kalian dongan tubu, panambak, dan raja ni horja kami terlebih kepada hula-hula kami. Raja kami panambak, abang/adik kami seperti yang sudah jelas kita lihat, jelas kita ketahui yaitu sudah duluan dipanggil Tuhan ompung Huntal boru manalu. Jadi, kami bona hasuhuton meminta kepada kalian raja kami supaya kita membuat orang tua ini maralaman besok, meminta berkat dari Tuhan kita melalui kalian dongan tubu kami, panambak kami, raja ni horja Bakara Sihite terlebih kepada hula-hula kami . Supaya kalian membawa kepada kami semua bona hasuhuton terlebih kepada keturunan orang tua ini, supaya jumpalah kesejahteraan, supaya jumpa kesehatan, dapat juga panjang umur. Terlebih lagi kepada anak orang tua kami ini yang sedang mencari pekerjaan supaya dapat pekerjaannya, di sedang bersekolah supaya tetap diberikan
Tuhan kebijaksanaan, itulah permintaan kami kepada kalian panambak begitu juga semua raja horja, hula-hula begitu juga semua pihak yang datang yang menyayangi kami’.
(17) Panambak: Santabi godang ma dipunguan na pinarsangapan, loloan ria raja, loloan saur matua. Di hamuna raja nami raja ni bona hasuhuton nunga takkas tinangi jala binege i ma pangidoan muna, i ma diboa-boa muna di matua dolok sahalak inanta dialap Tuhanta sian tonga-tonganta, marhite pangidoan muna i ma akka raja nami songon hami pe antong haha dolimu manang anggi dolimu gomos do hami martangiang tu amanta Debata, jala tangi ma amanta Debata dipangidoanta suang songoni dipangidoan muna asa dapot ma antong na niluluan mu jumpang na jinalahan mu, asa dapot ma antong di hamu timbo ni pangkat, hagabeon, hamoraon asa gabe ma antong na niulamu di balian sinur pinahanmu na di huta. Marhite i ma raja nami raja ni bona hasuhuton di akka pangidoanmu na sitolopi nauli do hami dipangidoanmu na i.
‘Kepada kalian bona hasuhuton sudah jelas kami dengarkan permintaan kalian bahwa telah dipanggil Tuhan seorang ibu dari tengah-tengah kita, melalui permintaan kalian kami sebagai abang dan juga adik kalian juga berdoa dengan kyusuk kepada Tuhan, dan semoga Tuhan mendengar permintaan kita begitu juga dengan permintaan kalian supaya dapatlah yang kalian cari dan juga yang kalian butuhkan, supaya kalian dapatkan pangkat yang tinggi, kesejahteraan, kekayaan supaya sukses segala apa yang kalian kerjakan di lading begitu juga dengan ternak kalian di rumah.
Melalui itulah raja kami bona hasuhuton untuk semua permintaan kalian kami menerimanya dengan baik’.
(18) Paiduani suhut: Gabe amang raja ni panambak nami, mauliate ma di raja i.
‘Iya panambak kami, terimakasihlah kepada kalian’.
(19) Panambak: Marhite i ma akka raja nami molo saut-saut ni pangidoanmu na nunga di asesehon manang dijalo hami. Jadi ninna roha ma bona ni hasuhuton manukkun ma hami tu hamu, di saut-saut ni inanta na saur matua i sipanghataionta tar songon dia ma amang bona ni hasuhuton miak-miak do, sigagat duhut do manang manortor do, horja tindang do manang horja hundul, i ma jo parjolo si sungkunon nami tu raja i raja ni bona hasuhuton.
‘Dengan itu raja kami kalau persetujuan atas permintaan kalian sudah kami terima. Jadi, kami pikir bona hasuhuton kami ingin bertanya kepada kalian atas persejutuan kepada ibu yang saur matua itu, kira-kira seperti apa pembahasan kita, yang manalah pangkalnya bona hasuhuton apakah babi atau kerbau, atau menarikah atau tidak, itulah yang pertama kami tanya kepada kalian bona hasuhuton’.
(20) Paiduani suhut: Gabe ma jala horas raja nami raja ni panambak, nauli jala na denggan ma i disungkun-sungkun ni raja i. raja nami raja ni dongan tubu raja ni panambak, nunga tangkas manungkun raja i tarsingot si buatonta di partuat ni natua tua nami on, hami pe antong raja nami denggan ma alusan nami. Jadi, raja nami disangkapi roha nami do raja nami marumbuk hami dohot bona ni hasuhuton sipangheonta di ari marsogot dipartuatni natua-tua i raja nami si gagat duhut ma patupaonta, jala mardalan ma disi raja nami jambar, jala disungkun ni raja i marhite pangidoan nami tu hamuna asa martangiang hamuna raja nami di ari marsogot di ari na uli i alana nunga songon na singkop pinompar ni natua-tua on saluhutna, santabi raja nami dang na mangalindakhon siadongon na tangkas mangido pasu-pasu do hami raja nami sian hamu saluhutna raja nami, raja ni dongan tubu, raja ni hula-hula marhitehon hamu mangido pasu-pasu sian Tuhanta raja nami, jadi disangkapi roha nami do raja nami horja tindang ma marsogot manang na masa nuaeng digoari ma raja nami mambuat si ribur-riburon manang musik, laos marhite i ma raja nami pangidoan nami tortor mangalap jambar ma akka raja nami. I ma pangidoan nami asa denggan ditolopi raja i.
‘Sejahtera dan juga makmurlah kepada kalian panambak kami, pertanyaan yang bagus dan juga baik dari kalian. Raja kami raja dongan tubu raja ni panambak, kalian sudah jelas bertanya tentang apa yang akan kita sembelih nantinya pada acara partuatni orang tua kami ini, kami pun akan menjawabnya dengan baik. Jadi, kami sudah bermusyarawah dengan paidua ni suhut kami sehingga kami mengharapkan kita akan mengambil kerbau untuk disembelih besok, dan pada saat itu juga akan berjalan jambar, jadi kalian bertanya karena permintaan kami kepada kalian dan atas hal itu kami juga meminta supaya kalian tetap berdoa untuk besok supaya menjadi hari yang baik karena sepertinya semua keturunan ibu ini sudah selesai, maaf raja kami bukan karna membanggakan kekayaan tetapi kami jelas meminta berkat dari kalian semua dongan tubu, hula-hula semoga dengan kalian yang meminta berkat dari Tuhan kita menjadi diberikn Tuhan, dan kami juga berharap besok kita akan menari karena kita akan menyewa musik karena yang ada pada zaman sekarang, dan dengan itu kami juga meminta supaya menari sambil mengambil jambar.
Itulah permintaan kami supaya baik kalian menjawab dan menerimanya’.
(21) Panambak: Jadi mauliate ma di hamu raja ni bona hasuhuton nami disungkun-sungkun nami tu raja ni bona hasuhuton nakking nunga takkas dialusi raja i, i ma hape na laho si pakeonta marsogot i ma si gagat duhut dohot muse horjanta horja tindang pangidoanmu na tortor mangalap jambar. Jadi mauliate ma nauli jala na denggan ma i dipangidoanmu na i raja ni bona hasuhuton, jadi hami pe antong sipinolopi nauli do hami di saluhut pangidoanmu na raja nami raja bona hasuhuton. Marhite i ma gomos ma hami martangiang tu amanta Debata di ari naung tatiti di ari naung tabuhul, di ari marsogot ma di partuatni natua-tua i tepat ma i pukul sia pas. Jadi laos songoni do tog pangidoan nami tu amanta Debata di naung dititimu di ari naung dibuhulmu ari pangalapan pasu-pasu ma i