• Tidak ada hasil yang ditemukan

HUBUNGAN ANTARA SELF ESTEEM DAN KONFLIK PERAN GANDA PADA WANITA BEKERJA Skripsi

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "HUBUNGAN ANTARA SELF ESTEEM DAN KONFLIK PERAN GANDA PADA WANITA BEKERJA Skripsi"

Copied!
158
0
0

Teks penuh

(1)

i

HUBUNGAN ANTARASELF ESTEEM

DAN KONFLIK PERAN GANDA PADA WANITA BEKERJA

S k r i p s i

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Psikologi

Progaram Studi Psikologi

Disusun oleh : Agustina Ika Rustyanti

NIM : 049114061

PROGRAM STUDI PSIKOLOGI JURUSAN PSIKOLOGI FAKULTAS PSIKOLOGI

UNIVERSITAS SANATA DHARMA YOGYAKARTA

(2)

ii

SKRIPSI

HUBUNGAN ANTARASELF ESTEEMDAN KONFLIK PERAN GANDA

PADA WANITA BEKERJA

Oleh :

Agustina Ika Rustyanti

049114061

Telah disetujui oleh :

Pembimbing :

(3)

iii

SKRIPSI

HUBUNGAN ANTARASELF ESTEEMDAN KONFLIK PERAN GANDA

PADA WANITA BEKERJA

Dipersiapkan dan ditulis oleh : Agustina Ika Rustyanti

NIM : 049114061

Telah dipertahankan didepan Panitia Penguji Pada tanggal 19 Agustus 2011

Dan dinyatakan telah memenuhi syarat

Susunan panitia penguji :

Nama lengkap Tanda Tangan :

1. P. Henrietta PDADS., S.Psi., M.A. ……….. 2. Dr. Tjipto Susana, M.Si. ……….. 3. Sylvia CMYM., S.Psi., M.Si. ………..

Yogyakarta, September 2011 Fakultas Psikologi Universitas Sanata Dharma

Dekan

(4)

iv

Ketika ku hadapi kehidupan ini

Jalan mana yang harus ku pilih

Ku tahu ku tak mampu ku tahu ku tak sanggup

Hanya Kau Tuhan tempat jawabanku

Aku pun tahu ku tak pernah sendiri

Sbab Engkau Allah yang menggendongku

TanganMu membelaiku cintaMu memuaskanku

Kau mengangkatku ke tempat yang tinggi

JanjiMu sperti fajar pagi hari

Dan tiada pernah terlambat bersinar

CintaMu sperti sungai yang mengalir

Dan ku tahu betapa dalam kasihMu

(5)

v

Ini tanganku Tuhan…Pegang aku dengan tangan

kananMu…Ampuni aku sempat meragukanMu…Ampuni

aku sempat merasa berjalan sendiri…Ampuni aku sempat

lupa bahwa aku punya Tuhan…Yang tak pernah

meninggalkanku…

Sekarang langkahku tegap…karena aku tahu…dengan siapa

aku berjalan…ya…denganMu Tuhan…Tuhan pencipta

langit dan bumi…dan aku tahu…kemenangan ada

padaku…yang terbaiklah yang selalu Kau berikan…

Buat aku mengerti Tuhan…Itulah kemenanganku

bersamaMu…

Janganlah takut, sebab Aku menyertai engkau

Janganlah bimbang, sebab Aku ini Allahmu

Aku akan meneguhkan, bahkan akan menolong engkau

Aku akan memegang engkau dengan tangan kananKu yang membawa

kemenangan

(6)

vi

Karya sederhana ini kupersembahkan sebagai bentuk syukurku untuk :

Tuhan Yesus Kristus

Papa Mama tersayang

Adikku termanis

Yulius “suko”

(7)

vii

PERNYATAAN KEASLIAN KARYA

Saya menyatakan dengan sesungguhnya bahwa skripsi yang saya tulis ini tidak memuat karya atau bagian karya orang kecuali yang telah disebutkan dalam kutipan dan daftar pustaka, sebagaimana layaknya karya ilmiah.

Yogyakarta, 23 September 2011 Penulis

(8)

viii

HUBUNGAN ANTARASELF ESTEEM

DAN KONFLIK PERAN GANDA PADA WANITA BEKERJA

AGUSTINA IKA RUSTYANTI

ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antaraself esteemdan konflik peran ganda pada wanita bekerja. Hipotesis yang diajukan adalah ada hubungan negatif antara self esteemdan konflik peran ganda pada wanita bekerja. Subjek dalam penelitian merupakan wanita dengan peran ganda sebagai ibu rumah tangga dan pekerja yang berjumlah 61 orang. Metode pengumpulan data dalam penelitian ini dengan menggunakan 2 buah skala, yaitu skalaself esteem

dengan hasil uji reliabilitas 0,945 dan skala konflik peran ganda dengan hasil uji reliabilitas 0,957. Hasil analisis data dengan menggunakan teknik korelasiSpearmans’s rhomenunjukkan bahwa ada hubungan negatif antara self esteem dan konflik peran ganda pada wanita bekerja dengan hasil koefisien korelasi -0,687. Hal ini berarti semakin tinggiself esteemmaka semakin rendah konflik peran ganda yang dialami wanita bekerja, dan sebaliknya semakin rendah self esteem maka semakin tinggi konflik peran ganda yang dialami wanita bekerja.

(9)

ix

CORRELATION BETWEEN SELF ESTEEM

AND DUAL-ROLE CONFLICT IN WORKING WOMEN

AGUSTINA IKA RUSTYANTI

ABSTRACT

This research aims to acknowledge the correlation of self esteem and dual-role conflict in working women. The hypothesis proposed in this research that there was a negative correlation between self esteem and dual-role conflict in working women. The subjects of this research were 61 women that play their roles as housewives and workers. The method of data collecting in this research was conducted by using 2 scales, namely self esteem scale and dual-role conflict scale. The reliability degree for the self esteem degree was 0,945 and as for the dual role conflict scale, it was 0,957. The result of data analysis, which was done by using Spearman’s rho correlation technique, indicates that there was a negative correlation between self esteem and dual-role conflict in working women. The result of correlation coefficient was -0,687. This means that the higher the self esteem was, the lower possibility of dual-role conflict could happened to working women. On the opposite, the lower the self esteem was, the higher the possibility of dual-role conflict could happened to working women.

(10)

x

LEMBAR PERNYATAAN PERSETUJUAN

PUBLIKASI KARYA ILMIAH UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS

Yang bertanda tangan di bawah ini, saya mahasiswa Universitas Sanata Dharma : Nama : Agustina Ika Rustyanti

Nomor Mahasiswa : 049114061

Demi pengembangan ilmu pengetahuan, saya memberikan kepada perpustakaan Universitas Sanata Dharma karya ilmiah saya yang berjudul:

HUBUNGAN ANTARASELF ESTEEM

DAN KONFLIK PERAN GANDA PADA WANITA BEKERJA

beserta perangkat yang diperlukan (bila ada). Dengan demikian saya memberikan kepada perpustakaan Universitas Sanata Dharma hak untuk menyimpan, mengalihkan dalam media lain, mengelolanya di internet atau media lain untuk kepentingan akademis tanpa perlu meminta ijin dari saya maupun memberikan royalty kepada saya selama tetap mencantumkan nama saya sebagai penulis. Demikian pernyataan saya buat dengan sebenarnya.

Dibuat di Yogyakarta

Pada tanggal : 23 September 2011

Yang menyatakan,

(11)

xi

KATA PENGANTAR

Puji syukur saya panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa karena atas berkat dan kasihNya sehingga skripsi ini akhirnya dapat diselesaikan. Skripsi ini disusun untuk memenuhi persyaratan dalam memperoleh gelar Sarjana Psikologi dari Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.

Penulis menyadari berbagai permasalahan dan hambatan yang muncul pada saat menyusun, melaksanakan dan menyelesaikan penelitian ini. Pelaksanaan penelitian ini dari awal hingga akhir banyak melibatkan berbagai pihak. Bantuan dan dukungan yangbersifat moril maupun materiil telah diberikan demi penelitian ini. Oleh karena itu, penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada berbagai pihak yang telah membantu, yaitu :

1. Ibu Dr. Christina Siwi Handayani, selaku Dekan Fakultas Psikologi Universitas Sanata Dharma

2. Ibu P. Henrietta PDADS, selaku dosen pembimbing. Terima kasih atas bimbingan dan pengertiannya selama ini. Maaf jika selama ini banyak menyusahkan mb etta.

3. Segenap Bapak dan Ibu dosen Fakultas Psikologi yang telah memberikan bekal ilmu yang sangat berharga.

(12)

xii

5. Adikku, Iin “Parlina”. Walaupun kita sering bertengkar dan selisih paham, tapi sebenarnya rasa sayangku lebih besar daripada rasa jengkelku. Sekarang mungkin kamu masih belum terlalu percaya dengan omonganku tapi suatu saat aku yakin kamu bisa melihat sesuatu yang positif.

6. Seluruh keluarga besarku, eyang, pakde, bude, mama, mina dan sepupu-sepupuku. Terima kasih untuk semua dukungan kalian serta wejangan

yang diberikan untukku guna menjadi manusia yang berhasil dikemudian hari.

7. Yulius “suko” Eko Hartanto. Terima kasih untuk semua dukungan yang sudah kamu berikan untukku, omelan-omelan, perhatian dan kesabaran khususnya selama pembuatan skripsi ini. Perjuangan di depan masih panjang dan berat. Semoga kita masih bisa bersama melaluinya untuk hasil yang terbaik.

8. Kak Nana dan Kak Ira. Terima kasih sekali untuk bantuannya memperkenalkanku dengan teman-teman kalian yang akhirnya menjadi subjek penelitianku. Tanpa kalian aku pasti kesulitan memperoleh data-datanya.

(13)

xiii

10. Penghuni kost Canna “Eksklusif”, Fanny, Mb Nur, Henny, Badai, Anne. Terima kasih untuk kehangatan dan kenyamanan yang aku dapatkan selama ini. Semoga kita bisa bertemu lagi kelak di kemudian hari.

11. Keluarga P2TKP beserta seluruh asisten. Sangat senang bisa bertemu dan berdinamika bersama kalian selama ini. Mb Thia dan Mb Diana, terima kasih atas sentilan-sentilan kecil untuk segera menyelesaikan skripsi ini. Aku banyak belajar dari kalian semua. Sukses selalu yah.

12. Sahabatku Vero, Siska dan Yetty. Walau kalian semua sudah tidak ada disampingku sekarang dan sibuk dengan kehidupan kalian tapi aku tetap merasa kalian dekat denganku. Terima kasih untuk persahabatan yang boleh kurasakan dan tidak akan pernah kulupakan. Ketemu yuk sekali-kali

13. Keluarga GSB (Ane, Henny, Wida, Cik Momo, Angga dan Mb Jean). Terima kasih untuk kebersamaannya serta semangat-semangat yang kalian berikan agar segera menyelesaikan skripsi ini. Sangat senang memiliki teman-teman seperti kalian.

(14)

xiv

DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN JUDUL……….i

HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING………..ii

HALAMAN PENGESAHAN………iii

HALAMAN MOTO………...iv

HALAMAN PERSEMBAHAN……….vi

PERNYATAAN KEASLIAN KARYA………vii

ABSTRAK………viii

ABSTRACT………..…..ix

LEMBAR PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI……...………x

KATA PENGANTAR………xi

DAFTAR ISI……….xiv

DAFTAR TABEL………...xvii

DAFTAR SKEMA……….xviii

BAB I PENDAHULUAN...1

A. Latar Belakang Masalah………...…..1

B. Rumusan Masalah………10

C. Tujuan Penelitian……….10

D. Manfaat Penelitian………...10

BAB II DASAR TEORI...12

A. Konflik Peran Ganda...12

(15)

xv

2. Jenis-jenis konflik peran………13

3. Sumber masalah wanita berperan ganda………15

4. Aspek-aspek konflik peran ganda………..17

5. Dampak konflik peran ganda……….19

6. Faktor yang mempengaruhi konflik peran ganda………...21

B. Self Esteem...23

1. Pengertianself esteem………23

2. Jenis-jenisself esteem………25

3. Aspek-aspekself esteem……….27

4. Faktor yang mempengaruhiself esteem……….29

C. Perkembangan Wanita Pada Masa Dewasa Awal………31

D. Dinamika Hubungan Antara Self Esteem dan Konflik Peran Ganda Pada Wanita Bekerja………33

E. Hipotesis………...36

BAB III METODE PENELITIAN...38

A. Jenis Penelitian……….38

B. Identifikasi Variabel……….38

C. Definisi Operasioal Variabel………39

D. Subjek Penelitian………..40

E. Metode dan Alat Pengumpulan Data………...42

F. Validitas dan Reliabilitas……….45

(16)

xvi

BAB IV PELAKSANAAN, HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN...48

A. Pelaksanaan Penelitian……….48

B. Hasil Uji Coba Alat Ukur...48

1. Seleksi Item………48

2. Reliabilitas………..49

C. Hasil Penelitian...50

1. Deskripsi subjek penelitian………50

2. Deskripsi data penelitian………52

3. Hasil uji asumsi………..54

4. Hasil uji hipotesis………...55

5. Analisis data tambahan………..56

D. Pembahasan………..58

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN...64

A. Kesimpulan………..64

B. Keterbatasan penelitian………64

C. Saran………64

DAFTAR PUSTAKA………....66

(17)

xvii

DAFTAR TABEL

Tabel 3.1 Penyebaran Item Pada SkalaSelf Esteem………..43

Tabel 3.2 Penyebaran Item Pada Skala Konflik Peran Ganda………...45

Tabel 4.1 Distribusi Item SkalaSelf EsteemSetelah Seleksi Item…………49

Table 4.2 Distribusi Item Skala Konflik Peran Ganda Setelah Seleksi Item...49

Tabel 4.3 Gambaran Subjek Penelitian………..51

Tabel 4.4 Data Hasil Penelitian………..52

Tabel 4.5 One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test………...54

Tabel 4.6 ANOVA Table………...55

(18)

xviii

DAFTAR GAMBAR

(19)

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Memasuki jaman globalisasi seperti sekarang ini, bekerja tidak hanya dapat dilakukan oleh kaum pria saja, akan tetapi dapat dilakukan pula oleh wanita. Banyaknya perusahaan, kantor pemerintahan ataupun sektor-sektor usaha lainnya yang membuka kesempatan bagi kaum wanita untuk berperan di dalamnya. Kaum wanita tidak lagi hanya bertugas untuk mengurus rumah tangga saja namun juga memiliki peran untuk meningkatkan kesejahteraan keluarga, seperti membantu meningkatkan perekonomian keluarga.

Berdasarkan konsep tradisional, peranan dari wanita selalu dikaitkan dengan rumah, dapur dan anak. Wanita menempati posisi sebagai “konco wingking” sementara pria sebagai kepala keluarga yang memiliki kewajiban mencari sesuap nasi, membanting tulang dan memeras keringat untuk memenuhi kebutuhan seluruh anggota keluarga. Akan tetapi tuntutan kebutuhan yang semakin lama semakin mendesak, konsep tradisional tersebut secara perlahan pun mulai bergeser. Perkembangan masyarakat ternyata telah menyebabkan konsep ini tidak bertahan dan muncul perubahan sosial di mana wanita mulai meninggalkan kebiasaannya memilih untuk bekerja (Hardanti, 2002).

Anaraga (dalam Susan, 2008) mengatakan bahwa bergesernya pandangan masyarakat mengenai wanita ideal berjalan seiring dengan

(20)

perkembangan jaman. Apabila dulu wanita sudah merasa puas dan dihargai bila ia memiliki keluarga yang bahagia, suami yang sukses dan anak-anak yang berhasil, namun ternyata hal tersebut tidak lagi cukup dan memuaskan bagi kaum wanita itu sendiri, bahkan seringkali mereka merasa bahwa bekerja di luar rumah dapat memberi kepuasan (Smith dalam Putrianti, 2007). Bahkan mereka dianggap sebagai wanita yang ideal karena memiliki pendidikan tinggi, mempunyai penghasilan dan keluarga.

Dari tahun ke tahun, jumlah wanita yang bekerja di luar sektor rumah tangga terus meningkat. Berdasarkan data statistik yang diperoleh terlihat bahwa jumlah angkatan kerja wanita pada tahun 2006 mencapai 38,6 juta orang dan meningkat hingga 42,8 juta di tahun 2008. Sementara angkatan kerja laki-laki meningkat dari 67,7 juta di tahun 2006 menjadi 69,1 juta orang pada 2008 (“Partisipasi angkatan kerja”)

(21)

relasional dan aktualisasi diri menjadi motif-motif yang mendasari seseorang untuk bekerja di luar rumah.

Aktifnya kaum wanita di sektor luar selain urusan rumah tangga secara otomatis menambah peran-peran yang akan dijalaninya dalam kehidupan sehari-hari. Selain peran sebagai seorang istri dan ibu bagi keluarganya, ia juga berperan sebagai seorang pekerja di tempat mereka bekerja. Peran-peran itu memiliki tuntutan dan tanggung jawab yang berbeda pula. Keadaan seperti ini dikenal dengan istilah peran ganda.

Masyarakat dan lingkungan sekitar wanita bekerja tentunya mengharapkan agar setiap peran yang melekat pada dirinya itu bisa berjalan dengan seimbang dan tidak berat sebelah pada salah satu peran saja. Sebagai seorang pekerja, wanita dituntut untuk memberikan waktu, energi, tenaga, pikiran dan komitmen yang cukup ekstra terhadap pekerjaannya. Walaupun demikian, wanita juga tidak boleh melupakan tugas dan kewajibannya sebagai seorang ibu dan istri yang bertanggung jawab terhadap suami dan anak-anaknya. Hal senada juga diutarakan Shaw dan Costanzo (dalam Kusumaputri & Irawaty, 2008) jika seseorang di dalam melakukan perannya selalu dituntut untuk berperilaku sesuai dengan harapan dan norma yang merupakan pedoman untuk mengatur perilaku individu dalam bermacam-macam situasi sosial.

(22)

kedua peran tersebut saling berbenturan dan tidak seimbang dalam usaha pencapaiannya maka akan menimbulkan konflik antara peran-peran tersebut. Gordon (1999) mengemukakan munculnya konflik antara pekerjaan dan tugas sebagai seorang istri dan ibu karena umumnya wanita sering mengasumsikan bahwa merawat anak dan mengurus rumah tangga adalah tanggung jawab utama istri dan bukan tanggung jawab bersama antara suami dan istri.

Konflik peran ganda adalah suatu kejadian sehari-hari dari dua atau lebih peran dimana pemenuhan salah satu pean dapat menghasilkan kesulitan pemenuhan peran yang lain (Katz dan Kahn dalam Azwar & Arinta, 1993). Sementara Greenhause dan Beutell (dalam Voydanoff, 1988) mengatakan bahwa seseorang mengalami konflik peran ganda apabila merasakan ketegangan dalam pekerjaan dan rumah tangganya. Semakin mengkonsentrasikan diri pada pekerjaan, maka akan lebih sulit untuk memenuhi tuntutan dari keluarganya.

(23)

ketika memutuskan untuk bekerja ia dihadapkan pada dua peran yang memiliki tuntutan serta tanggung jawab yang besar. Keadaan ini semakin sulit jika wanita tersebut telah memiliki anak, maka cenderung akan muncul perasaan bersalah karena waktu yang digunakan untuk anak menjadi berkurang, perhatiannya terhadap perkembangan dan masalah anak pun cenderung berkurang. Bahkan, Netemeyer, Boles dan McMurrian (1996) mengatakan jika ketegangan yang dialami pada akhirnya dapat menimbulkan rasa tidak puas terhadap perkawinannya.

Selain membawa pengaruh terhadap kehidupan rumah tangganya, konflik peran yang terjadi juga dapat mempengaruhi dirinya, seperti gejala-gejala yang mungkin dapat dirasakan berupa kecemasan, rasa marah atau depresi. Menurunnya kualitas kesehatan fisik dan lelah secara emosional akibat tuntutan di kedua peran tersebut. Selain itu, apabila ketegangannya berlangsung dalam jangka waktu yang lama dapat menimbulkan berbagai gangguan fisik maupun psikis pada wanita. Beberapa gejala fisik yang dialami antara lain keletihan yang mengakibatkan kehilangan gairah hidup dan menyebabkan berbagai macam gejala gangguan psikosomatik. Gejala lainnya dapat berupa perasaan tegang, cemas, terancam, frustasi, sukar berkonsentrasi pada apa yang dikerjakan, insomnia, kehilangan minat pada seks, kehilangan nafsu makan dan sebagainya (Shaevitz, dalam Hamid, 2005).

(24)

yang harus mengurus rumah tangga maka konsentrasi, waktu dan tenaganya sudah terkuras sehingga perannya sebagai pekerja tidak optimal. Selain itu, wanita yang mengalami konflik peran ganda akan lebih sering tidak masuk kerja, prestasi dan kepuasan kerja menurun serta cenderung keluar dari pekerjaan (Kossek & Ozeki, dalam Kusumaputri & Irawaty, 2008). Widyarini (1998) mengungkapkan jika konflik peran ganda yang sering muncul berupa gejala merasa bersalah, gelisah, cemas dan frustasi akan menurunnya kesehatan fisik maupun mental wanita yang berperan ganda. Perasaan bersalah dan gelisah itu diantaranya muncul di saat wanita bekerja meninggalkan anak mereka kepada orang di rumah. Perasaan cemas juga dapat menjadi penghalang bagi wanita menjalankan perannya sebagai pekerja karena khawatir urusan rumah tangga tidak berjalan dengan baik. Perasaan-perasaan tersebut jika tidak mampu dikendalikan dengan baik dan berlangsung secara terus menerus bukan tidak mungkin wanita berperan ganda tersebut akan mengalami stres dan depresi. Shaevitz (dalam Puti, 2007) mengutarakan jika peran ganda dapat menimbulkan ketegangan dalam kehidupan sehingga muncul rasa bersalah, frustasi bahkan stres.

(25)

rumah tangga. Dalam penelitian Moen dan McClain pada tahun 1987 (dalam Azwar & Arinta, 1993) terbukti bahwa wanita yang bekerja full-time

menginginkan mempersingkat jam kerjanya untuk mengurangi ketegangan akibat konflik peran antara pekerjaan dan keluarga jika dibandingkan dengan wanita yang bekerjapart-time. Keadaan ini sesuai dengan apa yang diungkapkan Barnett dan Baruch (dalam Kusumaputri & Irawaty, 2008) bahwa wanita yang berperan sebagai ibu lebih banyak mengalami konflik peran daripada wanita bekerja yang tidak memiliki anak. Hal ini disebabkan karena perempuan yang bekerja sebagai ibu merasakan peran yang berlebih (overload) dibandingkan dengan wanita yang bekerja bukan sebagai ibu.

Terkait dengan konflik peran ganda yang dialami oleh wanita bekerja, ada beberapa faktor yang dapat mempengaruhinya. Menurut Rini (dalam Kusumaputri & Irawaty, 2008) faktor yang dapat mempengaruhi konflik peran ganda adalah faktor internal, eksternal dan relasional. Jika faktor internal merupakan persoalan yang timbul dalam diri pribadi wanita tersebut, maka faktor eksternal berasal dari luar pribadi wanita tersebut seperti dukungan suami, kehadiran anak dan masalah kerja. Beberapa ahli lain juga mengatakan jika jumlah jam kerja pasangan, jumlah dan usia anak, jadwal bekerja maupun dukungan sosial dapat mempengaruhi tingkat konflik peran ganda yang dialami wanita bekerja.

(26)

cara-cara penyesuaian diri yang digunakan untuk menghadapi konflik peran tersebut. Karakteristik wanita yang berkarir secara non tradisional dikatakan memiliki karateristik kepribadian yang mandiri, percaya diri, tegas, stabil secara emosional dan puas dengan kehidupannya. Kepribadian terlihat dari tingkah laku, sikap, nilai, perasaan dan motivasi (Sarbin & Allen dalam Lindsey & Aronson, 1968). Sikap dan nilai terhadap dirinya sendiri umumnya dikenal dengan istilahself esteem.

Self esteem adalah penilaian yang dibuat individu untuk menggambarkan sikap menerima atau tidak menerima keberadaan dirinya, dan menandakan sampai seberapa jauh individu itu percaya bahwa dirinya mampu, sukses dan berharga (Coopersmith dalam Bracken, 1996). Sementara Rosenberg (dalam Burns, 1982) mengatakan jika self esteem

merupakan sikap positif maupun negatif terhadap dirinya sendiri.

Coopersmith (1967) secara singkat menggambarkan jika self esteem

adalah penilaian pribadi yang dilakukan individu terhadap dirinya. Seseorang yang mempunyai perasaan baik terhadap dirinya akan cenderung bahagia, sehat, sukses dan mampu menyesuaikan diri. Namun, orang yang menilai dirinya negatif mempunyai kecenderungan khawatir, takut, tidak sehat, depresi, pesimis mengenai masa depan dan cenderung melakukan kesalahan.

(27)

mempunyai high self esteem percaya bahwa dirinya baik, mampu dan berharga, sedangkan individu dengan low self esteem memandang dirinya sebagai orang yang tidak berguna dan tidak berharga.

Self esteem yang dimiliki wanita bekerja berhubungan erat dengan kehidupan sehari-harinya. Wanita bekerja yang mempunyai penilaian baik terhadap dirinya secara umum akan tampak bahagia, sehat, berhasil dan mampu beradaptasi dengan situasi yang penuh stres (Brehm & Kassin, 1989). Sebaliknya, seorang wanita bekerja yang mempunyai penilaian negatif terhadap dirinya akan tampak cemas, depresi dan pesimis.

(28)

Berdasarkan uraian tersebut, maka peneliti ingin melihat lebih lanjut hubungan antara self esteem dengan konflik peran ganda pada wanita bekerja.

B. Rumusan Masalah

Rumusan masalah dalam penelitian ini adalah “Apakah ada hubungan antaraself esteemdengan konflik peran ganda pada wanita bekerja?”

C. Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antaraself esteem

dengan konflik peran ganda pada wanita bekerja.

D. Manfaat Penelitian

1. Manfaat Teoritis

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memperkaya penelitian ilmu psikologi, khususnya Psikologi Industri dan Organisasi pada umumnya serta Psikologi Wanita pada khususnya tentang konflik peran wanita yang bekerja .

2. Manfaat Praktis

(29)

permasalahan yang dihadapinya terkait dengan kehidupan peran gandanya.

b. Selain itu, dengan adanya penelitian ini diharapkan mampu memberikan informasi dan masukan kepada wanita bekerja bahwa

(30)

BAB II

DASAR TEORI

A. Konflik Peran Ganda

1. Pengertian Konflik Peran Ganda

Konflik peran ganda adalah suatu kejadian sehari-hari dari dua atau lebih peran dimana pemenuhan salah satu peran dapat menghasilkan kesulitan pemenuhan peran yang lain (Katz & Kahn, dalam Azwar & Arinta, 1993). Sementara Greenhause & Beutell (dalam Voydanoff, 1988) mengatakan bahwa seseorang mengalami konflik peran ganda apabila merasakan ketegangan dalam pekerjaan dan rumah tangganya. Semakin mengkonsentrasikan diri pada pekerjaan, maka akan lebih sulit untuk memenuhi tuntutan dari keluarganya.

Menurut Munandar (2001), seseorang akan dikatakan mengalami konflik peran ganda apabila ia mengalami :

a) pertentangan antara tugas-tugas yang harus ia lakukan dan tanggung jawab yang dimilikinya,

b) tugas-tugas yang harus ia lakukan menurut pandangannya bukan merupakan bagian dari pekerjaannya,

c) tuntutan-tuntutan yang bertentangan dari atasan, rekan, bawahan atau orang lain yang dianggap penting dalam dirinya,

d) pertentangan dengan nilai-nilai dan keyakinan pribadinya sewaktu melakukan tugas pekerjaannya.

(31)

Peran ganda yang dimaksudkan dalam penelitian ini akan dibatasi pada peran seorang wanita sebagai ibu rumah tangga dan sebagai pekerja. Dengan kata lain, peran ganda yang dimaksudkan disini adalah peran yang dijalankan wanita di sektor domestik dan sektor publik.

Berdasarkan definisi-definisi tersebut dapat disimpulkan bahwa konflik peran ganda adalah suatu situasi atau kondisi ketegangan yang dialami wanita yang bekerja dimana pemenuhan pada salah satu peran dapat menghasilkan kesulitan pemenuhan peran yang lain, dalam hal ini antara pekerjaan dan rumah tangganya.

2. Jenis-jenis Konflik Peran

Menurut Beutell dan Greenhause (dalam Schabracq et. al, 1996) terdapat tiga jenis konflik yang berkaitan dengan konflik peran, antara lain :

a. Time-based conflict(konflik berdasarkan waktu)

(32)

kekurangan waktu untuk keluarga, jadwal yang tidak bisa diubah semaunya/tidak fleksibel. Wanita yang bekerja seringkali mengalami kelelahan akibat konflik ini, karena kedua peran tersebut memperebutkan sumber daya pribadinya.

b. Strain-based conflict(konflik berdasarkan tekanan)

Konflik ini berkaitan dengan beban atau tekanan yang dialami individu secara berlebihan, atau keadaan emosional dari satu peran yang kemudian mempengaruhi kinerja pada peran yang lain. Tekanan tersebut dapat berupa gejala-gejala stres seperti kelelahan dan mudah marah.

c. Behaviour-based conflict(konflik berdasarkan perilaku)

(33)

Dari penjelasan di atas, maka dapat disimpulkan bahwa jenis-jenis konflik peran terdiri dari time-based conflict yakni ketika adanya tekanan dari peran-peran yang memerlukan waktu individu sehingga menyebabkan kelelahan atau merasa kehabisan energi dan sumber daya pribadi. Tipe kedua adalah strain-based conflict dimana tekanan dari domain peran yang satu mempengaruhi kinerja di domain yang lain, dan akibatnya individu mengalami gejala-gejala stres. Sementara jenis konflik peran yang terakhir adalah behaviour-based conflict, yakni ketika set perilaku yang dijalani tidak sesuai dengan tuntutan peran karena individu diharuskan mengubah set perilaku dalam waktu yang relatif singkat.

3. Sumber Masalah Wanita Berperan Ganda

Menurut Hardanti (2002), wanita yang memiliki peran ganda mengalami banyak tekanan dan masalah yang sulit untuk dihindari serta dapat menghambat perkembangan diri. Tiga sumber masalah yang harus dihadapi oleh seorang wanita berperan ganda adalah :

a) Wanita dan Lingkungan Sosial

(34)

untuk bekerja namun tidak mendapat dukungan dari lingkungan sosial akan mempengaruhi pekerjaan dan dirinya sendiri sehingga dapat mengurangi keyakinan atau kepercayaan dirinya.

b) Wanita dan Pembagian Kerja Domestik

Seorang wanita yang bekerja akan mendapatkan konsekuensi terutama dalam kehidupan keluarganya. Mengurus pekerjaan rumah tangga tidak lagi menjadi tanggung jawab dari pihak wanita (istri) saja, namun juga menjadi tanggung jawab bagi pihak laki-laki (suami). Pada kenyataannya, seorang wanita bekerja tidak dapat lepas dari tanggung jawabnya terhadap pekerjaan rumah tangga. Wanita bekerja tetap harus memikirkan seseorang yang dapat membantu menyelesaikan pekerjaan rumah tangga selama dirinya bekerja.

(35)

c) Wanita dan Konflik Diri

Seorang ibu yang bekerja mudah mengalami konflik diri, dimana satu sisi seorang ibu merasa dibutuhkan di rumah oleh keluarga, namun di sisi lain sulit untuk melepaskan tanggung jawab terhadap pekerjaannya. Oleh karena itu, perasaan bersalah yang muncul dapat mempengaruhi pekerjaannya begitu sebaliknya.

4. Aspek-aspek Konflik Peran Ganda

Ada 6 aspek yang terdapat dalam konflik peran ganda menurut Sekaran (dalam Arinta, 1993) :

a) Pengasuhan anak

Terkait dengan sistem pengasuhan yang diterapkan oleh para wanita yang memiliki peran ganda terhadap anak-anak mereka, dan perasaan yang dialami oleh para wanita sebagai ibu ketika harus meninggalkan anak-anak di rumah sementara mereka bekerja.

b) Bantuan pekerjaan rumah

Fokus pada sikap emosional yang dialami wanita, dengan adanya keterlibatan dari pihak lain (suami, ibu mertua, pengasuh) dalam mengurus pekerjaan rumah tangga.

c) Komunikasi dan interaksi dengan anak dan suami

Terkait proses komunikasi dan menjalin relasi interpersonal antara kaum wanita sebagai istri dengan suami dan anak-anak.

(36)

Terkait dengan banyaknya waktu yang dihabiskan karyawan untuk bekerja serta sistem penjadwalan kerja yang diterapkan oleh perusahaan terhadap karyawan. Hal ini sangat mempengaruhi intensitas pertemuan antara karyawan wanita dengan anak dan suaminya.

e) Menentukan prioritas

Kemampuan wanita untuk menentukan prioritas dalam kehidupan baik untuk keluarga atau pekerjaan. Selain itu juga, wanita diharapkan mampu mengutamakan hal-hal penting sesuai dengan situasi dan kondisi dimana ia berada.

f) Tekanan karir dan tekanan keluarga

Terkait dengan kebijakan perusahaan yang sering memberatkan kaum wanita, membuat jenuh, merasa tidak mampu berkembang. Sementara itu, tekanan keluarga dikaitkan dengan kurangnya motivasi dari suami atau anak-anaknya ketika istri atau ibu memutuskan bekerja.

(37)

5. Dampak Konflik Peran Ganda

Konflik peran ganda memiliki dampak yang cukup luas, yaitu mencakup:

a. Pada individu

Gejala-gejala yang dapat diasosiasikan dengan konflik peran meliputi somatisasi, depresi, obsesif kompulsif, kecemasan, ketidaknyamanan, rasa marah dan kekerasan. Beban yang didapat dari mengasuh anggota keluarga (21-28 jam per minggu) dapat menimbulkan kelelahan emosional, ketegangan hubungan antar personal dan menurunnya kesehatan fisik (McBride dalam Paludi, 1998). Frankenhauser (dalam Davidson & Burke, 2000) menemukan jumlah total beban waktu wanita bekerja sebesar 78 jam per minggu, dimana jumlah total beban waktu pria bekerja hanya 68 jam per minggu. Hal ini mengakibatkan kelebihan beban waktu yang dapat berpengaruh negatif terhadap kesehatan wanita.

b. Pada keluarga

(38)

apabila tidak terjalin komunikasi yang baik antara ibu dan anak dapat menyebabkan kenakalan pada anak, seperti berbohong. Ketegangan yang dialami wanita pada akhirnya dapat menimbulkan rasa tidak puas terhadap perkawinannya (Netemeyer et al., 1996).

c. Pada pekerjaan

Menurut Keith (dalam Frieze et al., 1978) status perkawinan, jumlah dan usia anak dapat menyebabkan kesulitan sehubungan dengan peran wanita sebagai pekerja. Seringkali karena harus mendampingi anak saat sakit atau untuk hadir dalam kegiatan-kegiatan anak, wanita mengorbankan pekerjaannya. Semakin wanita tidak efisien dan produktif maka semakin banyak pekerjaan yang tertunda dan akan semakin membuat wanita malas untuk menyelesaikannya sehingga menghambat hubungan dengan keluarga. Akibatnya, wanita stres dan sensitif terhadap anak-anak dan suami (Rini dalam Kusumaputri dan Irawaty, 2008). Lebih lanjut dikatakan bahwa tanggung jawab terhadap keluarga dapat menghambat kenaikan karir. Dampaknya terhadap perusahaan adalah meningkatnya ketidakhadiran, ketidakpuasan terhadap pekerjaan, kurangnya komitmen, memilih keluar dari pekerjaan atau mencari pekerjaan lain (Netemeyer et al., 1996).

Sementara itu, Duxbury dan Higgins (1991) mengemukakan bahwa dampak negatif dari konflik peran adalah :

(39)

b. Menampilkan kinerja yang buruk dalam pengasuhan anak, karena wanita berkeluarga yang bekerja akan kesulitan menyeimbangkan tuntutan dari domain pekerjaan dan keluarga, serta dapat meningkatkan gangguan pada perilaku anak

c. Turunnya kinerja di tempat kerja, antara lain dengan menurunnya produktivitas kerja, kecenderungan untuk absen dan tingginya tingkat pergantian pegawai

d. Turunnya tingkat kepuasan hidup e. Turunnya kualitas hubungan suami istri.

6. Faktor Yang Mempengaruhi Konflik Peran Ganda

Ada beberapa pendapat yang mengutarakan tentang faktor-faktor yang mempengaruhi konflik peran ganda. Menurut Rini (dalam Kusumaputri & Irawaty, 2008) faktor utama yang mempengaruhi konflik peran ganda pada wanita bekerja diantaranya faktor internal, eksternal dan relasional. Faktor internal yaitu persoalan yang timbul dalam diri pribadi wanita bekerja tersebut. Sementara faktor eksternal berasal dari luar pribadi wanita tersebut, seperti dukungan suami, kehadiran anak dan masalah kerja.

(40)

karir istrinya. Hal senada dikemukakan oleh Suriyasam melalui penelitiannya (dalam Putrianti, 2007) jika penerimaan suami terhadap karir istrinya merupakan faktor utama yang mempengaruhi self perception dan self esteem wanita bekerja dimana pada akhirnya berdampak pada karirnya.

Kehadiran anak mempunyai kaitan yang sangat erat dengan tingginya konflik peran ganda. Masalah yang muncul terkait pengasuhan anak ketika bekerja biasanya dialami oleh para wanita bekerja yang memiliki anak kecil/balita. Semakin kecil usia anak, maka semakin besar tingkat stres yang dirasakan. Hal senada juga dikatakan oleh Staines dan O’Connor (dalam Higgins, Duxburry, & Lee, 1995) jika konflik peran akan lebih besar terjadi terutama bila usia anak masih kecil.

Bagi ibu bekerja, pekerjaan bisa menjadi sumber tekanan dan stres yang besar. Mulai dari peraturan kerja yang kaku, atasan yang tidak bijaksana, beban kerja yang berat, waktu kerja yang panjang dan sebagainya. Situasi demikian membuat wanita bekerja menjadi sangat lelah, sementara kehadirannya masih sangat dibutuhkan oleh keluarga di rumah. Bahkan jumlah jam kerja pasangan pun bisa mempengaruhi konflik yang dialami wanita bekerja, karena ia sulit untuk menyesuaikan jam kerjanya dengan pasangan demi memenuhi tanggung jawab tugas dalam keluarga.

(41)

peran ganda. Menurut Getsels dan Guba (dalam Puti, 2007) kepribadian dari pemegang peran tersebut, dalam hal ini wanita bekerja, menyangkut cara-cara penyesuaian diri yang digunakan untuk mengatasi konflik yang terjadi. Sementara Sarbin dan Allen (dalam Lindsey & Aronson, 1968) mengatakan jika kepribadian terlihat dari tingkah laku, sikap, nilai, perasaan dan motivasi. Karakteristik kepribadian wanita yang berkarir di luar urusan rumah tangga dikatakan memiliki kepribadian yang mandiri, percaya diri, tegas, stabil secara emosional dan puas dengan kehidupannya. Diharapkan karakteristik kepribadian tersebut dapat membantu mengatasi konflik yang disebabkan karena peran yang bertentangan.

B. Self Esteem

1. PengertianSelf Esteem

Self esteemmerupakan penilaian seseorang terhadap dirinya sendiri yang sifatnya relatif tetap dan dipengaruhi oleh interaksi seseorang dengn lingkungan dimana ia tinggal. Coopersmith (1967) mengartikan

(42)

dinamika dari aspek-aspek penghargaan diri, kompetensi diri dan perasaan berharga di mata orang lain.

Self esteem merupakan hasil dari evaluasi yang dilakukan oleh setiap individu terhadap dirinya sendiri. Oleh karena self esteem adalah nilai yang kita buat untuk diri kita sendiri, maka self esteemmerupakan penilaian akan seberapa kita merasa diri kita berharga berdasarkan persetujuan dan ketidaksetujuan terhadap diri kita dan tingkah laku kita. Selain itu, self esteem juga menunjukkan sejauh mana kita percaya bahwa diri kita mampu, berarti dan berhasil. Sementara Thomas (1923) (dalam Adi, 1994) mengatakan bahwa self esteem merupakan penghargaan atau penilaian seseorang terhadap dirinya sendiri yang bisa menimbulkan rasa percaya diri, namun juga dapat menyebabkan perasaan rendah diri.

Kepuasan terhadap terpenuhinya kebutuhan self esteem seseorang, akan menimbulkan rasa percaya diri, kuat, stabil, merasa berguna dan diperlakukan oleh orang lain (Koswara, 1991). Sebaliknya, kegagalan untuk memenuhiself esteem menyebabkan perasaan inferior, lemah dan keadaan tidak berdaya.

(43)

berharga dalam diri individu tersebut. Perasaan yang disebabkan oleh evaluasi diri tersebut kemudian dapat mempengaruhi lagi cara individu berperilaku atau berhubungan dengan orang lain, sehingga kemudian akan memberikan dampak lebih lanjut terhadap evaluasi dirinya.

2. Jenis-jenis Self Esteem

Setiap individu dapat memandang kehidupannya dari sudut pandang positif maupun negatif. Self esteem yang bersifat positif adalah kemampuan untuk melihat diri sendiri berharga, berkemampuan, penuh kasih sayang dan menarik, memiliki bakat-bakat pribadi yang khas serta kepribadian yang berharga dalam berhubungan dengan orang lain sedangkanself esteem yang bersifat negatif tercermin pada orang-orang yang cenderung memikirkan kegagalan dan meremehkan kemampuan diri sendiri (Berne & Savary, 1998).

Hal senada juga dikemukakan oleh Baron & Byrne (1994), seseorang yang mempunyai high self esteem percaya bahwa dirinya baik, mampu dan berharga, sedangkan individu dengan low self esteem memandang dirinya sebagai orang yang tidak berguna dan tidak berharga.

Coopersmith (dalam Burns, 1982) membedakanself esteemke dalam tiga jenis dengan karakteristiknya masing-masing, yakni :

a. High self esteem

(44)

bersama orang lain, dengan perasaan optimis bahwa dirinya akan sukses dan diterima oleh lingkungan. Mereka dengan high self esteem memiliki pandangan terhadap lingkungan dan diri sendiri positif namun tetap realistis sehingga mampu menghadapi stres dan kecemasan, dapat menerima diri apa adanya, memiliki keyakinan bahwa ia dapat mengatasi masalah dan memandang kegagalan dan penolakan yang mereka alami secara lebih positif.

b. Medium self esteem

Self esteem jenis ini umumnya dimiliki oleh individu yang mempunyai kepercayaan diri yang agak lemah. Dalam melakukan penilaian atau evaluasi diri, ia cukup tergantung pada pendapat orang lain mengenai dirinya.

c. Low self esteem

(45)

negatif dibandingkan dengan individu yang memiliki high self esteem.

Berdasarkan karakteristik dari jenis-jenis self esteem tersebut, dapat dikatakan bahwa tinggi rendahnya self esteem sangat mempengaruhi aspek emosional seseorang. Semakin tinggi self esteem individu maka akan semakin mampu menghadapi masalah dalam hidupnya, baik itu masalah pribadi maupun masalah sosial dan pekerjaan. Sebaliknya, semakin rendah self esteem individu maka akan semakin sulit baginya untuk menghadapi permasalahan hidup karena tidak memiliki karakteristik tertentu yang diharapkan oleh lingkungan untuk memecahkan masalah. Sebagai akibatnya, individu dengan self esteem

tinggi cenderung diterima dalam lingkungannya, sementara individu denganself esteem rendah cenderung mengalami penolakan, pengucilan dan perlakuan lainnya yang merupakan indikasi dari kegagalan membina hubungan sosial (Darley & Cooper dalam Susan, 2008).

3. Aspek-aspekSelf Esteem

Self esteem bukanlah faktor yang dibawa sejak lahir, melainkan faktor yang dapat dipelajari dan dibentuk, sehingga orang-orang yang penting dan dekat dengan individu mempunyai peran penting dalam menentukan pembentukanself esteem.

(46)

a. Power (kekuatan), terkait dengan kemampuan untuk mempengaruhi dan mengontrol orang lain maupun dirinya sendiri. Bila individu dapat mempengaruhi orang lain, mengontrol orang lain serta dirinya sendiri dengan baik, maka hal tersebut akan mendorong terbentuknya

self esteemyang tinggi dan sebaliknya.

b. Significance (keberartian), tampak dari adanya penerimaan, penghargaan, perhatian dan kasih sayang dari orang lain yang cukup berarti dalam kehidupan seseorang. Dengan adanya lingkungan yang mendukung, menerima dan menghargai individu akan membuat tingkatself esteemindividu tersebut menjadi lebih baik.

c. Virtue (kebajikan), menunjukkan adanya suatu ketaatan untuk mengikuti standar moral dan etika, dimana individu akan menjauhi tingkah laku yang dibolehkan atau diharuskan oleh moral, etika dan agama. Jika seseorang mampu menerapkan nilai, etika dan moral dalam sosialisasinya dengan baik, maka tingkat self esteem dirinya akan menjadi semakin lebih baik.

(47)

4. Faktor-faktor yang MempengaruhiSelf Esteem

Fakor yang mempengaruhi perkembangan self esteem, yakni faktor internal dan faktor eksternal. Faktor internal adalah faktor-faktor yang berasal dari diri individu itu sendiri. Sementara faktor eksternal merupakan faktor yang berasal dari luar individu.

Menurut De Viesta dan George (dalam Devintha, 2006), faktor yang berasal dari dalam individu adalah penilaian terhadap dirinya sendiri berdasarkan taraf penerimaan, penghargaan dari orang lain yang dirasakannya. Sedangkan faktor yang berasal dari luar individu adalah lingkungan keluarga, lingkungan sosial, situasi kerja maupun prestasi yang dicapainya.

a. Lingkungan sosial dan keluarga

Coopersmith (1967) mengatakan bahwa self esteem

(48)

b. Keadaan fisik dan kemampuan diri

Bagi wanita, kondisi fisik maupun mental menjadi suatu hal yang harus diperhatikan. Sangat rentan bagi mereka untuk mengalami kelelahan fisik atau mental yang disebabkan karena tugas-tugas dan kewajiban mereka. Mereka yang memiliki kekuatan dan kesehatan fisik atau mental yang lebih prima cenderung memiliki self esteem yang lebih positif dibandingkan dengan wanita bekerja yang tidak sehat.

c. Jenis kelamin

Bush, Simmons, Hitohinson dan Blyth (dalam Dewi, 2002) menemukan bahwa self esteem pria lebih tinggi dibandingkan wanita. Hal ini juga tampak dalam lingkungan sosial dimana masyarakat memberi perlakuan yang berbeda pada pria dan wanita, sehinga hal ini dapat berpengaruh pada penilaian diri seseorang. d. Faktor kepribadian individu

Coopersmith (dalam Devintha, 2006) menyatakan ada beberapa variabel kepribadian yang dapat mempengaruhi perkembanganself esteem, yang dapat dijelaskan melalui konsep kesuksesan, nilai, aspirasi dan mekanisme pertahanan diri.

(49)

mana seseorang mampu menyelesaikan masalah yang dihadapinya, apakah sesuai dengan realitas atau tidak sehingga dapat mempengaruhi perkembanganself esteemmereka.

C. Perkembangan Wanita Pada Masa Dewasa Awa

Masa dewasa awal adalah masa transisi dari masa remaja menuju masa dewasa. Dewasa dalam hal ini tentunya memiliki arti menunjukkan karakteristik kedewasaan dan bukan sekedar “dewasa” secara usia kronologis. Di Indonesia batas kedewasaan adalah 21 tahun. Hal ini berarti bahwa pada usia itu seseorang sudah dianggap dewasa dan selanjutnya dianggap sudah mempunyai tanggung jawab terhadap perbuatan-perbuatannya (Monks, Knoers dan Haditono, 1996).

1. Aspek Fisik

(50)

2. Aspek Kognitif

Menurut Piaget (dalam Santrock, 2001) dewasa awal termasuk dalam tahap kognitif operasional formal (usia 11 tahun sampai dewasa). Tahap kognitif operasional formal adalah periode terakhir perkembangan kognitif dalam teori Piaget. Karakteristik tahap ini adalah diperolehnya kemampuan untuk berpikir secara abstrak, menalar secara logis dan menarik kesimpulan dari informasi yang tersedia. Dalam tahapan ini, seseorang dapat memahami hal-hal seperti cinta, bukti logis dan nilai. Ia tidak melihat segala sesuatu hanya dalam bentuk hitan dan putih, namun ada “gradasi abu-abu” di antaranya. Dilihat dari faktor biologis, tahapan ini muncul saat pubertas (saat terjadi berbagai perbahan besar lainnya), sebagai tanda masuknya ke dunia dewasa secara fisiologis, kognitif, penalaran moral, perkembangan psikoseksual dan perkembangan sosial. 3. Aspek Sosio-Emosional

(51)

tahap perkembangan ini, akan menciptakan kerancuan identitas atau peran.

D. Dinamika Hubungan Antara Self-Esteemdan Konflik Peran Ganda Pada

Wanita Bekerja

Sebagai seorang wanita yang telah memilih berkarir di luar urusan rumah tangga secara otomatis memiliki tambahan peran sebagai pekerja dimana memiliki tanggung jawab dan komitmen untuk bekerja sebaik-baiknya. Ketika bekerja, ia dituntut untuk menjalankan tugas-tugasnya dengan percaya diri dan yakin jika mampu mengerjakannya dengan baik. Namun tuntutan dari setiap peran tersebut tidaklah mudah untuk dijalani sehingga kemudian dapat menimbulkan konflik antara peran di bidang pekerjaan dan keluarga. Konflik juga dapat muncul karena adanya asumsi umum bahwa merawat anak dan mengurus rumah tangga adalah tanggung jawab istri dan bukan tanggung jawab bersama antara suami dan istri (Gordon, 1999).

(52)

memberikan bantuan dan tenaga pada urusan keluarga (Rowatt & Rowatt dalam Azwar & Arinta, 1993).

Dalam diri setiap wanita yang berperan ganda tentunya memiliki keinginan dan komitmen untuk mampu dan berhasil menjalani kedua peran tersebut secara proposional dan seimbang. Namun keadaan tersebut akan menjadi berat apabila salah satu peran menuntut perhatian dan waktu yang lebih dibandingkan dengan peran lainnya. Hal tersebut menimbulkan banyak tekanan yang dapat berpengaruh secara negatif pada wanita bekerja, baik dari segi fisik, psikologis maupun perilaku.

(53)

Self esteem yang dimiliki wanita bekerja berhubungan erat dengan kehidupan sehari-harinya. Menurut Coopersmith (dalam Burns, 1982) individu yang mempunyai self esteem yang tinggi memiliki perasaan mampu menghadapi tugas, berelasi dengan orang lain dan memandang diri serta lingkungan secara optimis, walaupun masih dalam batasan akal sehat sehingga mampu menghadapi stres, kecemasan juga dapat menerima kegagalan dengan lebih positif. Hal senada juga dikemukakan oleh Maslow (dalam Devintha, 2006) jika seseorang yang memilikiself esteem yang cukup akan mempunyai sifat percaya diri dan lebih mampu menjalani kegiatannya dengan berhasil, namun jikaself esteemyang dimiliki kurang atau rendah maka seseorang akan diliputi rasa tidak percaya diri, tidak berdaya dan putus asa.

Wanita bekerja juga dituntut untuk dapat menyesuaikan diri dengan perubahan yang cepat dari peran-peran yang ia miliki. Semakin mampu menyesuaikan diri dalam menghadapi masalah dan tuntutan-tuntutan hidup baik masalah pribadi, sosial ataupun pekerjaan membuat semakin tinggi tingkat self esteem seseorang. Sebaliknya, semakin sulit untuk menyesuaikan diri terhadap tuntutan dan masalah hidup karena kurang memiliki kepercayaan diri ataupun karakteristik yang diharapkan secara umum untuk memecahkan suatu permasalahan membuat tingkatself esteemseseorang semakin rendah.

(54)

ada. Kegagalannya dalam menjalani tanggung jawab dan tuntutan dari peran ganda tersebut akan membuat perannya sebagai ibu rumah tangga dan pekerja menjadi tidak optimal karena memungkinkan berat sebelah pada satu peran.

Berdasarkan penjelasan tersebut, dapat disimpulkan bahwa apabila individu memiliki tingkat self esteem tertentu maka akan mempengaruhi cara ia memandang dan mengatasi setiap masalah terkait dengan peran gandanya. Selain itu, tingkat self esteem tertentu juga dapat mempengaruhi ia menghadapi setiap tuntutan dan kegagalan dalam menjalani peran ganda. Dengan kata lain self esteem mempunyai hubungan dengan konflik peran ganda pada wanita bekerja.

D. Hipotesis

(55)

Mampu mengatasi konflik peran ganda

Peran-peran berjalan optimal dan seimbang

Self esteem tinggi : Percaya diri

Yakin mampu melakukan tuntutan setiap peran Merasa berharga, lingkungan mendukung Bisa menyesuaikan diri sesuai tanggung jawab Optimis menyelesaikan tugas

Self esteem wanita bekerja

Self esteem rendah : Tidak PD

Tidak yakin mampu melakukan tuntutan setiap peran

Merasa diacuhkan, tidak dihargai lingkungan Sulit menyesuaikan diri sesuai tanggung jawab Pesimis, merasa tertekan menyelesaikan tugas

Peran-peran berjalan tidak optimal dan kurang seimbang

Tidak mampu mengatasi konflik peran ganda

(56)

BAB III

METODE PENELITIAN

A. Jenis Penelitian

Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian korelasional dengan menggunakan data kuantitatif. Penelitian korelasional ini bertujuan untuk menyelidiki hubungan variasi antara satu variabel denga variabel lainnya berdasarkan pada koefisien korelasi (Azwar, 1999). Dengan kata lain, penelitian ini bertujuan untuk dapat mengetahui ada tidaknya hubungan antara variabel self esteem dengan variabel konflik peran pada wanita bekerja.

B. Identifikasi Variabel

Variabel adalah objek penelitian, atau apa yang menjadi titik perhatian suatu penelitian (Arikunto, 1991). Sesuatu hal dapat disebut variabel disebabkan secara kuantitatif atau secara kualitatif dapat bervariasi. Variabel sebagai objek penelitian dapat dibedakan menjadi dua, yaitu variabel tergantung (dependent variabel) dan variabel bebas (independent variabel). Dalam penelitian ini, variabel yang digunakan adalah :

1. variabel bebas :self esteem

2. variabel tergantung : konflik peran ganda wanita bekerja

(57)

C. Definisi Operasional Variabel

Definisi operasional merupakan definisi variabel penelitian dalam bentuk yang konkrit, termasuk bentuk skala pengukuran variabel yang memudahkan peneliti dalam menginterpretasikan data (Azwar, 2003). Definisi operasional variabel-variabel penelitian dijelaskan sebagai berikut:

1. Self esteem

Self esteem adalah penilaian individu terhadap dirinya sendiri berdasarkan hubungannya dengan orang lain dan keyakinan mengenai kemampuan dirinya sehingga akan memunculkan rasa berharga atau tidak berharga dalam dirinya. Self esteem wanita bekerja diukur dengan menggunakan skala melalui aspekself esteem, yaitupower, significance, virtue, competence. Semakin tinggi skor yang didapat maka semakin tinggiself esteemwanita bekerja.

2. Konflik Peran Ganda pada Wanita Bekerja

(58)

tinggi skor yang didapat maka semakin besar konflik peran ganda yang dirasakan.

D. Subjek Penelitian

Subjek penelitian adalah sumber utama data penelitian, yaitu yang memiliki data mengenai variabel-variabel yang diteliti. Subjek penelitian pada dasarnya adalah yang akan dikenai kesimpulan hasil penelitian (Azwar, 2003). Subjek penelitian ini adalah wanita yang bekerja dan sudah berkeluarga.

Aspek-aspek dalam keluarga yang mungkin akan berhubungan dengan konflik peran keluarga dan pekerjaan menurut Voydanoff (1987) antara lain jumlah waktu yang digunakan untuk tugas dalam keluarga, jam kerja suami dan istri serta jumlah dan usia anak. Dari segi faktor pekerjaan juga terdapat hal-hal yang mempengaruhi terjadinya konflik peran, yakni jumlah jam kerja, frekuensi dari lembur dan tuntutan fisik atau aspek psikologis dari pekerjaan (Pleck, Staines, & Lang dalam Goldsmith, 1989). Hal senada juga dikatakan oleh Voydanoff (1988) dimana tekanan dari domain pekerjaan seperti jumlah jam kerja per minggu akan mempengaruhi timbulnya konflik peran. Staines dan O’Connor (dalam Higgins, Duxburry, & Lee, 1995) menyatakan hal serupa mengenai pengaruh usia anak, dimana konflik peran akan lebih besar terjadi terutama bila usia anak masih kecil.

(59)

1) Wanita yang bekerja purna waktu (35 jam per minggu) di luar area domestik rumah tangga.

2) Memiliki suami yang bekerja sebagai tenaga purna waktu (full-time worker), sehingga subjek memiliki tanggung jawab yang lebih besar dalam melaksanakan tugas rumah tangga dan pengasuhan anak.

3) Memiliki tingkat pendidikan minimal D-3 atau Akademi sehingga memiliki kemampuan yang cukup merata.

4) Usia 20-40 tahun, dimana usia ini merupakan usia produktif. Selain itu, berdasarkan tahap perkembangannya merupakan kelompok dewasa muda (young adulthood) yang mempunyai tugas-tugas perkembangan untuk menyelesaikan pendidikan, memasuki dunia kerja, menikah dan menjadi orang tua (Papalia & Olds, 1995).

5) Mempunyai anak usia Sekolah Dasar dan tinggal serumah dengan subjek dan suami.

(60)

E. Metode dan Alat Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah dengan menggunakan skala self esteem dan skala konflik peran ganda. Ada dua jenis skala dalam penelitian ini, yaitu :

1. Skalaself esteem

Aspek-aspek yang digunakan oleh peneliti untuk mengukur self esteem adalah power, significance, virtue, competence. Pernyataan-pernyataan dalam setiap kategori ini meliputi Pernyataan-pernyataan yang

favourable (pernyataan yang mendukung teori self esteem) dan pernyataan yang unfavourable (pernyataan yang tidak mendukung teori

self esteem).

(61)

karena dapat memiliki arti belum dapat memutuskan (memberikan jawaban) atau diartikan sebagai pilihan netral (tidak bisa menentukan pilihannya) (Hadi, 1991).

Alternatif jawaban yang diberikan peneliti dalam skala self esteem

yakni Sangat Sesuai, Sesuai, Kurang Sesuai, Tidak Sesuai. Kemudian masing-masing alternatif jawaban tersebut memiliki nilai yang bergerak dari 4 sampai 1 untuk item-item yangfavorable, sementara untuk item-item unfavorable nilai akan bergerak dari rentang 1 sampai 4. Skor setiap subjek diperoleh dengan menjumlahkan jawaban subjek dari setiap pernyataan. Jika skor self esteem yang diperoleh subjek tinggi, maka semakin tinggi pula self esteem subjek, dan bila skor self esteem

subjek rendah maka semakin rendah pulaself esteem.

Distribusi atau penyebaran item pada skala self esteem dapat dilihat pada tabel 3.1 berikut :

Tabel 3.1

Penyebaran Item Pada SkalaSelf Esteem

2. Skala Konflik Peran Ganda

Aspek-aspek yang digunakan oleh peneliti untuk mengukur konflik peran ganda ini adalah pengasuhan anak, bantuan pekerjaan rumah,

No Aspek Item

Favorable

Item Unfavorable

Jumlah item

1 Power 4,10,22,23,37 5,14,24,32,33 10

2 Significance 9,8,19,34,40 1,2,25,31,38 10

3 Virtue 3,15,16,26,35 6,13,20,28,36 10

4 Competence 7,8,17,27,39 11,12,21,29,30 10

(62)

komunikasi-interaksi dan waktu untuk keluarga, menentukan prioritas serta tekanan karir dan keluarga. Pernyataan-pernyataan dalam setiap kategori ini meliputi pernyataan yang favourable (pernyataan yang mendukung teori konflik peran ganda) dan pernyataan yang

unfavourable (pernyataan yang tidak mendukung teori konflik peran ganda).

Alat ukur konflik peran ganda ini menggunakan skala Likert. Penskalaan model Likert merupakan metode penskalaan pernyataan sikap yang menggunakan distribusi respon sebagai dasar penentuan nilai skalanya. Skala konflik peran ganda dalam penelitian ini menggunakan empat alternatif jawaban dengan maksud untuk menghindari terjadinya bias. Bias akan terjadi apabila peneliti menggunakan lima alternatif jawaban dengan adanya pilihan jawaban tengah. Hadi (1991) berpendapat bahwa walaupun pilihan tengah dapat diartikan netral, kadang-kadang, jarang atau ragu-ragu, namun telah ditemukan bahwa subjek memiliki kecenderungan untuk memilih jawaban yang ada di tengah atau yang dikenal dengan istilahCentral Tendency Effect. Selain itu, pilihan jawaban tengah seperti netral atau ragu-ragu mempunyai arti ganda karena dapat memiliki arti belum dapat memutuskan (memberikan jawaban) atau diartikan sebagai pilihan netral (tidak bisa menentukan pilihannya) (Hadi, 1991).

(63)

masing-masing alternatif jawaban tersebut memiliki nilai yang bergerak dari 4 sampai 1 untuk item-item yangfavorable, sementara untuk item-item unfavorable nilai akan bergerak dari rentang 1 sampai 4. Skor setiap subjek diperoleh dengan menjumlahkan jawaban subjek dari setiap pernyataan. Jika skor konflik peran ganda yang diperoleh subjek tinggi, maka semakin tinggi pula konflik peran ganda subjek, dan bila skor konflik peran ganda subjek rendah maka semakin rendah pula konflik peran ganda yang dimilikinya.

Distribusi atau penyebaran item pada skala konflik peran ganda dapat dilihat pada tabel 3.2 berikut :

Tabel 3.2

Penyebaran Item Pada Skala Konflik Peran Ganda

No Aspek Item

Favorable

Item Unfavorable

Jumlah Item

1 Pengasuhan anak 1,12,13,23 4,19,28,33 8

2 Bantuan pekerjaan rumah 2,8,24,34 14,20,29,39 8 3 Komunikasi-interaksi dan

waktu untuk keluarga

9,21,30,31 5,6,18,27 8

4 Menentukan prioritas 3,15,22,32 10,17,26,38 8

5 Tekanan karir dan keluarga 7,16,35,40 11,25,36,37 8

Jumlah Item Total 20 20 40

F. Validitas dan Reliabilitas

1. Validitas

(64)

menguji validitas melalui professional judgement, dimana proses penilaian dilakukan oleh orang yang dianggap ahli di bidangnya, supaya item yang dibuat tidak keluar jalur (Azwar, 1997).

Salah satu cara untuk melihat apakah skala yang digunakan dalam penelitian ini valid atau tidaknya adalah dengan mengkonsultasikan item-item yang telah dibuat kepada pihak yang berkompeten. Dalam hal ini, peneliti mengkonsultasikan item-item tersebut kepada dosen pembimbing selaku pihak yang peneliti anggap kompeten.

2. Seleksi item

Seleksi item dilakukan untuk memilih item-item yang berkualitas, sehingga sungguh-sungguh dapat mengukur apa yang ingin diukur dari suatu penelitian. Seleksi item dilakukan dengan menggunakan uji coba terhadap item-item yang telah dibuat sesuai denganblue print.

(65)

maka dapat dipertimbangkan untuk menurunkan menjadi 0,25 sehingga jumlah item yang diinginkan dapat tercapai (Azwar, 1999).

3. Reliabilitas

Reliabilitas mengacu pada konsistensi atau keajegan hasil ukur yang mengandung kecermatan pengukuran (Azwar, 1999). Taraf reliabilitas dapat diartikan sebagai taraf dimana suatu alat ukur mampu menunjukkan konsistensi hasil pengukuran yang diperlihatkan dalam ketepatan dan ketelitian hasil (Azwar, 1997).

Penelitian ini menggunakan teknik koefisien reliabilitas Alpha Cronbach untuk menguji reliabilitasnya. Reliabilitas dinyatakan dengan koefisien reliabilitas yang angkanya berada pada rentang 0 sampai dengan 1,00.

G. Analisis data

(66)

BAB IV

PELAKSANAAN, HASIL PENELITIAN, DAN PEMBAHASAN

A. Pelaksanaan Penelitian

Pengambilan data dilaksanakan pada tanggal 22 Juni sampai dengan 6 Agustus 2010. Subjek penelitian adalah wanita bekerja di daerah Jakarta dan sekitarnya. Dari 70 skala yang didapat, hanya 61 buah skala yang digunakan sebagai data penelitian karena semua item terjawab serta identitas subjek memenuhi kriteria penelitian. Penelitian ini merupakan penelitian try out

terpakai dikarenakan keterbatasan subjek yang sesuai dengan kriteria subjek penelitian.

B. Hasil Uji Coba Alat Ukur

1. Seleksi Item

Uji Kelayakan butir skala ini dilakukan dengan menggunakan programSPSS for Windows versi 12.0 dengan mengukur korelasi antara skor item dengan skor total responden uji coba. Kriteria pemilihan item berdasarkan korelasi item total, yaitu item yang memiliki koefisien korelasi≥0,30. Melalui hasil pengujian diketahui bahwa terdapat 6 item dari 40 item pada skala self esteem yang dinyatakan gugur karena mempunyai korelasi terhadap skor total yang rendah (< 0,30) sehingga tersisa 34 item yang sahih.

(67)

Tabel 4.1

Distribusi Item Skala Self Esteem Setelah Seleksi Item

No Aspek Favorable Unfavorable

1 Power 4, 10, 22,23*, 37 5, 14, 24, 32, 33

2 Significance 9, 18, 19, 34,40* 1,2*, 25, 31, 38

3 Virtue 3*, 15, 16, 26,35* 6,13*, 20, 28, 36

4 Competence 7, 8, 17, 27, 39 1, 12, 21, 29,30

Catatan. * item yang gugur

Sementara itu, berdasarkan hasil perhitungan pada skala konflik peran ganda diperoleh 3 item yang dinyatakan gugur karena memiliki korelasi terhadap skor total yang rendah (< 0,30) sehingga tersisa 37 item yang sahih.

Tabel 4.2

Distribusi Item Skala Konflik Peran Ganda Setelah Seleksi Item

No Aspek Favorable Unfavorable

1 Pengasuhan anak 1, 12, 13, 23 4, 19, 28, 33

2 Bantuan pekerjaan rumah 2, 8, 24, 34 14, 20, 29, 39

3 Komunikasi-interaksi dan waktu untuk keluarga

9*, 21, 30, 31 5, 6, 18, 27

4 Menentukan prioritas 3, 15, 22, 32 10, 17,26*,38*

5 Tekanan karir dan keluarga 7, 16, 35, 40 11, 25, 36, 37 Catatan. * item yang gugur

2. Reliabilitas

(68)

(α) melalui bantuan program SPSS for Windows versi 12.0. Hasil perhitungan koefisien reliabilitas alpha skala self esteem konflik peran ganda adalah 0,945 sedangkan untuk skala konflik peran ganda adalah 0,957. Nilai kedua skala tersebut termasuk dalam kategori tingkat reliabilitas tinggi karena semakin mendekati angka 1. Kategori tersebut menunjukkan bahwa skala self esteem dan skala konflik peran ganda telah memenuhi persyaratan alat ukur yang akan digunakan dalam penelitian selanjutnya.

C. Hasil Penelitian

1. Deskripsi Subjek Penelitian

Subjek dalam penelitian ini adalah ibu berperan ganda berusia antara 27 sampai 38 tahun, tingkat pendidikan D3 hingga Perguruan Tinggi, bekerja, telah menikah dan memiliki anak.

(69)

Tabel 4.3

Gambaran subjek Penelitian

KRITERIA KETERANGAN JUMLAH %

27-28 5 8,2

29-30 8 13,1

31-32 13 21,3

33-34 19 31,1

35-36 3 5

Usia

37-38 13 21,3

D3 15 24,6

Usia anak tertua

> 10 tahun 7 11,5

< 35 jam/ minggu 19 31,1

35 jam – 40 jam/ minggu

36 59,1

Jumlah waktu kerja per minggu

> 40 jam/ minggu 6 9,8

< 35 jam/ minggu 17 27,9

35 jam – 40 jam/ minggu

33 54,1

Jumlah waktu kerja suami per minggu

> 40 jam/ minggu 11 18

Ya 49 80,3

Penggunaan jasa bantuan

Tidak 12 19,7

(70)

menggunakan jasa bantuan dalam mengurus rumah tangga (80,3%) juga mayoritas subjek penelitian.

2. Deskripsi Data Penelitian

Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, peneliti memperoleh data hasil penelitian yang membandingkan antara data empirik dengan data teoretis. Adapun peroleh data empirik yaitu berasal dari olah data yang dilakukan dengan bantuanSPSS for Windowsversi 12.0, sedangkan data teoretis berasal dari penghitungan dengan menggunakan rumus statistik. Perbandingan antara mean empiris dan mean teoretis dilakukan untuk mengetahui kecenderungan tingkat self esteem dengan konflik peran ganda pada subjek penelitian. Berikut ini disajikan tabel yang berisi data empiris dan data teoretis :

Tabel 4.4

Data Hasil Penelitian

Self Esteem Konflik Peran Ganda

Empiris Teoretis Empiris Teoretis

Mean 98,15 85 88,43 92,5

X Max 114 136 119 148

X Min 71 34 67 37

SD 11,538 17 14,879 18,5

(71)

pada skala self esteem ini adalah 34 x 4 = 136. Rentang skor yang didapat adalah 136 – 34 = 102. Satuan deviasi standar populasi adalah 102 : 6 = 17. Mean teoretis (µ) untuk variabelself esteem yaitu 34 x 2,5 = 85.

Pada skala konflik peran ganda, terdapat 37 item dengan rentang skor 1 sampai dengan 4. Oleh karena itu, skor terkecil yang diperoleh untuk skala konflik peran ganda adalah 37 x 1 = 37, dan skor terbesar adalah 37 x 4 = 148. Dengan demikian, rentang skor skala konflik peran ganda adalah 37 sampai 148, atau besar jaraknya adalah 148 – 37 = 111. Satuan deviasi standar populasi adalah 111 : 6 = 18,5. Sedangkan mean teoretisnya (µ) yaitu 37 x 2,5 = 92,5.

Berdasarkan tabel di atas maka diperoleh data hasil perbandingan antara mean empiris dan mean teoretis pada masing-masing variabel. Pada variabel self esteem diperoleh mean empiris yang lebih tinggi dibandingkan mean teoretisnya. Hal ini menunjukkan jika self esteem

(72)

3. Hasil Uji Asumsi

a. Uji Normalitas

Uji normalitas merupakan analisis satistik untuk mengetahui apakah data penelitian mengikuti sebaran data dengan distribusi normal. Uji normalitas dilakukan dengan One Sample Kolmogorv-Smirnov Test dari program SPSS for Windows versi 12.0. Jika nilai signifikansi yang diperoleh dari uji tersebut lebih besar dari 0,05 (p>0,05) maka sebaran data tersebut normal, sebaliknya jika nilai signifikansi yang diperoleh dari uji tersebut lebih kecil dari 0,05 (p<0,05) maka sebaran data tersebut bukan sebaran data yang mengikuti distribusi normal.

Tabel 4.5

One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test

SE KPG

N 61 61

Normal Parameters(a,b) Mean 98,15 88,43 Std. Deviation 11,538 14,879 Most Extreme

Differences

Absolute

,131 ,184

Positive ,085 ,184

Negative -,131 -,111 Kolmogorov-Smirnov Z 1,025 1,434 Asymp. Sig. (2-tailed) ,244 ,033

Catatan. a Test distribution is Normal. b Calculated from data.

Berdasarkan hasil uji normalitas tesebut variabel self esteem

(73)

b. Uji Linearitas

Uji linearitas dilakukan untuk melihat apakah hubungan antar variabel penelitian bersifat linear atau tidak. Pengujian linearitas dilakukan dengan menggunakan SPSS for windows versi 12.0. Hasil perhitungan uji linearitas adalah sebagai berikut :

Tabel 4.6 ANOVA Table

Sum of

Squares df

Mean

Square F Sig. KPG * SE Between

Groups

(Combined)

10363,635 27 383,838 4,339 ,000 Linearity 6651,141 1 6651,141 75,185 ,000 Deviation

from Linearity 3712,494 26 142,788 1,614 ,097 Within Groups 2919,283 33 88,463

Total 13282,918 60

Hasil uji yang dilakukan menunjukkan bahwa hubungan antara kedua variabel adalah linear dimana taraf signifikansi 0,000 (p<0,05).

4. Hasil Uji Hipotesis

Uji hipotesis dilakukan untuk mengetahui dan menguji apakah hipotesis penelitian ini, yaitu ada hubungan negatif antara self esteem

dengan konflik peran ganda pada wanita bekerja terbukti. Uji hipotesis dalam penelitian ini menggunakan teknik korelasi dengan bantuan programSPSS for Windowsversi 12.0.

(74)

Moment, maka uji korelasi dilakukan dengan menggunakan teknik korelasi Spearman’s rho dari Spearman sebagai pengganti. Hasil uji hipotesis menunjukkan bahwa ada hubungan negatif antara self esteem

dengan konflik peran ganda pada wanita bekerja karena koefisien korelasi (r) yang diperoleh sebesar -0,687 dengan taraf signifikansi 0,000 (p<0,01). Hal ini berarti semakin tinggiself esteemwanita bekerja maka semakin rendah konflik peran ganda yang dirasakan wanita bekerja. Sebalinya, semakin rendah self esteem wanita bekerja maka semakin tinggi konflik peran yang dirasakan. Koefisien determinasi sebesar 0,501 atau 50,1%. Koefisien determinasi pada hasil pengolahan data ini berfungsi untuk melihat sumbangan variabel bebas terhadap variabel tergantung. Dengan demikian, variabel self esteem memberikan sumbangan 50,1% terhadap tingkat konflik peran ganda yang dirasakan wanita bekerja.

5. Analisis Data Tambahan

a. Pendidikan Terakhir

Tabel 4.7

t-test Pendidikan Terakhir dengan KPG

t Sign Mean D3 Mean S1 Mean S2

D3-S1 0,349 0,731 p>0,05 D3-S2 0,909 0,371 p>0,05

S1-S2 0,769 0,450 p>0,05

99,87 98,58 95,53

(75)

konflik peran ganda antara subjek yang berpendidikan terakhir D3 dengan S1, D3 dengan S2 maupun S1 dengan S2. Dengan kata lain tingkat pendidikan tidak memberikan pengaruh terhadap tinggi rendahnya konflik peran ganda yang dirasakan wanita bekerja.

b. Usia Anak Tertua

Berdasarkan hasil analisis dengan menggunakan teknik korelasi

Spearman’s rho, diketahui jika ada hubungan positif antara tingkat konflik peran ganda yang dirasakan wanita bekerja dengan usia anak tertua. Hal ini terlihat dari koefisien korelasi (r) yang diperoleh sebesar 0,430 dengan taraf signifikansi 0,000 (p<0,01). Dengan demikian, semakin tinggi usia anak maka semakin tinggi pula tingkat konflik peran ganda yang dirasakan wanita bekerja. Sebaliknya, semakin rendah usia anak maka semakin rendah pula konflik peran.

c. Penggunaan Jasa Bantuan

Gambar

Tabel 3.1Penyebaran Item Pada Skala Self Esteem………………………..43
Gambar 1Skema hubungan antara self esteem dan konflik peran ganda pada
Tabel 3.1Penyebaran Item Pada Skala Self Esteem
Tabel 3.2Penyebaran Item Pada Skala Konflik Peran Ganda
+7

Referensi

Dokumen terkait

Ketidakmampuan wanita karir dalam menyelesaikan konflik peran ganda tersebut dapat menyebabkan mereka menampilkan sikap kerja yang negatif misalnya kurang termotivasi dalam

HUBUNGAN ANTARA KONFLIK PERAN GANDA DENGAN STRES KERJA PADA WANITA DI PT PELITA

Kesimpulan dari penelitian ini adalah ada hubungan positif antara konflik peran ganda dengan stres kerja pada wanita. Kata Kunci : Konflik Peran Ganda,

Konflik peran ganda dialami wanita yang bekerja tidak hanya berdampak pada perannya sebagai seorang ibu rumah tangga rumah tetapi juga berdampak besar pada

disimpulkan tidak terdapat hubungan negatif yang signifikan antara konflik peran ganda wanita dengan kepuasan pernikahan... KATA

Ketidakmampuan wanita karir dalam menyelesaikan konflik peran ganda tersebut dapat menyebabkan mereka menampilkan sikap kerja yang negatif misalnya kurang motivasi dalam

Hasil ini membuktikan bahwa hipotesis yang menyatakan ada hubungan negatif antara konflik peran ganda dengan kepuasan pernikahan pada wanita yang bekerja sebagai

Hasil ini membuktikan bahwa hipotesis yang menyatakan ada hubungan negatif antara konflik peran ganda dengan kepuasan pernikahan pada wanita yang bekerja sebagai