• Tidak ada hasil yang ditemukan

COPING STRES IBU MENYUSUI EKSKLUSIF YANG BEKERJA DI JAKARTA (Dalam Pendekatan Kualitatif Deskriptif) Skripsi Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Psikologi Program Studi Psikologi

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "COPING STRES IBU MENYUSUI EKSKLUSIF YANG BEKERJA DI JAKARTA (Dalam Pendekatan Kualitatif Deskriptif) Skripsi Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Psikologi Program Studi Psikologi"

Copied!
196
0
0

Teks penuh

(1)

COPING STRES IBU MENYUSUI EKSKLUSIF YANG BEKERJA DI

JAKARTA

(Dalam Pendekatan Kualitatif Deskriptif)

Skripsi

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat

Memperoleh Gelar Sarjana Psikologi

Program Studi Psikologi

Oleh:

Vicke Vira Disainta

NIM

: 089114031

PROGRAM STUDI PSIKOLOGI JURUSAN PSIKOLOGI

FAKULTAS PSIKOLOGI

UNIVERSITAS SANATA DHARMA

YOGYAKARTA

2012

(2)
(3)
(4)

iv

HALAMAN MOTTO DAN PERSEMBAHAN

“Loser make promises they often break, winners make commitments they always

keep.” Anonim

-“Demikianlah hendaknya terangmu bercahaya di depan orang, supaya mereka melihat

perbuatanmu yang baik dan memuliakan Bapamu yang di sorga.” Matius 5:16

-Untuk semua orang yang tidak pernah berhenti mendukung dan mendoakanku,

- Bapak dan mama

- Eyang ‘nti, Eyang ‘kung, Opung ewe, dan Opung doli.

- Ara, Vinka, Dyca, Laras, Lala, semua adik dan kakakku.

- Bu ‘ncis (Tempo), Om Dedy, Om Edu, Tata, Ma’ tua, Pa’ tua, semua keluargaku

- Om Donal, Tante Widy, Razan, Didan.

- Semua ‘kakak’, ‘adik’, dan sahabatku.

(5)
(6)

vi

STRESS COPING OF EXCLUSIVE BREASTFEEDING MOTHERS WHO WORK IN JAKARTA

A Descriptive Qualitative Approach

Vicke Vira Disainta

ABSTRACT

The purpose of this study is to describe stress coping in exclusive breastfeeding mothers who works in Jakarta. This topic is worth studied because the low prevalence of breastfeeding practices in Indonesia. Indonesian demographical health survey found out only 32.3% mothers who gave exclusive breastfeeding to their babies in 2007. This finding draws concern considering many studies conducted before found out babies given formulated milk are susceptible to illnesses. From many factors causing mothers not giving exclusive breastfeeding to their babies, it was known that one factor mothers do not give exclusive breastfeeding to their babies is mother working. It is because of stress experienced by working mothers may disrupt breastfeeding process and production. This study conducted to four working mothers in Jakarta who successfully breastfeed exclusively using descriptive qualitative method. According to data analysis, it is known that breastfeeding mothers who work in Jakarta are capable to show 8 forms of stress coping by 2 classifications of coping strategies appeared as effort to face stressors. The forms of stress coping are 4 forms of problem-focused coping such as active coping, planning, suppression of competing, and seeking social support for instrumental action; and 4 forms of emotion-focused coping such as coping positive reinterpretation and growth, acceptance, turning to religion, and seeking social support for emotional reason.

(7)

vii

COPING STRES IBU MENYUSUI EKSKLUSIF YANG BEKERJA DI JAKARTA

Dalam Pendekatan Kualitatif Deskriptif

Vicke Vira Disainta

ABSTRAK

Penelitian ini dilakukan dengan tujuan memberi gambaran coping stres ibu menyusui eksklusif yang bekerja di Jakarta. Hal ini menarik untuk diteliti karena diketahui bahwa praktek menyusui di Indonesia prevalensinya terbilang rendah. Survey demografi kesehatan Indonesia menyebutkan hanya 32,3% ibu yang memberikan ASI eksklusif pada bayinya di tahun 2007. Hal ini sangat memprihatinkan mengingat banyak penelitian yang telah dilakukan sebelumnya, menemukan bahwa bayi yang diberikan susu formula rentan terserang penyakit. Dari banyak faktor yang menyebabkan seorang ibu tidak memberikan ASI eksklusif kepada bayinya, diketahui bahwa salah satu penyebab utama ibu tidak memberikan ASI eksklusif adalah ibu bekerja. Hal ini dikarenakan stres yang dialami oleh ibu bekerja itu sendiri dapat mengganggu proses dan produksi ASI. Penelitian ini dilakukan kepada 4 orang ibu bekerja di Jakarta yang telah berhasil menyusui eksklusif dengan menggunakan metode kualitatif deskriptif. Dari hasil analisis data diketahui bahwa ibu menyusui yang bekerja di Jakarta mampu memunculkan 8 bentuk coping stres berdasarkan 2 klasifikasi strategi coping yang muncul sebagai usaha untuk menghadapi stressor. Bentuk coping stres tersebut di antaranya adalah 4 bentuk coping yang berfokus pada masalah seperti, active coping, planning, suppression of competing, dan seeking social support for instrumental action serta 4 bentuk coping yang berfokus pada emosi seperti, coping positive reinterpretation and growth, acceptance, turning to religion, dan seeking social support for emotional reason.

(8)
(9)

ix

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas

bimbingan dan rahmat-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian

Coping Stres Ibu Menyusui Eksklusif yang Bekerja di Jakarta (Dalam Pendekatan Kualitatif Deskriptif).Adapun penulisan ini dimaksudkan untuk memenuhi syarat dalam mendapatkan gelar sarjana psikologi. Pada kesempatan ini penulis hendak

menyampaikan banyak terimakasih kepada pihak-pihak yang telah banyak

membantu penulis,

1. Ibu Dr. Christina Siwi Handayani selaku dosen pembimbing akademik

dan dekan saya. Terimakasih bu tidak pernah bosan mengingatkan saya

untuk segera lulus setiap awal semester. Terimakasih juga sudah

menularkan semangat yang luar biasa.

2. Ibu Dr.Tjipto Susana, M.Si selaku dosen matakuliah seminar saya, atas

kritik dan masukkannya yang membangun.

3. Ibu Sylvia CMYM, M.Si atas bimbingannya selama saya mengerjakan

skripsi, dan untuk segala kesempatan yang pernah diberikan.

4. Ibu A. Tanti Arini, M.Si dan Bapak C.Siswa Widyatmoko, M.Psi selaku

dosen penguji yang telah memberikan saran dan pengetahuan baru bagi

saya untuk menjadikan skripsi ini semakin baik.

5. Semua dosen di fakultas psikologi, terutama yang pernah mengajar saya.

Terimakasih untuk ilmu yang sudah diberikan dengan rela hati dan

(10)

x

6. Seluruh pengurus dan anggota AIMI (Asosiasi Ibu Menyusui Indonesia)

untuk inspirasi, pengetahuan, dan bantuan-bantuan dalam pencarian

subjek. Terutama untuk mbak Sari yang sejak awal membantu saya dan

menerima niat saya bekerjasama dengan sangat baik. Serta semua yang

telah bersedia menjadi subjek dan berbagi kepada saya.

7. Bapak Anton dan Mama Eva untuk semua dukungan dan doa nya, untuk

cinta dan kasih yang luar biasa. Terimakasih buat kesempatan yang tidak

pernah habis mama bapak kasih buat Vicke. You’re the best!!! I love you

mom dad…

8. Eyang ‘nti, Eyang ‘kung, Opung Doli, dan Opung Ewe, makasih doa dan

semangatnya. Makasih untuk kesabarannya menunggu dan kesempatan

membuktikan diri hingga semua ini selesai juga.

9. Bu’ncis (Tempo) sebagai sumber inspirasiku, ibuku selama di Jogja.

Makasih buat segala kesempatan mengembangkan dirinya bu... Om Dedy

makasih buat dukungan dan doanya, Om Du dan Tata buat semua

semangat dan doanya.

10. Ara dan Vinka buat celetuk-celetukkannya, isengnya yang selalu buat

kangen rumah. Buat semangat dan doanya. Makasih ya adik-adikku yang

manis…

11. Om Donal, Tante Widy, Razan, dan Didan yang selalu mendoakan dan

menyemangati. Makasih ya…

12. Mas Dian Wibowo alias mas Aconk, makasih buat kehadirannya yang

(11)

xi

skripsi ini selesai juga. Makasih buat 3 modal utamanya. I will always

remember!!!

13. Teman-teman seperjuanganku, Nopai (mamak), Rina (bundo), Henri

(Om), Cynthia, Dila, Stanley, Anna, Ayu, Dewi, Dessy, Koko Ed, Cece,

Fanny, Puji, dan Tiwai. Ingat saat-saat kita galau bersama atau saat-saat

saling menguatkan, menyemangati, saat-saat konyol kita. Makasih

teman-teman ayo lanjutkan perjuangan kalian…

14. Dicky, Christy, Mbak Putri, Mas Pandji, Fany, Nani, Ko Sam, Cha2,

Tiok, Wi Badut, dll. Makasih ya buat semangatnya, bantuannya di

saat-saat tak terduga. Makasih teman…

15. Anak-anak Oel yang selalu gak berhenti menyemangati dan

mengingatkanku untuk pulang ke BSD. Tania, Zai-zai, Lelen, Js, Opa,

Tsu-tsu, Tin-tin, Merlin, Ta-ta, Raden, dan Angga. Makasih-makasih…

special buat zai-zai makasih untuk kesetiaannya menunggu di garis finish.

16. Semua pihak yang tidak mungkin disebutkan satu persatu. Terimakasih

banyak.

Akhir kata, penulis hendak menyampaikan permintaan maaf sebesar-besarnya

apabila dalam penulisan skripsi ini penulis melakukan kesalahan baik yang

disengaja maupun tidak. Penulis berharap skripsi ini dapat berguna untuk

siapapun yang membacanya.

(12)

xii

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL..………...….…...…………. i

HALAMAN PERSETUJUAN DOSEN PEMBIMBING…...…………. ii

HALAMAN PENGESAHAN………...….. iii

HALAMAN MOTTO DAN PERSEMBAHAN…….……….. iv

HALAMAN PERNYATAAN KEASLIAN KARYA………..……..v

ABSTRACT………...…….. vi

ABSTRAK……….…….. vii

HALAMAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH.…….. viii

KATA PENGANTAR………...…….. ix

DAFTAR ISI……….…….. xii

DAFTAR TABEL……….…….. xvi

DAFTAR GAMBAR……….. xvii

DAFTAR LAMPIRAN……….…….. xviii

BAB I PENDAHULUAN……….…….. 1

A. Latar Belakang……….…….. 1

B. Rumusan Masalah………...….. 7

C. Tujuan Penelitian……….……….. 7

D. Manfaat Penelitian………...……... 7

1. Manfaat Teoritis……….. 7

2. Manfaat Praktis……….. 7

a. Bagi Konselor ASI dan Petugas Kesehatan…………. 7

(13)

xiii

c. Bagi Pemerintah dan Perusahaan……… 8

BAB II TINJAUAN PUSTAKA……….. 9

A. Coping Stres……….. 9

1. Stres………..…….. 9

2. Aspek Fisiologis dari Stres……….……... 10

3. Pengertian Coping Stres………... 11

4. Tipe Strategi Coping………... 11

B. ASI Eksklusif…….………...……... 15

1. Pengertian Menyusui Eksklusif………...……... 15

2. Manfaat Pemberian ASI Eksklusif………... 16

a. Bagi Bayi………. 16

b. Bagi Ibu………... 17

3. Gambaran Pemberian ASI di Indonesia………... 18

4. Gambaran Pemberian ASI di Luar Negeri……….. 20

5. Faktor yang Mempengaruhi Pemberian ASI……….. 21

C. Stres dan Tubuh……….. 23

1. Mekanisme Tubuh Saat Stres………...…….. 23

2. Hubungan Stres dengan Terganggunya Praktek Pemberian ASI Eksklusif……….…….. 23

BAB III METODE PENELITIAN……….. 26

A. Metode Penelitian Kualitatif……….. 26

B. Responden Penelitian………..….. 26

(14)

xiv

1. Stres………..…….. 27

2. Coping Stres……….…….. 28

3. Pengertian Menyusui Eksklusif………. 30

D. Teknik Pengambilan Data.………..…….. 30

E. Kredibilitas Penelitian………..…….. 31

F. Metode Analisis Data………...…….. 33

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN……….. 35

A. Proses Pengambilan Data………..………..…….. 35

1. Pelaksanaan……….….…….. 35

2. Data Subjek…….………... 36

B. Analisis Hasil………..……... 37

1. Bentuk Coping Stres Subjek 1………. 37

a. Problem Focused Coping………. 38

2. Bentuk Coping Stres Subjek 2………. 41

a. Problem Focused Coping………. 41

b. Emotional Focused Coping... 45

3. Bentuk Coping Stres Subjek 3………. 47

a. Problem Focused Coping………. 48

b. Emotional Focused Coping……….. 50

4. Bentuk Coping Stres Subjek 4………. 52

a. Problem Focused Coping………. 52

b. Emotional Focused Coping……….. 54

(15)

xv

C.Pembahasan………...…... 58

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN..……….………65

A. Kesimpulan……….. 65

B. Saran………..….. 66

a. Bagi Pemerintah Pusat dan Daerah……… 66

b. Bagi Pihak Perusahaan……… 66

c. Bagi Peneliti Selanjutnya………. 66

DAFTAR PUSTAKA….….………..…….. 68

(16)

xvi

DAFTAR TABEL

Tabel 3.1 Daftar Pelaksanaan Konfirmasi Data Subjek………... 32

Tabel 4.1 Daftar Pelaksanaan Wawancara Langsung dengan Subjek... 36

Tabel 4.2 Data Subjek………..……..37

Tabel 4.3 Gambaran Coping Stres Ibu Menyusui Eksklusif yang

(17)

xvii

DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 Skema Pola Stres Ibu Bekerja yang Menyusui

Eksklusif…………...………. 25

(18)

xviii

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1. Panduan Pertanyaan Wawancara……….…...… 72

Lampiran 2. Indikator Kriteria Subjek…………..………...…….... 74

Lampiran 3. Data Verbatim Wawancara Subjek 1………...……... 76

Lampiran 4. Data Verbatim Wawancara Subjek 2………...……... 99

Lampiran 5. Data Verbatim Wawancara Subjek 3………...……... 125

(19)

1

BAB 1

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Praktek pemberian ASI eksklusif prevalensinya terbilang rendah di

Indonesia. Survey demografi kesehatan Indonesia tahun 2007 menyebutkan

hanya 32,3% ibu yang memberikan ASI eksklusif kepada bayinya (Marnoto,

2010). Dalam hal ini, yang dimaksud dengan pemberian ASI eksklusif adalah

memberikan hanya ASI tanpa makanan dan minuman lain kepada bayi sejak

lahir sampai berusia 6 bulan kecuali obat dan vitamin (Roesli, 2000).

Kenyataan bahwa banyak bayi di Indonesia yang tidak mendapatkan ASI

eksklusif sangatlah memprihatinkan. Hal ini dikarenakan bayi yang diberikan

susu formula sangat rentan terserang penyakit.

Berdasarkan penelitian Dewey, Beudry dan Krammer (dalam Roesli,

2008) diketahui bahwa susu formula dapat menyebabkan bayi menjadi mudah

muntah-mencret dan mencret menahun. Bayi yang diberikan susu formula

juga mengalami penyakit infeksi saluran pernapasan tiga kali lebih parah dan

memerlukan rawat inap dibandingkan dengan bayi yang diberi ASI eksklusif

(Bachrach, Schwarz & Bacharch, 2003 dalam Roesli 2008). Selain itu, Dr.

Widodo Judarwanto SpA, melakukan penelitian berdasarkan uji laboratorium

kandungan susu formula terhadap potensi alergi yang dapat terjadi pada

(20)

formula dapat berpotensi menyebabkan alergi pada anak-anak yang rentan

terhadap zat tertentu, terutama pada usia bayi (Judarwanto, 2009).

Amstrong J, dkk (dalam Roesli,2008) menyimpulkan dalam

penelitiannya bahwa pemberian susu formula berhubungan dengan

peningkatan risiko obesitas pada anak-anak. Susu formula juga dapat

meningkatkan risiko penyakit jantung dan pembuluh darah (Singhal, Cole,

Lucas, 2001). Sebuah lembaga penelitian yang memiliki fokus terhadap

anak-anak dan kanker, UK Childhood Cancer Investigation menemukan bahwa terdapat risiko kanker pada anak yang diberi susu formula (Roesli, 2008).

Selain itu, baru-baru ini Institut Pertanian Bogor melakukan penelitian

terhadap kandungan susu formula di Indonesia. Hasilnya, 74 kemasan

makanan bayi, 10 di antaranya (13.5%) ditemukan mengandung Enterobacter sakazakii. Bakteri ini merupakan jenis bakteri patogen yang dalam 20 tahun terakhir ini dilaporkan menyebabkan beberapa kasus kematian serta penyakit

pada bayi-bayi yang lahir prematur (Meutia, 2008).

Ada berbagai hambatan yang menyebabkan para ibu tidak memberikan

ASI eksklusif kepada bayinya. Penelitian mengenai pemberian ASI eksklusif

dan faktor-faktor yang mempengaruhinya oleh Muhamad Arifin Siregar pada

tahun 2004 menyebutkan salah satu penyebab utama ibu tidak memberikan

ASI eksklusif kepada bayinya adalah ibu bekerja (Siregar, 2004).

Meningkatnya tenaga kerja perempuan menjadi salah satu kendala dalam

mensukseskan program ASI eksklusif. Survey Demografi Kesehatan

(21)

Indonesia adalah wanita sedangkan pada tahun 2002 hanya 39,5%. Dalam

penelitian yang dilakukan oleh Sri Rejeki tahun 2008 mengenai Pengalaman

Menyusui Eksklusif Ibu Bekerja di Wilayah Kendal Jawa Tengah, telah

didapatkan banyak faktor yang menyebabkan ibu bekerja terhambat dalam

memberikan ASI eksklusif. Salah satunya adalah stres yang dialami ibu

bekerja itu sendiri, menjadi hambatan dalam memberikan ASI eksklusif bagi

anaknya (Rejeki,2008).

Sebelumnya, peneliti telah melakukan wawancara awal pada bulan

November 2011 dan awal Maret 2012 melalui pertanyaan singkat yang

dikirim melalui e-mailuntuk mendapatkan gambaran dari dua orang ibu yang telah berhasil menyusui eksklusif sambil bekerja. Peneliti bertanya mengenai

pengalaman menyusui mereka dan hambatan apa yang menyebabkan mereka

merasa tidak nyaman dan bahkan mungkin tertekan selama praktek menyusui

eksklusif sambil bekerja. Mereka semua menjawab, selain jarak tempuh yang

begitu jauh stres terjadi akibat tekanan dan tidak adanya dukungan dari

lingkungan kerja untuk tetap memberikan ASI.

Sebagai contoh tidak adanya ruangan untuk memerah ASI membuat

ibu-ibu tersebut harus rela memerah ASI-nya di tempat yang kurang nyaman.

Hal lainnya adanya gangguan-gangguan selama memerah seperti rekan kerja

yang penasaran dan rekan kerja pria yang ingin mengintip membuat ibu

merasa malu dan risih. Tidak adanya dukungan dari teman sesama ibu yang

memiliki anak seusia anaknya juga menambah rasa tertekan ibu-ibu yang

(22)

dukungan dari manajemen tempatnya bekerja yang berpendapat pekerjaan

lebih penting daripada memberikan ASI eksklusif yang bagi mereka dapat

diganti dengan susu formula. Ada pula masalah dari lingkungan interen

keluarga seperti tanggapan negatif dari mertua yang masih beranggapan

bahwa ASI adalah darah dan jika diperah akan basi juga membuat ibu-ibu ini

merasa mendapat tekanan lagi. Ibu-ibu ini tetap memberikan ASI eksklusif

karena sadar betul akan kebaikan ASI yang tidak tergantikan oleh nutrisi

apapun. Selain itu, terdapat keinginan untuk memiliki ikatan dan kelekatan

dengan anaknya yang mereka yakini bisa terbentuk melalui proses menyusui.

Mereka juga meyakini bahwa memberikan ASI eksklusif merupakan hak

anak-anak mereka yang harus mereka penuhi.

Berdasarkan peraturan pemerintah nomor 33 tahun 2012. Tentang

pemberian ASI eksklusif. Hak ibu menyusui dan anak untuk mendapatkan

ASI eksklusif sebetulnya dilindungi oleh negara meskipun dalam

pelaksanaannya, peraturan tersebut belum didukung oleh petunjuk

pelaksanaan yang jelas serta sanksi yang tegas bagi siapa saja yang

melanggarnya, sehingga banyak tempat bekerja tidak membuat regulasi

khusus yang mendukung praktek pemberian ASI eksklusif.

(http://www.depkes.go.id/downloads/PP%20ASI.pdf, diakses tanggal 4 April

2012, 13.15 WIB.) Hal ini menyebabkan semakin lemahnya perlindungan

bagi ibu menyusui ekskusif yang bekerja.

Stres dapat menghambat refleks hormon oksitosin. Hormon oksitosin

(23)

dihambat oleh katekolamin yang diproduksi jika ibu stres. Jika hormon

oksitosin terhambat maka ASI yang keluar pun ikut terhambat. Kondisi

seperti ini jika terus berlangsung, dapat menghambat pengosongan payudara,

sehingga lama kelamaan produksi ASI pun akan berkurang dan semakin

lama, bisa menghentikan ASI. Pengosongan payudara merupakan

perangsangan diproduksinya ASI kembali. Maka, jika ASI semakin sering

dikeluarkan atau payudara semakin sering dikosongkan, ASI akan terus

diproduksi dan begitu pula sebaliknya (Lawrence, 2005).

Hambatan dalam praktek pemberian ASI eksklusif yang disebabkan

oleh stres menyusui yang terjadi akibat tekanan dan tidak adanya dukungan

dari lingkungan kerjanya untuk tetap memberikan ASI eksklusif bagi bayinya

pada ibu bekerja membuat peneliti tertarik untuk melihat keberhasilan para

ibu yang bekerja di kota besar seperti Jakarta dalam memberikan ASI

eksklusif kepada anaknya. Melalui penelitian ini, diharapkan dapat terlihat

bagaimana ibu yang bekerja di kota besar seperti Jakarta dapat menenangkan

dirinya dan dapat tetap memberikan ASI eksklusif pada anaknya tanpa

masalah kekurangan produksi ASI.

Jakarta dipilih untuk menjadi lokasi penelitian karena merupakan ibu

kota dan dapat dikatakan sebagai kota besar. Populasi penduduk yang cukup

padat, persaingan pekerjaan yang sangat ketat, tuntutan perekonomian yang

sangat tinggi, serta tekanan pekerjaaan yang sangat berat di Jakarta dapat

memunculkan stres dan kesibukkan kerja yang cukup berat bagi ibu-ibu

(24)

seperti kemacetan dan jarak, tetapi kedua hal tersebut tidak dimasukkan

sebagai salah satu alasan pemilihan lokasi penelitian. Hal ini dikarenakan

adanya fasilitas seperti jasa kurir ASI di Jakarta yang sudah mulai marak dan

dapat memudahkan ibu untuk mengirimkan ASI kepada anaknya.

Banyaknya informasi dari internet, buku, dan majalah serta dari media

lainnya juga turut serta memudahkan ibu menyusui untuk mendapatkan

pengetahuan mengenai cara memompa dan menyimpan ASI. Hal ini

menyebabkan ibu bekerja tidak lagi kesulitan untuk mendistribusikan ASI

nya sendiri dengan mengetahui cara memompa dan menyimpan ASI yang

benar. Hal-hal tersebut membuat kemacetan dan jarak tidak lagi menjadi

masalah yang dapat menambah stres ibu menyusui dewasa ini.

Penelitian berdasarkan keberhasilan ibu-ibu bekerja mengatasi stres

menyusui yang terjadi akibat stres harus menyusui eksklusif sambil tetap

bekerja di kantor dengan minimnya dukungan dari lingkungan perusahaan

ataupun lingkungan keluarga, dapat menjadi pembuktian ilmiah bagi banyak

ibu bekerja lainnya terutama pada mereka yang bekerja di luar rumah dan

bukan usaha milik sendiri bahwa masalah stres menyusui pada ibu bekerja

masih dapat diatasi dengan cara yang tepat, sehingga tidak ibu bekerja dapat

tetap memberikan ASI eksklusif bagi anaknya. Pada ibu yang bekerja di luar

rumah dan bukan bisnis milik sendiri, tentunya terikat dengan sistem yang

ada pada tempat mereka bekerja dan hal tersebut dapat menjadi tantangan

tersendiri dalam memberikan ASI eksklusif. Peneliti memilih Ibu bekerja dari

(25)

eksklusif karena kesadaran akan manfaat ASI bukan karena faktor lain seperti

ketidaksanggupan membeli susu formula. Selain itu, gambaran coping stres pada ibu bekerja ini dapat juga menjadi masukan bagi para ibu bekerja

lainnya dalam praktek pemberian ASI eksklusif dan dasar dukungan terhadap

perlindungan bagi ibu bekerja yang menyusui agar dibuatkan regulasi khusus,

serta fasilitas pendukung menyusui di tempatnya bekerja.

B. RUMUSAN MASALAH

Bagaimana gambaran copingstres ibu menyusui eksklusif yang bekerja di Jakarta?

C. TUJUAN PENELITIAN

Melihat gambaran coping stres ibu menyusui eksklusif yang bekerja di

Jakarta.

D. MANFAAT PENELITIAN

1. Manfaat Teoritis

Penelitian ini diharapkan memberikan informasi dan pengetahuan di

bidang psikologi, terutama psikologi klinis dan kesehatan karena nantinya

akan diketahui gambaran coping stres ibu menyusui yang bekerja di Jakarta.

2. Manfaat Praktis

(26)

Penelitian ini dapat digunakan sebagai masukan bagi petugas

kesehatan dan konselor ASI dalam upaya membantu ibu yang menyusui

atau akan menyusui eksklusif dalam mengatasi stres-nya.

b. Bagi Ibu Menyusui

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi ilmiah

mengenai strategi coping stres yang baik bagi ibu bekerja yang akan

menyusui eksklusif, sehingga prevalensi pemberian ASI eksklusif di

Indonesia dapat meningkat.

c. Bagi Pemerintah dan Perusahaan

Penelitian ini diharapkan dapat menjadi acuan dalam

memperjuangkan regulasi yang jelas, serta fasilitas pendukung

(27)

9

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. COPING STRES

1. Stres

Hans Seyle mengungkapkan bahwa stres adalah suatu bentuk respon

tubuh yang tidak spesifik terhadap segala tuntutan yang dialami dan

diterima seseorang (Landy dan Conte, 2004). Pengertian stres yang

dikemukakan oleh Hans Seyle (dalam Landy dan Conte, 2004)

digolongkan dalam pengertian stres sebagai respon. Dalam pendekatan ini,

seseorang dapat mengalami stres atau tidak dipengaruhi oleh bagaimana ia

bereaksi terhadap stimulus (Cooper, 2001). Suatu keadaan dapat direspon

secara berbeda oleh individu, sehingga dalam pengertian ini, perbedaan

dan keunikan individu mulai diperhatikan sebagai salah satu faktor yang

memperngaruhi terjadinya stres pada seseorang (Ogden, 2007).

Lazarus (dalam Ogden, 2007) mengungkapkan stres tidak dapat hanya

dipandang sebagai stimulus atau respon saja. Stres adalah pola transaksi

manusia dengan lingkungan yang terjadi terus menerus.

Sumber atau penyebab terjadinya stress dinamakan stressor. Individu

merasa stres tergantung bagaimana ia menginterpretasi suatu situasi yang

dihadapinya (Lazarus dalam Nairne, 2003). Stres merupakan hal yang

bersifat subjektif atau tergantung pada cara individu memahami dan

(28)

tersebut, maka dapat disimpulkan bahwa stres adalah terganggunya

keseimbangan antara kondisi biologis, psikologis serta sosial akibat suatu

kejadian tertentu yang menyebabkan reaksi yang tidak menyenangkan

dalam diri individu.

2. Aspek Fisiologis dari Stres

Seyle (dalam Wade & Tavris, 2009) menggambarkan respon tubuh

terhadap segala jenis stresor eksternal sebagai general adaptation syndrome, tahapan rangkaian tersebut adalah sebagai berikut:

a. Fase alarm (the alarm phase)

Fase saat tubuh menggerakkan sistem saraf simpatetik untuk

menghadapi ancaman langsung. Walter Cannon (1929, dalam Wade &

Tavris, 2009) menggambarkan perubahan-perubahan ini sebagai respon

“flight or flight”(melawan atau melarikan diri). b. Fase penolakan (the resistance phase)

Saat tubuh berusaha menolak atau mengatasi stresor yang tidak

dapat dihindari. Pada fase ini, respon fisiologis yang terjadi pada fase

alarm terus berlangsung, sehingga tubuh rentan terhadap stresor-stresor

lain.

c. Fase kelelahan (the exhaustion phase)

Saat stres yang berkelanjutan menguras energi tubuh,

meningkatkan kerentanan terhadap masalah fisik dan akhirnya dapat

(29)

3. Pengertian Coping Stres

Coping stres menurut Lazarus dan Launier tahun 1978 adalah

proses pengelolaan stressor yang dinilai melelahkan atau melebihi sumber

daya seseorang sebagai upaya untuk mengelola tuntutan lingkungan dan

internal (Lazarus & Launier, 1978 dalam Ogden, 2007). Dalam konteks

terhadap stress, coping menggambarkan cara individu berinteraksi dengan

stressor. Folkman, dkk (dalam Lyons & Chamberlain, 2006)

mendefinisikan coping stres sebagai upaya yang melibatkan kognitif dan

perilaku seseorang untuk mengelola tuntutan internal dan eksternal dari

situasi yang melelahkan atau melebihi sumber daya orang tersebut.

Stres bisa diikuti dengan ketegangan fisik maupun psikologis.

Ketegangan ini menyebabkan perasaan tidak nyaman. Situasi seperti ini

menyebabkan individu melakukan sesuatu untuk meredakan stres-nya.

Tindakan yang dilakukannya ini disebut dengan coping (Sarafino, 2006).

4. Tipe Strategi Coping

Lazarus dan Folkman (dalam Lyons & Chamberlain, 2006) membagi

dua cara strategi coping, yaitu coping yang berfokus pada masalah

(problem focused coping) dan coping yang berfokus pada emosi (emotional focused coping). Pada coping yang berfokus pada masalah seseorang biasanya berusaha untuk menekan atau mengurangi kondisi

(30)

untuk menyelesaikan permasalahan. Pada coping yang berfokus pada

emosi, seseorang biasanya menghindari suatu hal yang menyebabkan

masalah dalam dirinya, sehingga ia tidak menyelesaikan masalah

melainkan hanya menghindari masalah.

Carver, Weintraub & Scheier (1989) mengklasifikasikan strategi

coping tersebut menjadi seperti di bawah ini:

a. Coping yang Berfokus pada Masalah (Problem Focused Coping): 1) Active coping : Pengambilan langkah aktif untuk menghilangkan

tekanan, menghindari tekanan dan memperbaiki dampaknya.

2) Planning : Membuat rencana bagaimana mengatasi tekanan, memikirkan tindakan.

3) Suppression of competing : Berkonsentrasi penuh pada usaha yang lebih mendekati pemecahan masalah, mengesampingkan hal-hal

yang dianggap tidak perlu.

4) Restraint coping : Menahan diri dalam melakukan respon (tindakan) sampai ada waktu yang dirasa tepat.

5) Seeking social support for instrumental action : Upaya mencari dukungan sosial (dari orang lain), berupa bimbingan, nasehat, dan

informasi.

b. Coping yang Berfokus pada Emosi (Emotional Focused Coping).

1. Positive reinterpretation and growth : Memandang ulang masalah secara positif dan mencari manfaat positif dari masalah yang

(31)

2. Acceptance : Menerima stressor, dalam arti mengakomodasinya, karena mungkin keadaan permasalahan tersebut sulit diubah.

3. Denial : Menyangkal realita agar tidak terlalu menyakiti perasaan (menjaga agar emosi stabil).

4. Behavioral disengagement : Agak menyerah (dalam hal tindakan) dalam melakukan suatu usaha mengatasi permasalahan.

5. Mental disengagement : Agak menyerah (secara mental), bahkan menggunakan aktivitas alternatif untuk melupakan masalah.

6. Turning to religion: Kembali pada ajaran agama untuk mendapatkan kekuatan dan pikiran positif.

7. Focus on and venting emotion: Memfokuskan pada segala sesuatu yang menyedihkan dan mengekspresikan perasaan tersebut.

8. Seeking social support for emotional reason : Mencari dukungan sosial, untuk membantu emosi kita, misalnya mencari

rasa simpati, pengertian, dan dukungan moral.

Wade & Tavris (2009) memberikan beberapa cara-cara sukses

mengatasi stres yang dibagi kedalam beberapa kategori sebagai berikut,

a. Strategi fisik.

Cara yang paling sederhana dalam mengatasi tekanan fisiologis

dari stress adalah dengan menenangkan diri dan mengurangi

rangsangan fisik tubuh melalui meditasi atau relaksasi. Cara efektif lain

adalah dengan pemijatan sehingga tubuh dapat menjadi lebih tenang.

(32)

olahraga juga dapat mengurangi stres. Semakin sering orang

berolahraga, maka kecemasan, depresi, dan sensitivitas mereka

berkurang.

b. Strategi yang berorientasi terhadap masalah.

Pada strategi yang berorientasi terhadap masalah, terdapat emotion-focused coping yang berfokus pada emosi yang muncul akibat dari masalah yang dihadapi baik marah, cemas, atau duka cita. Pada coping

yang berfokus pada emosi seseorang tidak memfokuskan diri untuk

menyelesaikan masalah, namun hanya melampiaskan emosi yang

disebabkan oleh masalah. Selain itu ada problem-focused coping. Pada strategi coping yang berfokus pada masalah, seseorang berusaha untuk tahu cara mengatasi permasalahannya dan melakukan suatu hal untuk

mengatasi masalahnya tersebut.

c. Strategi kognitif.

Saat kita tidak dapat menyelesaikan suatu masalah, kita dapat

mengubah cara pikir mengenai masalah tersebut.

1) Menilai atau meninjau kembali situasinya (reappraisal). Masalah dapat diubah menjadi tantangan dan kehilangan dapat diubah

menjadi keuntungan yang tidak terduga.

2) Belajar dari pengalaman.

3) Membuat perbandingan sosial. Pada situasi sulit, orang yang sukses

bertahan seringkali membandingkan kondisi mereka dengan orang

(33)

d. Strategi sosial.

Dukungan sosial juga dapat menjadi strategi coping stres bagi diri

kita. Dukungan sosial dapat kita dapatkan dengan mengandalkan teman

dan keluarga, menemukan kelompok dukungan, dan membantu orang

lain. Dukungan sosial meningkatkan kesehatan sebagian karena kita

memililki locus of control internal dan perasaan optimisme.

B. ASI EKSKLUSIF

1. Pengertian Menyusui Eksklusif

Pemberian ASI eksklusif adalah memberikan hanya ASI tanpa

makanan dan minuman lain kepada bayi sejak lahir sampai berusia 6

bulan kecuali obat dan vitamin (Roesli, 2000). Bayi dianjurkan diberi

ASI eksklusif selama 6 bulan pertama kehidupannya. Kemudian,

setelah 6 bulan, dilanjutkan dengan didampingi makanan pendamping

ASI selama dua tahun. Makanan padat, dapat diperkenalkan pada bayi

pada usia 6 bulan untuk melengkapi nutrisi ASI (Hegar, 2010).

Badan kesehatan dunia (WHO) (dalam Trihono, Suradi, Oswari,

dan Hendarto, 2011) menganjurkan ASI eksklusif sejak bayi lahir

sampai usia 6 bulan dan untuk selanjutnya, bayi tetap diberi ASI beserta

(34)

2. Manfaat Pemberian ASI Eksklusif

Dalam artikel ilmiah berdasarkan review yang dilakukan Hegar terhadap penelitian yang dilakukan oleh Department of Nutrition for Health and Development dan Department of Child and Adolescent Health and DevelopmentWHO pada tahun 2002, serta penelitian yang dilakukan oleh Carfoot, Williamson, dan Dickson tahun 2005, dan juga

penelitian yang dilakukan oleh Kostrya dan Mazur pada tahun 2002

membuktikan bahwa ada banyak manfaat yang ditemukan dalam

praktek pemberian ASI eksklusif (Hegar, 2010). Manfaat tersebut

antara lain:

a. Bagi Bayi

1. Perlindungan kesehatan bayi.

Menyusui eksklusif selama 6 bulan terbukti memberikan

risiko yang lebih kecil terhadap berbagai penyakit infeksi dan

penyakit lainnya di kemudian hari.

2. Kesehatan saluran cerna.

Keuntungan lainnya adalah ASI lebih mudah dicerna

daripada susu formula, sehingga saluran cerna dapat melakukan

kerjanya secara optimal. Selain itu, ASI keluar langsung dari

payudara, sehingga kemungkinan tercemarnya pun menjadi lebih

kecil ketimbang susu formula.

(35)

Berdasarkan kajian ilmiah, ditemukan bahwa ASI

berpengaruh terhadap perkembangan intelektual anak.

4. Rasa aman, nyaman, dan hangat selama menyusui.

Bayi menikmati rasa aman, nyaman, hangat, serta

keberadaan ibunya selama menyusu. Khususnya bila terjadi

‘kontak kulit-dengan-kulit’ selama menyusu.

b. Bagi Ibu

1. Praktis dan Ekonomis.

Pemberian ASI tidak perlu melalui proses penyajian dan

pensterilan alat makan seperti dot bayi sehingga menjadi lebih

praktis. Selain iu, ASI diproduksi oleh tubuh ibu sehingga lebih

ekonomis.

2. Meningkatkan kadar antibodi dalam darah ibu.

Menyusui dapat membuat antibodi yang ada dalam darah

ibu secara otomatis akan bertambah, sehingga ibu tidak mudah

terpapar penyakit dan jika ibu terkena penyakit, tubuh ibu akan

memproduksi antibodi untuk dirinya sendiri dan juga untuk

anaknya melalui ASI.

3. Menunda kehamilan.

Menyusui dapat berperan sebagai alat kontrasepsi alami.

Selama menyusui, ovulasi akan tertekan, sehingga kemungkinan

(36)

3. Gambaran Pemberian ASI di Indonesia.

Berdasarkan peraturan pemerintah nomor 33 tahun 2012. Tentang

pemberian ASI eksklusif. Hak ibu menyusui dan anak untuk mendapatkan

ASI eksklusif sebetulnya dilindungi oleh negara meskipun dalam

pelaksanaannya, peraturan tersebut belum tersosialisasikan dengan baik

dan tidak didukung dengan sanksi yang kuat bagi siapa saja yang

melanggarnya. Berikut adalah uraian peraturan pemerintah dalam tentang

permberian ASI eksklusif.

a. Inisiasi Menyusui Dini

Dalam Pasal 9, pada ayat 1 dikatakan bahwa tenaga kesehatan dan

penyelenggara fasilitas pelayanan wajib melakukan inisiasi menyusui

dini. Pada bayi yang baru lahir selama 1 jam. Pada ayat 2 juga

dijelaskan bagaimana cara melakukan inisiasi dini sesuai standarat yang

benar.

b. Rawat Gabung

Pada pasal 10, ayat 1 dan 2 dikatakan bahwa penyelenggara

fasilitas kesehatan wajib menempatkan ibu dan bayi dalam satu ruangan

kecuali ada indikasi dokter untuk memudahkan ibu dalam memberikan

ASI eksklusif.

c. ASI Eksklusif 6 Bulan

Pada pasal 2 dijelaskan bahwa pengaturan pemberian ASI

eksklusif bertujuan untuk menjamin hak bayi untuk mendapatkan ASI

(37)

dalam memberikan ASI eksklusif kepada bayinya. Pada pasal 6

dikatakan bahwa setiap ibu harus memberikan ASI eksklusif kepada

bayi yang baru dilahirkannya.

Sebenarnya, ibu bekerja yang menyusui juga dilindungi hak

menyusuinya oleh pemerintah. Hal ini dapat dilihat melalui peraturan

perundangan sebagai berikut:

a. Pada pasal 30, ayat 1 dikatakan bahwa pengurus tempat kerja dan

penyelengara tempat umum harus mendukung program pemberian

ASI eksklusif. Pada ayat 3 dikatakan bahwa pengurus tempat kerja

dan penyelenggara sarana umum harus menyediakan fasilitas

khusus untuk menyusui/ memerah ASI.

b. Pada pasal 34, dikatakan bahwa pengurus tempat kerja wajib

memberikan kesempatan pada ibu bekerja untuk memberikan ASI

eksklusif kepada bayi, atau memerah ASI selama waktu kerja di

tempat kerja.

c. Pada pasal 35, juga pemerintah mengharuskan pengurus tempat kerja

untuk membuat peraturan internal yang mendukung keberhasilan

program ASI eksklusif.

Meskipun peraturan pemerintah tersebut sudah dirumuskan.

Namun, petunjuk pelaksanaannya belum diterbitkan, sehingga peraturan

ini belum mampu ditegakkan secara tegas. Selain itu peraturan

pemerintah ini juga belum disosialisasikan dengan baik,

(38)

pemerintah daerah, sehingga sanksi atas segala bentuk pelanggaran

ataupun penghalangan dalam praktek pemberian ASI eksklusif bisa

dikatakan kurang tegas, sebagian rumah sakit di beberapa kota besar di

Indonesia telah memberlakukan praktek rumah sakit sayang ibu dan

bayi. Tercatat, ada 26 rumah sakit terbaik dari 26 provinsi yang telah

memenuhi 10 kriteria sebagaimana tercantum dalam Keputusan Menteri

Kesehatan nomor 273/1997 tentang Air Susu Ibu (ASI) Eksklusif. Di

antaranya adalah tidak memasang iklan susu formula serta mendukung

upaya ibu untuk memberikan ASI Eksklusif.

4. Gambaran Pemberian ASI di Luar Negeri

Berbeda dengan di Indonesia, sebagian Negara di luar Negeri

seperti Kanada memberikan perlindungan yang lebih ketat pada hak ibu

menyusui dan anak untuk mendapatkan ASI eksklusif, bahkan tempat

kerjanya pun memberlakukan cuti bagi ibu menyusui hingga 54 minggu

dan para ibu menyusui tersebut tetap mendapatkan gajinya selama cuti

menyusui sebagai hak atas karyawan (Association of Registered Nurses

of Newfoundland and Labrador et al, 2006).

Provinsi-provinsi di Kanada saling bekerja sama dengan

pemerintah dan sektor-sektor lain seperti swasta, pendidikan, dan

organisasi sukarela untuk membantu melindungi hak ibu menyusui dan

bayi mendapatkan ASI eksklusif. Di Kanada provinsi Newfoundland

(39)

menyusui di wilayahnya. Kedua provinsi ini menetapkan kebijakan

untuk melindungi, mempromosikan, dan mendukung menyusui bagi

kemajuan kesehatan Kanada. Kedua provinsi ini sungguh-sungguh

mendedikasikan sumber daya keuangan untuk pengembangan dan

implementasi dari program ini. Mereka membatasi iklan produk susu

formula. Mereka sungguh-sungguh memantau inisiasi-inisiasi terkait

dan memastikan bahwa praktek pemberian ASI eksklusif berjalan

dengan baik dan membatasi pemberian susu formula (Association of

Registered Nurses of Newfoundland and Labrador et al, 2006).

5. Faktor yang Mempengaruhi Pemberian ASI.

Banyak hal yang menyebabkan ASI Eksklusif tidak diberikan

khususnya bagi ibu-ibu di Indonesia, hal ini bisa dipengaruhi oleh

(Siregar, 2004):

a. Hubungan kerabat yang luas di daerah pedesaan menjadi renggang

setelah adanya perubahan struktur masyarakat dan keluarga

-keluarga pindah ke kota.

b. Kemudahan-kemudahan yang didapat sebagai hasil kemajuan

teknologi, mendorong ibu untuk mengganti ASI dengan makanan

olahan lain.

c. Iklan yang menyesatkan dari produksi makanan bayi menyebabkan

ibu beranggapan bahwa makanan-makanan itu lebih baik daripada

(40)

d. Para ibu sering keluar rumah baik karena bekerja maupun karena

tugas-tugas sosial, maka susu formula adalah satu-satunya jalan

keluar dalam pemberian makanan bagi bayi yang ditinggalkan

dirumah.

e. Adanya anggapan bahwa memberikan susu botol kepada anak

sebagai salah satu simbol bagi kehidupan tingkat sosial yang lebih

tinggi, terdidik dan mengikuti perkembangan zaman.

f. Ibu takut bentuk payudara rusak apabila menyusui dan

kecantikannya akan hilang.

g. Belum semua petugas paramedis diberi pesan dan diberi cukup

informasi agar menganjurkan setiap ibu untuk menyusui bayi

mereka, serta praktek yang keliru dengan memberikan susu

formula botol kepada bayi yang baru lahir.

h. Sering juga ibu tidak menyusui bayinya karena terpaksa, baik

karena faktor intern dari ibu seperti terjadinya bendungan ASI yang

mengakibatkan ibu merasa sakit sewaktu bayinya menyusu,

luka-luka pada puting susu yang sering menyebabkan rasa nyeri,

kelainan pada puting susu dan adanya penyakit tertentu. Disamping

itu juga karena faktor dari pihak bayi seperti bayi lahir sebelum

waktunya (prematur) atau bayi lahir dengan berat badan yang

(41)

i. Kurangnya pengertian dan pengertahuan ibu tentang manfaat ASI

dan menyusui menyebabkan ibu – ibu mudah terpengaruh dan

beralih kepada susu formula.

C. STRES DAN TUBUH

1. Mekanisme Tubuh Saat Stres

Para peneliti modern mempelajari bagaimana mekanisme tubuh pada

saat stres. Pada saat seseorang dalam kondisi stres, hipotalamus dalam otak

mengirimkan pesan ke kelenjar endokrin dalam dua jalur besar. Seperti yang

telah diamati oleh Seyle (dalam Wade & Tavris, 2009) di jalur pertama,

hipotalamus mengaktifkan bagian simpatetik dari sistem saraf otonom yang

menstimulasi adrenal medulla untuk memproduksi epinephrine dan

norepinephrine. Hasilnya adalah banyak perubahan tubuh yang berhubungan

dengan “lawan atau lari”, di jalur yang lain, pesan berjalan menuju ke aksis

HPA (hypothalamus pituitary adrenal cortex) yang kemudian akan mengeluarkan kortisol dan hormon lain yang meningkatkan gula darah dan

melindungi jaringan tubuh dari peradangan.

2. Hubungan Stres dengan Terganggunya Praktek Pemberian ASI

Eksklusif.

Pada payudara, terutama pada puting susu terdapat banyak ujung saraf

sensoris. Perangsangan pada payudara akibat hisapan bayi saat menyusu

(42)

dalam otak kita. Impuls dari hipotalamus selanjutnya akan diteruskan ke

hipofisis bagian depan yang mengeluarkan hormon prolaktin dan ke

hipofisis bagian belakang yang berfungsi mengeluarkan hormon oksitosin.

Hormon prolaktin dialirkan oleh darah ke kelenjar payudara, maka terjadilah

refleks pembentukan ASI (Roesli, 2009).

Stres dapat menghambat refleks hormon oksitosin. Hormon oksitosin

berperan pada refleks pengeluaran ASI (let down reflex). Pelepasan oksitosin dihambat oleh katekolamin yang diproduksi jika ibu stres. Jika

hormon oksitosin terhambat maka ASI yang keluar pun ikut terhambat.

Kondisi seperti ini jika terus berlangsung, dapat menghambat pengosongan

payudara, sehingga lama kelamaan produksi ASI pun akan berkurang dan

semakin lama, bisa menghentikan ASI. Pengosongan payudara merupakan

perangsangan diproduksinya ASI kembali. Maka, jika ASI semakin sering

dikeluarkan atau payudara semakin sering dikosongkan, ASI akan terus

diproduksi dan begitu pula sebaliknya (Lawrence, 2005).

Menurut Lazarus, dkk (dalam Ogden, 2007) tujuan dari coping adalah meminimalisir stresor yang dirasakan oleh individu. Oleh karena itu,

memahami coping stres menjadi penting agar seseorang belajar dari pengalaman untuk mengatasi kesulitannya ataupun sekedar membantu

mereka bertahan dalam kesulitan (Wade & Tavris, 2009).Copingstres yang tepat, dapat membantu ibu untuk tetap dapat memberikan ASI dengan lancar

dan baik kepada bayinya. Berdasarkan uraian tersebut, maka dapat

(43)

Ibu Bekerja yang Menyusui

Faktor yang mempengaruhi pemberian ASI eksklusif (Siregar, 2004):

- Perubahan struktur masyarakat dan keluarga. - Pengaruh Iklan

- Kemudahan yang ditawarkan hasil kemajuan teknologi (makanan olahan)

- Informasi dari petugas kesehatan - Ibu sering keluar rumah karena bekerja

- Anggapan bahwa susu formula merupakan symbol tingkat sosial yang lebih tinggi

- Sakit

- Pengetahuan yang kurang

Coping Stres

Problem Focused Coping Emotional Focused Coping

Gambar 2.1

Skema Pola Stres Ibu Bekerja yang Menyusui Eksklusif

Stres Menyusui Produksi ASI terganggu

Perlindungan Ibu Menyusui:

- Peraturan Pemerintah - Regulasi Tempat Kerja

(44)

26

BAB III

METODE PENELITIAN

A. METODE PENELITIAN KUALITATIF

Penelitian ini akan dilakukan menggunakan metode kualitatif deskriptif.

Menurut Poerwandari (2005) penelitian kualitatif menghasilkan dan

mengolah data yang sifatnya deskriptif, seperti transkripsi wawancara, catatan

lapangan, gambar, foto, rekaman video dan lain sebagainya. Penelitian

deskriptif memberikan gambaran, paparan, dan penjabaran suatu fenomena.

(Audifax, 2008)

Metode ini dipilih oleh peneliti karena pengalaman mengatasi stres

pada ibu bekerja di Jakarta yang menyusui eksklusif berbeda-beda. Begitu

pula dengan bagaimana orang tersebut memaknai pengalamannya itu. Dengan

menggunakan penelitian kuantitatif tentunya hal ini tidak dapat terlihat, lain

halnya dengan menggunakan metode kualitatif.

B. RESPONDEN PENELITIAN

Jenis pengambilan sampel pada penelitian ini dilakukan dengan kriteria

tertentu. Sebelumnya peneliti telah menentukan kriteria subjek penelitian,

yaitu ibu bekerja di Jakarta. Ciri yang lebih spesifik adalah mereka yang

bekerja di luar rumah dan bukan bisnis milik sendiri karena, jika mereka

bekerja di luar rumah dan bukan bisnis milik sendiri tentunya mereka terikat

(45)

tersendiri dalam memberikan ASI eksklusif. Selain itu tentu saja mereka

sudah memiliki anak dan sudah memiliki pengalaman berhasil menyusui

eksklusif, pengalaman tersebut baru berlalu sekitar 3 tahun yang lalu

setidaknya masih mudah diingat dan peneliti meyakini bahwa pada kurun

waktu 3 tahun belakangan ini kampanye menyusui eksklusif, informasi

mengenai penyimpanan ASI dan menyusui eksklusif dari berbagai media

sudah cukup banyak beredar. Fasilitas-fasilitas yang membuat jarak tidak lagi

menjadi masalah seperti kurir ASI dalam kurun waktu 3 tahun terakhir ini

juga sudah ada dan dapat memudahkan ibu untuk tetap memberikan ASI

eksklusif meskipun sambil bekerja. Kriteria subjek yang terakhir adalah ibu

bekerja dari kalangan menengah ke atas. Hal ini dipilih peneliti agar dapat

memastikan bahwa ibu memberi ASI eksklusif sungguh karena kesadaran

akan manfaat ASI bukan karena faktor lain seperti ketidaksanggupan

membeli susu formula.

C. BATASAN ISTILAH

1. Stres

Stres adalah terganggunya keseimbangan antara kondisi biologis,

psikologis serta sosial akibat suatu kejadian tertentu yang menyebabkan

reaksi yang tidak menyenangkan dalam diri individu. Sumber atau

penyebab terjadinya stres dinamakan stressor. Individu merasa stres

tergantung bagaimana ia menginterpretasi suatu situasi yang dihadapinya

(46)

atau tergantung pada cara individu memahami dan memandangnya serta

sumber daya yang dimiliki individu.

Stres menyusui yang ingin diteliti dalam hal ini adalah stres yang

terjadi akibat harus menyusui eksklusif sambil tetap bekerja di kantor

dengan minimnya dukungan dari lingkungan perusahaan ataupun

lingkungan pendukung seperti keluarga.

2. Coping Stres

Stres bisa diikuti dengan ketegangan fisik maupun psikologis.

Ketegangan ini menyebabkan perasaan tidak nyaman. Situasi seperti ini

menyebabkan individu melakukan sesuatu untuk meredakan stres-nya.

Tindakan yang dilakukannya ini disebut dengan coping stres

(Sarafino,2006). Dalam penelitian ini, hal-hal yang ingin diungkap

berkaitan dengan coping stres ibu bekerja yang menyusui di Jakarta

adalah, Tipe Strategi coping:

a. Coping yang Berfokus pada Masalah (Problem Focused Coping):

1) Active coping : Pengambilan langkah aktif untuk menghilangkan tekanan, menghindari tekanan dan memperbaiki dampaknya.

2) Planning : Membuat rencana bagaiman mengatasi tekanan, memikirkan tindakan.

3) Suppression of competing : Berkonsentrasi penuh pada usaha yang lebih mendekati pemecahan masalah, mengesampingkan hal-hal

(47)

4) Restraint coping : Menahan diri dalam melakukan respon (tindakan) sampai ada waktu yang dirasa tepat.

5) Seeking social support for instrumental action : Upaya mencari dukungan sosial (dari orang lain), berupa bimbingan, nasehat, dan

informasi.

b. Coping yang Berfokus pada Emosi (Emotional Focused Coping).

1) Positive reinterpretation and growth : Memandang ulang masalah secara positif dan mencari manfaat positif dari masalah yang

dihadapi.

2) Acceptance : Menerima stressor, dalam arti mengakomodasinya, karena mungkin keadaan permasalahan tersebut sulit diubah.

3) Denial : Menyangkal realita agar tidak terlalu menyakiti perasaan (menjaga agar emosi stabil).

4) Behavioral disengagement : Agak menyerah (dalam hal tindakan) dalam melakukan suatu usaha mengatasi permasalahan.

5) Mental disengagement : Agak menyerah (secara mental), bahkan menggunakan aktivitas alternatif untuk melupakan masalah.

6) Turning to religion: Kembali pada ajaran agama untuk mendapatkan kekuatan dan pikiran positif.

(48)

8) Seeking social support for emotional reason : Mencari dukungan sosial, untuk membantu emosi kita, misalnya mencari rasa simpati,

pengertian, dan dukungan moral.

3. Pengertian Menyusui Eksklusif

Pemberian ASI eksklusif adalah memberikan hanya ASI tanpa

makanan dan minuman lain kepada bayi sejak lahir sampai berusia 6 bulan

kecuali obat dan vitamin (Roesli, 2000). Bayi dianjurkan diberi ASI

eksklusif selama 6 bulan pertama kehidupannya. Kemudian, setelah 6

bulan, dilanjutkan dengan didampingi makanan pendamping ASI selama

dua tahun. Makanan padat, dapat diperkenalkan pada bayi pada usia 6

bulan untuk melengkapi nutrisi ASI (Hegar,2010).

D. TEKNIK PENGAMBILAN DATA

Pengumpulan data dalam penelitian ini dilakukan dengan cara wawancara

mendalam menggunakan teknik wawancara semi terstruktur. Peneliti tetap

membuat daftar pertanyaan sebagai panduan dalam melakukan wawancara agar

tetap mengacu pada fokus penelitian dan mendalam. Beberapa hal yang

peneliti lakukan dalam proses pengambilan data adalah:

1) Mencari subjek yang bersedia untuk dijadikan subjek penelitian dan sesuai

dengan kriteria subjek penelitian yang sudah dibatasi sebelumnya

2) Membangun rapport dengan subjek dan menjelaskan tujuan dari penelitian

(49)

mengatasi stres yang terjadi akibat tekanan dan tidak adanya dukungan dari

lingkungan kerjanya untuk tetap memberikan ASI eksklusif bagi bayinya.

Peneliti juga menyampaikan bahwa saat wawancara nanti peneliti meminta

ijin untuk merekam suara subjek. Hal ini bertujuan agar subjek bersedia

berproses bersama peneliti.

3) Menyusun jadwal wawancara agar antara peneliti dan subjek penelitian

terjadi kesepakatan, sehingga tidak mengganggu aktivitas dari subjek

penelitian.

4) Langkah selanjutnya adalah menyusun panduan pertanyaan yang bersifat

semi-terstruktur. Pertanyaan semi-terstruktur bertujuan untuk mendorong

subjek penelitian menceritakan tentang pengalamannya mengatasi stres

yang terjadi akibat tekanan dan tidak adanya dukungan dari lingkungan

sekitar dan kerjanya untuk tetap memberikan ASI eksklusif bagi bayinya,

dengan sesedikit mungkin komentar yang diberikan peneliti.

5) Melakukan Wawancara.

E. KREDIBILITAS PENELITIAN

Kredibilitas dalam penelitian kualitatif dipilih untuk menggantikan

konsep validitas. Kredibilitas penelitian kualitatif terletak pada keberhasilannya

mencapai maksud mengeksplorasi masalah atau mendeskripsikan setting,

proses, kelompok sosial atau pola interaksi kompleks. Penelitian dilakukan

dengan cara tertentu yang menjamin bahwa subjek penelitian diidentifikasi dan

(50)

Kredibilitas penelitian ini tercapai dengan cara:

a. Mengkonfirmasikan data dan analisisnya kepada reponden penelitian

(validitas komunikatif). Peneliti melakukan pengecekan pemahaman

yang peniliti dapatkan dengan subjek melalui e-mail ataupun pertemuan langsung yang kemudian direspon oleh subjek.

Tabel 3.1

Daftar Pelaksanaan Konfirmasi Data Subjek

Subjek Hari / Tanggal

1. Senin, 28 Mei 2012

2. Rabu, 30 Mei 2012

3. Selasa, 24 Juli 2012

4. Rabu, 25 Juli 2012

b. Presentasi temuan dan kesimpulan dapat diikuti dengan baik dan

rasional, serta dapat dibuktikan dengan melihat kembali ke data

mentah (validitas argumentatif).

c. Penelitian dilakukan pada kondisi alamiah dari subjek ‘apa adanya’

dan kehidupan sehari-hari menjadi konteks penting penelitian

(51)

F. METODE ANALISIS DATA

Dalam penelitan kualitatif, analisis data dapat dilakukan dengan content analysisatau menganalisis isi dari data yang telah didapatkan (Audifax, 2008). Langkah-langkah yang diambil dalam melakukan analisis data di penelitian ini

adalah:

1. Organisasi data

Dalam mengorganisasi data, peneliti akan membuat verbatim dengan

memindahkan data kasar dalam alat perekam kedalam catatan lengkap dari

semua kata ataupun kalimat yang ada dalam rekaman.

2. Pengenalan data

Peneliti mengenali mana yang data dan mana yang bukan. Pada tahap

ini, peneliti memperkirakan kategori-kategori yang mungkin muncul. Pada

tahap ini, peneliti membuat coding tanpa merubah esensi kalimat dan melakukan interpretasi.

3. Pemilahan data

Peneliti memberi nama pada setiap domain yang ditemukan

berdasarkan penguasaan literatur peneliti.

4. Review terhadap pemilahan

(52)

5. Merangkai dan membunyikan data

Pada tahap ini, peneliti mencoba melihat apa yang telah didapat dan

(53)

35

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

A. PROSES PENGAMBILAN DATA

1. Pelaksanaan

Dalam proses pengambilan data, peneliti mendapatkan subjek dengan

menyebar informasi pencarian subjek penelitian melalui media internet,

yaitu milis dan jejaring sosial dengan dibantu oleh Asosiasi Ibu Menyusui

Indonesia (AIMI). Dari banyak orang yang bersedia menjadi subjek,

ditemukan 7 yang dapat menjadi subjek penelitian ini. Akan tetapi, hanya

ada 4 orang subjek yang paling sesuai dengan kriteria subjek yang dicari

oleh peneliti.

Kriteria subjek yang dicari oleh peneliti adalah ibu yang bekerja di

Jakarta (bukan usaha milik pribadi), memiliki pengalaman berhasil

menyusui eksklusif, dan pengalaman tersebut baru berlalu sekitar 3 tahun

yang lalu. Subjek yang gugur disebabkan karena tidak dapat dihubungi

kembali, ada juga subjek yang setelah diwawancara baru diketahui bahwa

dirinya tidak termasuk dalam kriteria ibu menyusui eksklusif selama 6 bulan

ataupun ternyata hambatan dan tekanan yang dihadapinya tidak sesuai

dengan yang ingin peneliti lihat sebagai contoh: Ibu terganggu produksi ASI

nya dikarenakan hamil lagi. Hal ini lebih disebabkan oleh gangguan

(54)

dukungan dari lingkungan kerja atau keluarga, sehingga peneliti merasa

tidak dapat memasukkan ibu ini ke dalam subjek penelitian.

Setelah melakukan proses pendekatan melalui media e-mail dan

handphone peneliti melakukan wawancara langsung dengan para subjek. Berikut adalah daftar pelaksanaan wawancara langsung dengan subjek:

Tabel 4.1

Daftar Pelaksanaan Wawancara Langsung dengan Subjek

No. Inisial Hari, Tanggal/ jam Tempat

1. YH Rabu, 21 Maret 2012

/ 12.05 – 12.32

Café di daerah Menteng, Jakarta Pusat.

2. LM Kamis, 22 Maret

2012 / 13.00-13.28

Emporium Mall Pluit, Jakarta Barat.

3. AO Jumat, 6 April 2012 /

16.15- 16.46

Rumah Subjek di Kalibata, Jakarta

Selatan.

4. DW Senin, 9 April 2012 /

11.46-12.15

Kantin Beltway Office Park, Jakarta

Selatan.

2. Data Subjek

Keempat subjek, merupakan ibu bekerja di Jakarta yang telah

berhasil memberikan ASI eksklusif kepada anaknya. Meski demikian,

keempat subjek tersebut memiliki usia, jenis pekerjaan, jam kerja, jenis

transportasi untuk ke kantor, dan jarak tempuh dari rumah ke kantor dan

(55)

dampak, tekanan, dan kesulitan yang bervariasi pula pada tiap subjek.

Berikut adalah uraian data subjek:

Tabel 4.2

Data Subjek

No Inisial Usia (Tahun)

B. ANALISIS HASIL

1. Bentuk CopingStres Subjek 1

(56)

yang digunakan oleh subjek 1 yang diurutkan berdasarkan yang paling

sering digunakannnya.

a.Problem Focused Coping

a.1Active Coping

Bentuk coping stres yang sering subjek gunakan adalah active coping atau pengambilan langkah aktif untuk menghilangkan tekanan, menghindari tekanan dan memperbaiki dampaknya

(Carver, dkk, 1989). Bentuk copingstres ini sering kali digunakan dalam situasi harus segera mengambil langkah untuk

mengusahakan pemenuhan kebutuhan ASI anaknya. Sebagai

contoh, ketika sedang berada di kantor demi memenuhi kebutuhan

ASI anaknya, subjek harus mau mencuri-curi kesempatan memerah

kapan saja dimana saja. Hal ini dapat dibuktikan dari kutipan

wawancara berikut:

“Sometimes, saya harus meresnya di bawah kolong meja. Itu meja gede gitu. Di bawah kolong meja saya narohnya. Saya memerah manual pake tangan. Jadi saya berusaha pake baju yang ada bukaan di depan gitu. Jadi dengan cepat gw mesti meres ASI secepat mungkin gitu. Soalnya begitu dipanggil gw harus segera… Setiap ada kesempatan saya meres ASI. Kerjaan tetep kerjaan.”

WS1 B 41- 43; B 75

Bentuk active coping juga digunakan oleh subjek ketika subjek berusaha menghindari konflik keluarga dengan mengatur distribusi

ASI nya sendiri. Dengan memberikan ASI eksklusif kepada

anaknya, subjek selalu memastikan bahwa anaknya mendapatkan

(57)

demi memberikan yang terbaik untuk anaknya ini terlihat dari

kutipan wawancara berikut:

“Hee cool box gitu, whiches muat berapa botol gitu. Udah gua

siapin nih satu hari minumnya sekali minum 120 atau sekali minum 200 udah saya siapin botolnya jadi dia tinggal minum doang tinggal panasin aja. Wah kalau harus delivery ASI lagi nanti orang rumahnya pada marah-marah.”

WS1 B 102

a.2. Suppression of Competting

Bentuk coping stres lain yang juga seringkali digunakan oleh subjek adalah suppression of competing atau berkonsentrasi penuh pada usaha yang lebih mendekati pemecahan masalah dan

mengesampingkan hal-hal yang dianggap tidak perlu (Carver, dkk,

1989). Suppression of competing seringkali digunakan subjek dalam situasi penuh tekanan, sehingga ketenangan dan motivasi sangat

dibutuhkan untuk dapat memproduksi ASI. Sebagai contoh ketika

subjek harus mengejar target untuk menyediakan ASI perah bagi

anaknya dengan beban pekerjaan yang cukup berat di kantor dan

ketidaktersediaannya fasilitas di kantor subjek. Subjek harus

mempertahankan dirinya agar tetap rileks saat memerah ASI agar

produksi ASI tidak terganggu. Salah satu cara yang seringkali

dilakukan oleh subjek adalah berusaha fokus pada target dan

menenangkan diri dengan memerah sambil mendengarkan musik.

Seperti dalam kutipan wawancara berikut:

“kadang saya eee ini apa ya.. sambil dengerin lagu. Sambil meras ASI

(58)

bisa ngapa-ngapain pokoknya saya berusaha sebisa mungkin itu dapet berapa.”

WS1 B 74

Subjek selalu menanamkan dalam pikirannya bahwa produksi

ASI nya selalu cukup dan subjek terus mengkomunikasikannya

kepada anak. Hal ini dilakukan subjek untuk tetap fokus dalam

berjuang memenuhi kebutuhan ASI anak. Bagi subjek, demi anak ia

harus berjuang. Dalam tekanan seperti apapun, subjek menanamkan

hal ini dalam dirinya agar ia tetap bisa memproduksi ASI. Bentuk

suppression of competing ini terlihat dalam kutipan wawancara berikut:

“Even apapun hambatannya saya pikir kalau buat anak ya loe harus

berjuang. Gitu…”

WS1 B 66

a.3. Planning

Planning atau membuat rencana bagaimana mengatasi tekanan dan memikirkan tindakan (Carver, dkk, 1989) juga merupakan salah

satu bentuk coping yang digunakan oleh subjek. Bentuk coping ini biasa dilakukan oleh subjek pada saat subjek harus mempersiapkan

diri menghadapi tekanan-tekanan yang akan diterimanya saat akan

memenuhi kebutuhan ASI anaknya. Bentuk coping planning yang dilakukan subjek di awal adalah pada saat subjek memutuskan untuk

memberikan ASI eksklusif dan merencanakan memberi ASI meskipun

(59)

perharinya agar mampu mencukupi kebutuhan anak. Hal ini dapat

dilihat dari kutipan wawancara berikut:

“… menurut refrensi yang saya baca, maksudnya susu yang biasa

tuh formula itu gak bisa mengcover semua kebutuhan dia. Semua mau kalsium atau protein, apapun itu. Dengan ASI tuh dia bisa nyesuaiin dengan umurnya. Jadi umurnya berapa, berapa persen kalsium yang dibutuhkan tuh dah langsung diproduksi sesuai dengan kebutuhan bayinya. Dari situ saya tertarik dan berusaha harus fully. Even saya harus ngantor. Trus sebelumnya saya mesti stok ASI berapa liter dah saya hitung-hitung. Pokoknya gitu. Supaya mencukupi karena anaknya minumnya banyak banget. Sehari kalo ditinggal dia waktu tiga bulan pertama bisa 8,5 literan. Berarti saya harus meres sekitar 850 ml setiap hari. Targetnya harus segitu.”

WS1 B28-29

2. Bentuk Coping Stres Subjek 2

Secara umum subjek 2 menggunakan enam bentuk coping stres, yang dapat dibagi menjadi 3 bentuk coping stres berdasarkan klasifikasi strategi

problem focused coping atau coping yang berfokus pada masalah dan 3 bentuk coping stres berdasarkan klasifikasi strategi emotional focused coping atau coping yang berfokus pada emosi. Berikut adalah gambaran bentuk coping stres yang digunakan oleh subjek 2 yang diurutkan berdasarkan yang paling sering digunakannnya.

a.Problem Focused Coping

a.1. Active Coping

Bentuk coping stres yang sering subjek gunakan adalah active coping atau pengambilan langkah aktif untuk menghilangkan tekanan, menghindari tekanan dan memperbaiki dampaknya

(60)

pemenuhan kebutuhan ASI anaknya. Sebagai contoh , ketika stok

ASI beku yang disimpang subjek tidak dapat digunakan karena

kandungan enzim lipase-nya tinggi, sehingga berbau zat besi dan

anak subjek menolaknya. Subjek harus segera mengambil langkah

mengejar stok ASI dengan cara mengejar stok harian. Subjek

memerah hari ini untuk diminum keesokan harinya. Seperti terdapat

dalam kutipan wawancara berikut:

“Cuman eee ternyata pas waktunya saya kerja lagi, anak saya gak mau minum ASI beku saya. Setelah saya cium-cium emang baunya bau zat besi. Setelah saya cari tahu ternyata enzim lipase nya tinggi. Cuman waktu itu kan saya gak tau mesti diapain. Wah itu dah panik. Lumaya stok nya udah ada sekitar 60 an. Tapi anaknya gak mau minum sama sekali kan panik juga. Jadi ya udah… akhirnya dari saya masuk, 3,5 bulan anak saya sampai 2 tahun itu kerja tayang. Jadi saya pompa hari ini ya buat besok. Jadi ASI bekunya gak kepake sama sekali.”

WS2 B 37

Selain itu, bentuk active coping juga terlihat dalam usaha subjek mendistibusikan ASI perahannya setiap hari. Subjek memilih

untuk membawa langsung ASI perahannya tanpa mengunakan jasa

kurir ASI. Seperti terlihat dalam kutipan wawancara berikut:

“Oh gak gak… karena kan deket… tempat kerjanya dan yang saya pumping hasilnya cukup. Untuk besok dia minum. Jadi gak gak… ya tinggal dibawa pulang aja. Jadi, saya pumping siangnya, sorenya tinggal saya bawa pulang buat besok anak saya minum.”

WS2 B 70

Dengan jarak tempuh yang relatiif dekat dari rumah subjek yang

hanya berkisar 30-60 menit waktu tempuh perjalanan, memudahkan

subjek juga untuk dapat mengantar sendiri ASI perahnya tanpa

khawatir ASI perahnya akan rusak karena terlalu lama di jalan atau

Gambar

Tabel 4.3 Gambaran Coping Stres Ibu Menyusui Eksklusif yang
Gambar 4.1 Skema Dinamika Stres Keempat Subjek Ibu Menyusui Eksklusif yang Bekerja di Jakarta…………………….....................…...64
Gambar 2.1
Tabel 3.1Daftar Pelaksanaan Konfirmasi Data Subjek
+5

Referensi

Dokumen terkait

Hasil pembuktian hipotesis yang ketiga dapat dijelaskan bahwa tidak terdapat perbedaan ROE (Return On Equity) yaitu besarnya jumlah laba bersih yang dihasilkan dari

Nilai pelanggan merupakan faktor yang harus dipenuhi juga oleh perusahaan untuk mendapatkan pelanggan yang loyal, dimana nilai pelanggan adalah manfaat yang diterima

3) Tidak selalu memberikan gambaran obyek yang seharusnya (R. Ibrahim dan Nana Syahodih, 1993 : 82) Kelemahan-kelemahan yang diuraikan di atas hendaknya dapat diatasi

13 Berdasarkan hal tersebut dapat ditarik kesimpulan bahwa terdapat dua metode edukasi kesehatan yang cocok untuk digunakan, namun perbedaan tingkat pengetahuan

 Perekonomian Kalimantan Selatan pada triwulan I-2017 jika dibandingkan dengan periode yang sama tahun sebelumnya (triwulan I-2016/y-o-y) mengalami pertumbuhan

untuk berlari mengejar bola tersebut agar bisa terjangkau dan bisa dihentikan. 5) Bila bola sudah datang mendekat maka segera lakukan gerakan mengangkat salah satu

Hasil analisis ragam menunjukkan bahwa perlakuan vernalisasi pada stadia perkembangan umbi memberikan pengaruh yang berbeda sangat nyata terhadap karakter bobot awal

dengan menggunakan sistem ilearning survey pada Perguruan Tinggi Raharja bermanfaat untuk menilai kinerja pelayanan dari operator iDUHelp!.Dengan penggunaan sistem ilearning