• Tidak ada hasil yang ditemukan

Kajian pemahaman dan ketaatan penggunaan obat pada pasien diabetes mellitus tipe 2 dengan hipertensi di Rumah Sakit Umum Pusat Dr. Sardjito Yogyakarta - USD Repository

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "Kajian pemahaman dan ketaatan penggunaan obat pada pasien diabetes mellitus tipe 2 dengan hipertensi di Rumah Sakit Umum Pusat Dr. Sardjito Yogyakarta - USD Repository"

Copied!
122
0
0

Teks penuh

(1)

KAJIAN PEMAHAMAN PASIEN DIABETES M

RUMAH SAKIT UM

Diajukan Memperol

UNIVE

i

N DAN KETAATAN PENGGUNAAN OBAT PADA MELLITUS TIPE 2 DENGAN HIPERTENSI DI UMUM PUSAT Dr. SARDJITO YOGYAKARTA

SKRIPSI

an untuk Memenuhi Salah Satu Syarat roleh Gelar Sarjana Farmasi (S.Farm.)

Program Studi Farmasi

Oleh:

Dita Utima Lorentina NIM : 088114165

FAKULTAS FARMASI UNIVERSITAS SANATA DHARMA

YOGYAKARTA 2012

(2)
(3)
(4)

iv

HALAMAN PERSEMBAHAN

Kupersembahkan karya sederhana ini untuk

Allah SWT, atas segala rahmat, karunia, kehidupan, dan cinta yang telah

dianugerahkan kepadaku.

Papa Hedy Utomo dan mama Lilis Setyawati, terimakasih untuk darah, air mata dan peluh perjuangan kalian. Dari rasa khawatir hingga rasa yakin, aku mencoba bertahan atas keyakinanku. Aku selalu yakin dengan dukungan kalian.

Mungkin inilah yang mampu kubuktikan kepada kalian, bahwa aku tidak pernah lupa pengorbanan kalian, bahwa aku tak pernah lupa nasihat dan dukungan kalian. Belaian kasih sayang orang tua kepada anaknya, tak pernah ku lupa segalanya dan selamanya….

kedua adik kembarku Dela Utima Alvioleta dan Dina Utima Lolita, terimakasih atas cinta kasih dan pelukan hangat kalian.

(5)
(6)

vi PRAKATA

Puji dan syukur penulis ucapkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa atas segala anugerah dan bimbingan-Nya kepada penulis selama menyelesaikan skripsi ini. Skripsi berjudul “Kajian Pemahaman dan Ketaatan Penggunaan Obat pada Pasien Diabetes Mellitus Tipe 2 dengan Hipertensi di Rumah Sakit Umum Pusar Dr. Sardjito Yogyakarta” ini ditulis dalam rangka untuk memenuhi salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana Farmasi (S. Farm.) Program Studi Farmasi Universitas Sanata Dharma.

Keberhasilan penelitian ini juga tidak terlepas dari bantuan dan perhatian orang-orang yang ada disekitar penulis yang telah memberikan saran, kritik, dan dukungan kepada penulis. Penulis mengucapkan terima kasih kepada :

1. Bapak Ipang Djunarko, M.Sc., Apt., selaku Dekan Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.

2. Ibu Yunita Linawati, M.Sc., Apt., selaku dosen pembimbing serta penguji yang selalu memberikan saran, arahan, kritikan, semangat, serta motivasi demi kelancaran dan terselesaikannya skripsi ini.

3. Dr. Fenty, M.,Kes., Sp., PK., atas kesediaan dalam menguji, memberikan saran, arahan, dan kritikan dalam penyelesaian skripsi ini.

4. Ibu Maria Wisnu Donowati, M.Si., Apt., atas kesediaan dalam menguji, memberikan saran, arahan, dan kritikan dalam penyelesaian skripsi ini.

(7)

vii

6. Seluruh pasien Diabetes Mellitus tipe 2 dengan hipertensi di Instalasi Rawat Jalan Rumah Sakit Umum Pusat Dr. Sardjito Yogyakarta atas kesediaan untuk turut berpartisipasi dalam penelitian ini.

7. Karuna Wijaya, atas doa, kasih sayang dan dukungannya.

8. Semua sahabat-sahabat atas dukungan, keceriaan dan kebersamaan selama ini. 9. Semua teman-teman kost Putri Muria, atas persahabatan, dan kebersamaannya

selama ini.

10. Teman-teman kelas C, teman-teman FKK B, dan seluruh angkatan 2008-2012 atas persahabatan, kebersamaan, keceriaan di dalam maupun diluar kelas, dan suka-duka selama ini.

11. Semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu per satu.

Penulis menyadari bahwa masih banyak kekurangan dalam penyusunan skripsi ini. Oleh karena itu, penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun agar skripsi ini menjadi lebih baik. Akhirnya penulis berharap semoga skripsi ini dapat menambah pengetahuan dan wawasan bagi semua pihak yang membutuhkan.

(8)
(9)

ix DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN JUDUL ... i

HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ...ii

HALAMAN PENGESAHAN ...iii

HALAMAN PERSEMBAHAN ...iv

LEMBAR PERSETUJUAN PUBLIKASI ... v

PRAKATA ...vi

PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ...viii

DAFTAR ISI ...ix

DAFTAR TABEL ...xiii

DAFTAR GAMBAR ... xiv

DAFTAR LAMPIRAN... xv

INTISARI ...xvi

ABSTRACT ...xvii

BAB I. PENDAHULUAN ...1

A. Latar Belakang... 1

1. Perumusan masalah ...3

2. Keaslian penelitian ...4

3. Manfaat penelitian ...6

a. Manfaat teoritis ...6

b. Manfaat praktis ...6

B. Tujuan Penelitian ... 6

1. Tujuan umum ... 6

2. Tujuan khusus ... 6

BAB II. PENELAAHAN PUSTAKA ...8

A. Pemahaman...8

1. Definisi ...8

2. Tahap informasi ...8

(10)

x

B. Ketaatan ... 12

1. Definisi ... 12

2. Jenis ketidaktaatan... ... 14

3. Faktor yang mempengaruhi ketidaktaatan... ... 14

C. Diabetes Mellitus tipe 2... ... 16

1. Definisi... ... 16

2. Etiologi... ... 17

3. Gejala klinis... ... 17

4. Patofisiologi... ... 18

5. Komplikasi DM tipe 2... 19

6. Penatalaksanaan terapi... ... 20

D. Hipertensi... ... 24

1. Definisi... ... 24

2. Faktor yang mempengaruhi tekanan darah... ... 24

3. Etiologi... .. 26

4. Gejala klinis... 27

5. Patofisiologi... 27

6. Klasifikasi... 29

7. Faktor risiko hipertensi... 30

8. Penatalaksanaan terapi... ... 33

E. Keterangan Empiris... 46

BAB III. METODE PENELITIAN... .. 47

A. Jenis dan Rancangan Penelitian... 47

B. Variabel Penelitian... .. 47

C. Definisi Operasional... .. 48

D. Teknik Sampling... . 49

E. Subjek Penelitian... .. 49

F. Bahan Penelitian... .. 49

G. Lokasi dan Waktu Penelitian... . 50

H. Instrumen Penelitian... .. 50

(11)

xi

1. Studi pustaka... .. 52

2. Analisis situasi... 52

3. Pembuatan instrumen penelitian... ... 53

4. Pengambilan data... .. 55

5. Analisis data... .. 56

6. Keterbatasan penelitian... .. 57

BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN... 58

A. Karakteristik Pasien... .. 58

1. Umur... ... 59

2. Jenis kelamin... .. 60

3. Pendidikan... .. 61

4. Pekerjaan... ... 62

5. Penghasilan... ... 63

B. Pemahaman Pasien... .. 64

1. Pemahaman terhadap rincian obat... ... 65

2. Pemahaman terhadap efek obat yang diberikan... ... 66

3. Pemahaman terhadap efek samping obat... .. 66

4. Pemahaman terhadap instruksi... 68

5. Pemahaman terhadap perhatian dan peringatan... 68

6. Pemahaman terhadap konsultasi mendatang ... 68

C. Ketaatan Pasien... .. 69

1. Ketaatan dalam memeriksa rincian obat... 70

2. Ketaatan dalam mengkonsumsi obat... ... 70

3. Ketaatan dalam kesesuaian dosis yang ditentukan... ... 71

4. Ketaatan dalam pemeriksaan laboratorium... .. 71

BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN... 76

A. Kesimpulan ... .. 76

B. Saran ... .. 76

DAFTAR PUSTAKA ... 77

LAMPIRAN ... 82

(12)

xii

DAFTAR TABEL

Halaman

Tabel I. Golongan Obat Antidiabetes... 21

Tabel II. Klasifikasi Tekanan Darah Menurut Umur... 29

Tabel III. Klasifikasi Tekanan Darah Untuk Orang Dewasa... 29

Tabel IV. Modifikasi Gaya Hidup... ... 34

Tabel V. Golongan Obat Antihipertensi... 35

Tabel VI. Variabel Pemahaman ... 51

Tabel VII. Variabel Ketaatan ... 52

Tabel VIII. Jenis PernyataanFavorabledanUnfavorable... 54

Tabel IX. Sumber Informasi Pasien ... 64

Tabel X. Rincian Obat ... 65

Tabel X. Cara Konsumsi Obat... 66

Tabel XI. Efek Obat yang diberikan ... 66

Tabel XII. Efek Samping Obat... 67

Tabel XIII. Instruksi... 67

Tabel XIV. Perhatian dan Peringatan Penggunaan Obat ... 68

Tabel XV. Konsultasi Mendatang ... 70

Tabel XVI. Rincian Obat... 70

Tabel XVII. Cara Konsumsi Obat... 70

Tabel XVIII.Kesesuaian Dosis... 71

Tabel XIX. Pemeriksaan Laboratorium ... 71

Tabel XX. Jumlah Sisa Obat ... 72

(13)

xiii

DAFTAR GAMBAR

Halaman

Gambar 1. Urutan Pemrosesan Informasi ... 9

Gambar 2. Konsep Perilaku Sakit ... 13

Gambar 3. Patofisiologi DM tipe 2 ... 18

Gambar 4. Faktor yang Mempengaruhi Tekanan Darah... 25

Gambar 5. Patofisiologi Hipertensi... 27

Gambar 6. Algoritma Terapi Hipertensi... 45

Gambar 7. Kombinasi Obat Antihipertensi... 46

Gambar 8. Karakteristik Pasien Berdasarkan Umur... 59

Gambar 9. Karakteristik Pasien Berdasarkan Jenis Kelamin... 60

Gambar 10. Karakteristik Pasien Berdasarkan Pendidikan... 61

Gambar 11. Karakteristik Pasien Berdasarkan Pekerjaan ... 62

(14)

xiv

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

Lampiran 1. PersetujuanEthical Clearance ... 84

Lampiran 2. Pengajuan Konsultasi Kuesioner ... 85

Lampiran 3. Persetujuan Uji Validitas dari Rumah Sakit Panti Rapih Yogyakarta... ... 86

Lampiran 4. Persetujuan Penelitian dan Pengambilan Data di Rumah Sakit Umum Pusat Dr.Sardjito Yogyakarta ... 87

Lampiran 5. Persetujuan Penelitian dan Pengambilan Data dari Instalasi Farmasi Rumah Sakit Umum Pusat Dr. Sardjito Yogyakarta ... 88

Lampiran 6. Lembar Informasi untuk Pasien ... 89

Lampiran 7. FormulirInformed Consent ... 91

Lampiran 8. Kuesioner Penelitian ... 92

Lampiram9. Uji Validitas dan Reliabilitas ... 95

Lampiran 10. Karakteristik Responden ... 100

Lampiran 11. Hasil Pemahaman dan Ketaatan ... 101

Lampiran 12. Hasil Kuesioner Informasi Lain... 102

Lampiran 13. Hasil Jumlah Sisa Obat... 103

Lampiran 14. Keterangan Selesai Penelitian ... 107

(15)

xv INTISARI

DM tipe 2 disebabkan adanya insulin yang dihasilkan oleh pankreas tidak mencukupi untuk mengikat gula dalam darah akibat pola makan atau gaya hidup yang tidak sehat (Zuhal, 2010). Seperti halnya dengan DM, hipertensi penyebab kematian nomor 3 di Indonesia (Depkes, 2012), untuk mendapatkan hasil pengelolaan diabetes maupun hipertensi yang optimal dibutuhkan pemahan dan ketaatan penggunaan obat. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pemahaman dan ketaatan penggunaan obat pada pasien DM tipe 2 dengan hipertensi di Instalasi Rawat Jalan Rumah Sakit Umum Pusat Dr.Sardjito Yogyakarta dengan metode pengecekan penebusan obat, kuesioner, dan perhitungan jumlah sisa obat. Penelitian ini termasuk penelitian non eksperimental dengan rancangan deskriptif evaluatif, pengambilan data dilakukan menggunakan instrumen kuesioner dengan rancangan cross sectional. Pengolahan data dilakukan dengan metode statistik deskriptif.

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan pada 25 pasien, diketahui bahwa karakteristik pasien DM tipe 2 dengan hipertensi adalah pasien wanita, pasien berumur ≥ 65 tahun, tingkat pendidikan terakhir SMA, rata-rata pasien berprofesi sebagai ibu rumah tangga, dan penghasilan rata-rata per bulan Rp 870.000-1.500.000. Pemahaman rendah jika persentase ≤ 50% dan pemahaman tinggi jika persentase > 50%, hasil penelitian menunjukkan pemahaman pasien dalam penggunaaan obat tinggi yaitu 96,4%. Pasien dikatakan taat jika obat habis ≥ 80% dan pasien tidak taat jika sisa obat > 20% hasil penelitian menunjukkan pasien taat dalam mengkonsumsi yaitu 96%.

(16)

xvi

ABSTRACT

Type 2 diabetes caused by insulin produced by the pancreas is not sufficient to bind the sugar in the blood a result diet or an unhealthy lifestyle (Zuhal, 2010). As with DM, hypertension, number 3 cause of death in Indonesia (Depkes RI, 2012), to get the management of diabetes or hypertension that required understanding and adherence to optimal drug use. This study aims to determine understanding and adherence to medication use in patients with type 2 diabetes with hypertension in the Installation General Hospital Outpatient Center Dr.Sardjito Yogyakarta by the method of drug redemption checks, questionnaires, and the calculation of the amount of drug remaining.

This study includes non-experimental research with descriptive evaluative design, data collection carried out using a questionnaire instrument with cross sectional design. Data processing is done by descriptive statistical methods.

Based on the results of research conducted in 25 patients, it is known that the characteristics of type 2 DM patients with hypertension were female patients, patients aged ≥ 65 years, the last high school education, the average patient living as a housewife, and average earnings per month Rp 870000-1500000. Understanding is low if the percentage of ≤ 50%and higher understanding if the percentage of> 50%, the results showed an understanding of the patient in the use of the drug as high as 96.4%. Patients are said to be obeyed if the drug is depleted ≥ 80% and the patient does not obey if the rest of the drugs> 20% of the results showed patients taking the devout in 96%.

(17)

1 BAB I

PENGANTAR

A. Latar Belakang

Diabetes Mellitus (DM) tipe 2 merupakan intoleran karbohidrat yang ditandai

dengan resistensi insulin, defisiensi relatif insulin, kelebihan produksi glukosa hepar

dan hiperglikemia (Brashers and Valentina, 2007). Menurut International Diabetes

Federation/IDF (2005), menyebutkan jumlah penderita diabetes di seluruh dunia saat

ini diperkirakan sekitar 190 juta, pada tahun 2025 jumlah ini diperkirakan meningkat

menjadi lebih dari 330 juta, dengan sebagian besar merupakan DM tipe 2 .

Menurut Centers for Desease Control and Prefention (2003), menjelaskan

bahwa kasus diabetes mellitus tipe 2 sebesar 90% sampai 95% dari kasus diagnosis

diabetes, dimana sel–sel tidak menggunakan insulin secara benar, sehingga pankreas

secara bertahap kehilangan kemampuan untuk memproduksi insulin.

Hipertensi merupakan penyebab kematian nomor 3 di dunia, yakni mencapai

6,7% dari populasi kematian pada semua umur di Indonesia (Depkes, 2012). Hasil

Survei Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) tahun 2001 menunjukkan bahwa 8,3%

penduduk menderita hipertensi dan meningkat menjadi 27,5% pada tahun 2004

(Turminah, 2009). Prevalensi hipertensi pada penderita DM di Indonesia

secara keseluruhan adalah 70%, dimana pada laki-laki 32% dan wanita 45%

(18)

menyebabkan kematian secara langsung, tetapi dapat berakibat fatal bila

pengelolaannya tidak tepat (Depkes RI, 2005).

Pengelolaan DM tipe 2 dengan hipertensi agar memperoleh hasil yang

optimal dibutuhkan perubahan perilaku dari pasien dimana perlu dilakukan edukasi

bagi pasien dan keluarga untuk meningkatan motivasi (PERKENI, 2006). Untuk

dapat mencapai target pengobatan yang tepat, dibutuhkan usaha yang cukup besar

agar dapat meningkatkan kepatuhan pasien terhadap terapi obat (Depkes RI, 2006).

Ketidakpahaman dan ketidakpatuhan pasien dalam menjalankan terapi

merupakan salah satu penyebab kegagalan terapi. Hal ini sering disebabkan karena

kurangnya pemahaman pasien tentang obat dan segala sesuatu yang berhubungan

dengan penggunaan obat untuk terapinya (Depkes RI, 2007). Keterampilan

komunikasi dokter dalam memberikan informasi yang jelas kepada pasien mengenai

penyakit yang diderita serta cara pengobatan dan pendekatan yang baik dapat

meningkatkan kepuasan pasien (Smet, 1994).

Kepuasan pasien terhadap terapi pengobatan pada gilirannya akan

meningkatkan kepatuhan terhadap rencana terapi yang akan dilaksanakan. Berbagai

penelitian menunjukkan bahwa ketaatan pada pengobatan penyakit yang bersifat

kronis pada umumnya rendah. Penelitian yang melibatkan pasien berobat jalan

menunjukkan bahwa lebih dari 70% pasien tidak mengkonsumsi obat sesuai dengan

dosis yang seharusnya (Basuki, 2009).

Menurut laporan WHO pada tahun 2003, kepatuhan rata-rata pasien pada

(19)

sedangkan di negara berkembang jumlah tersebut bahkan lebih rendah (Badan POM

RI, 2006).

Peneliti memilih DM tipe 2 dengan hipertensi karena tingkat insidensi DM

tipe 2 dengan hipertensi di Rumah Sakit Umum Pusat Dr. Sardjito tinggi yaitu

sebesar 48 pasien dan kedua penyakit tersebut merupakan penyakit kronis yang

membutuhkan ketaatan dalam penggunaan obat.

Penelitian dilakukan di Instalasi Rawat Jalan Rumah Sakit Umum Pusat Dr.

Sardjito Yogyakarta, Jl. Kesehatan 1 Yogyakarta sebagai salah satu lembaga

pelayanan masyarakat dibidang kesehatan yang memberikan pelayanan perawatan

DM tipe 2 dengan hipertensi dan merupakan rumah sakit rujukan untuk masyarakat

Yogyakarta.

1. Perumusan masalah

a. Bagaimana karakteristik pasien DM tipe 2 dengan hipertensi di Instalasi

Rawat Jalan Rumah Sakit Umum Pusat Dr.Sardjito Yogyakarta?

b. Bagaimana pemahaman pasien DM tipe 2 dengan hipertensi terhadap

pengobatan di Instalasi Rawat Jalan Rumah Sakit Umum Pusat Dr.Sardjito

Yogyakarta ?

c. Bagaimana ketaatan pasien DM tipe 2 dengan hipertensi terhadap pengunaan

obat di Instalasi Rawat Jalan Rumah Sakit Umum Pusat Dr.Sardjito

(20)

2. Keaslian penelitian

Beberapa penelitian yang berhubungan dengan pemahaman dan ketaatan

penggunaan obat yang telah dilakukan sebelumnya, sebagai berikut :

a. Kajian Pemahaman dan Ketaatan Penggunaan Obat Pasien Diabetes Mellitus Tipe

2 dengan Hipertensi (Dewanti, 2010). Perbedaan dengan penelitian yang

dilakukan oleh Dewanti 2010, terletak pada tempat, penelitian Dewanti dilakukan

di Rumah Sakit Panti Rapih Yogyakarta sedangkan penelitian ini dilakukan di

Rumah sakit Umum Pusat Dr. Sardjito Yogyakarta, periode pengambilan data

dilakukan pada Juli-Agustus 2010, sedangkan penelitian ini dilakukan pada

Januari-Maret 2012, sedangkan persamaan penelitian yang dilakukan terletak

pada subjek penelitian, yaitu pasien diabetes mellitus tipe 2 dengan hipertensi dan

kajian pemahaman dan ketaatan penggunaan obat.

b. Kajian Pemahaman dan Ketaatan Penggunaan Obat pada Pasien Diabetes Mellitus

Tipe 2 dengan Komplikasi Gagal Ginjal Kronis (Handayani, 2010). Perbedaan

dengan penelitian yang dilakukan oleh Handayani 2010, terletak pada tempat,

penelitian Handayani dilakukan di Rumah Sakit Panti Rapih Yogyakarta

sedangkan penelitian ini dilakukan di Rumah sakit Umum Pusat Dr. Sardjito

Yogyakarta, periode pengambilan data dilakukan pada Juli-Agustus 2010,

sedangkan penelitian ini dilakukan pada Januari-Maret 2012, dan subjek

penelitian adalah pasien diabetes mellitus tipe 2 dengan komplikasi gagal ginjal

(21)

dengan hipertensi, sedangkan persamaan penelitian yang dilakukan terletak pada

kajian pemahaman dan ketaatan penggunaan obat.

c. Kajian Pemahaman dan Ketaatan Penggunaan Obat pada Pasien Diabetes Mellitus

Tipe 2 dengan Komplikasi Dislipidemia di Rumah Sakit Panti Rapih Yogyakarta

Periode Desember 2010-Januari 2011 (Novreny, 2011). Perbedaan dengan

penelitian yang dilakukan oleh Novreny 2011, terletak pada tempat, penelitian

Novreny dilakukan di Rumah Sakit Panti Rapih Yogyakarta sedangkan penelitian

ini dilakukan di Rumah sakit Umum Pusat Dr.Sardjito Yogyakarta, periode

pengambilan data dilakukan pada Desember 2010-Januari 2011, sedangkan

penelitian ini dilakukan pada Januari-Maret 2012, dan subjek penelitian adalah

pasien diabetes mellitus tipe 2 dengan komplikasi dislipidemia, sedangkan subjek

pada penelitian ini adalah pasien diabetes mellitus tipe 2 dengan hipertensi,

sedangkan persamaan penelitian yang dilakukan terletak pada kajian pemahaman

dan ketaatan penggunaan obat.

Sejauh penelusuran pustaka yang telah dilakukan penulis, penelitian mengenai

“Kajian Pemahaman dan Ketaatan Penggunaan Obat pada Pasien Diabetes Mellitus

Tipe 2 dengan Hipertensi di Rumah Sakit Umum Pusat Dr.Sardjito Yogyakarta”

(22)

3. Manfaat penelitian

a. Manfaat teoritis

Penelitian ini diharapkan dapat meningkatkan pengetahuan di bidang

kesehatan, terkait pemahaman dan ketaatan penggunaan obat pada pasien DM

tipe 2 dengan hipertensi.

b. Manfaat praktis

Penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat untuk meningkatkan kualitas

pelayanan kefarmasian berupa terapi atau edukasi khususnya pasien DM tipe

2 dengan hipertensi khususnya di Rumah Sakit Umum Pusat Dr. Sardjito

Yogyakarta.

B. Tujuan Penelitian

1. Tujuan umum

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui seberapa besar pemahaman dan

ketaatan penggunaan obat pada pasien DM tipe 2 dengan hipertensi di Instalasi

Rawat Jalan Rumah Sakit Umum Pusat Dr. Sardjito Yogyakarta.

2. Tujuan khusus

Secara khusus penelitian ini bertujuan untuk :

a. Mengetahui karakteristik pasien DM tipe 2 dengan hipertensi di Instalasi Rawat

Jalan Rumah Sakit Umum Pusat Dr.Sardjito Yogyakarta.

b. Mengetahui tingkat pemahaman pasien DM tipe 2 dengan hipertensi di Instalasi

(23)

c. Mengetahui ketaatan pasien DM tipe 2 dengan hipertensi di Instalasi Rawat Jalan

(24)

8 BAB II

PENELAAHAN PUSTAKA

A. Pemahaman

1. Definisi

Menurut kamus Bahasa Indonesia kontemporer, pemahaman merupakan

proses, perbuatan, atau cara memahami dan memahamkan (Salim, 1991). Pemahaman

yang baik mengenai informasi pengobatan diasumsikan dapat meningkatkan ketaatan

pasien dalam menjalankan proses terapi, paling tidak pemahaman mengenai efek dari

obat yang diberikan, efek samping obat, instruksi, peringatan, dan konsultasi

mendatang (Santoso, Suryawati, dan Danu 2003).

2. Tahap pemrosesan informasi

Dalam suatu kegiatan seseorang menerima informasi dan mengolah informasi

tersebut didalam memori. Menurut Atkinson and Shiffrin (cit., Sutrisno, 2008),

informasi diproses dan disimpan dalam 3 tahapan, yaitu :

a. Sensory Memory(SM)

Informasi masuk kedalam sistem informasi manusia melalui saluran sesuai dengan

inderanya. Persepsi bekerja pada informasi ini untuk menciptakan apa yang kita

pahami. Keterbatasan kemampuan dan banyaknya informasi yang masuk, tidak

semua informasi bisa diolah. Informasi yang baru saja diterima ini disimpan dalam

(25)

b. Short-term Memory(ST

Short-term memory atau

dipikirkan seseorang pa

Jika informasi dalam

kelamaan informasi te

informasi berikutnya, ya

c. Long-term Memory (LTM

Long-term memorymeru

dapat menyimpan info

diperlukan lagi. Informa

ke dalam bentuk struktur

Schema mengelompokk

nantinya informasi terse

informasi di waktu menda

informasi).

STM) atauworking memory

tau working memory berhubungan dengan apa yan

pada suatu saat ketika menerima stimulus dari ling

short-term memory ini terus digunakan, maka

tersebut akan masuk ke dalam tahapan peny

, yaitulong-term memory.

TM)

erupakan memori penyimpanan yang relatif permane

informasi meskipun informasi tersebut mungki

masi yang tersimpan di dalamlong-term memorydi

uktur pengetahuan tertentu, atau yang disebut dengan

pokkan elemen-elemen informasi sesuai dengan ba

rsebut akan digunakan, sehingga schemamemfasilit

endatang ketika akan digunakan (proses memanggil

. Urutan Pemrosesan Informasi (Harinaldi, 2005) Stimulus

1st Qtr 2nd Qtr 3rd Qtr 4th Qtr

(26)

Berdasarkan Gambar 1, seseorang menerima informasi melalui berbagai

indera. Stimulus-stimulus dari masing-masing indera ditampung sementara di register

sensoral selama beberapa detik. Informasi mentah akan langsung terlupakan jika tidak

ditindaklanjuti (Harinaldi, 2005).

Seseorang mencocokkan informasi yang baru masuk dengan sekumpulan pola

yang telah tersimpan dalam ingatan jangka panjang. Informasi yang tidak menarik

perhatian akan dibuang dan hilang. Informasi yang terpilih akan masuk kedalam

ingatan jangka pendek. Ingatan jangka pendek bersifat aktif, sadar, dan temporer.

Daya tampung informasi ingatan jangka pendek tidak sebanyak daya tampung di

register sensoral, namun ingatan ini menampung informasi itu dalam jangka waktu

yang lebih lama. Suatu informasi akan mudah diingat jika memiliki banyak

hubungan. Seseorang dapat melupakan informasi ingatan jangka panjang karena

adanya gangguan dari informasi baru, namun hal ini lebih dianggap sebagai

kegagalan mencari informasi yang tersimpan dan bukan karena hilangnya informasi

tersebut (Harinaldi, 2005).

3. Informasi obat

Untuk mencegah penggunaan obat yang salah dan untuk menciptakan

pengetahuan dan pemahaman pasien dalam penggunaan obat yang akan berdampak

pada kepatuhan pengobatan dan keberhasilan dalam proses penyembuhan, maka

diperlukan informasi obat untuk pasien dan keluarga melalui konseling obat. Pasien

(27)

peningkatan ketaatan pada regimen obat yang digunakannya sehingga hasil terapi

akan meningkat pula (Depkes, 2007).

Pada pemberian informasi, minimal instruksi yang dapat disampaikan kepada

pasien adalah :

a. Efek dari obat yang diberikan

Kenapa obat harus diminum, gejala yang mungkin dapat dihilangkan dan mana

yang tidak, kapan efek obat akan mulai terlihat, dan keadaan yang dapat terjadi

jika penggunaan obat tidak benar.

b. Efek samping obat

Keadaan yang mungkin terjadi, bagaimana mengenalinya, bagaimana keseriusan

efek samping obat dan harus kemana jika terjadi efek samping obat.

c. Instruksi

Kapan obat harus diminum, bagaimana obat harus diminum, bila keadaan seperti

apa obat harus diminum, bagaimana menyimpan obat yang benar, sampai kapan

obat harus diminum.

d. Peringatan

Kapan obat harus dihentikan, berapa dosis maksimum yang diperbolehkan,

kenapa obat harus diminum sampai habis.

e. Konsultasi mendatang

Kapan harus konsultasi kembali, kondisi bagaimana harus kembali, informasi apa

(28)

B. Ketaatan

1. Definisi

Ketaatan didefinisikan sebagai tingkat ketepatan perilaku seseorang individu

dengan nasehat medis atau kesehatan (Siregar dan Kumolosari, 2005). Menurut Pusat

Data dan Informasi, keterlibatan penuh pasien dalam penyembuhan dirinya baik

melalui kepatuhan atas instruksi yang diberikan untuk terapi, maupun dalam ketaatan

melaksanakan anjuran lain dalam mendukung terapi (Depkes RI, 2006).

Ketaatan merupakan proses perilaku kompleks yang ditentukan beberapa

faktor yaitu sifat pasien, lingkungan pasien, dan karakteristik dari penyakit dan

pengobatannya (WHO, 2003). Keberhasilan terapi obat terjadi apabila pasien

benar-benar mengetahui tentang informasi obat dan penggunaannya. Pasien yang

berpengetahuan tentang obatnya, menunjukkan ketaatan yang meningkat terhadap

regimen obat yang ditulis sehingga menghasilkan terapi yang meningkat (Siregar dan

Kumolosari, 2005).

Cara untuk mengukur ketaatan penggunaan obat terdiri dari 2 metode, yaitu

metode langsung dan metode tidak langsung. Pada penelitian ini dilakukan

menggunakan metode tidak langsung, yaitu kuesioner dan menghitung jumlah sisa

obat dan penebusan resep kembali. Metode kuesioner sederhana, tidak mahal, dan

mudah dilakukan, metode menghitung jumlah sisa obat objektif dan mudah

dilakukan, dan metode penebusan resep kembali objektif dan mudah dalam

(29)

Menurut Lehndroff and Tracy (cit., Novianty, 2008), rasa sakit dapat dikelola,

baik untuk sekedar pengendalian maupun untuk mencapai penyembuhan diri dari

penyakit yang sedang diderita, dan faktor utama yang menunjang kemampuan derajat

kesehatan pasien adalah keinginan dan kehendak yang besar untuk mengalami

kemajuan. Dari teori tersebut dapat dijelaskan mengenai model perilaku sakit dilihat

dari sudut kemampuan dan kemauan mengelola rasa sakit.

kemampuan (+)

kuadran II kuadran I

kuadran IV kuadran III

kemampuan (-)

Gambar 2. Konsep Perilaku Sakit Lehndroff and Tracy (cit., Novianty, 2008) Dari Gambar 2, dijelaskan konsep perilaku sakit sebagai berikut :

1) Kuadran I merupakan kuadran yang ideal karena seseorang pasien memiliki

kemampuan untuk mengelola rasa sakit.

2) Kuadran II pasien sudah memiliki keinginan untuk mengelola rasa sakitnya,

namun pasien tidak memiliki pengetahuan dan kemampuan untuk melakukan

pengelolaan rasa sakit.

3) Kuadran III, pasien yang kehilangan semangat hidup, sehingga pasrah terhadap

kondisi yang ada, padahal dirinya mampu untuk meraih kesembuhan atau

mendapat kondisi rasa sakit yang kecil.

4) Kuadran IV, merupakan pasien yang pesimis. Dimana dalam dirinya sudah tidak

ada rasa ingin untuk mendapatkan kualitas kesehatan yang lebih baik dan

(30)

kemudian dipengaruhi oleh adanya ketidakmampuan dirinya untuk mengelola

rasa sakit.

2. Jenis ketidaktaatan

Situasi yang berkaitan dengan ketidaktaatan pada terapi obat, mencakup :

a. Kegagalan menebus resep

Pasien tidak merasa memerlukan obat atau tidak menghendaki

pengambilannya. Ada juga pasien tidak menebus resep karena tidak mampu

membelinya.

b. Melalaikan dosis.

c. Kesalahan dosis.

d. Kesalahan dalam waktu pemberian atau konsumsi obat.

e. Keadaan obat yang dikonsumsi tidak tepat dikaitkan dengan waktu makan,

seperti obat yang harus dikonsumsi terpisah dari waktu makan (1 jam sebelum

makan dan 2 jam setelah makan) untuk mencapai absorpsi yang optimal.

f. Penghentian pemberian obat sebelum waktunya (Siregar dan Kumolosari,

2005).

3. Faktor yang mempengaruhi ketidaktaatan

Beberapa faktor yang mempengaruhi ketidaktaatan adalah :

a. Faktor pasien :

1) Merasa pengobatan tidak serius, selain itu juga dapat dimungkinkan

pasien menjadi putus asa dengan program terapi yang lama dan tidak

(31)

2) Pandangan negatif dari keluarga dan teman atau kurangnya dukungan

sosial (Siregar dan Kumolosari, 2005).

b. Faktor komunikasi :

1) Tingkat pengawasan medis rendah.

2) Kurang penjelasan yang eksplisit, tepat, jelas, jumlahnya memadai, dan

termasuk menerima tanggapan.

3) Kurang informasi yang seimbang tentang risiko dan efek samping.

4) Strategi yang dilakukan oleh profesional kesehatan rendah.

5) Interaksi dengan profesional kesehatan sedikit atau tidak ada sama sekali.

6) Profesional kesehatan dianggap tidak ramah dan kurang perhatian.

7) Profesional kesehatan tidak membiarkan pasien terlibat dalam membuat

keputusan (Siregar dan Kumolosari, 2005).

c. Hambatan ketaatan :

1) Regimen pengobatan kompleks

Makin banyak jenis dan jumlah obat yang digunakan pasien, semakin

tinggi risiko ketidaktaatan.

2) Durasi terapi panjang

Tingkat ketidaktaatan menjadi lebih besar apabila periode pengobatan

lama, sehingga ketaatan pada pengobatan jangka panjang lebih sulit

(32)

3) Frekuensi pemberian

Pemberian obat pada jangka waktu yang sering (mengkonsumsi obat

lebih dari 2 kali sehari), membuat ketidaktaatan lebih mungkin terjadi

karena jadwal kerja pasien akan terganggu untuk pengambilan satu dosis

obat.

4) Munculnya efek merugikan atau efek samping.

5) Tidak dapat membaca, kemampuan kognitif rendah, hambatan bahasa.

6) Harga obat

Biaya yang dikatakan beberapa pasien sebagai alasan untuk tidak

menebus resepnya sama sekali karena obat jarang digunakan atau

penghentian penggunaan sebelum waktunya disebabkan oleh harga yang

mahal (Siregar dan Kumolosari, 2005).

C. Diabetes Mellitus Tipe 2

1. Definisi

Intoleran karbohidrat yang ditandai resistensi insulin, defisiensi relatif insulin,

kelebihan produksi glukosa hepar dan hiperglikemia (Brashers and Valentina, 2007).

Menurut National Diabetes Information Clearinghouse (2008), Resistensi insulin

merupakan suatu kondisi dimana tubuh memproduksi insulin tetapi tidak

menggunakannya secara benar, insulin merupakan hormon yang dibuat oleh

pankreas, dimana membantu tubuh menggunakan glukosa sebagai energi, glukosa

(33)

2. Etiologi

Etiologi DM Tipe 2 merupakan multifaktor yang belum sepenuhnya

terungkap dengan jelas. Faktor genetik dan pengaruh lingkungan cukup besar dalam

menyebabkan terjadinya DM tipe 2 antara lain obesitas, diet tinggi lemak dan rendah

serat, serta kurang gerak badan (Depkes, 2005).

3. Gejala klinis

Gejala umum DM yang sering dirasakan antara lain poliuria (peningkatan

pengeluaran urin), polidipsia (peningkatan rasa haus), rasa lelah dan kelemahan otot

akibat katabolisme protein di otot, polifagia (peningkatan rasa lapar), dan sering

terjadi penurunan berat badan. Pada DM tipe 2 gejala yang dikeluhkan umumnya

hampir tidak ada (Corwin, 2008). DM tipe 2 sering muncul tanpa diketahui, dan

penanganan baru dimulai beberapa tahun kemudian ketika penyakit sudah

berkembang dan komplikasi sudah terjadi. Penderita DM tipe 2 umumnya mudah

terkena infeksi, sukar sembuh dari luka, daya penglihatan makin buruk, dan

umumnya menderita hipertensi, hiperlipidemia, obesitas, dan juga komplikasi pada

(34)

4. Patofisiologi

Gambar 3. Patofisiologi DM Tipe 2 (Surampudi,Kalarickal, dan Fonseca 2009).

Resistensi insulin merupakan keadaan dimana insulin tidak dapat bekerja

optimal pada sel-sel targetnya seperti sel otot, sel lemak dan sel hepar. Keadaan

resisten terhadap efek insulin menyebabkan sel  pankreas mensekresi insulin dalam

kuantitas yang lebih besar untuk mempertahankan homeostasis glukosa darah,

sehingga terjadi hiperinsulinemia kompensatoir untuk mempertahankan keadaan

euglikemia. Pada fase tertentu dari perjalanan penyakit DM tipe 2, kadar glukosa

darah mulai meningkat walaupun dikompensasi dengan hiperinsulinemia, disamping

itu juga terjadi peningkatan asam lemak bebas dalam darah. Keadaan glukotoksisitas

dan lipotoksisitas akibat kekurangan insulin relatif (walaupun telah dikompensasi

(35)

terjadilah gangguan metabolisme glukosa berupa Glukosa Puasa Terganggu,

Gangguan Toleransi Glukosa dan akhirnya DM tipe 2 (Arifin, 2011).

Disamping resistensi insulin, pada penderita DM Tipe 2 dapat juga timbul

gangguan sekresi insulin dan produksi glukosa hepatik yang berlebihan. Sel-sel β

kelenjar pankreas mensekresi insulin dalam dua fase. Fase pertama sekresi insulin

terjadi segera setelah stimulus atau rangsangan glukosa yang ditandai dengan

meningkatnya kadar glukosa darah, sedangkan sekresi fase kedua terjadi sekitar 20

menit sesudahnya. Pada awal perkembangan DM Tipe 2, sel-sel β menunjukkan

gangguan pada sekresi insulin fase pertama, artinya sekresi insulin gagal

mengkompensasi resistensi insulin apabila tidak ditangani dengan baik, pada

perkembangan penyakit selanjutnya penderita DM Tipe 2 akan mengalami kerusakan

sel-sel β pankreas yang terjadi secara progresif, yang seringkali akan mengakibatkan

defisiensi insulin, sehingga akhirnya penderita memerlukan insulin eksogen. Pada

penderita DM Tipe 2 umumnya ditemukan kedua faktor tersebut, yaitu resistensi

insulin dan defisiensi insulin (Depkes RI, 2005).

5. Komplikasi DM Tipe 2

a. Komplikasi makrovaskular

Kondisi hiperglikemia dalam hal ini dapat menyebabkan peningkatan

produksi asam lemak bebas yang menyumbat pembuluh darah besar sehingga

terjadi penyakit kardiovaskular seperti penyakit jantung koroner, penyakit

(36)

sering merasakan komplikasi makrovaskular adalah penderita DM tipe 2 yang

umumnya menderita hipertensi, dislipidemia, dan atau kegemukan.

b. Komplikasi mikrovaskular

Komplikasi mikrovaskular antara lain retinopati, nefropati, dan neuropati

(Muchid, 2005).

6. Penatalaksanaan terapi

a. Outcome

Mengendalikan glukosa darah, pencegahan keparahan komplikasi.

b. Sasaran

Kadar glukosa darah.

c. Tujuan

Mengurangi risiko penyakit komplikasi mikrovaskuler dan makrovaskuler,

mengurangi gejala penyakit, dan meningkatkan kualitas hidup pasien.

d. Strategi terapi

1) Non farmakologi

a) Pengaturan diet

Diet yang dianjurkan adalah makanan dengan komposisi yang

seimbang dalam hal karbohidrat 60-70%, protein 10-15%, lemak

20-25% sesuai dengan kecukupan gizi. Masukan kolesterol tetap

diperlukan, tetapi jangan melebihi 300 mg per hari. Sumber lemak

diupayakan berasal dari bahan nabati yang banyak mengandung asam

(37)

sangat penting, diusahakan paling tidak 25 g per hari (Depkes RI,

2005).

b) Olah raga

Olahraga teratur dapat menurunkan dan menjaga kadar gula darah

tetap normal. Olahraga yang disarankan adalah yang bersifat CRIPE

(Continuous, Rhytmical, Interval, Progressive, Endurance Training).

Sedapat mungkin mencapai zona sasaran 75-85% denyut nadi

maksimal (220-umur), disesuaikan dengan kemampuan dan kondisi

penderita (Depkes RI, 2005).

2) Farmakologi

Tabel I. Golongan Obat Antidiabetes (Sukandar dkk., 2008) Obat Indikasi Kontra

indikasi

Dosis Efek samping Sediaan Insulin DM tipe

(38)

Lanjutan Tabel I. Golongan Obat Antidiabetes Obat Indikasi Kontra

indikasi

Dosis Efek samping Dosis

(39)

Lanjutan Tabel I. Golongan Obat Antidiabetes

Obat Indikasi Kontra

indikasi

(40)

Lanjutan Tabel I. Golongan Obat Antidiabetes

Miglitol DM yang

tidak dapat

Hipertensi didefinisikan sebagai kondisi dimana terjadi peningkatan tekanan

darah sistolik atau tekanan diastolik (Price and Lorraine., 2006). Tekanan darah

berarti tekanan pada pembuluh nadi dari peredaran pembuluh sistemik di dalam

tubuh. Tekanan darah tersebut dibedakan antara tekanan darah sistolik dimana

tekanan darah terjadi pada waktu jantung menguncup (sistole) dan tekanan darah

diastolik dimana terjadi pada saat jantung mengendor kembali (diastole) (Gunawan

2001).

2. Faktor yang mempengaruhi tekanan darah

Tekanan darah (TD) ditentukan 2 faktor yaitu curah jantung dan resisten

(41)

Gambar 4. Mekanisme Pengaturan Tekanan darah (Sherwood, 2001).

Tekanan darah arteri rata-rata adalah gaya utama untuk mendorong darah ke

jaringan. Tekanan tersebut harus diatur secara ketat dengan tujuan yaitu, dihasilkan

gaya dorong yang cukup sehingga otak dan jaringan lain menerima aliran darah yang

adekuat, dan tidak terjadi tekanan yang terlalu tinggi yang dapat memperberat kerja

jantung dan meningkatkan risiko kerusakan pembuluh darah. Pengaturan tekanan

darah melibatkan integrasi berbagai komponen sistem sirkulasi dan sistem tubuh lain.

Perubahan setiap faktor tersebut akan mengubah tekanan darah kecuali terjadi

perubahan kompensatorik pada variabel lain sehingga tekanan darah konstan. tekanan

darah sangat tergantung pada curah jantung (cardiac output) dan resistensi perifer.

(42)

Di dalam tubuh terdapat baroreseptor yang secara konstan memantau tekanan

darah arteri rata-rata. Baroreseptor tersebut adalah sinus caroticus dan baroreseptor

arcus aorta. Setiap perubahan pada tekanan darah akan mencetuskan refleks

baroreseptor yang diperantarai oleh sistem saraf otonom. Tujuan refleks tersebut

adalah penyesuaian curah jantung dan resistensi perifer total sehingga tekanan darah

kembali normal. Pada hipertensi, baroreseptor tidak berespon mengembalikan

tekanan darah ke tingkat normal karena mereka telah beradaptasi untuk bekerja pada

tingkat yang lebih tinggi (Sherwood, 2001).

3. Etiologi

Berdasarkan etiologinya, hipertensi dibagi menjadi :

a. Hipertensi primer (essensial)

Lebih dari 90% pasien dengan hipertensi merupakan hipertensi essensial

(hipertensi primer). Pada hipertensi primer ini tidak diketahui penyebabnya

(Betz and Sowden, 2004). Hipertensi essensial bisa disebabkan oleh

pertambahan volume darah (misal karena bertambahnya pelepasan zat-zat

vasokonstriktor, meningkatnya sensitivitas sel otot polos vaskuler atau karena

faktor neurogenik), atau disebabkan oleh keduanya (Richard and Mitchell,

2009).

b. Hipertensi sekunder

Kurang dari 10% penderita hipertensi merupakan sekunder karena penyakit

renal atau (yang lebih jarang) karena stenosis arteri renalis (hipertensi

(43)

neurologik dan obat-obat tertentu yang dapat meningkatkan tekanan darah

(Richard and Mitchell, 2009).

4. Gejala klinis

Hipertensi biasanya tidak menimbulkan gejala. Nyeri kepala atau gangguan

penglihatan terjadi pada hipertensi berat atau progesif (Rubenstein, 2005).

5. Patofisiologi

Gambar 5. Patofisiologi Hipertensi (DiPiro, Talbert, Yee, Matzke, Wells, Posey, 2008)

Menurut Gray (cit., Hanifa, 2011), sistem Renin-Angiotensin merupakan

sistem endokrin yang penting dalam pengontrolan tekanan darah. Renin disekresi

oleh juxtaglomerulus aparatus ginjal sebagai respon glomerulus underperfusionatau

(44)

angiotensin II dari angiotensin I oleh angiotensin I-converting enzyme(ACE). ACE

memegang peranan fisiologis penting dalam mengatur tekanan darah. Darah

mengandung angiotensinogen yang diproduksi hati, yang oleh hormon renin

(diproduksi oleh ginjal) akan diubah menjadi angiotensin I (dekapeptida yang tidak

aktif). ACE yang terdapat di paru-paru, angiotensin I diubah menjadi angiotensin II

(oktapeptida yang sangat aktif). Angiotensin II berpotensi besar meningkatkan

tekanan darah karena bersifat sebagai vasokonstriktor melalui dua jalur, yaitu:

a) Meningkatkan sekresi hormon antidiuretik (ADH) dan rasa haus. ADH

diproduksi di hipotalamus (kelenjar pituitari) dan bekerja pada ginjal untuk

mengatur osmolalitas dan volume urin. Dengan meningkatnya ADH, sangat

sedikit urin yang diekskresikan ke luar tubuh (antidiuresis) sehingga urin

menjadi pekat dan osmolalitasnya tinggi, untuk mengencerkan volume cairan

ekstraseluler akan ditingkatkan dengan cara menarik cairan dari bagian

intraseluler. Akibatnya volume darah meningkat sehingga meningkatkan

tekanan darah.

b) Menstimulasi sekresi aldosteron dari korteks adrenal. Aldosteron merupakan

hormon steroid yang berperan penting pada ginjal. Untuk mengatur volume

cairan ekstraseluler, aldosteron akan mengurangi ekskresi NaCl (garam)

dengan cara mereabsorpsinya dari tubulus ginjal. Naiknya konsentrasi NaCl

akan diencerkan kembali dengan cara meningkatkan volume cairan

ekstraseluler yang pada gilirannya akan meningkatkan volume dan tekanan

(45)

6. Klasifikasi

Tabel II. Klasifikasi Tekanan Darah Menurut Umur(Tambayong, 2000)

Kelompok usia Normal (mm Hg) Hipertensi (mmHg)

Bayi 80/40 90/60

Anak 100/60 120/80

Remaja 115/70 130/80

Dewasa

120-125/75-80 135/90

135-140/85 140/90-160/95

150/85 160/95

Tabel III.Klasifikasi Tekanan Darah Untuk Orang Dewasa (Depkes RI, 2006) Klasifikasi tekanan

Darah

Tekanan darah sistolik (mmHg)

Tekanan darah diastolik (mmHg)

Normal < 120 dan < 80

Prehipertensi 120–139 atau 80-89

Hipertensi tahap 1 140–159 atau 90-99

Hipertensi tahap 2 ≥ 160 atau ≥ 100

Dari tabel klasifikasi tekanan darah menurut The Sevent Report of the Joint

National Committee on Prevention, Detection Evaluation, and Treatment of High

Blood Pressure(JNC 7),klasifikasi tekanan darah mencakup 4 kategori, dengan nilai

normal pada tekanan darah sistolik (TDS) < 120 mm Hg dan tekanan darah diastolik

(TDD) < 80 mm Hg. Prehipertensi tidak dianggap sebagai kategori penyakit tetapi

mengidentifikasi pasien yang tekanan darahnya cenderung meningkat ke klasifikasi

hipertensi dimasa yang akan datang. Ada dua tingkat hipertensi , semua pasien pada

kategori ini harus diberi terapi obat (Depkes RI, 2006).

Krisis hipertensi merupakan suatu keadaan klinis yang ditandai oleh tekanan

darah yang sangat tinggi >180/120 mmHg; dikategorikan sebagai hipertensi

(46)

meningkat ekstrim disertai dengan kerusakan organ target akut yang bersifat

progresif, sehingga tekanan darah harus diturunkan segera (dalam hitungan menit –

jam) untuk mencegah kerusakan organ target lebih lanjut. Hipertensi urgensi adalah

tingginya tekanan darah tanpa disertai kerusakan organ target yang progresif.

Tekanan darah diturunkan dengan obat antihipertensi oral ke nilai tekanan darah pada

tingkat 1 dalam waktu beberapa jam sampai dengan beberap hari (Depkes RI, 2006).

7. Faktor risiko hipertensi

Faktor pemicu hipertensi dapat dibedakan menjadi :

a. Faktor yang tidak dapat diubah/dikontrol

1) Umur

Bertambahnya umur, risiko terkena hipertensi lebih besar sehingga

prevalensi hipertensi dikalangan usia lanjut cukup tinggi, hipertensi ini

terjadi dimana arteri kehilangan kelenturan (Sugiarto, 2007).

2) Jenis kelamin

Pria lebih banyak mengalami kemungkinan menderita hipertensi dari pada

wanita. Hipertensi berdasarkan gender ini dapat pula dipengaruhi oleh

faktor psikologis. Pada wanita sering kali dipicu oleh perilaku tidak sehat

(merokok, kelebihan berat badan), depresi, dan rendahnya status pekerjaan.

Sedangkan pada pria lebih berhubungan dengan pekerjaan, seperti perasaan

(47)

3) Riwayat keluarga

Seseorang akan memiliki kemungkinan lebih besar untuk mendapatkan

hipertensi jika orang tuanya menderita hipertensi. Menurut Sheps (cit.,

Sugiarto, 2007), hipertensi cenderung merupakan penyakit keturunan. Jika

seorang dari orang tua kita mempunyai hipertensi maka sepanjang hidup

kita mempunyai 25% kemungkinan mengalami hipertensi, dan jika kedua

orang tua kita mempunyai hipertensi, kemungkinan kita mendapatkan

penyakit tersebut 60% .

4) Peran faktor genetik

Peran faktor genetik terhadap timbulnya hipertensi terbukti dengan titik

temu kejadian bahwa hipertensi lebih banyak pada kembar monozigot (satu

sel telur) (Sugiarto, 2007).

b. Faktor yang dapat diubah/dikontrol

1) Merokok

Zat-zat beracun dari rokok, seperti nikotin dan karbon monoksida yang

dihisap melalui rokok akan masuk kedalam aliran darah sehingga dapat

merusak lapisan endotel pembuluh darah arteri dan mengakibatkan proses

aterosklerosis dan hipertensi. Nikotin dalam tembakau merupakan

penyebab meningkatnya tekanan darah segera setelah hisapan pertama.

Otak bereaksi terhadap nikotin dengan memberi sinyal pada kelenjar

(48)

menyempitkan pembuluh darah dan memaksa jantung untuk bekerja lebih

keras karena tekanan yang lebih tinggi (Sugiarto, 2007).

2) Mengkonsumsi garam

Pengaruh asupan garam terhadap hipertensi melalui peningkatan volume

plasma (cairan tubuh) dan tekanan darah. Keadaan ini akan diikuti oleh

peningkatan ekskresi kelebihan garam sehingga kembali pada keadaan

hemodinamik (sistem pendarahan) yang normal. Garam menyebabkan

penumpukan cairan didalam tubuh, karena menarik cairan diluar sel agar

tidak keluar, sehingga akan meningkatkan volume dan tekanan darah

(Sugiarto, 2007).

3) Mengkonsumsi minuman akohol

Bagaimana alkohol dapat meningkatkan tekanan darah belum diketahui

dengan jelas. Orang-orang yang minum alkohol terlalu sering atau yang

terlalu banyak memiliki tekanan yang lebih tinggi dari individu yang tidak

meminum alkohol (Sugiarto, 2007).

4) Obesitas

Obesitas merupakan ciri dari populasi penderita hipertensi. Curah jantung

dan sirkulasi volume darah penderita hipertensi yang obesitas lebih tinggi

dari penderita hipertensi yang tidak obesitas. Pada obesitas tahanan perifer

berkurang atau normal, sedangkan aktifitas saraf simpatis meninggi dengan

aktifitas renin plasma yang rendah. Makin besar massa tubuh, makin

(49)

jaringan tubuh. Ini berarti volume darah yang beredar melalui pembuluh

darah menjadi meningkat sehingga memberi tekanan lebih besar pada

dinding arteri (Sugiarto, 2007).

5) Stres

Menurut Sunyoto (cit., Sugiarto, 2007), stres memiliki hubungan dengan

hipertensi, dimana saraf simpatis yang dapat meningkatkan tekanan darah

secara intermiten. Apabila stres berlangsung lama dapat mengakibatkan

peninggian tekanan darah yang menetap.

8. Penatalaksanaan terapi

a. Outcome

Menghambat laju penyakit.

b. Sasaran

Tekanan darah.

c. Tujuan

Penurunan tekanan darah, menghindarkan komplikasi, menurunkan mortalitas

dan morbiditas yang berhubungan dengan hipertensi, memperbaiki kualitas

hidup.

d. Strategi terapi

1) Non farmakologis

Semua pasien dengan hipertensi harus melakukan perubahan gaya hidup.

(50)

adalah mengurangi berat badan untuk individu yang obes atau gemuk,

mengadopsi pola makan DASH (Dietary Approach to Stop Hypertension)

yang kaya akan kalium dan kalsium, diet rendah natrium, aktifitas fisik

dan mengurangi konsumsi alkohol, berhenti merokok untuk mengurangi

resiko kardiovaskular secara keseluruhan (Depkes RI, 2006).

Tabel IV. Modifikasi Gaya Hidup (Depkes, 2006)

Modifikasi Rekomendasi

Pemelihara berat badan normal

(BMI 18.5–24.9) 5-20/10

Adopsi pola makan DASH

Diet kaya dengan buah, sayur, dan susu rendah lemah

8-14

Aktifitas fisik

Regular aktifitas fisik aerobik seperti jalan kaki 30 menit/hari,

beberapa hari/minggu

4-9

Diet rendah sodium

Mengurangi diet sodium, tidak lebih dari 100 meq/L (2.4 g

sodium atau 6 g sodium klorida) 2-8

Mengurangi minuman alkohol

Limit minum alkohol tidak lebih dari 2/hari (30 ml etanol, untuk laki-laki dan 1/hari untuk

perempuan)

2-4

Singkatan

BMI :Body Mass Index

(51)

2) Farmakologis

(52)
(53)
(54)

Lanjutan Tabel V. Golongan Obat Antihipertensi

Hipertensi. fungsi ginjal

(55)

Lanjutan Tabel V. Golongan Obat Antihipertensi

Valsartan Hipertensi. 80 mg

(56)

Lanjutan Tabel V. Golongan Obat Antihipertensi

(57)
(58)

Lanjutan Tabel V. Golongan Obat Antihipertensi Nifedipin Profilaksis dan

pengoba-Kehamilan. Dosis awal 5

(59)
(60)

Lanjutan Tabel V. Golongan Obat Antihipertensi

Obat Indikasi Kontra indikasi Dosis Efek

samping

Klonidin hari kedua

atau ketiga,

(61)

Gambar 6. Algoritma Terapi Hipertensi (Depkes, 2006)

Terdapat 9 kelas obat anti hipertensi : diuretik, penyekat beta, penghambat

enzim konversi angiostensin (ACEI), penghambat reseptor angiotensin (ARB), dan

antagonis kalsium dianggap sebagai obat antihipertensi utama. Menurut European

Society of Hypertension 2003 (cit., Depkes 2005), kombinasi dua obat untuk

hipertensi ini dapat dilihat pada Gambar 7, dimana kombinasi obat yang dihubungkan

(62)

Gambar 7. Kombinasi Obat Antihipertensi (Depkes RI, 2006)

Enam alasan pengobatan kombinasi hipertensi dianjurkan :

a) Mempunyai efek aditif

b) Mempunyai efek sinergisme

c) Mempunyai sifat saling mengisi

d) Penurunan efek samping masing-masing obat

e) Mempunyai cara kerja saling mengisi pada organ target tertentu

(Depkes, 2006).

E. Keterangan Empiris

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi mengenai tingkat

pemahaman dan ketaatan penggunaan obat oleh pasien DM tipe 2 dengan

hipertensi di Instalasi Rawat Jalan Rumah Sakit Umum Pusat Dr. Sardjito

(63)

47 BAB III

METODE PENELITIAN

A. Jenis dan Rancangan Penelitian

Penelitian mengenai Kajian Pemahaman dan Ketaatan Penggunaan Obat pada

Pasien DM Tipe 2 dengan Hipertensi di Instalasi Rawat Jalan Rumah Sakit Umum

Pusat Dr.Sardjito Yogyakarta, merupakan jenis penelitian non eksperimental,

deskriptif evaluatif dengan rancangan penelitiancross sectional.

Penelitian non eksperimental adalah penelitian yang observasinya dilakukan

terhadap sejumlah ciri (variabel) subjek menurut keadaan yang apa adanya (in nature)

tanpa adanya manipulasi atau intervensi peneliti (Pratiknya, 2001). Deskriptif adalah

penelitian yang hasilnya berupa deskripsi keadaan objek penelitian tanpa memberikan

kesimpulan yang berlaku umum, sedangkan evaluatif merupakan penilaian suatu

program yang sedang atau sudah dilakukan (Notoadmojo, 2002). Cross sectional

merupakan suatu penelitian yang mempelajari dinamika korelasi antara faktor-faktor

resiko dengan efek, dengan cara pendekatan, observasi atau pengumpulan data

sekaligus (Notoadmojo,2002).

B. Variabel Penelitian

1. Variabel bebas (independent) : Pasien rawat jalan Diabetes Mellitus Tipe 2

dengan hipertensi.

(64)

C. Definisi Operasional

1. Pasien rawat jalan adalah seseorang yang menerima pelayanan medis tanpa

mengharuskan pasien dirawat inap.

2. Lembar Rekam medik adalah lembar catatan dokter, apoteker, atau perawat yang

berisi data klinis pasien di rumah sakit yang menjalani rawat jalan.

3. Kuesioner merupakan suatu bentuk instrumen pengumpulan data yang sangat

fleksibel dan relatif mudah digunakan.

4. Pemahaman pasien adalah informasi pengobatan yang diterima oleh pasien

meliputi efek dari obat yang diberikan, efek samping obat, instruksi, peringatan,

dan konsultasi mendatang. Tingkat pemahaman pasien tinggi apabila nilai

persentase pemahaman yang diperoleh lebih besar dari 50% (> 50%), sedangkan

pemahaman pasien dikatakan rendah apabila nilai persentase pemahaman yang

diperoleh kurang dari atau sama dengan 50% (≤ 50%) (Wisely, 2008).

5. Ketaatan pasien adalah keterlibatan penuh pasien dalam penyembuhan dirinya

baik melalui kepatuhan terhadap instruksi yang diberikan untuk terapi (Depkes,

2006). Pasien yang taat adalah pasien yang berhasil menghabiskan obat sampai≥

80% dari keseluruhan jumlah obat yang diterima, sedangkan pasien yang tidak

taat adalah pasien yang masih memiliki sisa obat sebanyak > 20% dari

(65)

D. Teknik Sampling

Pengambilan sampel dilakukan menggunakan non random sampling, yaitu

pengambilan sampel yang tidak didasarkan atas kemungkinan yang dapat

diperhitungkan, tetapi semata-mata hanya berdasarkan kepada segi kepraktisan

(Notoadmodjo,2002).

E. Subjek Penelitian

Subjek uji penelitian adalah pasien DM tipe 2 dengan hipertensi yang

menjalani rawat jalan di Instalasi Rawat Jalan Rumah Sakit Umum Pusat Dr. Sardjito

Yogyakarta. Kriteria inklusi dalam penelitian ini adalah pasien yang bersedia sebagai

subjek uji, dan berdomisili di daerah Yogyakarta. Kriteria eksklusi adalah pasien

yang memiliki komplikasi lain seperti makrovaskular (jantung koroner, dislipidemia,

gagal ginjal kronik, penyakit pembuluh darah otak dan penyakit pembuluh darah

perifer) dan mikrovaskular (renopati, nefropati dan retinopati). Dari data rekam

medik bulan Januari 2012 ditemukan 31 pasien, setelah dilakukan home visit 6 pasien

menyatakan tidak bersedia sebagai responden, sehingga responden yang digunakan

sebanyak 25 pasien.

F. Bahan Penelitian

Bahan penelitian yang digunakan adalah :

1. Lembar rekam medik (medical record) penderita DM tipe 2 dengan hipertensi di

(66)

diperoleh berupa nama, umur, alamat, diagnosis, dan penatalaksanaan terapi yang

diperoleh oleh pasien pada bulan Januari.

2. Data resep yang ditebus oleh pasien Diabetes Mellitus tipe 2 dengan Hipertensi

di Instalasi Farmasi (Satelit Farmasi Rawat Jalan dan Satelit Farmasi Akses

Rawat Jalan). Data penebusan resep digunakan untuk melihat ketaatan pasien

bahwa resep benar-benar ditebus. Pengambilan data penebusan resep dilihat

secara manual yaitu dengan melihat tanggal dan nama pasien di lembar resep.

G. Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian dilakukan pada pasien rawat lalan Rumah Sakit Umum Pusat Dr.

Sardjito Yogyakarta. Pengambilan data diawali dari rekam medik selanjutnya

melakukan kunjungan kerumah pasien dan di Instalasi Farmasi (Satelit Farmasi

Rawat Jalan dan Satelit Farmasi Askes Rawat Jalan) untuk melihat penebusan resep

kembali. Penelitian dilakukan pada bulan Januari - Maret 2012.

H. Instrumen Penelitian

Instrumen penelitian yang digunakan adalah kuesioner. Kuesioner digunakan

sebagai alat untuk mengumpulkan data, dengan memberi seperangkat pernyataan

kepada responden untuk dijawab. Alasan digunakan kuesioner dalam penelitian ini

adalah dimana subjek merupakan orang yang paling tahu tentang dirinya sendiri,

(67)

Sumber data yang diperoleh berupa orang-orang yang dikenal dengan istilah

responden.

Kuesioner terdiri dari 5 bagian, yaitu :

1. Pada bagian pertama kuesioner memuat lembar informasi untuk responden yang

memuat informasi mengenai pentingnya pemahaman dan ketaatan penggobatan

dan informasi tentang jalannya penelitian.

2. Pada bagian kedua kuesioner memuat surat persetujuan (Informed Consent) yang

terdiri dari pernyataan bahwa pasien telah mendapatkan penjelasan mengenai

segala sesuatu mengenai penelitian ini dan pernyataan bahwa pasien bersedia

ikut serta dalam penelitian.

3. Pada bagian ketiga kuesioner memuat tentang data karakteristik responden yang

terdiri dari delapan pertanyaan meliputi nama, umur, jenis kelamin, alamat

tempat tinggal, pendidikan, pekerjaan, penghasilan perbulan, mengetahui

menderita diabetes.

4. Pada bagian keempat kuesioner memuat 22 pernyataan mengenai pemahaman

dan ketaatan dengan menggunakan empat skala Likert yaitu sangat setuju (SS),

setuju (S), tidak setuju (TS), sangat tidak setuju (STS).

Tabel VI. Variabel Pemahaman

No. Kategori Pernyataan

1. Rincian dan macam obat 9, 11

2. Efek dari obat yang diberikan 14

3. Efek samping obat 12

4. Instruksi 10

5. Peringatan 13, 16

(68)

Tabel VII. Variabel Ketatan

No. Kategori Pernyaatan

1. Rincian obat 17

2. Mengkonsumsi obat 18,19

3. Kesesuaian dosis 20

4. Pemeriksaan laboratorium 22,23

5. Pada bagian kelima kuesioner memuat dua pertanyaan terkait informasi

penggunaan obat dan kesulitan yang dialami pasien dalam penggunaan obat yang

dapat diisi lebih dari satu jawaban.

I. Tata Cara Penelitian

1. Studi pustaka

Studi pustaka dilakukan dengan membaca literatur mengenai DM tipe 2

dengan hipertensi dan membaca literatur pembuatan kuesioner mengenai pemahaman

dan ketaatan pasien dalam penggunaan obat.

2. Analisis situasi

a. Penentuan Lokasi Penelitian

Penentuan lokasi penelitian dilakukan di beberapa rumah sakit di daerah

Yogyakarta. Peneliti memilih lokasi penelitian di Instalasi Rawat Jalan

Rumah Sakit Umum Pusat Dr. Sardjito Yogyakarta dikarenakan merupakan

rumah sakit rujukan untuk masyarakat atau pasien yang tinggal di daerah

(69)

b. PersetujuanEthical Clearance

Persetujuan Ethical Clearance dilakukan melalui pihak Komisi Etik

Penelitian Kedokteran dan Kesehatan Fakultas Kedokteran Universitas

Gadjah Mada Yogyakarta.

c. Perijinan

Perijinan dilakukan melalui pihak bagian pendidikan dan penelitian Rumah

Sakit Umum Pusat Dr. Sardjito Yogyakarta pada bulan Desember 2011.

3. Pembuatan instrumen penelitian

Pembuatan instrumen penelitian melalui beberapa tahapan, yaitu

a. Pembuatan kuesioner

Pembuatan kuesioner disusun dan dikelompokkan berdasarkan

variabel-variabel penelitian yang ingin diketahui yaitu pemahaman dan ketaatan

penggunaan obat dan dibuat pernyataan dan pertanyaan yang relevan.

Variabel pemahaman dan ketaatan pasien dalam penggunaan obat

menggunakan skala likert yang berisi 4 tingkat jawaban yaitu sangat setuju

(SS), setuju (S), tidak setuju (TS), sangat tidak setuju (STS). Kuesioner dibuat

dalam bahasa yang sederhana agar mudah dipahami dan tidak terjadi

perbedaan penafsiran yang nantinya dapat mempengaruhi hasil. Butir

(70)

Tabel VIII. Jenis PernyataanFavorabledanUnfavorable

Variabel

Jenis pernyataan

Favorable Unfavorable

Pemahaman 1-13

-Ketaatan 1-9

-Sistem penilaian dibagi menjadi 2 bagian yaitu pada pernyataan positif

(favorable), apabila responden sangat setuju diberi nilai 4, setuju diberi nilai

3, tidak setuju diberi nilai 2, sangat tidak setuju diberi nilai 1. Pada pernyataan

negatif (unfavorable), apabila responden sangat setuju diberi nilai 1, setuju

diberi nilai 2, tidak setuju diberi nilai 3, dan sangat tidak setuju diberi nilai 4.

b. Tahap yang dilalui dalam pembuatan kuesioner adalah :

uji pemahaman bahasa, uji validitas, dan uji reliabilitas yang dilakukan

terhadap responden pria maupun wanita yang ditentukan namun di luar daerah

uji.

1. Uji pemahaman bahasa

Dilakukan untuk mengetahui apakah bahasa yang digunakan dalam

kuesioner dapat dimengerti atau tidak oleh responden. Uji pemahaman

bahasa dilakukan dengan melihat jawaban pasien, bila jawaban dapat diisi

semua pasien dikatakan memahami bahasa atau maksud yang diminta.

2. Uji validitas

Pada uji validitas, peneliti menggunakan pendekatan professional

judgement yang dilakukan oleh seseorang yang berkompeten yaitu dosen

(71)

menggunakan pendekatan professional judgement, peneliti juga

menggunakan pengujian korelasi antar skors (nilai) tiap-tiap item

(pernyataan) dengan skor total kuesioner, teknik korelasi yang digunakan

adalah teknik korelasi “product moment” dengan menggunakan rumus

: = ∑ (∑ )(∑ )

{ ∑ (∑ ) }{ ∑ (∑ ) }, untuk jumlah responden 31 pasien.

Hasil uji validitas kuesioner telah valid karena taraf signifikansi yang

diperoleh > 0,361.

3. Uji reliabilitas

Suatu instrumen penelitian disebut reliabel apabila instrumen tersebut

konsisten dalam memberikan penilaian atas apa yang akan diukur. Jika

hasil penilaian yang diberikan oleh instrumen tersebut konsisten

memberikan jaminan bahwa instrumen tersebut dapat dipercaya

(Kountour, 2003). Koefisien reliabilitas dalam penelitian ini diukur

dengan menggunakan program komputer dengan analisis reliabilitas

Alpha Cronbach dengan taraf kepercayaan 95%. Pengujian kuesioner

dilakukan dengan jumlah responden 31 pasien. Hasil uji kuesioner telah

reliabel karena nila α yang diperoleh > 0,75 (0,968).

4. Pengambilan data

Pengambilan data dilakukan dengan :

a. Melihat lembar rekam medik pasien di Instalasi Rawat Jalan Rumah Sakit

(72)

b. Mengunjungi pasien ke rumah dan memberikan kuesioner dengan

melakukan pendekatan-pendekatan terlebih dahulu. Responden diberi

kesempatan mengerjakan kuesioner saat itu juga dan langsung

dikembalikan untuk menghindari responden mengakses sumber-sumber

informasi, dan peneliti melakukan pengecekan jumlah sisa obat.

c. Melihat penebusan resep di Instalasi Farmasi Rumah Sakit Umum Pusat

Dr. Sardjito (Satelit Farmasi Rawat Jalan dan Satelit Farmasi Askes Rawat

Jalan), data digunakan untuk memastikan bahwa jumlah dan jenis obat

yang diterima pasien sesuai dengan yang diresepkan.

5. Analisis data

Pengolahan data dilakukan dengan metode statistik deskriptif evaluatif

dengan teknik perhitungan persentase kemudian ditampilkan dalam bentuk tabel

dan diagram. Penghitungan persentase dilakukan dengan menggunakan rumus :

P : persentase jawaban (dalam %)

A : jumlah jawaban yang sejenis

B : jumlah responden total (Notoadmojo, 2002).

Analisis data ketaatan pasien dihitung menggunakan teknik persentase,

dengan rumus :

(73)

6. Keterbatasan penelitian

Pada saat pelaksanaan penelitian ini ditemukan beberapa kesulitan, adapun

kesulitan yang dialami :

a. Data pasien tidak lengkap, yaitu nomor telpon dan alamat sehingga

memperlama dalam pencarian alamat pasien.

b. Jumlah responden kecil sehingga tidak terlalu menggambarkan secara luas

(74)

58 BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

Penelitian mengenai kajian pemahaman dan ketaatan penggunaan obat pada

pasien DM tipe 2 dengan hipertensi di Instalasi Rawat Jalan Rumah Sakit Umum

Pusat Dr. Sardjito Yogyakarta bertujuan mengetahui karakteristik dan tingkat

pemahaman dan ketaatan pasien dalam penggunaan obat, tenaga kesehatan khususnya

pada tenaga kefarmasian sehingga meningkatkan kualitas pelayanan dalam

melaksanakan pengobatan pada pasien DM tipe 2 dengan hipertensi di Instalasi

Rawat Jalan Rumah Sakit Umum Pusat Dr.Sardjito Yogyakarta dengan jumlah

responden sebesar 25 pasien.

Tujuan dari diketahuinya karakteristik pasien untuk mengetahui gambaran

rentang umur, jenis kelamin, pendidikan, pekerjaan, penghasilan perbulan yang

kaitannya dengan kesanggupan menepati/melakukan jadwal kontrol rutin bulanan

dari pasien DM Tipe 2 dengan hipertensi yang telah dijadikan sebagai subjek

penelitian.

A. Karakteristik Pasien

Karakteristik pasien DM tipe 2 dengan hipertensi meliputi umur, jenis

Gambar

Gambar 1. U. Urutan Pemrosesan Informasi (Harinaldi, 2005)
Gambar 2. Konsep Perilaku Sakit Lehndroff and Tracy (cit., Novianty, 2008)
Gambar 3. Patofisiologi DM Tipe 2 (Surampudi, Kalarickal, dan
Tabel I. Golongan Obat Antidiabetes (Sukandar dkk., 2008)
+7

Referensi

Dokumen terkait

Kabupaten/Kota Provinsi Sumatera Utara tanpa Sektor pertanian tahun 2008-2011 Ketimpangan Pendapatan (Indeks Williamson) Keterkaitan Sektor pertanian dengan Sektor-

Salah satu penyebab dari rendahnya nilai siswa karena kurangnya kemampuan guru dalam menerapkan metode pembelajaran yang inovatif sehingga cenderung monoton, serta

[r]

[r]

– Status solusi ( solution state ): satu atau lebih status yang menyatakan solusi persoalan. •

Senyawa glikosida steviolnya mempunyai potensi, fungsi, dan karakteristik pemanis yang lebih besar dari jenis-jenis pemanis lainnya.Selama ini, kendala yang dihadapi

Penulis dapat menyimpulkan kinerja keuangan PT Tower Bersama Infrastructure Tbk, (TBIG) dari tahun 2009 ke 2011 mengalami penurunan pada rasio Profitabilitas dan pada tahun

Penelitian terdiri atas tiga kegiatan utama, yaitu (1) survei kejadian penyakit yang dilakukan di areal pertanaman tomat di beberapa ketinggian tempat di Jawa Barat mulai dari