• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB II TINJAUAN PUSTAKA"

Copied!
30
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pengertian Perpustakaan Umum

Perpustakaan umum ialah perpustakaan yang menghimpun koleksi buku, bahan cetakan serta rekaman lain untuk kepentingan masyarakat umum. Perpustakaan umum berdiri sebagai lembaga yang diadakan untuk dan oleh masyarakat . setiap warga dapat mempergunakan perpustakaan tanpa dibedakan pekerjaaan, kedudukan, kebudayaan, dan agama. Meminjam buku dan bahan lain dari koleksi perpustakaan dapat dengan cuma-cuma atau dengan membayar iuran sekedarnya sebagai tanda keanggotaan dari perpustakaan tersebut.

Perpustakaan umum memberi kesempatan kepada tua dan muda, pria dan wanita untuk mencari tambahan ilmu pengetahuan, mengikuti apa yang terjadi di dunia, menumbuhkan daya berpikir secara kritis, memupuk kebebasan berbicara dan menambah kepandaian, sehingga mendapat kemajuan dalam keadaan sosial ekonominya.

Menurut UU No.43 tahun 2007 “Perpustakaan adalah institusi pengelola koleksi karya tulis, karya cetak, dan karya rekam secara profesional dengan sistem yang baku”.

Menurut Sutarno (2003: 32), “perpustakaan umum sering diibaratkan sebagai Universitas Rakyat atau Universitas Masyarakat maksudnya adalah bahwa perpustakaan umum merupakan lembaga pendidikan yang demokratis karena menyediakan sumber belajar yang sesuai dengan kebutuhan masyarakat, dan melayaninya tanpa membedakan suku bangsa, agama yang dianut, jenis kelamin, latar belakang dan tingkat sosial, umur dan pendidikan serta perbedaan lainnya”.

(2)

Menurut Sulistyo-Basuki (2006: 46), “Perpustakaan umum adalah perpustakaan yang diselenggarakan oleh dana umum dengan tujuan melayani umum”. Berdasarkan pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa perpustakaan umum adalah suatu lembaaga pendidikan demokratis yang penyelenggaraannya bertujuan memberikan layanan informasi dan sumber belajar serta melayani masyarakat secara menyeluruh tanpa membedakan stratifikasinya.

2.2 Tujuan Perpustakaan Umum

Suatu lembaga yang telah diselenggarakan/dibentuk harus memiliki tujuan agar setiap kegiatan yang dilaksanakan dapat berhasil dengan maksimal. Sama halnya dengan perpustakaan umum juga mempunyai tujuan tertentu yang harus dicapai. Menurut Lasa (2007 : 14), tujuan Perpustakaan Umum yaitu :

1. Menumbuh kembangkan minat baca dan tulis. Para siswa dan guru dapat memanfaatkan waktu untuk mendapat informasi di perpustakaan. Kebiasaan ini mampu menumbuhkan minat baca mereka yang pada akhirnya dapat menimbulkan minat tulis.

2. Mengenalkan teknologi informasi. Perkembangan teknologi informasi harus terus diikuti pelajar dan pengajar. Untuk itu perlu proses pengenalan dan penerapan teknologi informasi dari perpustakaan.

3. Membiasakan akses informasi secara mandiri. Pelajar perlu didorong dan diarahkan untuk memiliki rasa percaya diri dan mandiri untuk mengakses informasi. Hanya orang yang percaya diri dan mandirilah yang mampu mencapai kemajuan.

4. Memupuk bakat dan minat. Bacaan, tayangan gambar, dan musik di

perpustakaan mampu menumbuhkan bakat dan minat seseorang. Fakta dan sejarah membuktikan bahwa keberhasilan seseorang itu tidak ditentukan oleh NEM yang tinggi melainkan melalui pengembangan bakat dan minat.

Sedangkan Hermawan dan Zen (2006: 31) menyatakan bahwa, tujuan perpustakaan umum adalah:

(3)

1. Memberikan kesempatan kepada warga masyarakat untuk menggunakan bahan pustaka dalam meningkatkan pengetahuan, keterampilan, dan kesejahteraan.

2. Menyediakan informasi yang murah, mudah, cepat dan tepat yang berguna bagi masyarakat dalam kehidupan sehari-hari.

3. Membantu dalam pengembangan dan pemberdayaan komunitas melalui

penyediaan bahan pustaka dan informasi.

4. Bertindak sebagai agen kultural, sehingga menjadi pustaka utama kehidupan budaya bagi masyarakat sekitar, dan

5. Memfasilitasi masyarakat untuk belajar sepanjanh hayat.

Dari uraian di atas, maka dapat disimpulkan bahwa perpustakaan umum didirikan untuk kepentingan masyarakat umum tanpa mengenal status, batas umur, keterbatasan fisik, dan lain sebagainya. Oleh karena itu perpustakaan umum dalam penyelenggaraannya bertujuan sebagai sarana pendidikan informal yang berguna untuk mencerdaskan kehidupan bangsa.

2.3 Fungsi Perpustakaan Umum

Sebagai lembaga yang melayani masyarakat luas secara merata tanpa perbedaan apapun, perpustakaan umum harus mempunyai fungsi sebagai mediator bagi seluruh masyarakat yang ingin mencari dan membutuhkan informasi di

perpustakaan. Di dalam Buku Pedoman Penyelenggaraan Perpustakaan Umum

(2000: 6) dinyatakan bahwa, fungsi perpustakaan umum adalah:

1. Pengkajian kebutuhan pemakai dalam hal informasi dan bahan bacaan.

2. Penyediaan bahan pustaka yang diperkirakan diperlukan melalui

pembelian, langganan, tukar menukar, dan lain-lain. 3. Pengolahan dan penyiapan setiap bahan pustaka. 4. Penyimpanan dan pemeliharaan koleksi.

5. Pendayagunaan koleksi.

6. Pemberian layanan kepada warga masyarakat baik yang datang langsung ke perpustakaan maupun yang menggunakan telepon, faximili, dan lain-lain.

7. Pemasyarakatan perpustakaan.

8. Pengkajian dan pengembangan semua aspek kepustakawanan.

9. Pelaksanaan koordinasi dengan perpustakaan lain dalam rangka

(4)

10.Menjalin kerjasama dengan perpustakaan lain dalam rangka pemanfaatan koleksi bersama dan sarana atau prasarana, dan

11.Pengolahan dan ketatausahaan perpustakaan.

Sedangkan menurut Perpustakaan Nasional RI (1992: 2), fungsi perpustakaan umum adalah:

1. Menyediakan bahan pendidikan ( educating).

2. Menyediakan dan meyebarkan informasi ( informatif).

3. Menyediakan bahan-bahan yang berisi petunjuk, pedoman, dan bahan- bahan rujukan bagi anggota masyarakat (referensif).

4. Menyediakan layanan penelitian ( riset kualitatif dan kuantitatif).

Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa perpustakaan umum berfungsi sebagai pusat untuk pendidikan ( edukatif) , informatif, kebudayaan, rekreasi, tempat penelitian, bagi seluruh masyarakat luas tanpa batassan apapun. Serta sebagai tempat mengumpulkan, mengolah, menyimpan, melestarikan, dan mendayagunakan bahan pustaka yang sesuai dengan kebutuhan seluruh masyarakat.

2.4 Infrastruktur Perpustakaan

Menurut Kodoatie (2005: 9), “sistem infrastruktur merupakan pendukung utama fungsi-fungsi sistem sosial dan sistem ekonomi dalam kehidupan sehari-hari masyarakat. Sistem infrastruktur dapat didefinisikan sebagai fasilitas-fasilitas atau struktur-struktur dasar, peralatan-peralatan, instalasi-instalsi yang dibangun dan yang dibutuhkan untuk berfungsinya sistem sosial dan sistem ekonomi masyarakat”. Definisi teknik juga memberikan spesifikasi apa yang dilakukan sistem infrastruktur dan mengatakan bahwa infrastruktur adalah asset fisik yang dirancang dalam sistem sehingga memberikan pelayanan publik yang penting.

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) Infrastruktur diartikan sebagai prasarana. Menurut Sutarno (2006: 122), “sarana dan prasarana perpustakaan adalah semua peralatan dan perlengkapan pokok dan penunjang agar kegiatan perpustakaan dapat berjalan dengan baik”.

(5)

Menurut Moenir yang dikutip oleh Syamrilaode (2011: 5), “prasarana

perpustakaan adalah fasilitas mendasar/penunjang utama terselenggaranya

perpustakaan antara lain berupa lahan dan bangunan atau ruang perpustakaan”. Hal serupa juga tertera pada Peraturan Pemerintah no. 24 tahun 2014 tentang pelaksanaan perpustakaan pasal 19 yaitu:

1. Standar sarana dan prasarana memuat kriteria paling sedikit mengenai : a. Lahan ;

b. Gedung ; c. Ruang ; d. Perabot ; dan e. Peralatan.

Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa aspek yang berhubungan dengan infrastruktur perpustakaan adalah lokasi/lahan, gedung, dan ruangan perpustakaan.

Dalam perencanaan infrastruktur perpustakaan terdapat beberapa spesifikasi fisik perpustakaan yang harus diperhatikan sebelum perancangan perpustakaan di lakukan. Acuan spesifikasi fisik perpustakaan tertera pada peraturan pemerintah no. 24 tahun 2014 pasal 22 yaitu:

1. Setiap perpustakaan wajib memiliki lahan dan gedung atau ruang.

2. Lahan perpustakaan sebagaimana dimaksud harus berada di lokasi yang mudah diakses, aman, dan nyaman.

3. Gedung atau ruang perpustakaan sebagaimana dimaksud harus memenuhi

aspek keamanan, kenyamanan, keselamatan,, dan kesehatan.

4. Gedung perpustakaan paling sedikit memiliki ruang koleksi, ruang baca, ruang staf yang ditata secara efektif, efisien, dan estetik.

5. Ruang perpustakaan paling sedikit memiliki area koleksi, baca, dan staf yang ditata secara efektif, efisien, dan estetik.

6. Setiap perpustakaan harus memiliki fasilitas umum dan fasilitas khusus. 7. Ketentuan lebih lanjut mengenai lahan, gedung, ruang, fasilitas umum,

dan fasilitas khusus diatur dengan Peraturan Kepala Perpustakaan Nasional.

(6)

Sedangkan Siregar (2011: 95), Spesifikasi fisik perpustakaan adalah hal-hal yang menyangkut keadaan fisik gedung perpustakaan umum seperti :

1. Kondisi Gedung

Kondisi gedung adalah hal-hal yang berkaitan dengan keadaan dan bentuk fisik perpustakaan umum seperti luas lantai, keadaan luas bangunan, dan sebagainya.

2. Kapasitas Ruangan

Kapasitas ruangan adalah daya tampung ruangan untuk mengakomodasi kegiatan dan pelayanan perpustakaan yang mencakup: kapasitas ruang baca, ruang diskusi, ruang koleksi, ruang refrensi, dan ruang akses internet

3. Tata Letak Ruangan

Tata letak ruangan adalah penataan peralatan perpustakaan dan perabotan yang terdapat pada perpustakaan sehingga sesuai dengan fungsi dan kebutuhan pengguna.

4. Perabotan

Perabotan adalah segala peralatan dan perabotan yang digunakan oleh perpustakaan dan pengguna dalam melakukan kegiatan perpustakaan.

5. Taman dan Halaman

Taman dan halaman adalah areal diluar gedung yang termasuk lingkungan yang mendukung kegiatan perpustakaan.

6. Parkir

Parkir adalah areal untuk pengguna menempatkan kendaraannya.

7. Lobby

Lobby perpustakaan adalah ruangan didalam gedung yang

letaknyasebelum memasuki ruang pelayanan perpustakaan.

8. Fasilitas Umum

Fasilitas umum adalah fasilitas perpustakaan yang dapat digunakan oleh pengguna untuk kegiatan di luar kegiatan perpustakaan seperti kantin, toilet, tempat ibadah, ATM bank, dan sebagainnya.

9. Fasilitas bagi Keterbatasan Fisik

Fasilitas bagi keterbatasan fisik adalah fasilitas yang memungkinkan seseorang dengan keterbatasan fisik dapat menggunakan perpustakaan seperti orang lainnya yang tidak memiliki keterbatasan fisik.

Dari kutipan di atas dapat disimpulkan bahwa infrastruktur perpustakaan adalah hal mendasar atau penunjang utama terselenggaranya perpustakaan antara lain berupa lokasi, gedung, dan ruangan perpustakaan itu sendiri. Infrastruktur perpustakaan harus dirancang khusus demi kenyamanan pemustaka dan pustakawan.

(7)

2.4.1 Lokasi dan Lahan Perpustakaan

Lokasi merupakan variabel penting yang dapat mengungkapkan berbagai hal tentang gejala atau fenomena yang dipelajari. Suatu gejala yang mempunyai nilai guna yang tinggi jika suatu lokasi berada ditempat yang menguntungkan.

Menurut Siregar (2011: 93), “lokasi adalah letak perpustakaan yang berkaitan dengan jarak dan tempat tinggal, tempat bekerja/sekolah/kampus, dan waktu tempuh yang dibutuhkan untuk mencapai lokasi”.

Sedangkan menurut Prihadi (2009: 1) mengatakan bahwa, “lokasi dapat diartikan sebagai tempat berlangsungnya kegiatan layanan perpustakaan bagi seluruh lapisan masyarakat dengan menyediakan berbagai sumber informasi, ilmu pengetahuan, teknologi dan budaya sebagai sumber belajar bagi seluruh lapisan masyarakat”.

Sebelum membangun gedung perpustakaan umum, lahan dan lokasi harus dijadikan aspek yang perlu dipertimbangkan apabila ingin merencanakan suatu pembangunan gedung perpustakaan. Standar Nasional Perpustakaan (2011: 4) menyatakan aspek lokasi dan lahan yang harus dipertimbangkan yaitu :

1. Berada pada lokasi yang mudah dilihat, dikenal, dan di jangkau masyarakat.

2. Di bawah kepemilikkan atau kekuasaan pihak pemerintah daerah. 3. Memiliki status hukum yang jelas.

4. Jauh dari lokasi rawan bencana.

Pertimbangan-pertimbangan cermat dalam menentukan lokasi Perpustakaan menurut Tjiptono (2002: 41) antara lain :

1. Kemudahan (Akses) atau kemudahan untuk dijangkau dengan sarana transportasi umum.

2. Visibilitas yang baik yaitu keberadaan lokasi yang dapat dilihat dengan

jelas dari tepi jalan.

3. Lokasi berada pada lalu lintas (Traffic). Di mana ada dua hal yang perlu dipertimbangkan yaitu :

(8)

a. Banyaknya orang lalu lalang bisa memberikan peluang terjadinya

impulse buying ( hasrat/ dorongan untuk membeli ).

b. Kepadatan dan kemacetan lalu lintas bisa pula menjadi hambatan, misalnya pelayanan polisi, pemadam kebakaran atau ambulan.

4. Tempat parkir yang luas dan aman.

5. Ekspansi, tersedia tempat yang cukup luas untuk perluasan usaha di kemudian hari

6. Lingkungan, yaitu daerah sekitar yang mendukung barang dan jasa yang ditawarkan.

7. Pesaing, yaitu lokasi pesaing. 8. Peraturan pemerintah.

Dari uraian di atas dapat diketahui bahwa lokasi adalah letak dimana berlangsungnya kegiatan layanan perpustakaan yang berkaitan dengan jarak tempat tinggal bagi seluruh lapisan masyarakat.

2.4.2 Gedung Perpustakaan

Gedung perpustakaan adalah komponen penting dalam penyelenggaraan perpustakaan, hal ini karena hampir seluruh kegiatan perpustakaan dilakukan di gedung. Dalam IMB ( Izin Mendirikan Bagunan) (2011: 8)

Bangunan gedung adalah wujud fisik hasil pekerjaan konstruksi yang menyatu dengan tempat kedudukannya, sebagian atau seluruhnya berada di atas atau di dalam tanah maupun di dalam air, yang berfungsi sebagai tempat manusia melakukan kegiatan, baik untuk hunian atau tempat tinggal, kegiatan keagamaan, kegiatan usaha, kegiatan sosial, budaya maupun kegiatan khusus.

Sedangkan Standar Nasional Perpustakaan (2011:4 ), bahwa standar gedung perpustakaan umum yaitu :

1. Luas gedung sekurang-kurangnya 0,008 m2 per kapita dikalikan jumlah penduduk.

2. Memenuhi standar kesehatan, keselamatan, kenyamanan, ketenangan,

keindahan, pencahayaan, keamanan, dan sirkulasi udara.

(9)

4. Memenuhi aspek teknologi, ergonomik, konstruksi, lingkungan, efektifitas, efisiensi, dan kecukupan.

5. Berbentuk permanen.

6. Memperhatikan kekuatan dan memenuhi persyaratan konstruksi lantai untuk ruang koleksi perpustakaan (minimal 400 kg/m2).

7. Dilengkapi dengan area parkir dan difasilitasi sarana kepentingan umum seperti toilet, dan tangga darurat.

Terdapat beberapa aspek lain yang harus dipertimbangkan dalam membangun unsur gedung perpustakaan. Dalam Buku Pedoman Penyelenggaraan Perpustakaan Umum (2006:13), aspek yang perlu diperhatikan pada unsur gedung adalah :

1. Lokasi harus di tempat yang mudah dan ekonomis didatangi masyarakat pemakainya.

2. Luas tanah (jika perpustakaan menempatkan gedung sendiri), diusahakan cukup menampung bangunan gedung, dengan kemungkinan perluasan dalam kurung waktu 10-15 tahun mendatang.

3. Ruangan-ruangan lain diperlukan, seperti gudang dan kamar kecil.

4. Konstruksi, mencakup aspek kekuatan dan pengamanan.

5. Cahaya dalam ruangan harus terang.

6. Kesejukkan didalam ruangan dan pertukaran udara/ventilasi harus baik.

7. Lingkungan yang tenang.

8. Tempat parkir kendaraan secukupnya.

9. Taman, dan lain-lain.

Dari uraian diatas menyatakan bahwa gedung perpustakaan harus cukup untuk menampung sebagian dari jumlah masyarakat yang akan berkunjung ke perpustakaan, memberikan ketenangan dan kenyaman bagi pemustaka.

2.4.3 Ruangan Perpustakaan

Ruangan perpustakaan adalah tempat atau bagian tertentu dalam satu gedung perpustakaan yang dipakai untuk meletakkan suatu barang tertentu yang mempunyai fungsi tertentu yang dibatasi oleh alat pemisah atau penyekat. Menurut Siregar (2008:12) menyatakan :

(10)

“Ruang perpustakaan adalah tempat atau bagian tertentu dalam satu gedung perpustakaan yang dipakai untuk meletakkan sesuatu barang tertentu yang mempunyai fungsi tertentu, yang dibatassi oleh alat pemisah atau penyekat”. Setiap perpustakaan memiliki tempat atau bagian tertentu dari suatu gedung terdiri dari sejumlah ruangan mempunyai tempat fungsi yang berbeda-beda. Ruangan disediakan untuk perpustakaan harus terpisah dari aktifitas lain. Selain penempatan ataupun pembagian ruangan harus disesuaikan juga dengan sifat kegiatan, sistem kegiatan, jumlah pengguna, jumlah staf, dan keamanan, dan tata kerja perpustakaan. sehingga kelancaran pelaksanaan kegiatan perpustakaan berjalan dengan baik.

Dalam buku Pedoman Perlengkapan Perpustakaan Umum (1992: 5), dinyatakan bahwa, “Ruangan perpustakaan berfungsi sebagai tempat penyimpanan bahan pustaka, tempat melaksanakan kegiatan layanan perpustakaan dan tempat bekerja petugas perpustakaan”.

Berdasarkan pedoman Perpustakaan Nasional RI (1992: 5) agar pelaksanaan kegiatan berjalan dengan baik dan efektif, maka perlu diperhatikan beberapa faktor dalam perencanaan ruangan perpustakaan, antara lain :

1.Jumlah koleksi dan perkembangannya di masa yang akan datang. 2.Jumlah pemakai atau masyarakat yang dilayan oleh perpustakan. 3.Jumlah bentuk layan perpustakaan yang disajikan

4.Jumlah petugas/karyawan yang menggunakan ruangan.

Selain itu Siregar (2010: 12), mengemukkan bahwa ada beberapa faktor yang perlu dipertimbangkan dalam menentukan ruangan perpustakaan yaitu :

1. Kegiatan yang dilakukan di dalam ruangan tersebut. Untuk itu perlu diindentifikasikan terlebih dahulu secara rinci kegiatan/pekerjaan serta tahapan pelaksanaan pekerjaan tersebut. Rincian kegiatan, dan rangkaian pelaksanaan pekerjaan itu harus jelas, sehingga diketahui perabot dan perlengkapan apa yang dibutuhkan setiap tahap pelaksanaannya.

2. Kegiatan yang dilakukan harus dihubungkan dengan luas ruangan yang

dibutuhkan, kondisi dan daya tampung ruangan tersebut serta hubungannya dengan ruangan lain, karena hal ini akan menentukan

(11)

perlengkapan yang dibutuhkan, sehingga dapat diketahui apakah suatu ruangan dapat digunakan untuk kegiatan yang dimaksud.

3. Perlu dipertimbangkan jumlah koleksi yang dimiliki dan yang

direncanakan pada masa 10 tahun kemudian. Di samping itu jangkauan pelayanan yang akan diselenggrakan, petugas yang dibutuhkan dalam setiap ruangan, serta pengembangannya untuk 10 tahun mendatang. Penentuan ruangan ini juga dipengaruhi oleh pengelolaan bidang administrasi dan pengembangannya.

4. Pertimbangan khusus sesuai dengan penggunaan ruangan tersebut, seperti ruangan khusus untuk petugas perpustakaan dimana pengunjung tidak diperbolehkan masuk, dan dimana pengguna dapat masuk.

Pada dasarnya suatu perpustakaan yang paling sederhana sekalipun harus memiliki sejumlah ruangan yang mempunyai fungsi yang berlainan. Dengan kata lain, suatu perpustakaan mempunyai ruang pokok, yang merupakan kebutuhan minimal setiap perpustakaan. Adapun ruangan minimal yang harus dimiliki sebuah perpustakaan menurut Perpustakaan Nasional RI (1992: 5) adalah sebagai berikut :

1. Ruang Koleksi

Ruang koleksi adalah tempat penyimpanan koleksi perpustakaan, luas ruangan ini tergantung pada jenis dan jumlah bahan pustaka yang dimiliki serta besar kecilnya luas bangunan perpustakaan. Ruangan koleksi dapat terdiri dari suatu ruangan atau beberapa ruang, misalnya ruang koleksi buku, ruang koleksi majalah, ruang koleksi refrensi, ruang koleksi Audio Visual dan lain-lain.

2. Ruang Baca

Ruang baca adalah ruang yang digunakan untuk membaca bahan pustaka. Luas ruangan ini tergantung pada jumlah pembaca/pemakai jasa perpustakaan.

3. Ruang Pelayanan

Ruang pelayanan adalah tempat peminjaman dan pengembalian buku, meminta keterangan kepada petugas, menitipkan barang atau tas, mencari informasi dan buku yang diperlukan melalui katalog.

4. Ruang Kerja Teknis Administrasi

Ruang kerja teknis administrasi adalah ruangan uang dipergunakan untuk melakukan kegiatan-kegiatan sebagai berikut:

a. Pemerosesan bahan pustaka mulai dari pengadaan sampai bahan

pustaka tersebut siap untuk disajikan kepada pemakai perpustakaan. b. Ruang tata usaha untuk kepala perpustakaan dan stafnya.

(12)

c. Ruang untuk memperbaiki bahan pustaka yang rusak.

5. Ruang Khusus

Ruang khusus adalah ruang yang terdiri dari kamar kecil, ruang diskusi/pertemuan, ruang bercerita untuk anak-anak dan ruang lain untuk kantin.

Sedangkan menurut Standar Nasional Perpustakaan (2011: 5) ruang perpustakaan sekurang-kurangnya terdiri dari :

1. Ruang refrensi. 2. Ruang koleksi. 3. Ruang baca.

4. Ruang kepala perpustakaan. 5. Ruang kerja staf.

6. Ruang pengolahan. 7. Ruang serba guna.

8. Ruang teknologi informasi dan komunikasi serta multimedia.

9. Gudang.

10.Area publik ( mushola dan toilet tidak berada di dalam ruang koleksi). Kapasitas ruangan perpustakaan menurut buku Pedoman Tata Ruang dan Perabot Perpustakaan Umum (2011: 52), yaitu :

1. Ruang koleksi dan Ruang pemanfaatan koleksi

a. Bahan pustaka umum berkapasitas 30 orang

b. Bahan pustaka remaja berkapasitas 30 orang c. Bahan pustaka anak berkapasitas 30 orang

d. Bahan pustaka rujukkan (refrensi) berkapasitas 20 orang e. Ruang koleksi majalah dan surat kabar berkapasitas 20 orang f. Ruang koleksi pandang dengar berkapasitas 20 orang

2. Ruang Petugas

a. Memiliki ruang kerja kepala perpustakaan b. Memiliki ruang kerja tata usaha

c. Memiliki ruangan kerja pengelolahan bahan pustaka d. Memiliki ruang kerja tata usaha

e. Memiliki ruang pelayanan katalog dan penitipan tas

3. Ruang Penunjang

a. Ruang pertemuan berkapasitas 100 orang b. Memiliki lobi dan ruang pamer

c. Memiliki gudang dan wc

d. Lapangan parkir untuk 20 mobil. e. Garasi untuk 4 sampai 8 mobil keliling.

(13)

Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa di dalam penyelenggaraan perpustakaan khususnya perpustakaan umum luas gedung sangat mempengaruhi dalam penentuan ruangan apa saja yang dapat diterapkan dan dibutuhkan oleh suatu perpustakaan.

2.4.4 Perabot dan Perlengkapan Perpustakaan

Perabot perpustakaan adalah barang-barang yang berfungsi sebagai wadah atau wahana penunjang fungsi perpustakaan seperti meja, kursi, rak buku, papan peragaan dan lain lain sebagainya.

Sedangkan perlengkapan perpustakaan adalah barang-barang yang merupakan perlengkapan dan satu komponen atau kegiatan perpustakaan misalnya mesin tik,komputer,layar proyektor, dan sebagainnya.

Perabot dan perlengkapan perpustakaan merupakan komponen penting sebagai penunjang kelancaran kegiatan suatu perpustakaan. Menurut Depdiknas RI (2001: 136) pengadaan perabot dan perlengkapan perpustakaan perlu diperhatikan agar :

1. Inventaris perabot dan perlengkapan yang ada dan masih dapat

dimanfaatkan.

2. Kapasitas ruang tersedia.

3. Spesifikasi perabot dan perlengkapan yang dibutuhkan. 4. Keperluan bantuan evaluasi contoh perabotan dan penawaran.

Ruangan perpustakaan juga menentukan perabot dan perlengkapan yang dibutuhkan sesuai dengan kebutuhan pelayanan/kegiatan yang akan dilaksanakan pada setiap ruang pokok yang ada di perpustakaan. Menurut buku Pedoman

(14)

Perlengkapan Perpustakaan Umum (1992: 5), perabot dan perlengkapan yang diperlukan setiap ruangan pada perpustakaan umum yaitu :

1. Perabot dan perlengkapan ruang koleksi

a. Rak Buku, terdiri dari :Rak buku satu muka, Rak buku dua muka, Rak buku anak-anak, dan Rak buku serbaguna untuk ruang kerja. b. Rak majalah.

c. Tangga injakan.

d. Gantungan surat kabar. e. Rak atlas.

f. Rak kamus. g. Rak brosur.

h. Rak piringan hitam.

i. Lemari alat piringan hitam/kaset.

j. Lemari untuk menyimpan slide dan gambar ) OHP

(Over Head Proyektor).

k. Rak untuk menyimpan roll film. l. Kotak kartu mikro.

m.Rak untuk menyimpan pita video dan kaset. n. Rak kaset video.

o. Rak display atau peraga. p. Alat pemadam api. q. Telepon.

r. Ac atau kipas angin. s. Rak refrensi.

2. Perabot dan perlengkapan ruang baca

a. Meja baca, terdiri dari : meja serbaguna, dan meja rendah.

b. Kursi baca, terdiri dari: kursi duduk rendah, kursi baca anak-anak, dan kursi dan meja anak-anak.

c. Sice untuk membaca santai (lobi). d. Karel atau meja belajar perorangan. e. Karpet lantai untuk anak-anak. f. Kursi baca santai untuk anak-anak. g. Poster dinding untuk penghias lainnya.

h. Telepon.

i. Ac atau kipas angin.

3. Perabot dan perlengkapan ruang pelayanan

a. Meja sirkulasi.

b. Loker atau rak penitipan. c. Lemari katalog.

d. Lemari kartu kardeks.

(15)

f. Rak buku baru.

g. Tanda-tanda petunjuk. h. Kotak saran.

i. Kereta buku. j. Mesin foto kopi.

k. Mikro film reader printer. l. Video cassete atau televisi. m. Meja proyektor.

n. Telepon.

o. Ac atau kipas angin.

p. Komputer.

4. Perabot dan perlengkapan ruang kerja teknis administrasi

a. Meja atau kursi kerja. b. Lemari arsip.

c. Rak atau lemari. d. Alat pembersih lantai. e. Kursi tamu.

f. Meja pengolahan .

g. Alat penjilidan.

h. Telepon.

i. Ac atau kipas angin.

j. Mesin penghitung atau kalkulator. k. Book charger.

l. Komputer.

5. Perabot dan perlengkapan ruang khusus

a. Meja dan kursi. b. Alat penghisap debu. c. Papan tulis.

d. Ac atau kipas angin. e. TV atau video kaset.

f. Kaset atau perekam,tape recorder.

g. Microphone.

h. Earphone atau intercom.

i. Apaque proyektor.

j. Layar.

k. Proyektor slide atau film strip.

Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa perlengkapan dan perabot adalah sesuatu yang berhubungan erat dengan ruangan, oleh karena itu, pengadaan perlengkapan dan perabot harus disesuaikan dengan kebutuhan dan fungsi

(16)

ruangan tersebut hal ini bertujuan agar kegiatan dan fungsi perpustakaan berjalan dengan efisien, dan lancar.

2.5. Tata Ruang Perpustakaan Umum

Keberadaan perpustakaan pada saat ini dapat ditemui pada setiap instansi baik dari pemerintahan sampai daerah, instansi swasta maupun umum serta dilembaga-lembaga pendidikan seperti sekolah maupun perguruan tinggi. Hal ini menggambarkan bahwa masyarakat telah memperhitungkan keberadaan sebuah perpustaaan yang djadikan sebagai sumber informasi. Seiring dengan perkembangan perpustakaan tersebut, dalam penyelenggaraan perpustakaan terdapat faktor utama dalam lingkungan perpustakaan yang sangat mempengaruhi kelancaran tugas dan fungsi perpustakaan yang terabaikan yaitu tata ruang perpustakaan. Suwarno (2011: 42), menyatakan bahwa, “untuk dapat memikat perhatian pemustaka agar mau datang ke perpustakaan, salah satu cara yang bisa dilakukan adalah melalui penataan ruangan yang menarik, dan fungsional”. Ruangan yang tertata rapi dan buku-buku yang juga tertata akan membuat suatu perpustakaan memberikan nuansa nyaman sehingga pemustaka tertarik untuk membaca dan betah berada di perpustakaan.

Menurut Afrianto (2007: 23), menyatakan bahwa, “tata ruang adalah salah satu cara untuk menciptakan suasana yang kondusif dan menyenangkan dalam perpustakaan”.

Sedangkan Sedarmayanti (2001: 125), menyatakan bahwa, “ tata ruang adalah pengaturan dan penyusunan seluruh mesin kantor, alat perlengkapan kantor, serta perabot kantor pada tempat yang tepat sehingga pegawai dapat bekerja dengan baik, nyaman leluasa dan bebas bergerak, sehingga tercapai efisiensi kerja”.

(17)

Penataan ruang perpustakaan umum harus direncanakan agar dapat mendukung berlangsungnya kegiatan sesuai dengan fungsi perpustakaan yang diharapkan. Terdapat beberapa aspek yang harus diperhatikan dalam penataan ruangan. Purwati (2007: 2), menyatakan bahwa:

“Suatu perpustakaan tidak hanya menyediakan ruang yang kemudian diisi dengan koleksi yang diatur berdasarkan suatu sistem tertentu serta siap dipinjamkan, tetapi letak perpustakaan, bentuk ruangan, penataan perabot dan perlengkapan, alur petugas dan pengguna serta penerangan, keserasian warna, dam sirkulasi udara yang baik perlu diperhatikan oleh penyelenggaraan perpustakaan”.

Berdasarkan penyataan di atas dapat disimpulkan bahwa tata ruang perpustakaan adalah segala sesuatu yang berkaitan dengan rancangan struktur di dalam ruangan perpustakaan baik itu pembagian ruangan, penataan ruangan, perabot, pencahayaan sirkulasi udara, suhu udara dan segala sesuatu yang berhubungan dengan ruangan perpustakaan yang ditata, diatur, dan dirancang sedemikian rupa agar terciptanya suasana yang kondusif bagi pemustaka maupun peetugas perpustakaan.

2.5.1 Tujuan Tata Ruang Perpustakaan

Pengaturan tata ruang yang menarik dan fungsional akan mengakibatkan pelaksanaan tugas dan fungsi perpustakaan dapat diatur secara tertib dan lancar. Dengan demikian komunikasi baik antar pustakawan maupun pemustaka akan semakin lancar, sehingga koordinasi dan pengawasan semakin mudah serta mendapatkan pencapaian efisiensi, selain itu dengan penataan ruangan juga dapat menciptakan suasana yang kondusif dan memberikan kesan positif bagi pemustaka dalam mencari suatu informasi dan kenyamanan pustakawan dalam menjalankan tugas di perpustakaan. Menurut Yusuf (2007: 9), melalui penataan ruangan perpustakaan yang baik, diharapkan tercipta hal sebagai berikut :

1. Komunikasi dan hubungan antar ruang, staf, dan pengguna perpustakaan tidak terganggu.

(18)

2. Pengawasan dan pengamanan koleksi perpustakaan bisa dilakukan dengan baik.

3. Aktivitas layanan bisa dilakukan dengan lancar.

4. Udara dapat masuk ke ruangan perpustakaan dengan leluasa namun harus

dihindari sinar matahari menembus koleksi perpustakaan secara langsung.

5. Tidak menimbulkan gangguan terhadap pembaca/pengguna dan staf

perpustakaan.

Sedangkan peenataan ruangan perpustakaan menurut Lasa (2005: 148), bertujuan untuk :

1. Memperoleh efektifitas kegiatan dan efisiensi waktu, tenaga dan anggaran.

2. Menciptakan lingkungan yang aman suara, nyaman cahaya, nyaman

udara, dan nyaman warna

3. Meningkatkan kualitas pelayanan.

4. Meningkatkan kinerja petugas perpustakaan.

Perpustakaan Nasional RI (1992: 175), perlu diadakan penataan dan pengaturan perabot dan perlengkapan perpustakaan sedemikian rupa, agar :

1. Tidak terjadi hambatan lalu lintas pemakai pelaksanaan kerja di setiap ruangan dan antar ruang.

2. Terlihat suatu gambaran yang wajar dan menarik.

3. Terdapat keleluasaan bergerak yang wajar dari pemakai perpustakaan maupun pelaksanaan kerja.

4. Adanya efisiensi pemakaian ruangan.

Dari uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa perpustakaan yang berfungsi sebagai pusat informasi bagi pemustaka dan sebagai tempat kerja pustakawan dalam mengelola informasi tersebut, harus memiliki penataan ruangan yang ditata sedemikian rupa agar terciptanya suatu aspek pembinaan perpustakaan yang memiliki pengaruh dan peranan yang sangat besar dalam memperlancar layanan maupun pelaksanaan tugas dan fungsi perpustakaan.

(19)

Ruangan perpustakaan merupakan sarana penting dalam penyelenggaraan perpustakaan. Perpustakaan sebagai unit pelayanan jasa, harus memiliki sarana yang cukup dan permanen untuk menampung semua koleksi, fasilitas, staf, dan kegiatan perpustakaan sebagai unit kerja. Sarana yang dimaksud adalah sarana fisik dalam bentuk ruangan dan gedung perpustakaan. Dalam pengaturan ruang perpustakaan agar efisien diperlukan adanya suatu pemahaman tentang perancangan tata ruangan suatu perpustakaan. Pemahaman tersebut sangat dibutuhkan untuk memperlancar layanan maupun pelaksanaan fungsi perpustakaan. Disamping itu, perencanaan ruang perpustakaan harus mengacu pada hubungan antar ruangan yang bersifat interaktif agar dapat dipandang secara mudah dan nyaman.

Menurut Siregar (2011: 96), “tata letak ruangan adalah penataan peralatan dan perabotan yang terdapat pada perpustakaan sehingga sesuai dengan fungsi dan kebutuhan pengguna”

Sedangkan menurut Suwarno (2009: 101), “penataan ruangan sebaiknya dihindari penataan ruangan yang tersekat-sekat mati dan menutup pandangan. Kondisi semacam ini dapat menyebabkan cepat timbulnya rasa bosan dan jenuh bagi user”.

Agar penataan dan pemanfaatan dapat tertata dengan baik. Menurut Lasa (2005:149), asas-asas tata ruang adalah sebagai berikut:

1. Asas jarak, yaitu suatu susunan tata ruang yang memungkinkan proses penyelesaian pekerjaan dengan menempuh jarak yang paling pendek. 2. Asas rangkaian kerja, yaitu suatu tata ruang yang menempatkan tenaga

dan alat-alat dalam suatu rangkaian yang sejalan dengan urutan penyelesaian pekerjaan yang bersangkutan.

3. Asas pemanfaatan, yaitu tata susunan ruang yang mempergunakan

sepenuhnya ruang yang ada.

Untuk menciptakan kenyaman di perpustakaan, baik kenyamanan pemustaka maupun kenyamanan pustakawan, perlu diterapkan beberapa sistem penataan ruangan. Sistem pernataan ruangan tersebut diharapkan dapat meningkatkan

(20)

produktifitas, efisiensi, efektifitas di dalam ruangan perpustakaan khususnya penataan ruang seperti ruang baca, ruang koleksi, dan ruang sirkulasi. Adapun sistem penataan ruang perpustakaan tersebut menurut Lasa (2005: 158) yaitu :

1. Sistem tata sekat

Yaitu cara pengaturan ruangan perpustakaan yang menempatkan koleksi terpisah dari ruang baca pengunjung. Dalam sistem ini, pengunjung tidak diperkenankan masuk ke ruang koleksi dan petugaslah yang akan mengambilkan koleksi yang dipinjam atau dibaca di tempat itu. Namun demikian sistem ini bias juga diterapkan pada sistem terbuka, yakni pemakai mengambil sendiri lalu dicatatkan/dilaporkan kepada petugas, selanjutnya petugaslah yang mengambilkan ke rak semula.

2. Sistem tata parak

Yaitu sistem pengaturan ruangan perpustakaan yang menempatkan koleksi terpisah dari ruang baca. Hanya saja dalam sistem ini, pembaca dimungkinkan untuk mengambil koleksi sendiri, lalu dicatat atau dibaca diruang lain yang tersedia. Cara ini lebih cocok untuk perpusakaan yang menganut sistem pinjam terbuka.

3. Sistem tata benar

Yaitu suatu cara penempatan koleksi yang dicampur dengan ruang baca agar pembaca lebih mudah mengambil dan mengembalikan sendiri. Sistem ini lebih cocok untuk perpustakaan yang menggunakan sistem pinjam terbuka.

Dalam penataan ruangan perpustakaan juga harus megutamakan prinsip-prinsip penataan ruangan, hal ini bertujuan agar efektifitas dan pemanfaatan setiap ruangan perpustakaan berjalan dengan baik. Menurut Lasa (2007: 202) menyatakan bahwa, prinsip-prinsip penataan ruangan perpustakaan meliputi :

1. Untuk pelaksanaan tugas yang memerlukan konsentrasi hendaknya

ditempatkan di ruangan terpisah atau ditempat yang aman dari gangguan, hal ini bertujuan agar tidak mengganggu konsentrasi dalam melaksanakan pekerjaan.

2. Bagian yang bersifat pelayanan umum hendaknya ditempatkan di lokasi yang strategis. Tujuannya agar lebih mudah dicapai, misalnyan bagian sirkulasi. Apabila pelayanan kurang memuaskan akan mengakibatkan semakin sedikit jumlah pengunjung, tetapi sebaliknya apabila pelayanannya baik jumlah pengunjung akan semakin bertambah.

3. Dalam penempatan perabot seperti meja, kursi rak buku, lemari, dan lainnya hendaknya disusun dalam bentuk garis lurus. Tujuannya agar

(21)

segala kegiatan pemustaka lebih mudah dikontrol oleh pustakawan. Selain itu juga akan membuat ruangan lebih indah, teratur dan tidak sempit.

Pemustaka juga akan lebih leluasa melakukan kegiatannya

diperpustakaaan, karena ruangannya tidak sempit.

4. Jarak antara satu perabot dengan perabot lainnya dibuat agak lebar. Jarak perabot diatur agar pustakawan maupun pemustaka bisa leluasa untuk berjalan. Selain itu juga bertujuan agar ruangan tidak terlihat sempit yang akan membuat pustakawan dan pemustaka merasa tidak nyaman.

5. Bagian-bagian yang mempunyai tugas yang sama, hampir sama, atau merupakan kelanjutan, hendaknya ditempatkan di lokasi yang berdekatan. Hal ini bertujuan agar pustakawan tidak perlu menghabiskan banyak

waktu untuk berpindah-pindah ruangan dalam menyelesaikan

pekerjaannya. Pemustaka juga tidak perlu bingug apabila ada yang perlu diurus dengan pustakawan.

6. Bagian yang menangani pekerjaan yang bersifat berantakkan seperti pengolahan, pengetikan atau penjilidan hendaknya ditempatkan di tempat yang tidak tampak oleh khalayak umum. Bertujuan agar pemustaka tidak terganggu oleh suasana yang berantakan.

7. Apabila memungkinkan, semua petugas dalam suatu unit/ruangan

hendaknya duduk menghadap kearah yang sama dan pimpinan duduk di belakang . situasi ini akan lebih menciptakan komunikasi yang lancer antar petugas.

8. Alur pekerjaan hendaknya bergerak maju dari satu meja ke meja lain dari garis lurus. Hal ini bertujuan agar tidak adanya keraguan ataupun kesalahan dalam melaksanakan pekerjaan oleh pustakawan. Misalnya dalam proses pengolahan bahan pustaka dan proses penyelesaian fisik bahan pustaka seperti penyampulan buku.

9. Ukuran tinggi, rendah, panjang, lebar, luas dan bentuk perabot hendaknya dapat diatur lebih leluasa. Hal ini dimaksudkan agar tidak tercipta situasi jenuh bagi pustakawan maupun pemustaka. Selain itu juga akan membuat ruangan perpustakaan akan terlihat lebih indah dan menarik.

10.Perlu ada lorong yang cukup lebar untuk jalan apabila sewaktu-waktu terjadi kebakaran dan bencana alam. Bisa juga dibuat jalan keluar alternatif apabila terjadi kejadian yang tidak terduga. Hal ini bertujuan agar lebih mudah menyelamatkan diri apabila terjadi bencana yang tidak terduga.

Dalam penataan ruang ditentukan oleh banyak hal, diantaranya luas ruangan yang ada, sistem pelayanan yang dipakai, serta perabot dan perlengkapan yang disediakan dan juga tata letak ruang menurut fungsi dan pelayanannya.

(22)

Pendapat lain juga dikemukakan Yusuf (2007: 98), penataan ruangan perpustakaan meliputi tata ruang, dekorasi, penerangan dan ventilasi.

1. Tata ruang

Perpustakaan dalam hal penempatan dan penataan perabot meliputi kelengkapan meliputi kelengkapan lainnya serta bahan bacaan perlu diletakkan dan ditatat sedemikian rupa agar apa yang disajikan kelihatan menarik.

2. Dekorasi

Dekorasi yang menarik dapat menambah ketertarikan pemustaka dan mengakibatkan pemustaka betah berlama-lama di perpustakaan. pemilihan warna cat juga menentukan faktor kenyamanan dan kebetahan pemustakan di perpustakaan.

3. Penerangan

Penerangan harus diatur sehingga tidak terjadi penurunan gairah membaca atau membuat silau.

4. Ventilasi

Sistem ventilasi berkaitan dengan temperatur dan suhu ruangan. Lubang-lubang angina perlu dibuat dengan jumlah yang cukup sehingga udara bias masuk secara leluasa. Melalui lubang angina ini juga perputaran oksigen di dalam ruangan perpustakaan dengan di luar bias lebih lancar.

Berdasarkan uraian diatas maka dapat ditarik kesimpulan bahwa perpustakaan harus mengadakan pendidikan/seminar khususnya kepada pustakawan dengan mengundang seseorang yang ahli dalam desain interior dalam pelaksanaan teknik penataan ruangan maupun perabot dan perlengkapan perpustakaan. Sehingga pustakawan mampu membina sendiri ruangan-ruangan perpustakaan yang diharapkan memberikan kesan positif oleh penggunannya.

2.6 Persyaratan Lingkungan Fisik Ruangan

Lingkungan fisik perpustakaan hendaknya dibangun dengan sebaik mungkin. Apabila lingkungan fisik internal maupun eksternal ditata dengan baik dapat berpengaruh terhadap kinerja pustakawan dan minat kunjung pemustaka ke perpustakaan. Penataan ruang perpustakaan hendaknya dapat diatur seoptimal mungkin dan memenuhi aspek kebersihan, kesehatan, keamanan, dan kenyamanan.

(23)

Perpustakaan yang memiliki lingkungan dan fisik ruangan yang baik disertai dengan perabot perpustakaan yang memadai, sistem pencahayaan yang memadai merupakan bagian yang sangat menentukan dalam memberikan memberikan pelayanan. Agar pemustaka merasa nyaman di perpustakaan, maka perpustakaan harus ditata dengan baik, sirkulasi udara yang baik, nyaman dan mudah diakses. Lasa (2005:161), yang termasuk fisik tata ruang perpustakaan adalah :

1. Tata Letak.

2. Temperatur ( Suhu Ruangan).

3. Pewarnaan.

4. Akustik.

Berdasarkan pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa aspek yang meliputi lingkungan fisik ruangan perpustakaan meliputi tata ruang, temperatur, pewarnaan, dan akustik.

2.6.1 Tata Letak

Tata letak ruangan perpustakaan harus dirancang dan diatur sedemikian rupa agar terciptanya suatu gambaran yang memenuhi aspek efesiensi pemustaka dan pustakawan ketika hendak mengakses menuju ruangan tersebut, Menurut Perpustakaan Nasional RI (1992: 175), penataan dan pengaturan tersebut dilakukan, agar :

1. Tidak terjadi hambatan lalu lintas pemakai pelaksanaan kerja di setiap ruangan dan antar ruang.

2. Terlihat suatu gambaran yang wajar dan menarik.

3. Terdapat keleluasaan bergerak yang wajar dari pemakai perpustakaan maupun pelaksanaan kerja.

4. Adanya efisiensi pemakaian ruangan.

(24)

Ventilasi merupakan salah satu komponen penting pada suatu fisik ruangan perpustakaan, dengan adanya sistem ventilasi dapat membantu pertukaran udara di dalam ruangan menjadi lebih baik dan juga akan memberikan kenyamanan serta kesegaran bagi penyelenggara dan pengunjung perpustakaan. Sulistyo-Basuki (1993:130), menyatakan bahwa, “perpustakaan yang terang dan sejuk berkat ventilasi yang baik akan lebih besar peluangnya untuk menarik perhatian pengujung serta menyenangkan pustawan”.

Teori tentang sistem ventilasi juga dikemukakan oleh Purawati (2007: 9) yang menyatakan bahwa, terdapat 2 macam sistem ventilasi yang dapat digunakan oleh perpustakaan yaitu :

1. Ventilasi pasif adalah ventilasi yang didapat dari alam caranya membuat lubang angin atau jendela pada sisi dinding yang berhadapan serta sejajar dengan arah angin lokal. Luas lubang angin atau jendela diusahakan sebanding persyaratan dan fasilitas ruang (10% dari ruang bersangkutan). Bila menggunakan ventilasi pasif seperti ini sebaiknya rak tidak ditempatkan dekat jendela demi keamanan koleksi dan terhindar dari matahari langsung.

2. Ventilasi aktif adalah ventilasi yang menggunakan sistem penghawaan buatan yaitu menggunakan AC (Air Conditioning). Karena temperature dan kelembapan ruang perpustakaan yang stabil maka dapat menjaga keawetan koleksi dan peralatan tertentu seperti koleksi langka, pandang dengar dan komputer.

Dari uraian di atas disimpulkan bahwa selain berperan aktif sebagai tingkat kesegaran dan pertukaran udara, sistem ventilasi juga berfungsi untuk menjaga tingkat kelembapan ruangan yang juga berdampak untuk menjaga keawetan koleksi buku dan bahan pustaka lainnya.

Adapun secara umum ruangan yang diperhatikan secara khusus tingkat kelembapan dan temperatur ruangannya meurut DEPDIKNAS RI (2004: 131), adalah:

1. Area penyimpanan penggunaan multimedia

(25)

3. Area koleksi buku.

4. Ruang baca.

5. Ruang kerja pustakawan.

Untuk pengkondisian temperatur udara menurut Buku Perpustakaan Perguruan Tinggi: Buku Pedoman (2004: 131) menjelaskan bahwa, tingkat pengkondisian ruangan yang diinginkan adalah sebagai berikut : temperatur 22-24 oC untuk (ruang koleksi buku, ruang baca, dan ruang koleksi), 20 oC (ruang komputer) dan kelembapan 45 – 55%.

Dari uraian di atas dapat disumpulkan bahwa terdapat 2 ventilasi yang dapat diterapka oleh suatu perpustkaan yaitu ventilasi aktif dan ventilasi pasfif. Ventilasi di ruangan perpustakaan sangat dibutuhkan karena dengan sistem ventilasi yang baik ruangan perpustakaan akan memberikan kenyamanan yang didapat dari sistem pertukaran dari luar ruangan ke dalam ruangan perpustakaan, sehingga pustakawan merasa nyaman dan menambah produktifitas karyawan dalam penyelenggaraan perpustakaan dan pemustaka merasa betah berada di perpustakaan. Tingkat kelembapan dan temperatur ruangan juga menjadi prioritas khusus untuk diperhatikan sebab pengaturan tingkat kelembapan dan temperatur yang baik juga dapat memberikan ketahanan khusus pada koleksi buku di perpustakaan.

2.6.3 Sistem Pewarnaan Ruangan

Penerapan warna pada dinding perpustakaan juga perlu diperhatikan agar tidak menimbulkan kesan negatif akibat dari kesalahan dalam penerapan warna pada dinding ruangan. Oleh karena itu, perlu pemahaman khusus dalam memilih warna yang baik untuk ruangan perpustakaan agar terciptanya suasana nyaman dan kondusif, Lasa (2015: 164) meyatakan bahwa, warna yang kondusif untuk ruangan perpustakaan antara lain:

(26)

1. Warna merah, menggambarkan panas, kegemaran dan kegiatan bekerja. Warna ini berguna untuk merangsang panca dan jiwa agar bersemangat dalam melaksanakan tugasnya.

2. Warna kuning, menggambarkan kehangatan. Warna ini akan merangsang

mata dan syaraf yang dapat menimbulkan gembira.

3. Warna hijau menimbulkan suasana sejuk dan kedamaian. Oleh karena itu,

warna ini cocok tempat-tempat ibadah, perpustakaan, rumah tinggal dan sebagaiannya.

Perpustakaan sesuai dengan tugas dan fungsinya sebagai pemberi pelayanan informasi kepada seluruh lapisan masyarakat diharapkan mampu menarik minat kunjung dan mengutamakan kenyamanan dan ketenangan pemustaka dan pustakawan di dalam perpustakaan. salah satu cara yang dapat di terapkan oleh suatu instansi perpustakaan adalah pemilihan warna yang cocok pada ruangan perpustakaan. Darmono ( 2001: 202) menyatakan bahwa, “pilihan warna dinding juga dapat mempengaruhi rasa tenang. Karena perpustakaan memerlukan suasana tenang, maka pilihan warna dasar ruangan hendaknya jangan terlalu tajam dan mencolok. Warna netral dan tenang sangat menunjang suasana terang di perpustakaan”.

Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa warna erat kaitannya mempengaruhi emosi seseorang. Oleh karena itu, pemilihan warna dinding pada ruangan perpustakaan harus dijadikan prioritas utama dan mendapat perhatian khusus. Pemilihan warna hendaknya di perhatikan sesuai dengan letak dan fungsi ruangan tersebut dan jenis kegiatan apa yang berlangsung di dalam ruangan tersebut. Pemilihan warna yang salah akan berdampak negatif terhadap emosi seseorang dalam hal ini cakupan di perpustakaan yaitu pemustaka dan pustakawan, jika penarapan warna ruangan tidak sesuai dan tidak cocok maka berpengaruh besar terhadap kenyamanan pemustaka dan tingkat produktifitas pustakawan dalam berkerja.

(27)

Pencahayaan merupakan salah satu unsur utama dalam menciptakan suasana yang nyaman didalam ruangan perpustakaan. Tingkat intensitas cahaya di dalam ruangan perpustakaan harus diatur dan diperhatikan secara khusus, pencahayaan yang terang namun tidak membuat silau akan berdampak positif oleh pemustaka dan pustakawan. Pencahayaan yang minim dan gelap akan meyulitkan pemustaka untuk membaca dan mencari informasi serta menggangu kinerja pustakawan.

Lasa (2005: 169) menyatakan bahwa, kelebihan penerangan/ cahaya pada ruangan perpustakaan perlu dihindarkan, karena dapat menimbulkan hal-hal yang tidak diinginkan, seperti :

1. Kelelahan mata dengan berkurangnya daya dan efisiensi kerja. 2. Kelelahan mental.

3. Keluhan-keluhan pegal di daerah mata, dan sakit kepala sekitar mata. 4. Keluhan kerusakan penglihatan.

5. Meningkatkan kecelakaan.

Menurut Purwati (2007: 8) “Usaha yang dilakukan agar tidak terjadi peningkatan cahaya yang tidak membuat silau yaitu menghindari sinar matahari langsung dan memilih jenis lampu yang dapat memberikan sifat penerangan yang tepat misalnya: lampu pijar yang mampu memberikan cahaya yang bersifat setempat, lampu TL/PL/Fluorescent yam membrikan cahaya merata, sedangkan lampu sorot akan memberikan cahayayang terfokus pada objek tertentu”.

Beberapa jenis lampu yang diketahui kekuatan cahaya yang dikeluarkan (lummens) menurut, Menurut Yunita (2011: 46), yang mengutip hasil penelitian Harfano (2005: 33), adalah sebagai berikut :

1. Lampu TL (Flouresent tube)

a. 80 watt 3100 – 4.800 lummens

b. 65 watt 2700 – 4.400 lummens

c. 40 watt 1700 – 2.600 lummens

2. Lampu pijar (buib)

a. 25 watt 200 lummens

(28)

c. 60 watt 665 lummens

d. 100 watt 1.260 lummens

e. 200 watt 2.720 lummens

f. 500 watt 7.700 lummens

Dalam buku pedoman perpustakaan (2004: 131), tentang dasar pemikiran yang dipakai untuk konsep perancangan sistem penerangan adalah pemenuhan intensitas cahaya tidak sama. Daftar intesitas cahaya di dalam ruangan yaitu:

1. Area baca ( majalah & surat kabar) 200 lumen

2. Meja baca ( ruang baca umum) 400 lumen

3. Meja baca ( ruang baca rujukan) 600 lumen

4. Area sirkulasi 600 lumen

5. Area pengolahan 400 lumen

6. Area akses tertutup 100 lumen

7. Area koleksi buku 200 lumen

8. Area kerja 400 lumen

9. Area pandang dengar 100 lumen

Dari beberapa uraian di atas dapat disimpulkan bahwa sistem penerangan pada ruang perpustakaan perlu diatur tingkat intensitas cahayanya agar tidak terlalu terang dan juga tidak terlalu gelap. Setiap ruangan perpustakaan memiliki tingkat intensitas cahaya yeng berbeda sesuai dengan kegiatan yang dilakukan di dalam ruangan tersebut. Pencahayaan yang memadai dapat meningkatkan kenyamanan pemustaka dan meningkatkan produktifitas pustakawan saat bekerja.

2.6.5 Sistem Akustik/ Tingkat Kebisingan

Perpustakaan sangat identik sebagai suatu tempat yang memerlukan tingkat konsentrasi yang sangat tinggi oleh karena itu, diperlukan suasana yang hening di lingkungan perpustakaan khususnya di dalam ruangan perpustakaan. Kenyamanan ruangan sangat dipengaruhi oleh kenyamanan suara. Tingkat kebisingan yang dihasilkan dari setiap ruangan di dalam perpustakaan berbeda – beda. Hal ini perlu mendapatkan perhatian karena pada beberapa ruangan di perpustakaan memerlukan ketenangan terutama di ruang baca. Menurut Yunita (2011: 46) ,yang mengutip hasil

(29)

penelitian Harfano (2005), sumber kebisingan di dalam perpustakaan teragi dua jenis yaitu :

1. External noise

Yang berasal dari luar perpustakaan seperti suara yang berasal dari koridor disekitar perpustakaan dan suara mesin yang berasal dari sepeda motor dan mobil.

2. Internal noise

Yang berasal dari dalam perpustakaan seperti suara percakapan baik oleh pemakai maupun staf perrpustakaan, suara kursi yang digeser, dan suara yang berasal dari peralatan yang digunakan di dalam perpustakaan seperti

trolley, mesin foto copy, printer, maupun mesin ketik.

Apabila sumber kebisingan terbagi atas dua yaitu dari luar dan dalam perpustakaan. Untuk itu, pihak perpustakaan harus memperhatikan sistem akustik. Menurut DEPDIKNAS RI (2004: 133), ada beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam aspek akustik pembangunan perpustakaan yaitu:

1. Pemenuhan tingkat intensitas suara (noise criteria) yang memadai dalam setiap fungsi ruang berikut:

Ruang baca NC 3035

Ruang buku NC 3035

Ruang kerja umum NC 3035

Ruang audio NC 2025

2. Mengurangi secara optimal gangguan suara dari luar dengan menetapkan

sistem pemilihan bangunan dan rancangan sisi luar bangunan, baik buruk rancangan bentuk maupun bahan bangunan.

3. Menerapkan sistem kompartemensi sumber suara, yaitu dengan

pendaerahan ruang-ruang yang merupakan sumber suara pada lokasi/daerah terisolasi

4. Penggunaan bahan bangunan yang dapat mereduksi suara lantai/langit-langit/dinding pada ruang- ruang yang dianggap dapat menjadi sumber suara dan pada ruang yang memerlukan intensitas suara yang rendah. Misalnya dengan menggunakan bahan karpet pada area yang menjadi jalur lalu lalang pengguna perpustakaan.

Dari uraian di atas dapat dinyatakan bahwa tingkat kebisingan dapat dikurangi dengan ketenangan pustakawan dalam bekerja dan pemustaka yang beraktifitas di perpustakaan. Untuk mengurangi intensitas suara dari luar perpustakaan dapat diatasi

(30)

dengan perancangan bangunan perpustakaan yang jauh dari ruas jalan yang dilalui kendaraan bermesin. Apabila tidak memungkinkan, pemasangan karpet yang digunakan sebagai kedap suara adalah hal yang juga dapat dilakukan untuk mrngurangi intensitas suara.

Referensi

Dokumen terkait

Menyusun kubus menyerupai stupa, digunakan untuk , mengenalkan warna mengenalkan jumlah motorik halus konsentrasi Harga Rp.45.000,- Menara Balok Digunakan untuk :

tipe waralaba jenis format bisnis atau business format franchise dimana dalam sistem bisnis ini pihak Sego Njamoer Surabaya selaku franchisor memberikan hak kepada franchisee

Sebuah crusher gyrat!ry adalah salah satu jenis utama penghancur primer di Sebuah crusher gyrat!ry adalah salah satu jenis utama penghancur primer di tambang atau pabrik

Di sisi lain, dalam tahun ini terjadi rugi operasi karena produk baru (BjLAS) masih belum sempurna sehingga mengakibatkan harga pokok meningkat. Untuk tahun yang

Keempat risk level tersebut diakibatkan oleh beberapa faktor seperti jenis kegiatan yang dilakukan untuk memproduksi sebuah link berbeda-beda, menggunakan mesin atau alat yang

Sebagian besar analisis yang tampil dalam edisi Jurnal Yudisial ini memang berada dalam ranah hukum publik, seperti kasus pidana terkait hak beragama dan berkeyakinan bagi

Faktor koreksi yang digunakan pada model konstanta pengeringan dapat meningkatkan COD antara model dengan pengukuran untuk udara pengering dan menurunkan error