• Tidak ada hasil yang ditemukan

TERHADAP PEREKONOMIAN WILAYAH

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "TERHADAP PEREKONOMIAN WILAYAH"

Copied!
26
0
0

Teks penuh

(1)

VII. KONTRIBUSI SEKTOR SUSU DAN PETERNAKAN SAP1 PERAH TERHADAP PEREKONOMIAN WILAYAH

Perekonomian suatu wilayah dapat bertumbuh karena dua hal: pertama, bersumber dari faktor-faktor dalam wi- layah yang meliputi distribusi faktor produksi tanah, te- naga kerja dan modal; kedua, faktor luar daerah mencakup permintaan wilayah lain terhadap komoditi yang dihasil- kan

.

Salah satu teori pertumbuhan regional dari dalam yang paling sederhana adalah teori sektor. Teori ini me- ngatakan bahwa kenaikan pendapatan per kapita di berba- gai wilayah pada berbagai waktu umumnya diikuti oleh rea-

lokasi sumberdaya. Dalam teori sektor tersebut, diikhti- sarkan bahwa suatu proses pertumbuhan didasarkan pada asumsi peningkatan pendapatan per kapita.

Dampak dari tiap sektor komponen perekonomian wila- yah dicerminkqn oleh besaran pengaruh pengganda dari ma- sing-masing sektor yang bersangkutan. Nilai-nilai peng- ganda akan memberikan informasi yang baik sekali berke- naan dengan respons suatu sektor terhadap berbagai peru- bahan kegiatan ekonomi yang terjadi. Melalui nilai ter- sebut dapat diisolir sektor-sektor yang akan menunjang tambahan tertinggi bagi output, pendapatan dan kesempat- an kerja. Dengan demikian, dapat diketahui sektor-sektor yang perlu mendapat perhatian khusus jika pertumbuhan ekonomi ingin didorong. Asumsinya adalah bahwa sektor

(2)

yang mempunyai nilai pengganda paling tinggi akan menywn- bang tambahan terbesar bagi wilayah.

1.

~ m $ J ; L b u i B r h d m 4 m h m U ~

Dampak investasi yang ditanamkan pada suatu sektor sangat tergantung kepada jumlah investasi yang dilakukan serta intensitas hubungan antar sektor. Dampak investa- si yang paling sering diukur di dalam suatu struktur per- ekonomian adalah pengaruh ganda terhadap pendapatan

(in-

come multipua) dan kesempatan kerja

(swbmenli

m u - tivlisr) masyarakat.

Pada dasarnya, Pengaruh Ganda Pendapatan

(PGP)

ada- lah besarnya peningkatan pendapatan pada suatu sektor akibat meningkatnya permintaan akhir output sektor ter- sebut sebesar satu unit. Artinya, apabila permintaan ak- hir terhadap output sektor tertentu meningkat sebesar sa- E tu rupiah, maka akan meningkatkan pendapatan masyarakat

yang bekerja gada sektor tersebut sebesar nilai penggan- da pendapatan sektor yang bersangkutan.

Ada dua tipe PGP, yaitu tipe

I

dan tipe 11. PGP ti- pe I merupakan penjumlahan pengaruh langsung dan penga- ruh tidak langsung dibagi dengan pengaruh langsung. Peng- ganda tipe I ini berguna untuk mengetahui besarnya Peru- bahan pendapatan masyarakat baik langsung maupun tidak langsung dari setiap perubahan satu unit permintaan ak- hir suatu sektor. PGP tipe I1 diperoleh dari penjum- lahan pengaruh langsung, pengaruh tidak langsung dan

(3)

pengaruh induksi dibagi dengan pengaruh langsung. Dalam pengganda ini pengaruh dari perubahan pendapatan terha- dap konsumsi rumah tangga yang akan memberikan induksi terhadap sektor-sektor lainnya telah ikut diperhitungkan. Dalam ha1 ini, pengaruh langsung merupakan peningkatan pendapatan pada suatu sektor secara langsung sebagai aki- bat penanaman investasi pada sektor tersebut.

Suatu investasi yang ditanamkan pada sektor terten- tu (sektor 1 ) akan meningkatkan output sektor tersebut. Untuk meningkatkan output tadi diperlukan peningkatan permintaan input yang dibeli dari output sektor-sektor

lain. Guna memenuhi permintaan sektor 1, sektor-sektor

lainnya harus meningkatkan outputnya juga melalui pening-

katan permintaan output sektor 1 sebagai inputnya. Pe-

ningkatan pendapatan sektor lain akibat peningkatan per- mintaan terhadap outputnya merupakan pengaruh tidak lang-

sung.

Selanjutnya, pengaruh langsung dan tidak langsung

menyebabkan pendapatan rumah tangga pada sektor satu me-

ningkat. Hal ini akan menyebabkan peningkatan perminta- an terhadap output sektor 1 yang pada akhirnya akan me- nyebabkan meningkatnya pendapatan rumah tangga yang be-

kerja di sektor 1. Inilah yang disebut pengaruh induksi -

( L M w d e f f p l d i ) .

Adapun besaran PGP tipe I dan I1 dari sektor-sek-

(4)

Tabel 16. Nilai Pengaruh Ganda Pendapatan (PGP) Sektor Perekonomian Jawa Tengah, 1983

Nomor Sektor

Pengaruh Ganda Pendapatan Tipe I Tipe I 1

(5)

Seperti terlihat pada Tabel 16, maka urutan sektor-sek- tor yang mempunyai nilai PGP tipe I dan I1 mulai dari yang terbesar hingga terkecil adalah: (1) Industri makan- an, minuman dan tembakau, (2) Industri makanan ternak,

(3) Susu dan peternakan sapi perah, (4) Hotel dan resto- ran, (5) Peternakan lainnya, (6) Koperasi lainnya, ( 7 ) Koperasi susu, (8) Industri pendinginan susu, (9) Indus- tri lainnya, (10) Bangunan (11) Padi, (12) Angkutan dan komunikasi, (13) Perkebunan, (14) Listrik, gas dan air minum, (15) Perikanan, (16) Tanaman bahan makanan lain- nya, (17) Jasa-jasa, (18) Pertarnbangan, (19) Bank dan ja- sa keuangan, (20) Kehutanan, (21) Perdagangan dan (22) Pemerintahan

.

Dari Tabel 16, terlihat bahwa nilai PGP tipe I dan tipe I1 sektor susu/peternakan sapi perah masing-masing sebesar 2.61 dan sebesar 2.91, menduduki peringkat ke-3 dari 22 sektor, yaitu setelah sektor industri makanan, minuman lainnya dan tembakau (sektor 10) dan sektor in- dustri makanan ternak (sektor 9).

Nilai tersebut merupakan indikasi bahwa penanaman investasi di sektor susu dan peternakan sapi perah membe- rikan sumbangan yang relatip lebih tinggi terhadap pe- ningkatan pendapatan masyarakat dibandingkan 19 sektor lainnya. Apabila strategi pembangunan ekonomi wilayah Jawa Tengah menginginkan pertumbuhan pendapatan yang cepat maka sektor susu dan peternakan sapi perah harus

(6)

diletakkan pada prioritas ketiga dalam ha1 penanaman mo- dal (asumsi faktor lainnya sama).

2 .

ILQ~fihSITahara~gpludhi~nAmrn~~~=baa

Perkembangan populasi dapat dianggap sebagai fak-

tor positip dalam rangka merangsang pertumbuhan ekonomi. Akan tetapi yang sering menjadi persoalan adalah, apakah peningkatan yang cepat dari pertumbuhan persediaan atau penawaran surplus tenaga kerja memberikan pengaruh posi- tip terhadap kemajuan ekonomi. Karena masalah kesempat- an kerja ini erat hubungannya dengan pengangguran, kemis- kinan dan distribusi pendapatan.

Tenaga kerja mempunyai penawaran yang terus menerus menaik sejalan dengan pertumbuhan penduduk, sedangkan permintaan akan tenaga kerja tergantung pada kenaikan permintaan akan barang jadi serta tingkat dan macam tek- nologi. Banyaknya angkatan kerja di wilayah Jawa Tengah pada tahun 1980 sebesar 10 101 217 jiwa dan kenaikan po- pulasi penduduk selama Pelita I11 rata-rata 1.52 persen per tahun.

Jika seseorang ingin mengetahui berapa banyak tena- ga kerja yang diabsorpsi secara langsung untuk menghasil- kan satu satuan output dari sektor tertentu, dapat dike- tahui melalui penghitungan produksi komoditi yang ber- sangkutan. Jika sebaliknya ingin mengetahui kebutuhan tidak langsung dan induced untuk tenaga kerja di dalam

(7)

sama lain, maka hanya dapat diketahui melalui matriks pengganda ( I - A ) - ' dan tidak dapat diperoleh dengan suatu pengamatan langsung.

Pengaruh Ganda Tenaga Kerja (PGTK) tipe

I

dan tipe I 1 menggambarkan dampak kesempatan kerja yang ditimbul- kan oleh suatu sektor per unit kenaikan permintaan akhir terhadap output sektor yang bersangkutan. Semakin besar nilai PGTK suatu sektor berarti semakin besar kesempatan kerja yang tersedia pada sektor tersebut.

Nilai PGTK dari seluruh sektor perekonomian wilayah Jawa Tengah disajikan pada Tabel 17. Seperti terlihat pada tabel tersebut, PGTK sektor susu dan peternakan sa- pi perah adalah sebesar 2.48 untuk tipe I dan 3.20 untuk tipe 11. Sektor ini menduduki peringkat ke-3 dari 22 sek- tor yang ada.

Nilai tersebut menunjukkan bahwa kemampuan sektor yang bersangkutan dalam meningkatkan penggunaan tenaga kerja yang dibutuhkan relatip besar untuk setiap perubah- an peningkatan satu unit output pada permintaan akhir. Oleh karena itu, dalam konteks pemerataan pendapatan, ma- ka sektor susu dan peternakan sapi perah perlu mendapat prioritas pengembangan setelah sektor industri makanan, rninuman dan tembakau serta sektor industri makanan ter- nak.

Struktur tenaga kerja di dalam sistem usahatani sek- tor ini terdiri dari pria dewasa (suarni), wanita dewasa

(8)

Tabel 17. Nilai Pengaruh Ganda Tenaga Kerja (PGTK)

Sektor perekonomian Jawa Tengah, 1983

Nomor PGTK Peringkat PGTK Peringkat

(9)

(istri) dan anak terutama anak laki-laki. Pada umumnya kebutuhan akan tenaga kerja tersebut dipenuhi oleh tena- ga kerja dalam keluarga, terutama untuk golongan peter- nak rakyat. Dari 169 contoh peternak rakyat dalam pene- litian ini hanya 29 contoh (17.16 persen) yang mengguna- kan tenaga kerja luar keluarga, sedangkan pada contoh perusahaan sapi perah seluruhnya menggunakan tenaga ker- ja upahan.

3

E w a L b U m _ E i ~ k w n , - & a d & m ~

Kerangka 1-0 Leontief merupakan dasar dari hipote- sis kaitan

(L-ES)

yang digunakan untuk mengukur in- terdependensi sektoral.

Hubungan aktivitas ( c g n c e ~ $

ef

U n k a g m ) dari apli- kasi model 1-0 sangat bermanfaat di dalam pembangunan ekonomi. Dengan demikian dapat diukur tingkat ketergan- tungan antar sektor dalam suatu sistem perekonomian dan diketahui sejauh mana pertumbuhan suatu sektor dipenga- ruhi oleh sektor-sektor lainnya. Pemahaman antar kaitan pertumbuhan berbagai sektor perekonomian penting guna me- rencanakan strategi pembangunan yang tepat.

Salah satu penyebab kegagalan dari strategi untuk mempercepat proses pembangunan ekonomi suatu wilayah di- tandai dengan lemahnya sektor industri dan kurang Kuat- nya kaitan antara pertanian tradisional dengan sektor- sektor industri modern. Karena lemahnya kaitan, anti- sipasi efek s p i l l Q ~ dari sektor industri tidak Z

(10)

menguntungkan usaha-usaha pembangunan dalam sektor per- tanian.

,

Kaitan sektoral dicerminkan oleh gerakan-gerakan per- tumbuhan (g,zowth

hmwhw)

dari satu sektor ke sektor la- innya yang disebabkan oleh terobosan teknologi dalam sek- tor yang bersangkutan. Gerakan-gerakan pertumbuhan ter- sebut tidaklah dapat dipindahkan secara memuaskan karena berbagai kekakuan struktural yang inheren dalam tahap awal pertumbuhan.

_ K a . i l z m - & B d B b m ~ ~ ~

Indeks kaitan ke belakang langsung dari suatu sek- tor dapat digunakan untuk mengukur jumlah input antara yang diperlukan dari berbagai sektor lainnya untuk meng- hasilkan satu unit output sektor tersebut. Indeks yang dikembangkan oleh Chenery dan Wanatabe (1958) ini meru- pakan rasio pembelian input antara sektor terhadap nilai total produksi sektor tersebut.

Kaitan ke belakang mendorong produksi melalui penye- rapan input yang diperlukan oleh sifat teknologi dari produksi tiap sektor ekonomi.

Hirschman (1958) mengemukakan bahwa kaitan-kaitan ke belakang lebih tepat sebagai suatu petunjuk untuk mem-

- -

buat pola strategi pembangunan ekonomi. Hal ini disebab- kan peningkatan permintaan input-input antara memberikan

stimulus yang lebih baik dibandingkan peningkatan pena- waran input.

(11)

N i l a i d a r i pengaruh k a i t a n l a n g s u n g k e b e l a k a n g (PKLB) s e k t o r - s e k t o r perekonomian Jawa Tengah d i s a j i k a n p a d a Tabel 1 8 .

Pada T a b e l 18 t e r s e b u t , d a p a t d i l i h a t bahwa n i l a i - n i l a i PKLB d a r i masing-masing s e k t o r m u l a i d a r i u r u t a n t e r t i n g g i h i n g g a t e r e n d a h a d a l a h : (1) S e k t o r i n d u s t r i ma- k a n a n , minuman dan tembakau 0 . 7 9 , ( 2 ) S e k t o r s u s u dan pe- t e r n a k a n s a p i p e r a h 0 . 7 0 , ( 3 ) S e k t o r i n d u s t r i makanan t e r n a k 0 . 6 0 , ( 4 ) S e k t o r bangunan 0 . 6 0 , ( 5 ) S e k t o r k o p e r a - s i l a i n n y a 0 . 8 9 , ( 6 ) S e k t o r h o t e l dan r e s t o r a n 0 . 5 5 , ( 7 ) S e k t o r k o p e r a s i s u s u 0 . 5 5 , ( 8 ) S e k t o r i n d u s t r i pendeingin- a n s u s u 0 . 4 2 , ( 9 ) S e k t o r j a s a l a i n n y a 0 . 3 2 , ( 1 0 ) S e k t o r p e t e r n a k a n l a i n n y a 0 . 3 2 , (11) S e k t o r l i s t r i k , gas dan a i r minum 0 . 2 9 , ( 1 2 ) S e k t o r perkebunan 0 . 2 7 , ( 1 3 ) S e k t o r p a d i 0 . 2 2 , ( 1 4 ) S e k t o r p e r i k a n a n 0 . 2 1 , ( 1 5 ) S e k t o r ang- k u t a n dan komunikasi 0 . 1 9 , ( 1 6 ) S e k t o r tanaman bahan m a -

kanan l a i n n y a 0 . 1 7 , ( 1 7 ) S e k t o r k e h u t a n a n 0 . 1 4 , ( 1 8 ) Sek- t o r bank d a n ' j a s a keuangan 0 . 1 0 , ( 1 9 ) S e k t o r i n d u s t r i l a - i n n y a 0 . 0 7 , ( 2 0 ) S e k t o r pertambangan 0 . 0 6 , ( 2 1 ) S e k t o r perdagangan 0 . 0 4 dan ( 2 2 ) S e k t o r p e m e r i n t a h a n 0 . S e k t o r s u s u dan p e t e r n a k a n s a p i p e r a h t e r n y a t a m e m - p u n y a i n i l a i PKLB r e l a t i p t i n g g i d i dalam s t r u k t u r p e r e - konomian w i l a y a h , y a i t u s e b e s a r 0 . 7 0 dengan u r u t a n ke-2 d a r i 22 s e k t o r .

(12)

Tabel 18. Pengaruh Kaitan Langsung ke Depan (PKLD) dan ke Belakang (PKLB) Sektor-sektor Perekonomian Jawa Tengah, 1983

Nomor PKLD Peringkat PKLB Peringkat

(13)

Indeks kaitan ke depan langsung adalah untuk mengu-

I

kur besarnya output dari suatu sektor yang di suplai un- tuk penggunaan antara ke berbagai sektor perekonomian se- bagai suatu proporsi dari total permintaannya. Jadi in-

deks ini merupakan rasio permintaan antara dari berbagai sektor terhadap total output suatu sektor tertentu.

Hubungan ke depan merupakan ukuran dari hasil do- rongan pemakaian output sebagai input antara suatu indus- tri atau sektor lain. Kekuatan hubungan ke depan tergan- tung pada proporsi output yang dimanfaatkan untuk penggu- naan antara. Nilai pengaruh kaitan ke depan langsung

(PKLD) dari masing-masing sektor disajikan pada Tabel 18. Dari Tabel 18 dapat dilihat bahwa urutan-urutan ni- lai PKLD mulai dari yang tertinggi hingga terendah ada- lah: (1) Sektor industri makanan, minuman dan tembakau 0.95, (2) Sektor padi 0.61, (3) Sektor perdagangan 0.54,

(4) Sektor bank dan jasa keuangan 0.52, (5) Sektor tanam- an bahan makanan lainnya 0.49, (6) Sektor angkutan dan komunikasi 0.43, (7) Sektor industri lainnya 0.34, ( 8 ) Sektor jasa-jasa lainnya 0.30, (9) Sektor perkebunan 0.30, (10) Sektor industri makanan, minuman dan tembakau 0.95, (11) Sektor hotel dan restoran 0.22, (12)-Sektor peternakan lainnya 0.20, (13) Sektor pertambangan 0.19,

( 1 4 ) Sektor industri makanan ternak 0.17, (15) Sektor ko- perasi lainnya 0.14, (16) Sektor listrik, gas dan air

(14)

minum 0.11, (17) Sektor industri pendinginan susu 0.11, (18) Sektor koperasi susu 0.10, (19) Sektor kehutanan

I

0.09, (20) Sektor susu dan peternakan sapi perah 0.07, (21) Sektor perikanan 0.06, (22) Sektor pemerintah 0.

Nilai PKLD sektor susu dan peternakan sapi perah se- besar 0.07 (peringkat 20) ternyata lebih rendah diban- ding dengan nilai PKLB-nya sebesar 0.70 (peringkat 2). Hasil ini selaras dengan hasil yang terdapat pada Tabel 7 dimana ketergantungan pembelian input sektor susu dan peternakan sapi perah lebih tinggi dibandingkan dengan ketergantungan penjualan outputnya.

K&u~fikWslrawKeBehm-g4anKc&w-

Pengaruh kaitan tak langsung ke belakang (PKTLB) dan ke depan (PKTLD) disajikan pada Tabel 19.

Dari Tabel 19 dapat dilihat bahwa nilai-nilai PKTLD setiap sektor mulai dari yang tertinggi hingga yang terendah bertbrut-turut adalah: (1) Sektor industri lain- nya 2.77, (2) Sektor padi 2.31, (3) Sektor industri ma- kanan, minuman dan tembakau 2.16, (4) Sektor perdagangan 1.71, (5) Sektor tanaman bahan makanan lainnya 1.71, (6) Sektor bank dan jasa keuangan 1.69, (7) Sektor angkutan dan komunikasi 1.56, (8) Sektor perkebunan 1.35, ( 9 ) Sek- tor jasa-jasa lainnya 1.39, (10) Sektor bangunan 1.35,

(11) Sektor peternakan lainnya 1.31, (12) Sektor pertam- bangan 1.27, (13) Sektor hotel dan restoran 1.26, (14)

(15)

Tabel 1 9 . Pengaruh K a i t a n Tak Langsung k e Depan (PKTLD) dan k e Belakang (PKTLB) S e k t o r - S e k t o r Perekonomian Jawa Tengah, 1983

I

Nomor PKTLD P e r i n g k a t PKTLB P e r i n g k a t S e k t o r

(16)

Sektor koperasi lainnya 1.23, (15) Sektor industri makan- an ternak 1.19, (16) Sektor listrik, gas dan air minum 1.15, (17) Sektor kehutanan 1.14, (18) Sektor industri pendinginan susu 1.12, (19) Sektor koperasi susu 1.11,

(20) Sektor susu dan peternakan sapi perah 1.08, (21) Sektor perikanan 1.07 dan (22) Sektor pemerintah 1.00.

Nilai

PKTLD

sektor susu dan peternakan sapi perah sebesar 1.08 adalah relatip rendah dan menduduki pering- kat 20 dari 22 sektor perekonomian Jawa Tengah.

Nilai-nilai

PKTLB

dari masing-masing sektor pereko- nomian Jawa Tengah mulai dari yang tertinggi hingga yang terendah adalah sebagai berikut: (1) Sektor susu dan pe- ternakan sapi perah 2.23, (2) Sektor industri makanan, rninurnan dan ternbakau 2.03, (3) Sektor industri makanan ternak 1.99, (4) Sektor hotel dan restoran 1.85, (5) Sek- tor koperasi susu 1.82, (6) Sektor koperasi lainnya 1.80

(7) Sektor bangunan 1.65, (8) Sektor industri pendingin- an susu 1.59, (9) Sektor peternakan lainnya 1.46, (10) Sektor jasa-jasa lainsya 1.40, (11) Sektor perkebunan 1.34, (12) Sektor listrik, gas dan air minum 1.33, (13) Sektor perikanan 1.30, (14) Sektor padi 1.28, (15) Sek- tor angkutan dan komunikasi 1.26, (16) Sektor tanaman ba- han makanan lainnya 1.22, (17) Sektor kehutanan 1.17,

(18) Sektor bank dan jasa keuangan 1.14, (19) Sektor in- dustri lainnya 1.08, (20) Sektor pertambangan 1.07, (21) Sektor perdagangan 1.06 dan (22) Sektor pemerintahan 1.0.

(17)

Nilai PKTLB sektor susu dan peternakan sapi perah menduduki peringkat tertinggi dari semua sektor, yaitu

,

dengan nilai sebesar 2 . 2 3 . Nilai PKTLB dari sektor ini lebih besar dari nilai PKTLD-nya menunjukkan bahwa penga- ruh sektor susu dan peternakan sapi perah terhadap sek- tor-sektor lain penyedia input adalah lebih besar diban- dingkan dengan pengaruhnya terhadap sektor-sektor yang menggunakan outputnya.

Menurut Hirschman (1958) agar sumberdaya wilayah yang sangat terbatas jumlahnya digunakan secara efisien, maka perlu sumberdaya-sumberdaya tersebut terlebih dahu- lu dipakai untuk membangun sektor yang dapat menciptakan pengaruh kaitan ke belakang dan ke depan yang paling be- sar. Dalam kerangka tersebut, investasi memegang peran- an dominan bagi pembangunan ekonomi sebagai pencipta ka- pasitas dan tambahan pendapatan. Konsep kaitan tersebut terutama penting sebagai mekanisme untuk menginduksi le- bih besar keputusan-keputusan investasi.

Berdasarkan konsep tersebut di atas maka dapat disu- sun klasifikasi sektor berdasarkan prioritas seperti di-

sajikan pada Tabel 20.

Dari Tabel 20 dapat dilihat bahwa sektor industri makanan, minuman dan tembakau menduduki prioritas perta-

ma (indeks kaitan ke belakang dan ke depan tinggi). Se-

lanjutnya sektor-sektor yang berada pada prioritas kedua adalah: Sektor susu dan peternakan sapi perah, Sektor

(18)

industri pendinginan susu, Sektor bangunan, Sektor hotel dan restoran, Sektor koperasi susu dan Sektor koperasi

1

lainnya mempunyai indeks kaitan ke belakang tinggi'dan ke depan rendah.

Tabel 20. Kaitan Sebagai Arahan Penentuan Prioritas Sektoral

-

---

Prioritas Nomor Sektor

Prioritas ketiga meliputi sektor-sektor: Padi, Ta- naman bahan makanan lainnya, Perkebunan, Industri lain- nya, Perdagangan, Angkutan dan komunikasi, Bank dan jasa keuangan mempunyai indeks kaitan ke belakang rendah dan

indeks kaitan ke depan tinggi.

Sektor-sektor yang mempunyai kaitan baik ke bela- kang maupun ke depan rendah tergolong ke dalam prioritas keempat, meliputi Peternakan lainnya, Kehutanan, Perikan- an, Pertambangan, Industri makanan ternak, Listrik, gas

-- -

(19)

Dampak ke depan dan ke belakang dari sejumlah inves- tasi yang ditanamkan pada suatu sektor tertentu terhadap perekonomian secara keseluruhan dinamakan daya penyebar-

an (Power

d

Bi3~erfim). Pada hakekatnya daya penyebar-

an (DP) dapat digolongkan atas

DP

ke belakang (&&ward

Power

sf

Bispersion) dan DP ke depan (Forward Power of

Dispersion). Penyebaran ke belakang dan ke depan pada dasarnya merupakan hasil interaksi yang terjadi apabila permintaan akhir berubah.

Daya Penyebaran Ke Belakang

Daya penyebaran ke belakang (DPB) merupakan ukuran dampak relatip dari peningkatan output sektor tertentu (sektor n) terhadap peningkatan output sektor-sektor la- in yang menyediakan input sektor n tersebut. Bila koefi- sien kaitannya besar, berarti sektor yang bersangkutan akan menarik' sektor-sektor lainnya untuk meningkatkan outputnya. Dengan perkataan lain, efek hubungan ke bela- kang adalah penyerapan input yang menimbulkan tarikan permintaan bahan baku atau sarana produksi. Semakin be- sar nilai DPB suatu sektor, semakin besar pula dampak ke belakang investasi pada sektor tersebut.

- --

Dari Tabel 23 dapat dilihat urut-urutan nilai DPB masing-masing sektor mulai dari yang terbesar hingga yang terkecil sebagai berikut: ( 1 ) Sektor susu dan pe-

(20)

minuman dan tembakau 1.39, (3) Sektor industri makanan ternak 1.37, (4) Sektor hotel dan restoran 1.27, (5) Sek- tor koperasi susu 1.25, (6) Sektor koperasi lainnya 1.24

(7) Sektor bangunan 1.13, (8) Sektor industri pendingin- an susu 1.09, (9) Sektor peternakan lainnya 1.00, (10) Sektor jasa-jasa lainnya 0.96, (11) Sektor perkebunan 0.92, (12) Sektor listrik, gas dan air rninum 0.91, (13) Sektor perikanan 0.89, (14) Sektor padi 0.88, (15) Sek- tor angkutan dan komunikasi 0.86, (16) Sektor tanaman ba- han makanan lainnya 0.84, (17) Sektor kehutanan 0.80, (18) Sektor bank dan jasa keuangan 0.78, (19) Sektor in- dustri lainnya 0.74, (20) Sektor pertambang.an 0.73, (21) Sektor perdagangan 0.73 dan (22) Sektor pemerintahan

Dari urutan di atas tampak bahwa sektor susu dan pe- ternakan sapi perah menduduki urutan pertama dengan ni- lai DPB sebesar 1.53.

D a u a q m ~ b _ ? % m n h m m

Daya penyebaran ke depan

(DPD)

merupakan ukuran dam- pak relatip dari peningkatan output suatu sektor terten- tu (sektor n) terhadap dorongan peningkatan output sek- tor-sektor lainnya yang menggunakan output sektor n seba-

- -

gai input. Apabila koefisien kaitannya besar, berarti sektor tersebut peka terhadap pengaruh sektor-sektor la- innya. Implikasinya, sektor tadi mempunyai daya dorong yang tinggi terhadap perkembangan sektor-sektor lain,

(21)

atau dengan kata lain mempunyai efek hubungan ke muka yang memberikan suplai tinggi. Jadi semakin besar nilai

DPD suatu sektor, maka semakin besar pula dampak ke de-

pan atau daya dorong sektor tersebut terhadap perekono- mian wilayah.

Nilai

DPD

untuk setiap sektor dapat dilihat pada Ta-

be1 21. Tampak bahwa urutan nilai-nilai DPD mulai dari

yang tertinggi hingga yang terendah adalah: (1) Sektor industri lainnya 1.90, (2) Sektor padi 1.59, (3) Sektor industri makanan, minuman dan tembakau 1.48, (4) Sektor perdagangan 1.18, (5) Sektor tanaman bahan makanan lain-

nya 1.17, (6) Sektor bank dan jasa keuangan ' 1.16, (7)

Sektor angkutan dan komunikasi 1.07, (8) Sektor perkebun-

an 1.00, (9) Sektor jasa-jasa lainnya 0.95, (10) Sektor

bangunan 0.93, (11) Sektor peternakan lainnya 0.90, (12)

Sektor pertambangan 0.87, (13) Sektor hotel dan restoran 0.87, (14) Sektor koperasi lainnya 0.84, (15) Sektor in- dustri makanan ternak 0.82, (16) Sektor listrik, gas dan air minum 0.79, (17) Sektor kehutanan 0.78, (18) Sektor industri pendinginan susu 0.77, (19) Sektor koperasi su- su 0.76, (20) Sektor susu dan peternakan sapi perah 0.74 (21) Sektor perikanan 0.73 dan (22) Sektor pemerintahan 0.69.

Nilai DPD sektor susu dan peternakan sapi perah se-

besar 0.74 adalah relatip rendah yaitu menduduki pering- kat 20 dari 22 sektor perekonomian Qilayah.

(22)

Tabel 21. Nilai Daya Penyebaran ke Depan (DPD) dan ke Belakang (DPB) Sektor-sektor Perekonomian Jawa Tengah, 1983

Nomor DPB Peringkat DPD Peringkat

(23)

Hybun_@;~n_BPBdanJPD

Hubungan antara nilai-nilai DPB dan DPD dari 22 sek- tor disajikan pada Gambar 5. Berdasarkan nilai-nilai ter- sebut sektor-sektor perekonomian digolongkan ke dalam em- pat kelompok, yaitu:

(a) Sektor-sektor ~ a n g ' termasuk ke dalam kategori

I

mem- punyai nilai DPB

>

1.00 dan DPD

<

1.00 (Kuadran 1).

Sektor-sektor yang termasuk ke dalam kategori ini adalah Sektor susu dan peternakan sapi perah, Sektor industri makanan ternak, Sektor industri pen- dinginan susu, Sektor bangunan, Sektor perdagangan dan Sektor koperasi susu.

Sektor-sektor yang berada dalam kategori I ini

mempunyai daya tarik lebih besar dari daya tarik ra- ta-rata semua sektor, akan tetapi sektor-sektor ter- sebut mempunyai daya dorong yang lebih kecil dari rata-rata seluruh sektor.

(b) Sektor-sektor yang termasuk di dalam kategori I1

mempunyai nilai DPB

>

1.00 dan DPD

>

1.00 (Kuadran

11). Artinya, setiap permintaan akhir meningkat se- besar satu unit terhadap output suatu sektor terten- tu, maka sektor tersebut akan meningkatkan pembeli- an input antara lebih besar daripTmbelian rata-ra- ta seluruh sektor. Sektor-sektor yang tercakup da- lam kelompok ini adalah Sektor industri makanan, mi- numan dan tembakau.

(24)

DPO

Garnbar 5. Hubungan A n t a r a DPD dan DPB

(25)

( c ) Sektor-sektor yang termasuk di dalam kategori I11 mempunyai nilai

DPB <

1.00 dan

DPD

>

1.00 (Kuadran 111). Sektor-sektor ini mempunyai daya tarik lebih kecil dari rata-rata, tetapi mempunyai daya dorong yang lebih besar dari rata-rata semua sektor. Jika permintaan akhir meningkat terhadap output sektor ini, maka sektor ini akan melakukan pembelian out- put dari berbagai sektor untuk input antara dengan jumlah relatip kecil, dan selanjutnya output yang dihasilkan dialokasikan ke berbagai sektor dengan jumlah relatip besar.

Sektor-sektor tersebut meliputi 'Sektor padi, Sektor tanaman bahan makanan lainnya, Sektor perke- bunan, Sektor industri lainnya, SekLor perdagangan, Sektor angkutan dan komunikasi serta Sektor bank dan jasa keuangan.

(d) Sektor-sektor yang termasuk ke dalam kategori IV mempunyai nilai DPB

<

1.00 dan DPD

<

1.00 (Kuadran

IV). Sektor-sektor yang berada dalam kuadran ini mempunyai daya tarik dan daya dorong yang lebih ke- cil dari rata-rata semua sektor. Jika permintaan akhir meningkat sebesar satu unit terhadap output suatu sektor tertentu, maka sektor tersebut akan membeli output dari sektor-sektor lain dalam jumlah

F

(26)

Sektor-sektor yang termasuk dalam kategori ini adalah: Sektor peternakan lainnya, Sektor listrik, gas dan air minum, Sektor jasa-jasa lainnya dan Sek- tor pemerintahan.

Sektor yang mempunyai nilai DPB dan DPD lebih besar

dari rata-rata seluruh sektor, berarti mempunyai peranan yang amat menentukan terhadap perekonomian wilayah. Hal ini disebabkan kemampuannya menarik dan mendorong banyak sektor untuk berproduksi sehingga dapat meningkatkan pen- dapatan wilayah.

Gambar

Tabel  16.  Nilai  Pengaruh Ganda Pendapatan  (PGP)  Sektor Perekonomian  Jawa  Tengah,  1983
Tabel  17.  Nilai Pengaruh Ganda Tenaga Kerja  (PGTK)  Sektor perekonomian  Jawa  Tengah, 1983
Tabel  18.  Pengaruh Kaitan Langsung ke Depan  (PKLD)  dan ke Belakang  (PKLB) Sektor-sektor  Perekonomian Jawa Tengah, 1983
Tabel  1 9 .   Pengaruh  K a i t a n   Tak  Langsung  k e   Depan  (PKTLD)  dan  k e   Belakang  (PKTLB)  S e k t o r -   S e k t o r   Perekonomian  Jawa  Tengah,  1983
+3

Referensi

Dokumen terkait

o besarnya reaktansi induktif, reaktansi kapasitif,Impedansi rangkaian, tegangan jatuh pada tiap-tiap komponen dan sudut pergeseran fasa pada suatu rangkaian R L C seri dengan tepat.

Hibah pembuatan buku ajar merupakan program yang diselenggarakan oleh Bagian Pengembangan Pembelajaran (BPP) yang didasari oleh kontrak manajemen lembaga tahun 2014

Pencabutan izin sebagaimana dimaksud dalam Pasal 29 ayat (2) huruf d Peraturan Daerah ini ditetapkan oleh Kepala SKPD Perizinan kepada penanggungjawab kegiatan dan

Berdasarkan penjabaran data diatas maka dilihat dari sisi geografis, wilayah menjadi sasaran dari kegiatan promosi yang dilakukan oleh Aktivasi Communication Terpadu dalam

Pendaftaran dan pengambilan Dokumen Pengadaan dapat diwakilkan dengan membawa surat tugas dari direktur utama/ pimpinan perusahaan/ kepala cabang dan kartu

Bahan Galian Golongan C adalah Bahan Galian yang bukan strategis dan bukan vital sebagaimana dimaksud dalam pasal 3 ayat (1) huruf c Undang-Undang Nomor 11 Tahun

Panitia Total Liga berwenang untuk tidak melakukan pengesahan terhadap Pemain Panitia Total Liga berwenang untuk tidak melakukan pengesahan terhadap Pemain dan/atau

Perbedaan dengan penelitian yang akan dilakukan adalah pada penelitian Mohammad dkk meneliti tentang hubungan pola makan bergizi dengan tumbuh kembang anak usia sekolah,