• Tidak ada hasil yang ditemukan

Teratogenesis BAGIAN KE-16

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Teratogenesis BAGIAN KE-16"

Copied!
9
0
0

Teks penuh

(1)

BAGIAN KE-16

Teratogenesis

Sesudah mempelajari materi ke-16 ini mahasiswa diharapkan dapat :

Mengenal dan memahami proses yang menyebabkan terjadinya kelainan perkembangan embrio. Sekaligus hal-hal yang selanjutya dapat menyebabkan kelainan anak pada saat dilahirkan/menetas.

(2)

Teratogenesis adalah proses yang menyebabkan terjadinya berbagai bentuk kelainan perkembangan embrio selama periode embrional yang disebabkan oleh faktor-faktor khemo-external sehingga menyebabkan terjadinya cacat kelahiran.

16.1. Konsep tentang Kelainan Congenital (baca : Kon-genital)

Congenital malformation / deformity :

Adalah penyimpangan secara umum struktur individu selama perkembangan prakelahiran. Penyimpangan ini menimbulkan cacat kelahiran pada sebagian populasi manusia. Dalam beberapa hal penyimpangan ini merupakan kejadian alamiah

kualitatif, dan hanya sedikit saja yang merupakan penyimpangan kuantitatif. Untuk

kasus-kasus tertentu, sebenarnya sulit untuk membedakan antara kondisi normal dengan kondisi abnormal.

Fetal injury :

Perubahan-perubahan patologik selama proses menjadi organ-organ mature, yaitu pada proses pematangan jaringan-jaringan fetus / janin. Perubahan-perubahan patologik atau kerusakan ini misalnya sebagai akibat dari aktivitas mekanik ataupun karena kekurangan oxigen (asphyxia) pada masa kehamilan.

Yang perlu diperhatikan, bahwa kita tidak selalu dapat mengidentifikasi secara persis semua kejadian cacat kelahiran dan mengkategorikan sebagai

congenital malformation dengan birth injuries.

16.2. Klasifikasi Cacat Kelahiran

Cacat kelahiran dapat dibedakan menjadi tiga golongan :

1. Cacat kelahiran yang disebabkan oleh sebab-sebab genetik. Dalam hal ini melibatkan perubahan konstitusi genetik tertentu yang berupa gen mutants dan

pengagregasian khromosom.

2. Cacat kelahiran sebagai akibat dari munculnya banyak faktor genetik secara

spontan dan faktor lingkungan tertentu, biasanya berupa interaksi dari banyak gen dengan faktor-faktor lingkungan yang tidak diketahui dengan persis.

(3)

Gambar 16.1. Tingkat Resiko Terjadinya Cacat Kelahiran pada Kehamilan.

16.3. Biotransformasi Zat-zat Kimia ke dalam Tubuh Embrio

Biotransformasi terdiri 4 cara :

1. Melalui oksidasi, cara ini dipengaruhi oleh ensim-ensim dari endoplasmic reticulum hati (Cytochrome P-450).

2. Melalui reduksi, dan cara ini banyak dipengaruhi oleh ensim-ensim flavin. 3. Dengan cara hydrolisis, melalui mekhanisme esterase.

4. Melalui conjugasi atau melalui transfer pasif melalui sistem peredaran darah.

16.4. Cacat Prenatal yang Dipengaruhi Zat-zat Kimia

Jenisnya meliputi :

1. Kematian dini, aborsi spontan / keguguran dan kelahiran mati.

2. Kelainan anatomik, penyimpangan morfologik, kelainan-kelainan ringan dan cacat kelahiran lain.

3. Pertumbuhan fetus yang lambat di dalam kandungan. 4. Pertumbuhan post natal yang tidak normal.

(4)

Adanya kelainan perkembangan, secara terbatas disebabkan oleh beberapa

penyimpangan proses metabolisme pada jaringan-jaringan embrional. Bentuk

penyimpangan proses metabolisme pada jaringan embrional :

1. Terhentinya sintesis DNA, disebabkan oleh defisiensi PGA, akibat obat-obatan yang mengandung Chlorcyclizine dan Cyclophosphamide.

2. Terjadinya penurunan aktivitas polimerase RNA dan DNA dari inti-inti sel embrional, hal ini terjadi pada penggunaan obat yang mengandung

Cyclophosphamide.

3. Peningkatan tak terkendali dari biosintesa DNA dan RNA, ini terjadi pada penggunaan obat yang mengandung Thalidomide.

4. Kekacauan metabolisme karbohidrat, dikarenakan oleh penggunaan obat yang mengandung Sulfonylurea.

Obat-obatan yang mengandung zat-zat tersebut berpengaruh pada saat embrio mencapai tahap diferensiasi dan organogenesis. Sehingga periode ini merupakan fase yang paling kritis, yaitu : kira-kira antara minggu ke 1 s/d minggu ke 12 kehamilan. Dan sebenarnya hanya bagian-bagian organ / jaringan-jaringan embrio tertentu saja yang terpengaruh perkembangannya, karena setiap jaringan memiliki kepekaan yang berbeda-beda terhadap substansi obat yang bersifat teratogenik tersebut.

(5)

Obat-obatan teratogenik berbeda efeknya pada binatang dan manusia, baik dari ukuran dosisnya maupun cara pemakaiannya. Oleh karena itu setiap penelitian yang nanti implementasinya berdampak pada manusia hendaknya menggunakan materi penelitian kelainan perkembangan pada binatang-binatang yang memiliki kesamaan terbanyak dengan manusia, baik ditinjau dari sisi fisiologik maupun karakteristik metabolisme dan katabolismenya.

16.5. Beberapa Teratogen dan Pengaruhnya terhadap Perkembangan

1. Thalidomide

Substansi zat ini terdapat pada berbagai obat penenang. Toksisitas jenis zat ini positif bagi embrio yang baru berkembang. Dosis teratogenik adalah 18 mg / kg berat badan dan dalam pemakaian 3 hari berturut-turut. Masa paling kritis yang terpengaruh adalah pada umur kehamilan 35 - 50 hari (35 - 50 hari setelah periode menstruasi terakhir, atau pada saat usia embrio 21 - 36 hari).

Pengaruh :

Anomali anggota-anggota badan (kaki dan tangan), kecacatan daun telinga, kelainan jantung, kelainan sistem digesti dan sistem urogenitalia. Pengaruh terhadap perkembangan mental tidak begitu nyata.

2. Berbagai hormon

Testosteron, pengaruhnya pada perkembangan embrio perempuan adalah

terjadinya female masculinization. Akibat seperti ini juga bisa terjadi dari pemakaian Norethindrone.

Stilbestrol dan Clomiphene, juga akan berakibat sama bila pemakaian pada awal masa

kehamilan.

Pada pemakaian Prostaglandin F-a pada dosis 25 mg/kg berat badan yang diberikan secara intra amniotic akan mengakibatkan aborsi / keguguran.

3. Pemakaian Tolbutamide, 15 - 30 mg / kg berat badan pada hari ke 1 - 6 setelah siklus menstruasi terakhir, akan mengakibatkan infertilitas atau tidak terjadinya kehamilan. Sedangkan pemakaian pada hari ke 22 - 44 setelah siklus menstruasi terakhir akan mengakibatkan keguguran embrio.

4. Pemakaian Acetyl salicylic acid (Asam asetil salisilat) pada awal kehamilan juga akan menyebabkan terjadinya cacat kelahiran, berupa tidak sempurnanya pembentukan rangka dan alat dalam.

(6)

Gambar 16.3. Stadiasi Tingkat Resiko Kecacatan pada Perkembangan Embrio Manusia

(7)

Gambar 16.5. Tabulasi Beberapa Jenis Bahan Kimia Obat Berikut Resiko Teratogeniknya.

Berikut ini daftar perbandingan resiko dan manfaat obat yang diberikan dalam trimester pertama kehamilan :

Resiko lebih besar daripada manfaatnya.

Jenis Obat Akibat

Asetazolamida Cacat anggota badan. Amfetamin Transposisi pembuluh darah besar dan celah langit-2. Dietilstilbestrol Karsinoma vagina, kelainan saluran kelamin.

Dikumarol Kelainan rangka dan wajah, retardasi mental.

(8)

LSD (heroin) Kelainan kromosom. Meklisin Kelainan mejemuk. Metotreksat Kelainan majemuk. Parametadion Kelainan majemuk. Padofilin (pencahar) Kelainan majemuk. Serotonin Kelainan majemuk. Steroid seks Sindroma "VACTERL" Streptomisin Kerusakan ssyaraf ke VIII, mikromelia, kelainan rangka majemuk.

Talidomide Fekomelia, amelia, meromelia, kelainan alat dalam.

Tetrasiklin Pertumbuhan tulang terhambat, mikromelia, sindaktili dan gigi kuning.

Tolbutamid Kelainan meningkat. Trimetadion Kelainan majemuk. Warfarin Kelainan rangka dan wajah, retardasi mental.

Iodium Goiter congenital, hipotiroi- disme dan retardasi mental.

Resiko dan manfaat seimbang.

Jenis Obat Akibat

Barbiturat Kelainan meningkat. Benzodiazepin Cacat jantung. Diasoksida Kelainan meningkat. Klofibrat Tidak ada.

Kinine Kelainan meningkat. Lithium Goiter, kelainan mata, celah Langit-langit.

Metronidazol Tidak ada.

Propiltiourasil Goiter, hipotiroidisme, dan retardasi mental.

Pirimetamin Kelainan meningkat. Tiourasil Goiter, hipotiroidisme, dan retardasi mental.

Trimetoprim Celah langit-langit. Sulfametoksasol Celah langit-langit.

Manfaat lebih besar daripada resikonya.

Jenis Obat Akibat

Asetaminofen Tidak ada.

(9)

Antidepresan trisiklik Cacat sistem syaraf perifer (SSP) dan anggota badan. Antihistamin Tidak ada.

Benedektin Tidak ada.

Glukokortikoid Celah langit-langit, dan ca- cat jantung.

Haloperidol Kelainan anggota badan. Heparin Tidak ada.

Hidralazin Kelainan meningkat. Lodoksuridin Kelainan meningkat.

Imipramin Cacat SSP dan amggota badan. Insulin Cacat rangka tubuh.

Isoniazid Kelainan meningkat. Isopreterenol Tidak ada.

Kloramfenikol Tidak ada.

Klomifen Kelainan meningkat, cacat tu- ba neuralis dan sindrom DOWN. Penghambat MAO Tidak ada.

Penisillin Tidak ada.

Rifampisin Spina bifida, celah langit-2. Salisilat Cacat SSP, rangka dan alat dalam. Sulfonamida Cacat rangka, wajah dan celah langit-langit.

Teofilin Tidak ada. Terbutalin Tidak ada.

(Dikutip dari Benson, 1980).

Daftar Bacaan

Gilbert, S. F. (1991). Developmental Biology. 4-th. Edition. Sinauer Association Inc., Massachusetts.

Nishimura, H. And Tanimura, T. (1976). Clinical Aspects of The Teratogenicity of Drugs. Excerta Medica, Amsterdam.

Gambar

Gambar 16.1. Tingkat Resiko Terjadinya Cacat Kelahiran pada Kehamilan.
Gambar 16.2. Bentuk Kecacatan Akibat Mekanisme Pembentukan Kembar Identik yang
Gambar 16.3. Stadiasi Tingkat Resiko Kecacatan pada Perkembangan Embrio  Manusia
Gambar 16.5. Tabulasi Beberapa Jenis Bahan Kimia Obat Berikut Resiko  Teratogeniknya.

Referensi

Dokumen terkait

Selanjutnya peneliti mengajukan pertanyaan kepada guru bimbingan dan konseling tentang bagaimana metode yang dilakukan dalam memberikan layanan bimbingan dan konseling terkait

Kesulitan Komunikasi yang Dihadapi oleh Siswa Remaja. Tunarungu

Hasil evaluasi digunakan untuk menentukan dimana dan dalam hal apa para peserta didik perlu memperoleh bimbingan dalam mencapai tujuan, sehinga seluruh peserta didik dapat

[r]

Skripsi yang berjudul Implementasi Program LARASITA (Layanan Rakyat Untuk Sertifikat Tanah) di Kantor Pertanahan Kabupaten Karanganyar ini disusun sebagai salah satu

Accordingly, Liebner (2005) assumed that the one of essential element in indigenous life is navigational practice, which is a concept of a spatial orientation.

Hampir semua jenis barang yang dihasilkan oleh perusahaan selalu mengalami kekunoan atau keusangan dan harus di ganti dengan barang yang baru. Dalam tahap ini,

Rahyono (2003) menyatakan intonasi sebuah bahasa memiliki keteraturan yang telah dihayati bersama oleh para penuturnya.Penutur sebuah bahasa tidak memiliki kebebasan yang