P-ISSN 2355-6498 |E-ISSN 2442-6555 Korespondensi :
Staf Pengajar D3 Analis Kesehatan IIK Bhakti Wiyata Kediri. E-mail: mohamadanis.fahmi@gmail.com
PREVALENSI DIABETES MELLITUS TIPE 2 PADA PASIEN
TUBERKULOSIS DI KABUPATEN TEMANGGUNG JAWA TENGAH
PREVALENCE OF DIABETES MELLITUS TYPE 2 IN PATIENTS WITH
TUBERCULOSIS IN TEMANGGUNG DISTRICT CENTRAL JAVA
Mohamad Anis Fahmi
Info Artikel Abstrak
Latar belakang: Diabetes mellitus tipe 2 (DM tipe 2) pada pasien tuberkulosis akan menghambat kesembuhan pengobatan. Tujuan: Mengetahui prevalensi DM tipe 2 pada pasien tuberkulosis di Kabupaten Temanggung. Metode: Ini merupakan penelitian cross-sectional dengan responden adalah pasien tuberkulosis baru yang berobat di puskesmas di wilayah Kabupaten Temanggung. Pemeriksaan kadar gula darah sewaktu dilakukan menggunakan rapid test dengan pembuluh darah kapiler. Responden dengan kadar gula darah sewaktu > 120 mg/dl akan dites kembali menggunakan metode enzimatik dengan pembuluh darah vena. Dikategorikan sebagai DM tipe 2 jika kadar gula darah sewaktu ≥ 200 mg/dl. Data dianalisis secara deskriptif. Hasil: Sebanyak 33 pasien tuberkulosis diperiksa kadar gula darah sewaktu, rata-rata gula darah dengan rapid test 146.5 (SD ± 69.8) dan enzimatik 120.5 (SD ± 78.9). Prevalensi diabetes pada pasien tuberkulosis 6.3% (CI95%: 2.6-15.1). Simpulan dan saran: Prevalensi DM tipe II pada penderita tuberkulosis di Kabupaten Temanggung tahun 2014 adalah 6.3%. Penelitian selanjutnya sebaiknya perlu ada penjelasan keterkaitan antara penyakit menular dengan penyakit tidak menular seperti halnya diabetes mellitus dan tuberkulosis.
Sejarah Artikel:
Diterima: 1 Juli 2016 Disetujui: 18 Juli 2016 Dipublikasikan: 16 Desember 2016
Kata Kunci:
Diabetes mellitus tipe 2, tuberkulosis, prevalensi, Temanggung
Keywords:
Diabetes mellitus type 2, tuberculosis, prevalence,
Temanggung Abstract
PENDAHULUAN
Persentase diabetes mellitus tipe 2 (DM tipe 2) sebesar 85% - 95% dari semua DM di negara-negara berpenghasilan tinggi dan mempunyai persentase yang lebih tinggi di negara berpenghasilan rendah dan menengah1.Insiden tuberkulosis secara global
mengalami penurunan yang lambat dari yang diperkiraan secara epidemiologi. Oleh karena itu, mulai muncul kembali pemikiran hubungan antara DM dan tuberkulosis. Interaksi antara kedua penyakit menjadi perhatian dunia2.
Sekitar 95% pasien tuberkulosis dan 70% penderita DM tinggal di negara-negara berpenghasilan rendah dan menengah. Pertumbuhan epidemi DM telah terjadi di negara-negara berkembang di mana tuberkulosis sangat endemik. Akibatnya, DM dan tuberkulosis menjadi masalah penting yang saling berkaitan3,4.
DM dan tuberkulosis dapat mempersulit satu sama lain di berbagai tahapan. Pada orang dengan tuberkulosis aktif, DM mempengaruhi hasil pengobatan tuberkulosis dengan menunda waktu respon mikrobiologi, mengurangi kemungkinan kesembuhan dan meningkatkan risiko kambuh, kematian dan resistensi obat. Prevalensi DM pada penderita tuberkulosis sebesar 29%3.
Salah satu faktor yang mempercepat fenomena konversi laten menjadi aktif, seperti reaktivasi tuberkulosis pada dewasa, adalah peningkatan jumlah penderita DM. Prevalensi DM pada penderita tuberkulosis di negara berkembang sebesar 20,7% sedangkan di Indonesia sebesar 13.2%3,5.
DM pada tuberkulois juga dapat menghambat kesembuhan pengobatan. Peningkatan jumlah penderita DM lanjut dapat mempersulit perawatan dan pengendalian tuberkulosis, terutama di daerah
dengan beban tinggi kedua penyakit6. Angka
kesembuhan (cure rate) tuberkulosis di Kabupaten Temanggung tahun 2012 sebesar 81.2%, terendah selama 5 tahun terakhir. Angka ini menurun sebesar 13.09% jika dibandingkan dengan tahun 2011 (93.43%)7.
Turunnya cure rate ini perlu diwaspadai, terutama dalam hubungannya dengan prevalensi DM pada pasien tuberkulosis. Pengobatan untuk penderita tuberkulosis dan DM secara bersama perlu pengobatan yang berbeda. Tujuan penelitian ini untuk mengetahui prevalensi DM tipe II pada penderita tuberkulosis di Kabupaten Temanggung Provinsi Jawa Tengah.
METODE PENELITIAN
Penelitian ini merupakan studi
cross-sectional, yaitu mengukur kadar gula darah
sewaktu pada pasien tuberkulosis. Populasi adalah penderita tuberkulosis dewasa baru di Kabupaten Temanggung. Populasi target adalah penderita tuberkulosis yang berobat ke puskesmas, sedangkan populasi terjangkau adalah penderita tuberkulosis di wilayah kerja puskesmas yang mempunyai jumlah penderita tuberkulosis bakteri tahan asam (BTA) positif yang lebih besar dan berjarak dekat dengan tempat pemeriksaan gula darah, yaitu: Puskesmas Temanggung, Dharmarini, Kandangan, Kranggan, Kedu, Bulu, Parakan, dan Kledung. Sampel adalah populasi terjangkau yang bersedia menjadi responden penelitian.
Jumlah penderita tuberkulosis di Kabupaten Temanggung: 148
Penderita tuberkulosis di puskesmas: 97 (Eksklusi: tuberkulosis di rumah sakit: 51)
Penderita tuberkulosis di puskesmas terjangkau: 40
(Eksklusi: tuberkulosis di puskesmas tidak terjangkau: 57)
Jumlah responden: 32
(Eksklusi: terdiagnosis DM: 2) Tidak bersedia menjadi responden: 6
kembali menggunakan metode enzimatik dengan memeriksa darah pada pembuluh darah vena. Alur penentuan responden dapat dilihat pada Gambar 1.
Gambar 1. Alur penentuan responden
Kategori DM tipe 2 jika kadar gula
darah sewaktu ≥200 mg/dl menggunakan
metode enzimatik8. Analisis data penelitian
secara deskriptif yaitu menyajikan karakteristik responden berdasarkan sosial demografi, rata-rata kadar gula darah responden, dan prevalensi DM pada penderita tuberkulosis.
HASIL PENELITIAN
Penelitian ini dilakukan di Kabupaten Temanggung Jawa Tengah, pada bulan Mei s/d Juni tahun 2014. Penelitian diikuti oleh 32 responden dengan rentang umur antara 16 tahun s/d 59 tahun. Penelitian dilakukan pada 8 puskesmas yaitu tiga puskesmas di wilayah perkotaan (Puskesmas Temanggung, Dharmarini dan Parakan) dan 5 puskesmas di wilayah pedesaan (Puskesmas Kandangan, Kranggan, Kedu, Bulu dan Kledung).
Sebanyak 62.5% responden adalah laki-laki dan 56.2% umur ≤30 tahun. Sebagian besar (59.4%) responden berada di wilayah pedesaan, berpendidikan SMP (34.4%), dan merupakan pekerja (71.9%) (Tabel 1).
Tabel 1. Distribusi hasil pemeriksaan kadar gula darah berdasarkan sosial demografi
Sosial Demografi n Rapid test≥200 (mg/dl) n=32 Enzimatik (mg/dl) n=13 <200 ≥200 <200 Jumlah total 32 (100%) 5 (15,6%) 27 (81,8%) 2 (15,4%) 11 (84,6%) Jenis kelamin
Laki-laki 20 (62,5%) 2 (40,0%) 18 (66,7%) 1 (50,0%) 8 (72,7%) Perempuan 12 (37,5%) 3 (60,0%) 9 (33,3%) 1 (50,0%) 3 (27,3%) Umur
≤30 18 (56,2%) 2 (40,0%) 16 (59,1%) 0 (0,0%) 5 (45,4%) >30 14 (43,8%) 3 (60,0%) 11 (40,7%) 2 (100%) 6 (54,5%) Puskesmas
Pedesaan 19 (59,4%) 4 (80,0%) 15 (55,6%) 1 (50,0%) 3 (27,3%) Perkotaan 13 (40,6%) 1 (20,0%) 12 (44,4%) 1 (50,0%) 8 (72,7%) Pendidikan
Tidak tamat SD 3 (9,4%) 0 (0,0%) 3 (11,1%) 0 (0,0%) 2 (18,2%) SD 6 (18,8%)) 1 (20,0%) 5 (18,5%) 1 (50,0%) 2 (18,2%) SMP 11 (34,4%) 3 (60,0%) 8 (29,6%) 0 (0,0%) 4 (36,4%) SMA 10 (31,2%) 0 (0,0%) 10 (37,0%) 0 (0,0%) 3 (27,3%) PT 2 (6,2%) 1 (20,0%) 1 (3,7%) 1 (50,0%) 0 (0,0%) Pekerjaan
Rata-rata kadar gula darah sewaktu responden dengan metode rapid test adalah 146.5 (SD ± 69.8) mg/dl. Ada 5 responden (15.6%) mempunyai kadar gula darah
sewaktu ≥200 mg/dl. Menurut sosial
demografi, sebagian besar mereka adalah perempuan, umur >30 tahun, berpendidikan SMP, merupakan pekerja dan berasal dari wilayah pedesaan (Tabel 1).
Pada pemeriksaan menggunakan metode enzimatik, rata-rata kadar gula darah sewaktu responden adalah 120.5 (SD ± 78.9). Sebanyak 15.4% responden dari jumlah yang diperiksa menggunakan metode enzimatik mempunyai kadar gula darah sewaktu >200 mg/dl. Dari jumlah tersebut, dapat diketahui bahwa prevalensi DM tipe 2 pada pasien tuberkulosis sebesar 6.3% (CI95%: 2.6-15.1).
PEMBAHASAN
Perbedaan rata-rata kadar gula darah ini dapat disebabkan karena perbedaan metode yang digunakan. Penggunaan darah kapiler maupun plasma vena dapat digunakan dalam kegiatan pemeriksaan kadar gula darah. Jika menggunakan darah kapiler, kadar gula
darah sewaktu ≥200 ml/dl termasuk kategori
DM, 90-199 mg/dl termasuk kategori belum pasti DM dan <90 mg/dl adalah bukan DM. Sedangkan jika menggunakan plasma vena,
kadar gula darah ≥200 ml/dl termasuk kategori DM, 100-199 mg/dl termasuk kategori belum pasti DM dan <100 mg/dl adalah bukan DM8.
Prevalensi DM pada pasien tuberkulosis di Kabupaten Temanggung berada pada kisaran 2.6% s/d 15.1%. Hasil ini sesuai dengan hasil penelitian-penelitian sebelumnya. Pada tahun 2006, prevalensi DM pada penderita tuberkulosis di Indonesia adalah 13.2%4. Penelitian lain di dunia juga
menunjukkan prevalensi yang mirip,
diantaranya yaitu 20.7% di India, 8.5% di Uganda dan 5.7% di Negeria3,9,10.
Tingginya prevalensi DM pada penderita tuberkulosis di Kabupaten Temanggung perlu mendapatkan perhatian dalam pengobatan. Penatalaksanaan harus sesuai dengan kebutuhan penderita tuberkulosis dengan DM agar kemajuan pengobatan dapat berjalan dengan baik. Seperti halnya pada tuberkulosis dan HIV, metode yang sama harus diterapkan dalam pengobatan dan pencegahan tuberkulosis dengan DM. Hal ini penting untuk menjamin ketersediaan obat untuk kedua penyakit tersebut.
Manajemen diabetes pada penderita tuberkulosis direkomendasikan untuk menggunakan insulin dalam pengobatan tuberkulosis yang intensif dan secara bertahap meresepkan obat hipoglikemik oral tergantung pada kontrol gula darah individu dalam pengobatan tuberkulosis fase lanjutan. Penggunaan metformin pada pasien dengan gangguan hati tidak dianjurkan11.
Terdapat peningkatan risiko 50% hepatotoxicity pada penderita tuberkulosis dan DM. Penderita DM dengan komplikasi seperti neuropai dan nephropati harus dipantau dengan ketat ketika mendapatkan obat anti tuberkulosis (OAT). Seseorang dengan kategori prediabetes (GDS 90-199 mg/dl) perlu kontrol gula darah secara rutin karena mereka rentan terhadap DM ketika mereka berada dalam regimen tuberkulosis standar11.
tuberkulosis serta infeksi lain meningkat. Sedangkan tuberkulosis menyebabkan DM melalui mekanisme paparan terhadap rifampisin. Paparan terhadap rifampisin pada subjek tuberkulosis dengan DM adalah 53% lebih rendah daripada penderita tuberkulosis tanpa DM. Rendahnya serum rifampisin berkorelasi dengan berat badan yang meningkat, konsentrasi glukosa plasma dan adanya DM11.
Pasien tuberkulosis yang berisiko DM sangat penting dilakukan skrining untuk meningkatkan deteksi DM serta secara tidak langsung hasil pengobatan tuberkulosis menjadi lebih baik. Banyak pertanyaan penelitian mengenai hubungan antara DM dan tuberkulosis tetap tidak terjawab karena kurangnya studi yang dirancang dengan baik.12
SIMPULAN
Prevalensi DM tipe II pada penderita tuberkulosis di Kabupaten Temanggung tahun 2014 adalah 6.3%. Rata-rata kadar gula darah sewaktu pada pasien tuberkulosis di Kabupaten Temanggung menggunakan metode rapid test lebih tinggi daripada metode enzimatik.
SARAN
Penelitian selanjutnya sebaiknya perlu ada penjelasan keterkaitan antara penyakit menular dengan penyakit tidak menular seperti halnya diabetes mellitus dan tuberkulosis.
REFERENSI
1. International Diabetes Federation. (IDF). 2013. IDF Diabetes Atlas. 6th ed. IDF.
Brussels, Belgia.
2. Harries, A.D., Satyanarayana, S., Kumar, AMV., Nagaraja, SB., Isaakidis, P., Malhotra, S., Achanta, S., Naik, B.,
Wilson, N., Zachariah, R., Lönnroth, K., Kapur, A. 2013. Epidemiology and Interaction of Diabetes Mellitus and
Tuberculosis and Challenges for Care : A
Review od Diabetes Mellitus., Public
Health Action. 3(S1):S3-S9.
3. Raghuraman, S. Vasudevan, K., Govindarajan, S., Chinnakali, P., Panigrahi, KC. 2014. Prevalence of diabetes mellitus among tuberculosis patients in Urban Puducherry. North
American journal of medical sciences. 6 of all-cause mortality among patients with tuberculosis in the state of Georgia, 2009-2012. Annals of Epidemiology, 24(5), 369–75.
5. Alisjahbana, B., van Crevel, R., Sahiratmadja, E., den Heijer, M., Maya, A., Istriana, E., Danusantoso, H., Ottenhoff, THM., Nelwan, RHH., van der Meer, JWM. 2006. Diabetes mellitus is strongly associated with tuberculosis in Indonesia. The international journal of
tuberculosis and lung disease. 10 (6):
696–700.
6. World Health Organization and Union. 2011. Collaborative Framework for Care
and Control of Tuberculosis and
Diabetes. WHO and Union. Geneva.
7. Dinas Kesehatan Kabupaten Temanggung. 2013. Profil Kesehatan
Kabupaten Temanggung. Dinkes Kab.
Temanggung.
8. Perkumpulan Endokrinologi Indonesia (Perkeni). 2011. Konsensus Pengendalian dan Pencegahan Diabetes Mellitus Tipe 2
9. Kibirige, D., Ssekitoleko, R., Mutebi, E., Worodria, W. 2013. Overt diabetes mellitus among newly diagnosed Ugandan tuberculosis patients: a cross sectional study. BMC infectious diseases. 13 (1): 122.
10.Olayinka, A.O., Anthonia, O. and Yetunde, K. 2013. Prevalence of diabetes mellitus in persons with tuberculosis in a tertiary health centre in Lagos, Nigeria.
Indian journal of endocrinology and
metabolism. 17 (3): 486–489.
11. Muruganathan, A. and Viswanathan, V. 2011. The Double Burden of Tuberculosis and Diabetes in India. Diabetology. Medicine Update Vol 23. Association of Physicians of India. 12. Balakrishnan, S., Vijayan, S., Nair, S.,