• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II YURISDIKSI NEGARA PANTAI DI ATAS WILAYAH LAUT BERDASARKAN KETENTUAN HUKUM LAUT INTERNASIONAL A. Sejarah Hukum Laut Internasional - Pencurian Ikan (Illegal Fishing) Oleh Nelayan Asing Di Wilayah Laut Indonesia Di Tinjau Dari Hukum Laut Internasional

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "BAB II YURISDIKSI NEGARA PANTAI DI ATAS WILAYAH LAUT BERDASARKAN KETENTUAN HUKUM LAUT INTERNASIONAL A. Sejarah Hukum Laut Internasional - Pencurian Ikan (Illegal Fishing) Oleh Nelayan Asing Di Wilayah Laut Indonesia Di Tinjau Dari Hukum Laut Internasional"

Copied!
17
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

YURISDIKSI NEGARA PANTAI DI ATAS WILAYAH LAUT BERDASARKAN KETENTUAN HUKUM LAUT INTERNASIONAL

A. Sejarah Hukum Laut Internasional

Sejak laut dipakai untuk kepentingan pelayaran, perdagangan, dan sebagai

sumber kehidupan seperti penangkapan ikan, dan kekayaan alam, sejak itu pulalah

ahli-ahli hukum mulai mencurahkan perhatianya pada hukum laut. Pada abad

ke-12 telah dikenal beberapa kompilasi dari peraturan- peraturan yang dipakai di

Eropa, seperti kompilasi dari hakim-hakim, kapten-kapten kapal dan

pedagang-pedagang ternama yang diterbitkan pada tahun 1494 dan dinamakan “consolato

del mare” (Konsulat dari Lautan).26

Kemudian pada abad ke-16 dan ke 17 keinginan untuk menguasai lautan

merupakan hal yang diperebutkan oleh negara-negara maritim di Eropa yaitu:

Spanyol dan Portugis tahun 1949. Perjanjian ini dalam perkembanganya

memproleh tantangan dari Inggris dibawah kepemimpinan Ratu Elizabeth yang

mengkehendaki kebebasan di lautan. Dalam konteks ini Ratu Elizabeth I pernah

berkata: “Penggunaan laut dan udara adalah bebas bagi semua orang dan oleh

karena jenisnya yang khusus, laut tidak akan dapat dimiliki oleh siapa pun dan

oleh negara manapun juga”27

26

Albert W. Koers.Konvensi Perserikatan Bangsa-Bangsa tentang Hukum Laut, Gadjah Mada University Press,1994. hal 76

27

(2)

Dari doktrin di atas bisa disimpulkan bahwa Inggris di bawah

kepemimpinan Ratu Elizabeth I mengakui kebebasan mutlak atas laut. Selain

Inggris, Belanda juga dengan tegas menentang praktik-praktik monopoli Spanyol

dan Portugis atas laut, yang tercermin dalam karangan Ahli Hukum Belanda yang

bernama Grotius pada tahun 1609 yang berjudul Mare Liberumm ( Laut yang

bebas). Adapun alasan-alasan yang dipakai Grotius untuk menentang monopoli

Spanyol dan Portugis, adalah:

1. Grotius berpendapat bahwa, Laut adalah unsur yang bergerak dengan cair,

orang-orang tidak bisa secara permanen tinggal dilautan, laut hanya digunakan

sebagai tempat singgah dan jalur transportasi dalam rangka

keperluan-keperluan tertentu dan kemudian kembali lagi ke daratan. Sedangkan di darat

manusia bisa hidup dan berkembang secara permanen, melakukan kekuasaan

secara efektif dan berkelanjutan. Oleh karena itu laut tidak bisa dimiliki oleh

siapa pun (res extra commercium). Laut tidak dapat berada dibawah kedaulatan

negara mana pun di dunia ini dan laut menjadi bebas.

2. Sebagai seorang Ahli Hukum yang beraliran Hukum Alam, Grotius

mendasarkan prinsipnya dengan memakai falsafah hukum alam, yang

berbunyi:

“ Tuhan menciptakan bumi ini sekalian dengan laut-lautnya,dan ini berarti agar bangsa-bangsa di dunia dapat berhubungan satu sama lain untuk kepentingan berhembus bersama, angin berhembus dari segala jurusan dan membawa kapal-kapal ke seluruh pantai benua. Hal ini menandakan bahwa

laut itu bebas dan dapat digunakan oleh siapa pun.”28

28

(3)

Prinsip Grotius pada awalnya mendapat dukungan dari Inggris untuk

menjegal langkah Spanyol dan Portugis yang terobsesi untuk menguasai lautan.

Tetapi, beberapa waktu kemudian pada zaman kepemimpinan Raja James I (1960)

sikap inggris mulai berubah terhadap Belanda, Inggris menjadi lebih ketat dalam

menjaga Laut Utara, nelayan dan pedagang Belanda dan Perancis dilarang untuk

berlayar dan beraktivitas di Laut Utara. Kondisi dan perkembangan terbaru seperti

ini akhirnya menimbulkan perdebatan yuridis yang sangat sengit antara yurist

Belanda Grotius yang mempertahankan Mare Liberum dengan pembelaan selden

dari Inggris yang bergejolak dalam bukunya Mare Clausum. Dalam prinsip selden

disebutkan bahwa ada 3 (tiga) macam laut, yaitu: (1) Laut yang berbatasan dengan

pantai, (2) Laut lepas, (3) Laut milik Inggris. Yang dimaksud selden dengan laut

Inggris adalah Laut yang membentang dari pantai Inggris sampai ke dekat pantai

Spanyol Selatan. Hal ini tentu saja menuai protes dari negara-negara lain.

Tetapi pada Abad ke-18, Inggris di bawah komando Ratu Anne mulai

melunak. Dikarenakan pada saat itu inggris menjadi negara yang kuat di lautan

(negara maritim), sadar dengan kemampuan negaranya yang tidak bisa ditandingi

di Eropa, Ratu Anne pun tidak lagi menuntut hak-hak khusus di lautan dan mulai

memberikan kebebasan di lautan.

Sejak berakhirnya Perang Dunia I dan Perang Dunia II negara-negara di

seluruh belahan dunia menjadi sadar akan potensi positif dan negatif dari laut, dan

menyadari pula bahwa laut harus diatur sedemikian rupa supaya berbagai

kepentingan negara-negara atas laut dapat terjaga29

29

Mirza Satria Buana,S.H,, Op.Cit . hal 68

(4)

negara-negara menganggap hal ini penting dan sepakat untuk membentuk suatu

aturan (hukum) yang kemudian dikenal dengan sebutan hukum laut internasional.

Hukum laut internasional adalah asas-asas atau kaedah-kaedah yang mengatur

hubungan atau persoalan yang melintasi batas-batas negara yang berkenaan

dengan laut, baik laut yang berada di dalam wilayah maupun laut di luar wilayah

atau laut lepas, baik dalam aktivitas dalam pemanfaatanya maupun akibat negatif

dari pemanfaatnya.30

Kepentingan-kepentingan dunia atas hukum laut yang telah terlihat dalam

perjalanan sejarah dunia mencapai puncaknya pada abad ke-20. Modernisasi dan

Globalisasi dalam segala bidang kehidupan, bertambah pesatnya perdagangan

dunia, tambah canggihnya komunikasi internasional, dan pertambahan penduduk

dunia, kesemuanya itu telah membuat dunia membutuhkan suatu pengaturan dan

tatanan hukum laut yang lebih sempurna.31

1. The Hague Codification Conference in 1930 ( Konferensi Kodifikasi Den Haag

1930 di bawah naungan Liga Bangsa-Bangsa)

Di dalam dekade-dekade dari Abad ke-20 telah empat kali diadakan

usaha-usaha untuk memproleh suatu himpunan hukum laut yang menyeluruh, yaitu:

Konvensi ini adalah Konvensi pertama yang membahas tentang hak-hak

dan kewajiban-kewajiban negara pantai atas laut. Tetapi Konvensi ini gagal

menghasilkan ketetapan-ketetapan internasional dikarenakan tidak terdapatnya

30

Pengertian, sejarah dan perkembangan hukum laut internasional, sebagaimana dimuat dalam

http://qiechester.blogspot.com/2013/06/pengertian-sejarah-dan-perkembangan.html?m=1/ Diakses pada tanggal 17 februari 2015 pukul 16:00 WIB.

31

(5)

persesuaian paham tentang lebar laut teritorial dan pengertian mengenai zona

tambahan.32

2. The UN Conference on the law of the sea in 1958 (Konferensi PBB tentang

Hukum Laut)

Konvensi kedua atau Konvensi pertama yang diselengarakan dibawah

naungan PBB adalah Konvensi Hukum Laut 1958 di Jenewa, yang mana

Konvensi ini merupakan tahap yang penting dan bersejarah bagi perkembangan

Hukum Laut Kontemporer, karena berhasil menghasilkan 4 (empat) kesepakatan

internasional, seperti:

a. Convention on the Territorial Sea and Contigious Zone (Konvensi tentang laut

teritorial dan zona tambahan)

b. Convention on the High Sea (Konvensi tentang laut lepas).

c. Convention on Fishing amd Conservation of the Living Resources of the High

Sea (Konvensi tentang perikanan dan kekayaan alam hayati di laut lepas)

d. Convention on Continental Shelf (Konvensi tentang Landas dan Kontinen).33

Walaupun konvensi ini dinilai sukses , namun hal tersebut tidak lepas dari

kegagalan menentukan lebar laut teritorial negara-negara pantai sehingga belum

ada keseragaman pendapat tentang itu.

3. The UN Conference on the Law of the Sea in 1960 (Konferensi PBB tentang

Hukum Laut 1960)

32

P. Joko Subagyo, Op.Cit. hal 3 33

(6)

Konvensi PBB tahun 1960 secara singkat dilakukan untuk membahas

permaslahan yang belum selesai dalam Konvensi yang terdahulu (Konvensi 1958)

tentang lebar laut teritorial. Namun karena kurang 1 suara dalam proses

pemungutan suara yang mengakibatkan konvensi ini gagal mengahasilkan

konvensi tentang laut teritorial.

4. The UN Conference on The Law of the Sea in 1982 (Konferensi Hukum Laut

1982)

Konvensi Hukum Laut 1982 adalah puncak karya dari PBB tentang Hukum

Laut , yang disetujui di Montego Bay, Jamaika, pada 10 Desember 1982, pada

sidangnya yang ke-11. Konvensi Hukum Laut dengan hasil gemilang ini

ditandatangani oleh 119 negara. Konvensi Hukum Laut 1982 terdiri dari 17

bagian dan 9 Annex. Konvensi ini dianggap sebagai karya hukum masyarakat

internasional yang terbesar di abad ke-20. Selain yang terbesar, konvensi ini

dianggap sebagai konvensi yang terpanjang, dan juga yang terpenting dalam

sejarah hukum internasional.

Dianggap sebagai yang terbesar karena konvensi ini diikuti oleh lebih dari

160 negara, dengan sekitar 4.500 anggota delegasi dengan beragam disiplin dan

kompetensi keilmuan seperti diplomat, ahli hukum , ahli pertambangan, ahli

perikanan, perkapalan, aktivis lingkungan hidup dan berbagai profesi lain.

Terpanjang, karena Konvensi ini berlangsung selama lebih dari 9 (Sembilan)

tahun, dari Desember 1973 sampai dengan penandatanganan persetujusn konvensi

September 1982, yang secara keseluruhan melaksanakan 12 kali sidang.

(7)

di dunia untuk berhasil meskipun banyak dan rumitnya masalah-masalah yang

dihadapin.34

B. Pengertian Yurisdiksi Negara Pantai

Yurisdiksi negara dalam hukum internasional merupakan hak dari suatu

negara untuk mengatur dan mempengaruhi dengan langkah-langkah yang bersifat

legislatif, yudikatif, eksekutif atas hak-hak individu, milik atau harta kekayaanya,

prilaku-prilaku atau pristiwa-pristiwa yang tidak semata-mata merupakan masalah

dalam negeri35. Yurisdiksi juga merupakan perwujudan dari kedaulatan,

kedaulatan negara tidak boleh dilaksanakan di negara berdaulat yang lain, kecuali

atas izin dari negara yang bersangkutan. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia

yurisdiksi memiliki dua pengertian yaitu: a) Kekuasaan mengadili; lingkup

kekuasaan kehakiman; peradilan, b) Lingkungan hak dan kewajiban, serta

tanggung jawab di suatu wilayah atau lingkungan kerja tertentu; kekuasaan

hukum36

34Ibid , hal 89. 35

Yurisdiksi Negara, sebagaimana dimuat dalam

http://am8ara.wordpress.com/2012/05/01/yurisdiksi-negara/ Diakses pada tanggal 18 februari 2015

36

Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Besar Bahasa indonesia, edisi ketiga, Jakarta : Balai pustaka , 2005 , hal 1278.

, sehingga bisa dikatakan bahwa yurisdiksi negara pantai adalah hak dari

suatu negara yang memiki pantai untuk melakukan suatu kegiatan di wilayah

kekuasaanya serta mempunyai wewenang atas wilayah tersebut jika terjadi suatu

pelanggaran hukum yg dilakukan oleh suatu negara di wilayah perairan dan

wilayah yurisdiksinya sesuai dengan ketutentuan hukum internasional. Yurisdiksi

dapat digolongkan kedalam prinsip-prinsip jurisdiksi, yaitu : yurisdiksi teritorial ,

(8)

yurisdiksi teritorial, negara mempunyai yurisdiksi terhadap semua persoalan dan

kejadian di dalam wilayahnya. Prinsip ini adalah prinsip yang paling penting

dalam hukum internasional.37

Pada dasarnya negara pantai berhak untuk melaksanakan yurisdiksinya di

laut teritorial38 , prinsip yurisdiksi teritorial yang dimiliki oleh suatu negara pantai

tampak dalam hasil Konfrensi Kodifikasi Hukum Laut Den Hag 1930 . Negara

pantai dapat menikmati yurisdiksi eksklusif atas tanah dan lapisan tanah

dibawahnya sejauh 12 mil laut diukur dari garis dasar sepanjang pantai yang

mengelilingi negara tersebut , yang dimaksud dengan garis dasar disini adalah

garis yang ditarik dari pantai pada saat air laut surut. Negara pantai mempunyai

kedaulatan atas laut teritorial, ruang udara diatasnya, dasar laut dan tanah

dibawahnya serta kekayaan alam yang terkandung di dalamnya39

37

Tinjauan Umum Tentang Yurisdiksi Negara , sebagaimana dimuat dalam http://scribd.com/doc/97763144 Diakses pada tanggal 18 februari 2015

38

http://mylittlefairy.blogspot.com/2010/11/yurisdiksi.html?m=1 / Diakses pada tanggal 18 februari

39

Makalah hukum laut , sebagiamana dimuat

https://ibelboyz.wordpress.com/2011/06/04 / Diakses pada tanggal 18 februari 2015

, namun tidak

semua negara memilliki pantai hanya negara yang memiliki pantai yang berhak

melaksanakan yurisdiksinya di wilayah lautnya sesuai dengan apa yang sudah

(9)

C. YURISDIKSI NEGARA PANTAI DI WILAYAH LAUT MENURUT HUKUM LAUT INTERNASIONAL

Kedaulatan suatu negara pantai selain di wilayah daratan dan perairan

pedalaman dan dalam suatu hal negara kepulauan dengan perairan kepulaunnya,

meliputi pula suatu jalur laut yang berbatasan denganya yang dinamakan laut

teritorial40

1. Perairan pedalaman

. Di wilayah tersebut baik negara pantai maupun negara yang

menyatakan dirinya adalah negara kepulauan dapat melaksanakan yurisdiksinya

sesuai dengan ketentuan yang sudah diatur di dalam UNCLOS 1982. Adapun

yurisdiksi negara pantai dan negara kepulauan di wilayah laut yang meliputi:

perairan pedalaman , laut teritorial, perairan kepulauan, Zona Ekonomi Eksklusif

, zona tambahan dan landas kontinen menurut hukum laut Internasional adalah

sebagai berikut

Perairan pedalaman adalah perairan yang berada pada sisi darat (dalam)

garis pangkal, seperti perairan laut pada mulut sungai, teluk dan pelabuhan. Pada

perairan pedalaman ini, negara pantai memiliki kedaulatan penuh atasnya. Pada

prinsipnya negara-negara lain tidak dapat mengadakan atau menikmati hak lintas

damai di perairan ini. Namun, jika perairan pedalaman ini terbentuk karena

adanya penarikan garis pangkal lurus, maka hak lintas damai di perairan tersebut

dapat dinikmati negara lain.41

40

Pasal 2 ayat 1 UNCLOS 1982

41

(10)

2. Laut Teritorial

Laut teritorial adalah laut yang terletak di sisi luar garis pangkal yang tidak

lebih lebar 12 mil laut diukur dari garis pangkal. Negara pantai memiliki

kedaulatan penuh di laut teritorialnya, kedaulatan ini meliputi ruang udara

diatasnya serta dasar laut dan tanah dibawahnya (pasal 2 konvensi hukum laut

1982). Selain itu di dalam konvensi hukum laut tahun 1982 ada juga diatur

mengenai hak lintas damai di laut teritorial dimana peraturan tersebut berlaku

untuk semua kapal. Dengan tunduk pada Konvensi Hukum Laut 1982, kapal

semua negara, baik berpantai maupun tak berpantai, dapat menikmati hak lintas

damai melalui laut teritorial42. Istilah perairan teritorial ini mengandung arti

bahwa perairan itu sepenuhnya merupakan bagian wilayah suatu negara,

sebagaimana halnya dengan wilayah daratanya43. Adapun hukum dan peraturan

dari negara pantai yang berkaitan dengan lintas damai adalah:44

1. Negara pantai dapat membuat peraturan perundang-undangan sesuai dengan

ketentuan konvensi ini dan peraturan hukum internasional lainya yang bertalian

dengan lintas damai melalaui laut teritorial, mengenai semua atau setiap hal

berikut:

a) Keselamatan navigasi dan pengaturan lalu lintas maritim;

b) Perlindungan alat-alat pembantu dan fasilitas navigasi serta fasilitas atau

instalasi lainya;

c) Perlindungan kabel dan pipa laut;

42

Pasal 17 UNCLOS 1982 43

J.L.Brierly, Hukum Bangsa-Bangsa, Jakarta:Bhratara,1996. Hal 140 44

(11)

d) Konservasi kekayaan hayati laut;

e) Pencegahan pelanggaran peraturan perundang-undangan negara pantai;

f) Pelestarian lingkungan negara pantai dan pencegahan, pengurangan, dan

pengendalian pencemaranya;

g) Penelitian ilmiah kelautan dan survey hidrografi;

h) Pencegahan pelanggaran peraturan perundang-undangan bea cukai, fiscal,

imigrasi, atau saniter negara pantai.

2. Peraturan perundang-undangan demikian tidak berlaku bagi desain, konstruksi,

pengawakan, atau peralatan kapal asing, kecuali apabila peraturan

perundang-undangan tersebut melaksanakan peraturan atau standar internasional yang

diterima secara umum.

3. Negara pantai harus mengumumkan semua peraturan perundang-undangan

tersebut sebagai mana mestinya.

4. Kapal asing yang melaksanakan hak lintas damai melalui laut teritorial harus

mematuhi semua peraturan perundang-undangan demikian dan semua

peraturan internasional bertalian dengan pencegahan tubrukan di laut secara

umum

2. Selat

Selat yang dimaksud disini adalah selat yang dipergunakan untuk pelayaran

internasional (straits used for international navigation). Hal ini diatur dalam Pasal

34 sampai Pasal 35 Konvensi Hukum Laut 1982. Negara-negara yang berada di

tepi selat memiliki kedaulatan (yurisdiksi) penuh di dalamnya. Ada dua kategori

(12)

menghubungkan laut lepas atau ZEE lainya (pasal 37 KHL 1982), dalam kategori

berikut ini berlaku hak lintas transit kapal-kapal asing. Selanjutnya selat-selat

yang menghubungkan laut lepas atau ZEE dengan perairan teritorial suatu negara

asing.45

3. Zona Tambahan

Starke berpendapat bahwa zona tambahan adalah suatu jalur perairan yang

berdekatan dengan batas jalur maritim, tidak termasuk kedaulatan negara pantai

tetapi dalam zona itu negara pantai dapat melaksankan hak-hak pengawasan

tertentu untuk tujuan kesehatan atau peraturan-peraturan lainya.46

1. Dalam suatu zona yang berbatasan dengan laut teritorialnya, negara pantai

dapat melaksanakan pengawasan untuk keperluan:

Zona tambahan diatur pada Pasal 33 KHl 1982 yang menentukan sebagai

berikut:

a. Pencegahan pelanggaran terhadap peraturan bea cukai, fiskal, keimigrasian

atau sanitasi di dalam wilayah atau laut teritorialnya;

b. Menjatuhkan hukuman/sanksi terhadap pelanggaran peraturan tersebut di

atas yang dilakukan di dalam wilayah laut teritorialnya

2. Zona tambahan tidak boleh melebihi 24 mil laut dari garis pangkal yang

digunakan untuk mengukur lebar laut teritorial

45

Huala Adolf, Op.Cit hal 149 46

(13)

4. Zona Ekonomi Eksklusif

Mengenai jurisdiksi negara pantai di dalam zona ekonomi eksklusif diatur

dalam pasal 56 ayat 1 sub (b) Konvensi Hukum Laut 1982 yang meliputi:

a) Jurisdiksi atas pembuatan dan pemakaian pulau buatan, instalasi dan

bangunan-bangunan,

b) Jurisdiksi dibidang riset ilmiah kelautan

c) Jurisidksi dibidang perlindungan dan pelestarian lingkungan laut.

Jurisdiksi memiliki dua arti yaitu dalam arti sempit dan dalam arti sempit

dan dalam arti luas. Dalam arti sempit “jurisdiksi” berarti terbatas pada kekuasaan

pengadilan untuk menegakan hukum, sedangkan dalam arti luas, jurisdiksi berarti

kekuasaan menegakkan hukum yang tidak hanya dimiliki oleh pengadilan tetapi

juga oleh aparat administratif.47

Konvensi Hukum Laut PBB 1982 ternyata menganut pengertian “jurisdiksi”

dalam arti luas. Hal ini bisa dilihat dalam pasal 60 ayat 2 yang dengan tegas

menyatakan bahwa jurisdiksi negara pantai meliputi penegakan hukum (oleh

pengadilan) atas pelanggaran hukum terhadap pulau buatan, instalasi dan

bangunan. Selain itu jurisdiksi negara pantai juga meliputi penegakan peraturan

perundang-undangan negara pantai yang bertalian dengan bea cukai, fisikal,

kesehatan, keselamatan, dan imigrasi (tentunya oleh aparat administratif) di pulau

buatan, instalasi dan bangunan yang ada di ZEE. Hal ini sesuai dengan pasal 56

sub b (ii). Jurisdiksi administratif semacam itu dapat dilihat dalam pasal 64 ayat 4

terutama yang berkenaan dengan kewenangan negara pantai mengeluarkan izin

47

(14)

penangkapan ikan bagi warga negara asing terutama keharusan membayar bea

tertentu dan pungutan lainya. Hal ini tentunya sesuai dengan ketentuan Pasal 56

ayat 1 sub b (iii) UNCLOS yang mengatur jurisdiksi negara pantai dibidang

perlindungan dan pelestarian lingkungan laut.48

a) Negara pantai berhak untuk membuat aturan termasuk mengeluarkan ijin

tentang riset ilmiah kelautan di ZEE dan landas kontinen. Dan khusus

mengenai penyelenggaraan riset demikian di ZEE, adanya izin negara pantai

merupakan suatu keharusan.

Lebih jauh, jurisdiksi administratif di bidang riset ilmiah kelautan seperti

apa yang disebut dalam Pasal 56 sub b (iii) UNCLOS, dapat dilihat dalam Pasal

246 UNCLOS yang isinya sebagai berikut:

b) Bila tujuan riset ilmiah kelautan itu demi kepentingan keilmuan, kepentingan

umat manusia, kepentingan perdamaian, adalah merupakan keharusan bagi

negara pantai untuk mengeluarkan ijinya, kecuali:

1) Riset itu mempunyai arti langsung bagi eksplorasi dan eksploitasi kekayaan

alam, baik hayati maupun non hayati.

2) Riset itu meliputi penyebaran dalam landas kontinen, penggunaan bahan

peledak atau pemasukan bahan-bahan berbahaya kedalam lingkungan laut

3) Riset itu meliputi kondtruksi, operasi atau penggunaan pulau-pulau buatan,

instalasi-instalasi atau bangunan-bangunan sebagaimana tersebut dalam

pasal 60 dan 80 UNCLOS 1982.

(15)

4) Riset itu mengandung informasi yang disampaikan menurut Pasal 248

UNCLOS mengenai sifat dan tujuan proyek yang tidak tepat, atau apabila

negara yang menyelengarakan riset atau organisasi internasional yang

kompeten mempunyai kewajiban yang belum dilaksanakan terhadap negara

pantai berdasarkan suatu proyek riset terdahulu.

5. Landas Kontinen

Hak-hak negara pantai atas landas kontinen

a) Negara pantai memiliki hak eksploitasi dan eksploitasi sumber kekayaan

alamnya49

b) Negara pantai memiliki hak eksklusif membangun pulau buatan intalasi, dan

bangunan diatas landas kontinen ;

50

c) Negara pantai memiliki hak eksklusif untuk mengizinkan dan mengatur

pemboran pada landas kontinen untuk segala keperluan ;

51

d) Hak negara pantai untuk eksploitasi tanah dibawah landas kontinen dengan

melakukan penggalian terowongan, tanpa memandang kedalaman perairan

diatas tanah dan dibawah landas kontinen tersebut

;

52

e) Hak negara pantai atas landas kontinen tidak tergantung pada

(16)

6. Perairan Kepulauan

Sebagai konsekuensi dari penarikan garis pangkal kepulauan , timbul

persoalan mengenai perairan laut yang terletak pada sisi dalamnya. Pasal 49

UNCLOS ayat 1 dan 2 menyatakan kedaulatan suatu negara kepulauan meliputi

perairan yang ditutup oleh garis pangkal kepulauan yang ditarik sesuai dengan

ketentuan Pasal 47 UNCLOS 1982, disebut sebagai perairan kepulauan, tanpa

memperhatikan kedalaman atau jaraknya dari pantai, Kedaulatan ini meliputi

ruang udara diatas perairan kepulauan , juga dasar laut dan tanah dibawahnya, dan

sumber kekayaan yang terkandung di dalamnya. Dengan kata lain, perairan

kepulauan merupakan perairan yang berada atau terletak pada sisi dalam dari garis

pangkal kepulauan. Pasal 50 UNCLOS mengatur tentang penetapan batas

perairan pedalaman. Ditegaskan bahwa di dalam perairan kepulaunnya , negara

kepulauan dapat menarik garis-garis penutup (closing lines) untuk tujuan

penetapan batas-batas perairan pedalaman54

Pada perairan kepulauan ini negara kepulauan mempunyai hak dan

kewajiban yang sudah diatur di dalam UNCLOS . Dalam pasal 51 ayat 1 dan 2

UNCLOS diatur tentang perjanjian yang berlaku antara negara kepulauan dan

negara lain mengenai suatu objek ataupun pelaksanaanya yang terkait dengan

perairan kepulauanya , sebagai contoh dari perjanjian yang dimaksud adalah

berupa perjanjian kerja sama tentang penelitian ilmiah kelautan, perjanjian tentang

penangkapan ikan dan sumber daya hati laut lainya . Mengenai hak lintas damai,

ditegaskan dalam pasal 52 ayat 1 UNCLOS bahwa kapal dari semua negara dapat

54

(17)

menikmati hak lintas damai melalui perairan kepulauan. Namun, jika kondisi

mengharuskan, misalnya untuk melindungi keamananya , negara kepulauan dapat

menangguhkan sementara waktu hak lintas damai tersebut di daerah atau area

tertentu di perairan kepulauanya. Penangguhan berlaku bagi semua kapal , jadi

tidak boleh diterapkan secar diskriminatif. Disamping itu pada perairan kepulauan

juga diakui adanya hak alur laut kepulauan yang secara khusus diatur tersendiri

pada pasal 53 ayat 1-12 UNCLOS dengan suatu pengaturan yang cukup banyak.55

55

Referensi

Dokumen terkait

perekonomian Negara pantai yang bersangkutan dan kepentingan nasionalnya yang lain, ketentuan pasal 69 dan 70, kebutuhan Negara berkembang di sub-region atau region itu

Mahasiswa dapat memahami mengenai hak negara pantai dan hak negara lain di laut teritorial.. Mahasiswa dapat memahami bagamana cara penetapan (delimitasi)

Salah satu tindakan sepihak yang dilakukan oleh negara-negara terhadap laut lepas yang berbatasan dengan laut teritorialnya adalah tindakan sepihak yang dilakukan Amerika Serikat

Pemberian sanksi dengan cara penenggelaman merupakan upaya negara dalam memberantas kegiatan perikanan yang dilakukan secara illegal dan disamping itu juga untuk

Dalam keputusan tersebut Mahkamah mengatakan bahwa Dekrit Norwegia bulan Juli 1935 yang menetapkan batas suatu zona penangkapan ikan ekslusif sepanjang hampir 1000 mil dari

Negara-negara yang berbatasan dengan laut, termasuk Indonesia memiliki kedaulatan penuh atas wilayah perairan pedalaman, perairan kepulauan dan laut teritorial; sedangkan untuk

Zona Ekonomi Eklusif adalah zona yang luasnya 200 mil laut dari garis dasar pantai, yang mana dalam zona tersebut sebuah negara pantai mempunyai hak

wilayah teritorial suatu negara pantai. Ketentuan Konvensi Hukum Laut PBB tahun 1982 yang mengatur tentang. pembajakan, sebenarnya mengambil alih ketentuan-ketentuan yang terdapat