BAB 1 PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Rumah sakit sebagai salah satu fasilitas pelayanan kesehatan memiliki
peran yang sangat strategis dalam upaya mempercepat peningkatan derajat kesehatan masyarakat Indonesia. Salah satu profesi yang mempunyai peran
penting di rumah sakit adalah keperawatan. Keperawatan adalah salah satu profesi di rumah sakit yang berperan penting dalam penyelenggaraan pelayanan kesehatan di rumah sakit (Aditama, 2004).
Perawat merupakan sumber daya manusia terpenting di rumah sakit karena selain jumlahnya yang dominan (55-65%) juga merupakan profesi yang
memberikan pelayanan yang konstan dan terus menerus 24 jam kepada pasien setiap hari. Pelayanan keperawatan sebagai bagian integral dari pelayanan kesehatan jelas mempunyai kontribusi yang sangat menentukan kualitas
pelayanan di rumah sakit. Sehingga setiap upaya untuk meningkatkan kualitas pelayanan rumah sakit harus juga disertai upaya untuk meningkatkan kualitas
pelayanan keperawatan (Yani, 2007).
Terwujudnya keadaan sehat adalah dambaan dari semua pihak. Untuk dapat mewujudkan keadaan sehat tersebut banyak hal yang diperlukan, salah satu
diantaranya adalah menyelenggarakan pelayanan kesehatan. Untuk mencapai sasaran yang diinginkan manajemen rumah sakit menuntut karyawannya untuk
ataupun rawat jalan akan memberikan respon positip terhadap pelayan karyawan
yang baik sehingga mampu meningkatkan kunjungan pasien ke rumah sakit. Tim keperawatan merupakan salah satu komponen profesi yang dianggap sebagai kunci dari keberhasilan pemberian pelayanan di rumah sakit. Kepala ruangan
sebagai pemimpin memiliki peran yang sangat besar dalam memimpin perawat pelaksana dalam hal pemberian asuhan keperawatan. Gaya kepemimpinan dari
pada kepala ruangan sangat berpengaruh besar terhadap kinerja perawat dalam memberikan pelayanan perawatan. Gaya kepemimpinan menggunakan kekuatan pribadi dan kekuatan jabatan untuk menarik gagasan dari anggota dan memotivasi
anggota kelompok untuk menentukan tujuan sendiri, mengembangkan rencana dan mengontrol praktek mereka sendiri (Gillies, 1996).
Kemampuan untuk mengidentifikasi gaya kepemimpinan seseorang dalam memimpin organisasi sangat penting karena dapat mempengaruhi keberhasilannya dalam memimpin, yang dapat memberikan berpengaruh positip maupun negatif.
Kepemimpinan merupakan suatu proses kelompok, perspektif kepribadian, tindakan dan perilaku (Northouse, 2004). Kepemimpinan dalam suatu organisasi
menyajikan suatu tantangan dimana gaya kepemimpinan pada gilirannya dapat menyebabkan keberhasilan ataupun kegagalan dalam suatu organisasi. Kouze dan Posman (1995) menyatakan pemimpin yang sukses adalah pemimpin yang
visioner, motivator dan mampu membina anggotanya, mampu berkomunikasi, menyampaikan visi masa depan dan beradaptasi dengan perkembangan organisasi.
Wewenang kepemimpinan disini merupakan hak untuk bertindak atau
mempengaruhi tingkah laku orang yang dipimpinnya (Suarli, 2000).
Pengelolaan dan pengendalikan fungsi organisasi agar tetap konsisten dengan tujuan dibutuhkan seorang pemimpin karena pemimpin merupakan
bagian penting dalam peningkatan kinerja para perawat. Perubahan lingkungan dan tehnologi yang cepat meningkatkan kompleksitas tantangan yang dihadapi
oleh organisasi, hal ini memunculkan kebutuhan organisasi terhadap pemimpin yang dapat mengarahkan dan mengembangkan usaha-usaha bawahan dengan kekuasaan yang dimiliki untuk mencapai tujuan organisasi dalam membangun
organisasi menuju high performance. Perilaku pemimpin mempunyai dampak signifikan terhadap sikap, perilaku, dan kinerja perawat. Efektivitas pemimpin
dipengaruhi oleh karakteristik bawahannya dan terkait dengan proses komunikasi yang terjadi antara pemimpin dan bawahan. Hersey (1993) menyatakan ketidakberhasilan pemimpin dikarenakan pemimpin tidak mampu menggerakan
dan memuaskan karyawan pada suatu pekerjaan dan lingkungan tertentu. Nataka dan Saylor (1994) berpendapat bahwa posisi menejer perawat terhadap staf di
Rumah Sakit memiliki nilai signifikan dimana dapat berdampak pada produktivitas, efisiensi dan pencerminan antara hubungan positip dan negatif antara menejer dengan staf di lingkungan rumah sakit.
pemimpin harus mengerti bagaimana berperilaku dengan orang lain, membina hubungan intrapersonal, mereka tidak memikirkan apa yang dipikirkan oleh orang lain dari diri mereka (Farrel & Nutal, 1997).
Pemimpin yang paling sukses adalah pemimpin yang menyesuaikan gaya
kepemimpinan dengan organisasi yang di pimpin, mempunyai kemampuan untuk menetapkan tujuan yang tinggi tetapi dapat dicapai, kemauan dan tanggung jawab
atas tugas, pendidikan yang relevan dan pengalaman. Kepemimpinan tidak hanya orang atau kelompok yang sedang dipengaruhi tetapi juga tergantung pada pekerjaan atau fungsi yang harus dicapai (Suarli, 2000).
Menurut Bass dan Avalio (2004) gaya kepemimpinan ada 2 yaitu: 1) gaya kepemimpinan transformasional yang meliputi idealized influence (attributed),
idealized influence (behavior), inspirational motivation, intelectual stimulation, individual consideration, dan 2) gaya kepemimpinan transaksional meliputi contingent reward, management by exception (active), management by exception (passive), laissez faire. Konsep gaya kepemimpinan ini pemimpin secara langsung bertanggung jawab, melibatkan orang lain berpartisipasi dalam pengambilan
keputusan, membangun dan mengembangkan hubungan yang mengarah pada pemberdayaan yang pada gilirannya dapat memungkinkan pencapaian tujuan serta didasarkan pada pemenuhan kewajiban kontrak dan dilaksanakan dengan
menetapkan tujuan, memantau dan mengendalikan hasil.
Temuan hasil penelitian yang dilakukan oleh Campbell (1986) tentang
gaya kepemimpinan sebagai faktor utama dari kepuasan staf perawat dalam
bekerja. Medley dan Larochele (1995) juga berpendapat bahwa gaya kepemimpinan tranformasional lebih disukai staf dari pada gaya kepemimpinan transaksional. Kepemimpinan tranformasional memuat tentang pengaruh ideal,
perilaku, stimulasi intelektual dan pertimbangan individual. Studi penelitian yang dilakukan oleh Kramer dan Schmalenberg (1991) dibeberapa rumah sakit di
Amerika salah satunya magnet hospital yang mengadopsi gaya kepemimpinan tranformasional menyatakan bahwa terjadi penurunan tingkat turn over dan meningkatnya kepuasan diantara staf keperawatan.
Liao dan Chung (2007) menyatakan kepemimpinan tranformasional berkaitan erat dengan identifikasi relasional supervisior. Pemimpin merupakan pelayan yang menjadi peran model teladan, mengartikulasikan sebuah visi dan mengkomunikasikan harapan dengan kinerja yang tinggi, memberikan daya tarik emosional, makna dan tantangan, memperhatikan kebutuhan khusus, harapan dan
pengembangan dari pada staf.
Beberapa hasil penelitian di Indonesia menunjukkan bahwa kualitas
kehidupan kerja sangat mempengaruhi kepuasan dan kinerja perawat dalam memberikan pelayanan kesehatan kepada masyarakat. Menurut hasil survei dari Persatuan Perawat Nasional Indonesia (PPNI) pada tahun 2006 sekitar 50,9%
perawat yang bekerja di empat provinsi di Indonesia mengalami stress kerja, sering pusing, lelah, tidak bisa beristirahat karena beban kerja terlalu tinggi dan
bekerja tanpa dukungan yang memadai cenderung untuk banyak tidak masuk
kerja dan kondisi kesehatan yang buruk.
Penilaian kinerja merupakan suatu alat yang dapat dipercaya oleh seorang menejer perawat dalam mengontrol sumber daya manusia dan produktivitasnya
(Swansburg, 2000). Proses penilaian kinerja dapat digunakan secara efektif dalam mengarahkan perilaku pegawai dalam rangka menghasilkan jasa keperawatan
dalam kualitas dan volume yang tinggi. Menejer dapat menggunakan proses operasional kinerja untuk mengatur arah kerja dalam memilih, melatih, membimbing perencanaan karier serta memberikan penghargaan kepada perawat
yang berkompeten. Perencanakan system penilaian kinerja perawat, menejer keperawatan sebaiknya menetapkan orang yang akan bertanggung jawab untuk
mengevaluasi setiap perawat. Perbaikan mutu pelayanan perawatan pada pasien di Rumah Sakit adalah suatu hal yang terpenting seiring dengan peningkatan angka harapan hidup maupun peningkatan populasi lansia. Untuk mencapai mutu
pelayanan yang baik berhubungan erat dengan pentingnya seorang pemimpin. Rowland dan Rowland (1994) menganjurkan bahwa untuk meningkatkan
produktivitas perlu menilai situasi dimana perawat saat ini, apa tujuan yang ingin dicapai, bagaimana cara mencapai tujuan dan sudah sejauh mana hasil yang dicapai selama ini. Relly (1993) menyatakan produktifitas kerja seseorang
dipengaruhi oleh faktor intrinsik dan ekstrinsik. Faktor intrinsik antara lain pengalaman kerja, sikap dan pendidikan akan mempengaruhi ketrampilan dan
fasilitas kerja, lingkungan kerja dan lain-lain yang akan mempengaruhi hubungan
sosial antar individu.
1.2. Permasalahan
Permasalahan dalam penelitian ini adalah bagaimana hubungan pengaruh gaya kepemimpinan kepala ruangan dengan kinerja perawat pelaksana
di rumah sakit.
1.3. Tujuan Penelitian
Sejalan dengan permasalahan yang sudah dirumuskan maka yang menjadi tujuan dari penelitian ini adalah mengidentifikasi hubungan gaya kepemimpinan
tranformasional dengan kinerja perawat pelaksana di Rumah Sakit dan gaya kepemimpinan transaksional dengan kinerja perawat pelaksana.
1.4. Hipotesa Penelitian
Adapun yang menjadi hipotesa dalam penelitian ini adalah :
1. Ada hubungan positif antara gaya kepemimpinan tranformasional dengan kinerja.
2. Ada hubungan positif antara gaya kepemimpinan transaksional dengan
1.5. Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan memberikan kontribusi positif baik secara teoritis untuk pengembangan keilmuan maupun secara praktik bagi praktisi keperawatan. 1.5.1. Bagi pendidikan
Penelitian ini diharapkan berkontribusi dalam pengembangan sumber daya manusia keperawatan baik pada masa pendidikan maupun ditempat pelayanan
kesehatan.
1.5.2. Bagi pelayanan
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan umpan balik kepada
manajemen rumah sakit agar dapat meningkatkan kinerja sumber daya manusia keperawatan di rumah sakit.
1.5.3. Bagi penelitian selanjutnya
Hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai pertimbangan dan menjadi dasar bagi penelitian selanjutnya yang penelitiannya terkait dengan gaya kepemimpinan