• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Dermatitis Kontak Alergi 2.1.1. Definisi - Hubungan Dermatitis Atopik dengan Kejadian Dermatitis Kontak Alergi

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Dermatitis Kontak Alergi 2.1.1. Definisi - Hubungan Dermatitis Atopik dengan Kejadian Dermatitis Kontak Alergi"

Copied!
18
0
0

Teks penuh

(1)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Dermatitis Kontak Alergi 2.1.1. Definisi

DKA merupakan reaksi hipersensitivitas tipe lambat atau reaksi imun tipeIV yang diperantarai sel terutama sel T akibatadanya kontak kulit dengan alergen lingkungan yang terjadi hanyapada individu yangtelah mengalami sensitisasi terhadapalergenpada paparansebelumnya.6,15,16

2.1.2. Epidemiologi

Berdasarkan studi retrospektif yang dilakukan oleh Thyssen dkk.mengenai epidemiologi alergi kontak di berbagai negara didapatkan prevalensi median alergi kontak terhadap setidaknya satu alergen pada populasi umum sebesar 21,2%.6,17DKAmerupakan kondisi yang umum dimanaterjadi pada 6-18% pria dan 11-35% wanita yang dipengaruhi oleh alergen-alergen tertentu.17

2.1.3. Faktor-faktor predisposisi 2.1.3.1. Genetik

(2)

akhir-akhir ini menunjukkan bahwa kerentanan individu terjadi dengan amplifikasi spesifik non antigen dari sensitisasi imun.8,18

2.1.3.2. Jenis kelamin

Wanita memiliki kadar imunoglobulin (Ig) yaitu IgM dan IgG yang lebih banyak daripada pria dan respon imun diperantarai sel yang lebih kuat.18Pengaruh hormon seks dalam induksi dan elisitasi alergi kontak sebagian besar tidak diketahui. Pada suatu studi pilot didapatkan respon terhadap DNCB meningkat pada wanita yang mendapat hormon kontrasepsi oral dan reaktivitas tes tempel yang berbeda pada siklus menstruasi.8,18

Alasan utama dominasi perempuan dalam berbagai penelitian tes tempel klinis adalah jumlah wanita sensitif nikel dan kobalt yang tinggi.18Perbedaan inimungkin disebabkan juga olehfaktor sosial danlingkungan dimana perempuan

lebih cenderungmengalamisensitivitasnikelkarena

peningkatanpemakaianperhiasandanlaki-lakilebih

cenderungmengalamisensitivitaskromatdaripaparan pekerjaan.6,8

2.1.3.3. Usia

(3)

2.1.3.4. Ras

Pada percobaan sensitisasi terhadap poison ivy dan DNCB di tahun 1966 didapatkan perbedaan ras dimana individu berkulit hitam lebih resisten dibandingkan individu berkulit putih.8

2.1.3.5. Dermatitis atopik (DA)

Adanya downregulasi sel T helper (Th)1 pada individu atopi diharapkan menurunkan kejadian DK, namun berbagai penelitian klinis masih kontradiksi.Sebagian besar menemukan kecenderungan sensitisasi kontak yang menurun walaupun penelitian-penelitian terbaru mendapatkan bahwa pada individu atopi terjadi peningkatan frekuensi sensitisasi nikel.18

2.1.3.6. Penyakit penyerta

Pada pasien dengan penyakit akut atau yang menurunkan daya tahan tubuh seperti kanker, penyakit Hodgkin dan mikosis fungoides, terjadi gangguan untuk terjadinya sensitisasi kontak. Ini juga terlihat pada pasien dengan fungsi limfosit T yang terganggu.8,18

2.1.3.7. Faktor-faktor lain

(4)

2.1.4. Etiologi dan Patogenesis

DKA merupakan reaksi hipersensitivitas lambat (tipe IV)yang diperantarai sel akibat paparan dan sensitisasi individu yang rentan secara genetik terhadap alergen lingkungan dimana pada paparan berulang memicu reaksi inflamasi kompleks.2,6,20Hal ini berbedadengan DKIdimana DKI tidak adareaksisensitisasidanintensitasreaksi inflamasinyasebanding dengankonsentrasi danjumlahiritan.Adadua fase berbedapada DKA yaitufasesensitisasidan faseelisitasi.6,21

2.1.4.1. Fase sensitisasi

Sebagian besaralergen lingkunganadalah molekulkecil, lipofilikdenganberat molekul rendah(<500 Dalton).3,4,6Hapteninidiaplikasikan padastratum korneumyangmenembus kelapisan bawahepidermisdanditangkap olehselLangerhansdengan proses pinositosis. Di dalamsel, hapten akan diubah secara kimiawidengan enzimlisosomatausitosoldan berkonjugasidengan molekulHuman Leucocyte Antigen(HLA)-DR yang baru disintesisuntuk membentukantigenlengkap. Kompleks inidiekspresikan padapermukaan selLangerhansdan dipresentasikanke selThelperspesifik yangmengekspresikanmolekulCluster of Differentiation(CD)4yang mengenaliHLA-DR selLangerhansdan secara lebih spesifikkompleks reseptor selT–CD3 yang mengenaliantigenyang diproses.3,20

(5)

HLA-DR – antigen dan reseptor sel T – CD3awal terjadi di kulit dan sel Langerhans bermigrasi melalui limfatik ke kelenjar regional serta mempresentasikan kompleks HLA-DR – antigen ke sel-sel T spesifik. Setelah pengenalan antigen terjadi, kedua sel diaktifkan. Serangkaian sitokin disintesis oleh sel Langerhans dan sel T. Pada sel T, pesan ini ditransmisikan melalui molekul CD3.Sel Langerhans mensekresiInterleukin (IL)-1yang merangsang sel T untuk mensekresi IL-2 dan untuk mengekspresikan reseptor IL-2.3,22 Sitokin ini menyebabkan stimulasi proliferasi sel T sehingga memperluas klon sel T spesifik yang mampu merespon antigen pemicu yang terjadi selama fase jeda klasik sensitisasi. Sel T primer atau memori yang dihasilkan sekarang jauh lebihbanyakbila dibandingkan dengan populasi asli sel-sel dengan reseptor sel Tspesifik yangkemudian meninggalkan kelenjar getah bening dan beredar ke seluruh tubuh. Fasesensitisasiumumnya berlangsung10-15 haridansering

asimptomatis.3,4.6 Paparan berikutnyaterhadap

antigenataurechallengemengakibatkanfaseelisitasi.3,6Rechallengedemikian

dapatterjadi melaluibeberapa rute, termasuktransepidermal, subkutan, intravena, intramuskular, inhalasi, dankonsumsi oral.6

2.1.4.2.

Fase kedua atau elisitasi hipersensitivitas tipe lambat terjadi pada paparan berulang. Sekali lagi, hapten berdifusi ke sel Langerhans, ditangkap dan diubah secara kimia, terikat ke HLA-DR, dan kompleks diekspresikan pada permukaan sel Langerhans.

Fase elisitasi

3,16

(6)

Sel-sel Langerhans mensekresikan IL-1 yang merangsang sel T untuk menghasilkan IL-2 dan mengekspresikan Interleukin Reseptor(IL-2R) yang akan menyebabkan proliferasi dan perluasan populasi sel Tdalam kulit.3,4,6 Selain itu, sel-sel T teraktivasi mensekresi Interferon (IFN)-γyang mengaktifkan keratinosit danmenyebabkannya mengekspresikanIntercellular Adhesion Molecule(ICAM)-1 dan HLA-DR.3,16Molekul ICAM-1 memungkinkan keratinosit berinteraksi dengan sel T dan leukosit lain yang mengekspresikan molekulLymphocyte Function-associated Antigen(LFA)-1. Ekspresi HLA-DR memungkinkan keratinosit untuk

berinteraksi langsung dengan sel T CD4 dan untuk presentasi antigen ke sel-sel ini juga.Selain itu, ekspresi HLA-DR dapat membuat keratinosit menjadi target bagi sel T sitotoksik. Keratinosit teraktivasi juga menghasilkan sejumlah sitokin termasuk IL-1, IL-6, danGranulocyte Macrophage Colony-Stimulating Factor(GMCSF)yang semuanya dapat lebih lanjut memperluas keterlibatan dan

aktivasi sel T. Selain itu, IL-1 dapat merangsang keratinosit untuk menghasilkan eikosanoid. Kombinasi sitokin dan eikosanoid menyebabkan aktivasi sel mast dan makrofag.3,21

Histamindari selmastdaneikosanoiddari selmast, keratinosit, danleukositinfiltrasimenyebabkandilatasipembuluh darah danpeningkatan permeabilitasterhadapfaktor-faktor dan sel-sel larutproinflamatori yang beredar. Kaskadeini menyebabkanrespon DKAklinisinflamasi, kerusakanselular, dan selanjutnyaprosesperbaikan.3

(7)

Pasien umumnya mengeluh gatal dengan gambaran klinis dermatitis berupa efloresensi kulit yang bersifat polimorf dan berbatas tegas.8,16,23

2.1.5.1.Fase akut

Kelainan kulit umumnya muncul 24-48 jam pada tempat terjadinya kontak dengan bahan penyebab. Derajat kelainan kulit yang timbul bervariasi, ada yang ringan ada pula yang berat.16,22 Pada yang ringan hanya berupa eritema dan edema, sedangkan pada yang berat terdapat eritema dan edema yang lebih hebat disertai vesikel atau bula yang bila pecah akan terjadi erosi dan eksudasi. Lesi cenderung menyebar dan batas kurang jelas.8,16

2.1.5.2.Fase sub akut

Pada fase ini akan terlihat eritema, edema ringan, vesikula, krusta dan pembentukan papul-papul.6,22

2.1.5.3.Fase kronis

Lesi cenderung simetris, batas kabur, kelainan kulit likenifikasi, papul, skuama, terlihat pula bekas garukan berupa erosi atau ekskoriasi, krusta serta eritema ringan.6,8,16

2.1.6. Diagnosis

(8)

Anamnesis dilakukan untuk menegakkan diagnosis dan mencari penyebab.Hal ini penting dalam menentukan terapi dan tindak lanjut untuk mencegah kekambuhan. Pada anamnesis perlu juga ditanyakan riwayat atopi, perjalanan penyakit, pekerjaan, hobi, riwayat kontaktan dan pengobatan yang pernah diberikan oleh dokter maupun dilakukan sendiri, pertanyaan personal mengenai pakaian baru, sepatu lama, kosmetik, kaca mata, dan jam tangan serta kondisi lain yaitu riwayat medis umum dan mungkin faktor psikologik.

Pemeriksaan fisik didapatkan eritema, edema dan papul dengan pembentukan vesikel yang jika pecah akan membentuk dermatitis yang membasah. Lesi pada umumnya timbul pada tempat kontak, tidak berbatas tegas, dan dapat meluas ke daerah sekitarnya.

5,6,16

Uji tempel digunakan untuk mendeteksi hipersensitivitas terhadap zat yang bersentuhan dengan kulit sehingga alergen dapat ditentukan dan tindakan korektif dapat diambil. Uji tempel dilakukan untuk konfirmasi dan diagnostik tetapi hanya dalam kerangka anamnesis dan pemeriksaan fisik.

5,6

Uji tempel yang paling sering digunakan adalah dengan Finn Chambers aluminium bulat, IQ Ultra Chamber persegi, dan TRUE test (Thin-layer Rapid-Use Epicutaneous).

2

2,25,26

Serangkaianseri alergenstandar direkomendasikan untuk digunakanpada setiap individuyang menjalani uji tempel.2,25The European Standard Series adalah yang paling umum digunakan di Eropa dan tempat lain di

(9)

hingga 10%reaksi positif, yang negatif pada pemeriksaan sebelumnya.2,5,6,25Intensitas reaksi dinilai dan dicatat sesuai dengan International Contact Dermatitis Research Group (ICDRG) menurut sistem penilaian oleh

Wilkinson dkk. yaitu, + (reaksi non vesikular lemah dengan eritema yang dapat diraba), ++ (reaksi kuat edema atau vesikular), +++ (reaksi hebat bulosa atau ulserasi). Bila reaksi sangat lemah atau meragukan dimana hanya ada eritema samar atau makular (tidak dapat diraba) dicatat dengan tanda tanya (?+), dan reaksi iritan dicatat sebagai IR.6,21,26,27Jika memungkinkan, tes tempelharusdipasang di bagian punggung atas pasien karena merupakan lokasiyang paling nyaman baik untuk dokter dan pasien, dan sebagian besar validasi uji tempel dilakukan di daerah ini. Aplikasi tes di daerah tubuh lain (misalnya tangan, lengan, paha, perut) harus dibatasi pada situasi pengecualian dan harus dilakukan oleh dokter berpengalaman karena kesulitan interpretasi.3,25

2.2. Dermatitis Atopik 2.2.1. Definisi

DA adalah penyakit kulit inflamasi kronik sangat gatal yang umumnya timbul selama masa bayi dan kanak-kanak tetapi dapat bertahan atau mulai di masa dewasa.28,29

2.2.2. Epidemiologi

(10)

lainnya.PrevalensiDApada orang dewasasekitar1-3%.28,29,30Prevalensi DA yang lebih tinggi ditemukanpada daerah kota dibandingkandaerah pedesaan negara-negara maju dan penyakit lebih sering ditemukan pada kelompok kelas sosial yang lebih tinggi.Berdasarkan jenis kelamin, rasio terjadinya DAadalah perempuan :laki-lakisebesar 1,3:1,0.29,31

Sejak tahun 1960, telah terjadipeningkatanlebihdari tiga kali lipatdalam prevalensiDA.29Dasar peningkatan prevalensi DA ini belum dipahami dengan baik. Variasi yang luas dalam prevalensi telah diamati pada negara-negara yang dihuni oleh kelompok etnis yang sama. Tampak bahwa faktor lingkungan sangat penting dalam menentukan ekspresi penyakit, meliputi ukuran keluargayang kecil, peningkatan pendapatan dan pendidikan baik pada kulit putih maupun kulit hitam, migrasi dari lingkungan pedesaan ke perkotaan, dan peningkatan penggunaan antibiotikyang disebut sebagai gaya hidup Barat.28,29

2.2.3. Etiopatogenesis

(11)

kulitinimenyebabkankehilangan airtransepidermaldan peningkatanpenetrasialergendan mikrobake dalam kulit.31Agen infeksius yang

paling sering terlibat dalam DA adalah Staphylococcus aureus yang berkolonisasi pada sekitar 90% pasien DA.30 Respon imun bawaan yang rusak juga tampaknya berkontribusi dalam peningkatan infeksi bakteri dan virus pada pasien dengan DA. Interaksi faktor-faktorini menyebabkan respon sel T dalam kulit (awalnya didominasi respon Th2 dan kemudian didominasi Th1) dengan pelepasan kemokin dan sitokin proinflamasi (misalnyaIL-4, IL-5 dan TNF) yang mendorong produksiIgE dan respon inflamasi sistemik yang selanjutnya menyebabkan inflamasi kulit yang gatal.29,30

Penelitian yang terbarumenghubungkan

(12)

2.2.4. Gambaran klinis

DA biasanya dimulai pada masa bayi. Sekitar 50% pasien mengalami penyakit ini pada tahun pertama kehidupan dan 30% di antara usia 1-5 tahun.29,34 Sekitar50-80% pasien dengan DAakan mengalami rhinitis alergi atau asma ketika usia anak lebih besar.29,30

Pruritushebatdanreaktivitaskulitmerupakan gambaranutama DA.28,29Pruritusdapat intermiten sepanjang haritetapibiasanya memburukdi sore dan malamhariyang mengakibatkan garukan, papulprurigo, likenifikasi, danlesi kuliteksematosa.28,32Lesi kulitakutditandai dengan papuleritematosayang berkaitan denganekskoriasi, vesikeldi atas kuliteritematosa, daneksudatserosa.DAsubakutditandai denganpapul eritematosa, ekskoriasi, sisik. DAkronis ditandaiolehplak, likenifikasi, danpapulfibrotik(prurigo nodularis). PadaDAkronis, ketiga tahapreaksi kulitseringterjadi bersamaan.Pasienbiasanya memilikikulitkering dan kusampada semua tahapDA.

Distribusi dan pola reaksi kulit bervariasi sesuai dengan usia pasien dan aktivitas penyakit.

28,29

33

(13)

lokasi ruam pada lipatan fleksural ekstremitas.33,35 DA sering menghilang seiringdengan usia. Pada DA kulit lebihrentan terhadap gatal-gatal dan inflamasi saat terpapar iritan eksogen. Eksema tangan kronis dapat menjadi manifestasi utama pada banyak orang dewasa dengan DA.

2.2.5. Diagnosis

29

Diagnosis DA ditegakkan berdasarkan kriteria tertentu yang mempertimbangkan anamnesis dan manifestasi klinis.34,35 Sampai saat ini, yang paling banyak digunakan untuk diagnosis DA adalah kriteria Hanifin dan Rajka (Tabel 1.1) dimana diagnosis DA dapat ditegakkan bila dijumpai 3 atau lebih kriteria mayor dan 3 atau lebih kriteria minor.

Tidak ada tes diagnostik khusus untuk DA.

29,34

32

Peningkatan kadarIgE ditemukan hingga 80% pasien yang terkena, namun hasil ini dapat didapati pula pada gangguan atopi lain.29,32 Biopsi kulit menunjukkan dermis yang menebal dan hiperkeratotik dengan inflamasi perivaskular.32

Tabel 1.1 Kriteria diagnostikDAoleh Hanifin dan Rajka

Kriteria mayor

Pruritus

Morfologi dan distribusi 

karakteristik

Likenifikasi fleksor pada orang dewasa

Keterlibatan wajah, permukaan fleksor dan ekstensor pada anak-anak dan remaja

Kombinasi kedua pola pada anak-anak dan dewasa

Kronis dan rekuren

Riwayat pribadi atau keluarga atopi

(14)

 

Reaktivitas kulit segera (tipe I) pada pengujian kulit

Kadar IgE serum yang meningkat

Usia onset dini

Kecenderungan untuk infeksi kulit dan defisiensi imunitas diperantarai sel Kecenderungan untuk dermatitis tangan dan kaki non spesifik

Tabel

1.1 Lanjutan

Eksema puting susu

Keilitis

Konjungtivitis rekuren

Lipatan kulit infraorbital (Dennie-Morgan)

Keratokonus

Katarak subkapsular anterior

Cincin mata (“shiner”), penggelapan periokular kulit

Pucat atau eritema wajah

Pitiriasis alba

Lipatan kulit pada bagian anterior kerongkongan

Pruritus yang diinduksi oleh keringat

Intoleransi terhadap wol dan pelarut lemak

Peningkatan perifolikular

Intoleransi terhadap beberapa makanan

Perjalanan penyakit dipengaruhi oleh faktor lingkungan dan emosional

∗ Dikutip sesuai aslinya dari kepustakaan nomor 29 Dermografisme putih

2.3. DKA dan DA

(15)

Beberapapenelititelah melaporkanadanya penurunanfrekuensisensitisasikontak di antara individu denganDA.13

Konsep inididukung olehpenelitian yangmenunjukkan bahwa pasien

denganDAtidakmudahdisensitisasi oleh

aplikasiberulangdinitrochlorobenzenetetapimudah disensitisasi sewaktuDAmembaik.36,37Penelitian yang lebih barumenunjukkanbahwa frekuensiDKAatausensitisasikontak terhadap alergenumumseperti nikel, kobalt,

thimerosal, dan fragrance mixterjadi samaseringnyaantara

pasiendenganDAdanpopulasi umum dimana tingkatfrekuensi sampai 40%.Sebuahpenelitian laintelahmelaporkan tingkatsensitisasiyang secara signifikan lebih tinggipada subjekatopisebesar 65,0% biladibandingkandenganyang terlihat padasubjeknonatopi.

Banyak peneliti sekarang telah menemukan bahwa frekuensi alergi kontak pada pasien dengan DA adalah sebanding dengan non atopi baik populasi dewasa maupunanak.

36

13,36

Selain itu, penelitian telah menunjukkan bahwa individu atopi dan nonatopi memiliki reaksi imunologi yang sama dalam kejadian DKterhadap alergen tertentu. Setelah pengujian dengan nikel, pasien DA dan nonatopi memiliki peningkatan IL-2, IL-4, dan INF-γyang sama. Satu-satunya perbedaan dalam respon imun kedua kelompok yaitu ditemukan peningkatan IL-10 pada yang nonatopisaja.

Studi

13

(16)
(17)

2.4. Kerangka Teori

(18)

2.5. Kerangka Konsep

Gambar 2.2 Kerangka konsep

Gambar

Gambar 2.1 Kerangka teori

Referensi

Dokumen terkait

Pada penelitian ini telah dilakukan pemeriksaan uji tempel terhadap 28 jenis alergen standar pada 51 orang subjek pekerja salon dengan riwayat dermatitis kontak yang dimulai

Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Angka Kejadian Dermatitis Kontak Pada Pekerja Yang Terpajan Dengan Bahan Kimia Di Perusahaan Invar Sin.. FK

Respon hipersensitivitas tipe lambat merupakan respon imun seluler yang melibatkan aktivasi sel Th yang akan melepaskan sitokin yang bersifat proinflamasi dan meningkatkan aktivitas

Dermatitis kontak alergi (DKA) adalah reaksi inflamasi yang didapat terhadap berbagai susbstansi yang dapat menyebabkan reaksi inflamasi hanya pada orang yang

Dermatitis atopik atau eksema atopik merupakan penyakit kulit kronik yang sering dijumpai pada bayi dan anak yang didasari oleh faktor herediter dan lingkungan dengan

Departemen Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara.. RSUP Haji Adam Malik Medan

Manitol juga dapat menyebabkan gagal ginjal dalam dosis terapi, dan reaksi hipersensitivitas juga dapat terjadi. Mekanisme patogenesa manitol terkait cedera ginjal

Menurut the North American Society for Pediatric Gastroenterology and Nutrition (NASPGAN), konstipasi merupakan keterlambatan atau kesulitan dalam melakukan defekasi yang