• Tidak ada hasil yang ditemukan

Contoh Karil UT PGSD Karya Ilmiah Matema

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "Contoh Karil UT PGSD Karya Ilmiah Matema"

Copied!
14
0
0

Teks penuh

(1)

UPAYA MENINGKATKAN HASIL BELAJAR SISWA KELAS VI SD NEGERI 23 KELAPA MATA PELAJARAN MATEMATIKA TENTANG

MENGHITUNG LUAS SEGI BANYAK SEDERHANA DENGAN MENERAPKAN MEDIA DUA DIMENSI MELALUI METODE

DEMONSTRASI

Oleh: RIRI KUSMANTI

NIM. 82119172

ABSTRAK

Metode pembelajaran sangat menentukan prestasi dan keberhasilan siswa. Keberhasilan

pembelajaran dipengaruhi oleh beberapa faktor diantaranya peran guru dan siswa,

penerapan metode dan media pembelajaran. Hal yang melatar belakangi penulis

melakukan penelitian ini adalah bahwa kenyataan nya dilapangan masih banyak sekali

ditemukan metode mengajar guru yang belum maksimal, yang belum tepat dalam

penggunaan metode sehingga berpengaruh pada hasil belajar siswa. Dari rendahnya

tingkat penguasaan siswa untuk mata pelajaran matematika dengan persentase

ketuntasan hanya mencapai nilai dari 22 siswa, 45,45% sudah memperoleh nilai baik di

atas 75. Siklus II terjadi peningkatan dan perbaikan nilai dari 22 siswa, 63,63% sudah

memperoleh nilai baik di atas 75. Peningkatan jumlah siswa yang mencapai KKM

meningkat tinggi terjadi pada siklus III, yakni 90,90%. Sedangkan nilai dengan katagori

kurang sudah tidak ada lagi. sehingga semua siswa sudah memenuhi standar nilai KKM

(76). Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa menggunakan metode demostrasi

dengan media dua dimensi dapat meningkatkan hasil belajar Matematika siswa kelas VI

SD Negeri 23 Kelapa.

(2)

A. Latar Belakang Masalah

Belajar adalah kegiatan yang dilakukan oleh seseorang agar memiliki

kompetensi berupa keterampilan dan pengetahuan yang diperlukan. Belajar

juga dapat dipandang sebagai sebuah proses elaborasi dalam upaya pencairan

makna yang dilakukan oleh individu. Proses belajar pada dasarnya dilakukan

untuk meningkatkan kemampuan dan kompetensi personal.

Setelah melakukan proses belajar, biasanya seseorang akan menjadi lebih

respek dan memiliki pemahaman yang lebih baik (sensitive) terhadap objek,

makna, dan peristiwa yang dialami. Melalui belajar, seseorang akan menjadi

lebih responsif dalam melakukan tindakan (Snelbecker, 1974).

Definisi lain yang dikemukakan oleh Gagne (1977) bahwa belajar adalah

proses perubahan tingkah laku yang meliputi perubahan kecenderungan

manusia, seperti sikap, minat, atau nilai dan perubahan kemampuannya, yakni

peningkatan kemampuan untuk melakukan berbagai jenis performance

(kinerja). Perubahan tingkah laku tersebut harus dapat bertahan selama jangka

waktu tertentu. Dengan demikian, belajar pada dasarnya dapat dipandang

sebagai suatu proses perubahan positif-kualitatif yang terjadi pada tingkah

laku siswa sebagai subjek didik akibat adanya peningkatan pengetahuan,

keterampilan, nilai, sikap, minat, apresiasi, kemampuan berpikir logis dan

kritis, kemampuan interaktif, dan kreativitas yang telah dicapainya.

Dalam proses belajar matematika, Burner (1982) menyatakan pentingnya

tekanan pada kemampuan peserta didik dalam berpikir intuitif dan analitik

akan mencerdaskan peserta didik membuat prediksi dan terampil dalam

menentukan pola (pattern) dan hubungan/keterkaitan (relations). Gerakan

matematika modern pada tahun 1950-1960 menekankan perlunya “makna (meaning)”, terutama dari sudut pandang materi (subject masser), yaitu pemusatan perhatian dan pemahaman (understanding). Struktur atau sistem

formal matematika lebih diutamakan untuk dipahami dari pola latihan,

pengerjaan, dan keterampilan komputasional, dengan harapan peserta didik

lebih mudah dan lebih mampu menggunakan matematika pada situasi yang

(3)

Pergeseran cara pandang matematika akan berpengaruh terhadap cara

penyampaian matematika kepada para siswa. Dalam pandangan pertama,

bahwa matematika sebagai “strict body of knowledge” telah meletakkan pondasi bahwa siswa adalah “knowledge of mathematics”. Dalam kondisi

seperti ini pula matematika dipandang sebagai hal yang statis sehingga

pertumbuhan teori matematis seperti ini sangatlah lamban. Guru senantiasa

menjadi pusat perhatian karena ia harus mendemonstrasikan matematika yang

sudah siap saji dan dipandang sebagai ilmu yang sangat ketat. Guru yang

dapat mendemonstrasikan kemampuan matematika tanpa buku di depan

siswa, itulah guru yang luar biasa menurut pandangan ini. Siswa diharapkan

mampu menirukan prilaku guru terhadap matematika yang diberikannya.

Siswa yang dapat “mengkopi” dan menguasai dengan baik bagaimana guru

menguraikan bahan matematika (mathematical knowledge), itulah siswa yang

dipandang sebagai siswa yang sukses. Namun, sangat disayangkan ketika

siswa menemukan situasi lain dan kondisi lain di luar konteks yang diajarkan,

kemudian siswa menyerah dan tidak dpat melakukan proses penyelesaian

matematika.

Aliran kedua ini berpandangan bahwa matematika adalah aktivitas

kehidupan manusia (Freudenthal, 1983, 1991) atau Verschaffel dan Corte

(1996) mengistilahkannya sebagai “mathematics as human sense-making and

problem solving activity.” Pandangan-pandangan pada aliran kedua ini telah menggeser paham bahwa matematika sebagai kumpulan konsep dan

keterampilan, ke suatu cara sedemikian sehingga perolehan matematika

hendaknya diorganisir dan keterlibatan siswa lebih aktif dalam belajar.

Karenanya, pergeseran cara pandang tersebut juga dibarengi dengan

perubahan dari “closed to open”, perubahan dari “transmission” ke

participation”, perubahan dari “accepting” ke “questioning”, serta

perubahan dari “informative” ke “constructive”.

Pembelajaran yang berhasil ditunjukkan melalui penguasaan materi oleh

siswa, khususnya pada pelajaran Matematika. Tingkat penguasaan materi

(4)

materi yang terdapat dalam pelajaran Matematika kelas VI SD adalah

Menghitung Luas Segi Banyak Sederhana. Namun, kenyataan yang dihadapi

oleh peneliti ketika melakukan pembelajaran pokok bahasan Menghitung

Luas Segi Banyak Sederhana adalah nilai yang diperoleh masih sangat

rendah, dimana dari 24 siswa hanya 9 siswa yang mampu memperoleh nilai

>65 sedangkan 15 siswa lainnya masih memperoleh nilai < 65. Sehingga

dapat disimpulkan bahwa siswa yang belum mampu memahami materi

pelajaran sebesar 62,5%. Hal ini berarti, daya serap siswa kelas VI SD Negeri

23 Kelapa terhadap mata pelajaran Matematika pokok bahasan Menghitung

Luas Segi Banyak Sederhana masih sangat rendah. Salah satu sebab siswa

tersebut tidak mampu untuk mengerjakan soal-soal yang diberikan oleh guru

dengan baik yaitu pada saat kegiatan pembelajaran berlangsung penulis

seringkali menemukan bahwa ada sebagian siswa yang bersikap acuh tak

acuh dan enggan bertanya kepada guru maupun teman-teman yang lebih

memahami.

Berdasarkan kondisi tersebut, penulis mengadakan refleksi dan merasa

tidak puas dengan hasil pembelajaran yang diperoleh siswa. Dari

ketidakpuasan tersebut, penulis tertarik untuk mengadakan penelitian

tindakan kelas untuk meningkatkan kemampuan belajar siswa dengan

bantuan teman sejawat dalam menganalisis masalah yang terdapat di kelas VI

materi Menghitung Luas Segi Banyak Sederhana dengan judul “Upaya

Meningkatkan Hasil Belajar Siswa Kelas VI SD Negeri 23 Kelapa Mata

Pelajaran Matematika Tentang Menghitung Luas Segi Banyak

Sederhana dengan Menerapkan Media Tiga Dimensi Melalui Metode Cooperative Learning”.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan masalah di atas, permasalahan yang dapat dirumuskan

sebagai berikut:

Upaya Meningkatkan Hasil Belajar Siswa Kelas VI SDN 23 Kelapa Mata

Pelajaran Matematika Tentang Menghitung Luas Segi Banyak Melalui

(5)

C. Tujuan Penelitian Perbaikan Pembelajaran

Tujuan yang ingin dicapai dari penelitian ini adalah untuk mengetahui

apakah menerapan media tiga dimensi melalui metode cooperative learning

pada mata pelajaran Matematika tentang menghitung luas segi banyak

sederhana dapat meningkatkan hasil belajar siswa kelas VI SD Negeri 23

Kelapa ?

D. Manfaat Penelitian Perbaikan Pembelajaran

Berdasarkan latar tujuan penelitian di atas, dapat dirumuskan manfaat

penelitian, yaitu:

1. Bagi Siswa

Bagi siswa, kontribusi manfaat yang diharapkan dapat diberikan

dari hasil tindakan perbaikan pembelajaran yang dilaksanakan dengan

berlandaskan kaidah PTK ini adalah:

a. Proses belajar mengajar pengetahuan alam tidak lagi monoton

b. Ditemukan strategi pembelajaran yang tepat tidak konvensional, tetapi

bersifat variatif.

c. Keaktifan siswa dalam mengerjakan tugas mandiri maupun kelompok

meningkat.

d. Keberanian siswa mengungkapkan ide, pendapat, pertanyaan dan saran

meningkat.

e. Kualitas pembelajaran pengetahuan alam meningkat.

f. Hasil belajar pengetahuan alam meningkat.

2. Bagi Guru

Secara lebih khusus, kontribusi manfaat yang diharapkan dapat

diberikan dari hasil tindakan perbaikan pembelajaran yang dilaksanakan

dengan berlandaskan kaidah PTK ini adalah:

a. Membantu guru memperbaiki kualitas pembelajarannya;

b. Meningkatkan profesionalitas guru;

c. Meningkatkan rasa percaya diri guru;

d. Memungkinkan guru secara aktif mengembangkan pengetahuan dan

(6)

3. Bagi Sekolah

Hasil tindakan perbaikan pembelajaran yang dilaksanakan dengan

berlandaskan kaidah PTK ini diharapkan dapat memberikan kontribusi

yang positif terhadap kemajuan sekolah, yang antara lain tercermin pada:

a. Memberi sumbangan yang berharga bagi lembaga bahwa penelitian

yang dilakukan dapat dijadikan sebagai alat bantu pembelajaran

b. Mempertinggi mutu belajar mengajar.

A. Pembelajaran Matematika SD

Gerakan atau reformasi untuk memperbaiki matematika di sekolah selalu

terjadi dan mengalir dari waktu ke waktu. Isi, metode pembelajaran, urutan

pembelajaran, dan cara evaluasi pembelajaran dimodifikasi, direformasi, dan

direstrukturisasi. Tiga faktor utama yang melandasi gerakan perubahan adalah

keberadaan dan pertimbangan teori-teori belajar, psikologi belajar, dan

filsafat pendidikan. Ketiganya memberi warna dan arah perubahan terutama

dalam memandang dan melaksanakan pembelajaran, dan memposisikan guru

dan peserta didik.

Pembelajaran matematika adalah proses pemberian pengalaman belajar

kepada peserta didik melalui serangkaian kegiatan yang terencana sehingga

peserta didik memperoleh kompetensi tentang bahan matematika yang

dipelajari. Salah satu komponen yang menentukan strategi pembelajaran

matematika, yang sesuai dengan : topik yang sedang dibicarakan, tingkat

perkembangan intelektual peserta didik, prinsip dan teori belajar, keterlibatan

aktif peserta didik, keterkaitan dengan kehidupan peserta didik sehari-hari,

perkembangan dan pemahaman penalaran matematis.

Bertahun-tahun bahkan berpuluh-puluh tahun para ahli telah

mengusahakan agar matematika dapat dikuasai dengan baik oleh siswa.

Namun, hasilnya masih menunjukkan bahwa tidak banyak siswa yang

menyukai matematika dari setiap kelasnya. Meskipun kadang-kadang

menjadi suatu kebanggaan bagi guru matematika karena pelajaran yang

dipegangnya sangat bergengsi sehingga menyebabkan tidak banyak siswa

(7)

Kebanggaan yang demikian masih melekat pada sejumlah guru, meskipun

tidak ada data yang medukung pernyataan ini. Kadang-kadang guru

matematika masih enggan untuk menerima ide-ide atau gagasan pembeharuan

dalam pembelajaran matematika. Mereka masih memilih strategi yang telah

melekat dalam kurun waktu yang cukup lama sejalan dengan pengalaman

guru mengajar, bahkan telah menjadi suatu keyakinan yang relatif sulit untuk

diubah.

Pergeseran pandangan terhadap matematika akhir-akhir ini sudah terjadi

hampir di setiap negara. Dari pandangan yang semula matematika dipandang

sebagai ilmu pengetahuan yang ketat dan terstruktur secara rapi ke pandangan

bahwa matematika adalah aktivitas kehidupan manusia. Hal ini berpengaruh

terhadap cara memperolehnya, yaitu dari penyampaian rumus-rumus, definisi,

aturan, hukum, konsep, prosedur, dan algoritma, menjadi penyampaian

konsep-konsep matematika melalui konteks yang bermakna dan yang berguna

bagi siswa maupun bagi kehidupan pada umumnya. Hal ini akan mendorong

bahwa matematika terkait erat dengan kehidupan sehari-hari sehingga dengan

segera siswa akan mampu menerapkan matematika dalam konteks yang

berguna bagi siswa dalam dunia kehidupannya maupun dalam dunia kerja

kelak.

B. Hakikat Belajar

Pengertian belajar menurut Gagne dalam bukunya The Conditions of

Learning 1977, belajar merupakan sejenis perubahan yang diperlihatkan

dalam perubahan tingkah laku, yang keadaaannya berbeda dari sebelum

individu berada dalam situasi belajar dan sesudah melakukan tindakan yang

serupa itu. Perubahan terjadi akibat adanya suatu pengalaman atau latihan.

Berbeda dengan perubahan serta-merta akibat refleks atau perilaku yang

bersifat naluriah.

C. Ciri Belajar

Banyak pengertian belajar yang telah dikemukakan oleh para ahli terdapat

tiga atribut pokok (ciri utama) belajar, yaitu : proses, perubahan perilaku dan

(8)

1. Proses

Belajar adalah proses mental dan emosional atau proses berpikir dan

merasakan. Seseorang dikatakan belajar bila pikiran dan perasaanya

aktif. Aktivitas pikiran dan perasaan itu sendiri tidak dapat diamati

orang lain, akan tetapi terasa oleh yang bersangkutan ( orang yang

sedang belajar itu ). Guru tidaka dapat melihat aktivitas pikiran dan

perasaan siswa. Yang dapat diamati gutu ialah manisfestasinya, yaitu

kegiatan siswa sebagai akibat adanya aktivitas pikiran dan perasaan

pada diri siswa tersebut.

2. Perubahan perilaku

Hasil belajar berupa perubahan perilaku atau tingkah laku. Seseorang

yang belajar akan berubah atau bertambah perilakunya, baik yang

berupa pengetahuan, keterampilan, atau penguasaan nilai-nilai ( sikap ).

Perubahan perilaku sebagai hasil belajar ialah perubahan yang

dihasill\kan dari pengalaman ( interaksi dengan lingkungan ), tempat

proses mental dan emosional terjadi. Perubahan perilaku sebagai hasil

belajar dikelompokkan ke dalam tiga ranah ( kawasan ) yaitu :

pengetahuan (kognitif), keterampilah (psikomotorik), dan penguasaan

nilai-nilai atau sikap (afektif).

3. Pengalaman

Belajar adalah mengalami, dalam arti belajar terjadi di dalam interaksi

antara individu dengan lingkungan, baik lingkungan fisik maupun

lingkungan sosial.Lingkungan pembelajaran yang baik adalah

lingkungan yang memicu dan menantang siswa belajar. Guru yang

mengajar tanpa menggunakan alat peraga, apalagi di kelas rendah

kurang memicu siswa belajar lebih giat.

Belajar dapat melalui pengalaman langsung dan melalui pengalaman

tidak lansung. Belajar melalui pengalaman langsung, siswa belajar

dengan melakukan sendiri atau dengan menhalaminya sendiri. Akan

(9)

penjelasan guru, maka disebut belajar melalui pengalaman tidak

langsung.

D. Tahap Perkembangan Belajar Anak Sekolah Dasar

Tahap perkembangan tingkah laku belajar siswa Sekolah Dasar sangat

dipengaruhi oleh aspek-aspek dari dalam dirinya dan lingkungan yang ada di

sekitarnya. Kedua hali tersebut tidak mungkin dipisahkan karena memang

proses belajar terjadi dalam konteks interaksi diri siswa dengan

lingkungannya. Menurut Piaget (1950) Setiap anak memiliki cara tersendiri

dalam menginterpretasikan dan beradaptasi dengan lingkungannya ( teori

kognitif). Setiap anak schemata, yaitu sistem konsep yang ada dalam pikiran

sebagai hasil pemahamanterhadap objek yang ada dalam lingkungannya.

Pemahaman tentangobjek tersebut berlangsung melalui proses asimilasi,yaitu

menghubungkan objek dengan konsep yang sudah ada dalam pikiran anak

dan akomodasi, yaitu proses memanfaatkan konsep-konsep dalam pikirannya

untuk menafsirkan objek yang dilihatnya.

Kecenderungan belajar anak usia Sekolah Dasar memiliki tiga ciri yaitu :

konkret, integratif dan hierarkis.

Konkret mengandung makna proses belajar beranjak dari hal-hal yang

konkret yakni yang dapat dilihat, didengar, dibaui, diraba dan diotak-atik

dengan titik penekanan pada pemanfaatan lingkungan sebagai sumber belajar

yangdapat dioptimalkan untuk pencapaian proses dan hasil pembelajaran

yang berkualitas bagi anak usia sekolah dasar. Pemanfaatan lingkungan akan

menghasilkan proses dan hasil belajar lebih bermakna dan bernilai, sebab

siswa dihadapkandengan peristiwa dan keadaan yang sebenarnya. Keadaan

yang dialami sehingga lebih nyata, lebih faktual, lebih bermakna dan

kebenarannya lebih dapat dipertanggungjawabkan.

Integratif berarti memandang sesuatu yang dipelajari sebagai suatu keutuhan

dan terpadu, berbagai disiplin ilmu dikaitkan menjadi pengalaman belajar

yang bermakna.

Hierakis berarti berkembang secara bertahap mulai dari hal-hal yang

(10)

E. Metode Pembelajaran

Metode adalah suatu cara yang dipergunakan untuk mencapai tujuan

yang telah ditetapkan. Dalam kegiatan belajar mengajar, metode diperlukan

oleh guru dan penggunaannya bervariasi sesuai dengan tujuan yang ingin

dicapai setelah pelajaran berakhir. Djamarah (1991, dalam Djamarah dan

Zain, 2002) mengungkapkan seorang guru tidak akan dapat melaksanakan

tugasnya bila dia tidak menguasai satu pun metode mengajar yang telah

dirumuskan dan dikemukakan para ahli psikologi dan pendidikan.

Kegiatan belajar mengajar yang melahirkan interaksi unsur-unsur

manusiawi adalah sebagai suatu proses dalam rangka mencapai tujuan

pengajaran. Guru dengan sadar berusaha mengatur lingkungan belajar agar

bergairah bagi anak didik. Dengan seperangkat teori dan pengalamannya

guru gunakan untuk bagaimana mempersiapkan program pengajaran dengan

baik dan sistematis.

Salah satu usaha yang tidak pernah guru tinggalkan adalah

bagaimana memahami kedudukan metode sebagai salah satu komponen

yang ikut ambil bagian bagi keberhasilan kegiatan belajar mengajar. Metode

mengajar yang guru gunakan dalam setiap kali pertemuan kelas bukanlah

asal pakai, tetapi setelah melalui seleksi yang berkesesuaian dengan

perumusan tujuan pembelajaran.

Dalam kegiatan belajar mengajar, guru tidak harus terpaku dengan

menggunakan satu metode, tetapi guru sebaiknya menggunakan metode

bervariasi agar jalannya pengajaran tidak membosankan, tetapi menarik

perhatian anak didik. Tetapi juga penggunaan metode yang bervariasi tidak

akan menguntungkan kegiatan belajar mengajar bila penggunaannya tidak

tepat dan sesuai dengan situasi yang mendukungnya dan dengan kondisi

psikologis anak didik. Oleh karena itu, disinilah kompetensi guru diperlukan

dalam pemilihan metode yang tepat. Prof. Dr. Winarno Surakhmad, M.Sc.

Ed, mengemukakan lima macam faktor yang mempengaruhi penggunaan

(11)

1. Tujuan yang berbagai-bagai jenis dan fungsinya

2. Anak didik yang berbagai-bagai tingkat kematangannya

3. Situasi yang berbagai-bagai keadaannya

4. Fasilitas yang berbagai-bagai keadaannya

5. Pribadi guru serta kemampuan profesionalnya yang berbeda-beda.

F. Metode Demonstrasi

Metode demonstrasi merupakan metode mengajar yang menyajikan

bahan pelajaran dengan mempertunjukkan secara langsung objek atau cara

melakukan sesuatu sehingga dapat memperlajarinya secara proses.

Demonstrasi dapat digunakan pada semua mata pelajaran disesuaikan dengan

topik dan tujuan pembelajaran yang akan dicapainya.

1. Karakteristik

Metode mengajar demonstrasi hakikatnya untuk menyamaikan

embelajaran ada siswa dalam penguasaan proses objek tertentu. Metode

mengajar demonstrasi juga identik dengan metode mengajar modeling.

Dalam pelaksanaan metode mengajar demonstrasi, selain guru yang

akan menjadi model juga dapat mendatangkan nara sumber yang akan

mendemonstrasikan objek materi pelajaran, dengan syarat harus

menguasai bahan materi yang didemonstrasikan, serta mengutamakan

aktivitas siswa untuk melakukan demonstrasi tersebut. Dalam

demonstrasi cenderung bahan dan situasi yang digunakan adalah objek

yang sebenarnya.

2. Prosedur

Prosedur metode demonstrasi yang haru dilakukan dalam pembelajaran

adalah sebagai berikut :

a. Mempersiapkan alat bantu yang akan digunakan dalam

pembelajaran

b. Memberikan penjelasan tentang topik yang akan didimonstrasikan.

c. Pelaksanaan demonstrasi bersamaan dengan perhatian dan peniruan

(12)

d. Penguatan (diskusi, tanya jawab, dan latihan ) terhadap hasil

demonstrasi

e. Kesimpulan

3. Prasyarat untuk Mengoptimalkan Pembelajaran Demonstrasi

Kemampuan guru yang perlu diperhatikan dalam menunjukkan

keberhasilan demonstrasi, diantaranya adalah (1) mampu secara proses

dalam melaksanakan demonstrasi materi atau topk yang dipraktikkan; (

2 ) Mampu mengelola kelas dan menguasai siswa secara menyeluruh; (

3 ) Mampu menggunakan alat bantu yang digunakan; ( 4 ) mampu

melaksanakan penilaian proses.

Kondisi dan kemampuan siswa yang harus diperhatikan untuk

menunjang demonstrasi, diantaranya adalah: (1) siswa memiliki

motivasi, perhatian, dan minat terhadap topik yang akan

didemonstrasikan; (2) memahami tentang tujuan/ maksud yang akan

didemostrasikan; (3) mampu mengamati proses yang didemonstrasikan;

(4) mampu mengidentifikasi kondisi dan alat yang digunakan dalam

demostrasi .

4. Keunggulan

Keunggulan implementasi metode mengajar demonstrasi dapat dicapai

apabila kondisi pembelajaran diciptakan secara efektif di antaranya

keunggulan tersebut adalah:

a. Siswa dapat memahami bahwa pelajaran sesuai dengan objek yang

sebenarnya;

b. Dapat mengembangkan rasa ingin tahu siswa;

c. Dapat melakukan pekerjaan berdasarkan proses yang sistematis;

d. Dapat mengetahui hubungan yang struktural atau urutan objek;

e. Dapat melakukan perbandingan dari beberapa objek.

5. Kelemahan

Kelemahan atau kendala-kendala yang kemungkinan perlu diantisipasi

(13)

a. Hanya dapat menimbulkan cara berpikir yang konkret saja

b. Jika jumlah siswa banyak dan posisi siswa tidak diatur maka

demonstrasi tidak efektif

c. Bergantung pada alat bantu yang sebenarnya

d. Sering terjadi siswa kurang berani dalam mencoba atau melakukan

praktik yang didemonstrasikan.

G. Media Pembelajaran

1. Pengertian Media Pembelajaran

Media pembelajaran secara umum adalah alat bantu proses belajar

mengajar. Segala sesuatu yang dapat dipergunakan untuk merangsang

pikiran, perasaan, perhatian dan kemampuan atau keterampilan

pebelajar sehingga dapat mendorong terjadinya proses belajar.

2. Fungsi Media Pembelajaran

Media pembelajaran berfungsi untuk merangsang pembelajaran dengan:

a. Menghadirkan obyek sebenarnya atau obyek yang langkah

b. Membuat duplikasi dari obyek yang sebenarnya

c. Membuat konsep abstrak ke konsep konkret

d. Memberi kesamaan persepsi

e. Mengatasi hambatan waktu, tempat, jumlah dan jarak

f. Menyajikan ulang informasi secara konsisten

g. Memberi suasana belajar yang tidak tertekan, santai dan menarik.

H. Macam Benda Dua Dimensi

Media dua dimensi adalah sebutan umum untuk alat peraga yang hanya

memiliki ukuran panjang dan lebar yang berada pada satu bidang datar.

Media dua dimensi memiliki ciri-ciri dimana media ini hanya dapat dilihat

dari bagian depannya saja dan tidak menampilkan unsur audio dan motion.

Hal ini tentunya berbeda dengan media tiga dimensi, dimana media tiga

dimensi tidak hanya dapat dilihat dari depan saja, akan tetapi bisa dilihat dari

(14)

Media dua dimensi merupakan media yang sering dipergunakanan dalam

kegiatan proses belajar mengajar karena disamping media dua dimensi

bentuknya sederhana, harganyapun cukup ekonomis, bahan-bahan media dua

dimensi mudah diperoleh, tanpa memerlukan peralatan khusus dan mudah

penempatannya atau dengan kata lain media dua dimensi tidak memerlukan

tempat yang husus.

I. Hasil Belajar

Hasil adalah sesuatu yang diadakan (dibuat, dijadikan, dsb) oleh usaha ;(Dedy Sugono, 2008:528). Sedangkan belajar sebagaimana telah diuraikan di atas adalah proses perubahan tingkah laku, sehingga hasil belajar dapat diartikan sebagai sesuatu yang diadakan oleh usaha merubah tingkahlaku.

Hasil belajar sering orang menyebutnya prestasi belajar. Menurut Winkel, prestasi adalah bukti keberhasilan usaha yang dicapai (Winkel, 1986 :162)

Untuk Melihat

Karil Lengkap

, silahkan

klik link

dibawah ini :

atau buka situs :

www.soalut.com

Referensi

Dokumen terkait

Seseorang dianggap telah belajar sesuatu jika ia mampu menunjukkan perubahan tingkah laku..  Misalnya: seorang siswa belum

Wina Sanjaya (2006:57) mengemukakan, belajar adalah proses perubahan tingkah laku. Namun demikian kita sulit melihat bagaimana proses terjadinya perubahan tingkah laku dalam

Hasil belajar tidak dapat dipisahkan dengan kegiatan belajar siswa karena kegiatan belajar merupakan proses sedangkan prestasi merupakan hasil perubahan tingkah laku siswa

Sedangkan konseling adalah proses usaha dari seorang konselor yang memiliki tujuan khusus dalam perubahan tingkah laku dan untuk menunjukkan baik buruknya sesuatu

Perubahan yang diperoleh individu setelah melalui suatu proses belajar meliputi perubahan keseluruhan tingkah laku. Jika seseorang belajar sesuatu, sebagi hasilnya ia akan

Disiplin membentuk perilaku yang terstruktur yang disesuaikan dengan waktu, maka dapat diuraikan bahwa disiplin belajar dalam konteks ini adalah Suatu tingkah laku,

Peningkatan keterampilan kewarganegaraan (civic skills) dapat diartikan sebagai suatu peningkatan hasil belajar dalam bentuk perubahan tingkah laku yang disadari

Hasil Belajar Menurut Hamalik 2001:159 bahwa “hasil belajar menunjukkan kepada prestasi belajar, sedangkan prestasi belajar itu merupakan indikator adanya derajat perubahan tingkah