• Tidak ada hasil yang ditemukan

Chapter II Kajian Eksperimental Performansi Motor Bakar Satu Silinder Dengan Bahan Bakar Biogas Dan Bahan Bakar Gas Lpg

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "Chapter II Kajian Eksperimental Performansi Motor Bakar Satu Silinder Dengan Bahan Bakar Biogas Dan Bahan Bakar Gas Lpg"

Copied!
32
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pendahuluan

Salah satu jenis penggerak mula yang banyak digunakan adalah mesin

kalor, yaitu mesin yang menggunakan energi termal untuk melakukan kerja

mekanik. Energi itu sendiri dapat diperoleh dari dengan proses pembakaran,

proses fisi bahan bakar nuklir, atau proses lain-lain. (Arismunandar, 1988)

Selanjutnya, jika ditinjau dari cara memperoleh sumber energi termal,

mesin kalor dapat dibagi menjadi dua bagian, yaitu :

1. Mesin pembakaran luar (external combustion mesin). Mesin pembakaran luar

adalah mesin dimana proses pembakaran terjadi diluar mesin, energi termal

dari hasil pembakaran dipindahkan kefluida kerja mesin melalui beberapa

dinding pemisah. Contohnya adalah mesin uap.

2. Mesin pembakaran dalam (internal combustion mesin). Mesin pembakaran

dalam adalah mesin dimana proses pembakaran berlangsung di dalam mesin

itu sendiri, sehingga gas pembakaran yang terjadi sekaligus berfungsi sebagai

fluida kerja. Mesin pembakaran dalam ini umumnya dikenal dengan sebutan

motor bakar. Contoh dari mesin kalor pembakaran dalam ini adalah motor

bakar torak dan turbin gas.

Jenis motor bakar torak itu sendiri berdasarkan proses penyalaan bahan bakarnya

terdiri dari dua bagian utama, yaitu :

1. Mesin bensin atau motor bensin dikenal dengan mesin “Otto” atau mesin “Beau

Des Rochas”. Pada motor bensin, penyalaan bahan bakar dilakukan oleh

percikan bunga api listrik dari antara ke dua elektroda busi. Oleh sebab

itu,motor bensin dikenal juga dengan sebutan Spark Ignition Engine (SIE).

2. Motor “Diesel”. Di dalam motor diesel, penyalaan bahan bakar terjadi dengan

sendirinya karena bahan bakar disemprotkan ke dalam silinder yang berisi

udara yang bertekanan dan bersuhu tinggi. Motor diesel ini disebut juga

(2)

Sedangkan berdasarkan siklus langkah kerjanya, motor bakar dapat

diklasifikasikan menjadi dua jenis, yaitu:

1. Motor dua langkah. Pengertian dari motor dua langkah adalah motor yang pada

dua langkah piston (satu putaran engkol) sempurna akan menghasilkan satu

tenaga kerja (satu langkah kerja).

2. Motor empat langkah. Pengertian dari motor empat langkah adalah motor yang

pada setiap empat langkah piston (dua putaran sudut engkol) sempurna

menghasilkan satu tenaga kerja (satu langkah kerja).

2.2 Motor Bensin

Motor bensin atau mesin Otto dari

pembakaran, dirancang untuk menggunakan bahan bakar bensin. Motor bensin

dilengkapi dengan busi dan karburator. Busi berfungsi sebagai penghasil loncatan

api yang akan menyalakan campuran udara dengan bahan bakar, karena hal ini

maka motor bensin disebut juga sebagai Spark Ignition Engine. Sedangkan

karburator merupakan tempat pencampuran udara dan bahan bakar .

(Arismunandar, 1988).

Mesin bensin o t t o berbeda

pencampuran bahan bakar dengan udara, dan mesin otto selalu menggunakan

penyalaan busi untuk proses pembakaran. Pada mesin diesel, hanya udara yang

dikompresikan dalam ruang bakar dan dengan sendirinya udara tersebut

terpanaskan, bahan bakar diinjeksikan ke dalam ruang bakar di akhir langkah

kompresi untuk bercampur dengan udara yang sangat panas, pada saat kombinasi

antara jumlah udara, jumlah bahan bakar, dan temperatur dalam kondisi tepat

maka campuran udara dan bakar tersebut akan terbakar dengan sendirinya.

Pada motor bensin, campuran udara dan bahan bakar yang dihisap ke

dalam silinder dimampatkan dengan torak kemudian dibakar untuk memperoleh

tenaga panas. Gas-gas hasil pembakaran dari bahan bakar akan meningkatkan

suhu dan tekanan di dalam silinder, sehingga torak yang berada di

dalam silinder akan bergerak turun-naik (bertranslasi) akibat menerima tekanan

(3)

Gambar 2.1 Mesin Bensin empat langkah

(Pulkrabek,W, 1997)

2.2.1 Cara Kerja Motor Bensin Empat Langkah

Motor bensin dapat dibedakan atas dua jenis yaitu motor bensin dua

langkah dan motor bensin empat langkah. Pada motor bensin dua langkah,

siklus terjadi dalam dua gerakan torak atau dalam satu putaran poros engkol.

Sedangkan motor bensin empat langkah, pada satu siklus terjadi dalam empat

langkah. Langkah-langkah yang terjadi pada motor bensin empat langkah dapat

dilihat pada gambar 2.1 dibawah ini :

Gambar 2.2 .(a) Diagram P-V Siklus Otto Ideal (b) Diagram T-S Siklus Otto

Ideal

(4)

Proses 0-1 : langkah isap

Proses 1-2 : kompresi isentropik

Proses 2-3 : proses pembakaran volume konstan dianggap sebagai proses

pemasukan kalor

Proses 3-4 : proses isentropik udara panas dengan tekanan tinggi mendorong

piston turun menuju TMB

Proses 4-1 : proses pelepasan kalor pada volume konstan piston

Proses 1-0 : langkah buang pada tekanan konstan

Langkah-langkah yang terjadi pada motor bensin empat langkah adalah:

1. Langkah isap

Pada langkah isap (0–1), campuran udara yang telah bercampur pada

karburator diisap ke dalam silinder (ruang bakar). Torak bergerak turun dari

titik mati atas (TMA) ke titik mati bawah (TMB) yang akan menyebabkan

kehampaan (vacum) di dalam silinder, maka dengan demikian campuran udara

dan bahan bakar (bensin) akan diisap ke dalam silinder. Selama langkah torak

ini, katup isap akan terbuka dan katup buang akan menutup.

2. Langkah Kompresi

Pada langkah kompresi (1–2), campuran udara dan bahan bakar yang

berada di dalam silinder dimampatkan oleh torak, dimana torak akan bergerak

dari TMB ke TMA dan kedua katup isap dan buang akan tertutup,

sedangkan busi akan memercikan bunga api dan bahan bakar mulai terbakar

akibatnya terjadi proses pemasukan panas pada langkah 2-3.

3. Langkah Ekspansi

Pada langkah ekspansi (3–4), campuran udara dan bahan bakar yang

diisap telah terbakar. Selama pembakaran, sejumlah energi dibebaskan,

sehingga suhu dan tekanan dalam silinder naik dengan cepat. Setelah

mencapai TMA, piston akan didorong oleh campuran udara dan bahan bakar

bertekanan tinggi menuju TMB. Tenaga mekanis ini diteruskan ke poros

engkol.Saat sebelum mencapai TMB, katup buang terbuka, Bahan bakar hasil

(5)

4. Langkah Pembuangan.

Pada langkah pembuangan (4–1-0), torak terdorong ke bawah

menuju TMB dan naik kembali ke TMA untuk mendorong ke luar gas-gas

yang telah terbakar di dalam silinder. Selama langkah ini, katup buang

membuka sedangkan katup isap menutup.

Pada motor bensin empat langkah, poros engkol berputar sebanyak dua

putaran penuh dalam satu siklus dan telah menghasilkan satu tenaga. Cara

kerja motor bensin empat langkah ini dapat dilihat pada gambar 2.2 berikut:

Gambar 2.3 Cara kerja motor bensin empat langkah

(Arismunandar, 1988)

2.3. Performansi Motor Bakar

Ada beberapa hal yang mempengaruhi performansi motor bensin, antara

lain besarnya perbandingan kompresi, tingkat homogenitas campuran bahan bakar

dengan udara, angka oktan bensin sebagai bahan bakar, tekanan udara masuk

ruang bakar. Semakin besar perbandingan udara motor akan semakin efisien, akan

tetapi semakin besar perbandingan kompresi akan menimbulkan knocking pada

motor yang berpotensi menurunkan daya motor, bahkan bisa menimbulkan

kerusakan serius pada komponen motor. Untuk mengatasi hal ini maka harus

dipergunakan bahan bakar yang memiliki angka oktan tinggi. Angka oktan pada

(6)

knocking tadi. Untuk memperbaiki kualitas campuran bahan bakar dengan udara

maka aliran udara dibuat turbulen, sehingga diharapkan tingkat homogenitas

campuran akan lebih baik.

2.3.1. Torsi dan Daya

Torsi yang dihasilkan suatu mesin dapat diukur dengan menggunakan

dynamometer yang dikopel dengan poros output mesin. Oleh karena sifat

dynamometer yang bertindak seolah-olah seperti sebuah rem dalam sebuah mesin,

maka daya yang dihasilkan poros output ini sering disebut sebagai daya rem

(Brake Power). Torsi adalah gaya putar yang dihasilkan oleh poros engkol atau

kemampuan motor untuk melakukan kerja, tetapi disini torsi merupakan jumlah

gaya putar yang diberikan ke suatu mesin atau motor bakar terhadap panjang

lengannya. Torsi biasanya diberi simbol

τ

, satuan untuk torsi dalam satuan SI

adalah Nm

�=(�−�)�

2 ...(2.1)

Dimana :

T = Torsi (Nm)

W = beban pengereman (Kg)

D = diameter puli (m)

S = beban pengimbang (Kg)

�� = 2 �60����...(2.2)

Dimana : PB = Daya Keluaran (watt)

n = Putaran Mesin (rpm)

(7)

Gambar 2.4 daya dan torsi sebagai fungsi putaran (Pulkrabek,W, 1997)

2.3.2. Konsumsi Bahan Bakar Spesifik (specific fuel consumption, sfc)

Konsumsi bahan bakar spesifik adalah parameter unjuk kerja mesin yang

berhubungan langsung dengan nilai ekonomis sebuah mesin, karena dengan

mengetahui hal ini dapat dihitung jumlah bahan bakar yang dibutuhkan untuk

menghasilkan sejumlah daya dalam selang waktu tertentu.

Bila daya rem dalam satuan kW dan laju aliran massa bahan bakar dalam

satuan kg/jam, maka :

��� = �̇�� 10

3

�� ...(2.3)

dimana : Sfc = konsumsi bahan bakar spesifik (g/kW.h).

�̇f = laju aliran bahan bakar (kg/jam)

Besarnya laju aliran massa bahan bakar (�̇f) dihitung dengan persamaan berikut :

�̇� = ������� 10 −3

�� �3600...(2.4)

(8)

�� = waktu untuk menghabiskan bahan bakar sebanyak volume uji (s)

2.3.3 Effisiensi Thermal Brake

Kerja berguna yang dihasilkan selalu lebih kecil dari pada energi yang diba

ngkitkan piston karena sejumlah energy hilang akibat adanya rugi–rugi mekanis

(mechanical losses). Dengan alasan ekonomis perlu dicari kerja maksimum yang

dapat dihasilkan dari pembakaran sejumlah bahan bakar. Efisiensi ini sering disebu

t sebagai efisiensi termal brake (brake thermal efficiency, ��)

�� = ������������������������������������...(2.5)

Laju panas yang masuk Q, dapat dihitung dengan rumus berikut :

Q = �̇� . LHV………...…………...….………(2.6) Dimana, LHV = nilai kalor bawah bahan bakar (kj/kg)

Jika daya keluaran (��) dalam satuan kW, laju aliran bahan bakar �� dalam satuan kg/jam, maka:

= ��

�̇�����3600...(2.7)

2.4. Teori Pembakaran

Pembakaran adalah reaksi kimia, yaitu elemen tertentu dari bahan bakar

setelah dinyalakan dan digabung dengan oksigen akan menimbulkan panas

sehingga menaikkan suhu dan tekanan LPG. Elemen mampu bakar (combustable)

yang utama adalah karbon (C) dan hidrogen (H), elemen mampu bakar yang lain

namun umumnya hanya sedikit terkandung dalam bahan bakar adalah sulfur (S).

Oksigen yang diperlukan untuk pembakaran diperoleh dari udara yang merupakan

campuran dari oksigen dan nitrogen.

Nitrogen adalah gas lembam dan tidak berpartisipasi dalam pembakaran.

Selama proses pembakaran, butiran minyak bahan bakar dipisahkan menjadi

elemen komponennya yaitu hidrogen dan karbon dan masing-masing bergabung

dengan oksigen dari udara secara terpisah. Hidrogen bergabung dengan oksigen

(9)

dioksida. Jika oksigen yang tersedia tidak cukup, maka sebagian dari karbon akan

bergabung dengan oksigen dalam bentuk karbon monoksida. Pembentukan karbon

monoksida hanya menghasilkan 30 % panas dibandingkan panas yang timbul oleh

pembentukan karbon dioksida.

2.4.1. Nilai Kalor Bahan Bakar

Reaksi kimia antara bahan bakar dengan oksigen dari udara menghasilkan

panas. Besarnya panas yang ditimbulkan jika satu satuan bahan bakar dibakar

sempurna disebut nilai kalor bahan bakar (Calorific Value, CV). Bedasarkan

asumsi ikut tidaknya panas laten pengembunan uap air dihitung sebagai bagian

dari nilai kalor suatu bahan bakar, maka nilai kalor bahan bakar dapat dibedakan

menjadi nilai kalor atas dan nili kalor bawah.

Nilai kalor atas (High Heating Value,HHV), merupakan nilai kalor yang

diperoleh secara eksperimen dengan menggunakan kalorimeter dimana hasil

pembakaran bahan bakar didinginkan sampai suhu kamar sehingga sebagian besar

uap air yang terbentuk dari pembakaran hidrogen mengembun dan melepaskan

panas latennya. Secara teoritis, besarnya nilai kalor atas (HHV) dapat dihitung

bila diketahui komposisi bahan bakarnya dengan menggunakan persamaan

Dulong :

HHV = 33950 + 144200 (H2-�2/8) + 9400 S……...………...(2.8)

Dimana: HHV = Nilai kalor atas (kJ/kg)

C = Persentase karbon dalam bahan bakar H2 = Persentase hidrogen dalam bahan bakar

O2 = Persentase oksigen dalam bahan bakar

S = Persentase sulfur dalam bahan bakar

Nilai kalor bawah (low Heating Value, LHV), merupakan nilai kalor bahan

bakar tanpa panas laten yang berasal dari pengembunan uap air. Umumnya

kandungan hidrogen dalam bahan bakar cair berkisar 15 % yang berarti setiap satu

satuan bahan bakar, 0,15 bagian merupakan hidrogen. Pada proses pembakaran

sempurna, air yang dihasilkan dari pembakaran bahan bakar adalah setengah dari

(10)

Selain berasal dari pembakaran hidrogen, uap air yang terbentuk pada

proses pembakaran dapat pula berasal dari kandungan air yang memang sudah ada

didalam bahan bakar (moisture). Panas laten pengkondensasian uap air pada

tekanan parsial 20 kN/m2 (tekanan yang umum timbul pada gas buang) adalah

sebesar 2400 kJ/kg, sehingga besarnya nilai kalor bawah (LHV) dapat dihitung

berdasarkan persamaan berikut :

LHV = HHV – 2400 (M + 9 H2)………(2.9)

Dimana: LHV = Nilai Kalor Bawah (kJ/kg)

M = Persentase kandungan air dalam bahan bakar (moisture)

Perhitungan efisiensi panas dari motor bakar dapat menggunakan nilai

kalor bawah (LHV) dengan asumsi pada suhu tinggi saat gas buang meninggalkan

mesin tidak terjadi pengembunan uap air. Namun dapat juga menggunakan nilai

kalor atas (HHV) karena nilai tersebut umumnya lebih cepat

tersedia. Peraturan pengujian berdasarkan ASME (American of Mechanical Enggi

-neers) menentukan penggunaan nilai kalor atas (HHV), sedangkan peraturan

SAE (Society of Automotive Engineers)menentukan penggunaan nilai kalor bawah

(LHV).

2.5 Liquified Petroleum Gas (LPG)

LPG (liquified petroleum gas), gas minyak bumi yang dicairkan atau yang

sering disebut elpiji adalah campuran dari berbagai unsur hidrokarbon yang

berasal dari

berubah menjadi cair. Komponennya didominasi

kecil, misalnya

LPG terdiri dari campuran utama propan dan butan dengan

sedikitpersentasi hidrokarbon tidak jenuh (propilen dan butilen dan beberapa

fraksi C2 yang lebih ringan dan C5 yang lebih berat. Senyawa yang terdapat

dalam LPG adalah propan (C3H8), proilen (C3H6), normal dan iso-butan (C4H10)

(11)

berbentuk gas pada tekanan atmosfer, namun dapat diembunkan menjadi bentuk

cair pada suhu normal, dengan tekanan yang cukup besar.

Pada kondisi atmosfer, elpiji akan berbentuk gas. Volume elpiji dalam

bentuk cair lebih kecil dibandingkan dalam bentuk LPG untuk berat yang sama.

Karena itu elpiji dipasarkan dalam bentuk cair dalam tabung-tabung logam

bertekanan. Untuk memungkinkan terjadinya ekspansi panas (thermal expansion)

dari cairan yang dikandungnya, tabung elpiji tidak diisi secara penuh, hanya

sekitar 80-85% dari kapasitasnya. Rasio antara volume gas bila menguap dengan

gas dalam keadaan cair bervariasi tergantung komposisi, tekanan dan temperatur,

tetapi biasaya sedir 250:1.

Tekanan di mana elpiji berbentuk cair, dinamaka

bervariasi tergantung komposisi dan temperatur; sebagai contoh, dibutuhkan

tekanan sedir 220 kPa (2.2 bar) bagi butana murni pada 20 °C (68 °F) agar

mencair, dan sedir 2.2 MPa (22 bar) bagi propana murni pada 55 °C (131 °F).

Menurut spesifikasinya, elpiji dibagi menjadi tiga jenis yaitu elpiji

campuran, elpiji propana dan elpiji butana. Spesifikasi masing-masing elpiji

tercantum dalam keputusan Direktur Jendral Minyak dan Gas Bumi Nomor:

25K/36/DDJM/1990. Elpiji yang dipasark

2.5.1 Proses Pengolahan LPG

LPG dapat dihasilkan dari hasil pemprosesan crude di kilang minyak, serta

pemisahan komponen C3 dan C4 dari gas alam maupun gas suar (Flare gas).

Perolehan gas LPG dari lapangan gas sangat bergantung dari komposisi gas alam

yang dihasilkan sumur gas. Gas dengan karakteristik ringan atau mengandung

sedikit hidrokarbon menengah dan berat umumnya kurang ekonomis untuk

dijadikan umpan produksi LPG. Hal ini disebabkan proses produksi LPG dari

metana memerlukan konversi energi yang tidak murah. Di lain pihak, gas

alam yang mengandung banyak mengandung hidrokarbon menengah (C3 hingga

C5), umumnya sesuai dengan umpan produksi LPG. Pada gambar 2.5 berikut

(12)

Gambar 2.5 Skema Pengolahan LPG

(PT BADAK NGL, 2009)

Proses pemisahan komponen C3 dan C4 dari gas alam dilakukan terhadap gas alam yang sudah dikurangi kadar air dan gas-gas asamnya (H2S, merkaptan, CO2), sejumlah teknologi dasar pemisahan yang dikenal dalam rancangan LPG

plant yang terintegrasi dengan proses produksi di lapangan LPG sebagai berikut:

• Pemisahan dengan cara penyerapan komponen C3-C4 oleh

hidrokarbon cair ringan (light oil absorption), diikuti dengan

pemisaham kembali C3-C4 dari hidrokarbon cair yang distaklasi;

• Pemisahan dengan cara mendinginkan gas-gas C3-C4 dengan

siklus refrijerasi hingga di bawah titik embunnya, sehingga gas-gas

tersebut terpisah sebagai produk cair;

• Pemisahan dengan cara pendinginan gas alam, dengan

memamfaatkan peristiwa penurunan temperatur gas jika dikurangi

tekanannya secara mendadak, sehingga komponen C3-C4 mengalami

pengembunan;

• Pemisahan komponen C3-C4 dengan menggunakan membrane

(13)

ringan (C1-C2) mampu menerobos membran, sedangkan komponen

LPG tertinggal dalam aliran gas umpan.

2.5.2 Sifat LPG

LPG (liquified petroleum gas) atau sering disebut elpiji mempunyai

sifat sebagai berikut:

• Cairan dapat menguap jika dilepas dan menyebar dengan cepat.

• LPG ini lebih berat dibanding udara sehingga akan banyak

menempati daerah yang rendah.

2.6. Biogas

Biogas adalah gas yang dihasilkan oleh bakteri metanogenik yang terjadi

pada bahan-bahan organik seperti kotoran manusia dan hewan, tumbuhan, limbah

pertanian, sampah atau limbah organik yang dapat terurai secara alami dalam

kondisi anaerobik.( tanpa oksigen), dan komponen peralatan yang digunakan

dalam proses tersebut digester. Biogas yang didominasi oleh gas metana,

merupakan gas yang dapat dibakar. Secara umum komposisi biogas dapat dilihat

pada tabel 2.1 berikut ini :

Tabel 2.1. Komposisi Jenis Gas dan Jumlahnya pada Suatu Unit Biogas

(14)

Seperti terlihat pada Tabel 2.1, komposisi biogas berkisar antara 60 % -70

% metana dan 30 % - 40 % karbondioksida. Biogas mengandung gas lain seperti

karbonmonoksida, hidrogen, nitrogen, oksigen, hidrogen sulfida, kandungan gas

tergantung dari bahan yang masuk ke dalam biodigester. Nitrogen dan oksigen

bukan merupakan hasil dari digester, ini mengindikasikan adanya kelemahan dari

sistem sehingga udara dapat masuk ke dalam digester. Hidrogen merupakan hasil

dari tahap pembentukan asam, pembentukan hidrogen sulfida oleh bakteri sulfat

disebabkan oleh konsentrasi ikatan sulfur. Biogas kira – kira memiliki berat 20 %

lebih ringan dibandingkan udara dan memiliki suhu pembakaran antara 650 ºC –

750 ºC.

Gas metana (CH4) adalah komponen penting dan utama dari biogas karena

merupakan bahan bakar yang berguna dan memiliki nilai kalor yang berguna dan

memiliki nilai kalor yan cukup tinggi yakni sekitar 4800 kkal/m3 (Harahap, 1978)

serta mempunyai sifat tidak berbau dan tidak berwarna. Jika gas yang dihasilkan

dari proses fermentasi anaerobik ini dapat terbakar, berarti mengandung

sedikitnya 45% gas metana. Untuk gas metana murni (100%) mempunyai nilai

kalor 8900 kkal/m3. Ketika dibakar 1ft3 gas bio menghasilkan sekitar 10 BTU

(2,52 Kkal) energi panas per persentase komposisi metana . Karena kalorinya

yang cukup tinggi itulah maka biogas dapat digunakan untuk penerangan,

memasak, menggerakkan mesin dan sebagainya.

Berikut ini adalah sifat-sifat umum biogas, yaitu :

1. Gas yang tidak berwarna

2. Gas tidak berbau

3. Merupakan komponen hidrokarbon yang terpendek

4. CH4 di atmosfer bereaksi dengan ozon membentuk CO2 dan H2O

5. Memiliki daya nyala yang sangat tinggi (flameable)

6. Tergolong sebagai gas rumah kaca (GRK)

7. Sumber metana terbesar adalah makhluk hidup (sebagian besar dari rayap,

(15)

juta ton/tahun secara berturut-turut dan sedikitnya dari pertanian.

8. Bila bereaksi dengan O2 akan menghasilkan CO2 dan H2O

CH4 + 2O2 CO2 + 2H2O

2.6.1 Nilai Potensial Biogas

Metana dalam biogas memiliki karakteristik memiliki sifat mudah terbakar

(flammable) dan dapat mengakibatkan ledakan. Hasil pembakarannya relatif lebih

bersih daripada batubara, dan menghasilkan energi yang lebih besar dengan emisi

karbondioksida yang lebih sedikit. Biogas merupakan bahan bakar alternatif

terbaik, karena biogas dapat menjadi bahan bakar ramah lingkungan memiliki

kandungan energi dalam jumlah yang besar, dan limbah biogas (residu) yang

dapat dimanfaatkan sebagai pupuk. Dengan adanya nilai potensial tersebut maka

sudah selayaknya biogas di manfaatkan. Nilai kesetaraan biogas dengan bahan

bakar lain dapat dilihat dari tabel 2.2. berikut :

Tabel 2.2 Kesetaraan Biogas Dibandingkan dengan Bahan Bakar Lain

Keterangan Bahan Bakar Lain

1 m3 Biogas

Elpiji 0,46 kg

Minyak tanah 0,62 liter

Minyak solar 0,52 liter

Bensin 0,80 liter

Gas kota 1,50 m3

Kayu bakar 3,50 kg

(Anonim, Departemen Pertanian, 2007)

2. 6. 2. Proses Produksi Biogas

Beberapa hal yang menarik pada teknologi biogas adalah kemampuannya

untuk membentuk biogas dari limbah organik yang jumlahnya berlimpah dan

tersedia secara bebas. Variasi dari sifat – sifat biokimia menyebabkan produksi

biogas juga bervariasi. Sejumlah bahan organik dapat digunakan bersama – sama

(16)

bakteri metan yang sesuai. Beberapa sifat bahan organik tersebut mempunyai

dampak yang nyata pada tingkat produksi gas.

Di dalam proses produksi biogas, terjadi dua tahap yaitu penyiapan bahan

baku dan proses penguraian anaerobik oleh mikroorganisme untuk menghasilkan

gas metan.

a. Bahan Baku

Biogas berasal dari proses fermentasi bahan – bahan organik, diantaranya

yaitu :

1) Limbah tanaman : tebu, rumput - rumputan, jagung, gandum, dan

lain-lain.

2) Limbah dari hasil produksi : minyak, penggilingan padi, limbah sagu.

3) Hasil samping industri : tembakau, limbah pengolahan buah – buahan

dan sayuran, dedak, kain dari tekstil, ampas tebu dari industri gula dan

tapioka, industri tahu (limbah cair).

4) Limbah perairan : alga laut, tumbuh – tumbuhan air.

5) Limbah peternakan : kotoran sapi, kotoran kerbau, kotoran kambung,

kotoran unggas, dan lain – lain.

Salah satu permasalahan yang dihadapi dalam fermentasi anaerob adalah

keberadaan senyawa – senyawa tertentu yang bertindak sebagai inhibitor. Oleh

karena itu perlu ditambahkan sesuatu pada bahan baku supaya menghilangkan

pengaruh inhibitor yang ada.

Hubungan antara jumlah karbon dan nitrogen yang terdapat pada bahan

organik dinyatakan dalam terminologi rasio karbon / nitrogen (C/N). Apabila rasio

C/N sangat tinggi, nitrogen akan dikonsumsi sangat cepat oleh bakteri metan

sampai batas persyaratan protein dan tak lama bereaksi ke arah kiri pada

kandungan karbon pada bahan. Sebagai akibatnya, produksi metan akan menjadi

rendah. Sebaliknya, apabila rasio C/N sangat rendah, nitrogen akan bebas dan

berakumulasi dalam bentuk amoniak (NH4). NH4 akan meningkatkan derajat pH

(17)

racun pada populasi bakteri metan. Rasio ideal C/N untuk proses dekomposisi

anaerob untuk menghasilkan metan adalah 30. Oleh karena itu, pada proses

pencampuran bahan baku diusahakan memenuhi rasio ideal. dalam tabel 2.3

berikut dapat dilihat perbandingan C/N berbagai bahan organik.

Tabel 2.3. Perbandingan C/N untuk Beragai Bahan Organik ( Sufyandi. A, 2001)

Bahan Organik Perbandingan C/N Total N pada

Keadaan Kering (%)

Penggunaan limbah sebagai bahan baku biogas memerlukan metode

pengumpulan, penyiapan, penanganan dan penyimpanan yang memadai.

Pemilihan metode didasarkan pada sifat dan jumlah bahan baku yang bervariasi.

Sifat alami bahan baku adalah padatan, semi padatan, atau cairan. Sejalan dengan

itu sistem penanganannya harus sesuai dengan kondisi setempat.

b. Proses Anaerob

Proses penguraian oleh mikroorganisme untuk menguraikan bahan – bahan

organik terjadi secara anaerob. Pada prinsipnya proses anaerob adalah proses

biologi yang berlangsung pada kondisi tanpa oksigen oleh mikroorganisme

tertentu yang mampu mengubah senyawa organik menjadi metana (biogas).

Proses ini banyak dikembangkan untuk mengolah kotoran hewan dan manusia

atau air limbah yang kandungan bahan organiknya tinggi. Sisa pengolahan bahan

organik dalam bentuk padat digunakan untuk kompos.Secara umum, proses

anaerob terdiri dari tiga tahap yaitu : hidrolisis, pembentukan asam, dan

(18)

jumlah yang besar dalam kotoran unggas karena reproduksinya sangat cepat.

Organisme ini memecah senyawa organik kompleks menjadi senyawa yang lebih

sederhana. Senyawa sederhana diuraikan oleh bakteri penghasil asam ( acid

forming bacteria ) menjadi asam lemak dengan berat molekul rendah seperti asam

asetat dan asam butirat. Selanjutnya bakteri metanogenik mengubah asam – asam

tersebut menjadi metana.

Proses pembentukan biogas dapat dibagi menjadi 3 tahap sebagai berikut :

1) Tahap Hidrolisis

Tahap pertama dari penguraian anaerob adalah hidrolisis yaitu

depolimerisasi atau pelarutan makromolekul substrat menjadi molekul yang lebih

sederhana. Reaksi hidrolisis dilakukan oleh enzim ekstraseluler yaitu enzim

hidrolase. Pada proses ini enzim hidrolase dapat menguraikan karbohidrat,

protein, dan lemak menjadi senyawa – senyawa sederhana seperti monomer gula,

asam amino, dan asam lemak rantai panjang. Bakteri yang berperan dalam proses

hidrolisis diantaranya Clostridium acidiuric dan Clostridium cylindrosporum.

Proses hidrolisis merupakan proses perubahan senyawa organik tidak

terlarut menjadi senyawa organik terlarut. Mikroorganisme yang berperan dalam

proses hidrolisis merupakan senyawa yang paling dominan selama proses

anaerobic.

Hidrolisis merupakan tahap reaksi paling lambat untuk substrat padat

sehingga merupakan tahap penentu dari reaksi anaerob. Penguraian senyawa ini

dilakukan oleh kelompaok bakteri hidrolisa seperti steptococci, bacteriodes, dan

beberapa jenis enterobactericeae

2) Tahap Pembentukan Asam

Tahap pembentukan asam (acidogenesis) adalah proses pengubahan

senyawa organik sederhana dari hasil hidrolisis dan fermetasi menjadi asam. Hasil

hidrolisis dimanfaatkan oleh bakteri pembentuk asam menjadi asam – asam

organik. Bakteri jenis ini tumbuh cepat (waktu regenerasi 30 menit) pada

(19)

menghasilkan energi terbesar bagi bakteri pembentuk asam untuk

pertumbuhannya. Contoh bakteri pembentuk asam adalah Clostridium

propionicum, Clostridium histolitycum, Clostridium acetobutylicum, dan

Clostridium butylicum.

Bakteri pembentuk asam mengubah senyawa organik sederhana menjadi

asam organik seperti asam asetat, asam propionat, asam butirat dan senyawa lain

(hidrogen, karbondioksida dan air). Bakteri asetogenik mengubah asam propionat

dan butirat menjadi asam, hidrogen dan karbondioksida.

3) Tahap Pembentukan Metana

Metanogenesis merupakan tahapan terakhir dan sekaligus yang paling

menentukan, yakni melakukan penguraian produk dan sintetis tahap sebelumnya

untuk menghasilkan gas metana (CH4).Metana dibentuk dari dua jalur yaitu jalur

asam asetat, jalur CO2 dan H2. Bakteri yang terlibat adalah bakteri asetoklastik

(asetoclastic methane bacteria) yang bersimbiosis dengan bakteri pembentuk

asam, dengan cara mengubah asam asetat sehingga pH sistem dapat dikontrol.

Bakteri pengkonsumsi hidrogen (hydrogen utilysing bacteria) membentuk metana

dari CO2 dan H2.

Proses pembentukan biogas dapat dilihat dari gambar 2.6 sebagai berikut :

(20)

Adapun faktor – faktor yang mempengaruhi aktivitas mikroorganisme

anaerob yaitu:

1. Temperatur

Gabungan bakteri anaerob bekerja dibawah tiga kelompok temperatur

utama. Gas metana dapat diproduksi pada tiga tipe range temperatur sesuai dengan

bakteri yang hadir. Bakteri psyhrophilic 0 0C – 7 0C, bakteri mesophilic pada

temperatur 13 0C – 40 0C sedangkan thermophilic pada temperatur 55 0C – 60 0C.

Temperatur yang optimal untuk digester adalah temperatur 30 0C – 35 0C,

kisaran temperatur ini mengkombinasikan kondisi terbaik untuk pertumbuhan

bakteri dan produksi metan di dalam digester dengan lama proses yang pendek.

Temperatur yang tinggi/range thermophilic jarang digunakan karena sebagian

besar bahan sudah dicerna dengan baik pada range temperatur mesophilic, selain

itu bakteri thermophilic mudah mati karena perubahan temperatur,

keluaran/sludge memiliki kualitas yang rendah untuk pupuk, berbau dan tidak

ekonomis untuk mempertahankan pada temperatur yang tinggi, khususnya pada

iklim dingin.

Bakteri mesophilic adalah bakteri yang mudah dipertahankan pada

kondisi buffer yang mantap (well buffered) dan dapat tetap aktif pada perubahan

temperatur yang kecil, khususnya bila perubahan berjalan perlahan. Pada

temperatur yang rendah 15 0C laju aktivitas bakteri sekitar setengahnya dari laju

aktivitas pada temperatur 35 0C. Pada temperatur 10 0C – 7 0C dan di bawah

temperatur aktivitas, bakteri akan berhenti beraktifitas dan pada range ini bakteri

fermentasi menjadi dorman sampai termperatur naik kembali hingga batas

aktivasi. Apabila bakteri bekerja pada temperatur 40 0C produksi gas akan

berjalan dengan cepat hanya beberapa jam tetapi untuk sisa hari itu hanya akan

diproduksi gas yang sedikit. Seperti halnya proses secara biologi tingkat produksi

metana berlipat untuk tiap peningkatan temperatur sebesar 10 0C – 15 0C. Jumlah

total dari gas yang diproduksi pada jumlah bahan yang tetap, meningkat seiring

(21)

Lebih lanjut, yang harus diperhatikan pada proses biometananisasi adalah

perubahan temperatur, karena proses tersebut sangat sensitif terhadap perubahan

temperatur. Perubahan temperatur tidak boleh melebihi batas temperatur yang

diijinkan. Untuk bakteri psychrophilic selang perubahan temperatur berkisar

antara 2 0C/jam, bakteri mesophilic 1 0C/jam dan bakteri thermophilic 0,50C/jam.

Walaupun demikian perubahan temperatur antara siang dan malam tidak menjadi

masalah besar untuk aktifitas metabolisme. Sangat penting untuk menjaga

temperatur tetap stabil apabila temperatur tersebut telah dicapai. Panas sangat

penting untuk meningkatkan temperatur bahan yang masuk ke dalam biodigester

dan untuk mengganti kehilangan panas dari permukaan biodigester. Kehilangan

panas pada biodigester dapat diatasi dengan meminimalkan kehilangan panas dari

bahan.

2. Nilai pH

Derajat keasaman memiliki efek terhadap aktivasi biologi dan

mempertahankan pH agar stabil penting untuk semua kehidupan. Kebanyakan dari

proses kehidupan memiliki kisaran pH antara 5 – 9. Nilai pH yang dibutuhkan

untuk digester antara 7 – 8.5. Bila proses tidak dimulai dengan membibitkan

bakteri metan, seperti memasukkan kotoran hewan ke dalam kolam, kondisi buffer

tidak akan tercipta dan perubahan yang terjadi adalah : selama tahap awal dari

proses sekitar 2 minggu, pH akan turun hingga 6, atau lebih rendah, ketika

sejumlah CO2 diberikan. Hal ini akan terjadi selama 3 bulan dengan penurunan

keasaman yang lambat (6 bulan pada cuaca yang dingin) selama waktu itu ikatan

asam volatile terbentuk. Seperti pada pencernaan, karbondioksida dan metana

diproduksi dan pH perlahan meningkat hingga 7. Ketika campuran menjadi

berkurang keasamannya maka fermentasi metanlah yang mengambil alih proses

pencernaan. Sehingga nilai pH meningkat di atas netral hingga 7.5 – 8.5. Setelah

itu campuran menjadi buffer yang mantap (well buffered), dimana bila

dimasukkan asam/basa dalam jumlah yang banyak, campuran akan stabil dengan

sendirinya pada pH 7.5 – 8.5. Pertumbuhan bakteri penghasil gas metana akan

baik bila pH bahannya pada keadaan alkali (basa). Bila proses fermentasi

(22)

berkisar antara 7 – 8.5. Bila derajat keasaman lebih kecil atau lebih besar dari

batas, maka bahan tersebut akan mempunyai sifat toksik terhadap bakteri

metanogenik.

3. Nutrisi

Bakteri anaerobik membutuhkan nutrisi sebagai sumber energi yang

mengandung nitrogen, fosfor, magnesium, natrium, mangan, kalsium dan kobalt.

Level nutrisi harus sekurangnya lebih dari konsentrasi optimum yang dibutuhkan

oleh bakteri metanogenik, karena apabila terjadi kekurangan nutrisi akan menjadi

penghambat bagi pertumbuhan bakteri. Penambahan nutrisi dengan bahan yang

sederhana seperti glukosa, buangan industri dan sisa – sisa tanaman terkadang

diberikan dengan tujuan menambah pertumbuhan di dalam digester. Walaupun

demikian kekurangan bukan merupakan masalah bagi mayoritas bahan, karena

biasanya bahan memberikan jumlah nutrisi yang mencukupi. Nutrisi yang penting

bagi pertumbuhan bakteri, dapat bersifat toksik apabila konsentrasi di dalam

bahan terlalu banyak. Pada kasus nitrogen berlebihan, sangat penting untuk

mempertahankan pada level yang optimal untuk mencapai digester yang baik

tanpa adanya efek toksik.

4. Ion Kuat dan Salinitas

Salinitas (kandungan garam) NaCl 0.2M dilaporkan memiliki pengaruh

yang minimal terhadap populasi metanogenik, namun salinitas yang lebih besar

dapat bersifat inhibitor.

5. Keracunan dan Hambatan

Keracunan (toxicity) dan hambatan (inhibition) proses anaerob dapat

disebabkan oleh berbagai hal, misalnya produk antara asam lemak mudah

menguap (volatile) yang dapat mempengaruhi pH. Pertumbuhan mikroba

metanogenik terbatas jika jumlah asam lemaknya berlebihan. Amonia, hidrogen

sulfida dan asam lemak volatil berasal dari reduksi nitrat oleh bakteri yang juga

(23)

Zat- zat penghambat lain terhadap aktivitas mikroorganisme pada proses anaerob

diantaranya kandungan logan berat sianida.

6. Faktor Konsentrasi Padatan dan Pencampuran Substrat

Konsentrasi ideal padatan untuk memproduksi biogas adalah 7 – 9 %

kandungan kering. Kondisi ini dapat membuat proses digester anaerob berjalan

dengan baik.

Walaupun tidak ada informasi yang pasti, mobilitas bakteri metanogen di

dalam bahan secara berangsur – angsur dihalangi oleh peningkatan kandungan

padatan yang berakibat terhambatnya pembentukan biogas. Selain itu yang

terpenting untuk proses fermentasi yang baik diperlukan pencampuran bahan yang

baik akan menjamin proses fermentasi yang stabil di dalam pencerna.

Hal yang paling penting dalam pencampuran bahan adalah :

a) Menghilangkan unsur – unsur hasil metabolisme berupa gas

(metabolites) yang dihasilkan oleh bakteri metanogen ;

b) Mencampurkan bahan segar dengan populasi bakteri agar proses

fermentasi merata ;

c) Menyeragamkan temperatur di seluruh bagian pencerna ;

d) Menyeragamkan kerapatan sebaran populasi bakteri ;

e) Mencegah ruang kosong pada campuran bahan.

2.6. 3. Faktor –faktor yang Mempengaruhi Produksi Biogas

Banyak faktor yang mempengaruhi keberhasilan produksi biogas, antara

lain:

1. Bahan Baku

Bahan baku isian berupa bahan organik seperti kotoran ternak, limbah

pertanian, sisa dapur dan sampah organik. Bahan isian harus terhindar dari bahan

(24)

Bahan baku dalam bentuk selulosa lebih mudah dicerna oleh bakteri

anaerobik. Sebaliknya, pencernaan akan lebih sukar dilakukan bakteri anaerob jika

bahan bakunya banyak mengandung zat kayu atau lignin. Kotoran sapi dan kerbau

sangat baik dijadikan bahan baku karena banyak mengandung selulosa .

2. Rasio Karbon Dan Nitrogen (C/N)

Karbon dan Nitrogen adalah sumber makanan utama bagi bakteri anaerob,

sehingga pertumbuhan optimum bakteri sangat dipengaruhi unsur ini, dimana

Karbon dibutuhkan untuk mensuplai energi dan Nitrogen dibutuhkan untuk

membentuk struktur sel bakteri. Nitrogen amonia pada konsentrasi yang tinggi

dapat menghambat proses fermentasi anaerob. Konsentrasi yang baik berkisar

200– 1500 mg/lt dan bila melebihi 3000 mg/lt akan bersifat toxic. Proses

fermentasi anaerob akan berlangsung optimum bila rasio C:N bernilai 30:1,

dimana jumlah karbon 30 kali dari jumlah nitrogen. (Yunus, M, 1995)

C/N rasio dengan nilai 30 (C/N = 30/1 atau karbon 30 kali dari jumlah

nitrogen) akan menciptakan proses pencernaan pada tingkat yang optimum, bila

kondisi yang lain juga mendukung. Bila terlalu banyak karbon, nitrogen akan

habis terlebih dahulu. Hal ini akan menyebabkan proses berjalan dengan lambat.

Bila nitrogen terlalu banyak (CN rasio rendah; misalnya 30/15), maka karbon

habis terlebih dahulu dan proses fermentasi berhenti .

Ternak ruminansia seperti sapi, kambing dan domba rata-rata lebih lama

dalam menghasilkan gas bio dibandingkan dengan ternak non ruminansia.

Lamanya produksi gas bio disebabkan oleh mutu pakan yang lebih rendah,

sehingga rasio C/N tinggi akibatnya perkembangan mikroba pembentuk gas lebih

lama dibandingkan yang bermutu tinggi. Tinggi rendahnya mutu ini tergantung

pada nilai N (nitrogen) di dalam ransum. Namun demikian nilai N juga tergantung

pada C (karbon). Jadi, perbandingan C dan N akan menentukan lama tidaknya

proses pembentukan gas bio .( (Yunus, M, 1995)

Mikroorganisme membutuhkan nitrogen dan karbon untuk proses

asimilasi. Karbon digunakan sebagai energi sedangkan nitrogen digunakan untuk

membangun struktur sel. Bakteri penghasil metana menggunakan karbon 30 kali

(25)

Untuk menentukan bahan organik digester adalah dengan melihat

rasio/perbandingan antara Karbon (C) dan Nitrogen (N). Beberapa percobaan

menunjukkan bahwa metabolisme bakteri anaerobik akan baik pada rasio C/N

antara 20-30. Jika rasio C/N tinggi, Nitrogen akan cepat dikonsumsi bakteri

anaerobik guna memenuhi kebutuhan proteinnya, sehingga bakteri tidak akan

bereaksi kembali saat kandungan Karbon tersisa. Jika rasio C/N rendah, Nitrogen

akan terlepas dan berkumpul membentuk amoniak sehingga akan meningkatkan nilai

PH bahan. Nilai PH yang lebih tinggi dari 8,5 akan dapat meracuni bakteri anaerobik.

Untuk menjaga rasio C/N, bahan organik rasio tinggi dapat dicampur bahan organik

rasio C/N rendah. Rasio C/N beberapa bahan organik dapat dilihat pada Tabel 2.3.

Tabel 2.3. Rasio C/N beberapa bahan organik (Karki dkk, 1984)

Bahan Organik Rasio C/N

Kotoran bebek 8

Serbuk gergaji > 200

3. Kandungan Bahan Kering

Bahan isian dalam pembuatan biogas harus berupa bubur. Bentuk bubur

ini dapat diperoleh bila bahan bakunya mempunyai kandungan air yang tinggi.

Bahan baku dengan kadar air yang rendah dapat dijadikan berkadar air tinggi

dengan menambahkan air ke dalamnya dengan perbandingan tertentu sesuai

dengan kadar bahan kering bahan tersebut. Bahan baku yang paling baik

(26)

Setiap kotoran atau bahan baku akan berbeda sifat pengencerannya.

Kotoran sapi segar misalnya, mempunyai kadar bahan kering 18 %. Agar

diperoleh kandungan bahan isian sebesar 7-9 % bahan kering, bahan baku tersebut

perlu diencerkan dengan air dengan perbandingan 1:1 (bahan baku : air). Adonan

tersebut lalu diaduk sampai tercampur rata .

Ternyata kotoran masing-masing jenis ternak mempunyai kandungan

bahan kering yang berbeda-beda. Perbedaan bahan kering yang dikandung

berbagai macam kotoran ternak akan membuat penambahan air yang berlainan.

Untuk lebih jelasnya dapat diterangkan seperti pada tabel 2.4 di bawah ini.

Tabel 2.4. Perkiraan Produksi Dan Kandungan bahan kering kotoran beberapa

jenis ternak (Fontenot, J.p dkk, 1993)

Jenis Ternak Bobot

Gas metana dapat diproduksi pada 3 tingkat temperature sesuai dengan

bakteri yang hadir. Bakteri psyhriphilic 0-7 oC, bakteri mesophilic pada

temperatur 13-40 oC sedangkan termophilic pada temperatur 55-60 oC.

Temperatur yang optimal untuk digester adalah temperatur 30-35 oC, kisaran

temperatur ini mengkombinasikan kondisi terbaik untuk pertumbuhan bakteri dan

produksi metana di dalam digester dengan lama proses yang pendek. Temperatur

(27)

bahan sudah dicerna dengan baik pada tingkat temperatur mesophilic, selain itu

bakteri termophilic mudah mati karena perubahan temperatur .

Dekomposisi bahan-bahan organik dibawah kondisi anaerobik

menghasilkan suatu gas yang sebagian besar terdiri atas campuran metana dan

arang oksida. Gas ini dikenal sebagai gas rawa ataupun bio gas. Campuran gas ini

adalah hasil dari fermentasi atau peranan anaerobic disebabkan sejumlah besar

mikroorganisme terutama bakteri metana. Suhu yang baik untuk proses fermentasi

adalah berkisar 30 oC -55 oC .

Temperatur yang tinggi akan memberikan hasil biogas yang baik namun

suhu tersebut sebaiknya tidak boleh melebihi suhu kamar. Bakteri ini hanya dapat

subur bila suhu disekitarnya berada pada suhu kamar. Suhu yang baik untuk

proses pembentukan biogas berkisar antara 20-40 oC dan suhu optimum antara

28-30 oC .

5. Derajat Keasaman (pH)

Derajat keasaman (pH) sangat berpengaruh terhadap pertumbuhan

aktivitas bakteri. Kisaran pH optimal untuk produksi metana adalah 7-7,2 tetapi

pada kisaran 7,2-8,0 masih diizinkan. Untuk mencegah penurunan pH pada awal

pencernaan dan menjaga pH pada kisaran yang diizinkan, maka dibutuhkan buffer

yakni dengan penambahan larutan kapur .

Derajat keasaman sangat berpengaruh terhadap kehidupan mikroorganisme.

Derajat keasaman yang optimum bagi kehidupan mikroorganisme adalah 6,8-7,8.

Pada tahap awal fermentasi bahan organik akan terbentuk asam (asam organik)

yang akan menurunkan pH. Untuk mencegah terjadinya penurunan pH dapat

dilakukan dengan menambahkan larutan kapur (Ca(OH)2) atau kapur CaCO3 .

6. Lama Fermentasi

Secara umum proses fermentasi/pencernaan limbah ternak di dalam tangki

pencerna dapat berlangsung 60-90 hari, proses terbentuknya gas bio pada hari

ke-5 dengan suhu pencernaan 28 oC.

Produksi biogas sudah terbentuk sekitar 10 hari. Setelah 10 hari fermentasi

(28)

biogas sebesar 50% . Pada hari ke 30 fermentasi jumlah gas bio yang terbentuk

mencapai maksimal, dan setelah 30 hari fermentasi terjadi penurunan jumlah gas

bio . Waktu lama cerna untuk beberapa kotoran ternak dapat dilihat pada tabel

berikut :

Tabel 2.5. Produksi biogas dan Lama cerna (Retention time) kotoran ternak di

dalam tangki pencerna (Uli, W. dkk, 1989)

Jenis Kotoran Ternak Lama Cerna (hari)

Sapi 60-80

Sapi + Jerami 10 % 60-100

Babi 40-60

Babi + Jerami 10 % 60-80

Ayam 80

Kambing/Domba 80-100

2.6.4. Sistem Penyimpanan Biogas

Secara umum biogas yang diproduksi langsung dialirkan melalui pipa ke

kompor biogas,lampu maupun genset. Untuk hal tersebut maka perlu meninjau

beberapa aspek penting terkait dengan efisiensi dan tingkat keamanan penggunaan

tabung.

ada beberapa faktor yang penting diperhatikan untuk penyimpanan

sementara biogas yaitu :

1. Volume simpan yang diperlukan biasanya tidak besar

2. Kemungkinan korosi dari gas H2S atau uap air yang masih terkandung dalam

biogas,

3. Biaya penyimpanan karena nilai ekonomi biogas relatif rendah.

Selain hal tersebut dalam penyimpanan sementara biogas ada beberapa faktor lain,

yaitu sistem penekanan gas ke dalam tabung. Ada tiga jenis sistem penekanan

yang digunakan yaitu:

1. Sistem penyimpanan biogas bertekanan rendah,

2. Sistem penyimpanan biogas bertekanan menengah dan

(29)

Untuk lebih jelas dapat kita lihat pada tabel berikut :

Tabel 2.6. Opsi penyimpanan biogas (Tambunan, A.H., dkk. 2009)

Tujuan Penyimpanan

Tekanan (Psi)

Sistem

Penyimpanan Bahan Ukuran (ft)

Penyimpanan

< 0,1 Tutup terapung Karet / plastik Bervariasi sesuai kebutuhan harian

berpemberat Karet / plastik 880 - 28000

Atap terapung Karet / plastik Bervariasi sesuai kebutuhan harian

komersial Baja Alloy 350

Biogas dapat disimpan pada kisaran tekanan 2 hingga 200 psi untuk sistem

penyimpanan biogas bertekanan rendah. Penyimpanan dengan tekanan menengah

juga jarang diterapkan, karena korosi terhadap komponen penyimpan, sehingga

untuk meningkatkan keamanan penggunaan diperlukan pemisahan biogas dari gas

H2S .

Sementara jika tujuan penyimpanan ingin diarahkan pada penyimpanan

bertekanan tinggi, dan ingin dirubah kedalam fase cair/ liquid maka diperlukan

(30)

menggunakan program aplikasi Refpro (Gambar 2.7), menunjukkan bahwa titik

kritis dari metan dan karbon dioksida masing-masing adalah -82.7 oC pada 45.96

MPa, dan 31oC pada 73.825 MPa. Refpro sendiri merupakan program aplikasi

yang digunakan untuk mengghitung properti termodinamika berbagai zat.

Hubungan tekanan metan dengan CO2 dapat kita lihat gambar 2.7 berikut :

Gambar 2.7. Diagram tekanan uap metan dan CO2 (Tambunan, A.H., dkk . 2009)

Gambar dan penjelasan diatas menunjukkan bahwa pada suhu lingkungan

(30 oC) metana tidak dapat dicairkan hanya dengan memberikan tekanan akan

tetapi dengan penurunan suhu sekitar -173 oC pada tekanan 1 atmosfir (0.1 MPa),

atau dengan membuat kombinasi penurunan suhu dan peningkatan tekanan. Hal

ini juga berarti, jika ingin menerapkan perlakuan penyimpanan biogas bertekanan

(31)

Penggunaan penyimpanan biogas bertekanan rendah adalah cara yang

paling efisien diantara ketiga metode yang ada, karena selain dapat dilakukan pada

tekanan operasi lebih rendah, penampung juga dapat dibuat dari bahan elastis

yang lebih murah biayanya daripada menggunakan baja. Selain itu biogas yang

dihasilkan dari biodigester tidak perlu lagi dipisahkan kandungannya H2S (karena

faktor keamanan yang terganggu akibat sifat korosif yang ditimbulkan H2S)

seperti halnya yang terjadi jika digunakan penyimpanan bertekanan menengah.

Atau bahkan penyimpanan biogas bertekanan tinggi, dimana biaya menjadi

masalah utama, selain itu penyimpanan ini lebih cocok diterapakan untuk

pengempaan biomethane. Ditambah lagi biomethane sejajar perlakuan

penyimpanannya seperti gas komersial lainnya, dimana untuk penyimpanan

tekanan tinggi diperlukan penggunaan silinder baja untuk meningkatkan

keamanan. Sehingga memang memerlukan biaya yang jauh lebih tinggi dari pada

3 jenis pengempaan yang ada.

2.7. Dinamometer

Dinamometer digunakan untuk mengukur torsi pada keseluruhan operasi

mesin. Dewasa ini dinamometer digunakan pengukuran pada seluruh

perkembangan dari mesin, mulai dari percobaan dan pengetesan motor bersilinder

tunggal sampai motor pesawat terbang. Tetapi dalam hal ini jika mesin dalam

keadaan tetap atau diam maka pengukuran dayannya sederhana dan mudah dibuat,

tetapi untuk keadaan dinamis sukar untuk menentukan pengukuran dayanya.

Ukuran atau besaran untuk kerja suatu motor biasanya dalam bentuk torsi dan

tenaga kuda.

Dinamometer yang digunakan ialah tipe rope brake dinamometer dimana

penyerapan daya dilaksanakan dengan memberikan gesekan mekanis dengan tali

pada sekeliling roda (pulley). Pengaturan beban dilakukan dengan memutar baut

pengatur. Keuntungan dari rope brake adalah konstruksi sangat sederhana, murah,

dan mudah untuk dibuat serta sangat baik untuk putaran rendah. Bahan tali

(32)

Gambar 2.8 Rope brake Dinamometer

(Khurmi. R.S 2005)

Gambar 2.9 Desain Rope Brake Dynamometer

2.8 Mesin Potong Rumput

Mesin potong rumput adalah alat yang berfungsi memotong rumput atau

tanaman lain yang tumbuh di tanah, mesin potong rumput pada umumnya terdiri

dari beberapa komponen , yaitu mesin baik motor bakar atau motor listrik sebagai

penggerak mula, blade atau pisau yang berfungsi untuk memotong rumput, dan

poros yang berfungsi sebagai penerus daya ke blade. Seiring dengan

perkembangan zaman mesin potong rumput ada beberapa tipe yaitu, dipegang

dengan tangan dan ada yang di kendarai seperti mobil.

Gambar

Gambar 2.1 Mesin Bensin empat langkah
Gambar 2.3 Cara kerja motor bensin empat langkah
Gambar 2.4  daya dan torsi sebagai fungsi putaran (Pulkrabek,W, 1997)
Gambar 2.5 Skema Pengolahan LPG
+7

Referensi

Dokumen terkait

Kapasitas Lebar pendekat rata-rata Median Jalan Utama Ukuran Kota Hambatan Samping Belok kiri. Belok Kanan Rasio Minor/

Basically, according to Tan and KiranaRahardja (2010:24-25), &#34;the administration of glucose that serves to replace water lost through sweating, therefore it can

Tindakan motivasi sekolah rendah, tidak mengikuti pelajaran dikelas, tidak pernah belajar, sering keluar malam, sering membuat gaduh dalam kelas, kurang mengontrol diri,

Ruang Kantor Kesatuan Bangsa dan Perlindungan Masyarakat (KES- BANGLINMAS) termasuk dalam kategori kondisi lingkungan yang tidak dapat di tolerir dengan suhu

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan antara pemberian motivasi dan fungsi pengawasan Kepala Puskesmas dengan ketepatan pengumpulan SP3 di

Untuk menciptakan checks and balances terhadap lembaga peradilan antara lain perlu diusahakan agar putusan- putusan pengadilan dapat diketahui secara terbuka dan transparan

HUBUNGAN ANTARA FUNGSI KOORDINASI DAN PENGAWASAN OLEH KOORDINATOR PROGRAM IMUNISASI PUSKESMAS DENGAN KETEPATAN WAKTU LAPORAN IMUNISASI BULANAN DI KABUPATEN BANJARNEGARA TAHUN

Ditempatkan oleh Mandom Corporation pada tahun 2010 ke Perseroan dan diangkat sebagai Direktur oleh RUPS tanggal 22 April 2010 sebagaimana dicantumkan dalam Akta Berita Acara