BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Pendahuluan
Salah satu jenis penggerak mula yang banyak digunakan adalah mesin
kalor, yaitu mesin yang menggunakan energi termal untuk melakukan kerja
mekanik. Energi itu sendiri dapat diperoleh dari dengan proses pembakaran,
proses fisi bahan bakar nuklir, atau proses lain-lain. (Arismunandar, 1988)
Selanjutnya, jika ditinjau dari cara memperoleh sumber energi termal,
mesin kalor dapat dibagi menjadi dua bagian, yaitu :
1. Mesin pembakaran luar (external combustion mesin). Mesin pembakaran luar
adalah mesin dimana proses pembakaran terjadi diluar mesin, energi termal
dari hasil pembakaran dipindahkan kefluida kerja mesin melalui beberapa
dinding pemisah. Contohnya adalah mesin uap.
2. Mesin pembakaran dalam (internal combustion mesin). Mesin pembakaran
dalam adalah mesin dimana proses pembakaran berlangsung di dalam mesin
itu sendiri, sehingga gas pembakaran yang terjadi sekaligus berfungsi sebagai
fluida kerja. Mesin pembakaran dalam ini umumnya dikenal dengan sebutan
motor bakar. Contoh dari mesin kalor pembakaran dalam ini adalah motor
bakar torak dan turbin gas.
Jenis motor bakar torak itu sendiri berdasarkan proses penyalaan bahan bakarnya
terdiri dari dua bagian utama, yaitu :
1. Mesin bensin atau motor bensin dikenal dengan mesin “Otto” atau mesin “Beau
Des Rochas”. Pada motor bensin, penyalaan bahan bakar dilakukan oleh
percikan bunga api listrik dari antara ke dua elektroda busi. Oleh sebab
itu,motor bensin dikenal juga dengan sebutan Spark Ignition Engine (SIE).
2. Motor “Diesel”. Di dalam motor diesel, penyalaan bahan bakar terjadi dengan
sendirinya karena bahan bakar disemprotkan ke dalam silinder yang berisi
udara yang bertekanan dan bersuhu tinggi. Motor diesel ini disebut juga
Sedangkan berdasarkan siklus langkah kerjanya, motor bakar dapat
diklasifikasikan menjadi dua jenis, yaitu:
1. Motor dua langkah. Pengertian dari motor dua langkah adalah motor yang pada
dua langkah piston (satu putaran engkol) sempurna akan menghasilkan satu
tenaga kerja (satu langkah kerja).
2. Motor empat langkah. Pengertian dari motor empat langkah adalah motor yang
pada setiap empat langkah piston (dua putaran sudut engkol) sempurna
menghasilkan satu tenaga kerja (satu langkah kerja).
2.2 Motor Bensin
Motor bensin atau mesin Otto dari
pembakaran, dirancang untuk menggunakan bahan bakar bensin. Motor bensin
dilengkapi dengan busi dan karburator. Busi berfungsi sebagai penghasil loncatan
api yang akan menyalakan campuran udara dengan bahan bakar, karena hal ini
maka motor bensin disebut juga sebagai Spark Ignition Engine. Sedangkan
karburator merupakan tempat pencampuran udara dan bahan bakar .
(Arismunandar, 1988).
Mesin bensin o t t o berbeda
pencampuran bahan bakar dengan udara, dan mesin otto selalu menggunakan
penyalaan busi untuk proses pembakaran. Pada mesin diesel, hanya udara yang
dikompresikan dalam ruang bakar dan dengan sendirinya udara tersebut
terpanaskan, bahan bakar diinjeksikan ke dalam ruang bakar di akhir langkah
kompresi untuk bercampur dengan udara yang sangat panas, pada saat kombinasi
antara jumlah udara, jumlah bahan bakar, dan temperatur dalam kondisi tepat
maka campuran udara dan bakar tersebut akan terbakar dengan sendirinya.
Pada motor bensin, campuran udara dan bahan bakar yang dihisap ke
dalam silinder dimampatkan dengan torak kemudian dibakar untuk memperoleh
tenaga panas. Gas-gas hasil pembakaran dari bahan bakar akan meningkatkan
suhu dan tekanan di dalam silinder, sehingga torak yang berada di
dalam silinder akan bergerak turun-naik (bertranslasi) akibat menerima tekanan
Gambar 2.1 Mesin Bensin empat langkah
(Pulkrabek,W, 1997)
2.2.1 Cara Kerja Motor Bensin Empat Langkah
Motor bensin dapat dibedakan atas dua jenis yaitu motor bensin dua
langkah dan motor bensin empat langkah. Pada motor bensin dua langkah,
siklus terjadi dalam dua gerakan torak atau dalam satu putaran poros engkol.
Sedangkan motor bensin empat langkah, pada satu siklus terjadi dalam empat
langkah. Langkah-langkah yang terjadi pada motor bensin empat langkah dapat
dilihat pada gambar 2.1 dibawah ini :
Gambar 2.2 .(a) Diagram P-V Siklus Otto Ideal (b) Diagram T-S Siklus Otto
Ideal
Proses 0-1 : langkah isap
Proses 1-2 : kompresi isentropik
Proses 2-3 : proses pembakaran volume konstan dianggap sebagai proses
pemasukan kalor
Proses 3-4 : proses isentropik udara panas dengan tekanan tinggi mendorong
piston turun menuju TMB
Proses 4-1 : proses pelepasan kalor pada volume konstan piston
Proses 1-0 : langkah buang pada tekanan konstan
Langkah-langkah yang terjadi pada motor bensin empat langkah adalah:
1. Langkah isap
Pada langkah isap (0–1), campuran udara yang telah bercampur pada
karburator diisap ke dalam silinder (ruang bakar). Torak bergerak turun dari
titik mati atas (TMA) ke titik mati bawah (TMB) yang akan menyebabkan
kehampaan (vacum) di dalam silinder, maka dengan demikian campuran udara
dan bahan bakar (bensin) akan diisap ke dalam silinder. Selama langkah torak
ini, katup isap akan terbuka dan katup buang akan menutup.
2. Langkah Kompresi
Pada langkah kompresi (1–2), campuran udara dan bahan bakar yang
berada di dalam silinder dimampatkan oleh torak, dimana torak akan bergerak
dari TMB ke TMA dan kedua katup isap dan buang akan tertutup,
sedangkan busi akan memercikan bunga api dan bahan bakar mulai terbakar
akibatnya terjadi proses pemasukan panas pada langkah 2-3.
3. Langkah Ekspansi
Pada langkah ekspansi (3–4), campuran udara dan bahan bakar yang
diisap telah terbakar. Selama pembakaran, sejumlah energi dibebaskan,
sehingga suhu dan tekanan dalam silinder naik dengan cepat. Setelah
mencapai TMA, piston akan didorong oleh campuran udara dan bahan bakar
bertekanan tinggi menuju TMB. Tenaga mekanis ini diteruskan ke poros
engkol.Saat sebelum mencapai TMB, katup buang terbuka, Bahan bakar hasil
4. Langkah Pembuangan.
Pada langkah pembuangan (4–1-0), torak terdorong ke bawah
menuju TMB dan naik kembali ke TMA untuk mendorong ke luar gas-gas
yang telah terbakar di dalam silinder. Selama langkah ini, katup buang
membuka sedangkan katup isap menutup.
Pada motor bensin empat langkah, poros engkol berputar sebanyak dua
putaran penuh dalam satu siklus dan telah menghasilkan satu tenaga. Cara
kerja motor bensin empat langkah ini dapat dilihat pada gambar 2.2 berikut:
Gambar 2.3 Cara kerja motor bensin empat langkah
(Arismunandar, 1988)
2.3. Performansi Motor Bakar
Ada beberapa hal yang mempengaruhi performansi motor bensin, antara
lain besarnya perbandingan kompresi, tingkat homogenitas campuran bahan bakar
dengan udara, angka oktan bensin sebagai bahan bakar, tekanan udara masuk
ruang bakar. Semakin besar perbandingan udara motor akan semakin efisien, akan
tetapi semakin besar perbandingan kompresi akan menimbulkan knocking pada
motor yang berpotensi menurunkan daya motor, bahkan bisa menimbulkan
kerusakan serius pada komponen motor. Untuk mengatasi hal ini maka harus
dipergunakan bahan bakar yang memiliki angka oktan tinggi. Angka oktan pada
knocking tadi. Untuk memperbaiki kualitas campuran bahan bakar dengan udara
maka aliran udara dibuat turbulen, sehingga diharapkan tingkat homogenitas
campuran akan lebih baik.
2.3.1. Torsi dan Daya
Torsi yang dihasilkan suatu mesin dapat diukur dengan menggunakan
dynamometer yang dikopel dengan poros output mesin. Oleh karena sifat
dynamometer yang bertindak seolah-olah seperti sebuah rem dalam sebuah mesin,
maka daya yang dihasilkan poros output ini sering disebut sebagai daya rem
(Brake Power). Torsi adalah gaya putar yang dihasilkan oleh poros engkol atau
kemampuan motor untuk melakukan kerja, tetapi disini torsi merupakan jumlah
gaya putar yang diberikan ke suatu mesin atau motor bakar terhadap panjang
lengannya. Torsi biasanya diberi simbol
τ
, satuan untuk torsi dalam satuan SIadalah Nm
�=(�−�)�
2 ...(2.1)
Dimana :
T = Torsi (Nm)
W = beban pengereman (Kg)
D = diameter puli (m)
S = beban pengimbang (Kg)
�� = 2 �60����...(2.2)
Dimana : PB = Daya Keluaran (watt)
n = Putaran Mesin (rpm)
Gambar 2.4 daya dan torsi sebagai fungsi putaran (Pulkrabek,W, 1997)
2.3.2. Konsumsi Bahan Bakar Spesifik (specific fuel consumption, sfc)
Konsumsi bahan bakar spesifik adalah parameter unjuk kerja mesin yang
berhubungan langsung dengan nilai ekonomis sebuah mesin, karena dengan
mengetahui hal ini dapat dihitung jumlah bahan bakar yang dibutuhkan untuk
menghasilkan sejumlah daya dalam selang waktu tertentu.
Bila daya rem dalam satuan kW dan laju aliran massa bahan bakar dalam
satuan kg/jam, maka :
��� = �̇�� 10
3
�� ...(2.3)
dimana : Sfc = konsumsi bahan bakar spesifik (g/kW.h).
�̇f = laju aliran bahan bakar (kg/jam)
Besarnya laju aliran massa bahan bakar (�̇f) dihitung dengan persamaan berikut :
�̇� = ������� 10 −3
�� �3600...(2.4)
�� = waktu untuk menghabiskan bahan bakar sebanyak volume uji (s)
2.3.3 Effisiensi Thermal Brake
Kerja berguna yang dihasilkan selalu lebih kecil dari pada energi yang diba
ngkitkan piston karena sejumlah energy hilang akibat adanya rugi–rugi mekanis
(mechanical losses). Dengan alasan ekonomis perlu dicari kerja maksimum yang
dapat dihasilkan dari pembakaran sejumlah bahan bakar. Efisiensi ini sering disebu
t sebagai efisiensi termal brake (brake thermal efficiency, ��)
�� = ������������������������������������...(2.5)
Laju panas yang masuk Q, dapat dihitung dengan rumus berikut :
Q = �̇� . LHV………...…………...….………(2.6) Dimana, LHV = nilai kalor bawah bahan bakar (kj/kg)
Jika daya keluaran (��) dalam satuan kW, laju aliran bahan bakar �� dalam satuan kg/jam, maka:
�� = ��
�̇�����3600...(2.7)
2.4. Teori Pembakaran
Pembakaran adalah reaksi kimia, yaitu elemen tertentu dari bahan bakar
setelah dinyalakan dan digabung dengan oksigen akan menimbulkan panas
sehingga menaikkan suhu dan tekanan LPG. Elemen mampu bakar (combustable)
yang utama adalah karbon (C) dan hidrogen (H), elemen mampu bakar yang lain
namun umumnya hanya sedikit terkandung dalam bahan bakar adalah sulfur (S).
Oksigen yang diperlukan untuk pembakaran diperoleh dari udara yang merupakan
campuran dari oksigen dan nitrogen.
Nitrogen adalah gas lembam dan tidak berpartisipasi dalam pembakaran.
Selama proses pembakaran, butiran minyak bahan bakar dipisahkan menjadi
elemen komponennya yaitu hidrogen dan karbon dan masing-masing bergabung
dengan oksigen dari udara secara terpisah. Hidrogen bergabung dengan oksigen
dioksida. Jika oksigen yang tersedia tidak cukup, maka sebagian dari karbon akan
bergabung dengan oksigen dalam bentuk karbon monoksida. Pembentukan karbon
monoksida hanya menghasilkan 30 % panas dibandingkan panas yang timbul oleh
pembentukan karbon dioksida.
2.4.1. Nilai Kalor Bahan Bakar
Reaksi kimia antara bahan bakar dengan oksigen dari udara menghasilkan
panas. Besarnya panas yang ditimbulkan jika satu satuan bahan bakar dibakar
sempurna disebut nilai kalor bahan bakar (Calorific Value, CV). Bedasarkan
asumsi ikut tidaknya panas laten pengembunan uap air dihitung sebagai bagian
dari nilai kalor suatu bahan bakar, maka nilai kalor bahan bakar dapat dibedakan
menjadi nilai kalor atas dan nili kalor bawah.
Nilai kalor atas (High Heating Value,HHV), merupakan nilai kalor yang
diperoleh secara eksperimen dengan menggunakan kalorimeter dimana hasil
pembakaran bahan bakar didinginkan sampai suhu kamar sehingga sebagian besar
uap air yang terbentuk dari pembakaran hidrogen mengembun dan melepaskan
panas latennya. Secara teoritis, besarnya nilai kalor atas (HHV) dapat dihitung
bila diketahui komposisi bahan bakarnya dengan menggunakan persamaan
Dulong :
HHV = 33950 + 144200 (H2-�2/8) + 9400 S……...………...(2.8)
Dimana: HHV = Nilai kalor atas (kJ/kg)
C = Persentase karbon dalam bahan bakar H2 = Persentase hidrogen dalam bahan bakar
O2 = Persentase oksigen dalam bahan bakar
S = Persentase sulfur dalam bahan bakar
Nilai kalor bawah (low Heating Value, LHV), merupakan nilai kalor bahan
bakar tanpa panas laten yang berasal dari pengembunan uap air. Umumnya
kandungan hidrogen dalam bahan bakar cair berkisar 15 % yang berarti setiap satu
satuan bahan bakar, 0,15 bagian merupakan hidrogen. Pada proses pembakaran
sempurna, air yang dihasilkan dari pembakaran bahan bakar adalah setengah dari
Selain berasal dari pembakaran hidrogen, uap air yang terbentuk pada
proses pembakaran dapat pula berasal dari kandungan air yang memang sudah ada
didalam bahan bakar (moisture). Panas laten pengkondensasian uap air pada
tekanan parsial 20 kN/m2 (tekanan yang umum timbul pada gas buang) adalah
sebesar 2400 kJ/kg, sehingga besarnya nilai kalor bawah (LHV) dapat dihitung
berdasarkan persamaan berikut :
LHV = HHV – 2400 (M + 9 H2)………(2.9)
Dimana: LHV = Nilai Kalor Bawah (kJ/kg)
M = Persentase kandungan air dalam bahan bakar (moisture)
Perhitungan efisiensi panas dari motor bakar dapat menggunakan nilai
kalor bawah (LHV) dengan asumsi pada suhu tinggi saat gas buang meninggalkan
mesin tidak terjadi pengembunan uap air. Namun dapat juga menggunakan nilai
kalor atas (HHV) karena nilai tersebut umumnya lebih cepat
tersedia. Peraturan pengujian berdasarkan ASME (American of Mechanical Enggi
-neers) menentukan penggunaan nilai kalor atas (HHV), sedangkan peraturan
SAE (Society of Automotive Engineers)menentukan penggunaan nilai kalor bawah
(LHV).
2.5 Liquified Petroleum Gas (LPG)
LPG (liquified petroleum gas), gas minyak bumi yang dicairkan atau yang
sering disebut elpiji adalah campuran dari berbagai unsur hidrokarbon yang
berasal dari
berubah menjadi cair. Komponennya didominasi
kecil, misalnya
LPG terdiri dari campuran utama propan dan butan dengan
sedikitpersentasi hidrokarbon tidak jenuh (propilen dan butilen dan beberapa
fraksi C2 yang lebih ringan dan C5 yang lebih berat. Senyawa yang terdapat
dalam LPG adalah propan (C3H8), proilen (C3H6), normal dan iso-butan (C4H10)
berbentuk gas pada tekanan atmosfer, namun dapat diembunkan menjadi bentuk
cair pada suhu normal, dengan tekanan yang cukup besar.
Pada kondisi atmosfer, elpiji akan berbentuk gas. Volume elpiji dalam
bentuk cair lebih kecil dibandingkan dalam bentuk LPG untuk berat yang sama.
Karena itu elpiji dipasarkan dalam bentuk cair dalam tabung-tabung logam
bertekanan. Untuk memungkinkan terjadinya ekspansi panas (thermal expansion)
dari cairan yang dikandungnya, tabung elpiji tidak diisi secara penuh, hanya
sekitar 80-85% dari kapasitasnya. Rasio antara volume gas bila menguap dengan
gas dalam keadaan cair bervariasi tergantung komposisi, tekanan dan temperatur,
tetapi biasaya sedir 250:1.
Tekanan di mana elpiji berbentuk cair, dinamaka
bervariasi tergantung komposisi dan temperatur; sebagai contoh, dibutuhkan
tekanan sedir 220 kPa (2.2 bar) bagi butana murni pada 20 °C (68 °F) agar
mencair, dan sedir 2.2 MPa (22 bar) bagi propana murni pada 55 °C (131 °F).
Menurut spesifikasinya, elpiji dibagi menjadi tiga jenis yaitu elpiji
campuran, elpiji propana dan elpiji butana. Spesifikasi masing-masing elpiji
tercantum dalam keputusan Direktur Jendral Minyak dan Gas Bumi Nomor:
25K/36/DDJM/1990. Elpiji yang dipasark
2.5.1 Proses Pengolahan LPG
LPG dapat dihasilkan dari hasil pemprosesan crude di kilang minyak, serta
pemisahan komponen C3 dan C4 dari gas alam maupun gas suar (Flare gas).
Perolehan gas LPG dari lapangan gas sangat bergantung dari komposisi gas alam
yang dihasilkan sumur gas. Gas dengan karakteristik ringan atau mengandung
sedikit hidrokarbon menengah dan berat umumnya kurang ekonomis untuk
dijadikan umpan produksi LPG. Hal ini disebabkan proses produksi LPG dari
metana memerlukan konversi energi yang tidak murah. Di lain pihak, gas
alam yang mengandung banyak mengandung hidrokarbon menengah (C3 hingga
C5), umumnya sesuai dengan umpan produksi LPG. Pada gambar 2.5 berikut
Gambar 2.5 Skema Pengolahan LPG
(PT BADAK NGL, 2009)
Proses pemisahan komponen C3 dan C4 dari gas alam dilakukan terhadap gas alam yang sudah dikurangi kadar air dan gas-gas asamnya (H2S, merkaptan, CO2), sejumlah teknologi dasar pemisahan yang dikenal dalam rancangan LPG
plant yang terintegrasi dengan proses produksi di lapangan LPG sebagai berikut:
• Pemisahan dengan cara penyerapan komponen C3-C4 oleh
hidrokarbon cair ringan (light oil absorption), diikuti dengan
pemisaham kembali C3-C4 dari hidrokarbon cair yang distaklasi;
• Pemisahan dengan cara mendinginkan gas-gas C3-C4 dengan
siklus refrijerasi hingga di bawah titik embunnya, sehingga gas-gas
tersebut terpisah sebagai produk cair;
• Pemisahan dengan cara pendinginan gas alam, dengan
memamfaatkan peristiwa penurunan temperatur gas jika dikurangi
tekanannya secara mendadak, sehingga komponen C3-C4 mengalami
pengembunan;
• Pemisahan komponen C3-C4 dengan menggunakan membrane
ringan (C1-C2) mampu menerobos membran, sedangkan komponen
LPG tertinggal dalam aliran gas umpan.
2.5.2 Sifat LPG
LPG (liquified petroleum gas) atau sering disebut elpiji mempunyai
sifat sebagai berikut:
• Cairan dapat menguap jika dilepas dan menyebar dengan cepat.
• LPG ini lebih berat dibanding udara sehingga akan banyak
menempati daerah yang rendah.
2.6. Biogas
Biogas adalah gas yang dihasilkan oleh bakteri metanogenik yang terjadi
pada bahan-bahan organik seperti kotoran manusia dan hewan, tumbuhan, limbah
pertanian, sampah atau limbah organik yang dapat terurai secara alami dalam
kondisi anaerobik.( tanpa oksigen), dan komponen peralatan yang digunakan
dalam proses tersebut digester. Biogas yang didominasi oleh gas metana,
merupakan gas yang dapat dibakar. Secara umum komposisi biogas dapat dilihat
pada tabel 2.1 berikut ini :
Tabel 2.1. Komposisi Jenis Gas dan Jumlahnya pada Suatu Unit Biogas
Seperti terlihat pada Tabel 2.1, komposisi biogas berkisar antara 60 % -70
% metana dan 30 % - 40 % karbondioksida. Biogas mengandung gas lain seperti
karbonmonoksida, hidrogen, nitrogen, oksigen, hidrogen sulfida, kandungan gas
tergantung dari bahan yang masuk ke dalam biodigester. Nitrogen dan oksigen
bukan merupakan hasil dari digester, ini mengindikasikan adanya kelemahan dari
sistem sehingga udara dapat masuk ke dalam digester. Hidrogen merupakan hasil
dari tahap pembentukan asam, pembentukan hidrogen sulfida oleh bakteri sulfat
disebabkan oleh konsentrasi ikatan sulfur. Biogas kira – kira memiliki berat 20 %
lebih ringan dibandingkan udara dan memiliki suhu pembakaran antara 650 ºC –
750 ºC.
Gas metana (CH4) adalah komponen penting dan utama dari biogas karena
merupakan bahan bakar yang berguna dan memiliki nilai kalor yang berguna dan
memiliki nilai kalor yan cukup tinggi yakni sekitar 4800 kkal/m3 (Harahap, 1978)
serta mempunyai sifat tidak berbau dan tidak berwarna. Jika gas yang dihasilkan
dari proses fermentasi anaerobik ini dapat terbakar, berarti mengandung
sedikitnya 45% gas metana. Untuk gas metana murni (100%) mempunyai nilai
kalor 8900 kkal/m3. Ketika dibakar 1ft3 gas bio menghasilkan sekitar 10 BTU
(2,52 Kkal) energi panas per persentase komposisi metana . Karena kalorinya
yang cukup tinggi itulah maka biogas dapat digunakan untuk penerangan,
memasak, menggerakkan mesin dan sebagainya.
Berikut ini adalah sifat-sifat umum biogas, yaitu :
1. Gas yang tidak berwarna
2. Gas tidak berbau
3. Merupakan komponen hidrokarbon yang terpendek
4. CH4 di atmosfer bereaksi dengan ozon membentuk CO2 dan H2O
5. Memiliki daya nyala yang sangat tinggi (flameable)
6. Tergolong sebagai gas rumah kaca (GRK)
7. Sumber metana terbesar adalah makhluk hidup (sebagian besar dari rayap,
juta ton/tahun secara berturut-turut dan sedikitnya dari pertanian.
8. Bila bereaksi dengan O2 akan menghasilkan CO2 dan H2O
CH4 + 2O2 CO2 + 2H2O
2.6.1 Nilai Potensial Biogas
Metana dalam biogas memiliki karakteristik memiliki sifat mudah terbakar
(flammable) dan dapat mengakibatkan ledakan. Hasil pembakarannya relatif lebih
bersih daripada batubara, dan menghasilkan energi yang lebih besar dengan emisi
karbondioksida yang lebih sedikit. Biogas merupakan bahan bakar alternatif
terbaik, karena biogas dapat menjadi bahan bakar ramah lingkungan memiliki
kandungan energi dalam jumlah yang besar, dan limbah biogas (residu) yang
dapat dimanfaatkan sebagai pupuk. Dengan adanya nilai potensial tersebut maka
sudah selayaknya biogas di manfaatkan. Nilai kesetaraan biogas dengan bahan
bakar lain dapat dilihat dari tabel 2.2. berikut :
Tabel 2.2 Kesetaraan Biogas Dibandingkan dengan Bahan Bakar Lain
Keterangan Bahan Bakar Lain
1 m3 Biogas
Elpiji 0,46 kg
Minyak tanah 0,62 liter
Minyak solar 0,52 liter
Bensin 0,80 liter
Gas kota 1,50 m3
Kayu bakar 3,50 kg
(Anonim, Departemen Pertanian, 2007)
2. 6. 2. Proses Produksi Biogas
Beberapa hal yang menarik pada teknologi biogas adalah kemampuannya
untuk membentuk biogas dari limbah organik yang jumlahnya berlimpah dan
tersedia secara bebas. Variasi dari sifat – sifat biokimia menyebabkan produksi
biogas juga bervariasi. Sejumlah bahan organik dapat digunakan bersama – sama
bakteri metan yang sesuai. Beberapa sifat bahan organik tersebut mempunyai
dampak yang nyata pada tingkat produksi gas.
Di dalam proses produksi biogas, terjadi dua tahap yaitu penyiapan bahan
baku dan proses penguraian anaerobik oleh mikroorganisme untuk menghasilkan
gas metan.
a. Bahan Baku
Biogas berasal dari proses fermentasi bahan – bahan organik, diantaranya
yaitu :
1) Limbah tanaman : tebu, rumput - rumputan, jagung, gandum, dan
lain-lain.
2) Limbah dari hasil produksi : minyak, penggilingan padi, limbah sagu.
3) Hasil samping industri : tembakau, limbah pengolahan buah – buahan
dan sayuran, dedak, kain dari tekstil, ampas tebu dari industri gula dan
tapioka, industri tahu (limbah cair).
4) Limbah perairan : alga laut, tumbuh – tumbuhan air.
5) Limbah peternakan : kotoran sapi, kotoran kerbau, kotoran kambung,
kotoran unggas, dan lain – lain.
Salah satu permasalahan yang dihadapi dalam fermentasi anaerob adalah
keberadaan senyawa – senyawa tertentu yang bertindak sebagai inhibitor. Oleh
karena itu perlu ditambahkan sesuatu pada bahan baku supaya menghilangkan
pengaruh inhibitor yang ada.
Hubungan antara jumlah karbon dan nitrogen yang terdapat pada bahan
organik dinyatakan dalam terminologi rasio karbon / nitrogen (C/N). Apabila rasio
C/N sangat tinggi, nitrogen akan dikonsumsi sangat cepat oleh bakteri metan
sampai batas persyaratan protein dan tak lama bereaksi ke arah kiri pada
kandungan karbon pada bahan. Sebagai akibatnya, produksi metan akan menjadi
rendah. Sebaliknya, apabila rasio C/N sangat rendah, nitrogen akan bebas dan
berakumulasi dalam bentuk amoniak (NH4). NH4 akan meningkatkan derajat pH
racun pada populasi bakteri metan. Rasio ideal C/N untuk proses dekomposisi
anaerob untuk menghasilkan metan adalah 30. Oleh karena itu, pada proses
pencampuran bahan baku diusahakan memenuhi rasio ideal. dalam tabel 2.3
berikut dapat dilihat perbandingan C/N berbagai bahan organik.
Tabel 2.3. Perbandingan C/N untuk Beragai Bahan Organik ( Sufyandi. A, 2001)
Bahan Organik Perbandingan C/N Total N pada
Keadaan Kering (%)
Penggunaan limbah sebagai bahan baku biogas memerlukan metode
pengumpulan, penyiapan, penanganan dan penyimpanan yang memadai.
Pemilihan metode didasarkan pada sifat dan jumlah bahan baku yang bervariasi.
Sifat alami bahan baku adalah padatan, semi padatan, atau cairan. Sejalan dengan
itu sistem penanganannya harus sesuai dengan kondisi setempat.
b. Proses Anaerob
Proses penguraian oleh mikroorganisme untuk menguraikan bahan – bahan
organik terjadi secara anaerob. Pada prinsipnya proses anaerob adalah proses
biologi yang berlangsung pada kondisi tanpa oksigen oleh mikroorganisme
tertentu yang mampu mengubah senyawa organik menjadi metana (biogas).
Proses ini banyak dikembangkan untuk mengolah kotoran hewan dan manusia
atau air limbah yang kandungan bahan organiknya tinggi. Sisa pengolahan bahan
organik dalam bentuk padat digunakan untuk kompos.Secara umum, proses
anaerob terdiri dari tiga tahap yaitu : hidrolisis, pembentukan asam, dan
jumlah yang besar dalam kotoran unggas karena reproduksinya sangat cepat.
Organisme ini memecah senyawa organik kompleks menjadi senyawa yang lebih
sederhana. Senyawa sederhana diuraikan oleh bakteri penghasil asam ( acid
forming bacteria ) menjadi asam lemak dengan berat molekul rendah seperti asam
asetat dan asam butirat. Selanjutnya bakteri metanogenik mengubah asam – asam
tersebut menjadi metana.
Proses pembentukan biogas dapat dibagi menjadi 3 tahap sebagai berikut :
1) Tahap Hidrolisis
Tahap pertama dari penguraian anaerob adalah hidrolisis yaitu
depolimerisasi atau pelarutan makromolekul substrat menjadi molekul yang lebih
sederhana. Reaksi hidrolisis dilakukan oleh enzim ekstraseluler yaitu enzim
hidrolase. Pada proses ini enzim hidrolase dapat menguraikan karbohidrat,
protein, dan lemak menjadi senyawa – senyawa sederhana seperti monomer gula,
asam amino, dan asam lemak rantai panjang. Bakteri yang berperan dalam proses
hidrolisis diantaranya Clostridium acidiuric dan Clostridium cylindrosporum.
Proses hidrolisis merupakan proses perubahan senyawa organik tidak
terlarut menjadi senyawa organik terlarut. Mikroorganisme yang berperan dalam
proses hidrolisis merupakan senyawa yang paling dominan selama proses
anaerobic.
Hidrolisis merupakan tahap reaksi paling lambat untuk substrat padat
sehingga merupakan tahap penentu dari reaksi anaerob. Penguraian senyawa ini
dilakukan oleh kelompaok bakteri hidrolisa seperti steptococci, bacteriodes, dan
beberapa jenis enterobactericeae
2) Tahap Pembentukan Asam
Tahap pembentukan asam (acidogenesis) adalah proses pengubahan
senyawa organik sederhana dari hasil hidrolisis dan fermetasi menjadi asam. Hasil
hidrolisis dimanfaatkan oleh bakteri pembentuk asam menjadi asam – asam
organik. Bakteri jenis ini tumbuh cepat (waktu regenerasi 30 menit) pada
menghasilkan energi terbesar bagi bakteri pembentuk asam untuk
pertumbuhannya. Contoh bakteri pembentuk asam adalah Clostridium
propionicum, Clostridium histolitycum, Clostridium acetobutylicum, dan
Clostridium butylicum.
Bakteri pembentuk asam mengubah senyawa organik sederhana menjadi
asam organik seperti asam asetat, asam propionat, asam butirat dan senyawa lain
(hidrogen, karbondioksida dan air). Bakteri asetogenik mengubah asam propionat
dan butirat menjadi asam, hidrogen dan karbondioksida.
3) Tahap Pembentukan Metana
Metanogenesis merupakan tahapan terakhir dan sekaligus yang paling
menentukan, yakni melakukan penguraian produk dan sintetis tahap sebelumnya
untuk menghasilkan gas metana (CH4).Metana dibentuk dari dua jalur yaitu jalur
asam asetat, jalur CO2 dan H2. Bakteri yang terlibat adalah bakteri asetoklastik
(asetoclastic methane bacteria) yang bersimbiosis dengan bakteri pembentuk
asam, dengan cara mengubah asam asetat sehingga pH sistem dapat dikontrol.
Bakteri pengkonsumsi hidrogen (hydrogen utilysing bacteria) membentuk metana
dari CO2 dan H2.
Proses pembentukan biogas dapat dilihat dari gambar 2.6 sebagai berikut :
Adapun faktor – faktor yang mempengaruhi aktivitas mikroorganisme
anaerob yaitu:
1. Temperatur
Gabungan bakteri anaerob bekerja dibawah tiga kelompok temperatur
utama. Gas metana dapat diproduksi pada tiga tipe range temperatur sesuai dengan
bakteri yang hadir. Bakteri psyhrophilic 0 0C – 7 0C, bakteri mesophilic pada
temperatur 13 0C – 40 0C sedangkan thermophilic pada temperatur 55 0C – 60 0C.
Temperatur yang optimal untuk digester adalah temperatur 30 0C – 35 0C,
kisaran temperatur ini mengkombinasikan kondisi terbaik untuk pertumbuhan
bakteri dan produksi metan di dalam digester dengan lama proses yang pendek.
Temperatur yang tinggi/range thermophilic jarang digunakan karena sebagian
besar bahan sudah dicerna dengan baik pada range temperatur mesophilic, selain
itu bakteri thermophilic mudah mati karena perubahan temperatur,
keluaran/sludge memiliki kualitas yang rendah untuk pupuk, berbau dan tidak
ekonomis untuk mempertahankan pada temperatur yang tinggi, khususnya pada
iklim dingin.
Bakteri mesophilic adalah bakteri yang mudah dipertahankan pada
kondisi buffer yang mantap (well buffered) dan dapat tetap aktif pada perubahan
temperatur yang kecil, khususnya bila perubahan berjalan perlahan. Pada
temperatur yang rendah 15 0C laju aktivitas bakteri sekitar setengahnya dari laju
aktivitas pada temperatur 35 0C. Pada temperatur 10 0C – 7 0C dan di bawah
temperatur aktivitas, bakteri akan berhenti beraktifitas dan pada range ini bakteri
fermentasi menjadi dorman sampai termperatur naik kembali hingga batas
aktivasi. Apabila bakteri bekerja pada temperatur 40 0C produksi gas akan
berjalan dengan cepat hanya beberapa jam tetapi untuk sisa hari itu hanya akan
diproduksi gas yang sedikit. Seperti halnya proses secara biologi tingkat produksi
metana berlipat untuk tiap peningkatan temperatur sebesar 10 0C – 15 0C. Jumlah
total dari gas yang diproduksi pada jumlah bahan yang tetap, meningkat seiring
Lebih lanjut, yang harus diperhatikan pada proses biometananisasi adalah
perubahan temperatur, karena proses tersebut sangat sensitif terhadap perubahan
temperatur. Perubahan temperatur tidak boleh melebihi batas temperatur yang
diijinkan. Untuk bakteri psychrophilic selang perubahan temperatur berkisar
antara 2 0C/jam, bakteri mesophilic 1 0C/jam dan bakteri thermophilic 0,50C/jam.
Walaupun demikian perubahan temperatur antara siang dan malam tidak menjadi
masalah besar untuk aktifitas metabolisme. Sangat penting untuk menjaga
temperatur tetap stabil apabila temperatur tersebut telah dicapai. Panas sangat
penting untuk meningkatkan temperatur bahan yang masuk ke dalam biodigester
dan untuk mengganti kehilangan panas dari permukaan biodigester. Kehilangan
panas pada biodigester dapat diatasi dengan meminimalkan kehilangan panas dari
bahan.
2. Nilai pH
Derajat keasaman memiliki efek terhadap aktivasi biologi dan
mempertahankan pH agar stabil penting untuk semua kehidupan. Kebanyakan dari
proses kehidupan memiliki kisaran pH antara 5 – 9. Nilai pH yang dibutuhkan
untuk digester antara 7 – 8.5. Bila proses tidak dimulai dengan membibitkan
bakteri metan, seperti memasukkan kotoran hewan ke dalam kolam, kondisi buffer
tidak akan tercipta dan perubahan yang terjadi adalah : selama tahap awal dari
proses sekitar 2 minggu, pH akan turun hingga 6, atau lebih rendah, ketika
sejumlah CO2 diberikan. Hal ini akan terjadi selama 3 bulan dengan penurunan
keasaman yang lambat (6 bulan pada cuaca yang dingin) selama waktu itu ikatan
asam volatile terbentuk. Seperti pada pencernaan, karbondioksida dan metana
diproduksi dan pH perlahan meningkat hingga 7. Ketika campuran menjadi
berkurang keasamannya maka fermentasi metanlah yang mengambil alih proses
pencernaan. Sehingga nilai pH meningkat di atas netral hingga 7.5 – 8.5. Setelah
itu campuran menjadi buffer yang mantap (well buffered), dimana bila
dimasukkan asam/basa dalam jumlah yang banyak, campuran akan stabil dengan
sendirinya pada pH 7.5 – 8.5. Pertumbuhan bakteri penghasil gas metana akan
baik bila pH bahannya pada keadaan alkali (basa). Bila proses fermentasi
berkisar antara 7 – 8.5. Bila derajat keasaman lebih kecil atau lebih besar dari
batas, maka bahan tersebut akan mempunyai sifat toksik terhadap bakteri
metanogenik.
3. Nutrisi
Bakteri anaerobik membutuhkan nutrisi sebagai sumber energi yang
mengandung nitrogen, fosfor, magnesium, natrium, mangan, kalsium dan kobalt.
Level nutrisi harus sekurangnya lebih dari konsentrasi optimum yang dibutuhkan
oleh bakteri metanogenik, karena apabila terjadi kekurangan nutrisi akan menjadi
penghambat bagi pertumbuhan bakteri. Penambahan nutrisi dengan bahan yang
sederhana seperti glukosa, buangan industri dan sisa – sisa tanaman terkadang
diberikan dengan tujuan menambah pertumbuhan di dalam digester. Walaupun
demikian kekurangan bukan merupakan masalah bagi mayoritas bahan, karena
biasanya bahan memberikan jumlah nutrisi yang mencukupi. Nutrisi yang penting
bagi pertumbuhan bakteri, dapat bersifat toksik apabila konsentrasi di dalam
bahan terlalu banyak. Pada kasus nitrogen berlebihan, sangat penting untuk
mempertahankan pada level yang optimal untuk mencapai digester yang baik
tanpa adanya efek toksik.
4. Ion Kuat dan Salinitas
Salinitas (kandungan garam) NaCl 0.2M dilaporkan memiliki pengaruh
yang minimal terhadap populasi metanogenik, namun salinitas yang lebih besar
dapat bersifat inhibitor.
5. Keracunan dan Hambatan
Keracunan (toxicity) dan hambatan (inhibition) proses anaerob dapat
disebabkan oleh berbagai hal, misalnya produk antara asam lemak mudah
menguap (volatile) yang dapat mempengaruhi pH. Pertumbuhan mikroba
metanogenik terbatas jika jumlah asam lemaknya berlebihan. Amonia, hidrogen
sulfida dan asam lemak volatil berasal dari reduksi nitrat oleh bakteri yang juga
Zat- zat penghambat lain terhadap aktivitas mikroorganisme pada proses anaerob
diantaranya kandungan logan berat sianida.
6. Faktor Konsentrasi Padatan dan Pencampuran Substrat
Konsentrasi ideal padatan untuk memproduksi biogas adalah 7 – 9 %
kandungan kering. Kondisi ini dapat membuat proses digester anaerob berjalan
dengan baik.
Walaupun tidak ada informasi yang pasti, mobilitas bakteri metanogen di
dalam bahan secara berangsur – angsur dihalangi oleh peningkatan kandungan
padatan yang berakibat terhambatnya pembentukan biogas. Selain itu yang
terpenting untuk proses fermentasi yang baik diperlukan pencampuran bahan yang
baik akan menjamin proses fermentasi yang stabil di dalam pencerna.
Hal yang paling penting dalam pencampuran bahan adalah :
a) Menghilangkan unsur – unsur hasil metabolisme berupa gas
(metabolites) yang dihasilkan oleh bakteri metanogen ;
b) Mencampurkan bahan segar dengan populasi bakteri agar proses
fermentasi merata ;
c) Menyeragamkan temperatur di seluruh bagian pencerna ;
d) Menyeragamkan kerapatan sebaran populasi bakteri ;
e) Mencegah ruang kosong pada campuran bahan.
2.6. 3. Faktor –faktor yang Mempengaruhi Produksi Biogas
Banyak faktor yang mempengaruhi keberhasilan produksi biogas, antara
lain:
1. Bahan Baku
Bahan baku isian berupa bahan organik seperti kotoran ternak, limbah
pertanian, sisa dapur dan sampah organik. Bahan isian harus terhindar dari bahan
Bahan baku dalam bentuk selulosa lebih mudah dicerna oleh bakteri
anaerobik. Sebaliknya, pencernaan akan lebih sukar dilakukan bakteri anaerob jika
bahan bakunya banyak mengandung zat kayu atau lignin. Kotoran sapi dan kerbau
sangat baik dijadikan bahan baku karena banyak mengandung selulosa .
2. Rasio Karbon Dan Nitrogen (C/N)
Karbon dan Nitrogen adalah sumber makanan utama bagi bakteri anaerob,
sehingga pertumbuhan optimum bakteri sangat dipengaruhi unsur ini, dimana
Karbon dibutuhkan untuk mensuplai energi dan Nitrogen dibutuhkan untuk
membentuk struktur sel bakteri. Nitrogen amonia pada konsentrasi yang tinggi
dapat menghambat proses fermentasi anaerob. Konsentrasi yang baik berkisar
200– 1500 mg/lt dan bila melebihi 3000 mg/lt akan bersifat toxic. Proses
fermentasi anaerob akan berlangsung optimum bila rasio C:N bernilai 30:1,
dimana jumlah karbon 30 kali dari jumlah nitrogen. (Yunus, M, 1995)
C/N rasio dengan nilai 30 (C/N = 30/1 atau karbon 30 kali dari jumlah
nitrogen) akan menciptakan proses pencernaan pada tingkat yang optimum, bila
kondisi yang lain juga mendukung. Bila terlalu banyak karbon, nitrogen akan
habis terlebih dahulu. Hal ini akan menyebabkan proses berjalan dengan lambat.
Bila nitrogen terlalu banyak (CN rasio rendah; misalnya 30/15), maka karbon
habis terlebih dahulu dan proses fermentasi berhenti .
Ternak ruminansia seperti sapi, kambing dan domba rata-rata lebih lama
dalam menghasilkan gas bio dibandingkan dengan ternak non ruminansia.
Lamanya produksi gas bio disebabkan oleh mutu pakan yang lebih rendah,
sehingga rasio C/N tinggi akibatnya perkembangan mikroba pembentuk gas lebih
lama dibandingkan yang bermutu tinggi. Tinggi rendahnya mutu ini tergantung
pada nilai N (nitrogen) di dalam ransum. Namun demikian nilai N juga tergantung
pada C (karbon). Jadi, perbandingan C dan N akan menentukan lama tidaknya
proses pembentukan gas bio .( (Yunus, M, 1995)
Mikroorganisme membutuhkan nitrogen dan karbon untuk proses
asimilasi. Karbon digunakan sebagai energi sedangkan nitrogen digunakan untuk
membangun struktur sel. Bakteri penghasil metana menggunakan karbon 30 kali
Untuk menentukan bahan organik digester adalah dengan melihat
rasio/perbandingan antara Karbon (C) dan Nitrogen (N). Beberapa percobaan
menunjukkan bahwa metabolisme bakteri anaerobik akan baik pada rasio C/N
antara 20-30. Jika rasio C/N tinggi, Nitrogen akan cepat dikonsumsi bakteri
anaerobik guna memenuhi kebutuhan proteinnya, sehingga bakteri tidak akan
bereaksi kembali saat kandungan Karbon tersisa. Jika rasio C/N rendah, Nitrogen
akan terlepas dan berkumpul membentuk amoniak sehingga akan meningkatkan nilai
PH bahan. Nilai PH yang lebih tinggi dari 8,5 akan dapat meracuni bakteri anaerobik.
Untuk menjaga rasio C/N, bahan organik rasio tinggi dapat dicampur bahan organik
rasio C/N rendah. Rasio C/N beberapa bahan organik dapat dilihat pada Tabel 2.3.
Tabel 2.3. Rasio C/N beberapa bahan organik (Karki dkk, 1984)
Bahan Organik Rasio C/N
Kotoran bebek 8
Serbuk gergaji > 200
3. Kandungan Bahan Kering
Bahan isian dalam pembuatan biogas harus berupa bubur. Bentuk bubur
ini dapat diperoleh bila bahan bakunya mempunyai kandungan air yang tinggi.
Bahan baku dengan kadar air yang rendah dapat dijadikan berkadar air tinggi
dengan menambahkan air ke dalamnya dengan perbandingan tertentu sesuai
dengan kadar bahan kering bahan tersebut. Bahan baku yang paling baik
Setiap kotoran atau bahan baku akan berbeda sifat pengencerannya.
Kotoran sapi segar misalnya, mempunyai kadar bahan kering 18 %. Agar
diperoleh kandungan bahan isian sebesar 7-9 % bahan kering, bahan baku tersebut
perlu diencerkan dengan air dengan perbandingan 1:1 (bahan baku : air). Adonan
tersebut lalu diaduk sampai tercampur rata .
Ternyata kotoran masing-masing jenis ternak mempunyai kandungan
bahan kering yang berbeda-beda. Perbedaan bahan kering yang dikandung
berbagai macam kotoran ternak akan membuat penambahan air yang berlainan.
Untuk lebih jelasnya dapat diterangkan seperti pada tabel 2.4 di bawah ini.
Tabel 2.4. Perkiraan Produksi Dan Kandungan bahan kering kotoran beberapa
jenis ternak (Fontenot, J.p dkk, 1993)
Jenis Ternak Bobot
Gas metana dapat diproduksi pada 3 tingkat temperature sesuai dengan
bakteri yang hadir. Bakteri psyhriphilic 0-7 oC, bakteri mesophilic pada
temperatur 13-40 oC sedangkan termophilic pada temperatur 55-60 oC.
Temperatur yang optimal untuk digester adalah temperatur 30-35 oC, kisaran
temperatur ini mengkombinasikan kondisi terbaik untuk pertumbuhan bakteri dan
produksi metana di dalam digester dengan lama proses yang pendek. Temperatur
bahan sudah dicerna dengan baik pada tingkat temperatur mesophilic, selain itu
bakteri termophilic mudah mati karena perubahan temperatur .
Dekomposisi bahan-bahan organik dibawah kondisi anaerobik
menghasilkan suatu gas yang sebagian besar terdiri atas campuran metana dan
arang oksida. Gas ini dikenal sebagai gas rawa ataupun bio gas. Campuran gas ini
adalah hasil dari fermentasi atau peranan anaerobic disebabkan sejumlah besar
mikroorganisme terutama bakteri metana. Suhu yang baik untuk proses fermentasi
adalah berkisar 30 oC -55 oC .
Temperatur yang tinggi akan memberikan hasil biogas yang baik namun
suhu tersebut sebaiknya tidak boleh melebihi suhu kamar. Bakteri ini hanya dapat
subur bila suhu disekitarnya berada pada suhu kamar. Suhu yang baik untuk
proses pembentukan biogas berkisar antara 20-40 oC dan suhu optimum antara
28-30 oC .
5. Derajat Keasaman (pH)
Derajat keasaman (pH) sangat berpengaruh terhadap pertumbuhan
aktivitas bakteri. Kisaran pH optimal untuk produksi metana adalah 7-7,2 tetapi
pada kisaran 7,2-8,0 masih diizinkan. Untuk mencegah penurunan pH pada awal
pencernaan dan menjaga pH pada kisaran yang diizinkan, maka dibutuhkan buffer
yakni dengan penambahan larutan kapur .
Derajat keasaman sangat berpengaruh terhadap kehidupan mikroorganisme.
Derajat keasaman yang optimum bagi kehidupan mikroorganisme adalah 6,8-7,8.
Pada tahap awal fermentasi bahan organik akan terbentuk asam (asam organik)
yang akan menurunkan pH. Untuk mencegah terjadinya penurunan pH dapat
dilakukan dengan menambahkan larutan kapur (Ca(OH)2) atau kapur CaCO3 .
6. Lama Fermentasi
Secara umum proses fermentasi/pencernaan limbah ternak di dalam tangki
pencerna dapat berlangsung 60-90 hari, proses terbentuknya gas bio pada hari
ke-5 dengan suhu pencernaan 28 oC.
Produksi biogas sudah terbentuk sekitar 10 hari. Setelah 10 hari fermentasi
biogas sebesar 50% . Pada hari ke 30 fermentasi jumlah gas bio yang terbentuk
mencapai maksimal, dan setelah 30 hari fermentasi terjadi penurunan jumlah gas
bio . Waktu lama cerna untuk beberapa kotoran ternak dapat dilihat pada tabel
berikut :
Tabel 2.5. Produksi biogas dan Lama cerna (Retention time) kotoran ternak di
dalam tangki pencerna (Uli, W. dkk, 1989)
Jenis Kotoran Ternak Lama Cerna (hari)
Sapi 60-80
Sapi + Jerami 10 % 60-100
Babi 40-60
Babi + Jerami 10 % 60-80
Ayam 80
Kambing/Domba 80-100
2.6.4. Sistem Penyimpanan Biogas
Secara umum biogas yang diproduksi langsung dialirkan melalui pipa ke
kompor biogas,lampu maupun genset. Untuk hal tersebut maka perlu meninjau
beberapa aspek penting terkait dengan efisiensi dan tingkat keamanan penggunaan
tabung.
ada beberapa faktor yang penting diperhatikan untuk penyimpanan
sementara biogas yaitu :
1. Volume simpan yang diperlukan biasanya tidak besar
2. Kemungkinan korosi dari gas H2S atau uap air yang masih terkandung dalam
biogas,
3. Biaya penyimpanan karena nilai ekonomi biogas relatif rendah.
Selain hal tersebut dalam penyimpanan sementara biogas ada beberapa faktor lain,
yaitu sistem penekanan gas ke dalam tabung. Ada tiga jenis sistem penekanan
yang digunakan yaitu:
1. Sistem penyimpanan biogas bertekanan rendah,
2. Sistem penyimpanan biogas bertekanan menengah dan
Untuk lebih jelas dapat kita lihat pada tabel berikut :
Tabel 2.6. Opsi penyimpanan biogas (Tambunan, A.H., dkk. 2009)
Tujuan Penyimpanan
Tekanan (Psi)
Sistem
Penyimpanan Bahan Ukuran (ft)
Penyimpanan
< 0,1 Tutup terapung Karet / plastik Bervariasi sesuai kebutuhan harian
berpemberat Karet / plastik 880 - 28000
Atap terapung Karet / plastik Bervariasi sesuai kebutuhan harian
komersial Baja Alloy 350
Biogas dapat disimpan pada kisaran tekanan 2 hingga 200 psi untuk sistem
penyimpanan biogas bertekanan rendah. Penyimpanan dengan tekanan menengah
juga jarang diterapkan, karena korosi terhadap komponen penyimpan, sehingga
untuk meningkatkan keamanan penggunaan diperlukan pemisahan biogas dari gas
H2S .
Sementara jika tujuan penyimpanan ingin diarahkan pada penyimpanan
bertekanan tinggi, dan ingin dirubah kedalam fase cair/ liquid maka diperlukan
menggunakan program aplikasi Refpro (Gambar 2.7), menunjukkan bahwa titik
kritis dari metan dan karbon dioksida masing-masing adalah -82.7 oC pada 45.96
MPa, dan 31oC pada 73.825 MPa. Refpro sendiri merupakan program aplikasi
yang digunakan untuk mengghitung properti termodinamika berbagai zat.
Hubungan tekanan metan dengan CO2 dapat kita lihat gambar 2.7 berikut :
Gambar 2.7. Diagram tekanan uap metan dan CO2 (Tambunan, A.H., dkk . 2009)
Gambar dan penjelasan diatas menunjukkan bahwa pada suhu lingkungan
(30 oC) metana tidak dapat dicairkan hanya dengan memberikan tekanan akan
tetapi dengan penurunan suhu sekitar -173 oC pada tekanan 1 atmosfir (0.1 MPa),
atau dengan membuat kombinasi penurunan suhu dan peningkatan tekanan. Hal
ini juga berarti, jika ingin menerapkan perlakuan penyimpanan biogas bertekanan
Penggunaan penyimpanan biogas bertekanan rendah adalah cara yang
paling efisien diantara ketiga metode yang ada, karena selain dapat dilakukan pada
tekanan operasi lebih rendah, penampung juga dapat dibuat dari bahan elastis
yang lebih murah biayanya daripada menggunakan baja. Selain itu biogas yang
dihasilkan dari biodigester tidak perlu lagi dipisahkan kandungannya H2S (karena
faktor keamanan yang terganggu akibat sifat korosif yang ditimbulkan H2S)
seperti halnya yang terjadi jika digunakan penyimpanan bertekanan menengah.
Atau bahkan penyimpanan biogas bertekanan tinggi, dimana biaya menjadi
masalah utama, selain itu penyimpanan ini lebih cocok diterapakan untuk
pengempaan biomethane. Ditambah lagi biomethane sejajar perlakuan
penyimpanannya seperti gas komersial lainnya, dimana untuk penyimpanan
tekanan tinggi diperlukan penggunaan silinder baja untuk meningkatkan
keamanan. Sehingga memang memerlukan biaya yang jauh lebih tinggi dari pada
3 jenis pengempaan yang ada.
2.7. Dinamometer
Dinamometer digunakan untuk mengukur torsi pada keseluruhan operasi
mesin. Dewasa ini dinamometer digunakan pengukuran pada seluruh
perkembangan dari mesin, mulai dari percobaan dan pengetesan motor bersilinder
tunggal sampai motor pesawat terbang. Tetapi dalam hal ini jika mesin dalam
keadaan tetap atau diam maka pengukuran dayannya sederhana dan mudah dibuat,
tetapi untuk keadaan dinamis sukar untuk menentukan pengukuran dayanya.
Ukuran atau besaran untuk kerja suatu motor biasanya dalam bentuk torsi dan
tenaga kuda.
Dinamometer yang digunakan ialah tipe rope brake dinamometer dimana
penyerapan daya dilaksanakan dengan memberikan gesekan mekanis dengan tali
pada sekeliling roda (pulley). Pengaturan beban dilakukan dengan memutar baut
pengatur. Keuntungan dari rope brake adalah konstruksi sangat sederhana, murah,
dan mudah untuk dibuat serta sangat baik untuk putaran rendah. Bahan tali
Gambar 2.8 Rope brake Dinamometer
(Khurmi. R.S 2005)
Gambar 2.9 Desain Rope Brake Dynamometer
2.8 Mesin Potong Rumput
Mesin potong rumput adalah alat yang berfungsi memotong rumput atau
tanaman lain yang tumbuh di tanah, mesin potong rumput pada umumnya terdiri
dari beberapa komponen , yaitu mesin baik motor bakar atau motor listrik sebagai
penggerak mula, blade atau pisau yang berfungsi untuk memotong rumput, dan
poros yang berfungsi sebagai penerus daya ke blade. Seiring dengan
perkembangan zaman mesin potong rumput ada beberapa tipe yaitu, dipegang
dengan tangan dan ada yang di kendarai seperti mobil.