• Tidak ada hasil yang ditemukan

ASUHAN KEPERAWATAN DENGAN GANGGUAN SISTE

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "ASUHAN KEPERAWATAN DENGAN GANGGUAN SISTE"

Copied!
28
0
0

Teks penuh

(1)

GANGGUAN SISTEM KARDIOVASKULAR

“PENYAKIT JANTUNG KORONER”

DISUSUN OLEH :

NAMA: RAHMITA SARI

NIM: 1307079

TINGKAT : IIB

(2)

MAKASSAR

2015-2016

Penyakit Jantung Koroner I. Konsep Medis

A. Definisi

Penyakit jantung koroner ( penyakit arteri koroner ) adalah jenis

penyakit yang banyak menyerang penduduk indonesia. Kondisi ini

terjadi akibat penyempitan/penyumbatan di arteri koroner karena

adanya endapan lemak dan kolesterol sehingga mengakibatkan suplai

darah ke jantung menjadi terganggu. Perubahan pola hidup, pola

makan dan stres juga dapat mengakibatkan terjadinya penyakit jantung

koroner.

Penyakit jantung koroner terjadi bila pembuluh arteri koroner

tersebut tersumbat atan menyempit karena endapan lemak, yang

secara bertahap menumpuk di dinding arteri. Proses penumpukan itu

disebut aterosklerosis, dan bisa terjadi di pembuluh arteri lainnya, tidak

hanya pada arteri koroner.

Kurangnya pasokan darah karena penyempitan arteri koroner

mengakibatkan nyeri dada yang disebut angina, yang biasanya terjadi

saat beraktivitas fisik atau mengalami stress. Bila darah tidak mengalir

sama sekali karena arteri koroner tersumbat, penderita dapat

(3)

Serangan jantung tersebut dapat terjadi kapan saja, bahkan ketika

sedang beristirahat.

Penyakit jantung koroner juga dapat menyebabkan daya pompa

jantung melemah sehingga darah tidak beredar sempurna keseluruh

tubuh ( gagal jantung ). Penderita gagal jantung akan sulit bernafas

karena paru-parunya dipenuhi cairan, merasa sangat lelah, dan

bengkak-bengkak di kaki dan persendian.

B. Etiologi

Saat ini, terdapat banyak factor yang saling berkaitan dalam

mempercepat proses aterogenik. Telah ditemukan beberapa factor

yang dikenal sebagai factor risiko yang meningkatkan kerentanan

terhadap terjadinya aterosklerosis coroner pada individu tertentu.

Yang tak dapat

diubah

Yang dapat diubah

Mayor Minor

Usia Peningkatan lipid serum Gaya hidup yang

kurang aktivitas

Ada empat factor risiko biologis yang tak dapat diubah, yaitu: usia,

jenis kelamin, ras, dan riwayat keluarga. Kerentanan terhadap

aterosklerosis coroner meningkat dengan bertambahnya usia. Penyakit

yang serius jarang terjadi sebelum usia 40 tahun. Akan tetapi,

hubungan antara usia dan timbulnya penyakit mungkin hanya

mencerminkan lama paparan yang lebih panjang terhadap factor-faktor

(4)

sampai mengalami fase menopause, setelah itu menjadi sama

rentannya seperti pria. Hormone estrogen dianggap sebagai pelindung

imunitas wanita pada usia sebelum menopause. Orang Amerika - Afrika

lebih rentan aterosklerosis daripada orang kulit putih. Akhirnya, riwayat

keluarga dengan penyakit jantung coroner (yaitu saudara atau orang

tua yang menderita penyakit ini sebelum usia 50 tahun) meningkatkan

kemungkinan timbulnya aterosklerosis lebih awal. Besarnya pengaruh

genetic dan lingkungan masih belum diketahui, namun komponen

genetic juga berpengaruh terhadap proses terjadinya aterosklerosis.

Riwayat keluarga dapat pula mencerminkan gaya hidup yang

menimbulkan stress atau obesitas. Factor risiko yang dapat diubah

yaitu:

1. Hiperlipidemia

Plasma lipid adalah asam lemak bebas yang berasal dari makanan

eksogen dan sintesis lemak endogen. Hal yang merukapan komponen

plasma lipid, yaitu kolestrol, trigliserida, dan fosfolipid. Kolestrol dan

trigliserida adalah dua jenis lipid yng mempunyai makna klinis penting

sehubungan dengan aterogenesis. Oleh karena lipid tidak larut dalam

plasma, maka lipid terikat pada protein sebagai mekanisme transport

dalam serum. Ikatan ini menghasilkan empat kelas utama lipoprotein:

(1) kilomikro, (2) lipoprotein densitas sangat rendah (VLDL), (3)

lipoprotein densitas rendah (LDL), dan lipoprotein densitas tinggi (HDL).

Kadar lipid dan protein relative berbeda-beda pada setiap kelas

tersebut.

Hubungan antara peningkatan kolestrol serum dengan peningkatan

(5)

terhadap intervensi factor risiko majemuk menunjukkan bahwa dengan

meningkatnya kadar kolestrol di atas 180 mg/dl, maka risiko penyakit

arteri koronaria meningkat juga. Peningkatan akan terjadi lebih cepat

jika kadarnya melebih 240 mg/dl. Bukti-bukti epidemiologis terbaru

menunjukkan adanya hubungan antara aterogenesis dengan pola-pola

peningkatan kolestrol tertentu. Peningakatan kolestrol LDL dihubungkan

dengan meningkatnya risiko koronaria, sementara kadar kolestrol HDL

yang tinggi berperan sebagai factor pelindung terhadap penyakit arteri

koronaria (Price, 1995).

Istilah hyperlipidemia menyatakan peningkatan kolesterol dan

trigliserida serum di atas batas normal. Hyperlipidemia dapat bersifat

primer atau sekunder dari suatu keadaan lain yang mendasari, seperti

hipotiroidisme atau diabet mellitus yang tidak terkontrol dengan baik.

2. Hipertensi

Tekanan darah tinggi adalah factor risiko yang paling

membahayakan, karena biasanya tidak menunjukkan gejala sampai

telah terjadi kronis. Tekanan darah tinggi menyebabkan tingginya

gradient tekanan yang ahrus dilawan oleh ventrikel kiri saat memompa

darah. Tekanan tinggi terus-menerus menyebabkan suplai kebutuhan

oksigen jantung meningkat. Mulailah terjadi lingkaran setan nyeri

sehubungan dengan penyakit arteri coroner.

Peningkatan tekanan darah sistemik meningkatkan resistensi

terhadap pemompaan darah dari ventrikel kiri, akibatnya beban kerjua

jantung bertambah. Terjadi hipertrofi ventrikel untuk meningkatkan

kekuatan kontraksi. Akan tetapi, kemampuan ventrikel untuk

(6)

akhirnya terlampaui, sehingga terjadi dilatasi dan payah jantung.

Jantung menjadi semakin terancam karena semakin parahnya

aterosklerosis coroner. Bial proses aterosklerosis berlanjut, maka suplai

oksigen miokardium berkurang.

Kebutuhan miokardium akan oksigen yang meningkat akibat

hipertrofi ventrikel kiri dan peningkatan beban kerja jantung akhirnya

menyebabkan angina atau infark miokardium. Sekitar sepatuh kematian

karena hipertensi adalah infark miokardium atau payah jantung.

Kerusakan vascular akibat hipertensi terlihat jelas di seluruh

pembuluh perifer. Aterosklerosis dan nekrosis medial aorta merupakan

presdiposisi dari terbentuknya aneurisma dan diseksi. Perubahan

struktur dalam arteri-arteri kecil dan arteriola menyebabkan

penyumbatan pembuluh darah dengan cepat. Bila pembuluh drah

menyempit, maka aliran arteri akan terganggu sehingga menyebabkan

mikro infark jaringan.

3. Merokok

Risiko merokok bergantung pada jumlah rokok yang diiisap per

hari, namun tidak pada lamanya merokok. Seseorang yang merokok

lebih dari satu bungkus rokok sehari menjadi dua kali lebih rentan

daripada mereka yang tidak merokok.

Merokok berperan dalam memperburuk kondisi penyakit arteri

coroner melalui tiga cara, yaitu sebagai berikut.

a. Menghirup asap akan meningkatkan kadar karbon monoksida (CO) darah hemoglobin sebagai komponen darah yang mengangkut

oksigen lebih mufah terikat pada CO daripada O2. Oleh karena itu,

(7)

sehingga membuat jantung bekerja lebih berat umtuk menghasilkan

energy yang sama besarnya.

b. Asam nikotinat pada tembakau akan memicu pelepasan

katekolamin yang menyebabkan konstriksi arteri. Aliran darah dan

oksigenasi jaringan menjadi terganggu.

c. Merokok meningkatkan adhesi trombosit, sehingga mengakibatkan kemungkinan terjadi peningkatan pembentukan thrombus.

Seseorang dengan risiko tinggi penyakit jantung coroner dianjurkan

untuk berhenti merokok. Orang yang telah berhasil menghentikan

kebiasaan merokok dapat menurunkan risiko penyakit jantung coroner

sampai 50% pada tahun pertama. Risiko akan terus menurun selama

orang tersebut tetap tidak merokok. Pajanan terhadap rokok secara

pasif sebaiknya dihindari karena memperberat penyakit jantung paru

yang sudah ada. Efek nikotin tidak kumulatif, mantan perokok aktif

mempunyai risiko yang lebih pendek daripada orang yang bukan

perokok (perokok pasif).

4. Diabetes mellitus

Penderita diabetes mellitus memilki prevalensi aterosklerosis yang

lebih tinggi, demikian pula kasus aterosklerosis coroner dini.

Hiperglikemia menyebabkan peningkatan agregasi trombosit yang

dapat menyebabkan pembentukan thrombus. Hiperglikemia juga biasa

menjadi penyebab kelainan metabolisme lemak atau predisposisi

terhadap degenerasi vascular yang berkaitan dengan gangguan

toleransi terhadap glukosa.

5. Diet

(8)

merupakan salah satu factor yang berperan penting pada timbulnya

penyakit hiperlipoproteinemia dan obesitas. Obesitas meningkatkan beban

kerja jantung dan kebutuhan akan oksigen.

6. Pola hidup

Pola hidup yang kurang aktivitas serta stresor psikososial juga ikut

berperan dalam menimbulkan masalah pada jantung. Rosenman dan

Friedman telah mempopulerkan hubungan antara apa yang dikenal

sebagai pola tingkah laku tipe A dengan cepatnya proses aterogenesis.

Hal yang termasuk dalam keperibadian tipe A adalah mereka yang

memperlihatkan persaingan yang kuat, ambisius agresif, dan merasa

diburu waktu. Stress menyebabkan pelepasan katekolamin, tetapi

masih dipertanyakan apakah sters memang bersifat aterogenik atau

hanya mempercepat serangan. Teori bahwa aterogenesis disebabakan

oleh stress dapat merumuskan pengaruh neuroendokrin terhadap

dinamika sirkulasi lemak serum dan pembekuan darah.

C. Patofisologi

Aterosklerosis dimulai ketika kolestrol berlemak tertimbun di intima

arteri besar. Timbunan ini, dinamakan ateroma atau plak akan

menganggu absorbsi nutrien oleh sel-sel endotel yang menyusun

lapisan dinding dalam pembuluh darah dan menyumbat aliran darah

karena timbunan ini menonjol ke lumen pembuluh darah. Endotel

pembuluh darah yang terkena akan mengalami nekrotik dan menjadi

jaringan parut, selanjutnya lumen menjadi semakin sempit dan aliran

(9)

akan cenderung terjadi pembentukan bekuan darah, hal ini

menjelaskan bagaimana terjadinya koagulasi intravaskuler, diikuti oleh

penyakit tromboemboli, yang merupakan komplikasi tersering

aterosklerosis.

. Mekanisme yang mungkin, adalah pembentukan trombus pada

permukaan plak; konsolidasi trombus akibat efek fibrin; perdarahan ke

dalam plak; dan penimbunan lipid terus-menerus. Bila fibrosa

pembungkus plak pecah, maka debris lipid akan terhanyut dalam aliran

darah dan menyumbat arteri dan kapiler di sebelah distal plak yang

pecah.

D. Manifestasi klinis

Aterosklerosis coroner menimbulkan gejala dan komplikasi sebagai

akibat penyempitan lumen arteri dan penyumbatan aliran darah ke

jantung. Sumbatan aliran darah berlangsung progresif, dan suplai darah

yang tidak adekuat (iskemia) yang ditimbulkannya akan membuat

sel-sel otot kekurangan komponen darah yang dibutuhkan untuk hidup.

Kerusakan sel akibat iskemia terjadi dalam berbagai tingkat.

Manifestasi utama iskemia miokardium adalah nyeri dada. Angina

pectoris adalah nyeri dada yang hilang timbul, tidak disertai kerusakan

ireversibel sel-sel jantung. Iskemia yang lebih berat, disertai kerusakan

sel dinamakan infark miokardium. Jantung yang mengalami kerusakan

ireversibel akan mengalami degenerasi dan kemudian diganti dengan

jaringan parut. Bila kerusakan jantung sangat luas, jantung akan

mengalami kegagalan, artinya, ia tidak mampu lagi memenuhi

kebutuhan tubuh akan darah dengan memberikan curah jantung yang

(10)

Manifestasi klinis lain penyakit arteri coroner dapat berupa

perubahan pola EKG, aneurisma ventrikel, distritma, dan kematian

mendadak.

E. Pemeriksaan diagnostic

1. Tes laboratorium seperti enzim jantung dan kimia darah

2. Elektrokardiogram (EKG), yaitu dengan merekam aktivitas

listrik jantung.

3. Echokardiogram yaitu dengan menggunakan gelombang suara

untuk menghasilkan gambaran jantung.

4. Katerisasi pembuluh koroner. Cairan disuntikkan ke dalam

arteri jantung melalui saluran panja ng, tipis, dan fleksbel

(kateter) yang dimasukkan melalui arteri, biasanya di kaki, ke

arteri jantung. Prosedur ini dinamakan kateterisasi jantung.

Dengan foto sinar x bisa terlihat adanya penyempitan dan

penyumbatan pada arteri koroner.jika terdapat sumbatan yang

membutuhkan penanganan, maka bisa dimasukkan balon pada

kateter dan dikembangkan untuk membuka sumbatan,

sehingga aliran darah jantung meningkat. Sebuah stent bisa

dipasang untuk menjaga agar arteri tetap terbuka.

5. CT angiogram koroner, bisa digunakan untuk melihat arteri

koroner dengan menggunakan zat kontras yang disuntikkan

secara intravena saat melkukan pemeriksaan CT scan.

6. Magnetic Resonance Angiogram (MRA). Prosedur ini

menggunakan teknologi MRI dengan pemberian zat kontras

untuk memeriksa daerah penyimpitan atau penyumbatan pada

(11)

F. Komplikasi

Komplikasi penyaakit arteri koroner sangat bergantung pada ukuran

dan lokasi iskemia serta infark yang mengenai miokardium. Menurut

price dan wilson (1995), komplikasi tersebut meliputi hal-hal sebagai

berikut.

1. Gagal jantung kongestif

Gagal jantung kongestif merupakan komplikasi yang paling sering

terjadi setelah serangan infark. Hal ini terjadi karena kongesti sirkulasi

akibat disfungsi miokardium. Tempat kongesti bergantung pada

ventrikel yang terlibat. Disfungsi ventrikel kiri atau gagal jantung kiri

menimbulkan kongesti vena pulmonalis, sedangkan disfungsi ventrikel

kanan atau gagal jantung kanan mengakibatkan kongestivena sistemik.

2. Syok kardiogenik

Syok kardiogenik diakibatkan oleh disfungsi ventrikel kiri sesudah

mengalami infark yang masif, biasnya mengenai lebih dari 40%

ventrikel kiri.

Timbulnya lingkaran setan akibat perubahan hemodinamik progresif

hebat yang ireversibel dengan manifestasi meliputi hal-hal berikut.

a. Penurun perfusi perifer b. Penurunan perfusi koroner c. Peningkatan kongesti paru-paru

d. Hipotensi, asidosis metabolik, dan hipoksemia yang selanjutnya

makin menekan fungsi miokardium.

Insiden syok kardiogenik adalah 10-15 pada klien pascainfark,

sedangkan kematian yang diakibatkannya mencapai 80-90%.

3. Edema paru akut

(12)

rongga interstisial maupun dalam alveoli. Edema paru merupakan

tanda adanya kongesti paru tingkat lanjut, dimana cairan mengalami

kebocoran melalui dinding kapiler, merembus keluar, dan menimbulkan

dispnea yang sangat berat. Kongesti paru terjadi jika dasar vaskular

paru menerima darah yang berlebihan dari ventrikel kanan yang tidak

mampu diakomodasi dan diambil oleh jantung kiri. Sedikit

ketidakseimbangan antara aliran masuk pada sisi kanan dan aliran

keluar pada sisi kiri jantung tersebut mengakibatkan konsekuensi yang

berat.

Oleh karena adanya timbunan cairan, paru menjadi kaku dan tidak

dapat mengembang serta udara tidak dapat masuk, akibatnya terjadi

hipoksia berat. Kematian pada edema paru tidak dapat dihindari lagi.

Apabila segera dilakukan tindakan yang tepat, serangan dapat

dihentikan serta klien dapat selamat dari komplikasi ini dan

kekambuhan dapat dicegah. Untungnya edema paru biasanya tidak

terjadi mendadak, tetapi didahului oleh gejala kongesti yang dapat

dipantau sebelumya.

4. Disfungsi otot papilaris

Disfungsi eskemik atau ruptur nekrotik otot papilaris akan

mengganggu fungsi katup mitralis, sehingga memungkinkan eversi

daun katup kedalam atrium selama sistolik. Inkompentasi katup

mengakibatkan aliran retrograd dari ventrikel kiri ke dalam atrium kiri

dengan dua akibat, yaitu : pengurangan aliran ke aorta, serta

peningkatan kongesti pada atrium kiri dan vena pulmonalis.

Meskipun jauh lebih jarang terjadi, ruptur otot papilaris dapat juga

(13)

trikuspidalis yang berat dan gagal ventrikel kanan.

5. Defek septum ventrikel

Nekrosis septum interventrikular dapat menyebabkan ruptur

dinding septum sehingga terjadi defek septum ventrikel. Pada

hakikatnya, ruptur membentuk saluran keluar kedua dari ventrikel kiri

pada tiap kontraksi ventrikel, kemudian aliran terpecah menjadi dua,

yaitu

Oleh karena tekanan jantung kiri jauh lebih besar dari pada jantung

kanan, maka darah akan menyerong melalui defek dari kiri ke kanan,

dari daerah yang lebih besar tekanannya. Darah yang dapat

dipindahkan ke jantung kanan cukup besar jumlahnya, sehingga jumlah

darah yang dikeluarkan aorta menjadi berkurang. Akibatnya, curah

jantung sangat berkurang disertai peningkatan kerja ventrikel kanan

dan kongesti paru.

6. Ruptur jantung

Meskipun jarang terjadi, ruptur dinding ventrikel jantung yang bebas

dapat terjadi pada awal perjalanan infark selama fase pembuangan

jaringan nekrotik sebelum pembentukan parut.dinding nekrotik yang

tipis pecah, sehingga terjadi perubahan masif ke dalam kantong

perikarium yang relatif tidak elastis dapat berkembang. Kantong

pericardium yang terisi oleh darah menekan jantung, sehingga

menimbulkan apa yang dinamakan temponade jantung. Secara normal,

kantong perikardium berisi cairan sebanyak kurang dari 50 ml. Cairan

perikardium akan terakumulasi secara lambat tanpa menyebabkan

(14)

meregangkan perikardium sampai ukuran maksimal dan menyebabkan

penurunan curah jantung. Temponade jantung ini akan mengurangi

aliran balik vena dan curah jantung.

7. Aneurisma ventrikel

Penonjolan miokardium paradoksyang bersifat sementara pada

iskemia miokardium sering terjadi, dan pada sekitar 15% klien

aneurisme ventrikel akan menetap. Aneurisme ventrikel akan

mengembang bagaikan balon pada setia sistolik dan teregang secara

pasif oleh sebagian curah sekuncup.

8. Tromboembolisme

Nekrosis endotel ventrikel akan membuat permukaan endontel

menjadi kasar yang merupakan predisposisiukan pembentukan

trombus mural intrakardium dapat terlepas dan terjadi embolisasi

sistemik.

Kurangnya mobilitas klien penyakit jantung dan adanya gangguan

sirkulasi yang menyertai kelainan ini berperan dalam pembentukan

trombus intrakardial dan intravaskular. Begitu klien meningkatkan

aktivitasnya setelah mobilitas lama, sebuah trombus dapat terlepas

( trombus yang terlepas dinamakan embolus ) dan dapat terbawa ke

otak, ginjal, usus dan paru..

9. Perikarditis

Infark transmural dapat membuat lapisan epikardium yang

langsung berkontak dan menjadi dasar, sehingga merangsang

permukaan perikardium dan menimbulkan reaksi peradangan.

(15)

lapisan. Menimbulkan cairan ini biasanya tidak sampai menyebabkan

terjadinya tamponade jantung.

10. Aritmia

Henti jantung terjadi bila jantung tiba-tiba berhenti berdenyut.

Akibatnya, terjadi penghentian sirkulasi efektif. Pada aritmia,semua

kerja jantung berhenti, terjadi kedutan otot yang tidak seirama fibrilasi

ventrikel), terjadi kehilangan kesadaran mendadak, tidak ada denyutan,

dan bunyi jantung tidak terdengar. Pupil mata mulai berdilatasi dalam

45 detik, kadang-kadang terjadi kejang. Terdapat interval waktu sekitar

4 menit antara berhentinya sirkulasi dengan terjadinya kerusakan otak

menetap. Intervalnya dapat bervariasi tergantung usia klien. Selama

periode tersebut, diagnosis henti jantung harus sudah ditegakkan dan

sirkulasi harus segera dikembalikan.

Gangguan irama jantung atau aritmia merupakan jenis komplikasi

yang paling sering terjadi pada infark miokardium. Insiden gangguan ini

sekitar 90%. Aritmia timbul akibat perubahan elektrofisiologi sel-sel

miokardium. Perubahan elektrofisiologi ini bermanifestasi sebaga

perubahan bentuk potensial aksi, yaitu rekaman grafik aktivitas listrik

sel. Misalnya, perangsangan simpatis akan meningkatkan kecepatn

denyut jantung. Secara klinis, diagnosis aritmia ditegakkan berdasarkan

pada interprestasi elektrokardiogram.

Beberapa faktor predisposisi tingginya insien aritmia pada penyakit

aterosklerosis koroner adalah sebagai berikut.

a. Iskemia jaringan.

b. Hipoksemia.

c. Pengaruh sistem saraf otonom ( misalnya, perangsangan

(16)

d. Gangguan metabolisme ( misalnya, asidosis laktat akibat

gangguan perfusi jaringan).

e. Kelainan hemodinamik (misalnaya, penurunan perfusi coroner

yang menyertai hipertensi).

f. Obat-obatan (misalnya, keracunan digitalis).

g. Ketidakseimbangan elektrolit (misalnya, hypokalemia yang

menyertai diuresis berlebihan).

G. Pengobatan

Pada dasarnya pengobatan penyakit jantung koroner adalah

sebagai berikut.

1. Menghentikan, atau mengurangi atau regresi dari proses aterosklorosis

dengan cara mengendalikan faktor-faktor resiko: a. Tidak merokok

b. Latihan fisik sesuai dengan kemampuan jantung penderita

c. Diet untuk mencapai profil lemak yang baik dan berat badan

yang ideal.

d. Mengendalikan tekanan darah tinggi, DM, dan stress mental.

2. Pengobatan farmakologi untuk berbagai bentuk kekurangan

oksigen miokard a. Angina stabil

1) Nitrat

a) Nitroglisering : dosis 0,3-0,8 mg sublingual b) Preparat nitrat jangka panjang : ISDN

c) Pemberian : sublingual 2,5-10 mg, oral 5-30 mg

2) Penyekat beta : cara kerja penyakit beta untuk mengurangi

kekurangan oksigen miokard ialah :

a) Menurunkan tekanan darah, sehingga beban dapat

berkurang.

b) Menurunkan kontraktilitas miokard, sehingga kebutuhan

O2 miokard berkurang

c) Menurunkan frekuensi jantung, sehingga kebutuhan O2

miokard berkurang, juga aliran koroner meningkat karena

(17)

d) Preparat penyakit beta : propranolol, dosis 3X10-40 mg 3) Antagonis calcium : cara kerja natagonis calcium untuk

mengurangi iskemnia miokard ialah :

a) Dilatasi perifer, sehingga menurunkan tekanan darah dan

beban muka.

b) Dilatasi koroner.

c) Mengurangi kontraktiulitas miokars.

d) Mengurangi frekuensi jantung.

e) Preparat antagonis calcium yang dapat dipoakai ialah

antara lain : nifedipin.3X5-10 mg, diltiazen, 3X30-60 mg,

ferapamil, 3X40-80 mg. b. Angina tidak stabil

Pada umumnya angina tidak stabil dianggap sangat potensial

untuk menjadi infark miokard akut, sehingga diperlukan preparat

intensif. Obat-obatan yang dipakai : 1) Preparat nitrat

2) Penyekat beta

3) Antagonis kalsium

4) Anti trombosit, pada umumnya aspirin dengan dosis 100-200

mg/hari. c. Angina fariant

Pada umumya dianggap bahhwa angina variant disebabkan

karena spasme arteria koronaria, sehingga pengobatannya

teruma mengutamakan dilator koroner yang kuat, yaitu : 1) Preparat nitrat

Karena infark miokard akut ialah suatu kejadian yang sangat

gawat dan memerlukan perawatan yang khusus, maka diagnosis

(18)

Perawatan infark miokard akut : 1) Perawatan intensif

2) Pemantauan penyulit-penyulit yang mungkin timbul 3) Meringankan beban jantung dengan :

a) Memenangkan penderita, bila perlu dengan sedatif b) Menghilangkan nyeri kekurangan oksigen dengan :

(1) Morfin intravena secara titrasi (2) Preparat nitrat sublingual atau oral

(3) Penyekat beta bila tak ada kontraindikasi c) Mengatur tekanan darah dan frekuensi jantung

4) Memberikan O2 untuk sedikit menambah oksigenasi miokard 5) Yang sangat penting, revaskularisasi dengan pengobatan

trombolitik. Obat yang dipakai ialah streptokinase, dengan

cara pemberian sbb : 1,5 juta unit streptokinase dilarutkan

dalam 100 ml dektrose 5 % diberikan intravena selama 1 jam.

3. Pengobatan non farmakologi :

a. PTCA (angioplasty coroner transluminal perkutan)

(19)

II. Konsep Asuhan Keperawatan

A. Pengkajian

1. Keluhan utama : nyeri dada.

2. Riwayat penyakit sekarang

P: Nyeri setelah beraktivitas dan tidak berkurang dengan istirahat

dan setelah diberikan nitrogliserin.

Q: Seperti apa rasa nyeri yang dirasakan atau digambarkan

klien.

Sifat keluhan nyeri seperti tertekan

R: Lokasi nyeri di daerah substernal atau nyeri di atas

periakrdium. Penyebaran dapat meluas di dada. Dapat terjadi

nyeri serta ketidakmampuan bahu dan tangan.

Q:Klien biasa ditanya dengan menggunakan rentang 0-5 dan

klien akan menillai seberapa jauh rasa nyeri yang dirasakan.

(20)

skala (0-5).

T: Sifat mula timbulnya, gejala timbul mendadak. Lama timbulnya

(durasi) nyeri dada dikeluhkan lebih dari 15 menit.

3. Riwayat penyakit dahulu

Pengkajian riwayat penyakit dahulu yang mendukung dengan

mengkaji apakah sebelumnya klien pernah menderita nyeri dada,

darah tinggi, DM, dan hyperlipidemia. Tanyakan mengenai obat

antiangina nitrat dan penghamabt beta serta obat-obat

antihipertensi. Catat adanya efek samping yang terjadi di masa

lalu. Tanyakan juga mengenai alergi obat dan reaksi alergi apa

yang timbul. Seringkali klien tidak bias membedakan antara

reaksi alergi dengan efek samping obat.

4. Riwayat keluarga

Perawat menanyakan tentang penyakit yang pernah dialami

keluarga serta bila anggota keluarga yang meninggal, maka

penyebab kematian juga ditanyakan.

5. Riwayat pekerjaan dan kebiasaan

Perawat menanyakan situasi tempat bekerja dan lingkungannya.

Kebiassan social di tanyakan dengan menanyakan kebiasaan

dalam pola hidup, misalnya minum alcohol atau obat tertentu.

Kebiasaan merokok juga dikaji dengan menanyakan tentang

kebiasaan merokok sudah berapa lama, beapa batang per hari,

dan jensi rokok. Di samping pertanyaan-pertanyaan tersebut di

atas, maka data biografi juga merupakan data yang perlu

(21)

dan agama yang dianut oleh klien. Dalam mengajukan

pertanyaan kepada klien, hendaknya diperhatikan kondisi klien.

Bila klien dalam keadaan krirtis, mka pertanyaan yang diajukan

bukan pertanyaan terbuka, tetapi pertanyaan tertutup yang

jawabannya “ya” atau “tidak”. Pertanyaan yang dapat dijawab

dengan gerak tubuh, yaitu mengangguk atau menggelengkan

kepala saja, sehingga tidak memerlukan energi yang besar.

6. Pemeriksaan Fisik

Pemeriksaan fisik klien terdiri atas keadaan umum dan B1-B6

a. Keadaan umum

Pada pemeriksaan keadaan umum klien biasanya didapatkan

kesadaran baik atau compos mentis dan akan berubah sesuai

tingkat gangguan yang melibatkan perfusi system saraf pusat.

b. B1 (Breathing)

Terlihat sesak, frekuensi napas melebihi normal, dan keluhan

napas seperti tercekik. Biasanya juga terdapat dispnea kardia.

Sesak napas ini terjadi akibat pengerahan tenaga dan

disebabkan oleh kenaikan tekanan akhir diastolic dari ventrikel

kiri yang meningkatkan tekanan vena pulmonalis. Hal ini

terjadi karena terdapat kegagalan peningkatan curah darah

ventrikel kiri pada waktu melakukan kegiatan fisik. Dyspnea

kardia dapat timbul pada waktu beristirahat bila keadaannya

sudah parah.

(22)

Pemeriksaan B2 yang dialkukan dapat melalui teknik inspeksi,

palpasi, auskultasi, dan perkusi.

Inspeksi: Inspeksi adanya parut

Palpasi: Denyut nadi perifer melemah.

Auskultasi: Tekanan darah biasanya menurun akibat

penurunan volume sekuncup pada IMA.

Perkusi: Tidak ada pergeseran batas jantung.

d. B3 (brain)

Kesadaran biasanya CM, tidak didapatkan sianosi perifer.

Pengkajian objektif klien berupa adanya wajah meringis,

perubahan postu tubuh, menangis, merintih, meregang, dan

menggeliat.

e. B4 (bladder)

Pengukuran volume keluaran urine berhubungan dengan

asupan cairan.

f. B5 (bowel)

Kaji pola makan klien apakah sebelumnya terdapat peningkatan

konsumsi garam dan lemak. Adanya nyeri akan memberikan

respons mual dan muntah.

g. B6 (bone)

Hasil yang biasa terdapat pada pemeriksaan B6 adalah

sebagai berikut.

Aktivitas, gejala : kelemahan, tidak dapat tidur, gerak statis,

(23)

Tanda : takikardi, dispnea pada saat istirahat/aktivitas, dan

kesulitan melakukan tugas perawatan diri.

7. Pemeriksaan diagnostic

a. Tes laboratorium seperti enzim jantung dan kimia darah

b. EKG

c. Echocardiogram

d. Kateterisasi jantung

e. CT angiogram koroner

f. Magnetic Resonance Angiogram

(24)
(25)

Berdasarkan patofisiologi dan data pengakjian di atas, diagnosa

keperawatan utama untuk klien tersebut mencakup hal-hal sebagai

berikut :

1. Nyeri yang berhubungan dengan ketidakseimbangan suplai darah dan oksigen dengan kebutuhan miokardium sekunder dari

penurunan suplai darah ke miokardium.

2. Aktual / risiko tinggi menurunnya curah jantung yang berhubungan

dengan perubahan frekuensi atau irama koduksi elektrikal.

3. Aktual / risiko gangguan perfusi perifer yang berhubungan dengan menurunnya curah jantung.

C. Intervensi

Nyeri yang berhubungan dengan ketidakseimbangan suplai darah dan

oksigen dengan kebutuhan miokardium sekunder dari penurunan

suplai darah ke miokardium.

Tujuan : Dalam waktu 1 x 24 jam terdapat penurunan respons nyeri

dada

Kriteria hasil : Secara subjektif klien menyatakan penurunan rasa nyeri

dada, secara objektif didapatkan TTV dalam batas normal, wajah

rileks, tidak terjadi penurunan perfusi perifer.

Intervensi Rasional

Meningkatkan jumlah oksigen

yang ada untuk pemakaian

miokardium dan mengurangi

(26)

ekspansi paru maksimal

sehingga memudahkan

pernapasan.

Kolaborasi pemberian terapi

farmakologis antiangina

bertujuan untuk meningkatkan

asupan suplai darah ke

miokardium dengan mengganti

alur pintas

Aktual / risiko tinggi menurunnya curah jantung yang berhubungan

dengan perubahan frekuensi atau irama koduksi elektrikal.

Tujuan : dalam waktu 2 x 24 jam tidak terjadi penurunan curah jantung.

Kriteria hasil : stabilitas hemodinamik baik (tekanan darah dalam batas

normal curah jantung )

Intervensi Rasional

Pantau frekuensi jantung dan

irama

Perubahan frekuensi dan irama

jantung menunjukkan komplikasi

distrimia Pantau data laboratorium enzim

jantung, GDA, dan elektrolit

Enzim memantau perluasan

infark, elektrolit berpengaruh

terhadap irama jantung Pertahankan pemasukan total

cairan 2.000 ml/ 24 jam dalam

toleransi kardiovaskular

Memenuhi kebutuhan cairan

tubuh orang dewasa, tetapi

memerlukan pembatasan dengan

(27)

cairan dan meningkatkan volume

plasma yang berdampak

terhadap peningkatan beban

kerja jantung sehingga akan

meningkatkan pada kebutuhan

miokardium

Aktual / risiko gangguan perfusi perifer yang berhubungan dengan

menurunnya curah jantung.

Tujuan : dalam 2x24 jam perfusi perifer meningkat

Kriteria hasil : klien tidak mengeluh pusing, TTV dalam batas normal,

CRT < 3 detik, urine > 600 ml/hari

Intervensi Rasional

Kaji warna kulit, suhu, sianosis,

nadi perifer, dan diaphoresis

secara teratur

Mengetahui derajat hipoksemia

dan peningkatan tekanan perifer

Pantau urine output Penurunan curah jantung

mengakibatkan menurunnya

produksi urine, pemantauan yang

ketat pada produksi urine < 600

ml/hari merupakan tanda-tanda

terjadinya syok kardiogenik

Catat adanya keluhan pusing Keluhan pusing merupakan

manifestasi penurunan suplai

(28)

1. Bebas nyeri

2. Menunjukkan peningkatan curah jantung

3. Terhindar dari risiko penurunan perfusi perifer

DAFTAR PUSTAKA

http://medicastore.com/penyakit/11/Penyakit_Jantung_Koroner.html

Kasron. 2012. Kelainan dan Penyakit Jantung Pencegahan Serta

Pengobatannya. Yogyakarta: Nuha Medika.

Mutaqqin, Arif. 2009. Asuhan Keperawatan Klien dengan Gangguan

Referensi

Dokumen terkait

RSB dengan profil ulir Mx1,5 kanan hanya ditemukan cacat di bagian interface shell dengan babbit dengan ukuran yang relatif kecil (0,1 mm), sedangkan pada RSB dengan profil ulir

Buat Pertanyaan 5 Soal Beserta Jawaban Dari Materi Presentasi masing-masing Kelompok Setelah UTS.. Dikerjakan Boleh dengan

Hasil penelitian menyimpulkan bahwa stres kerja berpengaruh negatif dan signifikan terhadap kepuasan kerja pegawai, disiplin kerja berpengaruh positif dan

Adapun yang menjadi rumusan masalah dalam penelitian ini adalah apa dasar pertimbangan hukum yang digunakan oleh majelis hakim dalam memutuskan perkara nomor :

Menganalisi s berbagai teori tentang proses masuknya agama dan kebudayaan Hindu dan Buddha serta pengaruhny a terhadap kehidupan masyarakat Indonesia (pemerintah

Untuk membuat pengesahan PayPal, saya mencadangkan agar anda membuat deposit minimum sebanyak RM40.00 di kaunter, mesin deposit tunai atau melalui online

mewajibkannya kepada mereka tetapi &#34;mereka sendirilah yang mengada-adakannya# untuk mencari keridhaan $llah, lalu mereka tidak memeliharanya dengan pemeliharaan

Sebab DPRD bukan lembaga teknis yang menjalankan peraturan, melainkan melakukan pengawasan terhadap peraturan daerah itu, sementara justru dalam upaya menjalankan peraturan