BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Karakteristik Kopi
Kopi (Coffea sp), adalah spesies tanaman berbentuk pohon yang termasuk
dalam famili Rubiaceae dan genus Coffea. Tanaman ini tumbuhnya tegak,
bercabang dan bila dibiarkan tumbuh dapat mencapai 12 m. Daunnya bulat telur
dengan ujung agak meruncing, daun tumbuh berhadapan pada batang, cabang dan
ranting-rantingnya. Kopi mempunyai sistem percabangan yang agak berbeda
dengan tanaman lain.
Kopi dapat tumbuh dalam berbagai kondisi lingkungan, tetapi untuk
mencapai hasil yang optimal memerlukan persyaratan tertentu. Zona terbaik
pertumbuhan kopi adalah antara 200 LU dan 200 LS. Indonesia yang terletak
pada zona 50 LU dan 100 LS secara potensial merupakan daerah kopi yang baik.
Sebagian besar daerah kopi di Indonesia terletak antara 0-100 LS yaitu Sumatera
Selatan, Lampung, Bali, Sulawesi Selatan dan sebagian kecil antara 0-50 LU yaitu
Aceh dan Sumatera Utara. Unsur iklim yang banyak berpengaruh terhadap
budidaya kopi adalah elevasi (tinggi tempat), temperatur dan tipe curah hujan.
Tanaman kopi menuntut persyaratan tanah yang berpori, sehingga
memungkinkan air mengalir ke dalam tanah secara bebas. Tanaman kopi tidak
cocok untuk ditanam ditanah liat yang terlalu lekat karena menahan terlalu banyak
kedalaman 1,8 m karena pohon kopi mempunyai kemampuan untuk
menyesuaikan dan memperluas sistem perakaran. Tanah yang dalam akan
memberi bahan-bahan makanan (nutrient yang diperlukan dengan cukup).
Tanaman kopi akan tumbuh dengan baik pada tanah yang agak asam dengan
derajat keasaman pH 6. Jenis tanahnya bervariasi, mulai dari tanah basalt, granite
atau crystalline. Derajat kemiringan lereng yang cocok antara 25-300.
Tanaman kopi merupakan tanaman tahunan yang mempunyai perakaran
yang dangkal dan memiliki akar tunggang sehingga tidak mudah rebah. Bibit
tanaman kopi berasal dari bibit stek, cangkokan, bibit okulasi. Tanaman kopi
umumnya mulai berbunga setelah berumur kurang lebih dua tahun. Bunga keluar
dari ketiak daun yang terletak pada batang utama dan cabang reproduksi tetapi
bunga yang keluar dari kedua tempat tersebut biasanya tidak berkembang menjadi
buah, jumlahnya terbatas dan hanya dihasilkan oleh tanaman-tanaman yang masih
sangat muda. Bunga yang jumlahnya banyak akan keluar dari ketiak daun yang
terletak pada cabang primer. Bunga ini berasal dari kuncup-kuncup sekunder
reproduktif yang berubah fungsinya menjadi kuncup bunga. Kuncup bunga
kemudian berkembang menjadi bunga secara serempak dan bergerombol. (Tiur,
2010)
2.2. Budidaya Kopi
Untuk mendapatkan hasil kopi yang optimal dalam pembudidayaan kopi
budidaya kopi yang akan dibahas yaitu budidaya kopi Arabika dan kopi Robusta
yaitu sebagai berikut :
2.2.1. Kopi Arabika
Penanaman kopi Arabika memiliki syarat tumbuh ketinggian 700-2000m
dpl, dengan garis lintang 20o LS sampai 20o LU. Untuk curah hujan 1.500 s/d
2.500 mm/thn, kedalaman tanah efektif lebih dari 100 cm, kemiringan tanah
kurang dari 45 % dan pH 5,5 - 6,5. Iklim sangat berpengaruh terhadap
produktifitas tanaman kopi. Pengaruh iklim mulai nampak sejak cabang-cabang
primer menjelang berbunga. Pada saat bunga membuka sampai dengan
berlangsung penyerbukan pertumbuhan buah muda sampai tua dan masak
menjelang kemarau pada umumnya cuaca mulai terang, udara tidak berawan,
berarti penyinaran matahari akan lebih banyak maka suhu akan meningkat.
Banyak atau lamanya penyinaran merupakan stimulan bagi besar kecilnya
persiapan pembungaan. Semakin banyaknya penyinaran maka persiapan
pembentukan bunga akan semakin cepat.
Untuk penanaman kopi diperlukan beberapa persiapan diantaranya bahan
bahan tanaman dan persiapan areal. Persiapan bahan tanaman meliputi
penyediaan benih, penyemaian benih dan persemaian lapangan.
a. Persemaian
Untuk mendapatkan bahan tanaman diperlukan benih dan entres untuk
sambungan dan stek. Benih yang akan digunakan untuk batang bawah harus
dipilih dari buah kopi yang baik dan masak dari bahan yang dikehendaki untuk
dibersihkan dengan abu. Setelah itu benih diangin-anginkan selama kurang
lebih dua sampai tiga hari. Benih yang tersedia kemudian disemaikan pada
media yang telah disiapkan. Tanah persemaian harus dipacul kira-kira 30 cm
dan bersih dari sisa-sisa akar dan batu-batu lain. Pada bagian atas bedengan
diberi lapisan apsir tebal kirakira 5 cm. Bedengan harus diberi naungan dan
setiap hari harus disiram dengan air yang cukup tetapi tidak tergenang. Setelah
benih berusia tiga bulan harus dipindahkan kepersemaian lapangan.
b. Penanaman
Persiapan lahan dilakukan pembersihan dari semak, membongkar tunggul atau
akar pohon yang ada. Kumpulkan seluruh bagian semak yang ada, kemudian
diberaikan dan dilakukan pengajiran. Jarak tanam berbentuk segi empat yaitu :
2,5m x 2,5m; pagar 1,5m x 2,5m untuk tumpangsari 2 x 4 m. Untuk lubang
tanamnya dibuat tiga bulan sebelum tanam dengan ukuran 50 x 50 x 50 cm dan
tanah galian dicampur dengan pupuk kandang ke dalam lubang setelah 2 - 4
minggu. Bibit kopi harus berumur 4-5 bulan, tinggi minimal 20 cm, jumlah
minimal tiga pasang.
Selain itu juga perlu ditanam pohon pelindung yang hendaknya sudah ditanam
1-2 tahun. Biasanya jenis pohonnya seperti lamtoro, dapdap dan sengon.
Pohon pelindung selain untuk melindungi tanaman kopi itu berguna sebagai
memperpanjang umur produksi, menghindari penyakit, mengurangi biaya
penyiangan, dapat menurunkan suhu air dan tanah pada musim panas.
agar tidak banyak tanah yang terlepas dari akar dan leher akar, bibit ditanam
rata dengan permukaan tanah.
c. Pemeliharaan
Penyulaman dilakukan pada bibit yang sudah mati untuk menjamin jumlah
tegakan tanaman. Penyiangan dilakukan empat kali sebulan pada tanaman
muda sedangkan tanaman dewasa dua kali sebulan yang bertujuan meratakan
unsur hara dan air. Pemupukan dilakukan dua kali setahun yaitu awal musim
hujan dan akhir musim hujan.
d. Panen dan Pasca Panen
Kopi Arabika mulai berbuah pada umur tiga tahun. Buah yang sudah masak
berwarna merah tua dan pemetikan dilakukan harus hati-hati jangan sampai ada
bagian pohon yang rusak. Pengolahan hasil dibagi menjadi dua bagian yaitu :
a. Pengolahan secara kering yaitu buah kopi yang sudah kering diperam
selama 24 jam, kemudian dijemur panas matahari diputar balikan agar
merata sampai 10-14 hari, untuk memisahkan kulit buah.
b. Pengolahan secara basah buah yang baru dipetik ditumbuk dengan lesung
dan diberi sedikit air supaya cepat keluar, selain itu juga untuk
menghilangkan lendir-lendir masih memikat perlu diperam dulu dalam
kaleng atau diisi air 3-4 hari dan dicuci bersih.
2.2.2. Kopi Robusta
Penanaman kopi Robusta memiliki syarat tumbuh ketinggian 400-800 m
membutuhkan 2000-3000 mm/tahun dan pH atau keasaman 5,5 - 6,5. Untuk
penanaman kopi diperlukan beberapa proses yang berkesinambungan.
Proses-proses itu antara antara lain adalah sebagai berikut:
1. Persemaian
Untuk mendapatkan bahan tanaman diperlukan benih dan entres untuk
sambungan dan stek. Benih yang akan digunakan untuk batang bawah harus
dipilih dari buah kopi yang baik dan masak dari bahan yang dikehendaki untuk
mendapatkan biji untuk benih kulit dan daging buah dipisahkan dan lender
dibersihkan dengan abu. Setelah itu benih diangin-anginkan selama kurang
lebih dua sampai tiga hari. Benih yang tersedia kemudian disemaikan pada
media yang telah disiapkan.
Tanah persemaian harus dipacul kira-kira 30 cm dan bersih dari sisa-sisa akar
dan batu-batu lain. Pada bagian atas bedengan diberi lapisan pasir tebal
kirakira 5 cm. Bedengan harus diberi naungan dan setiap hari harus disiram
dengan air yang cukup tetapi tidak tergenang. Setelah benih berusia tiga bulan
harus dipindahkan kepersemaian lapangan.
2. Penanaman
Penanaman dilakukan pada musim hujan. Untuk itu tiga sampai enam bulan
sebelumnya harus dibuat dengan ukuran 0,4 x 0,4 x 0,4 m. Pembuatan lubang
dan luasnya tergantung pada struktur tanah. Makin berat struktur tanah makin
lama lubang harus dibuat, makin besar dan luas. Setelah itu baru dilakukan
Untuk memperoleh produksi yang optimal jarak kopi perlu diperhatikan.
Jarak tanam harus dipilih sesuai dengan jenis kopi, kesuburan tanah dan tipe
iklim. Untuk tanah lebih subur atau yang mempunyai iklim lebih basah
diperlukan jarak tanam lebih lebar dari pada tanah yang kurang subur atau
mempunyai iklim kering.
3. Pemeliharaan Tanaman
Pemeliharaan tanaman merupakan kegiatan yang terus menerus dilakukan agar
diperoleh hasil yang optimal. Kegiatan pemeliharaan meliputi :
a. Pemeliharaan Tanah atau Lahan
Pemeliharaan tanah dimaksudkan untuk menjaga agar media tanam kopi
tetap dalam kondisi baik. Disini yang perlu diperhatikan adalah
pertumbuhan gulma yang dapat menyaingi pengambilan makanan. Untuk
itu pemberian serasah perlu dilakukan untuk mencegah pertumbuhan gulma.
Serasah dapat diperoleh baik dari rembesan pohon pelindung atau dari hasil
siangan.
b. Pemeliharan Tanaman Pokok
Pemeliharaan dapat berupa pemangkasan dan penyulaman. Tujuan
pemangkasan adalah untuk mengatur pertumbuhan vegetatif ke arah
pertumbuhan generatif yang lebih produktif. Terdapat tiga macam
pemangkasan yaitu pemangkasan bentuk, pemangkasan produksi serta
pemangkasan rejuvinasi. Pemangkasan bentuk bertujuan untuk membentuk
produksi bertujuan mempertahankan keseimbangan kerangka tanaman yang
telah diperoleh melalui pemangkasan bentuk. Sementara itu, pemangkasan
rejuvinasi bertujuan untuk peremajaan batang. Dilihat dari jumlah batang
terdapat dua sistem dalam pemangkasan yaitu pemangkasan berbatang
ganda dan pemangkasan berbatang tunggal. Pemangkasan berbatang ganda
dilakukan biasanya diperkebunan rakyat sedangkan pemangkasan berbatang
tunggal dilakukan di perkebunan besar.
Sistem pemangkasan batang dipengaruhi oleh kondisi ekologis dan jenis
kopi yang ditanam. Sistem berbatang tunggal lebih sesuai untuk jenis kopi
yang banyak membentuk cabang-cabang sekunder. Oleh karena itu bila
peremajaan batang kurang diperhatikan produksi cepat menurun karena
pohon menjadi berbentuk payung. Sistem berbatang ganda lebih diarahkan
pada peremajaan batang. Oleh karena itu lebih sesuai bagi daerah yang
basah dan letaknya rendah dimana pertumbuhan batang baru berjalan lebih
cepat. Peremajaan tidak hanya mengganti tanaman yang rusak atau tua
dengan tanaman yang baru, tetapi juga perlu pergantian varietas atau klon
yang unggul serta perbaikan kultur teknis. Rejuvinasi sebaiknya dilakukan
pada akhir suatu panen besar, pada waktu akhir musim kemarau. Rejuvinasi
dilakukan secara :
Total, yaitu mengganti seluruh pohon kopi dari suatu area.
Selektif, yaitu rejuvinasi selektif yang dipilih pada pohon-pohon yang
jelas sudah tua atau rusak dan produksinya rendah.
c. Pemupukan
Pupuk diperlukan karena adanya pengambilan hara oleh tanaman dan
persediaan dalam tanah. Kopi mengambil hara dalam tanah untuk
pertumbuhan vegetatif serta untuk pertumbuhan buah. Tujuan pemupukan
adalah :
Memperbaiki kondisi tanaman, tanaman yang dipupuk secara optimal
dan teratur akan memiliki daya tahan lebih besar, sehingga tidak mudah
dipengaruhi oleh keadaan yang ekstrim.
Peningkatan produksi dan mutu, walaupun pada tahun pertama
pemupukan lebih banyak berpengaruh terhadap pertumbuhan vegetatif,
tetapi pemupukan ini juga meningkatkan mutu yaitu besarya biji kopi dan
rendemen lebih tinggi.
Stabilisasi produksi, tanaman kopi bersifat biannual bearing(panen raya
setiap empat tahun sekali). Oleh karena itu untuk menjaga agar produksi
tidak turun terlalu banyak maka perlu pemupukan yang teratur dosis dan
jenis pupuk harus disesuaikan sebab pemberian pupuk yang salah tidak
hanya tidak efektif tetapi juga menurunkan produksi.
Demikian pula dengan waktu pemupukan yang harus sesuai dengan
kebutuhan tanaman dan iklim. Dosis dan waktu pemupukan baiknya
d. Hama dan Penyakit
Terdapat banyak sekali hama dan penyakit yang dapat menyerang kopi
diantaranya :
Serangan bubuk buah akan mengakibatkan gugurnya buah muda,
menurunkan mutu akibat biji berlubang dan penyusustan berat.
Pemberantasan terhadap hama ini dilakukan dengan pemusnahan sumber
infeksi (petik bubuk, lelesan) dan pemutusan siklus hidup.
Bubuk cabang, yang menyerang cabang dan wiwilan yang masih muda
dan mengakibatkan cabang kering atau patah. Untuk mengatasi serangan
hama bubuk cabang, maka yang harus dilakukan adalah memperbaiki
kondisi tanaman kopi, menghambat pertumbuhan cendawan,
memusnahkan cabang-cabang yang terserang.
Kulit putih, akibat dari serangan ini mengakibatkan tanaman kopi
menjadi kerdil dan buah mudah gugur. Untuk mengatasinya maka
dilakukan pemberantasan semut, membabat tanaman yang disenangi
kutu, memusnahkan tanaman pelindung yang terserang dan menyemprot
obatobatan.
Cendawan akar coklat dan akar hitam, tanaman yang terserang daunnya
akan layu kuning dan kering. Untuk menghindari serangan lebih luas
maka tanaman yang terserang didongkel dan dimusnahkan, kemudian
4. Panen dan Pasca Panen
Kopi berbuah tidak serentak maka panennya juga tidak dapat dilakukan sekali
saja. Untuk itu pemetikan haruslah dipilih yang lazim disebut petik merah,
yaitu pemetikan buah yang masak berwarna merah dipetik satu demi satu dari
tiap dongkolan. Ada tiga tahap pemetikan kopi untuk menghasilkan mutu yang
tinggi yaitu :
a. Petik pendahuluan, yaitu pemetikan pada buah-buah yang terserang bubuk
buah, biasanya dilakukan pada buah kopi yang berwarna kuning sebelum
usia delapan bulan.
b. Panen raya atau sistem petik merah, yakni pemetikan buah yang
sebenarnya, pemetikan sistem petik merah dapat berjalan antara empat
sampai lima bulan dengan giliran sepuluh sampai 14 hari.
c. Rajutan, yaitu pemetikan terakhir tanpa dipilih, petik ini dilakukan bila
sisa kopi dipohon masih berkisar 10 persen. Setelah kopi dipetik perlu
dilakukan penggilingan dua tahap kemudian penjemuran kira-kira 36 jam
(Tjokrowinoto, 2002).
2.3. Perencanaan Pembangunan Daerah
Pembangunan daerah dilaksanakan dalam upaya menciptakan dan
meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Dalam proses pembangunan tersebut,
pemerintah merupakan aktor yang penting karena memiliki wewenang dan
kemampuan dalam membuat strategi, perencanaan dan kebijakan-kebijakan serta
perencanaan pembangunan tersebut harus didukung oleh pihak-pihak lain seperti
pihak swasta dan juga masyarakat.
Sasaran utama yang banyak dicanangkan oleh pemerintah, baik
pemerintah pusat maupun daerah adalah meningkatkan pertumbuhan produktivitas
(productivity growth), memeratakan distribusi pendapatan (income distribution),
memperluas kesempatan berusaha atau menekan tingkat pengangguran
(unemployment rate), serta menjaga pembangunan agar tetap berjalan secara
berkesinambungan (sustainable development).
Berikut ini beberapa konsep perencanaan pembangunan di suatu daerah
menurut Komet Mangiri dan Ati Widiati (Urbanus dan Socia, 2002:101-108) :
2.3.1. Perencanaan Pembangunan Daerah Berbasis Sumberdaya
Sumberdaya merupakan semua potensi yang dimiliki oleh alam dan
manusia, baik dalam bentuk tanah, bahan mentah, modal, tenaga kerja, keahlian,
keindahan alam, maupun sosial budaya. Potensi-potensi tersebut diharapkan
dapat meningkatkan kesejahteraan daerah yang bersangkutan.
Dalam kenyataannya, kualitas dan kuantitas yang dipunyai suatu daerah
berbeda dengan daerah yang lainnya. Di Indonesia misalnya, ada beberapa
propinsi yang memiliki sumberdaya melimpah dibandingkan dengan
propinsi-propinsi lainnya. Nangroe Aceh Darussalam, Riau, Kalimantan Timur dan Papua
kaya akan potensi dan hasil migas. Maluku dan Maluku Utara memiliki potensi
dan hasil laut yang berlimpah. Sebaliknya, Bengkulu memiliki sumber daya alam
manusianya masih tertinggal dibandingkan dengan beberapa propinsi lainnya di
Indonesia.
Karena adanya perbedaan kuantitas dan kualitas sumberdaya tersebut
maka di dalam konsep perencanaan pembangunan daerah menurut sumberdaya ini
terdapat beberapa pilihan, yakni :
a) Pembangunan daerah berbasis input, tetapi surplus sumber daya manusia.
Dalam teori ekonomi klasik, strategi seperti ini dikenal pula dengan istilah
labor surplus strategy. Bagi daerah yang memiliki sumber daya manusia
yang sangat banyak, tetapi lahan dan sumber daya alamnya terbatas, maka
labor surplus strategy cukup relevan untuk diterapkan. Tujuan utama strategi
ini adalah menciptakan lapangan kerja yang bersifat padat karya dan
mengupayakan ekspor tenaga kerja ke daerah lain.
b) Pembangunan daerah berbasis input, tetapi surplus sumber daya alam.
Strategi ini mengupayakan berbagai upaya dalam memaksimalkan sumber
daya alam yang mengalami surplus sehingga bisa diekspor ke daerah lain.
Hasil ekspor nantinya dapat dimanfaatkan untuk mendatangkan/mengimpor
sumber daya yang dibutuhkan namun tidak tersedia di daerah tersebut.
c) Pembangunan daerah berbasis sumberdaya modal dan manajemen.
Sebagian daerah mempunyai potensi sumber daya alam dan sumber daya
manusia yang cukup. Namun daerah tersebut tidak memiliki sumber daya
modal yang mencukupi untuk menciptakan pembangunan daerah. Oleh
pengembangan lembaga keuangan (perbankan dan nonperbankan) yang kuat
dan sistem manajemen yang baik.
d) Pembangunan daerah berbasis seni, budaya, dan keindahan alam.
Di Indonesia ada banyak daerah yang memiliki sumber daya berupa pantai
dan panorama yang indah, iklim yang sejuk, cagar alam yang fantastis, seni
yang atraktif, serta budaya yang unik. Contohnya Pantai-pantai di Bali,
pesona bawah laut Wakatobi di Sulawesi, Bunaken di Manado, Raja Ampat
di Papua. Dengan sumberdaya seperti itu, daerah yang bersangkutan dapat
mengembangkan wilayahnya dengan cara pembangunan transportasi,
perhotelan, restoran, kerajinan cinderamata dan sarana- sarana serta usaha
yang berkaitan dengan pengembangan pariwisata.
e) Pembangunan Daerah berbasis penataan ruang (lokasi strategis).
Pengembangan wilayah berbasis penataan ruang dapat dilakukan melalui
penetapan lokasi-lokasi strategis untuk berbagai kegiatan pembangunan (fisik
maupun nonfisik). Pemilihan lokasi-lokasi strategis tersebut bisa didasarkan
pada basis input (bahan baku dan tenaga kerja), basis transformasi produksi,
ataupun basis output (market/consumer oriented). Untuk mengembangkan
lokasi-lokasi strategis tersebut, ada tiga alternatif yang bisa dipilih, yakni
dalam bentuk pusat-pusat pertumbuhan (growth poles), integrasi fungsional
(functional integration), dan pendekatan desentralisasi (dezentralization
2.3.2. Perencanaan Pembangunan Daerah Berbasis Komoditas Unggulan
Konsep ini menekankan motor penggerak pembangunan suatu daerah
terletak pada komoditas-komoditas yang dinilai bisa menjadi unggulan, baik di
tingkat domestik maupun internasional. Ada beberapa kriteria megenai komoditas
unggulan, di antaranya :
a) Komoditas unggulan harus mampu menjadi penggerak utama (prime power)
pembangunan perekonomian. Artinya komoditas unggulan tersebut dapat
memberikan konstribusi yang signifikan pada peningkatan produksi,
pendapatan, maupun pengeluaran. Misalnya adalah cengkeh di Sulawesi,
minyak bumi dan gas alam di Aceh, jasa perdagangan di Jakarta, jasa
pariwisata di Bali.
b) Komoditas unggulan mempunyai keterkaitan ke depan dan ke belakang
(forward linkages and backward linkages) yang kuat, baik sesama komoditas
unggulan maupun komoditas-komoditas lainnya.
c) Komoditas unggulan mampu bersaing (competitiveness) dengan produk
sejenis dari daerah lain di pasar nasional dan pasar internasional, baik dalam
harga produk, biaya produksi, kualitas pelayanan, maupum aspek-aspek
lainnya.
d) Komoditas unggulan di suatu daerah memiliki keterkaitan dengan daerah lain
(complementarity), baik dalam hal pasar (konsumen) maupun pemasokan
bahan baku (jika bahan baku di daerah sendiri tidak mencukupi atau tidak
e) Komoditas unggulan memiliki status teknologi yang terus meningkat,
terutama melalui inovasi teknologi.
f) Komoditas unggulan mampu menyerap tenaga kerja berkualitas secara
optimal sesuai dengan skala produksinya.
g) Komoditas unggulan bosan bertahan dalam jangka waktu tertentu, mulai dari
fase kelahiran (increasing), pertumbuhan (growing), puncak (maturity),
hingga penurunan (decreasing).
h) Komoditas unggulan tidak rentan terhadap gejolak eksternal dan internal.
i) Pengembangan komoditas unggulan harus mendapatkan berbagai bentuk
dukungan, misalnya dukungan keamanan, sosial, budaya, informasi dan
peluang pasar, kelembagaan, fasilitas insentif/disinsentif, dan lain-lain.
j) Pengembangan komoditas unggulan berorientasi pada kelestarian sumberdaya
dan lingkungan.
Apabila komoditas unggulan sudah memasuki fase penurunan, maka
pengembangan selanjutnya dapat diteruskan dengan cara :
a) Memperkuat strategi pemasaran agar dapat mempengaruhi konsumen untuk
terus mengkonsumsi komoditas tersebut. Misalnya melalui eksebisi,
potongan harga, keringanan pajak, hingga promosi ekspor.
b) Meningkatkan kualitas produk agar tetap memiliki daya saing, sehingga
c) Menciptakan permintaan oleh industri antara (intermediary industry) yang
berarti sekaligus menciptakan nilai tambah baru bagi perekonomian daerah
yang bersangkutan.
2.4. Pengembangan Kawasan Agropolitan
Agropolitan adalah wilayah pertanian yang tumbuh dan berkembang
karena berjalannya sistem dan usaha agribisnis serta mampu melayani,
mendorong, menarik, menghela kegiatan pembangunan pertanian (sektor usaha
pertanian dalam artian luas) di wilayah sekitarnya. Sedangkan kawasan
agropolitan adalah kawasan yang terdiri atas satu atau lebih pusat kegiatan pada
wilayah perdesaan sebagai sistem produksi pertanian dan pengelolaan sumber
daya alam tertentu yang ditunjukkan oleh adanya keterkaitan fungsional dan
hierarki keruangan satuan sistem permukiman dengan sistem agribisnis.
Pengembangan Kawasan Agropolitan merupakan alternatif solusi yang
tepat dalam pembangunan perdesaan tanpa melupakan pembangunan perkotaan.
Melalui pengembangan kawasan agropolitan, diharapkan terjadi interaksi yang
kuat antara pusat kawasan dengan wilayah produksi pertanian. Melalui
pendekatan sistem Kawasan Agropolitan, produk pertanian akan diolah terlebih
dahulu di pusat kawasan sebelum dijual ke pasar (ekspor), sehingga nilai tambah
2.4.1. Prinsip Pemberdayaan Agropolitan
Agropolitan memiliki 4 (empat) prinsip pemberdayaan yang harus
diterapkan dalam mengembangkan kawasan agropolitan yaitu:
a) Prinsip Kerakyatan
Pembangunan diutamakan sebesar-besarnya bagi kesejahteraan rakyat banyak,
bukan kesejahteraan perorangan ataupun kelompok.
b) Prinsip Swadaya
Bimbingan dan kemudahan (fasilitas) yang diberikan harus mampu
menumbuhkan keswadayaan dan kemandirian, bukan menumbuhkan
ketergantungan.
c) Prinsip Kemitraan
Memperlakukan pelaku agribisnis sebagai mitra kerja pembangunan yang
berperan serta dalam seluruh proses pengambilan keputusan dan menjadikan
mereka sebagai pelaku dan mitra kerja yang aktif dalam melaksanakan
pembangunan.
d) Prinsip Bertahan dan Berkelanjutan
Pembangunan dilaksanakan sesuai dengan potensi dan kemampuan masyarakat
setempat serta memperhatikan kelestarian lingkungan.
2.4.2. Penerapan Strategi Pengembangan Kawasan Agropolitan
Penerapan Strategi untuk mengembangkan agropolitan berbasiskan
a) Peningkatan kemandirian masyarakat (tokoh petani, tokoh masyarakat dan
LSM) dengan memberikan peran kepada masyarakat dalam perencanaan,
pelaksanaan dan pengendalian.
b) Penguatan kapasitas kelembagaan tani yang mengarah pada pengembangan
koperasi atau asosiasi atau bentuk lain yang cocok dengan kondisi kawasan,
pada kelembagaan ini juga dikembangkan kegiatan simpan pinjam atau
lembaga keuangan mikro untuk membantu permodalan masyarakat
perdesaan.
c) Di Kawasan Agropolitan perlu dikembangkan Klinik Konsultasi Agribisnis
(KKA) yang berfungsi sebagai sumber informasi (modal, pasar, tehnologi dan
pelatihan) bagi petani sekitarnya. Kegiatan ini sebaiknya merupakan kegiatan
kerjasama lembaga penelitian, lembaga penyuluhan, masyarakat dan atau
swasta.
d) Pemberian fasilitas sarana dan prasarana strategis yang dibutuhkan
masyarakat (pasar, jalan, irigasi, jaringan telepon / listrik, air bersih dan
lain-lain) yang sesuai dengan master plan.
e) Pemberian insentif kepada pelaku agribisnis untuk mengembangkan produksi
dan produk komoditi unggulan (harga dasar, pajak, permodalan dan lain-lain).
f) Pemberian insentif dan penghargaan terhadap aparatur dan petugas (seperti
Camat, penyuluh/petugas lapangan, Kepala Desa/Kepala Dusun) yang terkait
dengan pelaksanaan Gerakan Pengembangan Kawasan Agropolitan
2.5. Agribisnis
Menurut Suryanto, B (2004 Hal 4), pengertian agribisnis mengacu kepada
semua aktivitas mulai dari pengadaan, prosesing, penyaluran sampai pada
pemasaran produk yang dihasilkan oleh suatu usaha tani atau agroindustri yang
saling terkait satu sama lain. Keterkaitan setiap aktivitas itu sebagai upaya
memaksimalkan potensi pertanian agar dapat menjadi andalan di sektor
perekonomian. Dengan demikian agribisnis dapat dipandang sebagai suatu sistem
pertanian yang memiliki komponen-komponen atau yang disebut dengan sistem
agribisnis.
Sistem agribisnis merupakan suatu sistem yang terdiri dari berbagai
subsistem, yaitu (1) subsistem pengadaan dan penyaluran sarana produksi,
teknologi dan pengembangan sumberdaya manusia ; (2) subsistem budaya dan
usaha tani ; (3) subsistem pengolahan hasil pertanian atau agroindustri ; dan (4)
subsistem pemasaran hasil pertanian.(Rahim dan Diah, 28 : 188 )
Sedangkan Hermawan, (2008 Hal 4) menyatakan bahwa Agribisnis terdiri dari
lima subsistem yang tergabung dalam rangkaian interaksi dan interdepedensi
secara reguler, serta terorganisir sebagai suatu totalitas, dengan kelima subsistem
sebagai berikut :
a. Subsistem Penyediaan Sarana Produksi
Subsistem penyediaan sarana produksi menyangkut kegiatan pengadaan dan
penyaluran, mencakup perencanaan, pengelolaan dari sarana produksi,
usahatani memenuhi kriteria tepat waktu, tepat jumlah, tepat jenis, tepat mutu
dan tepat produk.
b. Subsistem Usaha Tani atau Proses Produksi
Subsistem ini mencakup kegiatan pembinaan dan pengembangan usahatani
dalam rangka meningkatkan produksi primer pertanian. Termasuk kedalam
kegiatan ini adalah perencanaan pemilihan lokasi, komoditas, teknologi, dan
pola usahatani dalam rangka meningkatkan produksi primer. Disini
ditekankan pada usahatani yang intensif dan sustainable (lestari), artinya
meningkatkan produktivitas lahan semaksimal mungkin dengan cara
intensifikasi tanpa meninggalkan kaidah-kaidah pelestarian sumber daya alam
yaitu tanah dan air. Disamping itu juga ditekankan usahatani yang berbentuk
komersial bukan usahatani yang subsistem, artinya produksi primer yang
akan dihasilkan diarahkan untuk memenuhi kebutuhan pasar dalam artian
ekonomi terbuka.
c. Subsistem agroindustri/pengolahan hasil
Lingkup kegiatan ini tidak hanya aktivitas pengolahan sederhana di tingkat
petani, tetapi menyangkut keseluruhan kegiatan mulai dari penanganan pasca
panen produk pertanian sampai pada tingkat pengolahan lanjutan dengan
maksud untuk menambah value added (nilai tambah) dari produksi primer
tersebut. Dengan demikian proses pengupasan, pembersihan,
pengekstraksian, penggilingan, pembekuan, pengeringan, dan peningkatan
mutu.
Subsistem pemasaran mencakup pemasaran hasil-hasil usahatani dan
agroindustri baik untuk pasar domestik maupun ekspor. Kegiatan utama
subsistem ini adalah pemantauan dan pengembangan informasi pasar dan
market intelligence pada pasar domestik dan pasar luar negeri.
e. Subsistem Penunjang
Subsistem ini merupakan penunjang kegiatan pra panen dan pasca panen
yang meliputi : Sarana Produksi dan Tataniaga, Perbankan/Perkreditan,
Penyuluhan Agribisnis, Kelompok tani, Infrastruktur agribisnis, Koperasi
Agribisnis, BUMN, Swasta, Penelitian dan Pengembangan, Pendidikan dan
Pelatihan, Transportasi, Kebijakan Pemerintah (Hermawan, 2008 P 4).
2.6. Kaitan Agropolitan Dengan Agribisnis
Konsep Agropolitan dikembangkan sebagai strategi baru pembangunan
daerah karena konsep lama yaitu Growth Pole (Pusat Pertumbuhan) yang
diaplikasikan mulai tahun 1970-an dinilai memperlebar ketimpangan antara kota
dan desa. Konsep Pusat Pertumbuhan ternyata telah mengakibatkan aliran ke
pusat jauh lebih besar daripada aliran ke desa. Akibatnya terjadi perbedaan kota
dengan desa, serta ketimpangan antara si kaya di kota dan si miskin di desa juga
semakin lebar. Dengan demikian terjadi perpindahan penduduk dari desa ke
kota-kota besar (urbanisasi).
Menyadari kegagalan ini Friedmann & Mike Douglass mengembangkan
pendekatan baru yang lebih berlandaskan basic needs dan focus pembangunan di
dan berkembang karena berjalannya sistem dan usaha agribisnis serta mampu
melayani, mendorong kegiatan pembangunan pertanian (agribisnis) di wilayah
sekitarnya.
Kaitan antara Agropolitan dan Agribisnis, adalah bahwa Agropolitan
berkait dengan kawasan pertanian yang dikembangkan dengan berbagai kegiatan
agribisnis. Sedangkan agribisnis adalah berbagai kegiatan usaha yang menyangkut
bidang pertanian dari hulu sampai hilir, termasuk kegiatan penunjangnya.
Sejarah perkembangan kota-kota di Indonesia sebagian besar karena
berkembangnya kegiatan agribisnis dengan dukungan kegiatan pertanian di
wilayah hinterland-nya. Kota Bandung, Bogor, Malang, Cianjur, Garut dan
lain-lain tumbuh karena dukungan kegiatan pertanian dan hinterlandnya. Sedikit
berbeda dengan Jakarta, Semarang Surabaya, dan Cirebon yang tumbuh karena
adanya pelabuhan dan industri sebagai leading sectornya. Kumpulan desa-desa
berkembang membentuk pusat-pusat pertumbuhan biasanya berupa ibu kota
kecamatan. Perlu diupayakan agar industri yang berkembang di Agropolitan ialah
industri yang mempunyai kaitan kedepan (forward linkage) dan kaitan kebelakang
(backward linkage) dengan kegiatan pertanian yang dikembangkan di
hiterlandnya (Depnakertrans, 2005).
Sebagai contoh suatu kawasan yang lahannya sesuai untuk komoditas
nenas, kemudian di kawasan agropolitan dikembangkan industri pengalengan
nanas, industri pembuatan kaleng, pengangkutan dan lain-lain, sementara
pemerintah pusat/provinsi memberi dukungan melalui pelatihan bagi petani nanas,
Setiap kawasan dikembangkan dengan spesifikasinya sendiri (1 kawasan
dengan 1 komoditi unggulan). Pembangunan suatu daerah jangan meniru (blue
print) dari daerah lain yang sudah berhasil. Tetapi setiap daerah harus mempunyai
komoditi unggulan atau karakter tersendiri (Depnakertrans, 2005).
2.7. Analisis SWOT (Strengths, Weaknesess, Opportunities, Threats)
Dalam menetapkan strategi dan kebijakan pengembangan komoditas
pertanian dapat digunakan analisis SWOT. Identifikasi peluang dan ancaman
yang dihadapi suatu industri serta analisis terhadap faktor-faktor kunci menjadi
bahan acuan dalam menetapkan strategi dan kebijakan pengembangan suatu
komoditas tersebut. Analisis SWOT adalah analisa kekuatan, kelemahan, peluang
dan ancaman (Strength, Weakness, Opportunities dan Threats). Analisis SWOT
merupakan identifikasi yang bersifat sistematis. Analisis ini digunakan untuk
menemukan faktor internal (kekuatan dan kelemahan) dan faktor eksternal
(peluang dan ancaman) pada suatu organisasi. Setelah diketahui faktor-faktor
kekuatan, kelemahan, peluang dan ancaman, selanjutnya dapat ditentukan strategi
dengan memanfaatkan kekuatan yang dimilikinya untuk mengambil keuntungan
dari peluang-peluang yang ada. Selain itu, analisis ini juga dapat digunakan untuk
memperkecil atau mengatasi kelemahan yang dimiliki untuk menghindari
ancaman yang ada. Strategi adalah cara terbaik untuk mencapai beberapa sasaran
dan rencana yang komprehensif. Strategi yang mengintegrasikan segala sumber
daya dan kemampuan yang bertujuan jangka panjang untuk memenangkan
integratif yang dapat dijadikan pegangan untuk bekerja, berjuang dan berbuat
untuk memenangkan kompetisi. Untuk menentukan mana yang terbaik tersebut
akan tergantung pada kriteria yang digunakan.
Proses penyusunan rencana strategis melalui tiga tahap yaitu:
1. Tahap pengumpulan faktor-faktor internal dan eksternal
2. Tahap analisis
3. Tahap pembentukan alternatif-alternatif strategi
Tahap pengumpulan faktor-faktor internal dan eksternal tersebut pada
dasarnya tidak hanya sekedar kegiatan pengumpulan data, tetapi juga suatu
kegiatan pengklasifikasian dan pra analisis. Faktor-faktor strategis internal dan
eksternal merupakan pembentukan matriks SWOT (David, 2006Analisis SWOT
berdasarkan asumsi bahwa suatu strategi yang efektif memaksimalkan kekuatan
dan peluang, meminimalkan kelemahan dan ancaman. Matriks SWOT terdiri dari
empat sel faktor (S,W,O dan T), empat sel alternatif strategi (Tabel).
Terdapat delapan tahapan dalam membentuk matriks SWOT, yaitu :
1. Tentukan faktor-faktor kekuatan internal
2. Tentukan faktor-faktor kelemahan internal
3. Tentukan faktor-faktor peluang eksternal
4. Tentukan faktor-faktor ancaman eksternal
5. Sesuai kekuatan internal dan peluang eksternal untuk membuat strategi SO.
6. Sesuai kelemahan dengan peluang eksternal untuk mendapatkan strategi WO.
7. Sesuai kekuatan internal dengan ancaman eksternal untuk mendapatkan strategi
8. Sesuai kelemahan internal dengan ancaman eksternal untuk mendapatkan
strategi WT.
Berikut ini merupakan matriks yang digunakan untuk membentuk
strategi-strategi pengembangan metode SWOT setelah faktor internal dan
faktor-faktor eksternal dikumpulkan.
faktor peluang eksternal
STRATEGI SO
Matriks SWOT merupakan alat pencocokan yang penting untuk membantu
stakeholders mengembangkan empat tipe strategi, yakni (1) strategi SO yaitu
eksternal, (2) strategi WO yaitu strategi yang bertujuan untuk memperbaiki
kelemahan internal dengan memanfaatkan peluang eksternal, (3) strategi ST yaitu
strategi yang menggunakan kekuatan internal untuk menghindari pengaruh dan
ancaman eksternal serta (4) strategi WT merupakan strategi yang diarahkan untuk