• Tidak ada hasil yang ditemukan

Panduan Pelayanan Medik PB PAPDI 2006

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Panduan Pelayanan Medik PB PAPDI 2006"

Copied!
418
0
0

Teks penuh

(1)

PANDUAN

PELAYANAN

MEDIK

Perhimpunan Dokter Spesialis Penyakit Dalam Indonesia

(2)

KONTRIBUTOR

Departemen Umu Penyakit Dalam FKUI/RSCM Prof.Dr. Dasnan Ismail, SpPD-KKV

Dr. Idrus Alwi, SpPD-KKV Dr. Muin Rahman, SpPD-KKV

Prof.DR.Dr. SarwonoWaspadji, SpPD-BCEMD Dr. Pradana Soewondo, SpPD-KEMD

Dr. Imam Subekti, SpPD-KEMD Dr. Gatut Semiardji, SpPD-KEMD Prof.Dr. RHHNelwan, SpPD-KPTI Prof. Dr. H. Iskandar Zurkanain, SpPD-KPTI

Prof. Dr. Djoko Widodo, SpPD-KPTI Dr. HerdimanT. Pohan, SpPD-KPTI

Dr. Budi Setiawan, SpPD-KPTI Dr. Suhendro, SpPD-KPTI Dr. Leonard Nainggolan, SpPD-KPTI

Dr. Khie Chen, SpPD-KPTI

Prof.Dr. Zubairi Djoerban, SpPD-KHOM DR. Dr. Djumhana Atmakusuma, SpPD-KHOM

Dr. Abdul Muthalib, SpPD-KHOM DR. Dr. Harry Isbagio, SpPD-KR

Dr. Yoga I Kasjmir,SpPD-KR DR. Dr. Zulkifli Amin, SpPD-KP Dr. Anna Uyainah Z.N, SpPD-KP Dr. Chudahman Manan, SpPD-KGEH

Dr. Dadang Makmun, SpPD-KGEH Dr. Ari F. Syam, SpPD-KGEH Dr. Murdani Abdullah, SpPD-KGEH ProfDr. H. Ali Sulaiman, PhD, SpPD-KGEH

Dr. Irsan Hasan, SpPD-KGEH Prof DR.Dr. Endang Susalit, SpPD-KGH

Dr. Ginova Nainggolan, SpPD, KGH Dr. E. Mudjadid, SpPD-KPsi Dr. Hamzah Shatri, SpPD-KPsi Dr. Lukman Hakim, SpPD-KKV-KGer

Dr. Siti Setiati, MEpid, SpPD-KGer

iii Dr. Czeresna Heriawan Soedjono, MEpid, SpPD-KGer

(3)

Dr. Nina Kemala Sari, SpPD Dr. Arya Govinda, SpPD Dr. Hem Sundaru, SpPD-KAI

Prof. DR. Dr. Samsuridjal Djauzi, SpPD-KAI Prof. Dr. A. Dinajani Mahdi, SH, SpPD-KAI

Dr. Nanang Sukmana, SpPD-KAI Dr. Iris Rengganis, SpPD-KAI Dr. Teguh H. Karyadi, SpPD-KAI

Dr. Evy Yimihastuti, SpPD PAPDI Cabang Bogor PAPDI Cabang Yogyakarta

PAPDI Cabang Malang

PENYUSUN

DR. Dr. Sidartawan Soegondo, SpPD-KEMD Dr. Anna Uyainah Z.N, SpPD-KP Dr. Hanafi B. Trisnohadi, SpPD-KKV DR. Dr. Djumhana Atmakusuma, SpPD-KHOM

Dr. Idnis Alwi, SpPD-KKV Dr. Teguh H. Karyadi, SpPD-KAI

Dr. Suharko Soebadri, SpPD Dr. HilmanTadjoedin, SpPD

Dr. Muhammad Syafiq Dr. Ariani Intan Wardhani

Dr. Johannes Poerwoto Dr. Ikhwan Rinaldi Dr. Purwita Wijaya Laksmi

Dr. Dyah Pumamasari Dr. Emi Juwita Nelwan

iv

(4)

Daftar isi v

Kata Pengantar xi

Sambutan Direktur Jenderal Pelayanan Medik

Departemen Kesehatan Rl xiii

Sambutan Ketua Umum PB PABDI >w

Langkah-langkah Penyusunan Panduan Pelayanan

Medik PAPDI xvii

BAB I : Pendahuluan 3

Latar Belakang 3

PengertiandanTujuan 3

Ruang Lingkup 3

BAB II : Panduan Pelayanan Medik PAPDI 5

2.1. Metabolik Endokrinologi: 7 �Diabetes Melitus -y 8 Tirotoksikosis 16 �Ketoasidosis Diabetikum 20 Hipoglikemia 23 Dislipidemia 26

Struma Nodosa Non Toksik 31

Kista Tiroid 35

2.2. Kardiologi: 39

Bradiaritmia 41

Edema Ram Akut (Kardiak) 44

Endokarditis Infektif 47

Fibrilasi Atrial 51

�Gagal Jantung Kronik 54

Takikardia Atrial Raroksismal 58

V

Perikarditis 60

�Sindrbm KoronerAkut - 63

(5)

Fibrilasi Ventrikular 70 Takikardia Ventrikular 72 Ekstrasistol Ventrikular 74 2.3. Pulmonologi: T7 �Hemoptisis 79 Efusi Pleura 82 Pneumotoraks 87

Pneumonia didapat di Masyarakat 90

Pneumonia Atipik 100

Gagal Napas 103

7Penyakit Paru Obstruktif Kronik 105

'�Tuberkulosis Paru 109 Karsinoma Paru 112 Emboli Paru 117 2.4. Reumatologi; 121 Artritis Pirai 123 Artritis Reumatoid 125

v/Lupus Eritemat(�us Sistemik 127

Artritis Septik 129

Osteoartritis 131

Sklerosis Sistemik 133

2.5. Tropik Infeksi: 135

Demam Berdarah Dengue 137

DemamTifoid' 139

Leptospirosis 142

Sepsis dan Renjatan Septik 144

Feverof unknown Origin 146

Malaria 148 Intoksikasi Opiat 151 Intoksikasi Organofosfat 153 vi

2.6. Ginjal Hipertensi:

155

PenyakitGinjal Kronik

157

�Sindroma Nefrotik

160

Penyakit Glomerular

162

(6)

Gagal Ginjal Akut

165

�Hipertensi

168

Krisis Hipertensi

171

Infeksi Saluran Kemih

174

Batu Saluran Kemih

179

Nefritis Lupus

181

2.7. Hematologi Onkologi Medik :

183

Llmpoma non-Hodgkin

185

Anemia Aplastik

187

Leukemia Akut

189

Sindrom Lisis Tumor

192

Idiophatic Thrombocytopenia Purpura

194

Trombosis Vena Dalam

197

Koagulasi Intravaskular Diseminata

201

Trombositosis Primer/Esensial

203

Sindrom Vena kava Superior

205

Hiperkalsemia

207

Hiperurisemia

209

Terapi Suportif pada Pasien Kanker

211

Polisitemia Vera

216

2.8. Geriatri:

219

Pengkajian Geriatri PafipurnalComprehensif Geriatric

Assessment (CGA)

221

Sindrom Delirium Akut

229

Instabilitas dan Jatuh

231

Gangguan Kognitif Ringan dan Demensia

237

Imobilisasi

244

Inkontinensia Urin

248

Dehidrasi

250

Konstipasi

253

Pneumonia pada Geriatri

256

Vll

• Infeksi� Saluran Kemih 258

Ulkus Dekubitus 260

(7)

2.9. Psikosoma tik: 267

Depresi 269

Dispepsi Fungsional 271

Sindrom Leiah Kronik 273

Ansietas 275

Sindrom Hiperventilasi 277

Nyeri Psikogenik 279

Sindrom Kolon Iritabel 281

Penyakit Jantung Fungsional (Neurosis Kardiak) 283

2.10. Alergi Imunologi: 285

Infeksi HIV/AIDS 287

Renjatan Anafilaksis 289

"�Asma Bronkial 291

Urtikaria karena Obat 294

2.11. Gastroenterologi: 297 Ulkus Peptikum 299 Dispepsia 301 Karsinoma Kolon 302 Karsinoma Rekti 303 Karsinoma Gaster 304 Hematemesis Melena 305 Diare Kronik 307 Pankreatitis Akut 309 Ileus Paralitik 311 Hematoskezia 313 2.12. Hepatologi: 315 </ Sirosis Hati 317 Hepatoma 318

Hepatitis Virus Akut 319

Hepatitis Virus Kronik 320

Abses hati 321

viii

Kolesistitis Akut

Perlemakan Hepatitis non alkoholil<

323 325

(8)

BAB III : Panduan Prosedur Tindakan Penyakit Dalam PAPDI 327

3.1. Kardiologi 329

Kardioversi 331

Kateterisasi Jantung dan Angiografi Koronaria 333

Pacu Jantung Sementara 337

Perikardiosentesis (Pungsi Perikard) 340 Manajemen Perioperatif pada Operasi Nonkardiak 342

Percutaneus Transluminal Coronary Angioplasty 347

Tes Treadmill 350

3.2. Pulmonologi 353

»�ungsi Cairan 355

Biopsi Aspirasi Jarum Haius 357

Pleurodesis 359 Bronkoskopi 362 Spironnetri 369 Biopsi Pleura 372 3.3. Reumatologi 375 Penyuntikan intra-artikular 377

Aspirasi Cairan Sendi/artrosentesis 380

3.4. Ginjal Hipertensi 383

Biopsi Ginjal 385

Peritoniai Dialisis Akut 388

Peritonial Dialisis Mandiri Berkesinambungan 391

3.5. Hematologi Onkologi Medik 395

Aferesis 397

Pungsi Sumsum Tulang 400

Biopsi Sumsum Tulang 403

\/Transfusi Darah 405

Pemasangan Nutricath 408

Fiebotomi 411

ix

3.6. Alergi Imunologi 413

Tes Tempel {Patch Test) 415

(9)

Tes Provokasi Bronkus 419

Tes Provokasi Obat 421

3.7. Gastroenterologi 423

Skleroterapi dan Ligasi Varises Esofagus 425

Skleroterapi Hemoroid 428

Businasi 430

Kolonoskopi 431

Pemasangan Selang Nasogastrik 433

Esofago-Gastro-Duodenoskopi 435

3.8. Hepatologi 437

Biopsi Aspirasi Jarum Halus 439

� Parasentesis Abdomen 441

BAB IV : Penutup 443

Lampiran 447

Surat Keputusan Ketua Umum PB PAPDI

No. 172ISK. PB. PAPDIIIXI04

X

KATA

PENGANTAR

Dalam rangka menghadapi era globalisasi dan memberikan pelayanan dan perawatan pasien secara optimal dan bertanggung jawab sesuai dengan

(10)

profesionalisme dokter penyakit dalam, maka Pengurus Besar Perhimpunan Dokter Spesialis Penyakit Dalam Indonesia (PB PAPDI) telah menginventarisasi dan menyusun panduan pelayanan medis (PPM) PAPDI dan panduan operasional prosedur tindakan dalam pelayanan. Buku PPM PAPDI ini sebagian merupakan naskah dari buku Pedoman Diagnostis dan Terapi di Bidang Ilmu Penyakit Dalam dan buku Prosedur Tindakan di Bidang Ilmu Penyakit Dalam yang telah diterbitkan oleh Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKUI/RS. Dr. Cipto Mangunkusumo. Harapan kami buku ini dapat diterapkan oleh Dokter Spesialis Penyakit Dalam Seluruh Indonesia sebagai panduan keija yang bermutu dan dapat dipertanggungjawabkan secara moral dan material.

Tujuan dari penyusunan PPM PAPDI adalah agar buku ini dapat dijadikan sebagai panduan untuk seluruh Dokter Spesialis Penyakit Dalam yang bekeija di rumah sakit pemerintah dan swasta serta fasilitas pelayanan kesehatan lainnya seluruh Indonesia, disesuaikan dengan sarana yang tersedia

Pada kesempatan ini, Tim Penyusun berterima kasih kepada para Ketua Divisi dan Staf Departemen Ilmu Penyakit FKUI/RSCM serta anggota Cabang PAPDI di Indonesia yang telah memberikan masukan/saran untuk perbaikan/revisi konsep SPM PAPDI. Penghargaan juga diberikan kepada Dr. Anna Uyainah Z.N, SpPD-KP beserta timnya Dr. Ika Prasetya Wijaya, SpPD, Dr. Nafrialdi, SpPD, Dr. Arif Mansjoer, Dr. Muhammad Syafiq, Dr. Ikhwan Rinaldi, Dr. Johannes Poerwoto, Dr. Purwita Wijaya Laksmi, Dr. Ariani Intan Wardhani, Dr. Dyah Pumamasari dan Dr. Emi Juwita Nelwan serta para tenaga sekertariat atas usahanya dalam penyusunan buku ini.

Semoga buku Panduan Pelayanan Medik ini dapat dimanfaatkan sebaik-baiknya.

Jakarta, April 2005 Tim Penyusun

Prof. PR Dr. Sidartawan Soegondn. SpPD. KEMP. FACE Ketua

XI

SAMBUTAN DIREKTUR JENDERAL

PELAYANAN MEDIK

(11)

Assalamuialaikum Wk JVb

Kita patut bersyukur ke hadirat Tuhan yang Maha Esa karena Perhimpunan Dokter Spesialis Penyakit Dalam Indonesia (PAPDI) telah dapat menyelesaikan Panduan Pelayanan Medis Penyakit Dalam. Dengan demikian kita telah maju selangkah lagi dalam menyediakan pelayanan yang bermutu dan profesional. Panduan Pelayanan Medik Penyakit Dalam merupakan suatu panduan keija Dokter Spesialis Penyakit Dalam di seluruh Indonesia dalam menjalankan tugas keprofesian di sarana pelayanan kesehatan yang dapat dipertanggungjawabkan.

Akhir-akhir ini pengaduan masyarakat akan medical error dan mal praktek sudah banyak kita temukan baik lewat media massa maupun lewat penyelesaikan hukum, hal ini disebabkan karena telah meningkatnya kesadaran dan pengetahuan masyarakat akan haknya untuk mendapatkan pelayanan yang bermutu. Arus globalisasi yang kita hadapi memacu terjadinya persaingan ketat agar bisa survive. Dengan demikian bekerja secara profesional merupakan kunci dari penyelesaian masalah ini. Panduan profesi dan panduan pelayanan medik ini menjadi sangat penting agar hak masyarakat terlindungi untuk mendapatkan pelayanan yang bermutu serta tenaga pemberi pelayanan pun terlindungi.

Saya menyambut gembira dan menghargai upaya yang telah dilakukan oleh PAPDI ini dengan demikian profesi telah ikut mendorong pencapaian Indonesia Sehat2010.

Dengan dicetaknya buku Pelayanan Medik Penyakit Dalam ini maka asset perangkat lunak kita dalam memberikan rambu-rambu bekerja secara profesional telah bertambah lagi. Buku ini tidak hanya bermanfaat bagi profesi tetapi juga bagi pemerintah dalam pengembangan pelayanan di sarana kesehatan.

xni Akhir kata saya ucapkan selamat bekerja semoga Allah SWT selalu membimbing dan meridhoi segala upaya yang kita buat.

(12)

Dr.

Sri Astuti S. Suparmanto. M.Sc (PH1 Direktur Jenderal Pelayanan Medik

XIV

SAMBUTAN KETUA UMUM PB PAPDI

Assalamuialaikum Wr. Wh

Fuji syukurkitapanjatkankehadirat Allah SWT atas keberhasilan penyusunan buku Panduan Pelayanan Medik (PPM) PAPDI. Dengan terbitnya buku Standar

(13)

Pelayanan Medik PAPDI ini, diharapkan akan semakin jelas rujukan/panduan segala sesuatu yang berhubungan dengan prosedur standar operasional dalam pelayanan dan perawatan kepada pasien.

Seiring dengan arus kemajuan dan perkembangan pengetahuan dan teknologi di bidang kedokteran khususnya Ilmu Penyakit Dalam serta dalam rangka meningkatkan profesionalisme dokter penyakit dalam dan mencegah terjadinya

ikekeliruani dalam perawatan kepada pasien, diharapkan Buku Panduan Pelayanan

Medik PAPDI ini menjadi acuan/panduan dalam menjalankan tugas profesi seorang dokter spesialis penyakit dalam di rumah sakit pemerintah dan swasta serta fasilitas pelayanan kesehatan lain di seluruh Indonesia, disesuaikan dengan sarana yang tersedia.

Untuk mencapai keberhasilan pelayanan dan perawatan kepada pasien yang berkualitas dan bertanggung jawab, di samping mengacu pada buku Panduan Pelayanan Medik PAPDI yang sudah dirancang dengan sebaik-baiknya sebagai panduan keija yang bermutu dan dapat dipertanggungjawabkan, juga harus didukung sumberdayamanusia(SDM) yang berkualitas dalam pengetahuan dan bertanggung jawab secara moral dalam sikap dan perilaku serta sarana prasarana yang sesuai

dengan kebutuhan. Untuk itu dokter spesialis penyakit dalam harus selalu berupaya memperbaiki dan meningkatkan pengetahuan terutama dalam hubungannya dengan pasien baik melalui pendidikan formal maupun non formal.

Kami menyampaikan banyak terima kasih kepada Tim Penyusun buku Panduan Pelayanan Medik PAPDI dan kepada Tim PPDS Penyakit Dalam FKUI/RSCM yang telah membantu terbitnya buku ini serta kepada para mediator dari Divisi Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKUI/RSCM dan anggota cabang PAPDI di Indonesia yang telah berpartisipasi dalam penyusunan buku ini.

XV

Semoga buku Panduan Pelayanan Medik PAPDI ini dapat membantu dalam melaksanakan tugas sehari-hari dokter spesialis penyakit dalam di rumah sakit sebagai bentuk pelayanan dan pengabdian masyarakat, dan semoga Allah SWT memberikan bimbingan dan meridhoi segala aktivitas para dokter penyakit dalam seluruh Indonesia. Amiin.

(14)

Wassalammuialaikum Wr. Wb.

Prof. Dr. H-A. Atiz Rani. SpPD. KCEH

KetuaUmum

xvi

LANGKAH-LANGKAH PENYUSUNAN

PANDUAN PELAYANAN MEDIK PAPDI

Dalam penyusunan Panduan Pelayanan Medik (PPM) Penyakit Dalam PAPDI ada beberapa langkah yang di tempuh untuk mencapai hasil yang maksimal, sebagai berikut:

1. Pengurus Besar Perhimpunan Dokter Spesialis Penyakit Dalam Indonesia (PB PAPDI) membentuk Tim Penyusun dan menetapkan SK Penugasan Penyusunan PPM Penyakit Dalam tahun 2004 oleh Ketua Umum PB PAPDI (No. 126/SK.PB,

(15)

PAPDIAai/04)

2. Penyusunan Buku Panduan Pelayanan Medik PAPDI a. Menentukan latar belakang penyusunan PPM

b. Menentukan topik-topik yang perlu dimasukkan ke dalam PPM Topik-topik ditentukan berdasarkan:

Sepuluh penyakit terbanyak dari setiap divisi penyakit dalam

Penyakit-penyakit yang dianggap penting walaupun angka kej adian kecilPenyakit-penyakit yang memerlukan tindakan emergensi

c, Topik-topik tersebut adalah sebagai berikut: 1. Penyakit: Metabolik Endokrinologi : - Diabetes melitus Tirotoksikosis - Ketoasidosis diabetikum - Hipoglikemia - Dislipidemia

Struma nodosa non toksik - Kista tiroid

Kardiologi : - Bradiaritmia

- Edema paru akut (kardiak) - Endokarditis infektif - Fibrilasi atrial

- Gagal jantung kronik - Takikardia atrial paroksimal - Perikarditis

- Sindrom koroner akut - Renjatan kardiogenik - Fibrilasi Ventrikular Takikardia Ventrikular - Ekstrasistol ventrikular xvii Pulmonologi : Hemoptisis - Efiisi pleura - Pneumotoraks

- Pneumonia didapat di masyarakat - Pneumonia atipik

- Gagal napas

- Penyakit paru obstruktif kronik - Tuberkulosis paru - Karsinoma paru - Emboli paru Reumatologi: - Artritis pirai - Artritis reumatoid

(16)

- Artritis septik - Osteoartritis - Sklerosis sistemik

Tropik Infeksi :

- Demam berdarah dengue - Demam tifoid

- Leptospirosis

- Sepsis dan renjatan septik

- Fever of unknown origin

- Malaria

- Intoksikasi opiat

- Intoksikasi organofosfat Ginjal Hipertensi ;

- Penyakit ginjal kronik - Sindromnefrotik - Penyakit glomerural - Gagal ginj al akut - Hipertensi

- Krisis hipertensi - Infeksi saluran kemih - Batu saluran kemih - Nefritis lupus

Hematologi Onkologi Medik : - Limfoma Non Hodgkin - Anemia aplastik

- Leukemia akut Leukemia kronik Sindrom lisis tumor

- Ideopatic Thrombositopenic Purpura

- Trombosis Vena Dalam

- Koagulasi intravaskular diseminata - Trombositosis primer/esensial - Sindrom vena cava superior

Hiperkalsemia - Hiperurisemia

- Terapi suportif pada pasien kanker - Polisitemia vera

Geriatri :

- Pengkajian Geriatri paripuma/Cow;?re/ie«5(/'Geriatric Assesment (CGA)

- Sindrom Delirium Akut - Instabilitas dan Jatuh

- Gangguan kognitif ringan dan demensia - Imobolisasi

- Inkontinensia urin - Dehidrasi

(17)

- Pneumonia pada geriatri Infeksi saluran Kemih Ulkus dekubitus - Malnutrisi

Psikosomatik; Depresi

- Dispepsi fungsional Sindrom lelah kronik - Ansietas

- Sindrom hiperventilasi - Nyeri psikogenik

Sindrom kolon iritabel

- Penyakit jantung fungsional (Neurosis kardiak) Alergi Imunologi :

- Infeksi HIV/AIDS - Renjatan anafilaksis - Asma bronkial - Urtikaria karena obat Gastroenterologi : - Ulkus peptikum - Dispepsia - Karsinoma kolon - Karsinoma rekti xix - Karsinoma gaster - Hematemesis Melena - Diare kronik - Pankreatitis akut - Ileus paralitik - Hematoskezia Hepatologi : - Sirosis hati - Hepatoma

Hepatitis virus akut - Hepatitis virus kronik - Abses hati

- Kolesistitis akut

- Perlemakan hepatitis non alkoholik Tindakan/prosedur:

Kardiologi: - Kardioversi

- Kateterisasi jantung dan angiografi koronaria - Pacu jantung sementara

- Perikardiosentesis (pungsi perikard)

(18)

- PTCA

Tes Treadmill

Pulmonologi :

- Pungsi cairan pleura

Biopsi aspirasi jarum halus - Pleurodesis - Bronkoskopi - Spirometri - Biopsi pleura Reumatologi: - Penyuntikan intra-artikular

- Aspirasi cairan sendi/artrosentesis Ginjal Hipertensi:

- Biopsi ginjal

- Peritonial dialisis akut

- Peritonial dialisis mandiri berkesinambungan Hematologi Onkologi Medik :

- Aferesis

- Pungsi sumsum tulang - Biopsi sumsum tulang

- Transfiisi darah

- Pemasangan nutricath - Flebotomi

Alergi Imunologi :

- Tes temple (patch test) ~ Tes tusuk {skin prick test) - Tes provokasi bronkus - Tes provokasi obat Gastroenterologi :

- Skleroterapi dan ligasi VE - Skleroterapi hemoroid - Businasi

- Kolonoskopi

- Pemasangan selang nasogastrik (NGT atau Flocare) Esofago-gastro-duodenoskopi

Hepatologi :

Biopsi aspirasi jarum halus - Parasentesis abdomen

3. Pembagian tugas penulisan PPM

4. Menyusun sistematika penulisan PPM (Penyakit dan Prosedur Tindakan) yaitu sebagai berikut:

(19)

1. Pengertian 2. Diagnosis 3. Diagnosis banding/diferensial 4. Pemeriksaan Penunjang 5. Terapi 6. Komplikasi 7. Prognosis 8. Wewenang

9. Unit Yang Menangani 10. UnitTerkait

n.

Tindakan/prosedur terdiri dari:

1. Pengertian 2 Tujuan 3. Indikasi 4. Kontra Indikasi 5. Persiapan 6. Prosedur Tindakan 7. Lama Tindakan 8. Komplikasi 9. Wewenang XXI

10. Unit Yang Menangani 11. UnitTerkait

5. Mendistribusikan PPM yang telah disusun ke divisi-divisi penyakit dalam FKUI/RSCM untuk di revisi

6. Menyusun PPM yang telah dibuat mencakup di dalamnya PPM yang telah dikoreksi oleh masing-masing divisi terkait.

7. Mengirimkan PPM yang telah disusun ke anggota cabang PAPDI di In¬ donesia untuk mendapatkan masukan/saran

8. Memperbaiki dan meyusun kembali PPM yang telah dikoreksi oleh anggota cabang PAPDI.

9. Ketua Umum PAPDI menyetujui PPM yang telah diperbaiki dengan dikeluarkannya SK Pemberlakuan No, 172/SK.PB. PAPDI/IX/2004

10. Sosialisasi PPM kepada seluruh anggota cabang PAPDI di Indonesia. 11. Pelaksanaan PPM dilaksanakan oleh seluruh dokter spesialis penyakit

dalam

(20)

PENDAHULUAN

BAB I

PENDAHULUAN

1.1

LATAR BELAKANG

Seiring dengan kemaj uan dan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi di bidang kedokteran khususnya Ilmu Penyakit Dalam, perlu adanya panduan/acuan kerja yang bermutu dan dapat dipertanggungjawabkan secara moral maupun mate¬ rial meny angkut pelayanan dan perawatan kepada pasien di rumah sakit pemerintah dan swasta serta fasilitas kesehatan lainnya di Indonesia, agar tidak terjadi "kekeliruan" dalam bertindak yang mengakibatkan kerugian tidak hanya bagi pasien tetapi juga seluruh praktisi kesehatan yang terlibat di dalamnya. Oleh karena itu, dalam melaksanakan pelayanan dan perawatan kepada pasien seorang dokter penyakit dalam hams selalu menjunjung tinggi sikap hamanisme, profesionalisme, bertanggung jawab moral, memegang teguh etika kedokteran, etika sosial dan etika nasional.

Berkaitan dengan hal tersebut, Pengurus Besar Perhimpunan Dokter Spesialis Penyakit Dalam Indonesia (PB PAPDI) berusaha menyusun suatu buku Panduan Pelayanan Medik Penyakit Dalam sebagai acuan/panduan dalam melaksanakan pelayanan dan perawatan kepada pasien, sehingga tercapai tujuan pelayanan kesehatan yang optimal, profesional dan dapat dipertanggungjawabkan secara moral dan material.

1.2

PENGERTIAN

DAN TUJUAN

Panduan Pelayanan Medik Penyakit Dalam adalah panduan prosedur standar operasional dalam pelayanan dan perawatan kepada pasien yang harus diketahui dan dijalankan oleh seorang dokter penyakit dalam untuk melaksanakan kegiatan pelayanan kesehatan secara optimal, profesional dan dapat dipertanggungjawabkan.

Panduan Pelayanan Medik Penyakit Dalam ditetapkan oleh PB PAPDI dengan tujuan memperbaiki dan meningkatkan kualitas pelayanan dan perawatan kepada pasien secara lebih optimal, berkesinambungan, profesional dan dapat dipertanggungjawabkan secara moral dan material.

1.3

RUANG

LINGKUP

Ruang lingkup standar pelayanan medik penyakit dalam mencakup : • Sepuluh penyakit terbanyak dari setiap divisi penyakit dalam

Penyakit-penyakit yang dianggap penting walaupun angka kejadian kecilPenyakit-penyakit yang memerlukan tindakan emergensi

(21)

3

BAB

II

PANDUAN

PELAYANAN

MEDIK PAPDI

2.1

METABOLIK

ENDOKRINOLOGI

Metabolik Endokrinobgi

Diabetes melitus

PENGERTIAN

(22)

hiperglikemia akibat defekpada:

1. kerja insulin (resistensi insulin) di hati (peningkatan produksi glukosa hepatik) dan di jaringan perifer (otot dan lemak)

2, sekresi insulin oleh sel beta pankreas 3. atau keduanya

Kiasiflkasi Diabetes Melitus (DM)

1. DM tipe 1 (destruksi sel P, umumnya diikuti defisiensi insulin absolut):

Immune-mediated,

Idiopatik

n. DM tipe 2 (bervariasi mulai dari predominan resistensi insulin dengan defisiensi insulin relatif sampai predominan defek sekretorik dengan resistensi insulin) III. Tipe spesifik lain:

Defek genetik pada fungsi sel [iDefek genetik pada kerj a insulinPenyakit eksokrin pankreasEndokrinopati

Diinduksi obat atau zat kimiaInfeksi

Bentuk tidak lazim dari immune mediated DM

Sindrom genetik lain, yang kadang berkaitan dengan DM IV DM gestasional

DIAGNOSIS

Terdiri dari:

Diagnosis DM

Diagnosis komplikasi DMDiagnosis penyakit penyertaPemantauan pengendalian DM Anamnesis:

Keluhan khas DM: poliuria, polidipsia, polifagia, penurunan berat badan yang tidak dapat dijelaskan sebabnya.

Keluhan tidak khas DM: lemah, kesemutan, gatal, mata kabur, disfungsi ereksi pada pria, pruritus vulvae pada wanita.

Faktor risiko DM tipe 2:Usia > 45 tahun,

Berat badan lebih: >110% berat badan idaman atau indeks massa tubuh (IMT) > 23 kg/m�

9 Panduan Pelayanan Medik PAPDI

Hipertensi (TD > 140/90 mmHg)Riwayat DM dalam garis ketumnan

Riwayat abortus bemlang, melahirkan bayi cacat, atau BB lahir bayi > 4.000 gram • Riwayat DM gestasional

Riwayat toleransi gula terganggu (TGT) atau glukosa darah puasa terganggu (GDPT)

(23)

Kolesterol HDL < 35 mg/dL dan atau trigliserida > 250 mg/dL Pemeriksaan fisiklengkap, termasuk

Tinggi badan, berat badan, tekanan darah, lingkar pinggang.Tanda neuropati

Mata (visus, lensa mata dan retina)Gigi mulut

Keadaan kaki (termasuk rabaan nadi kaki), kulit dan kuku Kriteria diagnostik DM dan gangguan toleransi glu kosa:

1. Kadar glukosa darah sewaktu (plasma vena) > 200 mg/dL, atau 2. Kadar glukosa darah puasa (plasma vena) > 126 mg/dl, atau

3. Kadar glukosa plasma >200mg/dL pada2jamsesudahbeban glukosa 75 gram pada TTGO

DIAGNOSIS

BANDING

Hiperglikemia reaktif, toleransi glukosa terganggu (TGT), glukosa darah puasa terganggu (GDPT)

PEMERIKSAAN

PENUNJANG

Pemeriksaan laboratorium:

Hb, leukosit, hitung jenis leukosit, laju endap darahGlukosa darah puasa dan 2 jam sesudah makan

Urinalisis rutin, proteinuria 24 jam, CCT ukur, kreatininSGPT, Albumin/Globulin

Kolesterol Total, kolesterol LDL, kolesterol HDL, trigliserida

A,C

Albuminuri mikro

Pemeriksaan penunjang lain: EKG, foto toraks, flinduskopi

TERAPI

Edukasi meliputi pemahaman tentang:

Penyakit DM, makna dan perlunya pengendalian dan pemantauan DM, penyulit DM, intervensi farmakologis dan non-farmakologis, hipoglikemia, masalah khusus yang dihadapi, cara mengembangkan sistem pendukung dan mengajarkan keterampilan, cara mempergunakan fasilitas perawatan kesehatan.

10

Metabolik Endokrinobgi Perencanaan Makan

Standar yang dianjurkan adalah makanan dengan komposisi: Karbohidrat 60 - 70 %, protein 10-15%, dan lemak 20 - 25 %

Jumlah kandungan kolesterol disarankan < 300 mg/hari. Diusahakan lemak berasal dari sumber asam lemak tidakjenuh (MLJFA = Unsaturated Fatty Acid), dan

membatasi PUFA {Poly Unsaturated Fatty Acid) dan asam lemak jenuh. Jumlah kandungan serat + 25 g/hr, diutamakan serat larut.

(24)

Jumlah kalori basal per hari:

Laki-laki; 30 kal/kg BB idamanWanita : 25 kal/kg BB idaman

Penyesuaian (terhadap kalori basal / hari); • Status gizi:

- BB gemuk - 20 %

- BBlebih -10%

- BBkurang + 20 %

Umur > 40 tahun: - 5 %

Stres metabolik (infeksi, operasi,dll): + (10 s/d 30 %)Aktivitas: - Ringan + 10 % - Sedang +20% - Berat + 30 %Hamil: trimester I, II +300kal

- trimester III / laktasi +500kal Rumus Broca:

Berat badan idaman = (tinggi badan-100 ) - 10 % *

Pria < 160 cm dan wanita < 150 cm, tidak dikurangi 10 % lagi.

-> BB kurang : < 90 % BB idaman BB nomial : 90 - 110 % BB idaman BBlebih : 110-120% BB idaman Gemuk : > 120 % BB idaman Latihan Jasmani

Kegiatan jasmani sehari-hari dan latihan teratur (3-4 kali seminggu selama kurang lebih 30 menit). Prinsip: Continuous-Rythmical-Interval-Progressive-Endurance Intervensi Farmakologis

Obat Hipoglikemia Oral (OHO):

Pemicu sekresi insulin (insulin secretagogue); sulfonilurea, glinidPenambah sensitivitas terhadap insulin: metformin, tiazolidindionPenghambat absorpsi glukosa ; Penghambat glukosidase alfa Insulin

Indikasi;

Penurunan berat badan yang cepat

11

Panduan Pelayanan Medik PAPDI

Hiperglikemia berat yang disertai ketosis Ketoasidosis diabetik

Hiperglikemia hiperosmolar non ketotik Hiperglikemia dengan asidosis laktat

Gagal dengan kombinasi OHO dosis hampir maksimal Stres berat (infeksi sistemik, operasi besar, IMA, strok)

Kehamilan dengan DM / diabetes melitus gestasional yang tidak terkendali dengan perencanaan makan

(25)

Kontraindikasi dan atau alergi terhadap OHO Terapi Kombinasi

Pemberian OHO maupun insulin selalu dimulai dengan dosis rendah, unluk kemudian dinaikkan secara bertahap sesuai dengan respons kadar glukosa darah. Kalau dengan OHO tunggal sasaran kadar glukosa darah belum tercapai, perlu kombinasi dua kelompok obat hipoglikemik oral yang berbeda mekanisme kerjanya.

Pengelolaan DM tipe 2 Gemuk;

Non-farmakologis —> evaluasi 2-4 minggu (sesuai keadaan klinis): Sasaran tidak tercapai: Penekanan kembali tata laksana non-farmakologis.

—> evaluasi 2-4 minggu (sesuai keadaan klinis):

Sasaran tidak tercapai: +1 macam OHO

Biguanid / Penghambat glukosidase a / G litazon

—> evaluasi 2-4 minggu (sesuai keadaan klinis):

Sasaran tidak tercapai: kombinasi 2 macam OHO, antara:

Biguanid / Penghambat glukosidase a / Glitazon

—> evaluasi 2-4 minggu (sesuai keadaan klinis):

Sasaran tidak tercapai: kombinasi 3 macam OHO:

Biguanid + Penghambat glukosidase a + Glitazon

atau

Terapi Kombinasi OHO siang hari + Insulin malam —> evaluasi 2-4 minggu (sesuai keadaan klinis):

Sasaran terapi kombinasi 3 OHO tidak tercapai: kombinasi 4 macam OHO:

Biguanid + Penghambat glukosidase a + Glitazon + Secretagogue

atau

Terapi Kombinasi OHO siang hari + Insulin malam evaluasi 2-4 minggu (sesuai keadaan klinis):

Sasaran terapi kombinasi 4 OHO tidak tercapai: Insulin

atau:

Terapi Kombinasi OHO siang hari + Insulin malam

12

Metabolik Endokrinologi Sasaran terapi kombinasi OHO + Insulin tidak tercapai:

[nsulin

Bila sasaran tercapai: teruskan terapi terakhir. Pengelolaan DM tipe 2 Tidak Gemuk:

Non-farmakologis � evaluasi 2 — 4 minggu (sesuai keadaan klinU): Sasaran tidak tercapai: Non-farmakologis + secretagogue

(26)

Sasaran tidak tercapai: kombinasi 2 macam OHO, antara:

Secretagogue + Penghambat glukosidase aJ Biguanid / Glitazon

—> evaluasi 2 — 4 minggu (sesuai keadaan klinis):

Sasaran tidak tercapai: kombinasi 3 macam OHO:

Secretagogue + Penghambat glukosidase a+Biguanid / Glitazon, atau

Terapi Kombinasi OHO siang hari + Insulin malam � evaluasi 2 — 4 minggu (sesuai keadaan klinis):

Sasaran terapi kombinasi 3 OHO tidak tercapai: kombinasi 4 macam OHO:

Secretagogue + Penghambat glukosidase a +Biguanid + Glitazon, atau Terapi Kombinasi OHO siang hari + Insulin malam

—> evaluasi 2-4 minggu (sesuai keadaan klinis):

Sasaran terapi kombinasi 4 OHO tidak tercapai: Insulin, atau

Terapi Kombinasi OHO siang hari + Insulin malam Sasaran Terapi Kombinasi OHO + Insulin tidak tercapai:

Insulin

Bila sasaran tercapai: teruskan terapi terakhir Penilaian hasil terapi

1. Pemeriksaan glukosa darah 2. Pemeriksaan AIC

3. Pemeriksaan glukosa darah mandiri 4. Pemeriksaan glukosa urin

5. Penentuan Benda Kriteria Keton pengendalian DM (Lihat tabel)

13

Panduan Pelayanan Medik PAPDI Tabel: Kriteria Pengendalian DM

Baik Sedang Buruk

GD puasa (mg/dL) GD 2 jam pp (mg/dL) AiC (%) Kolesterol total ( mg/dL) Kolesterol LDL (mg/dL) Kolesterol HDL (mg/dL) Trigliserida (mg/dl) IMT (Kg/m�) Tekanan darah (mm Hg) 80-109 80 - 144 < 6,5 <200 < 100 > 45 < 150 18,5-22,9 < 130/80

(27)

110-125 145-179 6,5-8 200-239 100-129 150-199 23-25 130-140 > 126 > 180 > 8 > 240 > 130 > 200 > 25 > 140/90 80-90

KOMPLIKASI

A. Akut: • Ketoasidosis diabetikHiperosmolar non ketotikHipoglikemia B. Kronik: • Makroangiopati: - Pembuluh koroner - Vaskular perifer - Vaskular otakMikroangiopati; - Kapiler retina - Kapiler renalNeuropatiGabungan:

- Kardiopati: penyakitjanting koroner, kardiomiopatiRentan infeksiKaki diabetikDisflingsi ereksi

PROGNOSIS

Dubia

WEWENANG

RS pendidikan: Dokter Spesialis Penyakit Dalam dan PPDS Penyakit DalamRS non pendidikan: Dokter Spesialis Penyakit Dalam

14

Metabolik Endokrinobgi

UNIT YANG MENANGANI

RS pendidikan : Departemen Ilmu Penyakit Dalam - Divisi Metabolik Endokrinologi

RS non pendidikan: Bagian Ilmu Penyakit Dalam

UNIT TERKAIT

RS pendidikan : Departemen Ilmu Penyakit Dalam divisi ginjal-hipertensi, divisi kardiologi, dan Bagian Neurologi, Patologi Klinik, Mata dan Gizi.

(28)

RS non pendidikan; Bagian Neurologi, Patologi Klinik, Mata dan Gizi.

REFERENSI

1. PERKENI. Konsensus Pengelolaan Diabetes Melitus Tipe 2 di Indonesia. 2002. 2. PERKENI. Petunjuk Pengelolaan Diabetes Melitus Tipe 2. 2002.

3. The Expert Committee on The Diagnosis and Classification ofDiabetes MelUtus. Report of The Expert Committee on The Diagnosis and Classification of Diabetes Mellitus. Diabetes Care, Jan 2003;26(Suppl. ]):S5-20.

4. '�uyono S. Type 2 Diabetes Mellitus is a p-Cell Dysfunction. Prosiding Jakarta Diabetes Meeting 2002: The Recent Management in Diabetes and Its Complications : From Mo¬ lecular to Clinic. Jakrta, 2-3 Nov 2002.Simposium Current Treatment in Internal Medi¬ cine 2000. Jakarta,11-12 November 2000:185-99.

15

Panduan Pelayanan Medik PAPDI

TIROTOKSIKOSIS

PENGERTIAN

Tirotoksikosis merupakan suatu keadaan di mana didapatkan kelebihan hormon tiroid karena ini berhubungan dengan suatu kompleks fisiologis dan biokimiawi yang ditemukan bila suatu jaringan memberikan hormon tiroid berlebihan.

(29)

1. Kelainan yang berhubungan dengan hipertiroidisme 2. Kelainan yang tidak berhubungan dengan hipertiroidisme

Hipertiroidisme adalah keadaan tirotoksikosis sebagai akibat dari produksi tiroid, yang merupakan akibat dari fungsi tiroid yang berlebihan.Etiologi tersering dari tirotoksikosis ialah hipertiroidisme karena penyakit Graves, struma multinodosa toksik (Plummer), dan adenoma toksik. Penyebab lain ialah tiroiditis, penyakit trofoblastik, pemakaian yodium berlebihan, obat hormon tiroid, dll.

Krisis tiroid merupakan suatu keadaan klinis hipertiroidisme yang paling berat dan mengancam jiwa. Umumnya keadaan ini timbul pada pasien dengan dasar penyakit Graves atau Struma [multinodular toksik, dan berhubungan dengan faktor pencetus: infeksi, operasi, trauma, zat kontras beriodium, hipoglikemia, partus, stres emosi, penghentian obatanti-tiroid, terapi I'�\ketoasidosis diabetikum, tromboemboli paru, pemyakit serebrovaskular/strok, palpasi tiroid terlalu kuat.

DIAGNOSIS

Gejala dan tanda tirotoksikosis: hiperaktivitas, palpitasi, berat badan turun, nafsu makan meningkat, tidak tahan panas, banyak keringat, mudah lelah, sering buang air besar, oligomenore / amenore dan libido turun, takikardia, fibrilasi atrial, tremor halus, refleks meningkat, kulit hangat dan basah, rambut rontok, bruit.

Gambaran klinis penyakit Graves: struma difus, tirotoksikosis, oftalmopati/ eksoftalmus, dermopati lokal, akropaki

Laboratorium: TSHs rendah, atau fT� tinggi. Pada toksikosis; atau fT� meningkat

Penderita yang dicurigai krisis tiroid

Anamnesis: Riwayat penyakit hipertiroidisme dengan gejala khas, berat badan turun, perubahan suasana hati, bingung, diare, amenorea

Pemeriksaan fisik:

- Gejala dan tanda khas hipertiroidisme, karena penyakit Graves atau penyakit lain

- Sistem saraf pusat terganggu: delirium, koma - Demam tinggi sampai 40�C

- Takikardia sampai 130-200 x/menit

- Dapat terjadi gagal jantung kongestif, ikterus

16

Metabolik Endokrinobgi • Laboratorium: TSHs sangat rendah, / fT� / tinggi, anemia normositik normokrom, limfositosis relatif, hiperglikemia, enzim transaminase hati meningkat, azotemia prerenal

EKG: sinus takikardia atau fibrilasi atrial dengan respons ventrikular cepat.

DIAGNOSIS

BANDING

Hipertiroidisme primer: penyakit Graves, struma multinodosa toksik, adenoma toksik, metastasis karsinoma tiroid fungsional, struma ovarii, mutasi reseptor TSH, obat: kelebihan iodium (fenomena Jod Basedow)

(30)

tiroid (karena amiodarone, radiasi, infark adenoma), asupan hormon tiroid berlebihan (tirotoksikosis factitia)

Hipertiroidisme sekunder: adenoma hipofisis yang mensekresi TSH, sindrom resistensi hormon tiroid, tumor yang mensekresi HCG, tirotoksikosis gestasional

PEMERIKSAAN

PENUNJANG

Laboratorium: TSHs, T� atau fT�, T3, atau fT�, TSH RAb, kadar leukosit (bila timbul infeksi pada awal pemakaian obat antitiroid)

Sidik Tiroid / thyroidscan: terutama membedakan penyakit Plummer dari penyakit Graves dengan komponen nodosa

EKG

Foto toraks

TERAPI

Tata laksana Penyakit Graves: ObatAntitiroid

Propiltiourasil (PTU) dosis awal 300- 600 mg / hari, dosis maksimal 2.000 mg/hari.Metimazol dosis awal 20 - 30 mg / hari.

Indikasi:

- Mendapatkan remisi yang menetap atau memperpanjang remisi pada pasien muda dengan struma ringan - sedang dan tirotoksikosis

- Untuk mengendalikan tirotoksikosis pada fase sebelum pengobatan atau sesudah pengobatan yodium radioaktif

- Persiapan tiroidektomi - Pasien hamil, lanjut usia - Krisis tiroid

Penyekat adrenergik P pada awal terapi diberikan, sementara menunggu pasien menjadi eutiroid setelah 6-12 minggu pemberian antitiroid. Propanolol dosis 40 - 200 mg dalam4 dosis.

Pada awal pengobatan, pasien kontrol setelah 4-6 minggu. Setelah eutiroid, pemantauan setiap 3-6 bulan sekali: memantau gejala dan tanda klinis, serta lab. FT� TyT3 dan TSHs.Setelah tercapai eutiroid, obat antitiroid dikuxangi dosisnya dan dipertahankan dosis terkecil yang masih memberikan keadaan eutiroid selama 12-24 bulan, Kemudian pengobatan dihentikan, dan dinilai apakah terjadi remisi. Dikatakan remisi apabila setelah 1 tahun obat antitiroid dihentikan, pasien masih dalam keadaan eutiroid, walaupun kemudian hari dapat tetap eutiroid atau terjadi relaps.

17

Panduan Pelayanan Medik PAPDI Tindakan bedah

Indikasi:-• Pasien usia muda dengan struma besar dan tidak respons dengan antitiroidWanita hamil trimester kedua yang memerlukan obat dosis tinggi

Alergi terhadap obat antitiroid, dan tidak dapat menerima yodium radioaktifAdenoma toksik, struma multinodosa toksik

Graves yang berhubungan dengan satu atau lebih nodul Radioablasi

Indikasi;

(31)

Hipertiroidisme yang kambuh setelah dioperasi

Gagal mencapai remisi setelah pemberian obat antitiroidTidak mampu atau tidak mau terapi obat antitiroidAdenoma toksik, struma multinodosa toksik

Tatalaksana Krisis tiroid: (terapi segera mulai bila dicurigai krisis tiroid) 1. Perawatan suportif:

Kompres dingin, antipiretik (asetaminofen)

Memperbaiki gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit; infus Dextrose 5%danNaC10,9%

Mengatasi gagal jantung: diuretik, digitalis 2. Antagonis aktivitas hormon tiroid;

Blokade produksi hormon tiroid; PTU dosis 300 mg tiap 4-6 jam PO. Altematif; Metimazol 20-30 mg tiap 4 jam PO.

Pada keadaan sangat berat; dapat diberikan melalui pipa nasogastrik (NOT) PTU 600 — 1.000 mg atau metimazol 60-100 mg.

Blokade ekskresi hormon tiroid:Solutio Lugol {saturatedsolution ofpotas¬

sium iodida) 8 tetes tiap 6 jam

Penyekat P; Propanolol 60 mg tiap 6 jam PO, dosis disesuaikan respons (target: firekuensi jantung < 90 x/m).

Glukokortikoid: Hidrokortison 100-500 mg IV tiap 12jam.

Bila refrakter terhadap terapi di atas; plasmaferesis, dialisis peritoneal. 3. Pengobatan terhadap faktor presipitasi; antibiotik, dll.

KOMPLIKASI

Penyakit Graves; penyakit jantung hipertiroid, oftalmopati Graves, dermopati Graves, infeksi karena agranulositosis pada pengobatan dengan obat antitiroid. • Krisis tiroid: mortalitas

PROGNOSIS

Dubia ad bonam.

Mortalitas krisis tiroid dengan pengobatan adekuat = 10-15%.

WEWENANG

RS pendidikan: Dokter Spesialis Penyakit Dalam dan PPDS Penyakit DalamRS non pendidikan; Dokter Spesialis Penyakit Dalam

18

MetabotDc Endoknnobgi

sUNIT YANG MENANGANI

RS pendidikan : Departemen Ilmu Penyakit Dalam - Divisi Metabolik Endokrinologi

RS non pendidikan; Bagian Ilmu Penyakit Dalam

UNIT TERKAIT

RS pendidikan: Departemen Ilmu Penyakit Dalam Divisi ginjal-hipertensi, divisi kardiologi, dan Departemen Neurologi, Radiologi/Kedokteran nuklir, Patologi Klinik, Bedah/tumor.

(32)

R EFE REN SI

1. Sumual A, Pandelaki K. Hipertiwidisme. In: Waspadji S, et al, eds. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Edisi 3. Jakarta: BalaiPenerbH FKULp. 766-72.

2. Jameson JL, Weetman AP Disorders ofthe Thyroid Gland. In Braunwald E, Fauci AS, Kasper DL, Hauser SL, Longo DL, Jameson JL. Harrison s Principles of Internal Medicine. 15'� ed. New York: McGraw-HiU:2001 .p. 2060-84.

3. Suyono S, Subekti I. Krisis Tiroid. Dalam Prosiding Simposium Penatalaksanaan Kedaruratan di BidangIlmu Penyakit Dalam. Jakarta, 15-16April 2000:78-82.

4. Suyono S, Subekti /. Patogenesis dan Gambaran Klinis Penyakit Graves. Makalah Jakarta Endocrinology Meeting 2003. Jakarta, 18 Oktober 2003.

5. Waspadji S. Pengelolaan medis Penyakit Graves. Makalah Jakarta Endocrinology Meeting 2003. Jakarta, 18 Oktober 2003.

19 Panduan Pelayanan Medik PAPDI

KETaASIDOSlS�DIABETIKUM

PENGERTIAN

Ketoasidosis diabetikum adalah kondisi dekompensasi metabolik akibat defisiensi insulin absolut atau relatif dan merupakan komplikasi akut diabetes melitus yang serius. Gambaran klinis utama ketoasidosis diabetikum (KAD) adalah hiperglikemia, ketosis, dan asidosis metabolik, faktor pencetus: infeksi, infark miokard akut, pankreatitis akut, penggunaan obat golongan steroid, penghentian atau pengurangan dosis insulin.

(33)

DIAGNOSIS

Klinis;

Keluhan poliuri, polidipsi

Riwayat berhenti menyuntik insulinDemam / infeksi

MuntahNyeri perut

Kesadaran: kompos mentis, delirium, komaPemapasan cepat dan dalam (Kussmaul)

Dehidrasi (turgor kulit menurun, lidah dan bibir kering)Dapat disertai syok hipovolemik

Kriteria diagnosis: Kadar glukosa pH HC03-Anion gap Keton serum >250mg/dL <7,35 rendah tinggi

positif dan atau ketonuria

PIAGNOSiSI BANDING

Ketosis diabeti�hiperglikemi hiperosmolar non ketotik / hyperglycemic hyperosmolar state, ensefalopati uremikum, asidosis uremikum, minum alkohol, ketosis alkoholik, ketosis hipoglikemia, ketosis starvasi, asidosis laktat, asidosis hiperkloremik, kelebihan salisilat, drug-induced acidosis, ensefalopati karena infeksi, trauma kapitis.

PEMERIKSAAN PENUNJANG

Pemeriksaan cito; gula darah, elektrolit, ureum, kreatinin, aseton darah, urin rutin, analisis gas darah, EKG

Pemantauan:

Gula darah: tiapjam,

Na�, CI": tiap 6 jam selama24 jam, selanjutnya sesuai keadaan.

Analisis gas darah: bilapH < 7 saat masuk diperiksa setiap 6 jam s.d. pH > 7,1. Selanjutnya setiap hari sampai stabil.

20

Metabolik Endokrinobgi Pemeriksaan lain (sesuai indikasi); kultur darah, kultur urin, kultur pus �

TERAPI

Akses intravena (iv) 2 jalur, salah satunya dicabang dengan 3 way: L Cairan:

NaCl 0,9 % diberikan ± 1-2 L pada 1 jam pertama, lalu ± 1 L pada jam kedua, lalu± 0,5 L pada jam ketiga dan keempat, dan ± 0,25 Lpadajamkelimadan keenam, selanjutnya sesuai kebutuhan.

Jumlah cairan yang diberikan dalam 15 jam sekitar 5 L.Jika Na"� > 155 mEq/L —> ganti cairan dengan NaCl 0,45 %.Jika GD < 200 mg/dL ganti cairan dengan Dextrose 5 %.

(34)

BL Insulin (regular insulin = RI):

Diberikan setelah 2 jam rehidrasi cairanRI bolus 180mU/kgBB IV, dilanjutkan:RI drip 90 mU/kgBB/jam dalam NaCl 0,9%

Jika GD < 200 mg/dL: kecepatan dikurangi —> RI drip 45 mU/kgBB/j am dalam NaCl 0,9%

JikaGDstabil 200-300mg/dLselama 12jam �RI drip l-2U/jamIV,disertai

sliding scale setiap 6 jam:

GD RI (mg/dL) (Unit, subkutan) <200 0 200-250 5 250-300 10 300-350 15 >350 20

Jika kadar GD ada yang < 100 mg/dL: drip RI dihentikan

Setelah sliding scale tiap 6 jam, dapat diperhitungkan kebutuhan insulin sehari —> dibagi 3 dosis sehari subkutan, sebelum makan (bila pasien sudah makan).

nL Kalium

Kalium (K CI) drip dimulai bersamaan dengan drip RI, dengan dosis 50 mEq / 6 jam. Syarat: tidak ada gagal ginjal, tidak ditemukan gelombang T yang lancip dan tinggi pada EKG, dan jumlah urine cukup adekuat.

Bila kadar pada pemeriksaan elektrolit kedua: <3,5 dripKCl 75 mEq/6jam 3,0-4,5 —> dripKCI 50mEq/6jam 4,5 — 6,0 —> dripKCl 25mEq/6jam

> 6,0 drip dihentikan

Bila sudah sadar, diberikan oral selama seminggu. IV. Natrium bikarbonat

Drip 100 mEq bila pH <7,0, disertaiKC126mEqdrip. 50mEqbilapH 7,0-7,1, disertaiKCl 13mEqdrip.

Juga diberikan pada asidosis laktat dan hiperkalemi yang mengancam.

21 Panduan Pelayanan Medik PAPDI

TatalaksanaUmum: •

Oksigen bila PO� < 80 mmHg • Antibiotika adekuat

Heparin: bila ada KID satau hiperosmolar (>380 mOsm/L) Terapi disesuaikan dengan pemantauan klinis;

Tekanan darah, frekuensi nadi, frekuensi pemapasan, temperatur setiap jam,Kesadaran setiap jam,

Keadaan hidrasi (turgor, lidah) setiap jam,Produksi urin setiap j am, balans cairanCairan infus yang masuk setiap jam,

Dan pemantauan laboratorik (lihat pemeriksaan penunjang).

(35)

Syok hipovolemik, edema paru, hipertrigliseridemia, infark miokard akut, hipoglikemia, hipokalemia, hiperkloremia, edema otak, hipokalsemia

PROGNOSIS

Dubia ad malam, tergantung pada usia, komorbid, adanya infark miokard akut, sepsis, syok.

W E W E N A N G

RS pendidikan : Dokter Spesialis Penyakit Dalam dan PPDS Penyakit Dalam dengan konsultasi pada konsulen Penyakit Dalam

RS non pendidikan: Dokter Spesialis Penyakit Dalam

UNIT YANG MENANGANI

RS pendidikan : Departemen Ilmu Penyakit Dalam - Divisi Metabolik Endokrinologi

RS non pendidikan : Bagian Ilmu Penyakit Dalam

UNIT

TERKAIT

RS pendidikan: Departemen Patologi KlinikRS non pendidikan : Bagian Patologi Klinik

REFERENSI

J. PERKENl. PetunjukPraktis Pengelolaan Diabetes Melitus Tipe 2. 2002.

2. Waspadji S. Kegawatanpada Diabetes Melitus. In: Presiding Simposium Penatalaksanaan Kedaruratan di Bidang Ilmu Penyakit Dalam. Jakarta, 15-16 April 2000:83-8.

3. Soewondo P. Ketoasidosis Diabetik. In:Prosiding Simposium Penatalaksanaan Kedaruratan di Bidang Ilmu Penyakit Dalam. Jakarta, 15-16 April 2000:89-96.

4. Kitabchi AE, Umpierrez GE, Murphy MB, Barrett EJ, Kreisberg RA, Malone JI, et al. Management of Hyperglycemic Crises in Patients With Diabetes. Diabetes Care, Jan 2001;24(1):131-5L 22 Metabolik Endokrinologi

HIPOGUKEMIA

PENGERTIA U

Hipoglikemiaadalahkeadaandimanakadarglukosadarah <60 mg/dL, ataukadar glukosa darah < 80 mg/dL dengan gejala klinis.Hipoglikemia pada DM teijadi karena:

Kelebihan obat / dosis obat: terutama insulin, atau obat hipoglikemik oralKebutuhan tubuh akan insulin yang relatif menurun: gagal ginjal kronik, pasca

persalinan

Asupan makan tidak adekuat: jumlah kalori atau waktu makan tidak tepatKegiatan jasmani berlebihan.

(36)

DIAGNOSIS

Gejala dan tanda klinis :

Stadium parasimpatik; lapar, mual, tekanan darah turun

Stadium gangguan otak ringan; lemah, lesu, sulit bicara, kesulitan menghitung sementara

Stadium simpatik; keringat dingin pada muka, bibir atau tangan gemetarStadium gangguan otak berat: tidak sadar, dengan atau tanpa kejang Anamnesis:

Penggunaan preparat insulin atau obat hipoglikemik oral: dosis terakhir, waktu pemakaian terakhir, perubahan dosis.

Waktu makan terakhir, jumlah asupan gizi

Riwayat jenis pengobatan dan dosis sebelumnyaLama menderita DM, komplikasi DM

Penyakit penyerta: ginjal, hati, dll

Penggunaan obat sistemik lainnya: penghambat adrenergik P, dll.

Pemeriksaan fisik: pucat, diaphoresis, tekanan darah, frekuensi denyut jantung, penurunan kesadaran, defisit neurologik fokal transien

Trias Whipple untuk hipoglikemia secara umum: 1, Gejala yang konsisten dengan hipoglikemia 2 Kadar glukosa plasma rendah

3. Gejala'mereda setelah kadar glukosa plasma meningkat

DIAGNOSIS

BANDING

Hipoglikemia karena • Obat:

- (sering): insulin, sulfonilurea, alkohol, (kadang): kinin, pentamidine

(jarang): salisilat, sulfonamid

Hiperinsulinisme endogen: insulinoma, kelainan sel P jenis lain, sekretagogue 23 Panduan Pelayanan Medik PAPDI

(sulfonilurea), autoimun, sekresi insulin ektopik

Penyakit kritis: gagal hati, gagal ginjal, gagal jantung, sepsis, starvasi dan inanisiDefisiensi endokrin: kortisol, growth hormone, glukagon, epinefrin

Tumor non-sel P: sarkoma, tumor adrenokortikal, hepatoma, leukemia, limfoma, melanoma

Pasca-prandial: reaktif (setelah operasi gaster), diinduksi alkohol

PEMERIKSAAN

PENUNJANQ

Kadar glukosa darah (GD), tes flingsi ginjal, tes fungsi hati, C-peptide

TERAPI

Stadium permulaan (sadar)

Berikan gula mumi 30 gram (2 sendok makan) atau sirop/permen gula mumi (bukan pemanis pengganti gula atau gula diet/gula diabetes) dan makanan yang

(37)

mengandung karbohidrat

Hentikan obat hipoglikemik sementara,Pantau glukosa darah sewaktu tiap 1-2 jam

Pertahankan GD sekitar 200 mg/dL (bila sebelumnya tidak sadar)Cari penyebab

Stadium lanjut (koma hipoglikemia atau tidak sadar dan curiga hipogUkemia):

1. Diberikan larutan Dekstrosa 40 % sebanyak 2 flakon (= 50 mL) bolus intra vena, 2. Diberikan cairan Dekstrosa 10 %per infus, 6jamperkolf,

3. Periksa GD sewaktu (GDs), kalau memungkinkan dengan glukometer: • Bila GDs <50 mg/dL —> + bolus Dekstrosa40 % 50 mL IV

Bila GDs < 100 mg/dL —> + bolus Dekstrosa 40 % 25 mL IV 4, Periksa GDs setiap 1 jam setelah pemberian Dekstrosa 40 % :

Bila GDs < 50 mg/dL —> + bolus Dekstrosa 40 % 50 mL IVBila GDs <100 mg/dL —> + bolus Dekstrosa 40 % 25 mL IVBila GDs 100-200 mg/dL—> tanpa bolus Dekstrosa 40 %

Bila GDs > 200 mg/dL pertimbangkan menurunkan kecepatan drip Dekstrosa 10%

5. Bila GDs > 100 mg/dL sebanyak 3 kali berturut-turut, pemantauan GDs setiap 2 jam, dengan protokol sesuai di atas. Bila GDs > 200 mg/dL pertimbangkan

mengganti infus dengan Dekstrosa 5 % atau NaCl 0,9 %.

6. Bila GDs > 100 mg/dL sebanyak 3 kali berturut-turut, pemantauan GDs setiap 4 jam, dengan protokol sesuai di atas. Bila GDs > 200 mg/dL pertimbangkan

mengganti infus dengan Dekstrosa 5 % atau NaCl 0,9 %.

7. Bila GDs > 100 mg/dL sebanyak 3 kali berturut-turut, sliding scale setiap 6 jam:

GD RI (mg/dL)_(Unit, subkutan) <200 0 200-250 5 250-300 10 300-350 15 >350 20 24 MetBbolik Endokiinobgi 8. Bila hipoglikemia belum teratasi, dipertimbangkan pemberian antagonis insulin,

seperti: adrenalin, kortison dosis tinggi, atau glukagon 0,5-1 mg IV / IM (bila penyebabnya insulin)

9. Bila pasien belum sadar, GDs sekitar 200 mg/dL: Hidrokortison 100 mg per 4 jam selama 12jamatauDeksametason lOmg IVbolus dilanjutkan2 mgtiap 6jamdan Manitol 1,5-2 g/kgBB IV setiap6-8jam. Can penyebab lain penurunan kesadaran menurun

KOMPLIKASI

Kerusakan otak, koma, kematian

P RO GN OS IS

Dubia.

WEWENANG

(38)

dengan konsultasi pada konsulen Penyakit Dalam RS non pendidikan; Dokter Spesialis Penyakit Dalam

UNIT YANG MENANGANI

RS pendidikan : Departemen Ilmu Penyakit Dalam - Divisi Metabolik Endokrinologi

RS non pendidikan: Bagian Ilmu Penyakit Dalam

UNIT TERKAIT

RS pendidikan: Departemen Patologi Klinik, Medical High Care / ICURS non pendidikan: Bagian Patologi Klinik, ICU

REFERENSI:

/. PERKENL Petunjuk Praktis Pengelolaan Diabetes Melitus Tipe 2002. Waspadji S. Kegawatan pada Diabetes Melitus. Dalam Presiding Simposium Penatalaksanaan 2. Kedaruratan di Bidang Ilmu Penyakit Dalam. Jakarta, 15-16 April 2000:83-8.

3. Cryer PE. Hypoglycemia. In Braunwald E, Fauci AS, Kasper DL, Hauser SL, Longo DL, Jameson JL. Harrisons Principles of Internal MedicineJ 5'� ed. New York: McGraw-Hill: 2001.p. 2138-43.

25 Panduan Pelayanan Medik PAPDI

DISLIPIDEMIA

PENGERTIAN

Dislipidemia merupakan kelainan metabolisme lipid yang ditandai oleh kelainan (peningkatan atau penurunan) fraksi lipid dalam plasma. Kelainan fraksi lipid yang utama adalah kenaikan kadar kolesterol total, kenaikan kadar trigliserid serta penurunan kadar kolesterol HDL. Dalam proses terjadinya aterosklerosis ketiganya mempunyai peran penting dan berkaitan, sehingga dikenal sebagai triad lipid. Secara klinis dislipidemia diklasifikasikan menjadi 3, yaitu: Hiperkolesterolemia, hipertrigliseridemia, dan campuran hiperkolesterolemia dan hipertrigliseridemia

DIAGNOSIS

Klasifikasi kadar kolesterol: Klasifikasi: Kolesterol LDL:

(39)

Kolesterol HDL < lOOmg/dL 100-129mg/dL 130-159mg/dL 160- 189mg/dL > 190mg/dL <200mg/dL 200-239 mg/dL > 240 mg/dL <40 mg/dL > 60 mg/dL Optimal Hampir optimal Borderline tinggi Tinggi Sangat tinggi Idaman Borderline tinggi Tinggi Rendah Tinggi

Untuk mengevaluasi risiko penyakit jantung koroner (PJK), perlu diperhatikan faktor-faktor risiko lainnya:

Faktor risiko positif: Merokok

- Umur (pria > 45 tahun, wanita > 55 tahun) Kolesterol HDL rendah

- Hipertensi ( TD > 140/90 atau dalam terapi antihipertensi)

- Riwayat penyakit jantung koroner dini dalam keluarga {first degree: pria < 55 tahun, wanita < 65 tahun)

Faktor risiko negatif:

- Kolesterol HDL tinggi: mengurangi 1 faktor risiko dari perhitungan total. ATP III menggunakanFramfrtg/�awi Risk Score (FRS) untuk menghitung besamya risiko penyakit jantung koroner (PJK) pada pasien dengan > 2 faktor risiko, meliputi: umur, kadar kolesterol total, kolesterol HDL, kebiasaan merokok, dan hipertensi. Penjumlahan skor pada FRS akan menghasilkan angka persentase risiko PJK dalam

10 tahun.

Ekivalen risiko PJK mengandung risiko kejadian koroner mayor yang sebanding dengan kejadian PJK, yakni > 20 % dalam 10 tahun, terdiri dari:

26

Metabolik EndokrinolDgi • Bentuk klinis lain dari aterosklerosis: penyakit arteri perifer, aneurisma aorta

abdominalis, penyakit arteri karotis yang simptomatis, • Diabetes

Faktor risiko multipel yang mempunyai risiko PJK dalam 10 tahun > 20 %. Peningkatan kadar trigliserida juga merupakan faktor risiko independen untuk terjadinya PJK. Faktor yang mempengaruhi tingginya trigliserida:

Obesitas, berat badan lebih Inaktivitas fisik

Merokok

Asupan alkohol berlebih

Diet tinggi karbohidrat ( > 60 % asupan energi),

Penyakit DM tipe 2, gagal ginjal kronik, sindrom nefrotik

Obat: kortikosteroid, estrogen, retinoid, penghambat adrenergik-beta dosis tinggi Kelainan genetik (riwayat keluarga)

(40)

Klasifikasi derajat hipertrigliseridemia Normal : <150mg/dL Borc/erline-iinggi : 150-199mg/dL Tinggi : 200 - 499 mg/dL Sangat tinggi : > 500 mg/dL

DIAGNOSIS BANDING

Hiperkolesterolemia sekunder , karena hipotiroidisme, penyakit hati obstruksi, sindrom nefrotik, anoreksia nervosa, porfiria intermiten akut, obat (progestin, siklosporin, thiazide)

HipenriHliseridemia sekunde r, karena obesitas, DM, penyakit ginjal kronik, lipodistrofi, glycogen storage disease, alkohol, bedah bypass ileal, stres, sepsis,

kehamilan, obat (estrogen, isotretinoin, penghambat beta, glukokortikoid, resin pengikat bile-acid� thiazide), hepatitis akut, lupus eritematosus sistemik,

gammopatimonoklonal: myeloma multipel, limfoma AIDS: inhibitorprotease • HDL rendah sekunder , karena malnutrisi, obesitas, merokok, penghambat

beta-steroid anabolik

PEMERIKSAAN PENUNJANG

Skrining dianjurkan pada semua pasien berusia 20 tahun, setiap 5 tahun sekah: Kadar kolesterol total, LDL, HDL, trigliserida, glukosa darah, tes fiingsi hati, urin lengkap, tes flingsi ginjal, TSH, EKG

TERAPI

Untuk hiperkolesterolemia:

Penatalaksanaa n Non-famiakolopi s (Perubahan Gaya Hidup): • Diet, dengan komposisi:

- Lemakjenuh < 7 % kalori total

- PUFA hingga 10% kalori total - MUFA hingga 10% kalori total - Lemak total 25-35 % kalori total

27

Panduan Pelayanan Medik PAPDI

- Karbohidrat 50 - 60 % kalori total - Protein hingga 15 % kalori total - Serat 20-30 g/hari

- Kolesterol <200 mg/hari Latihanjasmani

Penurunan berat badan bagi yang gemuk

Menghentikan kebiasaan merokok, minuman alkohol

Pemantauan profil lipid dilakukan setiap 6 minggu. Bila target sudah tercapai (lihat tabel target di bawah ini), pemantauan setiap 4-6 bulan.

Bila setelah 6 minggu PGH, target belum tercapai: intensifkan penurunan lemak jenuh dan kolesterol, tambahkan stanol/steroid nabati, tingkatkan konsumsi serat,

dan kerjasama dengan dietisien.

Bila setelah 6 minggu berikutnya terapi non-farmakologis tidak berhasil menurunkan kadar kolesterol LDL, maka terapi farmakologis mulai diberikan, dengan tetap meneruskan pengaturan makan dan latihanjasmani.

(41)

Terapi Farmakologis: • Golongan statin: - Simvastatin 5-40 mg - Lovastatin 1 0 - 8 0 mg - Pravastatin 1 0 - 4 0 mg - Fluvastatin 20-80mg - Atorvastatin 10-80mgGolongan bile acid sequestrant.

- Kolestiramin 4 - 16 gGolongan nicotinic acid:

- Nicotinic acid (immediate release) 2 x 100 mg s.d. 1,5 - 3 g

Target Kolesterol LDL (mg/dL) : Kategori Risiko PJK atau Ekivalen PJK (FRS > 20 %) Faktor risiko > 2 (FRS < 20 % ) Faktor risiko 0-1 Target Kadar LDL LDL untuk mulai PGH <100 >100 (100-129: opsional) <130 >130 <160 >160 Kadar LDL untuk

mulai terapi farmakologis 130

>130 (FRS 10-20% (160-189: opsional) >190

(160-189: opsional)

Terapi hiperkolesterolemia untuk pencegahan primer, dimulai dengan statin atau

bile acid sequestrant atau nicotinic acid.

Pemantauan profil lipid dilakukan setiap 6 minggu. Bila target sudah tercapai (lihat tabel target di atas), pemantauan setiap 4-6 bulan. Bila setelah 6 minggu terapi, target belum tercapai; intensifkan/ naikkan dosis statin atau kombinasi dengan yang lain. Bila setelah 6 minggu berikutnya terapi non-farmakologis tidak berhasil menurunkan kadar kolesterol LDL, maka terapi farmakologis diintensifkan,

28

Metabolik Endokrinobgi Pasien dengan PJK, kejadian koroner mayor atau dirawat untuk prosedur koroner, diberi terapi obat saat pulang dari RS jika kolesterol LDL > 100 mg/dL.

Pasien dengan hipertrigliseridemia:

Penatalaksanaan non farmakologis sesuai di atas.Penatalaksanaaan farmakologis:

Target terapi:

- Pasien dengan trigliserida borderline tinggi atau tinggi: tujuan utama terapi adalah mencapai target kolesterol LDL.

- Pasien dengan trigliserida tinggi: target sekunder adalah kadar kolesterol non-HDL, yakni sebesar 30 mg/dL lebih tinggi dari target kadar kolesterol LDL (lihat tabel di atas).

- Pendekatan terapi obat:

1. Obat penurun kadar kolesterol LDL, atau

2. Ditambahkan obat fibrat atau nicotinic acid. Golongan fibrat terdiri dari:Gemfibrozil 2 x 600 mg atau 1 x 900 mg

Fenofibrat 1 x 200 mg

(42)

KOMPLIKASI

Aterosklerosis, penyakit jantung koroner, strok, pankreatitis akut

P RO GN OS IS

Dubia ad Bonam

WEWENANG

RS pendidikan : Dokter Spesialis Penyakit Dalam dan peserta PPDS Penyakit Dalam

RS non pendidikan: Dokter Spesialis Penyakit Dalam

UNIT YANG MENANGANI

RS pendidikan : Departemen Ilmu Penyakit Dalam - Divisi Metabolik Endokrinologi / Divisi Kardiologi

RS non pendidikan: Bagian Ilmu Penyakit Dalam

UNIT TERKAIT

RS pendidikan: Divisi Kardiologi, Departemen Patologi Klinik, GiziRS non pendidikan: Bagian Patologi Klinik, Gizi

R EFE REN SI

1. PERKENI. Konsensus Pengelolaan Dislipidemia pada Diabetes Melitus di Indonesia.

1995.

2. Expert Panel on Detection, Evaluation, and Treatment ofHigh Blood Cholesterol in Adults. Executive Summary of the Third Report of the National Cholesterol Education Program (NCEP) Expert Panel on Detection, Evaluation, and Treatment ofHigh Blood Cholesterol in Adults (Adult Treatment Panel 111). JAMA, May 16, 2001;285(19):2486-97.

29 Panduan Pelayanan Medik PAPDI

3. Semiardji G National Cholesterol Education Program - Adult Treatment Panel III

(NCEP-ATP III): Adakah hal yang baru? Makalah Slang Klinik Bagian Metabolik Endokrinologi Bagian Ilmu Penyakit Dalam, 2002.

4. Ginsberg HN, Goldberg IJ. Disorders of Lipoprotein Metabolism. In Braunwald E,

Fauci AS, Kasper DL, Hauser SL, Longo DL, Jameson JL. Harrison s Principles of Internal Medicine. 15'� ed. New York: McGraw-Hill; 2001.p. 2245-57.

5. Suyono S. Terapi Dislipidemia, Bagaimana Memilihnya dan Sampai Kapan? Prosiding Simposium Current Treatment in Internal Medicine 2000. Jakarta,11-12 November 2000:185-99.

(43)

30

MetaboUk Endokrindogi

STRUMA

NODOSA NON TOKSIK

PENGERTIAN

Struma nodosa non toksik merupakan pembesaran kelenjar tiroid yang teraba sebagai suatu nodul, tanpa disertai tanda-tanda hipertiroidisme.Berdasarkan jumlah nodul, dibagi:

Struma mononodosa non toksikStruma multinodosa non toksik

Berdasarkan kemampuan menangkap iodium radioaktif, nodul dibedakan menjadi: nodul dingin, nodul hangat, nodul panas

Sedangkan berdasarkan konsistensinya, nodul dibedakan menjadi; nodul lunak, odul kistik, nodul keras, nodul sangat keras

DIAGNOSIS

Anamnesis:

(44)

Rasa nyeri spontan atau tidak spontan, berpindah atau tetapCara membesamya: cepat, atau lambat

Pada awalnya berupa satu benjolan yang membesar menjadi beberapa benjolan atau hanya pembesaran leher saja

Riwayat keluarga

Riwayat penyinaran daerah leher pada waktu kecil/mudaPerubahan suara

Gangguan menelan, sesak napasPenurunan berat badan

Keluhan tirotoksikosis

Pemeriksaan fisik:

UmumLokal:

- Nodul tunggal atau majemuk, atau difus - Nyeri tekan

- Konsistensi - Permukaan

- Perlekatan pada j aringan sekitamya - Pendesakan atau pendorongan trakea - Pembesaran kelenjar getah bening regional

- Pemberton � sign Penilaian risiko keganasan;

Anamnesis dan pemeriksaan fisik yang mengarahkan diagnostik penyakit tiroid jinak, tetapi tak sepenuhnya menyingkirkan kemungkinan kanker tiroid:

Riwayat keluarga dengan struma nodosa atau difiisa jinak

31

Panduan Pelayanan Medik PAPDI

Riwayat keluarga dengan tiroiditis Hashimoto atau penyakit tiroid autoimun.Gejala hipo atau hipertiroidisme.

Nyeri berhubungan dengan nodul.Nodul lunak, mudah digerakkan.

Multinodul tanpa nodul yang dominan, dan konsistensi sama.

Anamnesis dan pemeriksaan fisik yang meningkatkan kecurigaan ke arah keganasan tiroid:

Umur < 20 tahun atau > 70 tahunGender laki-laki

• Nodul disertai disfagi, serak, atau obstruksi jalan napas • Pertumbuhan nodul cepat (beberapa minggu - bulan)

Riwayat radiasi daerah leher waktu usia anak-anak atau dewasa Quga meningakatkan insiden penyakit nodul tiroidjinak)

Riwayat keluarga kanker tiroid meduler

• Nodul yang tunggal, berbatas tegas, keras, irreguler dan sulit digerakkan • Paralisis pita suara,

Temuan limfadenopati servikalMetastasis jauh (paru-paru, dll)

Gambar

Tabel 6. KHteria Alih Terapi dan Permulangan Pasien (Weingarten dan Ramirez)
Tabel 1. Antimikroba pada ISK bawah tak berkomplikasi

Referensi

Dokumen terkait