• Tidak ada hasil yang ditemukan

dan II: 4 tablet, II: 2 tablet

Dalam dokumen Panduan Pelayanan Medik PB PAPDI 2006 (Halaman 152-157)

Terapi radikal: ditambah primakuin 1x15 mg selama 14 hari.

Bila gagal dengan terapi klorokuin, kina sulfat 3 x 400-600 mg/hari selama 7 hari

b. Daerah resisten klorokuin

Kina 3 x 400-600 mg selama 7 hari

Terapi radikal: ditambah primakuin 1x15 mg selama 14 hari

EL Infeksi ringan/sedang, infeksi campur/? falciparum R

vivax

Artemisin

Hari 1:4 tablet (200 mg) Hari II; 4 tablet (200 mg) Hari III: 4 tablet (200 mg)

Amodiaquin

Hari 1:4 tablet (600 mg) Hari II: 4 tablet (600 mg) Hari III: 2 tablet (600 mg)

• Klorokuin basa 150 mg:

Hari 1:4 tablet + 2 tablet (6 jam kemudian), Hari H: 2 tablet

Hari HI; 2 tablet atau Hari 1:4 tablet

Hari II; 4 tablet Hari HI: 2 tablet

• Bila perlu ditambah terapi radikal: ditambah primakuin 45 mg (3 tablet) (dosis tunggal); infeksi campur: primakuin 1x15 mg selama 14

hari->bila resisten dengan pengobatan tersebut: SP 3 tablet (dosis tunggal)

atau kina sulfat 3 x 400-600 mg/hari selama 7 hari

in. Malaria berat

Artesunate iv/im 2,4 mg/kgBB diberikan pada jam ke-0, 12,24, dilanjutkan satu kali per hari.

149

Panduan Pelayanan Medik PAPDI

• Drip kina HCl 500 mg (10 mg/kgBB) dalam 250-500 ml D5% diberikan dalam 6-8 jam (maksimum 2000 mg) dengan pemantauan EKG dan kadar gula darah tiap 8-12 jam sampai pasien dapat minum obat per oral atau sampai hitung parasit malaria sesuai target (total pemberian parenteral dan per oral selama 7 hari dengan dosis peroral 10 mg/kgBB/24 jam diberikan 3 kali sehari) •

kgBB diberikan 4 kali sehari atau doksisiklin 3 mg/kgBB sekali sehari

Perhatian SP tidakboleh diberikan padabayi dan ibuhamil Primakuin tidakboleh

diberikan pada ibu hamil, bayi, dan penderita defisiensi G6PD. Klorokuin tidakboleh diberikan dalam keadaan perut kosong. Pada pemberian kina parenteral, bila obat sudah diterima selama 48 jam tetapi belum ada perbaikan dan atau terdapat gangguan flingsi ginjal, maka dosis selanjutnya diturunkan sampai 30-50%. Kortikosteroid merupakan kontraindikasi pada malaria serebral.

Pemantauan pengobatan: hitung parasit minimal tiap 24 jam, target hitung parasit

pada H1 50% HO dan H3 <25% HO. Pemeriksaan diulang sampai dengan tidak ditemukan parasit malaria dalam 3 kali pemeriksaan berturut-turut.

Pencegahan: klorokuin basa 5 mg/kgBB, maksimal 300 mg/minggu diminumtiap minggu sejak 1 minggu sebelum masuk daerah endemik sampai dengan 4 minggu setelah meninggalkan daerah endemik atau doksisiklin 1,5 mg/kgBB/hari dimulai 1 (satu) hari sebelum pergi ke daerah endemis malaria hingga 4 minggu setelah meninggalkan daerah endemis

KOMPLIKASI

Malaria berat, renjatan, gagal napas, gagal ginjal akut

PROGNOSIS

Malaria falsiparum ringan/sedang, malaria vivax, atau malaria ovale: bonam. Malaria berat: dubiaadmalam

W E W E N A N G

• RS pendidikan: Dokter Spesialis Penyakit Dalam dan PPDS Penyakit Dalam • RS non pendidikan : Dokter Spesialis Penyakit Dalam

UNIT YANG MENANGANI

• RS pendidikan : Departemen llmu Penyakit Dalam - Divisi Tropik Infeksi • RS non pendidikan: Bagian llmu Penyakit Dalam

UNIT TERKAIT

• RS pendidikan: Divisi Ginjal-Hipertensi, Divisi Pulmonologi dan Departemen Neurologi

• RS non pendidikan : Bagian Neurologi

150

TropikliifeksL

INTOKSIKASI OPIAT

PENGERTIAN

Intoksikasi opiat merupakan intoksikasi akibat penggunaan obat golongan opiat yaitu morfin, petidin, heroin, opium, pentazokain, kodein, loperamid, dekstrometorfan

DIAGNOSIS

Anamnesis: informasi mengenai seluruh obat yang digunakan, sisa obat yang ada

Pemeriksaan Fisis: pupil miosis-/?/� point pupil, depresi napas, penurunan kesadaran, nadi lemah, hipotensi, tanda edema paru, needle track sign, sianosis, spasme saluran cema danbilier, kejang

Laboratorium: opiat urin positif atau kadar dalam darah tinggi

DIAGNOSIS BANDING

Intoksikasi obat sedatif; barbiturat, benzodiazepin, etanol

PEMERIKSAAN PENUNJANG

Opiat urin/darah, AGD, elektrolit, gula darah, rontgen toraks

TERAPI

A- Penanganan kegawatan: resusitasi A-B-C {airway, breathing, circulation) dengan memperhatikan prinsip kewaspadaan universal. Bebaskan jalan napas, berikan oksigen sesuai kebutuhan, pemasangan infus dan pemberian cairan sesuai kebutuhan.

B. Pemberian antidotnalokson

1. Tanpa hipoventilasi: dosis awal diberikan 0,4 mg intravena pelan-pelan atau diencerkan

2. Dengan hipoventilasi: dosis awal diberikan 1-2 mg intravena pelan-pelan atau diencerkan

3. Bila tak ada respon, diberikan nalokson 1-2 mg intravena tiap 5-10 menit hingga timbul respons (perbaikan kesadaran, hilangnya depresi pemapasan, dilatasi pupil) atau telah mencapai dosis maksimal 10 mg. Bila tetap tak ada respon, diagnosis intoksikasi opiat perlu dikaji ulang,

4. Efek nalokson berkurang dalam 20-40 menit dan pasien dapat jatuh kedalam keadaan overdosis kembali, sehingga perlu pemantauan ketat tanda vital, kesadaran, dan perubahan pupil selama 24 jam. Untuk pencegahan dapat diberikan drip nalokson satu ampul dalam 500 ml D5% atau NaCl 0,9% diberikan dalam 4-6 jam

5. Simpan sampel urin untuk pemeriksaan opiat urin dan lakukan foto toraks 6. Pertimbangan pemasangan pipa endo trakeal bila: pemapasan tak adekuat

setelah pemberian nalokson yang optimal, oksigenasi kurang meski ventilasi cukup, atau hipoventilasi menetap setelah 3 jam pemberian nalokson yang optimal

7. Pasien dipuasakan 6 jam untuk menghindari aspirasi akibat spasme pilorik,

151

Panduan Pelayanan Medik PAPDI

bila diperlukan dapat dipasang NGT untuk mencegah aspirasi atau bilas lambung pada intoksikasi opiat oral

8. Activated charcoal dapat diberikan pada intoksikasi peroral dengan memberikan 240 ml cairan dengan 30 gram charcoal, dapat diberikan sampai

100 gram

9. Bila terjadi kejang dapat diberikan diazepam intravena 5-10 mg dan dapat diulang bilaperlu

Pasien dirawat untuk penilaian keadaan klinis dan rencana rehabilitasi.

KOMPLIKASI

Aspirasi, gagal napas, edema paru akut

PR OG NO SI S

Dubia

WEWENANG

• RS pendidikan: Dokter Spesialis Penyakit Dalam dan PPDS Penyakit Dalam • RS non pendidikan : Dokter Spesialis Penyakit Dalam

UNIT YANG MENANGANI

• RS pendidikan: Departemen Ilmu Penyakit Dalam - Divisi Tropik Infeksi • RS non pendidikan : Bagian Ilmu Penyakit Dalam

UNIT TERKAIT

• RS pendidikan : Divisi Psikosomatik, Divisi Pulmonologi dan Departemen Psikiatri, Departemen Anestesi/ICU

• RS non pendidikan: Bagian Psikiatri

152

Tropiklnfeksi

INTOKSIKASI ORGANOFOSFAT

PENGERTIAN

Intoksikasi organofosfat merupakan intoksikasi akibat zat yang mengandung organofosfat

DIAGNOSIS

Anamnesis: riwayat minum/kontak dengan zat yang mengandung organofosfat, muntah

Pemeriksaan Fisis: bradikardia, pupil miosis, penurunan kesadaran, tanda-tanda aspirasi

Laboratorium: pemeriksaan bahan muntah atau darah mengandung organofosfat

PEMERIKSAAN PENUNJANG

DPL, elektrolit, rontgen toraks, EKG, pemeriksaan organofosfat

TERAPI

• Bilas lambung melalui NGT • Atropinisasi

KOMPLIKASI

Gagal napas, blok AV

PROGNOSIS

Dubia

WEWENANG

• RS pendidikan: Dokter Spesialis Penyakit Dalam dan PPDS Penyakit Dalam • RS non pendidikan: Dokter Spesialis Penyakit Dalam

UNIT YANG MENANGANI

• RS pendidikan; Departemen Ilmu Penyakit Dalam - Divisi Tropik Infeksi • RS non pendidikan: Bagian Ilmu Penyakit Dalam

UNIT TERKAIT

• RS pendidikan: Divisi Pulmonologi, Psikosomatik • RS non pendidikan: Bagian Psikiatri

2.6

GINJAL HIPERTENSI

GinjalHipeitensi

PENYAKIT GINJAL KRONIK

Dalam dokumen Panduan Pelayanan Medik PB PAPDI 2006 (Halaman 152-157)