• Tidak ada hasil yang ditemukan

DAFTAR ISI DALAM... HALAMAN PERSYARATAN GELAR SARJANA HUKUM... HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING PENGANTAR... HALAMAN SURAT PERNYATAAN ISI...

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "DAFTAR ISI DALAM... HALAMAN PERSYARATAN GELAR SARJANA HUKUM... HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING PENGANTAR... HALAMAN SURAT PERNYATAAN ISI..."

Copied!
33
0
0

Teks penuh

(1)

DAFTAR ISI

HALAMAN SAMPUL

DALAM... i

HALAMAN PERSYARATAN GELAR SARJANA

HUKUM... ii

HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING

SKRIPSI... ii i HALAMAN KATA PENGANTAR... i v

HALAMAN SURAT PERNYATAAN

KEASLIAN... v ii HALAMAN DAFTAR ISI... v iii

(2)

ABSTRAK... x i ABSTRACT... . x ii BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah ... 1 1.2 Rumusan Masalah ... 8 1.3 Ruang Lingkup Masalah ... 9

1.4 Orisinalitas Penelitian ... 1 0 1.5 Tujuan Penelitian ... 11 1.5.1 Tujuan Umum ... 1 1 1.5.2 Tujuan Khusus ... 1 1 1.6 Manfaat Penelitian ... 1 1

(3)

1.6.1 Manfaat Teoritis ... 1 1 1.6.2 Manfaat Praktis ... 1 2 1.7 Landasan Teoritis ... 1 2 1.8 Metode Penelitian ... 2 1 1.8.1 Jenis Penelitian ... 2 1

(4)

1.8.2 Jenis Pendekatan ... 2 1 1.8.3 Sumber Data ... 2 2

1.8.4 Teknik Pengumpulan Data

... 2 3

1.8.5 Teknik Analisis Data

... 2 4

BAB II PEMUNGUTAN RETRIBUSI PERPANJANGAN IMTA DAN OTONOMI DAERAH

2.1 Tinjauan Mengenai Pajak dan

Retribusi ... 2 5

2.2 Pengaturan Mempekerjakan Tenaga Kerja Asing (IMTA) ... 2 9

2.2.1 Pengertian Tenaga Kerja Asing

... 3 1

(5)

2.2.2 Izin Mempekerjakan Tenaga Kerja Asing (IMTA) ... 3 3

2.2.3 Dasar Hukum Penggunaan Tenaga Kerja Asing Dan Retribusi

Perpanjangan IMTA

... 3 4

2.3 Kewenangan Pemungutan Retribusi dalam Kerangka Otonomi Daerah

... 3 6

BAB III PELAKSANAAN PEMUNGUTAN RETRIBUSI PERPANJANGAN IMTA DI PROVINSI BALI

3.1 Pengaturan Pemungutan Retribusi Perpanjangan IMTA di Provinsi Bali

... 4 3

3.2 Kewenangan Pemerintah Daerah Provinsi Bali Dalam Memungut

Retribusi Perpanjangan IMTA

... 4 7

(6)

BAB IV HAMBATAN PELAKSANAAN PEMUNGUTAN RETRIBUSI PERPANJANGAN IMTA DI PROVINSI BALI

4.1 Faktor Penghambat Pemungutan Retribusi Perpanjangan Izin Mempekerjakan Tenaga Asing di Provinsi Bali ... 5 5

4.2 Upaya Pemerintah Provinsi Bali Dalam Penanggulangan Hambatan Pelaksanaan Pemungutan Retribusi Perpanjangan IMTA ... 5 9 BAB V PENUTUP 5.1 Kesimpulan ... 6 3 5.2 Saran ... 6 5 DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN RINGKASAN SKRIPSI

(7)
(8)

PELAKSANAAN PEMUNGUTAN RETRIBUSI PERPANJANGAN IMTA DALAM PENYELENGGARAAN OTONOMI DAERAH DI PROVINSI

BALI ABSTRAK

Judul penelitian ini adalah Pelaksanaan Pemungutan Retribusi Perpanjangan IMTA Dalam Penyelenggaraan Otonomi Daerah Di Provinsi Bali. Terdapat permasalahan yang menjadi fokus dalam penelitian ini, antara lain Bagaimanakah pelaksanaan pemungutan Retribusi Perpanjangan IMTA di Provinsi Bali dan hambatan pelaksanaan pemungutan Retribusi Perpanjangan IMTA di Povinsi Bali. Dengan menggunakan metode penelitian hukum empiris, diteliti permasalahan yang muncul terhadap aturan hukum dengan fakta yg terjadi didalam masyarakat. Penelitian ini berbasis pada data primer dan data sekunder, yaitu penelitian dengan mengkaji suatu permasalahan berdasarkan norma-norma hukum yang mendasarinya serta dikaitkan dengan tindakan pemerintah terhadap keadaan yang terjadi secara nyata di lapangan. Data-data yg diperoleh dianalisis secara evaluatif dan deskriptif. Hasil penelitian menunjukan bahwa Pemerintah Provinsi Bali melalui Dinas Tenaga Kerja Dan Transmigrasi melakukan pengawasan untuk mengantisipasi hambatan-hambatan yang terdapat di dalam proses penyelenggaraan pemungutan Retribusi Perpanjangan IMTA. Untuk mengantisipasi hambatan, dilakukan perubahan saat melakukan penerimaan retribusi perpanjangan IMTA dengan bentuk rupiah sesuai kurs yang berlaku pada saat penyetoran di Bank yang ditunjuk oleh Gubernur Bali dalam hal ini Bank BPD Provinsi Bali. Untuk menghindari permasalahan bentuk setoran dollar yg dibayarkan dari pemberi kerja TKA kepada pihak Dinas, Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi menggunakan instrument Bank Note agar mudah mengetahui setoran dollar mana yang bermasalah.

(9)

LEVY CHARGED FOR IMTA LICENSE EXTENTION AS AN IMPLEMENTATION OF BALI PROVINCE REGIONAL AUTONOMY

ABSTRACT

This research entitle "Levy Charged for IMTA License Extention as an Implementation of Bali Province Regional Autonomy". The issues that takes to be the main source of this reaserch are: How Levy Charged for IMTA License Extention in Bali Province is implemented and The obstacle in the implementation of Levy Charged for IMTA License Extention in Bali Province. This research use the empirical legal method, and the analytical done by finding the Problem that occur from legal norms as well in the community. This research base on the Primary data and secondary data, wich particularize the problem based on the legal norms underlaying as well as associated with government action against the phenomena that occur significantly. The data were analyzed evaluatively and descriptively. The results showed that the provincial government of Bali through Labour and Transmigration Official (Depnakertrans) supervising the obstacles in the process of levy charged for IMTA License Extention. To anticipate the obstacles, The goverment make changes in taking the payment of IMTA in Rupiah currency base on the previling exchange rates in the Bank that appointed by the Governor of Bali that in this case is Bank BPD Provinsi Bali. In order to avoid problems happens when receiving the payment of levy charged for IMTA License Extention in US Dollar currency that paid by the employer of the foreigner labour, the Labour and Transmigration Official is using Bank Note in order to make easier wich payment is indicate as the problematic payment.

(10)

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

Indonesia sebagai Negara hukum memerlukan pembangunan guna mewujudkan tujuan Negara yaitu mewujudkan kesejahteraan rakyat, termasuk dalam hal pembangunan ketenagakerjaan. Menghadapi perkembangan dunia dengan kecanggihan teknologi dan informasi berpengaruh pula di sektor ekonomi di mana globalisasi ekonomi telah diprogramkan dalam agenda pembangunan nasional dengan menciptakan lapangan kerja untuk kesejahteraan rakyat dalam rencana perbaikan iklim ketenagakerjaan.

Menyadari sedalam-dalamnya bahwa pembangunan yang dilaksanakan oleh bangsa Indonesia yang bertujuan untuk membangun manusia Indonesia seutuhnya dan kesejahteraan masyarakat seluruhnya diperlukan penataan kembali berbagai segi kehidupan masyarakat dalam bidang sosial ekonomi umumnya, khususnya di dalam hubungan perburuhan.1

Sejalan dengan pertumbuhan penduduk, tenaga kerja juga meningkat. Tingginya pertumbuhan penduduk merupakan salah satu faktor utama kelebihan tenaga kerja secara umum di tengah-tengah kehidupan masyarakat. Penciptaan lapangan kerja adalah sasaran pokok pemerintah dalam agenda meningkatkan kesejahteraan rakyat. Namun di sisi lain pemerintah juga tidak dapat menutup

1Ramdlon Naning, Perangkat Hukum Hubungan Perburuhan (Industrial) Pancasila,Ghalia Indonesia, Jakarta, 1983, h. 183

(11)

mata, di mana situasi dan kondisi Indonesia masih belum dapat menciptakan lapangan kerja bagi sebagian dari pencari kerja2. Dalam era globalisasi yang terjadi di Indonesia ini, tidak dapat dihindari adanya penggunaan Tenaga Kerja Asing (selanjutnya disebut TKA), pada prinsipnya penggunaan TKA di Indonesia adalah mereka yang dibutuhkan dalam 2 hal, yakni TKA yang membawa modal (sebagai investor) dan/atau membawa skill dalam rangka transfer of knowledge atau transfer of know how3. Selain karena kedua hal tersebut maka pada hakekatnya tidak diperkenankan menggunakan TKA dan harus mengutamakan penggunaan tenaga kerja dari Indonesia (Tenaga Kerja Indonesia).4

Globalisasi tidak hanya menyebabkan perputaran investasi dan informasi secara cepat saja, tetapi juga menyangkut kepada masalah tenaga kerja5. Derasnya arus migrasi tenaga kerja pada dasarnya merupakan resultan dari tiga kondisi yang berbeda di masing-masing negara maju, negara industri baru dan negara miskin dan berkembang. Keberhasilan pembangunan ekonomi di negara maju telah mendorong tingkat upah dan kondisi lingkungan kerja ke taraf yang lebih baik lagi6. Di negara industri baru, percepatan pembangunan ekonomi menyebabkan permintaan akan tenaga kerja yang berketrampilan harus didatangkan dari negara maju, sedangkan untuk pekerjaan yang lebih mementingkan otot datang dari negara miskin dan berkembang. Kehadiran para tenaga kerja yang memakai otot tidak hanya karena

2G.Karta Sapoetra,2004, Hukum Perburuhan di Indonesia Berdasarkan Pancasila, Bina

Aksara,Jakarta,h. 46

3C. Sumarprihatiningrum, 2006, Penggunaan Tenaga Kerja Asing di Indonesia, HIPSMI,

Jakarta, h. 56

4Ibid, h. 57. 5 Ibid, h. 59. 6 Ibid, h. 60.

(12)

adanya pengiriman dari negara asal melainkan juga karena ada permintaan dari negara yang dituju karena permintaan akan selalu hadir jika ada penawaran, begitu juga sebaliknya7.

Negara-negara yang miskin dan berkembang, kesulitan mendapatkan pekerjaan dan upah yang rendah-lah yang mendorong terjadinya migrasi tenaga kerja. Tujuan penggunaan TKA tersebut adalah untuk memenuhi kebutuhan tenaga kerja terampil dan professional dibidang tertentu yang belum dapat diisi oleh Tenaga Kerja Indonesia serta mempercepat proses pembang unan nasional dengan jalan mempercepat alih ilmu pengetahuan dan tekonologi, serta meningkatkan investasi asing sebagai penunjang pembangunan di Indonesia walaupun pada kenyataanya perusahaan-perusahaan yang ada di Indonesia baik itu perusahaan- perusahaan swasta asing ataupun swasta nasional wajib menggunakan tenaga ahli bangsa Indonesia sendiri.8

Jumlah Tenaga Kerja Indonesia lebih dominan digunakan daripada TKA, hal ini karena pada hakekatnya penggunaan tenaga kerja wajib mengutamakan penggunaan Tenaga Kerja Indonesia di semua bidang dan jenis pekerjaan yang tersedia daripada Warga Negara Asing pendatang. Dikecualikan apabila bidang dan jenis pekerjaan yang tersedia belum atau tidak sepenuhnya dapat diisi oleh Tenaga Kerja Indonesia, pengguna TKA dapat menggunakan Tenaga Kerja Asing sampai batas waktu tertentu, ketentuan ini ditegaskan berdasarkan penjelasan Pasal 42 Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Penggunaan Tenaga Kerja Asing (

7 Ibid, h.60.

(13)

selanjutnya disebut UU Nomor 13 tahun 2013). Diharapkan hingga sampai batas waktu tertentu tenaga kerja Indonesia sudah mampu mengadopsi skill TKA yang bersangkutan dan melaksanakan sendiri tanpa harus melibatkan TKA.

Pemberian izin penggunaan TKA dimaksudkan agar dilaksanakan secara selektif dalam rangka pemberdayaan tenaga kerja Indonesia secara optimal.9 Selanjutnya untuk memberikan izin dalam mempekerjakan TKA, diperlukan pengawasan sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku, yaitu Keputusan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Nomor 20 Tahun 2004 tentang Tata Cara Memperoleh Izin Mempekerjakan Tenaga Kerja Asing (selanjutnya disebut Kepmenaker Nomor 20 Tahun 2004). Kepmenaker Nomor 20 Tahun 2004 tersebut merupakan perintah dari Pasal 42 ayat (2) Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan. Pengertian tentang izin kerja pada prinsipnya adalah izin yang diberikan oleh Menteri Tenaga Kerja atau pejabat yang ditunjuk kepada perusahaan tertentu untuk mempekerjakan tenaga kerja asing di Indonesia dengan menerima upah dan waktu tertentu. 10

Ada 2 (dua) macam izin penggunaan tenaga kerja, yaitu : 1. Izin mempekerjakan tenaga kerja warga negara asing 2. Izin melakukan pekerjaan bebas. 11

Sedangkan izin mempekerjakan tenaga kerja asing, jenisnya ada 3 yaitu : 1. Izin kerja tenaga asing (baru)

9Hesty Hastuti, Permasalahan tenaga kerja asing di Indonesia, BPHN-Departemen

Hukum dan HAM, Tahun 2005.

10 C. Sumarprihatiningrum, 2006, Penggunaan Tenaga Kerja Asing di Indonesia, HIPSMI,

Jakarta, h. 20.

11Ibid. h. 20.

(14)

2. Izin perpanjangan kerja tenaga asing 3. Izin pindah jabatan kerja tenaga asing12.

Bali merupakan salah satu daerah tujuan wisata Indonesia yang sangat dikenal dunia, kepopuleran pulau Bali sebagai daerah tujuan wisata berdampak pada masuknya para investor yang ingin berbisnis atau membangun usaha yang berkaitan khususnya pada bidang kepariwisataan.13 Tanpa disadari alasan awal TKA datang berkunjung ke Bali berlatar belakang sebagai wisatawan yang selanjutnya mencari atau bekerja di Indonesia, dinamika tersebut tentunya melanggar ketentuan yang berlaku dan sangat merugikan para pekerja dalam negeri khususnya Provinsi Bali, karena membludaknya TKA saat ini.14 TKA harus mematuhi semua persyaratan yang telah diatur didalam Kepmenaker No 20 Tahun 2004. TKA yang sudah banyak masuk ke Pulau Bali, keberadaannya harus memiliki izin sesuai ketentuan yang berlaku yaitu Pasal 4 Kepmenaker No 20 Tahun 2004.

Pengaturan tentang tenaga kerja diatur dalam Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan (selanjutnya disebut UU No 13 tahun 2003). Selanjutnya apabila tidak diberikan batasan mengenai waktu hubungan kerja seperti apa yang tercantum dalam UU No 13 Tahun 2003 Pasal 48, maka yang terjadi adalah TKL tidak mendapatkan kesempatan untuk bekerja. Mengenai TKA sendiri diatur dalam Pasal 42 sampai dengan Pasal 49 UU No 13 Tahun 2003, Pasal 42 ayat (1) menyebutkan bahwa setiap pemberi kerja yang mempekerjakan tenaga kerja

12Ibid. h. 21.

13 I Gede Pitana dan I Ketut Surya Diarta, 2009, Pengantar Ilmu Pariwisata, Andi Offset,

Yogyakarta, h. 23.

(15)

asing wajib memiliki izin tertulis dari Menteri atau penjabat yang ditunjuk. Ketentuan tersebut mengisyaratkan agar dalam mempekerjakan Tenaga Kerja Asing tidak menimbulkan dampak negatif khususnya terhadap masalah keamanan (security) dan berkurangnya kesempatan kerja bagi Tenaga Kerja Indonesia (khususnya di Bali). Selanjutnya keberadaan TKA di Indonesia seharusnya jangan hanya mempekerjakan dengan keuntungan TKA itu sendiri, melainkan harus membagikan keterampilan yg dimiliki kepada tenaga kerja Indonesia dalam hal ini yaitu TKL.

Berdasarkan penjelasan Pasal 45 ayat (1) UU No 13 Tahun 2003 dalam rangka alih teknologi dan alih keahlian maka pemberi kerja TKA wajib:

1. Menunjuk tenaga kerja warga negara Indonesia sebagai tenaga pendamping tenaga kerja asing yang dipekerjakan untuk alih teknologi dan alih keahlian tenaga kerja asing.

2. Melaksanakan pendidikan dan pelatihan kerja bagi tenaga kerja Indonesia sesuai dengan kualifikasi jabatan yang diduduki oleh tenaga kerja asing.

Masuknya investor dan penanam modal asing memicu datang atau didatangkannya tenaga kerja asing, yang wajib mentaati segala peraturan perundang-undangan. Terkait dengan hal tersebut, maka diperlukan pengaturan tenaga kerja asing, baik pengaturan aspek ketenagakerjaan maupun pengaturan aspek keimigrasian Indonesia. Dalam Pasal 42 ayat (1) Undang- Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan dijelaskan bahwa untuk mempekerjakan tenaga kerja asing diperlukan izin tertulis dari Menteri atau pejabat yang ditunjuk. Oleh karena itu, pemberi kerja tenaga kerja asing wajib mengajukan rencana penggunaan tenaga kerja asing (yang selanjutnya disebut RPTKA) untuk memperoleh izin memperkerjakan tenaga asing yang selanjutnya disebut (IMTA).

(16)

Mengenai Izin Mempekerjakan Tenaga Kerja Asing (selanjutnya disebut IMTA), dijelaskan dalam Perda Provinsi Bali Nomor 5 Tahun 2013 dalam Pasal 1 angka 17 yg menyebutkan bahwa, IMTA adalah izin tertulis yang diberikan kepada pemberi kerja TKA, IMTA merupakan izin yg dapat diperpanjang, sesuai yg dijelaskan dalam Peraturan Menteri Ketenagakerjaan Indonesia Nomor 16 Tahun 2015 tentang Tata Cara Penggunaan Tenaga Kerja Asing (selanjutnya disebut Permenaker No 16 Tahun 2015) Pasal 39 ayat (2) yg menjelaskan bahwa, jangka waktu berlakunya IMTA diberikan paling lama 1 (satu) tahun dan dapat diperpanjang sesuai dengan Keputusan Menteri tentang jabatan-jabatan yang dapat diduduki TKA tersebut, selanjutnya Permenaker No 16 Tahun 2015 Pasal 40 juga menyebutkan, yg berwenang menerbitkan IMTA adalah Departemen Tenaga Kerja & Transmigrasi RI dimana pengajuannya berdasarkan bukti pembayaran DPKK (Dana Pengembangan Keahlian & Ketrampilan Kerja), Depnaker yang dibayarkan sebesar USD 100 / bulan, dalam hal perpanjangan IMTA, yg berwenang untuk melakukan perpanjangan IMTA ialah penerbit IMTA itu sendiri, dan dalam hal ini adalah Departemen Tenaga Kerja & Transmigrasi RI, Permenaker No 16 Tahun 2015 Pasal 40 juga menjelaskan bahwa, penerbit IMTA lah, yg berwenang dalam melakukan pungutan izin perpanjangan IMTA itu sendiri, dan kemudian di setor ke Kas Daerah.

Perpanjangan IMTA merupakan suatu retribusi daerah, seperti yg dijelaskan dalam Peraturan Daerah Provinsi Bali Nomor 5 Tahun 2013 tentang Perubahan Atas Peraturan Daerah Provinsi Bali Nomor 6 Tahun 2011 (selanjutnya disebut Perda Bali Nomor 5 Tahun 2013) didalam Pasal 1 angka 19 menyatakan, Retribusi

(17)

Perpanjangan Izin Mempekerjakan Tenaga Kerja Asing (selanjutnya disebut Retribusi Perpanjangan IMTA) adalah pungutan daerah, atas pemberian perpanjangan IMTA kepada pemberi kerja TKA. Pasal 2 Perda Provinsi Bali Nomor 5 Tahun 2013 juga menyebutkan bahwa Retribusi Perpanjangan IMTA termasuk dalam Retribusi Perizinan Tertentu. Objek Retribusi Perizinan Tertentu menurut UU No 28 tahun 2009, Pasal 140 yaitu pelayanan perizinan tertentu oleh Pemerintah Daerah kepada orang pribadi atau Badan yang dimaksudkan untuk pengaturan dan pengawasan atas kegiatan pemanfaatan ruang, penggunaan sumber daya alam, barang, prasarana, sarana, atau fasilitas tertentu guna melindungi kepentingan umum dan menjaga kelestarian lingkungan.

Retribusi perpanjangan IMTA merupakan pungutan daerah yang dipungut sebagai pembayaran jasa atas pemberian izin tertentu yang disediakan oleh Pemerintah Daerah untuk kepentingan pribadi/badan yang bekerja atau mempekerjakan TK 15. Di Provinsi Bali, Perda Provinsi Bali Nomor 5 Tahun 2013 juga menyatakan Retribusi perpanjangan IMTA merupakan pungutan daerah atas pemberian perpanjangan IMTA kepada pemberi kerja TKA. Selanjutnya TKA dibebankan pungutan retribusi sesuai dengan peraturan perundang-undangan yg ada yaitu Perda Provinsi Bali Nomor 5 Tahun 2013.

Berdasarkan paparan diatas yang penulis tertarik melakukan penelitian berjudul “Pelaksanaan Pemungutan Retribusi Perpanjangan IMTA Dalam Penyelenggaraan Otonomi Daerah Di Provinsi Bali”

15 Adrian Sutedi, 2008, Hukum Pajak dan Retribusi Daerah, Ghalia Indonesia, Bogor

(18)

1.2 Rumusan Masalah

Dari uraian yang dikemukakan dalam latar belakang masalah diatas dapat dirumuskan permasalahan sebagai berikut.

1. Bagaimanakah pelaksanaan pemungutan retribusi perpanjangan IMTA di Provinsi Bali ?

2. Bagaimanakah hambatan pelaksanaan pemungutan retribusi perpanjangan IMTA di Bali ?

1.3 Ruang Lingkup Masalah

Dalam penulisan ini , untuk memudahkan dalam menelaah permasalahan dan tidak melebar ke permasalahan lain, maka perlu diadakan pembatasan masalah. Adapun yang dibahas dalam penelitian ini pembatasannya pada dua hal yaitu pertama membahas pelaksanaan pemungutan retribusi perpanjangan IMTA di Provinsi Bali dan kedua tentang hambatan pelaksanaan retribusi perpanjangan IMTA di Provinsi Bali.

(19)

1.4 Orisinalitas Penelitian

Guna menunjukan keaslian penelitian skripsi ini memang benar asli dan tidak sama dengan penelitian skripsi yang sudah ada sebelumnya, maka dapat saya tunjukan beberapa penelitian sebelumnya sebagai berikut :

1.4.1 Skripsi tentang “Perjanjian Kerja Waktu Tertentu (Studi Perbandingan Hukum Islam Dan Udang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan)” oleh Khusnan Iskandar, dari Fakultas Hukum, Universitas Hasanuddin, Makassar Tahun 2009, yang mengangkat permasalahan tentang bagaimanakah konsep perjanjian kerja waktu tertentu dalam pandangan Hukum Islam dan Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan dan bagaimanakah dampak penggunaan Tenaga Kerja asing dalam pandangan Hukum Islam dan Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan.

1.4.2 Skripsi tentang “Pengawasan Penggunaan Pekerja Asing Terhadap Rencana Penggunaan Tenaga Kerja Asing Berdasarkan Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 oleh Hendra Putra Kuncoro, dari Fakultas Hukum Reguler Mandiri, Universitas Andalas, Padang, Tahun 2010. Permasalahan yg dikemukakan dalam skripsi ini yaitu tentang bagaimanakah prosedur penggunaan tenaga kerja asing di Padang dan bagaimanakah dampak hukum dari prosedur penggunaan tenaga kerja asing di Padang.

1.4.3 Skripsi tentang “Penyelenggaraan Retribusi Pekerja Asing Terhadap Keberadaan Tenaga Kerja Lokal Berdasarkan Undang-Undang Nomor 13

(20)

Tahun 2003 oleh Ariani Endah Nuryanti, dari Fakultas Hukum, Universitas Hasanuddin, Makassar, Tahun 2011, Permasalahan yg dikemukakan dalam skripsi ini yaitu tentang apakah variabel upah, produktivitas, modal dan non upah berpengaruh terhadap penyerapan tenaga kerja pada usaha percetakan di kota Makasar.

Dari beberapa penelitian skripsi sebagaimana dipaparkan diatas, maka baik dari judul maupun substansi penelitian skripsi ini berbeda (tidak sama) dengan penelitian skripsi tersebut di atas.

1.5 Tujuan Penelitian 1.5.1 Tujuan umum

Untuk mengetahui bagaimanakah Pelaksanaan Pemungutan Retribusi IMTA Dalam Penyelenggaraan Otonomi Daerah Di Bali.

1.5.2 Tujuan khusus

Untuk mengetahui bagaimanakah pengaturan retribusi perpanjangan IMTA di Bali dan bagaimanakah hambatan pelaksanaan pemungutan retribusi perpanjangan IMTA Di Bali.

1.6 Manfaat Penelitian 1.6.1 Manfaat teoritis

1) Hasil penelitian dapat memberikan kegunaan untuk mengembangkan ilmu hukum khusunya Hukum Pemerintahan.

(21)

2) Dapat dijadikan sebagai pedoman dalam penelitian yang lain sesuai dengan bidang penelitian yang penulis teliti.

1.6.2 Manfaat praktis

1) Diharapkan dapat digunakan sebagai informasi bagi masyarakat atau praktisi hukum dan instani terkait tentang pengaturan retribusi perpanjangan IMTA di Bali.

2) Dengan dibuatnya penulisan ini diharapkan dapat memberi masukan kepada pihak instansi terkait khususnya Dinas Ketenagakerjaan dan Transmigrasi Provinsi Bali dalam rangka mengetahui bagaimanakah hambatan pelaksanaan pemungutan retribusi perpanjagan IMTA Di Bali.

1.7 Landasan Teoritis

Landasan-landasan teoritis yang digunakan dalam penelitian hukum merupakan sebuah pijakan dasar yang kuat dalam membedah permasalah-permasalahan hukum terkait. Adapun landasan teoritis yang digunakan dalam penelitian ini yakni Teori Negara Hukum, Teori Kewenangan, dan Teori Penegakan Hukum, dan Konsep Retribusi Daerah.

1.7.1 Teori Negara Hukum

Secara Konstitusional Negara Indonesia adalah Negara Hukum, sebagaimana di tentukan dalam Pasal 1 ayat (3) UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945, yg menyebutkan bahwa “Negara Indonesia adalah Negara Hukum”. Untuk dapat disebut sebagai Negara Hukum maka harus memiliki dua unsur pokok

(22)

yakni adanya perlindungan hak asasi manusia serta adanya pemisahan kekuasaan dalam negara.16

Dalam perkembangannya ada dua konsep negara hukum yaitu Rechtsstaat dan Rule of law. Rechsstaat sebagaimana dikemukakan oleh Friedrich Julius Stahl dari kalangan ahli hukum Eropa Kontinental sebagai berikut:

1. Mengakui dan melindungi hak-hak asasi manusia;

2. Untuk melindungi hak asasi tersebut maka penyelenggaraan Negara harus berdasarkan teori Trias politika;

3. Dalam menjalankan tugas-tugasnya, pemerintah berdasarkan undang-undang (wetmatigbestuur);

4. Apabila dalam menjalankan tugasnya, pemerintah berdasarkan Undang-Undang pemerintah masih melanggar hak asasi (campur tangan pemerintah dalam kehidupan pribadi seseorang) maka ada pengadilan administrasi yang akan menyelesaikannya. 17

Dalam pada itu, AV Dicey dari kalangan hukum Anglo Saxon menjelaskan the Rule of law dengan unsur-unsur sebagai berikut:

1. Supremasi hukum, dalam arti tidak boleh ada kesewenang-wenangan, sehingga seseorang hanya boleh dihukum jika melanggar hukum;

2. Kedudukan yang sama di depan hukum baik rakyat ataupun pejabat; 3. Terjaminnya hak-hak manusia oleh undang-undang dan

keputusan-keputusan pengadilan.18

16 Moh Kusnardi dan Bintang R. Saringgih, 2000, Ilmu Negara, Edisi Revisi, Cet. 4, Gaya

Media Pratama, Jakarta, h.132

17Ibid

(23)

Selanjutnya ”International Commision of Jurists” pada konferensinya di Bangkok pada tahun 1965 menekankan bahwa di samping hak-hak politik, rakyat harus diakui pula adanya hak-hak sosial dan ekonomi sehingga perlu dibentuk standar-standar dasar ekonomi. Komisi ini dalam konfensi tersebut juga merumuskan syarat-syarat (ciri-ciri) pemerintahan yang demokratis di bawah rule of law sebagai berikut;

1. Perlindungan konstitusional, artinya selain menjamin hak-hak individu, konstitusi haruslah pula menentukan cara prosedural untuk memperoleh hak-hak yang di jamin

2. Badan kehakiman yang bebas dan tidak memihak. 3. Pemilihan umum yang bebas.

4. Kebebasan menyatakan pendapat.

5. Kebebasan berserikat/berorganisasi dan beroposisi 6. Pendidikan kewarganegaraan. 19

Dari ciri-ciri negara hukum (material) di atas, nampak adanya perluasan makna negara hukum formil dan pengakuan peran pemerintah yang lebih luas sehingga dapat menjadi rujukan bagi berbagai konsepsi Negara hukum.

1.7.2 Teori Kewenangan

Wewenang adalah kekuasaan untuk melakukan suatu tindakan hukum publik, misalnya penerbitan surat izin dari seorang pejabat atas nama Menteri atau Gubernur Kepala daerah.20 Kewenangan secara teoritik dapat diperoleh melalui 3 (tiga) cara, yaitu atribusi, delegasi, dan mandat. Mengenai Atribusi, delegasi, dan mandat ini H.D. van Wijk/ Willem Konijnenbelt mengindenfikasikan sebagai berikut:21

19Ibid, h. 48

20Juanda, 2008, Hukum Pemerintahan Daerah, P.T. Alumni Bandung, h. 271

(24)

1. Atribusi adalah pemberian wewenang pemerintahan oleh pembuat undang-undang kepada organ pemerintahan.22 Pada atribusi terjadi pemberian wewenang pemerintahan yang baru oleh suatu ketentuan dalam peraturan perundang-undangan. Di sini dilahirkan atau diciptakan suatu wewenang baru. Lebih lanjut disebutkan bahwa legislator yang kompeten untuk memberikan atribusi wewenang pemerintahan itu dibedakan antara yang berkedudukan sebagai original legislator di negara kita di tingkat pusat adalah MPR sebagai pembentuk konstitusi dan DPR bersama-sama pemerintah sebagai yang melahirkan suatu undang-undang, dan di tingkat daerah adalah DPRD dan Pemerintah Daerah yang melahirkan Peraturan Daerah. Sedangkan yang bertindak sebagai delegated legislator seperti Presiden yang berdasar pada suatu ketentuan undang-undang mengeluarkan Peraturan Pemerintah dimana diciptakan wewnang-wewenang pemerintahan kepada Badan atau Jabatan Tata Usaha Negara tertentu.23

2. Delegasi adalah pelimpahan wewenang pemerintah dari satu organ pemerintah kepada pemerintah lainnya.24 Pada delegasi terjadilah pelimpahan suatu wewenang yang telah ada oleh Badan atau Pejabat Tata Usaha Negara yang telah memperoleh wewenang pemerintahan secara atributif kepada Badan atau Pejabat Tata Usaha Negara lainnya.

22Ibid,h. 101.

23 Ibid,h. 102.

(25)

Jadi suatu delegasi selalu didahului oleh adanya suatu atribusi wewenang.25

3. Mandat terjadi ketika organ pemerintah telah mengizinkan kewenanggannya dijalankan organ lain atas namanya. Pada mandat tidak dibicarakan penyerahan wewenang, tidak pula pelimpahan wewenang. Dalam hal mandat tidak terjadi perubahan wewenang apapun. Yang ada hanyalah hubungan internal, sebagai contoh Menteri dengan pegawai, Menteri mempunyai kewenangan dan melimpahkan kepada pegawai untuk mengambil keputusan tertentu atas nama Menteri, sementara secara yuridis wewenang dan tanggung jawab tetap berada pada organ kementrian. Pegawai memutuskan secara faktual, Menteri secara yuridis.26

Dalam Undang Pemerintahan Daerah yang baru yaitu Undang-Undang No.23 Tahun 2014, kewenangan terdiri dari kewenangan Desentralisasi dan Dekonsentrasi. Desentrasilasi merupakan penyerahan urusan pemerintahan oleh Pemerintah Pusat kepada Pemerintah Daerah berdasarkan asas otonomi daerah (Delegasi), sedangkan Dekonsentrasi merupakan pelimpahan sebagian urusan Pemerintah yang menjadi kewenangan Pemerintah Pusat kepada gubernur sebagai wakil pemerintah pusat kepada instansi vertikal di wilayah tertentu dan atau kepada Gubernur atau Walikota sebagai penanggung jawab pemerintahan umum.

25 Ibid,h. 101.

(26)

Berdasarkan paparan tentang wewenang di atas, dapat disebutkan bahwa, wewenang yang diperoleh secara atribusi dapat menciptakan wewenang baru atau memperluas wewenang yang sudah ada. Pada delegasi tidak ada penciptaan wewenang, yang ada hanya pelimpahan wewenang dari pejabat yang satu kepada pejabat lainnya. Sementara pada mandat, penerima mandat hanya bertindak untuk dan atas nama pemberi mandat.

1.7.3 Teori Penegakan Hukum

Secara konsepsional inti dari penegakan hukum terletak pada kegiatan menyerasikan hubungan nilai-nilai yang terjabar dalam kaidah-kaidah yang mantab dan sikap tindak sebagai rangkaian penjabaran nilai-nilai tahap akhir untuk menciptakan, memelihara, dan mempertahankan kedamaian pergaulan hidup.27 Penegakan Hukum dalam bahasa Inggris disebut dengan Law Enforcment, dalam baha Belanda disebut dengan Rechtshandhaving. Penegakan hukum sangat erat kaitannya dengan efektivitas hukum. Menurut Freidmann berhasil atau tidaknya Penegakan hukum bergantung pada: substansi hukum, struktur hukum/pranata hukum dan budaya hukum.28

a) Substansi Hukum

Substansi hukum merupakan sistem substansial yang menentukan bisa atau tidaknya hukum itu dilaksanakan.Substansi juga berarti produk yang dihasilkan oleh orang yang berada dalam sistem hukum yang mencakup keputusan yang mereka keluarkan atau aturan baru yang mereka susun.

27 Soerjono Soekanto, 2007, Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Pengegakan Hukum, PT

Raja Grafindo Persada, Jakarta, h.5

28Robby Aneuknanggroe, 2013, Teori Penegakan Hukum, https://masalahhukum.

(27)

b) Struktur Hukum

Sistem struktural hukum menentukan bisa atau tidakanya hukum itu dilaksanakan dengan baik. Kewenangan lembaga negara penegak hukum dijamin oleh undang-undang, sehingga dalam melaksanakan tugas dan tanggung jawabnya terlepas dari pengaruh kekuasaan pemerintah dan pengaruh-pengaruh lain. Suatu peraturan perundang-undangan jika tidak didukung dengan aparat penegak hukum yang baik maka keadilan tidak bias ditegakkan.

c) Budaya Hukum

Menurut Friedman, kultur adalah sikap manusia terhadap hukum dan sistem kepercayaan, nilai, pemikiran, serta harapannya. Budaya hukum erat kaitannya dengan kesadaran hukum masyarakat, semakin tinggi kesadaran masyarakat maka akan tercipta budaya hukum yang baik dan dapat merubah pola pikir masyarakat terhadap hukum.

1.7.4 Konsep Retribusi Daerah

Seperti halnya pajak daerah, retribusi daerah dilaksanakan berdasarkan Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah yg dalam pelaksanaanya di masing-masing daerah, pungutan retribusi daerah dijabarkan dalam bentuk peraturan daerah yang mengacu kepada peraturan perundang-undangan yang berlaku. 29 Pengertian Retribusi Daerah menurut UU Nomor 28 Tahun 2009 ditentukan dalam pasal 64 yaitu retribusi daerah adalah pungutan daerah sebagai pembayaran atas jasa atau pemberian izin tertentu yang

29 Darwin, 2010, Pajak Daerah & Retribusi Daerah, Mitra Wacana Media, Bandung, h.

(28)

khusus disediakan dan atau diberikan oleh pemerintah daerah untuk kepentingan orang pribadi atau badan. Selanjutnya ciri-ciri pokok Retribusi Daerah adalah sebagai berikut:

a. Retribusi dipungut oleh daerah;

b. Dalam pungutan retribusi terdapat prestasi yang diberikan Daerah yang langsung dapat ditunjuk

c. Retribusi dapat dikenakan kepada siapa saja yang memanfaatkan, atau menggunakan jasa yang disediakan daerah.30

Retribusi ditetapkan dengan peraturan daerah, tidak dapat berlaku surut, dan peraturan daerah tersebut sekurang-kurangnya mengenai :

1. Nama, objek, dan subjek retribusi

2. Golongan retribusi, jasa umum, jasa usaha, dan petizinan tertentu 3. Cara mengukur tingkat penggunaan jasa yang bersangkutan 4. Prinsip yang dianut dalam penetapan struktur dan besaran tariff 5. Struktur dan besarnya tarif retribusi

6. Wilayah pemungtan 7. Tata cara pemungutan 8. Sanksi administrasi 9. Tata cara penagihan

10. Tanggal mulai berlakunya.31

30 Ibid. h. 42.

(29)

Tata cara dan pemungutan dan pemungutan retribusi tidak dapat diborongkan, artinya bahwa seluruh proses kegiatan pemungutan tidak diserahkan kepada pihak ketiga.32 Retribusi dipungut dengan menggunakan surat ketetapan retribusi daerah atau dokumen lain yang dipersamakan, berupa karcis, kupon atau kartu langganan dalam hal ini diatur dalam UU No 28 Tahun 2009 Pasal 1 angka 71 dan 72. Selanjutnya UU 28 Tahun 2009 Pasal 160 ayat (3) menyebutkan bahwa dalam hal wajib pajak tidak membayar pada waktunya atau kurang membayar, dikenakan sanksi 2 % setiap bulan dari retribusi terutang yang tidak atau kurang dibayar dan ditagih dengan menggunakan surat tagihan retribusi daerah.

Selanjutnya retribusi adalah pungutan daerah sebagai pembayaran atas jasa atau pemberian izin tertentu yang khusus disediakan atau diberikan pemerintah daerah untuk kepentingan pribadi atau badan dan objek retribusi adalah berbagai jenis jasa tertentu yang disediakan oleh pemerintah daerah.33

32 Sugianto, 2007, Pajak dan Retribusi Daerah, Cikal Sakti, Jakarta h 32 33 Ibid. h. 33.

(30)

1.8 Metode Penelitian

Metode ilmiah merupakan prosedur dalam mendapatkan pengetahuan yang disebut ilmu. Pengetahuan ilmiah didapat lewat metode ilmiah, karena ideal ilmu adalah untuk memperoleh interelasi yang sistematis.34

1.8.1 Jenis Penelitian

Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini ialah jenis penelitian hukum empiris. Penelitian hukum empiris yakni penelitian dengan mengkaji suatu permasalahan berdasarkan norma-norma hukum yang mendasarinya serta pelaksanaannya yang terjadi secara nyata di lapangan.

1.8.2 Jenis Pendekatan

Di dalam penelitian hukum terdapat beberapa pendekatan. Dengan pendekatan tersebut, peneliti akan mendapatkan informasi dari berbagai aspek mengenai isu yang sedang dicoba untuk dicari jawabannya. Pendekatan yang digunakan di dalam penelitian hukum adalah pendekatan undang-undang (statue approach), pendekatan kasus (case approach), pendekatan historis (historical approach), pendekatan komparatif (comparative approach), dan pendekatan konseptual (conceptual approach).35 Didalam penelitian ini digunakan pendekatan undang-undang (statue approach), pendekatan konseptual (coceptual approach) dan pendekatan sosiologis (sosiological approach), pendekatan undang-undang dilakukan dengan menelaah semua undang-undang dan regulasi yang bersangkut paut dengan isi hukum yang sedang ditangani. Pendekatan konseptual (conceptual

34Bambang Sunggono, 2007, Metode Penelitian Hukum, P.T. Raja Grafindo, Jakarta, h. 44

(31)

approach) beranjak dari pandangan-pandangan dan doktrin-doktrin yang berkembang di dalam ilmu hukum.36 Selanjutnya pendekatan sosiologis (sosiological approach), dilakukan pendekatan masalah secara sosiologis, artinya didalam menelaah permasalahan yang sedang diangkat tersebut, menggunakan fakta yang ditunjang dengan pendekatan yuridis atau pendekatan perundang-undangan. Selanjutnya dalam menelaah permasalahan, dikaji berdasarkan fakta yg ada dilapangan, serta ditunjang dengan disiplin ilmu, dan peraturan-peraturan terkait dengan permasalahan yang dibahas.

1.8.3 Sumber Data

Data yang diteliti dalam penelitian hukum ini berupa data primer dan data sekunder sebagai berikut;37

1. Data primer yang bersumber dari suatu penelitian lapangan, yaitu data yang diperoleh langsung dari sumber dilapangan ataupun responden. Adapun informan yang digunakan untuk menggali data yaitu staff Penggunaan dan Pengendalian Tenaga Kerja Asing (selanjutnya disebut PPTKA) Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi Provinsi Bali.

2. Data sekunder yang bersumber dari penelitian kepustakaan, yaitu data yang diperoleh tidak secara langsung dari sumber pertamanya, melainkan bersumber dari data-data yang sudah terdokumenkan dalam bentuk-bentuk bahan hukum.38 Bahan hukum yg digunakan sebagai data sekunder dalam penelitian ini antara lain:

36 Ibid

37 M. Iqbal Hasan, 2002, Pokok-Pokok Materi Metode Penelitian Dan Aplikasinya, Cet I,

Ghalia Indonesia, Jakarta, h.43

(32)

1. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan.

2. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 28 Tahun 2007 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan.

3. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah.

4. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah.

5. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 65 Tahun 2012 tentang Jenis Dan Tarif Atas Jenis Penerimaan Negara Bukan Pajak Yang Berlaku Pada Kementrian Tenaga Kerja Dan Transmigrasi 6. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 97 Tahun 2012

tentang Pengendalian Lalu Lintas dan Perpanjangan IMTA.

7. Peraturan Daerah Provinsi Bali Nomor 5 Tahun 2013 tentang Perubahan atas Perda Provinsi Bali Nomor 6 Tahun 2011.

1.8.4 Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data dilakukan dengan menggunakan sumber hukum sebagai landasan penelitian di lapangan dan fakta-fakta yang terjadi di lapangan, diantaranya:

1. Teknik Studi Dokumen, yaitu data yang dipergunakan dalam penelitian ini dilakukan dengan bahan-bahan hukum yang relevan dengan permasalahan penelitian.

(33)

2. Teknik Wawancara (interview), yaitu terhadap data lapangan, pengumpulannya dilakukan dengan menggunakan teknik interview terhadap staff PPTKA Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi Provinsi Bali.

1.8.5 Teknik Analisis Data

Di dalam menganalisis data yang diperoleh, dipergunakan metode pengolahan data secara kualitatif yaitu mengkaji dan mengevaluasi peraturan perundang-undangan yang ada, terkait dengan obyek permasalahan dan kenyataan yang ada dalam pelaksanaanya. Proses analisis tersebut, dilakukan secara terus menerus sejak pencarian data dilapangan, selanjutnya mengkaji data di lapangan dengan mencocokkan peraturan yang berlaku, kemudian data disajikan secara deskriptif kualitatif dan sistimatis.

Referensi

Dokumen terkait

Lembar kerja hasil penyelesaian perhitungan tegangan normal dan tegangan geser Ketepatan hasil penyelesain masalah / tugas 15 1,2,3,4,5 9-11 Menerapkan perangkat lunak

DESKRIPSI UNIT : Unit kompetensi ini mencakup pengetahuan, keterampilan, dan sikap kerja penyuluh pertanian dalam melaksanakan pengelolaan kegiatan fasilitasi akses sumber

Profil Kesehatan Tahun 2016 ini merupakan salah satu wujud akuntabilitas dari Dinas Kesehatan Kota Depok yaitu sebagai salah satu keluaran dari upaya peningkatan sistem

Perusahaan merupakan suatu unit kegiatan produksi yang mengelola sumber- sumber ekonomi untuk menyediakan barang dan jasa bagi masyarakat dengan tujuan untuk

ii) Efek selain saham dan/atau instrumen pasar uang tidak memenuhi Prinsip syariah di Pasar Modal, dengan ketentuan selisih lebih harga jual dari Nilai Pasar Wajar pada saat masih

Kebijakan Penilaian Kinerja Pegawai di Lingkungan Pemerintah Kota Bandung pada Dinas Penataan Ruang Kota Bandung Tahun 2017”..

Dosy Kindelia Kirani Produser Program Stand up comedy Mengatakan 31 : “ Ide kreatif itu adalah apa yang orang lain tidak fikirkan “out of the box” dan memikirkan apa yang

Setelah pelaksanaan Pelatihan Produksi dan Usaha Cookies Berbahan Baku Lokal Sebagai Alteratif Usaha Bagi Mantan TKI (Tenaga Kerja Indonesia) di Desa Sindangsari Kecamatan