• Tidak ada hasil yang ditemukan

DINAMIKA PEMERINTAHAN MESIR MENUJU NEGARA YANG DEMOKRATIS: DITANDAI PERSAINGAN ANTARA DEMOKRAT ISLAM DENGAN MILITER

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "DINAMIKA PEMERINTAHAN MESIR MENUJU NEGARA YANG DEMOKRATIS: DITANDAI PERSAINGAN ANTARA DEMOKRAT ISLAM DENGAN MILITER"

Copied!
40
0
0

Teks penuh

(1)

Program Studi Ilmu Hubungan Internasional FISIP-UNPAS Page 116 DINAMIKA PEMERINTAHAN MESIR MENUJU NEGARA YANG DEMOKRATIS: DITANDAI PERSAINGAN ANTARA DEMOKRAT ISLAM

DENGAN MILITER

Oleh Bulbul Abdurahman

Dosen Program Studi Ilmu Hubungan Internasional FISIP UNPAS Bandung

Abstrak______________________________________________________ Kemenangan Partai Islam dalam Parlemen Mesir pasca kudeta terhadap Hosni Mubarak, hanya kemenangan sesaat karena beberapa waktu kemudian, parlemen hasil pemilu 2012 ini dibubarkan oleh Militer, begitupula kemenangan Presiden Moersi pada tahun 2012 yang lalu, berakhir dengan diambilalihnya kekuasaan oleh militer.

Kata Kunci: Dinamika Pemerintahan Mesir, Demokrat-Islam, Militer Pendahuluan

Pada tahun 2005, Presiden Hosni Mubarak, mengejutkan rakyatnya sendiri dan dunia, ketika dia mengusulkan pemilihan Presiden langsung dengan banyak kandidat. Usulannya itu menggantikan sistem lama yang telah bertahan setengah abad, yaitu seorang kandidat tunggal disaring oleh militer dan baru kemudian diajukan ke parlemen untuk diadakan voting.32

Mubarak mengusulkan amandemen konstitusi tersebut ditengah tekanan dalam negeri dan internasional yang semakin kuat. Kaum oposisi Mesir menyambut baik usulan Mubarak, yang dilukiskan sebagai gerakan reformasi serius di Mesir yang berasal dari aspirasi nasional. Pemilunya sendiri dijadwalkan digelar bulan September 2005.

Ketua Majelis Syura (MPR) yang juga Sekretaris Jenderal Partai NDP yang berkuasa, Safwat Sharif, menyebut usulan tersebut adalah yang pertama dalam sejarah modern Mesir sejak diterapkannya sistem republik pasca revolusi tahun 1952.

32

Berita Internasional, “Demokrasi Mulai Merebak di Timur Tengah”, Media Indonesia, 2 Maret 2005, hal 25.

(2)

Program Studi Ilmu Hubungan Internasional FISIP-UNPAS Page 117

Bahkan Tajuk Rencana koran Al-Ahram menyebut “Inisiatif Historis, dan Titik Balik Perubahan”. Harian itu menuliskan Mesir tengah memasuki arah reformasi politik total. Usulan ini juga dinilai sebagai upaya menangkis keraguan berbagai pihak bahwa Mesir adalah negara pioner di kawasan Timur Tengah dalam memimpin reformasi politik. Usulan ini demi kepentingan masa depan Mesir dan dunia Arab, ditengah perubahan politik dan tatanan hubungan internasional.

Pengamat politik terkemuka Mesir, Osama Ghazali al-Harb, menyebut usulan Mubarak itu akan mengantarkan lahirnya republik kedua di Mesir. Menurut Harb, ada tiga titik balik perjalanan dalam sejarah politik modern di Mesir.

Pertama, kemerdekaan dari

kolonial Inggris pada tahun 1922 yang melahirkan negara monarki konstitusional. Kedua, meletusnya revolusi tahun 1952 yang mengakhiri sistem monarki dan lahirnya sistem republik pertama.

Ketiga, usulan Presiden Mubarak

mengamandemen pasal nomor 76

yang dianggap akan melahirkan republik kedua.33

Masa sistem monarki konstitusional dan republik pertama memiliki kelebihan dan sekaligus kelemahan. Pada masa sistem monarki (1922-1952), Mesir mengukir prestasi politik, ekonomi, budaya dan sosial, seperti penanaman rasa nasionalisme, penerapan prinsip hak yang sama bagi semua warga, terciptanya persatuan nasional, pengenalan sistem multipartai dan aktivitas lembaga swadaya masyarakat.

Namun kelemahan masa itu, menurut Aladin al-Hilal dalam bukunya “Politik dan Pemerintahan di Mesir”, adalah tiadanya komitmen menghormati prinsip-prinsip aturan main parlemen dari pihak Inggris, Raja, Partai-partai minoritas, serta buruknya penampilan Partai Wafad yang berkuasa saat itu.

Sedangkan kelebihan pada masa republik kedua (1952-2005) adalah telah tercipta keadilan sosial di Mesir dengan kembalinya hak-hak kaum petani dan pekerja melalui melalui program reformasi

33

Musthafa Abd Rahman, “Inisiatif Mubarak dan Geliat Reformasi di Mesir”, KOMPAS, 6 Maret 2005, hal 4.

(3)

Program Studi Ilmu Hubungan Internasional FISIP-UNPAS Page 118

tanah yang dicanangkan Presiden Gamal Abdul Naser. Namun kelemahan utama masa itu adalah tiadanya kehidupan demokrasi dengan dihapuskannya sistem multipartai dan diterapkan sistem partai tunggal (partai sosialis yang berkuasa pada masa Presiden Gamal Abdul Nasser).

Presiden Anwar Sadat yang menggantikan Gamal Abdul Nasser pada tahun 1970 memberlakukan kembali sistem multipartai sejak tahun 1977 dan berlanjut hingga masa pemerintahan Mubarak. Namun sistem multipartai tersebut masih jauh dari standar kehidupan demokrasi yang sesungguhnya.

Dalam kehidupan sosial dan ekonomi, pemerintahan Presiden Mubarak, menghadapi masalah yang serius, seperti membengkaknya angka pengangguran, pertumbuhan penduduk yang sulit dikendalikan, naiknya harga-harga bahan pokok, korupsi, kolusi dan nepotisme, serta ancaman kaum militan. Mubarak yang namanya bersinar sebagai panglima AU dalam perang Arab-Israel tahun 1973, pada tahun pertama pemerintahannya juga

menghadapi situasi regional yang cukup sulit, yaitu terisolasinya Mesir dari dunia Arab akibat perjanjian damai Camp David dengan Israel tahun 1979.34

Mubarak kemudian berhasil mengembalikan Mesir ke dunia Arab dan pindahnya lagi markas besar Liga Arab dari Tunisia ke Cairo. Dalam proses damai dengan Israel, Mubarak berhasil mengembalikan sisa-sisa tanah Gurun Sinai pada April 1982. Ia juga terus melanjutkan hubungan strategisnya dengan AS yang telah dirintis oleh pendahulunya, Anwar Sadat.

Dalam konteks ekonomi, Mubarak telah menerapkan reformasi ekonomi terbatas sejak pertengahan tahun 1980. Mubarak juga melakukan demokratisasi secara sangat terbatas pula dengan terus memperkuat sistem multipartai dan kebebasan pers maupun berpendapat. Namun, langkah demokratisasi yang dilakukan Mubarak masih menuai kritik dari kelompok oposisi karena masih berjalannya undang-undang

34

(4)

Program Studi Ilmu Hubungan Internasional FISIP-UNPAS Page 119

darurat dan dibatasinya gerak partai politik.35

Dalam konteks hubungannya dengan kelompok

Islam di Mesir, Hosni Mubarak pada awal masa kekuasaannya mencoba melakukan rekonsiliasi dengan kelompok Islam. Kelompok tersebut mengalami hubungan yang sangat buruk dengan pemerintah pada akhir masa jabatan Anwar Sadat yang tewas oleh kelompok Islam militan. Mubarak melapaskan tahanan tokoh-tokoh Islam, ia juga membuka secara luas aktivitas dakwah dan menambah acara ke-islaman di radio dan televisi. Mubarak juga mengijinkan tokoh-tokoh Ikhwanul Muslimin bergabung dengan partai lain, seperti Partai Buruh, untuk memperebutkan kursu parlemen.

Pemerintah Mubarak dalam batas tertentu masih bersikap toleran atas tindakan kelompok Islam radikal. Namun, Mubarak mulai bertindak tegas ketika kelompok Islam militan menyerang kawasan wisata para turis asing yang merupakan salah satu sumber utama devisa Mesir.

35

Ibid

Pemerintahpun memilih berkonfrontasi dengan kelompok

Islam militan, klimaknya terjadi ketika kelompok militan melakukan percobaan pembunuhan Mubarak di Addis Ababa, Ethiopia, Juni 1995.

Pemerintah Mesir memilih sikap konfrontatif dengan gerakan militan, karena kalau Mesir membuka diri bagi gerakan Islam Militan dalam aktivitas politik, maka akan mengantarkan mereka pada kekuasaan dan selanjutnya akan mempraktekan doktrin-doktrinnya, yaitu mengislamisasi pemerintahan dan masyarakat sesuai dengan versinya yang antidemokrasi dan pluralisme. Dalam waktu yang sama, pemerintah itu dapat meningkatkan tingkat hidup dan pelayanan masyarakat.

Dan pengumuman Mubarak yang meminta kepada parlemen untuk mengamandemen pasal 76, dan pemilihan presiden secara langsung, merupakan langkah signifikan pertama menuju pembaruan politik dalam beberapa dekade terakhir. Tentu saja hal itu

amat penting karena bagaimanapun Mesir merupakan negara terkemuka di dunia Arab.

(5)

Program Studi Ilmu Hubungan Internasional FISIP-UNPAS Page 120

Gema perubahan itu sendiri amat terasa karena sudah selama lebih dari setengah abad terakhir negara itu menganut pemerintahan satu partai, mengarah pada pembentukan rezim yang demokratis.

Semenjak awal abad ke-21, demokrasi menjadi tema umum yang menarik perhatian banyak negara di seluruh dunia. Negara-negara bekas Uni Soviet, Eropa Timur, Timur Tengah, Asia dan Afrika mempunyai keinginan menyuarakan tentang perlunya

power sharing kekuasaan. Dalam power sharing kekuasaan yang

menjadi bagian penting demokrasi itu terdapat aspek partisipasi, representasi, dan perlindungan warga negara. Pada demokrasi juga meniscayakan adanya akuntabilitas pemerintahan, aturan hukum, dan keadilan sosial.

Pada banyak negara dan masyarakat Islam, agama menduduki posisi yang signifikan dalam perkembangan tatanan demokrasi. Peran agama menjadi penting, apakah ia akan mendukung demokratisasi ataukah justru ia menjadi penghalang bagi penciptaan sebuah masyarakat yang demokratis. Ditambah lagi,

institusi agama juga banyak menyediakan pelayan sosial, lembaga pendidikan, sarana kesehatan, yang tentu saja sangat berpengaruh pada kondisi masyarakat.36

Dalam pandangan banyak masyarakat Islam, perdebatan apakah Islam cocok dengan demokrasi atau tidak sudah menjadi polemik lama yang hingga sekarang belum tuntas. Perdebatan ini menjadi penting untuk diangkat terus menerus, sebab situasi dalam negara Muslim dan masyarakat dunia pada umumnya senantiasa berkembang dan berubah. Menurut para pakar hukum Islam, pada era abad lampau, umumnya ada tiga hubungan antara Islam dan pemerintahan yang banyak mengemuka pada masyarakat Muslim.

Pertama, sistem kuno, yaitu sistem negara yang alami, tidak beradab dan anarkhis, serta bersifat tirani. Hukum dalam sistem ini adalah sebagaimana hukum rimba, yaitu bagaimana yang kuat memakan atau

36

John L. Esposito, Modernizing Islam:

Religion in the Public Sphere in Europe and the Middle East, 2003.

(6)

Program Studi Ilmu Hubungan Internasional FISIP-UNPAS Page 121

mengalahkan yang lemah. Kedua, sistem kerajaan, yaitu adanya seorang raja yang mengatur semua urusan kenegaraan. Sistem ini banyak menguntungkan hanya pada kelas penguasa dan meminggirkan rakyat jelata, oleh karenanya sangat tiranik dan tidak mempunyai legitimasi. Ketiga, adalah sistem kekhalifahan, yaitu adanya seorang pemimpin yang mendasarkan aturan pemerintahan pada hukum syari’ah. Karena dianggap sebagai pemerintahan berdasarkan syari’ah yang mempunyai otoritas dibandingkan dengan manusia, maka sistem ini menjadi kuat dibanding sistem lainnya.37

Bila kita telusuri dan pikirkan lebih mendalam, pada dasarnya sistem kekhalifahan terdapat persoalan yang mendasar dan problematis. Karena ia mengaku sebagai Khalifatullah war

Rasul (Wakil Tuhan dan Rosul),

maka banyak khalifah yang tidak merasa perlu atau penting mempertanggungjawabkan

kekuasaannya. Soalnya, dia menganggap bahwa apa saja yang

37

Khaled Abou El Fadl, Islam and the

Challenge of Democracy, 2003.

dikatakan atau diperintahkan, itulah wujud hukum Tuhan.38

Dari sini, otoritarianisme dan absolutisme kekuasaan berawal muncul dan menjadi tradisi yang dipelihara oleh banyak khalifah-khalifah masa lalu. Padahal sebagaimana tugas nabi sendiri, pada dasarnya adalah untuk mensejahterakan dan memberikan bimbingan pada manusia seluruhnya. Selain itu, dalam sistem kekhalifahan, juga tidak ada pemisahan kekuasaan yang tegas antara eksekutif, legislatif dan yudikatif.

Adanya kecenderungan romantisme masa lalu itulah maka kesesuaian antara Islam dan demokrasi di masyarakat Islam menjadi persoalan yang rumit. Selain karena anggapan awal bahwa demokrasi adalah ide Barat yang sekuler dan tidak mengaku

Tuhan, mereka juga mempertanyakan dimana meletakkan kedaulatan Tuhan

diantara kedaulatan rakyat dan aturan negara.

Tetapi kedaulatan Tuhan itu sesungguhnya bisa diketahui

38

Ahmad Fuad Fanani, “Islam dan Tantangan Demokratisasi”, KOMPAS, 26 Pebruari 2005, hal 46.

(7)

Program Studi Ilmu Hubungan Internasional FISIP-UNPAS Page 122

lewat kehendak masyarakat atau dengan memenuhi kedaulatan rakyat. Sebab pada dasarnya yang sering dikatakan sebagai hukum atau kehendak Tuhan oleh sebagian masyarakat itu sesungguhnya adalah penafsiran manusia yang sangat beragam dan tidak terdapat kebenaran Tunggal. Oleh karenanya, visi etik Al-Qur’an yang mengajarkan tentang penegakkan hukum,

shuro’, al-‘adalah, dan al-musawah

adalah pilar bagi tatanan demokrasi itu sendiri.

Dalam pandangan Olivier Roy, perdebatan pada istilah atau konsep Islam dan demokrasi, pada saat ini bukanlah menjadi persoalan yang terlampau penting. Yang lebih penting adalah adalah persoalan dukungan dan keterlibatan masyarakat untuk melakukan pembelajaran dan praktik demokrasi. Tentu saja ini berlaku pada sepanjang waktu, kalangan atas dan bawah, serta dalam keadaan damai atau konflik. Sebab demokratisasi akan bisa ditegakkan pada masyarakat nyata, jadi bukan pada hal atau

visi abstrak yang diinginkan masyarakat.39

Pada wilayah ini, maka para aktor demokrasi yang berbeda mesti memberikan pemahaman internal tentang konsep yang selanjutnya ditransformasikan menjadi hal yang praktis dan dipahami masyarakat. Jadi, bukan hanya melakukan permainan retorika istilah atau definisi administratif yang membingungkan rakyat.

Dalam kasus Mesir, sebelum ini, Presiden Mesir dipilih parlemen dan kemudian nama presiden yang disetujui parlemen itu diajukan kepada rakyat untuk diminta persetujuan melalui referendum. Partai Nasional Demokrasi (NDP) pimpinan Hosni Mubarak yang mengasai kursi di parlemen selama ini selalu mengajukan nama Hosni Mubarak sebagai calon tunggal dan berhasil memenangi pemilihan secara telak.

Kemudian nama yang disetujui parlemen itu diajukan kepada rakyat melalui referendum, yang juga selalu mendapat dukungan lebih dari 90 persen.

39

Olivier Roy, Globalised Islam: The Search

(8)

Program Studi Ilmu Hubungan Internasional FISIP-UNPAS Page 123

Mubarak yang berkuasa di Mesir sejak tahun 1981, dalam forum pertemuan dengan tokoh-tokoh masyarakat dan pemerintah di Universitas Menoufia, sekitar 70 kilometer arah utara kota Cairo menegaskan, negara ini butuh kebebasan dan demokrasi lebih besar.40

Pemilihan Presiden akan dilakukan secara langsung dan rahasia untuk memberikan kesempatan kepada partai-partai politik berlomba dalam pemilihan presiden dengan jaminan mengijinkan lebih dari satu kandidat agar rakyat memilih diantara mereka sesuai dengan kehendaknya. Hal ini mendapat sambutan yang sangat positif dari peserta yang hadir, dengan cara memberikan applaus dan berdiri sambil meneriakkan “hidup Mubarak, hidup Mubarak, pemimpin kebebasan dan demokrasi”. Namun hal ini perlu secepatnya dibuat perangkat

ketatanegaraan untuk melaksanakan pemilu yang

dicanangkan oleh Mubarak, sehingga Mubarak tidak hanya

40

Berita, “Mesir Akan Gelar Pemilu Presiden Secara Langsung”, KOMPAS, 27 Pebruari 2005, hal 1.

beretorika, melainkan memiliki keinginan untuk menata pemerintahan Mesir kearah yang lebih demokratis.

Presiden Mesir yang telah menjabat selama empat periode itu mengatakan, inisiatif perubahan tersebut, yang diakui benar-benar berasal dari pendiriannya, butuh konsolidasi bagi upaya lebih terciptanya kebebasan dan demokrasi. Ia mengungkapkan, amandemen konstitusi itu akan ditawarkan kepada rakyat melalui referendum sebelum sistem tersebut dilaksanakan secara resmi pada pemilu presiden, September 2005. Jika hal ini menjadi kenyataan, ini merupakan sejarah dalam politik di Mesir, dimana kesempatan diberikan kepada semua orang yang mampu mewujudkan aspirasi rakyat dan keamanan untuk maju dalam pemilihan presiden dengan dukungan parlemen dan rakyat.

Pernyataan pemimpin paling senior di dunia Arab ini merupakan kejutan luar biasa yang akan membawa dampak tidak saja untuk Mesir, melainkan juga dunia Arab. Diduga kuat perubahan yang dihenbuskan Hosni Mubarak

(9)

Program Studi Ilmu Hubungan Internasional FISIP-UNPAS Page 124

tersebut akibat tekanan dari dalam negeri dan dunia internasional.

Seperti dimaklumi, Presiden AS George Walker Bush dalam pidato kenegaraannya pada pertengahan Pebruari 2005, secara terang-terangan meminta Mesir dan Arab Saudi melakukan reformasi politik dan ekonomi. Presiden Bush saat itu mengatakan Mesir hendaknya tidak hanya berhasil memimpin proses perdamaian di Timur Tengah, tetapi juga berhasil memimpin gerakan reformasi di kawasan tersebut. Meskipun pernyatan Bush mendapat sindiran dari Presiden Rusia, Vladimir Putin, yang mengatakan jangan memanipulasi isu demokrasi untuk kepentingan kebijakan luar negeri sendiri.

AS berpendapat, reformasi dunia Arab harus dimulai dari Mesir dengan memanfaatkan momentum pemilu presiden Mesir pada September 2005. Kedua, mendorong kaum oposisi dan opini umum Mesir untuk meningkatkan tuntutan melalui unjuk rasa dan seminar agar dilakukan reformasi substansial di Mesir. AS ingin membujuk Uni Eropa dan PBB ikut menekan pemerintah Mesir

agar lebih memberi kebebasan dalam semua aspek kehidupan.

AS khususnya dibawah kepemimpinan Presiden George W. Bush, semakin mendorong demokratisasi di kawasan Timur Tengah karena melalui proses itu ekstremisme bisa ditekan. Kebijakan itu semakin diperlihatkan secara gamblang, misalnya AS mengecam penahanan Nour, sampai pada penangguhan rencana kunjungan Menlu Condoleezza Rice karena soal itu.

Proses demokratisasi di Timur Tengah yang sedang digalakkan oleh AS, dimulai dari Irak, Palestina, Arab Saudi dan sekarang Mesir, akan semakin menekan rezim-rezim yang tidak demokratis di kawasan ini. Yang pada akhirnya, demokrasi akan menjadi ideologi bagi sebagian besar masyarakat Timur Tengah, sehingga memperkuat tesis besarnya Francis Fukuyama, “The

End of History” dan yang menjadi

pemenangnya adalah demokrasi dengan gaya AS.

Didalam negeri, gerakan menolak perpanjangan jabatan Presiden Mubarak dan peralihan kekuasaan dengan sistem

(10)

Program Studi Ilmu Hubungan Internasional FISIP-UNPAS Page 125

waris/keturunan untuk mencegah putra Mubarak, Jamal Mubarak, dicalonkan, semakin kuat. Pengaruh Jamal Mubarak terakhir ini semakin kuat berkat jabatannya sebagai Kepala Biro Politik Partai Nasional Demokrasi yang berkuasa.41

Sebuah gerakan dengan nama “kifayah” mengeluarkan pernyataan politik yang ditandatangani sekitar 3.000 cendikiawan Mesir, pernyataan tersebut berbunyi: “Tidak perpanjangan jabatan, tidak sistem warisan”. Menurut pemimpin redaksi harian Al-Araby yang beroposisi, Abdul Halim Kandil, gerakahan kifayah tidak ditunggangi partai-partai oposisi, tetapi sebuah gerakan spontanitas yang berangkat dari kesadaran rakyat yang berlatar belakang dari berbagai ideologi.

Kandil lebih jauh menjelaskan, gerakan kifayah memiliki tiga program. Pertama, menggelar unjuk rasa yang sudah dilakukan lima kali; Kedua, akan mengajukan kandidat presiden dan wakil presiden yang namanya akan disampaikan pada bulan

41

KOMPAS, 27 Pebruari 2005, hal 11.

Maret 2005; Ketiga, gerakan di parlemen untuk menyiapkan undang-undang yang akan menegaskan bahwa parlemen saat ini tidak konstitusional dan tidak sah mencalonkan kembali Presiden Hosni Mubarak.

Dalam sebuah jajak pendapat yang diselenggarakan oleh Al-Jazeera Net menunjukkan mayoritas mutlak menolak perpanjangan jabatan Presiden Mesir Hosni Mubarak dengan suara 90,7 persen dan hanya 9,3 persen yang setuju. Jajak pendapat itu melibatkan 46.942 responden. Hasil jajak pendapat itu menunjukkan popularitas Mubarak turun drastis. Mubarak juga mendapat tekanan karena dinilai telah membuka jalan bagi putranya, Jamal Mubarak untuk menggantikannya.42

Pengaruh Jamal Mubarak makin kuat, karena ia telah menempatkan sejumlah loyalis dalam kabinet baru pimpinan PM Ahmed Nadhif. Karena itu, dari segi waktu Presiden Mubarak melontarkan usulan itu pada saat

yang tepat meskipun

42

Musthafa Abd Rahman, “Tekanan AS dan Domestik Paksa Mesir Berubah”, KOMPAS, 28 Pebruari 2005, hal 3.

(11)

Program Studi Ilmu Hubungan Internasional FISIP-UNPAS Page 126

sesungguhnya terlambat. Jamal kini memimpin kelompok generasi muda dalam pertarungan dengan generasi tua atau pengawal lama dalam memperebutkan pengaruh di partai dan pemerintahan.

Bersinarnya bintang Jamal yang begitu cepat sempat menkhawatirkan kalangan oposisi dan kelompok independen atas terjadinya peralihan kekuasaan secara warisan dari Mubarak kepada Jamal seperti yang terjadi di Suriah. Isu Jamal Mubarak pun terus menjadi polemik di Mesir hingga kini.

Dengan pertimbangan usia yang sudah tidak muda lagi, Mubarak praktis hanya mampu memperpanjang satu masa jabatan lagi. Jika Mubarak memenangkan pemilu bulan September 2005, berarti usia pada akhir jabatannya mencapai 82 tahun. Maka tak ada pilihan lain bagi Mubarak kecualai memperbaiki citranya diakhir periode jabatannya, dengan menerapkan sistem demokrasi yang hakiki sesuai tuntutan internal dan internasional. Mubarak juga bisa menepis tuduhan tengah mempersiapkan Jamal Mubarak untuk

menggantikannya dengan cara warisan. Karena melalui sistem pemilu langsung dengan melibatkan banyak calon, siapapun harus bersaing secara fair dan transparan untuk mendapatkan kursi Presiden.

Dalam konteks situasi makro Mesir dan dunia Arab, sesungguhnya usulan Mubarak merupakan hasil akumulasi politik didalam negeri dan dunia Arab. Usulan amandemen itu sebenarnya sudah bagian dari agenda dialog nasional antara NDP dan partai-partai oposisi tentang reformasi. Dialog tersebut

menghasilkan kesepakatan mengenai pentingnya amandemen

konstitusi guna mengakomodasi perubahan dikancah politik dalam negeri, dunia Arab dan dunia Internasional. Usulan itu juga merupakan refleksi dan kesepakatan politik baru dalam masyarakat Mesir tentang keharusan peralihan dari sistem multipartai terbatas pada sistem demokrasi komprehensif.

Usulan Mubarak juga bisa dipahami dari munculnya kecenderungan reformasi dalam tubuh pemerintahan dan partai yang berkuasa. Sayap reformis

(12)

Program Studi Ilmu Hubungan Internasional FISIP-UNPAS Page 127

dalam pemerintahan dan partai yang berkuasa melihat pentingnya rakyat Mesir berpartisipasi efektif dalam politik dan ekonomi. Pada tahun 2004, telah terjadi gerakan-gerakan reformasi penting di Mesir. Maret 2004, Mubarak mensponsori konferensi tentang reformasi di dunia Arab di Gedung Perpustakaan Alexandria, dan Mubarak juga ikut mendukung dokumen Alexandria yang dikeluarkan oleh konferensi tersebut.

Namun kalangan oposisi Mesir banyak juga yang bersikap skeptis dan tidak percaya pada komitmen baru Mubarak. Mereka mengatakan hal itu hanya sebuah kamuflase. Dikatakan juga, Mubarak akan tetap terpilih dengan sistem yang ada. Pemilu Presiden yang terbuka telah lama didesakkan kelompok oposisi, tetapi Mubarak menolak. Tiba-tiba Mubarak menyatakan reformasi pemilu adalah sesuatu yang urgen. Pemerintahan Mubarak telah menghadapi peningkatan tekanan dari domestik dan dari AS.

Hampir semua partai oposisi dan pendukung reformasi menyambut baik usulan Mubarak, seperti yang dikatakan Rifaat

el-Said, pemimpin Partai Tagammu, oposisi Mesir, “kami telah menggusur gunung itu, hal ini harusnya bisa membuka gerbang menuju demokrasi.” Namun mereka menilai usulan itu tidak serius dan hanya sekedar kosmetik politik. Kalangan oposisi yakin Mubarak kemungkinan besar tetap bertahan setelah pemilu presiden September 2005.

Meski pada umumnya skeptis, Ayman Nour, penentang keras sistem lama dan ditangkap bulan Januari 2005 oleh polisi, memuji pengumuman Mubarak tersebut dari penjara. Itu adalah langkah berani dan penting. Tetapi sistem baru tampaknya tidak memungkinkan seseorang yang dikucilkan pemerintahan sekarang tampil menandingi Mubarak pada pemilu presiden yang akan datang.

Oposisi menyerukan reformasi lebih jauh, termasuk keleluasaan bagi partai politik. Oposisi juga menyerukan diakhirinya pemberlakuan keadaan darurat selama 25 tahun terakhir di Mesir. Peraturan itu tidak memungkinkan aktivis politik terkenal mencalonkan diri. Penulis dan feminis Mesir, Nawal el-Saadawi, Sosiolog Said Eddin

(13)

Program Studi Ilmu Hubungan Internasional FISIP-UNPAS Page 128

Ibrahim, dan mantan anggota oposisi parlemen Mohammed Farid Hassanein, tampaknya tak mungkin menjadi calon presiden dengan sistem itu karena cacat politik. Juru bicara gerakan Kifayah

(cukuplah Sudah), George Ishaq

mengatakan langkah Mubarak itu tidak lengkap.43

Terlepas dari apapun latar belakangnya pernyataan yang dikeluarkan oleh Hosni Mubarak, apakah akibat tekanan oposisi didalam negeri ataupun tekanan AS, atau karena Presiden Hosni Mubarak secara pribadi mendapat pencerahan, namun hal ini melegakan sebagian besar masyarakat Mesir dan juga dunia Arab.

Pertama-tama bukan karena demokrasinya itu sendiri,

tetapi karena melalui sistem itulah masyarakat melihat jendela terbuka bagi penyelenggaraan kehidupan berbangsa dan bernegara yang lebih sehat dan mengakomodasi kepentingan rakyat. Pemilihan Presiden langsung memang bukan jaminan bahwa segala sesuatu akan berubah segera menjadi lebih baik.

43

KOMPAS, 28 Pebruari 2005, hal 3.

Namun paling tidak hak dan kepentingan rakyat diakui, dan kedudukan presiden sendiri menjadi semakin akuntabel, demikian pula legitimasinya.

Berkenaan dengan siapa yang akan menjadi presiden pasca perubahan, dalam pandangan pakar politik dari Pusat Kajian Politik dan Strategis Al-Ahram, Dr. Diya Rashwan, Presiden Mesir mendatang kemungkinan besar tetap dari lembaga militer karena besarnya pengaruh lembaga itu sejak revolusi tahun 1952. Seperti diketahui, presiden Mesir sejak revolusi tahun 1952 selalu dari militer, yaitu secara berturut-turut Presiden Muhammad Najib (1952-1954), Presiden Gamal Abdul Nasser (1954-1970), dan Presiden Anwar Sadat (1970-1981) yang berasal dari angkatan Darat. Sedangkan Presiden Hosni Mubarak (1981-sekarang/2005) berasal dari angkatan Udara.

Menurut Rashwan, Kepala Intelejen Mesir saat ini, Omar Sulaiman, merupakan salah satu calon kuat presiden Mesir yang akan datang. Peran Sulaiman terakhir ini semakin besar, yakni menangani masalah Israel-Palestina.

(14)

Program Studi Ilmu Hubungan Internasional FISIP-UNPAS Page 129

Meskipun prinsip demokrasi dan hak azasi manusia berlaku universal, dalam penerapan dan ekspresinya sangat bergantung pada kondisi riil sebuah negara dan bangsa. Kualitasnya tidaklah sama karena sangat bergantung pada mutu kehidupan setiap bangsa. Perlu diakui pula, proses demokratisasi tidaklah sekali jadi, tetapi memakan waktu dan berbelit-belit. Tidak jarang mengalami jatuh bangun, ritme dan dinamikanya berbeda-beda setiap negara, sangat bergantung pada budaya, tingkat kemajuan sosial ekonomi dan politik.

Adapun rangkaian proses demokratisasi yang terjadi di Timur Tengah, diawali oleh pemilihan Presiden Palestina 9 Pebruari 2005, yang berhasil membawa Mahmoud Abbas ke puncak kekuasaan dipuji sebagai langkah menuju demokrasi dan peluang memulai reformasi yang telah lama ditunggu.

Pemilu di Palestina tersebut sebenarnya bukanlah pemilihan demokratis pertama di wilayah-wilayah pendudukan, namun meninggalnya Yasser Arafat telah menerbitkan harapan akan muncul transparansi dalam pemerintahan

Palestina. Pemerintah AS menyebutnya sebagai “hari bersejarah” bagi Timur Tengah. Pujian serupa juga disampaikan tiga pekan kemudian kepada Irak yang telah menggelar pemilu multipartai pertama selama lima dekade.44

Perubahan-perubahan

serupa yang tingkatannya berbeda-beda juga terjadi di negara-negara Arab lainnya menambah trend reformasi menuju demokrasi di kawasan itu. Tak ketinggalan, Arab Saudi juga telah maju selangkah dalam mendemokrasikan kerajaannya yang ultrakonservatif, yakni untuk pertama kalinya menggelar pemilu di tingkat dewan kota. Kerajaan itu menjanjikan perempuan diizinkan berpartisipasi dalam pemilihan mendatang.

Di Uni Emirat Arab, yang menutup pintu bagi partai-partai politik dan tidak pernah menggelar pemilu, desakan agar majelis negara itu dirubah menjadi sebuah badan terpilih semakin keras. Di Bahrain, yang juga melarang pendirian partai-partai politik, Raja

44

Berita Internasional, “Demokrasi Mulai Merebak di Timur Tengah”, Media Indonesia, 2 Maret 2005, hal 25.

(15)

Program Studi Ilmu Hubungan Internasional FISIP-UNPAS Page 130

Hamad telah berjanji akan memenuhi tuntutan kelompok oposisi untuk membentuk pemerintahan yang lebih demokratis dan representatif. Di Lebanon, pembunuhan mantan PM Rafiq al-Hariri, telah mendorong gerakan yang menuntut rezim yang lebih demokratis, yang bebas dari pengaruh Suriah.

Revolusi 2011

Revolusi Mesir 2011 adalah demonstrasi besar-besaran yang terjadi di seluruh Mesir menuntut agar Presiden Hosni Mubarak yang telah berkuasa selama 30 tahun untuk melepaskan jabatannya. Aksi ini merupakan salah satu aksi revolusi seperti yang terjadi di Tunisia. Pemerintah berusaha meredam usaha para demonstran yang menggalang aksinya dari internet dengan cara memberhentikan saluran internet dan komunikasi hingga batas waktu yang tidak ditentukan. Putra dari Presiden, Gamal Mubarak dilaporkan telah meninggalkan Mesir dan menuju London bersama keluarga. Setelah demonstrasi berlangsung selama 18 hari, akhirnya Presiden

Mubarak mundur pada tanggal 11 Februari 2011.

Demonstrasi massa yang

memprotes kepemimpinan Mubarak di Tahrir Square sejak 25

Januari 2011 berhasil menumbangkannya pada 12 Februari 2011. Meskipun Mubarak berencana menggelar pemilu presiden pada bulan September. Ia pun menjanjikan amandemen konstitusi. Tetapi, para demonstran menekannya untuk mundur secepatnya. Pada 10 Februari beredar rumor bahwa Mubarak akan mundur. Puncaknya, Wakil Presiden Omar

Suleiman mengumumkan mundurnya Mubarak melalui televisi nasional Mesir dan menyerahkan kekuasaannya kepada militer.

Kronologi Revolusi Mesir. 25 Januari, Warga mulai berdemonstrasi menentang pemerintah yang diikuti ribuan warga di Kairo dan berbagai propinsi lainnya. Demonstrasi yang disebut dengan nama “Hari Kemarahan” itu berlangsung atas permintaan para aktivis Mesir melalui jejaring sosial Facebook. Empat orang termasuk seorang aparat keamanan tewas dalam

(16)

Program Studi Ilmu Hubungan Internasional FISIP-UNPAS Page 131

bentrokan antara para demonstran dan aparat.

26 Januari. Demonstrasi tetap berlanjut meski Kementerian Dalam Negeri Mesir telah

mengeluarkan peringatan menyusul peningkatan jumlah

korban tewas mencapai lima orang, dan puluhan cedera. Ratusan orang ditangkap termasuk delapan wartawan dan jurnalis. Seluruh jaringan internet diputus dalam rangka mencegah tersebarnya berita soal tuntutan reformasi ke seluruh Mesir. 27 Januari. Demonstrasi berlanjut di Kairo dan sejumlah kota besar Mesir selama tiga hari berturut-turut dengan meneriakkan slogan anti-rezim Mubarak.

Bentrokan antara ratusan demonstrasi dan aparat keamanan semakin meningkat. Pasukan anti-huru-hara menggunakan gas air mata dan peluru karet di Propinsi Ismailiyah dan kota Suez. Ketua Dewan Nasional untuk Reformasi, Mohammad El Baradei, meminta Hosni Mubarak untuk segera turun. El Baradei juga menyampaikan kesiapannya untuk memegang kontrol pemerintahan transisi jika Mubarak bersedia turun.

Presiden Amerika Serikat, Barack Obama menekankan bahwa tindak kekerasan bukan solusi yang tepat untuk kondisi Mesir, dan diperlukan reformasi politik demi menjaga kepentingan rakyat.

28 Januari. - Para pejabat Mesir sebelum dimulainya demonstrasi “Hari Kemarahan, memutus seluruh saluran internet dan mengerahkan pasukan keamanan dalam jumlah besar di Kairo. - Terjadi bentrokan hebat antara polisi dan para demonstran di kota Suez. - Tewas dan cederanya puluhan orang serta ditangkapnya ratusan orang dalam demonstrasi yang digelar setelah shalat Jumat di beberapa kota besar termasuk ibukota, Kairo. - Sejumlah kantor milik partai berkuasa pimpinan Hosni Mubarak, juga dibakar di berbagai kota. - Barak Obama meminta Mubarak untuk segera mengambil kebijakan kongkret guna merealisasikan reformasi politik dan menghentikan tindak kekerasan terhadap para demonstran. - Mubarak membubarkan kabinetnya dan membentuk pemerintahan baru.

(17)

Program Studi Ilmu Hubungan Internasional FISIP-UNPAS Page 132

29 Januari. - Ketua Dinas Intelijen Mesir, Omar Suleiman, diangkat sebagai Wakil Presiden, dan Ahmad Shafiq, yang dulu menjabat sebagai menteri penerbangan sipil, ditunjuk untuk membentuk pemerintahan baru. - Berlanjutnya demonstasi di Kairo dan kota-kota Mesir paca pidato Mubarak terjadi di saat para demonstran tetap menuntut lengsernya Mubarak. Reuters juga melaporkan bahwa jumlah korban tewas mencapai 68 orang. - Peningkatan jumlah korban tewas di berbagai wilayah Mesir di hari kelima demonstrasi. Polisi sudah tidak dapat menangani situasi. Personil militer dikerahkan untuk memulihkan kondisi. - Terjadi pemberontakan di sejumlah penjara Mesir, serta aksi tembak para sipir penjara terhadpa para tahanan. Puluhan narapidana tewas.

30 Januari. - Para warga asing yang berdomisili di Mesir mulai dievakuasi menyusul peningkatan instabilitas. - Jumlah demonstran di Bundaran Tahrir, Kairo mencapai puluhan ribu orang. - Menteri Luar Negeri Amerika Serika, Hillary Clinton,

menuntut penyusunan

perencanaan di Mesir yang tidak

menyebabkan kekosongan kekuasaan. Clinton menyatakan

bahwa penentuan wakil presiden tidak cukup. - Mendagri Mesir menginstruksikan penempatan pasukan keamanan di seluruh kota Mesir kecuali di Bundaran Tahrir, Kairo. - Obama menyatakan mendukung proses peralihan kekuasaan secara damai yang menjawab tuntutan rakyat Mesir. - Pemerintah Mesir menutup aktivitas jaringan televisi Aljazeera di Mesir dan menutup transmisi sinyal satelit Nilesat untuk program Aljazeera di sebagian kawasan Timur Tengah.

31 Januari. - Hosni

Mubarak, menginstuksikan perdana menteri barunya untuk

mulai berunding dengan kelompok

oposisi dan berupaya menyediakan lapangan kerja baru

dan juga untuk mengakhiri inflasi. - Ketua Kebijakan Luar Negeri Uni Eropa, Catherine Ashton, meminta Mubarak segera berunding dengan kelompok oposisi. - Mubarak menunjuk wakilnya, Omar Suleiman untuk berunding dengan seluruh kelompok oposisi guna membicarakan amandemen

(18)

Program Studi Ilmu Hubungan Internasional FISIP-UNPAS Page 133

undang-undang dasar dan reformasi dewan yudikatif.

01 Februari. - Lebih dari satu juga warga berdemonstrasi di Bundaran Tahrir mengiyakan tuntutan berbagai kelompok oposisi yang tetap melanjutkan demonstrasi hingga runtuhnya rezim Mubarak. - Hosni Mubarak dalam pidatonya di televisi bersikeras akan mempertahankan jabatannya namun tidak akan mencalonkan diri dalam pemilu mendatang. Ia juga menyatakan akan berupaya keras menyerahkan kekuasaan secara damai. - Sekelompok badui dan para preman bayaran Mubarak, mendadak muncul di Bundaran Talat di dekat Bundaran Tahrir dan menyerang warga yang tengah berdemonstrasi.

02 Februari. - Para

demonstran memamerkan demonstrasi akbar di hari Jumat

guna memaksa Hosni Mubarak meletakkan jabatannya. - Sekejen Liga Arab, Amr Moussa, mengatakan akan memikirkan secara serius pencalonan dirinya dalam pemilu presiden mendatang. - Ketua Parlemen Mesir menyatakan akan melakukan sejumlah perubahan

dalam undang-undang dasar. Ia

juga mengkonfirmasikan pembekuan seluruh aktivitas

parlemen sampai lembaga ini selesai meninjau protes menyangkut pemilu presiden sebelumnya. - Bundaran Tahrir di Kairo kembali bergolak dan para

demonstran menolak meninggalkan bundaran tersebut.

03 Februari. - Kelompok oposisi utama Mesir menolak usulan Perdana Menteri Mesir, Ahmad Shafiq, untuk berunding. Perundingan hanya akan dilakukan setelah Mubarak mundur dan pembentukan pemerintahan persatuan nasional. - Sekelompok orang bersenjata pro-Mubarak menembaki warga di Bundaran Tahrir. Aparat keamanan Mesir juga menginstruksikan para wartawan agar segera meninggalkan hotel-hotel di sekitar Bundaran Tahrir. - Omar Suleiman menyatakan bahwa Mubarak dan putranya tidak akan ikut dalam pemilu presiden mendatang. Ia juga menginstruksikan penindakan tegas terhadap para pelaku kerusuhan dan instabilitas di Bundaran Tahrir. - Mubarak menyatakan bersedia meletakkan jabatannya, namun ia khawatir

(19)

Program Studi Ilmu Hubungan Internasional FISIP-UNPAS Page 134

aksinya ini akan menyeret negara ke dalam instabilitas yang lebih dalam.

04 Februari. - Lebih dari satu juga warga Mesir menggelar shalat Jumat di Bundaran Tahrir, dan khatib shalat menuntut masyarakat untuk tetap bertahan hingga tergulingnya rezim Mubarak. - Kota Iskandariyah dan sejumlah kota lainnya berkobar. - Sejumlah kota lainnya juga mengikuti demonstrasi yang berlangsung dahsyat di Kairo dan beberapa kota besar Mesir.

05 Februari. - Para anggota partai berkuasa mengundurkan diri dan Hisam Badrawi ditunjuk sebagai ketua baru partai ini. Adapun jabatan sekjen penentu kebijakan partai tersebut yang sebelumnya milik Gamal Mubarak, diserahkan kepada Sifwat Sharif. - Delegasi khusus Amerika Serikat, Frank Wisner berkunjung ke Mesir dan menyatakan bahwa dalam kondisi seperti saat ini, Mubarak harus tetap bertahan di kekuasan untuk mengatur perubahan “ideal” dalam proses transisi kekuasaan secara damai. Namun Jubir Kementerian Luar Negeri Amerika Serikat, Philip Crowley, menilai pernyataan Wisner itu sebagai

pendapat pribadi dan dalam hal ini ia tidak mengkonfirmasikannya terlebih dahulu dengan Washington. - Panglima Militer Mesir, Hasan al-Rudaini, meminta masyarakat untuk mengosongkan Bundaran Tahrir. - Mubarak bersidang dengan para menteri ekonomi, perdagangan, dan perminyakan di kabinet barunya.

06 Februari. - Kelompok-kelompok oposisi termasuk Ikhwanul Muslimin berunding dengan Wakil Presiden, Omar Suleiman. 07 Februari. - Tuntutan pengadilan terhadap Habib al-Adli, mantan menteri dalam negeri Mesir. 08 Februari. - Pengawas

hak asasi manusia mengkonfirmasikan tewasnya 300

orang dalam demonstrasi di Mesir. - Para demonstran memblokade gedung parlemen dan kabinet.

09 Februari. - Dalam bentrokan antara pasukan polisi dan para demonstran di kota Kharga, di Propinsi Wadi al-Jadid, lima orang tewas dan 100 orang cedera.

10 Februari. - Dewan Tinggi Angkatan Bersenjata Mesir menggelar sidang tanpa kehadiran Hosni Mubarak dan merilis deklarasi nomor satu serta

(20)

Program Studi Ilmu Hubungan Internasional FISIP-UNPAS Page 135

menegaskan bahwa dewan ini akan menggelar sidang secara kontinyu untuk mengontrol kondisi Mesir. - Sekitar tiga juga demonstran berkumpul di Bundaran Tahrir, di jembatan-jembatan dan tempat-tempat umum menuntut pengunduran diri Mubarak. - Mubarak merespon tuntutan rakyat dan menyatakan tidak akan mengundurkan diri dari kekuasaan sampai masa tugasnya berakhir, dan menyerahkan wewenang kepada wakilnya Omar Suleiman. - Omar Suleiman juga berpidato setelah pidato Mubarak. Suleiman berusaha meyakinkan rakyat Mesir bahwa Mubarak berkomitmen untuk melimpahkan kekuasaan secara damai dan bertindak berdasarkan undang-undang dasar. Oleh karena itu, Suleiman berharap agar segera pulang ke rumah mereka masing-masing. - Para demonstran mengamuk setelah mendengar pidato Omar Suleiman dan Hosni Mubarak. Tekad mereka untuk menggulingkan rezim diktator Mubarak semain membara.

11 Februari. - Jutaan warga Mesir di Kairo dan di berbagai kota berdemonstrasi. Di sisi lain, ribuan orang berarak menuju istana

presiden di ibukota. Jumlah demonstran saat menunaikan shalat Jumat mencapai lebih dari juga orang. - Militer merilis deklarasi nomor dua yang di dalamnya disebutkan kondisi darurat dan berjanji akan mencabutnya setelah situasi kembali normal. Pelaksanaan pemilu bebas dan transparan juga di antara janji-janji militer. - Omar Suleiman secara mengejutkan mengumumkan pengunduran diri Mubarak dari kekuasaan yang telah dicengkeramnya selama 30 tahun. Seluruh wewenang Mubarak diserahkan kepada militer mesir. - Dewan Tinggi Angkatan Bersenjata Mesir merilis deklarasi nomor tiga yang menyebutkan bahwa dewan ini akan menggantikan pemerintahan posisi pemerintahan yang tidak didukung oleh rakyat Mesir. - Kegembiraan dan suka cita menyelimuti seluruh Mesir dan dunia Arab setelah rezim Mubarak secara resmi terguling akibat perlawanan rakyat Mesir selama 18 hari.

Setelah Revolusi Mesir tahun 2011, Hosni Mubarak yang menjabat selama 14 Oktober 1981 hingga 11 Februari 2011 dipaksa untuk mengundurkan diri dari

(21)

Program Studi Ilmu Hubungan Internasional FISIP-UNPAS Page 136

jabatannya. Pada 10 Februari 2011, Mubarak menyerahkan kekuasaan presiden kepada Wakil Presiden Omar Suleiman, sehingga menjadikan Suleiman sebagai presiden de facto. Setelah pengunduran diri Mubarak, posisi Presiden Mesir secara resmi kosong dan Dewan Tertinggi Angkatan Bersenjata pimpinan Field Marshal Mohamed Hussein Tantawi mengontrol penuh kekuasaan eksekutif. Pada 30 Juni 2012, Mohamed Morsi dilantik sebagai Presiden Mesir, setelah memenangkan pemilu presiden Mesir 2012 pada 24 Juni.

Pemilu Parlemen Pertama

Hasil akhir pemilihan parlemen pertama Mesir setelah jatuhnya Presiden Husni Mubarak, menetapkan partai-partai beraliran Islam sebagai pemenang. Partai Kebebasan dan Keadilan, FJP -yang merupakan partai politik milik

Ikhwanul Muslimin- meraih 47,18% suara, seperti diumumkan Komisi Pemilihan Umum Mesir, Sabtu 21 Januari.

Dengan perolehan itu, FJP akan menguasai 235 kursi di Majelis Rakyat. Tempat kedua diduduki oleh kubu konservatif, Partai Salafist al Nur dengan 121 kursi atau 25% suara. Sementara partai beraliran liberal, Partai Wafd, meraih 36 kursi dan partai sekuler, Koalisi Mesir, memiliki 33 kursi.

Dengan hasil tersebut maka partai-partai Islam menguasai sekitar dua pertiga parlemen. Ikhwanul Muslimin merupakan organisasi yang dilarang di bawah pemerintahan Presiden Husni Mubarak. Kemenangan mutlak ini membuat FJP sudah memutuskan seorang politisi seniornya, Saad al-Katatni, untuk ditunjuk sebagai ketua Majelis Rakyat.

Kehawatiran militer terhadap ancaman dominasi Islamis di tubuh pemerintahan Mesir nampak tergambar jelas dari putusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang tiba-tiba membubarkan Parlemen. Berdasarkan hasil pemilu, 70 persen anggota parlemen berasal dari partai Islam

(22)

Program Studi Ilmu Hubungan Internasional FISIP-UNPAS Page 137

FJP yang juga sayap politik Ikhwanul Muslimin dan An Nur yang berafiliasi ke Salafi.

Pembacaan tentang besarnya peluang calon dari Islamis, Muhammad Mursi memenangi pemilihan presiden, menjadi kekhawatiran tersendiri. Dengan pembubaran parlemen yang kemudian diambil alih oleh pemerintahan transisi dari kalangan militer, maka kekuatan kelompok Islamis bisa direduksi.

Pembubaran parlemen hasil pemilu dilakukan MK pada hari Kamis (14/6). MK menyatakan bahwa pemilu tahun lalu untuk memilih anggota parlemen melanggar undang-undang dasar. Pengumuman resmi pembubaran parlemen dikeluarkan ketika Mesir menggelar pemilihan putaran kedua untuk memilih pengganti Husni Mubarak, yang dipaksa menyerahkan kekuasaan tahun lalu. (Www.bbc.co.uk, 17/6)

Ada dua skenario besar memandang kemungkinan hasil pilpres. Pertama, jika Mursi yang didukung oleh kelompok Islamis dari Partai FJP (sayap politik Ikhwanul Muslimin) maupun Partai An Nur (dari kelompok salafi) menang dalam pilpres putaran

kedua dan otomatis menjadi Presiden Mesir pertama pasca Mubarak, maka tak ada dominasi Islamis di dalam pemerintahan Mesir.

Setidaknya, parlemen sebagai mitra pemerintah yang awalnya dikuasai kelompok Islamis (FJP dan An Nur), kini telah dinyatakan tidak absah lagi. Maka tak ada yang bisa melegitimasi

kebijakan-kebijakan Mursi kedepan.

Saat ini kendali atas pemerintahan Mesir bisa dikatakan masih berada di tangan militer sebagai pemangku transisi. Lembaga Yudikatif (MK) yang posisinya sangat urgen, juga seirama dengan nada hasrat militer. Militer memposisikan diri sebagai oposisi pemerintah sehingga arah politik Mesir kedepan akan penuh tarikan kepentingan politik. Militer juga telah membuat aturan untuk mengendalikan UU dan anggaran negara. Jika ini terjadi, Presiden terpilih bak dikebiri. Demokrasi Mesir hanya simbolik semata.

Bahkan tak menuntup kemungkinan terjadinya chaos karena militer telah melakukan setting agar Shafiq lah yang

(23)

Program Studi Ilmu Hubungan Internasional FISIP-UNPAS Page 138

terpilih sebagai Presiden Mesir. Militer telah mengumumkan, jika ada yang protes dengan pengumuman hasil pilpres, maka militer akan melakukan penangkapan.

Spekulasi kedua, jika Shafiq yang berlatar belakang militer naik ke tampuk kekuasaan, maka ucapan mantan Direktur Jenderal Badan Energi Atom Internasional (IAEA) Mohamed El Baradei bisa menjadi kenyataan. Kata El baradei, Mesir akan menderita di bawah kondisi yang lebih buruk ketimbang kondisi di bawah kediktatoran Mubarak. Militer akan membawa Mesir berada di bawah “kekaisaran baru” yang mendirikan dominasi total di negara itu.

Berkuasanya militer menjadi babak baru bagi serangan balik terhadap euforia “kesuksesan revolusi” yang belum lama dirasai manisnya. Kembalinya militer juga menjadi pukulan telak bagi kelompok Ikhwanul Mislimin yang gerakannya telah dikooptasi selama tiga dekade di bawah rezim militersime Mubarak. Kekosongan parlemen dan konstitusi bisa jadi akan membuat Shafiq membuat aturan sesuai seleranya. Termasuk putusan

ekstrim melarang organisasi-organisasi semacam Ikhwanul Muslimin jika kelompok ini terus mengeritik pemerintah. Dengan alasan stabilitas, seperti dilakukan Mubarak di masanya.

Semestinya, semanagat anti Mubarak dikapitalisasi oleh Ikhwan dan pendukung Mursi agar dukungan mengalir ke mereka. Tapi di sisi lain, publik juga belum yakin dengan sosok Mursi dan kemana ia akan membawa Mesir jika terpilih. Kondisi dilema ini, menyebabkan kalangan muda enggan memberikan hak pilihnya. Angka golput pun diperkirakan lebih tinggi dari pilpres putaran pertama.

Pemilihan presiden

Mohamed Mursi terpilih sebagai presiden baru Mesir setelah dinyatakan menang dalam dalam pemilihan presiden yang diumumkan pada Minggu (24/6/2012). Mursi mengalahkan Ahmad Shafiq dan akan menjadi presiden pertama Mesir setelah jatuhnya kekuasaan Hosni Mubarak.(http://internasional.komp as.com/read/2012/06/24/2202526/

(24)

Program Studi Ilmu Hubungan Internasional FISIP-UNPAS Page 139

Komisi pemilihan umum Mesir, menyatakan, Mursi dari Ikhwanul Muslimin menang dengan 51,7 persen dukungan dengan total peroleh 13.230.131 suara. Ia mengalahkan Shafiq, mantan Perdana Menteri Mesir di era Mubarak, yang memperoleh suara 48,3 persen atau 12.347.380 suara. Jumlah tersebut hanya separuh dari jumlah pemilik hak suara yang diperkirakan mencapai 50 juta suara. Pengumuman kemenangan Mursi itu disambut gegap gempita jutaan para pendukungnya yang berkumpul di Alun-alun Tahrir, Kairo. Para

pendukung menembakkan kembang api, bernyanyi, dan

menari bersama.

Awal Demokrasi di Mesir

Jatuhnya kekuasaan Husni Mubarak diharapkan menjadi awal terbentuknya demokrasi yang baik di Mesir. Presiden Mesir yang baru dilantik Dr Mohamed Moursi diharapkan mampu menjalankan amanat rakyat yang telah dipercayakan melalui pemilihan umum yang dimenangkannya. Revolusi Mesir juga bisa menjadi pelajaran bagi Negara-negara lain yang masih memiliki persoalan

dalam penegakan demokrasi dan hak asasi manusia.

Seorang Moursi sepertinya serius untuk kemudian membuka ruang bagi demokrasi yang lebih baik. Dimana baru tiga hari terpilih sebagai presiden Mesir, Ia menyatakan berniat menunjuk seorang perempuan sebagai salah satu wakil presidennya. Juga, dia akan mengangkat seorang penganut Kristen Koptik dan wakil dari kelompok liberal untuk menjadi dua wakil presiden lainnya.

Wacana ini tentu sebuah kemajuan, apalagi Mesir merupakan negara yang mayoritas penduduknya beragama Islam. Selanjutnya sikap yang diambil Moursi juga menunjukkan bagaimana peran perempuan, kelompok liberal tidak dijadikan sebagai musuh atau sebatas saingan politik tetapi juga bisa dijadikan mitra pembangunan.

Selain itu juga Moursi akan menempatkan posisi perdana menteri ditempati golongan independen bukan karena Ikhwanul Muslimin cinta perdamaian, tapi karena mereka khawatir bakal gagal,” kata Mohammed el-Gebbah, mantan

(25)

Program Studi Ilmu Hubungan Internasional FISIP-UNPAS Page 140

anggota Ikhwanul Muslimin. “Beban yang dihadapi terlampau berat. Mereka ingin orang lain untuk ikut menanggungnya.”

Untuk jabatan perdana menteri, beredar nama mantan Direktur Jenderal Badan Tenaga Atom Internasional (IAEA), penerima Nobel Perdamaian, sekaligus advokat prodemokrasi, Mohamed El Baradei. Nama lain yang juga digadang-gadang adalah mantan Menteri Keuangan Hazem Beblawi. Siapa yang terpilih di antara dua orang itu, belum diketahui secara pasti.

Jadi dengan dibukanya ruang bagi kelompok minoritas (Kristen) dan kelompok pro demokrasi menunjukkan adanya kemauan untuk memperbaiki Mesir dalam mewujudkan demokrasi yang baik. Apalagi dunia internasional berharap pada presiden Moursi, walaupun sebenarnya kepentingan dunia besar terhadap Mesir, tetapi sejatinya Mesir harus berubah pasca jatuhnya Husni Mubarak. Selanjutnya rancangan demokrasi yang mungkin akan diperbaharui oleh Moursi menjadi tonggak baru kemajuan di negara-negara yang

bertikai seperti Libya, Tunisia dan mungkin saja selanjutnya Suriah.

Inilah yang menjadi tugas penting dari pada seorang presiden, selanjutnya mampu menerima semua aspirasi masyarakat. Karena harus diketahui juga bahwa masih banyak pendukung Husni Mubarak yang mungkin saja selanjutnya sebagai musuh dalam selimut, tetapi itulah pentingnya kebijakan pemimpin yang mampu melihat semua kebutuhan masyarakatnya tanpa terkecuali.

Di sisi lain, Mursi juga harus mampu meyakinkan Israel, tetangganya, bahwa kepentingan mereka tak akan terganggu meski kelompok Islam berkuasa. Penegasan itu penting karena Mesir pada masa Mubarak adalah pemerintahan sekuler dan moderat penghubung kepentingan Amerika-Israel dan negara-negara Arab lainnya. Tantangan bagi Mesir adalah menyeimbangkan semua kepentingan itu, terutama di tengah potensi konflik Israel-Iran yang belakangan meningkat.

Moursi juga punya pekerjaan rumah yang rumit untuk berdamai dengan militer. Sebab, secara de facto, militer masih

(26)

Program Studi Ilmu Hubungan Internasional FISIP-UNPAS Page 141

menancapkan kekuasaannya. Dewan Militer telah melucuti sebagian kekuasaan presiden melalui dekrit yang dikeluarkan pasca-pembubaran parlemen. Dengan dekrit itu, Presiden Mesir kini tak sepenuhnya memegang kontrol atas militer. Presiden, misalnya, tak bisa lagi menyatakan perang tanpa persetujuan Dewan Militer.

Dunia internasional, termasuk Indonesia, berharap Mesir mampu melewati masa transisinya ini. Hasil ujian demokrasi ini akan menjadi tolok ukur apakah Mesir mampu menjalani tahap kedua “Musim Semi Arab”. Setelah tahap pertama, yaitu mengganti pemerintahan diktator, kini Mesir masuk ke tahap membangun pemerintahan demokratis. Tahap yang pasti jauh lebih berat karena lebih mudah menumbangkan pemerintahan diktator ketimbang

membngun pemerintahan demokratis yang didukung rakyatnya.

Krisis 2013

30 Juni akan diingat sebagai titik tolak lain bagi Revolusi Mesir. Para penentang

Presiden Muhammad Morsi dari Ikhwanul Muslimin turun ke jalan memperingati satu tahun kekuasaan Morsi di kursi kepresidenan dengan menuntut Morsi untuk mundur. Mobilisasi massa 30 Juni ini merupakan puncak kampanye petisi “Tamarod” (Pemberontakan). Para aktivis menyatakan bahwa mereka telah mengumpulkan lebih dari 15 juta tanda tangan mendukung tuntutan agar Morsi mengundurkan diri. Jumlah ini lebih besar daripada jumlah pemilih Morsi dalam pemilihan umum presidensial tahun lalu. Kedua belah pihak menyatakan demonstrasi ini akan sebesar revolusi 2011 yang menggulingkan Hosni mubarak meskipun terdapat kekhawatiran di antara kaum aktivis bahwa para pendukung Morsi dan Ikhwanul Muslimin akan memprovokasi aksi kekerasan.

Sameh Naguib, salah satu pimpinan Sosialis Revolusioner di Mesir menulis artikel berikut yang menganalisis situasi politik di Mesir menjelang kampanye Tamarod, sebagaimana dimuat dalam Catatan Sosialis, jurnal politik mereka.

(27)

Program Studi Ilmu Hubungan Internasional FISIP-UNPAS Page 142 Krisis Kekuasaan Ikhwanul

Muslimin

Ikhwanul Muslim berkuasa di tengah kondisi historis yang mereka sendiri tidak pahami. Kaum Ikhwanul Muslimin membayangkan bahwa demokrasi kotak suara adalah tujuan revolusi yang harus ditempuh. Mereka tidak memahami konteks sosial fundamental dan demokratis dari revolusi bersejarah yang besar ini.

Kompas mereka tidak menunjuk pada massa revolusioner tetapi kepada mereka yang memiliki kepentingan sama yaitu pengusaha Mesir, pejabat Amerika Serikat (AS), kaum bangsawan Timur Tengah. Mereka memang telah mampu meyakinkan ketiga pihak tersebut bahwa mereka mampu melindungi kepentingan yang sama sebagaimana rezim Mubarak sebelumnya sembari mencoba memuaskan rakyat Mesir dengan janji-janji palsu dan slogan-slogan semu berkedokkan agama.

Akibatnya mereka mencoba mengosongkan revolusi dari wataknya sosial dan demokratisnya demi menjaga kepentingan pihak-pihak yang takut terhadap revolusi. Dengan

segera mereka berhadapan dengan perlawanan berjuta rakyat yang sebelumnya telah menggulingkan Mubarak dan menolak kooptasi. Janji-janji palsu penguasa yang baru tidak berarti apapun selain provokasi yang memicu kemarahan rakyat terhadap oportunisme Ikhwanul Muslimin dan pengkhianatan mereka terhadap revolusi.

Dua pilihan pahit terbentang di hadapan Ikhwanul Muslimin. Pertama membuat kesepakatan dengan sisa-sisa rezim lama dan kaum semi-oportunis di antara kaum liberal. Pilihan lainnya adalah membuat aliansi dengan

kelompok-kelompok Salafi, termasuk akar-akar sisa mereka di

Said, Mesir atas, dan di antara perkampungan kumuh perkotaan.

Sejak awal, Ikhwanul Muslimin telah mengambil langkah besar menuju pilihan pertama, dengan konsesi-konsesi yang tak ada bandingannya terhadap institusi-institusi militer dan keamanan, yang mana merupakan jantung dari rezim sebelumnya. Namun institusi-institusi tersebut menerima tawaran di atas dasar penilaian keliru terhadap kapabilitas Ikhwanul Muslimin

(28)

Program Studi Ilmu Hubungan Internasional FISIP-UNPAS Page 143

untuk mengooptasi rakyat dan

mengeringkan kemarahan revolusioner dengan cara memanipulasi pemilihan umum.

Bagaimanapun juga setelah mereka menemukan inkompetensi Ikhwanul Muslimin, mengetahui perubahan pesat kesadaran nasional melawan Ikhwanul Muslimin, menyadari cepatnya keruntuhan ekonomi melalui serangkaian kesalahan-kesalahan fatal kepemimpinan Ikhwanul Muslimin, maka mereka mulai mempertimbangkan ulang tawaran mereka. Hal ini tampak dalam kegoyangan, kontradiksi, dan tegangan dalam pernyataan-pernyataan para pimpinan tentara.

Hal itu dengan demikian membuka proses persekutuan sisa-sisa rezim lama dengan organisasi-organisasi liberal menentang Ikhwanul Muslimin. Kondisi pengepungan yang dialami Ikhwanul Muslimin dalam kehidupan sehari-hari telah membawa mereka pada upaya pendekatan ulang dengan kelompok-kelompok Salafi dan peningkatan penggunaan bahasa sektarian baik yang diarahkan terhadap Kaum Kristen Koptik, Kaum Shia, maupun memberikan

cap kafir pada semua kelompok penentang Morsi dan Ikhwanul Muslimin.

Krisis Ekonomi

Semenjak naiknya Muhammad Morsi dan Ikhwanul

Muslim ke kursi kekuasaan, mereka telah menerapkan program ekonomi yang sama dengan Gamal Mubarak dan Komite Kebijakan sebelum meletusnya revolusi. Program Mursi adalah program Neoliberal yang berintikan liberalisasi pasar dan peningkatan integrasi Mesir ke dalam ekonomi kapitalis dunia. Kebijakan-kebijakan demikian yang sama dengan kebijakan rezim sebelumnya telah memainkan peran penting dalam memantik bara Revolusi Mesir.

Karena kebijakan-kebijakan ini bukanlah sekedar serangan brutal terhadap kepentingan dan hajat hidup rakyat miskin, demi kepentingan Ikhwanul Muslimin, kaum jutawan dan pemimpin militer. Melainkan juga merepresentasikan

tuntutan-tuntutan yang sama dari institusi finansial global dan kaum bangsawan Timur Tengah agar Mesir menerapkan kebijakan yang

(29)

Program Studi Ilmu Hubungan Internasional FISIP-UNPAS Page 144

semakin memiskinkan rakyat miskin dan semakin memperkaya kaum kaya.

Nampaknya Morsi, Shatir, dan Ikhwanul Muslimin tidak menyadari tiga hal berikut yang sebenarnya disadari oleh orang yang berpikir logis. Pertama, Revolusi Mesir muncul dari harapan dan cita-cita jutaan buruh, tani, dan kaum miskin akan keadilan sosial, akan redistribusi kekayaan dari bisnis-bisnis besar kepada rakyat, dan bukan sebaliknya.

Kedua, dunia kapitalis tengah menderita luka akibat krisis-krisisnya semenjak tahun 1930 akibat kebijakan-kebijakan kapitalis yang sama, yang mana, bila kita mengacu kepada Al-Quran, hal ini tidak lain dan tidak bukan adalah berhala yang disembah para pimpinan Ikhwanul Muslimin.

Ketiga, kapitalisme global, baik dari Teluk maupun di Barat. tidak akan menurunkan investasinya ke dalam rawa ekonomi Mesir. Mereka tidak akan coba-coba masuk ke dalam negara yang keberadaannya masih terus diguncang revolusi, suatu revolusi yang mengguncang

seluruh dunia sebagaimana yang kita saksikan akhir-akhir ini di Turki dan Yunani.

Kapitalisme Global, di

bawah kepemimpinan Imperialisme Amerika dan

sekutu-sekutunya di negara-negara Timur Tengah, ingin membalas dendam kepada rakyat Mesir karena rakyat Mesir telah mengobarkan revolusi akbar yang menginspirasi kaum miskin di seluruh dunia. Revolusi inilah yang meneguhkan abad 21 sebagai abad penggali kubur terhadap perampokan yang dilakukan kapitalis dan despotisme. Agen-agen mereka dalam balas dendam kali ini adalah Ikhwanul Muslimin dan wakil mereka yang gagal, Muhammad Morsi.

Serangkaian perdamaian dengan rezim korup sebelumnya, termasuk pembebasan tokoh-tokoh penting rezim lama dari penjara, terjadi di sepanjang pemerintahan Ikhwanul Muslimin. Di satu sisi mereka telah menerapkan persekutuan dengan Saudi dan Qatar yang rapuh dengan perseteruan, yang memainkan peran penting dalam mendukung kontra-revolusi di Mesir dengan meningkatkan

(30)

Program Studi Ilmu Hubungan Internasional FISIP-UNPAS Page 145

hutang. Sedangkan di sisi lain, mereka membutuhkan dukungan dari orang-orang besar rezim lama untuk menghadapi krisis.

Kebijakan-kebijakan ini telah menyebabkan ekonomi mesir memasuki periode paling brutal dalam krisis-krisisnya selama berpuluh-puluh tahun. Defisit anggaran mencapai 14% Produk Domestik Bruto (PDB), dan total beban hutang mencapai 80% PDB. Cadangan devisa Bank Sentral Mesir juga telah merosot dari US$ 32 juta menjadi tinggal $13 juta. Terlebih, setengah dari sisa cadangan yang tersisa ini terdiri dari emas batangan yang tidak segera dilikuidasi.

Ambruknya mata uang mesir terhadap dolar telah menurunkan nilainya sebesar 12% pada paruh pertama tahun ini. Semua hal ini telah berujung pada kaburnya kapital dalam dan luar negeri, serta ketidakmampuan negara untuk memenuhi komitmen-komitmen nasionalnya. Hal ini juga mengakibatkan kekurangan dan langkanya komoditas-komoditas dasar (yang tentu saja berasal dari impor, melalui mata uang asing), langkanya barang-barang vital

seperti berbagai macam bahan bakar, gandum, dan sebagainya. Hal ini menyebabkan bahaya serius tidak hanya pada kelas buruh namun juga pada kelas kapitalis dan negara kapitalisnya.

Serangan barbar terhadap hajat hidup kaum miskin, telah memicu gelombang gerakan dan demonstrasi buruh yang menuntut penyitaan harta dan kekayaan para pengusaha, menuntut nasionalisasi perusahaan-perusahaan besar, baik dalam maupun luar negeri, serta menuntut penolakan pembayaran hutang beserta bunga hutang dari

pinjaman-pinjaman asing. Tuntutan-tuntutan ini tidak dapat

tidak akan berujung tidak hanya penggulingan Morsi dan Ikhwanul Muslimin dari kursi kekuasaannya, namun juga penggulingan terhadap negara kapitalis.

Sulit untuk membayangkan seberapa besar negara Mesir dan Ikhwanul Muslimin terisolasi dari kenyataan. Di tengah krisis yang sangat menghancurkan ini, jatah yang diperoleh militer dari anggaran negara untuk tahun 2013-2013 telah ditingkatkan hingga 31 milyar pound mesir (meningkat 3,4 milyar pound mesir

(31)

Program Studi Ilmu Hubungan Internasional FISIP-UNPAS Page 146

dibandingkan anggaran tahun lalu). Jumlah ini belum ditambah dengan jumlah bantuan militer AS yang sebesar $1,4 milyar atau hampir setara dengan 15 milyar pound Mesir.

Gerakan Buruh

Terlepas dari penurunan aktivitas politik dalam beberapa bulan sebelum gempa sosial akibat kampanye Tamarod dan persiapan untuk demonstrasi 30 Juni, gerakan buruh Mesir terus melancarkan pemogokan dan

pendudukan serta mendemonstrasikan suatu skala

aksi buruh tertinggi di tataran internasional selama periode Maret hingga Mei, dan ini masih terus berlangsung. Aktivitas saat ini telah memberikan motivasi baru terhadap kemungkinan dan kepentingan yang paling besar yang bisa dicapai oleh gerakan buruh.

Gerakan Buruh Mesir telah

menghadapi serangkaian tantangan dan membayar harga

yang sangat mahal melalui pertempuran-pertempuran mereka, yang selama ini masih merupakan pertempuran berwatak defensif daripada ofensif. Salah satu

tantangan pertama dari sekian tantangan tersebut adalah serangan brutal kapitalis terhadap gerakan buruh, baik dengan menggunakan preman-preman bersenjatakan pentungan untuk membubarkan aksi pendudukan, menggunakan senjata penutupan pabrik untuk menekan kelas buruh di satu sisi, sementara beban ekonomi krisis memberikan tekanan di sisi lain.

Tantangan kedua adalah konflik di antara serikat buruh dan serikat pekerja. Terlepas dari kemenangan tak terbantahkan atas keberhasilan mendirikan lebih dari seribu serikat pekerja independen, terdapat kesenjangan antara para pimpinan dan militansi serikat-serikat ini. Perubahan drastis mengarah pada birokratisasi serikat, penyandaran terhadap konservatisme, kerja

lamban dan bertahap, penentangan terhadap politisasi, serta pemecahbelahan gerakan ke dalam dua federasi yang saling bersaing telah melipatgandakan tantangan bagi Kelas Buruh Mesir dan Gerakannya.

Hal-hal demikian ditambah dengan kerja ulet Ikhwanul Muslimin untuk membangkitkan

(32)

Program Studi Ilmu Hubungan Internasional FISIP-UNPAS Page 147

organisasi serikat buruh lama yang berada di bawah kendali gabungan dengan sisa-sisa rezim lama, sebagai upaya untuk mengepung dan membaurkan serikat buruh dan serikat pekerja independen. Hal-hal tersebut memberikan gerakan politik kerakyatan yang kini tengah bangkit, sebuah peluang luar biasa yaitu perubahan kualitatif dalam Gerakan Kelas Buruh.

Semua hal ini kemudian memberi kita suatu tugas yaitu membentuk komite-komite koordinasi aksi buruh lintas sektor, lintas industri, dan lintas wilayah, serta menghubungkan tuntutan parsial dan tuntutan-tuntan total, serta menghubungkan tuntutan-tuntutan ekonomi dengan tuntutan-tuntutan politik. Inilah tugas mendesak bagi kaum revolusioner di periode yang menjelang ini.

Institusi Militer

Isu institusi militer dan hubungannya dengan malapetaka kekuasaan Ikhwanul Muslimin kembali muncul ke permukaan sebagai isu tekanan dalam kehidupan politik Mesir selama beberapa bulan belakangan. Di

antara sekian tuntutan para komentator dan pimpinan liberal, kadang tersirat, kadang-kadang tersembunyi, pesan akan perlunya intervensi militer untuk

menyingkirkan kekuasaan Ikhwanul Muslimin. Hal ini tidak

lain dan tidak bukan merupakan suatu tuntutan kudeta militer. Terdapat banjir pernyataan dan tulisan menyangkut independensi, netralitas, dan patriotisme institusi militer Mesir.

Banjir ini tidak kunjung surut semenjak krisis Sinai, dengan penculikan tentara, keajaiban pembebasan atau pelepasan sandera tanpa intervensi militer, kurangnya negosiasi dengan para penculik dan tentu saja tanpa tangkapan mereka. Hal ini terus-menerus ditunjukkan melalui teater politik yang mengelilingi bendungan Ethiopia, dengan diskursus atas perlunya solusi militer, dan akhirnya melalui

keputusan mengejutkan mahkamah konstitusi atas

perlunya mengijinkan para perwira dan tentara angkatan bersenjata untuk memberikan hak suaranya dalam pemilihan umum. Keputusan ini sebenarnya merupakan keputusan yang

(33)

Program Studi Ilmu Hubungan Internasional FISIP-UNPAS Page 148

diajukan oleh kedua belah pihak, yaitu Ikhwanul Muslimin dan kaum liberal bersama-sama, dan ini tidak hanya memberikan ancaman politisasi tentara namun juga ancaman pecah belah tentara.

Terlepas dari jaminan-jaminan yang diberikan oleh para pimpinan Militer bahwa mereka tidak akan melakukan kudeta sedikitpun dan jaminannya akan netralitas dan patriotisme, kaum liberal Mesir masih sangat berharap bahwa tentara akan melancarkan intervensi demi “menyelamatkan” negara dari mimpi buruh Ikhwanul Muslimin, untuk menukar mereka dengan pejabat-pejabat militer. Betapa kaum liberal menyayangi militer, yang bahkan sampai tahun

sebelumnya merupakan penghantam rakyat Mesir dan

tenaga kontra-revolusi. Militer Mesir hingga kini masih merupakan tembok kokoh yang menghalangi perkembangan Revolusi Mesir dan pencapaian tujuan-tujuan revolusi.

Terdapat sejumlah fakta yang harus kita ingat menyangkut skenario komikal ini. Pertama, institusi militer bukanlah suatu institusi netral melainkan

sebongkah jantung baja dari negara kapitalis Mesir, negara Mubarak dan sisa-sisa pendukungnya, negara pengusaha besar, serta di belakang mereka ada Imperialisme Amerika. Kedua, militer merupakan cermin masyarakat dan tidak akan terceraikan dari masyarakat ini, karena para pimpinannya adalah bagian fundamental dari kelas penguasa Mesir, baik dari sayap sekulernya maupun sayap Islamisnya.

Sedangkan lain halnya bagi para tentara dan perwira militer Mesir, terdapat sebagian yang berasal dari kalangan pekerja, petani, dan kaum miskin. Bukanlah kepentingan para pimpinan dan pejabat atau jenderal-jenderal militer untuk mendukung kemenangan Revolusi Mesir, karena hal itu tidak hanya berarti memberi jalan bagi pengadilan terhadap kejahatan-kejahatan yang telah mereka lakukan terhadap Revolusi Mesir. Melainkan juga karena kepentingan dan kekuasaan para pimpinan, pejabat, dan jenderal Militer ini mengharuskan mereka di sisi kontra-revolusi. Sedangkan para perwira rendahan militer tidak

(34)

Program Studi Ilmu Hubungan Internasional FISIP-UNPAS Page 149

memiliki kepentingan langsung dalam penerapan tujuan-tujuan Revolusi Mesir (yaitu keadilan sosial, kemerdekaan, dan kehormatan) baik di dalam militer maupun diluarnya.

Ketiga, mitos bahwa militer Mesir melindungi rakyat Mesir dan negara Mesir tidak memiliki landasan nyata. Hubungan antara institusi militer Mesir dengan militer AS, kepentingan-kepentingan AS, serta senjata-senjata AS adalah dasar kepatuhan para pimpinan institusi militer Mesir. Tidak ada sedikitpun bagian dari kesetiaan mereka yang ditujukan bagi kesetiaan terhadap rakyat Mesir. Hal ini juga berarti secara regional melindungi kepentingan nasional Kaum Zionis dan Imperialis AS, serta bukan keselamatan dan keamanan rakyat Mesir.

Sebagai tambahan, kita harus ingat bahwa militer berpartisipasi dengan Ikhwanul Muslimin dalam menguasai Mesir. Ini merupakan tawar-menawar di antara mereka, suatu jalan keluar aman, dewan keamanan nasional, jatah anggaran rahasia tanpa pengawasan demokratis dan keberlanjutan kontrol militer terhadap kerajaan ekonomi

mereka, yang meliputi porsi signifikan dari ekonomi Mesir. Tawaran ini masih berlaku hingga kini.

Krisis bagi kepemimpinan Militer Mesir adalah Ikhwanul Muslimin tak mampu menjalankan perannya dalam tawaran ini, yang mana peran tersebut adalah pelaksana likuidasi revolusi Mesir dan pasifikasi populasi. Krisis ini juga dialami pejabat AS dan beberapa negara Timur Tengah lainnya.

Masuknya tank-tank tentara dan perangkat-perangkat bersenjata ke dalam Sinai bukanlah demi mencegah terorisme atau menghadapi lawan Zionis namun mengonfrontasi rakyat Sinai. Rakyat Sinai juga bangkit sebagaimana saudara-saudara tertindas dan terhinanya di penjuru Mesir lainnya serta melawan ketidakadilah penguasa-penguasa Kairo dan para perampas hak-hak dasar mereka sebagai warga negara.

Perbedaan-perbedaan yang muncul di antara Ikhwanul Muslimin dan pihak militer terkait kegagalan Ikhwanul Muslimin dalam menyelesaikan krisis ekonomi dan menghancurkan

(35)

Program Studi Ilmu Hubungan Internasional FISIP-UNPAS Page 150

revolusi Mesir. Semua hal ini berkaitan langsung dengan kekhawatiran para pejabat militer bahwa gelombang revolusioner akan sampai juga di kalangan militer dan menyapu para perwira dan prajurit.

Hal inilah yang akan terjadi bila Revolusi Mesir mampu mempertahankan dirinya dan menghantam balik kontra-revolusi yang terdiri dari persekutuan antara para pimpinan Ikhwanul Muslimin, militer, dan sisa-sisa rezim lama. Kita juga menyaksikan di bawah rezim Morsi, tokoh-tokoh rezim lama kini telah dilepaskan dari penjara, dipuja-puji, dan diagung-agungkan, padahal tangan mereka bersimbah darah

martir-martir revolusi.

Front Keselamatan Ikhwanul Muslimin

Semenjak oposisi kaum liberal terhadap Ikhwanul Muslimin membentuk Front Keselamatan Nasional, kelemahan oposisi ini langsung tampak seketika. Semenjak awal, mereka telah mendorong-dorong agar konflik berkembang menjadi konflik identitas antara kaum sekuler yang diwakili oleh Front dengan Kaum

Islamis yang diwakili oleh Ikhwanul Muslimin dan sekutu-sekutunya di antara Kaum Salafi. Hal ini, tentu saja, makin menguatkan posisi Ikhwanul Muslimin. Kaum Liberal selanjutnya memberikan hadiah lain bagi Ikhwanul Muslimin dengan bersekutu dengan sisa-sisa rezim Mubarak, dan akibat tuntutan-tuntutan tanpa henti mereka yang meminta intervensi militer.

Ini semua makin memperhebat fragmentasi dan oportunisme para pimpinan Front Keselamatan Nasional, bahkan beberapa diantaranya telah menemui para pimpinan Ikhwanul Muslimin, sementara yang lain terus mengkritisi, hanya untuk menyusul menemui Ikhwanul Muslimin secara diam-diam. Inilah kekonyolan terbaru dari kaum oposisi borjuis dan para pemboncengnya yang sering mengaku kaum nasionalis dan kaum kiri.

Kebimbangan Kaum Liberal dan sisa-sisa rezim lama dalam menentang Ikhwanul Muslimin datang dari kenyataan bahwa mereka, seperti Ikhwanul Muslimin, tidak ingin ada pendalaman atau keberlanjutan

Referensi

Dokumen terkait

-Manajemen rantai pasok atau supply Chain Management (SCM) adalah serangkaian kegiatan yang meliputi koordinasi, penjadwalan, dan pengendalian terhadap pengadaan,

Adapun prinsip kerja dari hall effect sensor adalah : (a) Magnet yang berada pada kabel yang berarus di deteksi menggunakan bagian IC yang peka terhadap magnet.(b) Magnet

Tujuan kajian ini adalah untuk mengenal pasti tahap ciri-ciri k-worker pelajar Politeknik METrO Johor Bahru berdasarkan perspektif majikan dari aspek kemahiran

Nilai harapan imbal hasil portofolio atas aset bebas risiko pada CAPM 2-momen sama dengan premi risiko pasarnya dengan nilai β adalah sama dengan satu.. Model CAPM 2-momen

Pada saat berlangsungnya pertunjukan kesenian reog di daerah desa Kolam, peneliti melihat yaitu di antaranya,pemain dari reog tersebut sebagian adalah anak-anak yang kira-kira

Kami menyarankan kepada guru, bahwa sebelum penyampaian bagaimana menyelesaikan masalah perbandingan dan proporsi secara formal, diusahakan untuk

Metode yang digunakan untuk MXGXO µ3HQJDUXK Social Media Marketing Melalui Blackberry Messenger Terhadap Minat Beli Konsumen di PT Agung Automal (Agung Toyota)

Meskipun kayu jabon merah kurang dekoratif akan tetapi jenis kayu ini memiliki berat jenis 0,48 dan tergolong kelas kuat III, tekstur agak halus dan merata, penyusutan sangat