• Tidak ada hasil yang ditemukan

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kedelai 2.2 Morfologi Tanaman Kedelai

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kedelai 2.2 Morfologi Tanaman Kedelai"

Copied!
11
0
0

Teks penuh

(1)

II.

TINJAUAN PUSTAKA

2.1

Kedelai

Kedelai (Glycine max L. Merrill) telah ditanam di Indonesia sejak awal abad ke 18 dan kemungkinan diperkenalkan oleh imigran dari dataran Cina. Areal produksi kedelai yang sebelumnya terbatas di Jawa dan Bali sejak tahun 1950 menyebar ke pulau-pulau lain termasuk Sumatra, Kalimantan, Sulawesi, dan kepulauan Indonesia timur. Sampai 1974 permintaan kedelai dapat dipenuhi oleh produksi dalam negeri. Akan tetapi, sejak tahun 1975 konsumsi produk-produk kedelai mulai meningkat secara nyata. Meningkatnya jumlah penduduk menyebabkan semakin bertambahan kebutuhan akan sumber protein murah dalam menu sehari-hari (Adisarwanto, 2007).

2.2

Morfologi Tanaman Kedelai

Tanaman kedelai umumnya tumbuh tegak, berbentuk semak dan merupakan tanaman semusim. Morfologi tanaman kedelai menurut Adisarwanto (2008) didukung oleh komponen utamanya yaitu akar, daun, batang, bunga, dan biji sehingga pertumbuhannya dapat maksimal.

2.2.1 Akar

Sistem perakaran kedelai terdiri dari dua macam yaitu akar tunggang dan akar sekunder (serabut) yang tumbuh dari akar tunggang. Perkembangan akar kedelai sangat dipengaruhi oleh kondisi fisik dan kimia tanah, jenis tanah serta pengolahan tanah.

2.2.2 Batang dan cabang

Cabang akan muncul pada batang tanaman. Jumlah cabang akan tergantung pada varietas dan kondisi tanah, tetapi ada pula varietas kedelai yang tidak bercabang. Jumlah batang bisa menjadi sedikit bila jumlah penanaman dirapatkan dari 250,000 tanaman per hektar menjadi 500,000 tanaman per hektar. Jumlah batang tidak mempunyai hubungan yang signifikan dengan jumlah biji yang dihasilkan.

2.2.3 Daun

Tanaman kedelai mempunyai dua bentuk daun yang dominan, yaitu stadia kotiledon yang tumbuh saat tanaman masih dalam bentuk kecambah dengan dua helai daun tunggal dan daun bertangkai tiga (trifoliate leaves) yang tumbuh selepas masa perkecambahan.

Umumnya bentuk daun kedelai ada dua, yaitu bulat (oval) dan lancip (lancelot). Kedua bentuk daun tersebut dipengaruhi oleh faktor genetik. Bentuk daun diperkirakan memiliki korelasi yang erat dengan potensi produksi biji. Umumnya, daerah yang memiliki kondisi tanah yang subur sangat cocok dengan kedelai yang berdaun lebar. Daun mempunyai stomata yang berjumlah antara 190-320 buah/m2.

2.2.4 Bunga

Bunga kedelai termasuk bunga sempurna yaitu setiap bunga mempunyai alat jantan dan alat betina. Penyerbukan terjadi pada saat mahkota bunga masih menutup sehingga kemungkinan kawin silang alami amat kecil. Bunga terletak pada ruas-ruas batang, berwarna ungu atau putih. Tidak semua bunga dapat menjadi polong walaupun telah terjadi penyerbukan secara sempurna. Sekitar 60% bunga rontok sebelum membentuk polong.

(2)

2.2.5 Buah

Buah kedelai berbentuk polong. Setiap tanaman mampu menghasilkan 100 – 250 polong. Polong kedelai berbulu dan berwarna kuning kecoklatan atau abu-abu. Selama proses pematangan buah, polong yang mula-mula berwarna hijau akan berubah menjadi kehitaman.

2.3

Musim Tanam

Kedelai dapat ditemukan hampir di sepanjang tahun di lapang sehingga biji kedelai segar selalu tersedia. Adisarwanto (2007) mengelompokan empat musim tanam utama kedelai di Indonesia: 1) Awal musim hujan. Di lahan kering, waktu tanam bulan Oktober atau November

tergantung mulainya musim hujan. Tanaman dipanen pada bulan Januari.

2) Akhir musim hujan. Kedelai ditanam pada akhir bulan Januari dan Febuari, setelah panen kedelai atau padi gogo di lahan kering. Tanaman dipanen dalam bulan Mei. 3) Awal musim kemarau. Ini dilakukan di lahan sawah pada awal bulan April

setelah panen padi sawah. Tanaman dipanen pada akhir Juni.

4) Akhir pada musim kemarau. Dilakukan di lahan sawah pada akhir bulan Juli dengan pola tanam padi-kedelai-kedelai atau padi-padi-kedelai. Karena kemungkinan tidak ada hujan sepanjang pertumbuhan tanaman (Juli-Oktober), diperlukan irigasi untuk kedelai akhir musim kemarau

2.4

Pola Tanam

Sekitar 60% kedelai di Indonesia dipanen di lahan sawah, yang hanya ditanami padi sekali setahun. Akan tetapi sepanjang pertumbuhan kedelai, lahan tersebut menjadi lahan kering yang mungkin mendapat irigasi dan mungkin pula tidak. Selebihnya kedelai ditanam di lahan kering yang sepenuhnya tergantung dari curah hujan (Adisarwanto, 2007).

Menurut Adisarwanto (2007) kedelai di sawah biasanya ditanam secara monokultur, meskipun kadang-kadang ditumpangsarikan dengan jagung. Dua pola tanam kedelai yang secara umum terdapat di sawah adalah padi-padi-kedelai dan padi-kedelai-kedelai. Biasanya kedelai ditanam setelah tanam padi pertama, hanya bila air tidak cukup untuk menanam padi kedua. Dengan pola tanam ini, pertanaman kedelai pertama disebut pertama awal musim kemarau, sedangkan pertanaman awal kedelai kedua disebut pertanaman akhir musim kemarau.

Penempatan arah tanam di daerah tropik tidak menunjukan perbedaan antara ditanam arah Timur-Barat dan Selatan-Utara. Hal yang terpenting adalah kacang kedelai harus ditanam sejajar dengan arah saluran irigasi sehingga air tidak menggenang dalam petakan (Adisarwanto, 2007).

2.5

Kesuburan Tanah

Disamping kondisi fisik atau jenis tanah yang berpengaruh terhadap pertumbuhan kacang kedelai, faktor lain yang sangat penting untuk diperhatikan adalah kesuburan tanah. Tingkat kesuburan tanah dipengaruhi oleh kandungan atau kecukupan unsur hara dalam tanah (Hardjowigeno, 1995).

Seperti halnya tanaman lain, menurut Adisarwanto (2007) kacang kedelai pun memerlukan unsur hara makro dan mikro. Unsur hara makro antara lain karbon (C), hidrogen (H), oksigen (O), nitrogen (N), fosfor (P), kalsium (Ca), kalium (K), magnesium (Mg), dan sulfur (S). sementara unsur hara mikro anatara lain besi (Fe), mangan (Mn), tembaga (Cu), seng (Zn), molybdenum (Mo), boron (B), dan klor (Cl).

Manfaat pupuk yang paling banyak dirasakan adalah menyediakan unsur hara yang diperlukan bagi tanaman. Selain menyediakan unsur hara, pemupukan juga membantu mencegah kehilangan unsur hara yang cepat hilang seperti N, P, dan K yang mudah hilang oleh penguapan atau oleh air

(3)

4  perkolasi. Pemberian pupuk juga membantu penyerapan unsur hara. Hal ini sangat penting, karena unsur hara berperan dalam pertumbuhan tanaman. Tiga unsur hara yang diperlukan dalam jumlah besar adalah nitrogen (N), fosfor (P), dan kalium (K).

2.5.1 Nitrogen (N)

Pertumbuhan tanaman yang baik dan hasil yang tinggi membutuhkan suplai nitrogen yang cukup, bila suplai N tidak cukup, tanaman akan menunjukan pertumbuhan organ dan keseluruhan tanaman yang tidak normal. Gejala kekurangan N yang paling jelas dan biasa terlihat adalah berkurangnya warna hijau dari dedaunan karena hilangnya klorofil, pigmen hijau yang berperan dalam proses fotosintesis. Mengel dan Kirkby (1979) dalam Gani (2006) menyatakan, kekurangan nitrogen dicirikan oleh kecepatan pertumbuhan yang rendah dan tanaman kerdil. Menurut Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi Depdikbud (1991) tanaman akan tumbuh lambat bilamana terjadi kekurangan N, juga akan tampak kurus, kerdil, dan berwarna pucat dibandingkan tanaman sehat. Kekurangan N ditandai oleh berkurangnya anakan, jumlah malai per satuan luas, dan juga jumlah gabah per malai berkurang pada tanaman serealia. Karena itu pertumbuhan dan hasil tanaman, khususnya padi, berhubungan erat dengan warna hijau dari daun.

Kelebihan N pun akan berakibat negatif pada tanaman. Kelebihan N biasanya memberikan warna gelap, sukulen, pertumbuhan vegetatif yang hebat, dan membuat tanaman mudah rusak karena dingin (frost) dan membeku (Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi Depdikbud, 1991). Kedelai tidak memerlukan cukup banyak pemberian nitrogen karena tanaman kedelai dapat mengikan nitrogen dari udara dengan bantuan bakteri rizobium.

2.5.2 Fosfor (P)

Fosfor (P) berperan untuk merangsang pertumbuhan dan perkembangan akar, sebagai bahan dasar energi (ATP dan ADP), membantu asimilasi dan respirasi, mempercepat proses pembuangan dan pembuahan, serta pemasakan biji dan buah (Marsono, 2001). Menurut Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi Depdikbud (1991), apabila terjadi kekurangan unsur P akan menghambat pertumbuhan tanaman dan menyebabkan penurunan hasil tanaman.

2.5.3 Kalium (K)

Kalium (K) berperan dalam membantu pembentukan protein dan karbohidrat, memperkuat jaringan tanaman, berperan membentuk antibodi tanamanan terhadap penyakit serta kekeringan (Marsono, 2001). Menurut Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi Depdikbud (1991), kalium di dalam tananam dapat berfungsi untuk menguatkan batang sehingga tanaman tidak mudah rebah. Meningkatkan resistensi tanaman terhadap serangan penyakit, terutama terhadap penyakit yang disebabkan oleh cendawan.

Gejala yang nampak pertama kali dari kekurangan K dapat dilihat pada bagian daun. Selanjutnya, dalam jumlah yang terbatas biasanya diikuti oleh melemahnya bagian batang tanaman yang mengakibatkan terjadinya kerebahan pada tanaman biji-bijian. Kekurangan K betul-betul dapat mengurangi hasil dan menurunkan resistensi tanaman terhadap penyakit-penyakit tertentu, seperti powldry-midew (kerusakan pada bagian batang) pada tanaman gandum, busuk akar dan winter killed pada tanaman Alfalfa. Kekurangan K juga dapat mengakibatkan menurunnya kualitas tanaman buah-buahan dan sayuran (Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi Depdibud, 1991)

2.6

Pemupukan

Tanaman kedelai tidak begitu menunjukan respon yang tinggi dibandingkan tanaman jagung terhadap pemberian pupuk. Hal ini perlu diperhatikan dalam pemupukan tanaman kedelai yaitu

(4)

pemilihan jenis pupuk, takaran atau dosis, dan waktu aplikasi. Penambahan pupuk akan lebih baik bila didasarkan pada hasil analisa kondisi kesuburan tanah yang akan ditanami. Kondisi unsur hara yang diperlukan oleh tanaman tersebut juga perlu diketahui (Adisarwanto, 2008).

Jenis dan takaran unsur hara sangat dibutuhkan dalam perkembangan dan pertumbuhan tanaman kedelai. Secara umum, jenis unsur hara dapat dibedakan menjadi jenis unsur hara makro dan mikro. Unsur hara makro terdiri dari unsur hara nitrogen (N), fosfor (P), kalium (K), kalsium (Ca), magnesium (Mg), dan belerang (S). Sementara unsur hara mikro antara lain boron (Bo), klor (Cl), kopper (Co), besi (Fe), molybdenum (Mo), dan seng (Zn) (Adisarwanto, 2007).

2.6.1 Nitrogen (N)

Unsur hara makro yang paling banyak dibutuhkan tanaman yaitu nitrogen, fosfor, dan kalium. Dari ketiga unsur hara makro tersebut, tanaman kedelai membutuhkan nitrogen dalam jumlah yang paling banyak, hampir mencapai 10 kali lipat dibandingkan fosfor dan 3 kali lipat dibandingkan kalium (10:1:3) (Adisarwanto, 2007).

Hasil-hasil penelitian mengenai respon tanaman kedelai terhadap aplikasi pupuk nitrogen menunjukan hasil yang berfariasi. Hal ini dimungkinkan oleh kemampuan tanaman kedelai menambat nitrogen secara hayati. Bila nodulasi sangat efektif maka penambahan nitrogen tidak perlu dilakukan (Adisarwanto, 2007).

Di sisi lain, menurut Adisarwanto (2007) penambahan nitrogen terlalu banyak justru akan menekan aktifitas penambatan secara hayati sehingga mengurangi jumlah nitrogen yang tertambat. Sebagai starter, penambahan pupuk nitrogen pada tanaman kedelai hanya berkisar antara 50-75 kg/ha. Menurut Pasaribu (1989) nitrogen yang diperlukan tanaman kedelai bersumber dari dalam tanah juga dari N atmosfer melalui simbiosis dengan bakteri Rhizobium. Bakteri ini membentuk bintil akar (nodul) pada akar tanaman kedelai dan dapat menambat N dari udara. Hasil fiksasi nitrogen ini digunakan untuk memenuhi kebutuhan N yang diperlukan oleh tanaman kedelai. Fiksasi yang efektif 50-75% dari total kebutuhan tanaman akan nitrogen tersebut dapat dipenuhi.

2.6.2 Fosfor (P)

Aplikasi pupuk fosfor di tanah sawah untuk tanaman kedelai setelah penanaman padi seringkali tidak menunjukan respon positif. Hal ini disebabkan aplikasi dari penambahan pupuk fosfor yang diberikan pada tanaman padi, disamping ketersediaan fosfor yang sedikit untuk tanaman. Pertanaman kedelai di lahan kering, misalnya di daerah Sumatra dilaporkan tanaman kedelai memberikan respon yang cukup baik pada penambahan fosfor. Saat ini, penggunan pupuk SP36 untuk tanaman kedelai berkisar 50-100 kg/ha (Adisarwanto, 2007).

2.6.3 Kalium (K)

Di lahan sawah berjenis vertisol dilaporkan bahwa tanaman kedelai mengalami kahat kalium. Hal ini ditunjukan dengan adanya tanaman yang mengalami gejala klorosis daun, baik ketika tanaman masih muda maupun akan mendekati pembentukan polong. Aplikasi pupuk KCl sebanyak 100-150 kg/ha dapat menekan gejala tersebut (Adisarwanto, 2007).

2.6.4 Kalsium (Ca), magnesium (Mg), dan belerang (S)

Kalsium memiliki peranan penting dalam penambatan nitrogen dari udara (fiksasi nitrogen) sehingga ketersediaan hara ini sangat penting, gejala kahat belerang seringkali timbul di daerah sentra penanaman kedelai, walaupun belum cukup luas. Penanggulangannya yaitu pada saat aplikasi pupuk

(5)

6  nitrogen, sebaiknya tidak memakai pupuk urea tetapi pupuk Za. Disamping mengandung nitrogen pupuk tersebut juga mengandung belerang (Adisarwanto, 2007).

2.7

Analisa Tanah

Menurut Hardjowigeno (1995) adanya kekurangan unsur hara dapat diketahui dengan beberapa cara, misalnya:

2.7.1 Analisa laboratorium

Contoh tanah diambil di lapangan kemudian dianalisis di laboratorium terhadap pH, kapasitas tukar kation, Ca, Mg, K, Na, N, P, bahan organik terstruktur dan sebagainya. Sehingga diketahui kadar unsur hara tersebut di dalam tanah. Apabila kadar unsur hara yang ada di dalam tanah dibandingkan dengan kebutuhan unsur hara bagi masing-masing tanaman, maka akan diketahui apakah kadar unsur-unsur hara dalam tanah tersebut sangat rendah (kurang), rendah, sedang atau tinggi.

2.7.2 Gejala-gejala pertumbuhan tanaman

Kekurangan unsur hara dapat memperlihatkan gejala-gejala pertumbuhan tertentu. Misalnya, kekurangan Fe akan menyebabkan klorosis, kekurangan N menyebabkan tanaman kerdil dan sebagainya.

2.7.3 Analisis tanaman

Kekurangan unsur hara dalam tanah juga dapat dilihat dari analisis tanaman. Misalnya dengan mengambil contoh daun, kemudian dianalisis di laboratorium.

2.7.4 Percobaan tanaman

Percobaan-percobaan pertumbuhan dan produksi tanaman (biological test) di lapangan dengan berbagai macam dan jumlah pupuk dapat mengetahui kekurangan-kekuangan unsur hara yang perlu ditambahkan di tanah.

Berikut ini akan disajikan kriteria penilaian hasil analisis tanah dan batas antara kecukupan dan defisiensi unsur hara berdasarkan analisa tanaman pada Tabel 1 dan Tabel 2.

Tabel 1. Batas antara kecukupan dan defisiensi unsur hara berdasarkan analisa tanaman (Staf Pusat Penelitian Tanah (1983) di dalam Hardjowigeno (1995))

Unsur Hara Tebu Padi Jagung Kedelai

N (%) 1.5 2,5 3,0 4,2 P (%) 0.05 0,10 0,25 0,26 K (%) 2.25 1,0 1,90 1,71 Ca (%) 0.15 0,15 0,40 0,36 Mg (%) 0.10 0,10 0,25 1,26 S (%) 0,01 0,01 - - B (ppm) 1 3,4 10 21 Cu (ppm) 5 6 5 10 Fe (ppm) 10 70 15 51 Mn (ppm) 10 – 20 20 15 21 Mo (ppm) - - 0,1 1,0 Zn (ppm) 10 10 15 21 Si (%) - 5 - -

(6)

Tabel 2. Kriteria penilaian sifat kimia tanah ( Staf Pusat Penelitian Tanah (1983) di dalam Hardjowigeno (1995))

Sifat Tanah Sangat Rendah Rendah Sedang Tinggi Sangat Tinggi C (%) < 1,00 1,00-2,00 2,01-3,00 3,01-5,00 > 5,00 N (%) < 0,10 0,10-0,20 0,21-0,50 0,51-0,75 > 0,75 C/N < 5 5-10 11-15 16-25 > 25 P2O5 HCl (mg/100 g) < 10 10-20 21-40 41-60 > 60 P2O5 Bray 1 (ppm) < 10 10-15 16-25 26-35 > 35 P2O5 Olsen (ppm) < 10 10-25 26-45 46-60 > 60 K2O HCl 25% (mg/100 g) < 10 10-20 21-40 41-60 > 60 KTK (me/100 g) < 5 5-16 17-24 25-40 > 40 Basa (%) Kejenuhan < 20 20-30 36-50 51-70 > 40 Almunium (%) < 10 10-20 21-30 31-60 > 40 pH H2O < 4,5 (Sangat Masam) 4,5 – 5,5 (Agak Masam) 6,6 -7,5 (Netral) 7,6-8,5 (Agak Alkalis) > 8,5 (Alakalis)

2.8

Bagan Warna Daun

Bagan warna daun (BWD) umumnya digunakan sebagai indikator jumlah pupuk nitrogen (N) yang dibutuhkan tanaman padi (Balasubramanian dan Morales, 2000). Bagan warna daun (Gambar 1) pertama kali dikembangkan di Jepang, dan kemudian peneliti-peneliti dari Universitas Pertanian Zhejiang-Cina mengembangkan suatu BWD yang lebih baik dan mengkalibrasi dengan padi indica, japonica, dan hibrida. Alat ini kemudian menjadi model bagi BWD yang didistribusikan oleh Crop Resources and Management Network (CREMNET) – IRRI untuk tanaman padi berupa suatu alat yang sederhana, mudah digunakan, dan tidak mahal untuk menentukan waktu pemupukan N pada tanaman padi. BWD ini merupakan alat yang cocok untuk mengoptimalkan penggunaan N, dengan berbagai sumber pupuk N, pupuk organik, pupuk bio, ataupun pupuk kimia.

Terdapat sebuah alat sederhana dapat menentukan jumlah klorofil dalam daun tanaman disebut SPAD-52 (KONICA MINOLTA 1989), namun alat ini masih cukup mahal. Alat ini secara digital mencatat jumlah relativ dari molekul klorofil, jadi sangat sensitiv dan akurat. Pencatatannya disebut nilai SPAD , diperhitungkan berdasarkan jumlah cahaya yang ditransmisikan oleh daun dalam dua berkas panjang gelombang dimana absorbansi klorofil berbeda. Nilai SPAD yang ditentukan dengan SPAD-502 memberikan indikasi mengenai jumlah relatif klorofil yang ada dalam daun (Gani, 2006).

(7)

9  Gambar 1. Bagan warna daun (Gani, 2006)

BWD terdiri dari empat warna hijau, dari hijau kekuningan (Tingkat 2 pada kartu) sampai hijau tua (Tingkat 5 pada kartu). BWD tidak dapat menunjukan perbedaan warna hijau daun yang terlalu kecil sebagaimana pada klorofil meter (SPAD). Namun, BWD bisa dibandingkan dengan SPAD untuk menentukan ketepatan relatifnya dalam menentukan status N tanaman kacang tanah (Gani, 2006).

2.9

Precision Farming

Precision farming atau pertanian presisi merupakan konsep pertanian mengandalkan adanya variabilitas di lapangan. Hal ini membutuhkan penggunaan teknologi baru, seperti global positioning system (GPS), sensor, satelit atau foto udara, sensor real time, dan alat-alat manajemen informasi (GIS) untuk menilai dan memahami variasi yang ada di lahan pertanian. Informasi yang dikumpulkan dapat digunakan untuk mengevaluasi optimalitas input seperti perkiraan pemberian pupuk, pengolahan tanah, irigasi dan drainase, serta dapat pula untuk memprediksi hasil panen. Precision farming bertujuan untuk menghindari proses yang tidak efisien hingga tahap pemanenan, terlepas dari keadaan tanah dan kondisi iklim (Deer & Company, 1997).

Deer & Company (1997) berpendapat bahwa terdapat dua buah metode dasar dalam penerapan precision farming yang pertama adalah map-based variabel rate application dan yang kedua adalah sensor-based variabel rate application. Map-based variabel rate application adalah mengukur takaran aplikasi berdasarkan informasi produk yang terkandung dalam sebuah peta elektronik dari komponen lahan. Sistem ini harus mempunyai kemampuan untuk menerjemahkan posisi mesin di lahan dan menganalisis aplikasi yang dilakukan dengan membaca peta. Sensor-based variabel rate application adalah sensor yang berdasarakan sensor real time bukan menggunakan peta aplikasi untuk operasi lahan pada tempat tertentu. Real time sensor beroperasi pada saat sedang menganalisis komponen tanah. Sistem ini mengendalikan secara otomatis untuk menyocokan aplikasi pupuk atau herbisida dari tanah atau tanaman. Sensor akan terus diberikan aliran data untuk mengoperasikannya sehingga dengan demikian input-input produksi dapat dioperasikan pada seluruh lahan. Precision farming tidak harus mengunakan positioning system. Tetapi sensor yang digunakan untuk aplikasi otomatis dapat pula digunakan untuk mengumpulkan data atau digunakan untuk rujukan untuk operasi lahan lainnya.

(8)

2.10

Pengolahan Citra

Divisi Penelitian dan Pengembangan Wahana Komputer (2004) menyatakan analisis citra (image analysis) dapat dilakukan melalui dua metode, image processing dan pattern recognition. Image processing adalah sekelompok teknik komputasi untuk menganalisa, peningkatan mutu citra (enhancing), kompresi dan rekonstruksi citra. Pattern recognition adalah proses pengolahan informasi, penerapan pola visual maupun pola logika ke dalam kelas berdasarkan ciri dari setiap pola dan hubungan antar pola.

Pada umumnya, citra nonfotografik yang direkam bersifat digital, yang direkam dalam bentuk elemen-elemen gambar (pixel = picture element). Elemen-elemen gambar (pixel) menyatakan tingkat keabuan atau tingkat warna yang terekam pada citra. Informasi yang terkandung dalam pixel tersebut bersifat diskrit (atau dengan ukuran presisi tertentu). Diskrit dalam pengolahan data nilai keabuan dan titik-titik koordinat dinyatakan dengan presisi angka tak terhingga (Divisi Penelitian dan Pengembangan Wahana Komputer, 2004).

Pixel (picture element) adalah sebuah titik yang merupakan elemen paling kecil pada citra. Angka numerik (1 byte) dari pixel disebut digital number (DN). DN bisa ditampilkan dalam warna kelabu, berkisar antara putih dan hitam (gray scale), tergantung level energi yang terdeteksi (Divisi Penelitian dan Pengembangan Wahana Komputer, 2004).

Data citra yang didapatkan dalam bentuk format digital mentah merupakan sekumpulan data numerik. Unit terkecil dari data digital adalah bit, yaitu angka biner, 0 atau 1. Kumpulan dari data sejunlah 8 bit data adalah sebuah unit data yang disebut byte, dengan nilai dari 0-255. Dalam hal citra digital nilai level energi dituliskan dalam satuan byte. Kumpulan byte ini dengan struktur tertentu bisa dibaca oleh software dan disebut citra digital 8-bit (Divisi Penelitian dan Pengembangan Wahana Komputer, 2004).

Citra merupakan sekumpulan titik-titik dari gambar yang berisi informasi warna dan tidak bergantung pada waktu. Umumnya citra dibentuk dari kotak-kotak persegi empat yang teratur sehingga jarak horizontal dan vertikal antar piksel sama pada seluruh bagian citra. Titik-titik tersebut menggambarkan posisi koordinat dan menunjukan warna citra. Warna citra didapat melalui penjumlahan nilai Red, Green, Blue (RGB) (Divisi Penelitian dan Pengembangan Wahana Komputer, 2004).

Divisi Penelitian dan Pengembangan Wahana Komputer (2004) menyatakan koordinat meberikan informasi warna piksel berdasarkan; brightness (ketajaman) warna cahaya (hitam, abu-abu, putih) dari sumber hue (corak warna) yang ditimbulkan oleh warna (merah, kuning, hijau). Citra (x,y) disimpan dalam memori komputer atau penyimpanan bingkai citra dalam bentuk array N x M dari contoh diskrit dengan jarak sama, sebagai berikut:

f(0,0) f(0,1) .... f(0,M-1) f(x,y) = f(1,0) f(1,1) .... f(1,M-1)

.... .... .... .... f(N,0) f(N,1) ... f(N,M-1)

Citra dengan modus skala kebutuhan dengan format 8-bit memiliki 256 tingkat keabuan atau intensitas warna. Nilai tersebut berkisar antara 0-255, dimana nilai 0 menunjukan tingkat paling gelap (hitam), sedangkan nilai 255 menunjukkan tingkat paling terang dan tingkat abu-abu berada diantaranya. Citra dengan 24 bit mempunyai tiga kombinasi warna, tiap piksel dinyatakan dengan :

1) Bit 0-7 untuk warna merah 2) Bit 8-15 untuk warna hijau 3) Bit 16-24 untuk warna biru

(9)

11  Kemungkinan kombinasi warna yang ada adalah 256x256x256 = 16,777,216. Untuk mempermudah pengkodean, citra dapat diubah dari domain spasial menjadi domain yang lain. Proses perubahan ini dinamakan transformasi.

Citra sebagai keluaran suatu sistem perekaman data dapat bersifat optik berupa foto, bersifat analog berupa sinyal-sinyal video seperti gambar pada monitor televisi atau bersifat digital yang dapat langsung disimpan pada suatu pita magnetik (Divisi Penelitian dan Pengembangan Wahana Komputer, 2004).

Sebuah warna didefinisikan sebagai jumlah relatif dari intensitas ketiga warna pokok RGB (merah, hijau, biru) yang diperlukan untuk membentuk sebuah warna. Intensitas dapat berkisar dari 0% sampai 100%. Jumlah bit yang digunakan untuk mempresentasikan resolusi dari intensitas menunjukan jumlah warna yang dapat ditampilkan. Intensitas nol untuk ketiga warna pokok berarti warna putih (Divisi Penelitian dan Pengembangan Wahana Komputer, 2004).

Model warna telah banyak dikembangkan oleh para ahli, seperti model RGB (Red, Green, Blue), model CMY (Cyan, Magenta, Yellow), YcbCr (luminese serta dua komponen krominasi Cb dan Cr), dan HSI (Hue, Saturation, Intensity). Model warna RGB merupakan model warna pokok aditif, yaitu warna dibentuk dengan mengkombinasikan energi cahaya dari ketiga warna pokok dalam berbagai perbandingan (Divisi Penelitian dan Pengembangan Wahana Komputer, 2004).

Divisi Penelitian dan Pengembangan Wahana Komputer (2004) menyatakan model warna RGB dapat juga dinyatakan dalam bentuk indeks warna RGB dengan rumus sebagai berikut : Indeks warna merah (Ired) =

Indeks warna hijau (Igreen) = Indeks warna biru (Iblue) =

Dengan R, G, dan B masing-masing merupakan besaran yang menyatakan besaran nilai intensitas warna merah, hijau, dan biru.

2.11

Penelitian Terdahulu

Penelitian mengenai penggunaan image processing dalam analisis kebutuhan pupuk menggunakan BWD pada tanaman kedelai masih belum pernah dilakukan sebelumnya, tapi penelitian image processing secara umum untuk pembuatan peta perlakuan terhadap suatu lahan pertanian telah ada. Seperti yang diacu dalam Tangwongkit et al (2006) yang melakukan peneltian aplikasi penyemprot otomatis yang didasarkan pada image processing citra lahan yang dilewati oleh alat. Dalam penelitiannya dia menggunakan sebuah traktor yang terdapat webcam di bagian depan. Webcam tersebut berfungsi sebagai pengambil gambar lahan yang kemudian digunakan sebagai data masukan dalam penentuan penyemprotan pestisida. Dalam peneltiannya juga digunakan aplikasi C++ sebagai pengolah citra yang selanjutnya akan memetakan lahan berdasarkan cakupan gulma. Nantinya dalam aplikasi penyemprotan akan diberikan perlakuan berbeda pada setiap lahan tergantung cakupan gulma yang terdapat di dalam lahan.

Balasubramanian et al (2000) melakukan penelitian mengenai aplikasi bagan warna daun dalam pemupukan padi. Dalam penelitiannya dilakukan pengamatan berbagai macam faktor yang mempengaruhi pertumbuhan tanaman seperti efek radiasi sinar matahari, pengolahan tanah, hubungan

(10)

antara BWD dengan berbagai macam varietas tanaman padi, dan pengaruh antara tipe tanah dengan kandungan unsur hara yang ada.

Astika (2010) melakukan penelitian mengenai penggunaan kamera telepon genggam untuk memperkirakan warna daun padi seperti saat mengunakan bagan warna daun (BWD). Daun akan diletakan dengan latar belakang kertas putih dan latar belakang kulit manusia di bawah dua kondisi pencahayaan yakni di bawah bayangan manusia (sekitar 100 lux) serta di bawah cahaya matahari langsung (850 lux). Citra hasil pemotretan kemudian akan diproses untuk mendapatkan nilai komponen RGB pada kedua citra latar belakang dan citra daun. Dengan metode ini didapatkan keakuratan pendugaan warna daun sebesar 66% pada saat citra berada di bawah bayangan manusia serta keakuratan 68% jika menggunakan latar belakang kertas putih.

Gani (2006) menceritakan dalam penelitiannya bahwa warna daun merupakan sebuah indikator penting yang menunjukan kebutuhan pupuk tanaman padi. Daun yang berwarna hijau pucat atau hijau kekuningan menunjukan bahwa tanaman padi mengalami kekurangan nitrogen. Terdapat beberapa cara yang dapat digunakan untuk mengukur warna daun seperti cara yang cukup sulit dan mahal dengan menggunakan SPAD-502, yakni alat yang nantinya mencatat secara digital jumlah relatif molekul klorofil dalam daun tanaman dengan mengunakan prinsip perbedaan daya absorbansi klorofil pada setiap daun. Terdapat pula metode lain yakni dengan fluoresensi klorofil yang prosesnya adalah dengan menganalisis fotosintesa tanpa merusak tanaman. Cara sederhana lain yang dapat digunakan adalah dengan menggunakan bagan warna daun yang cara kerjanya adalah dengan membandingkan warna daun termuda padi dengan deretan warna pada BWD. Kecocokan warna dengan BWD tersebut yang akan menjadi referensi pemupukan dimana setiap warna BWD nomor 2 sampai nomor 5 memiliki referensi pemupukan berbeda. Dalam penelitiannya juga disertakan dosis pemupukan untuk setiap tingkatan warna daun tanaman padi.

Ismunadji (1985) melakukan penelitian mengenai diagnosis status hara nitrogen kedelai dan padi berdasarkan warna daun. Dalam penelitiannya diterangkan pengaruh hara nitrogen pada tingkat kehijauan daun untuk beberapa jenis tanaman seperti padi dan kedelai. Ismunadji menggunakan standar warna yang diadopsi dari sistem Munsell yang telah diperbaiki (Munsell renovation system JIS Z 8721). Standar warna ini memiliki skala 0 sapai 8 dengan skala 0 berwarna hijau paling terang dan skala 8 berwarna hijau paling gelap. Skala warna yang ada kemudian dibandingkan dengan jumlah klorofil per luas daun (mg/100 cm2). Hasil perbandingan tersebut dapat dilihat pada Gambar 2. Pada Gambar 2 maka diketahui hubungan positif antara jumlah klorofil pada daun dengan warna daun yang semakin hijau gelap, namun dalam penelitiannya belum dilakukan korelasi tingkat warna daun dengan dosis pupuk yang harus diberikan pada tanaman. Apabila korelasi antara warna daun dengan kadar nitrogen dan klorofil telah ditetapkan, maka dimungkinkan untuk mengetahui takaran optimum pupuk yang diperlukan untuk tanaman palawija.

(11)

13  Gambar 2. Hubungan antara nomor skala warna dan kadar

klorofil daun kedelai varietas wilis di Kampung Muara (Balai Penelitian Tanaman Pangan (1984) dalam Ismunadji (1985))

Gambar

Tabel 1. Batas antara kecukupan dan defisiensi unsur hara berdasarkan analisa tanaman  (Staf Pusat Penelitian Tanah (1983) di dalam Hardjowigeno (1995))
Tabel 2. Kriteria penilaian sifat kimia tanah ( Staf Pusat Penelitian Tanah (1983) di dalam  Hardjowigeno   (1995))

Referensi

Dokumen terkait

Hasil keputusan ujian-t Sampel Bebas bagi item KBAT yang telah dijalankan dalam jadual 4 bagi menjawab persoalan kajian 2 iaitu “Mengenalpasti tahap signifikan perbezaan skor

Atas dasar penelitian dan pemeriksaan lanjutan secara seksama terhadap berkas yang diterima Mahkamah Pelayaran dalam Berita Acara Pemeriksaan Pendahuluan (BAPP)

Setelah 4-5 jam dalam pelayarannya kapal mengalami cuaca buruk dan ombak besar, Saksi melaporkan kepada Tersangkut Nakhoda bahwa kapal bocor dan diperintahkan

Ade yang sarat akan makna untuk diolah menjadi kumpulan kutipan lirik yang divisualisasikan secara eksplorasi/ eksperimen dalam pendekatan tipografi disamping untuk

Varietas Tahan adalah varietas tanaman yang mempunyai kemampuan untuk menolak atau menghindar, sembuh kembali dan mentolelir dari serangan hama atau penyakit

filsafat bisa menjadi sentral atau poros, karena kegiatan berfilsafat selalu berkaitan dengan kegiatan berpikir, dimana kegiatan berpikir sendiri ibarat sebuah roda

Dari hasil eksperimen diperoleh ukuran kristalin nanopartikel Nd:CeO 2 terkecil 49 nm dan nilai konduktivitas tertinggi yaitu 1,47 x 10 -4 Scm -1 pada doping 9%

Dimana apabila menunjukan status tersedia dari sebuah sarana pada suatu tanggal tertentu itu artinya sarana tersebut masih bisa untuk dilakukan pemesanan karena