• Tidak ada hasil yang ditemukan

ANALISIS USAHATANI JERUK SIAM BANJAR DI LAHAN LEBAK KALIMANTAN SELATAN

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "ANALISIS USAHATANI JERUK SIAM BANJAR DI LAHAN LEBAK KALIMANTAN SELATAN"

Copied!
13
0
0

Teks penuh

(1)

ANALISIS USAHATANI JERUK SIAM BANJAR DI LAHAN LEBAK KALIMANTAN SELATAN

(Kasus Kab. Banjar dan Kab. Hulu Sungai Tengah Kalimantan Selatan) In Analysis of Siam Banjar Citrus Farming In Monotonous Swampy Area of

South Borneo

(A Case in Banjar and Hulu Sungai Tengah Regency) Yanti Rina D.

BALAI PENELITIAN PERTANIAN LAHAN RAWA BANJARBARU

ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kelayakan usahatani jeruk Siam Banjar dan kontribusinya terhadap pendapatan petani di lahan lebak. Data dan informasi diperoleh melalui metode PRA dan survei pada 60 orang responden yang dilaksanakan di Desa Pematang Hambawang Kabupaten Banjar dan Desa Mahang Matang Landung Kabupaten Hulu Sungai Tengah Kalimantan Selatan pada tahun 2006. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pengusahaan jeruk Siam Banjar di lahan lebak dilakukan dengan sistem surjan dengan pola tanam padi + jeruk Siam. Benih yang digunakan okulasi dan cangkok. Jumlah tenaga kerja yang digunakan untuk pembuatan guludan/surjan dari luas tanam 1 ha cukup tinggi yaitu sebesar 449 HOK/0,37 ha guludan di Desa Pematang Hambawang dan 642,5 HOK/0,33 ha guludan di Desa Mahang Matang Landung, tetapi keadaan ini dapat dilakukan petani dengan teknologi pembuatan surjan secara bertahap. Usahatani dengan pengelolaan lahan sistem surjan pola tanam padi + jeruk Siam adalah layak untuk dikembangkan karena nilai B/C > 1. NPV positif dan IRR > dari tingkat bunga yang berlaku. Kontribusi usahatani jeruk Siam Banjar terhadap pendapatan rumah tangga petani Desa Pemtang Hambawang sebesar 47,4% dan Mahang Matang Landung sebesar 18,71%. Masalah utama dalam usahatani jeruk Siam Banjar di lahan lebak adalah serangan penyakit.

Kata kunci : Jeruk Siam Banjar, usahatani, lahan lebak.

ABSTRACT

This research aimed to find out the information of farming system feasibility and its contribution to the farmer's income. Both of data and information were collecting by Participatory Rapid Appraisal (PRA) method and survey in 2006. Sixty farmers in Pematang Hambawang and Mahang Matang Landung District of Banjar and Hulu Sungai Tengah Regency respectively were chosen as respondents. The result showed that citrus farming on monotonous swampy area was conducted on surjan system with Paddy + Citrus planting pattern. The seedling used were cutting and marcotting plants. Man power needed for surjan preparation were 449 mandays for 0,37 ha of surjan on Pematang Hambawang

(2)

and 642,5 mandays for 0,33 ha surjan on Mahang Matang Landung, while the preparation was carried out gradually. Paddy + citrus on surjan system was feasible due to B/C > 1, has positive NPV and IRR more than the current bank rate interest. The contributions of citrus farming to farmer income was 47,4% (Pematang Hambawang village) and 18,7% (Mahang Matang Landung). The main constraints of citrus farming on monotonous swampy area was pest diseases.

Keywords : Siam Banjar, citrus farming, monotonous swampy area.

PENDAHULUAN

Lahan rawa semakin penting peranannya dalam usaha pengembangan pertanian khususnya tanaman jeruk Siam. Potensi lahan rawa di Indonesia cukup besar, diperkirakan mencapai 33,4 juta ha yang terdiri dari lebak dangkal 4,167 juta ha, lebak tengahan 6,075 juta ha dan lebak dalam 3,083 juta ha. Di Kalimantan Selatan terdapat 208.893 ha lahan rawa terdiri dari 55.899 ha lebak dangkal, 106.076 ha lebak tengahan dan 46.918 ha lebak dalam (Alkusuma et al., 2001; Widjaya et al., 1992). Dari luas tersebut 110.452 ha diantaranya dimanfaatkan untuk pertanian yang tersebar di Kabupaten Banjar, Tapin, Hulu Sungai Selatan, Hulu Sungai Tengah, Hulu Sungai Utara dan Tabalong (Bappeda Propinsi Kal Sel, 2003 dan Dinas Pertanian Tanaman Pangan dan Hortikultura, 2003).

Lahan lebak telah lama dikembangkan untuk tanaman hortikultura melalui reklamasi dengan pembuatan tanggul, saluran drainase dengan pintu-pintu air dengan pembuatan tabukan dan guludan. Sistem tabukan dan guludan ternyata lebih banyak diusahakan petani dan telah berkembang di daerah rawa dangkal dan tengahan (Widjaja et al., 1986).

Usahatani di lahan rawa lebak dihadapkan pada berbagai kendala fisik dan sosial ekonomi. Pada musim hujan dapat terjadi genangan yang cukup lama dan kekeringan pada saat musim kemarau (Ar-Riza et al., 1993). Disamping itu tingkat pengetahuan dan keterampilan petani masih rendah, sarana dan prasarana yang tersedia kurang mendukung, tingginya land-man ratio serta terbatasnya modal petani yang menyebabkan rendahnya produktivitas lahan dan pendapatan petani.

Produksi jeruk di Kalimantan Selatan pada tahun 1999 sebesar 17.394 ton dan tahun 2003 sebesar 75.787 ton sehingga terjadi kenaikan produksi sebesar 58.393 ton atau 83,75% (Pusat Data Informasi Pertanian, Deptan, 2004). Meskipun demikian seiring dengan pertambahan penduduk dan meningkatnya kesadaran akan gizi untuk kesehatan oleh masyarakat, maka perluasan areal tanam jeruk terus ditingkatkan.

(3)

Pengembangan jeruk Siam memerlukan biaya investasi. Menurut Johnson (1970), setiap investasi diharapkan agar (a) cepat menghasilkan keuntungan, (b) keuntungan diperoleh diusahakan sebesar-besarnya, dan (c) resiko pemasaran produk harus sekecil-kecilnya. Penanaman tanaman yang berjangka panjang ini akan menghasilkan uang tunai yang kecil pada awal pelaksanaannya, sehingga perhitungan biaya sangat diperlukan, berapa yang dibutuhkan dan berapa keuntungan yang diperoleh.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kelayakan usahatani jeruk Siam Banjar dan kontribusinya terhadap pendapatan petani di lahan lebak.

BAHAN DAN METODE

Penelitian dilakukan dengan metode survei dan PRA terhadap usahatani jeruk Siam Banjar di lahan lebak pada tahun 2006. Penetapan lokasi dipilih secara purposive berdasarkan sentra produksi komoditas jeruk Siam Banjar di lahan lebak. Lokasi terpilih adalah Kabupaten Banjar dan Kabupaten Hulu Sungai Tengah. Dari dua Kabupaten ditentukan 2 desa yaitu Desa Pematang Hambawang Kabupaten Banjar dan Desa Mahang Matang Landung Kabupaten Hulu Sungai Tengah. Pengambilan sampel ditentukan secara purposive sebanyak 30 orang per desa, 15 orang diwawancarai secara berkelompok dan 15 orang diwawancarai secara individu yang ditentukan berdasarkan umur tanaman dengan kriteria 0-4 tahun, 5-10 tahun dan > 10 tahun. Data primer diperoleh dengan melakukan wawancara melalui daftar pertanyaan yang telah dipersiapkan. Analisis kelayakan finansial digunakan untuk menghitung kelayakan investasi usahatani sistem surjan dengan menggunakan tiga indikator kelayakan (Rianto, 1984 dan Kadariah et al., 1976). Secara matematis model kelayakan dapat diformulasikan sebagai berikut :

1. Benefit Cos Ratio (B/C) 2. Net Present Value (NPV) 3. Internal Rate of Return (IRR)

Dimana: NPV = Net Present Value (nilai bersih sekarang); IRR = Inter Rate of Return (tingkat pengembalian internal); B/C = Nisbah manfaat terhadap biaya; Bt = penerimaan pada tahun ke-t; Ct = pengeluaran pada tahun ke-t; i = bunga bank yang berlaku; t = waktu pengusahaan. n Bt ? t t=1 (1 + i) B/C = n Ct ? t t=1 (1 + i) n Bt - Ct B/C = ? t t=1 (1 + i) NPV’

IRR = i’ + ( ) (i’’ - i’) NPV’ - NPV’’

(4)

Kriteria pengambilan keputusan apabila sistem surjan layak dikembangkan adalah: (1) NPV > 0; (2) IRR > tingkat diskonto dan (3) B/C rasio > 1.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Sistem Usahatani

Lahan pekarangan ditanami dengan tanaman hortikultura seperti rambutan, mangga, ternak ayam buras atau itik dipelihara dengan skala rumah tangga 5-20 ekor per KK. Lahan usaha ditata dengan sistem surjan. Bagian tabukan (bawah) ditanami padi sekali setahun, sedangkan di guludan ditanami tanaman hortikultura dan jeruk Siam. Jika guludan sudah terbentuk maka diantara tanaman jeruk Siam berumur muda pada umumnya petani dapat melakukan penanaman sayuran sementara jeruk Siam belum tua. Pola tanam adalah padi + jeruk Siam.

Teknologi Budidaya Jeruk Siam di Tingkat Petani

Karakteristik usahatani jeruk Siam disajikan pada Tabel 1 yang menunjukkan bahwa rata-rata luas tanaman jeruk Siam di Desa Pematang Hambawang 0,68 ha dan di Desa Mahang Matang Landung 1,02 ha. Okupasi areal untuk tanaman jeruk Siam dengan perbandingan tabukan (padi) dan guludan (jeruk Siam) di Desa Pematang Hambawang 63% : 37% dengan populasi jeruk Siam 142 pohon, dan di Desa Mahang Matang Landung 67% : 33% dengan populasi 67 pohon. Bervariasinya jumlah pohon per hektar disebabkan umur tanaman jeruk Siam sudah tua dan baru dilakukan peremajaan seperti di Desa Mahang Matang Landung, yang pada masa lalu merupakan lokasi sentra usahatani jeruk Siam di Kabupaten Hulu Sungai Tengah.

(5)

Tabel 1. Karakterisasi Usahatani Jeruk Siam Banjar di Desa Pematang Hambawang dan Mahang Matang Landung, Kalimantan Selatan, 2006.

(Characterization of Siam Banjar Farming Operation Analysis at Pematang Hambawang and Mahang Matang Landung Villages, South Borneo, 2006)

Proses produksi dimulai dengan penyiapan lahan dengan jarak tanam bervariasi dan pembuatan lubang tanam satu bulan sebelum benih ditanam. Ukuran lubang yang digunakan petani cukup bervariasi, tergantung jenis tanah. dan tanah lapisan bawah. Tanah lapisan atas dicampur pupuk kandang kemudian dimasukkan dalam lubang, dibiarkan selama seminggu, kemudian baru bibit ditanam dengan menggali kembali dengan ukuran sedikit lebih besar dari media polybag. Bentuk benih yang ditanam berupa okulasi dan cangkok (Tabel 1).

Penanaman benih cangkok tidak terlalu dalam, pada bagian atas akar (batas sabut bagian atas) harus timbul atau berada diatas permukaan tanah. Penanaman memerlukan tonggak untuk menjaga agar benih tidak goyang dan rebah, kemudian di tanam agak condong dan daun mengarah keatas. Waktu penanaman, sebaiknya paling lambat pada bulan April, karena jika lewat akan menghadapi resiko kekeringan pada pemeliharaan awal. Jarak tanam dalam baris yang digunakan petani di Desa Pematang Hambawang dan Mahang Matang Landung berkisar 3,5 m - 4 m. Produksi jeruk Siam per pohon ditentukan antara lain oleh teknologi budidaya dan umur tanam.

Kegiatan pemeliharaan mulai dari pelebaran tukungan/peliburan (bahasa Banjar), pemupukan, penyiangan, pemangkasan, penjarangan buah dan pemberantasan hama penyakit. Pelebaran tukungan dilakukan setiap tahun sejak pohon berumur dua tahun. Pemupukan dilakukan setelah panen. Pemeliharaan jeruk setiap tahun dilakukan dengan “melibur” yang biasanya setelah musim panen. Melibur dengan cara jerami padi dihampar diatas guludan kemudian ditutupi tanah yang berasal dari sawah di bagian samping guludan. Kegiatan melibur seperti dimaksud hanya dilakukan oleh sebagian petani.

No Uraian Pematang Hambawang Mahang Matang Landung

1. 2. 3. 4. 5. 6. 7.

Luas tanam (ha)

Perbandingan sawah : guludan (%) Bentuk bibit (%)

Okulasi Cangkok

Umur tanaman dominan (thn) Jarak tanam ( m) Jumlah tan/ha (phn) Produksi/phn (buah) 0,68 63 : 37 26 74 > 10 3,5 - 4 142 306 1,02 67 : 33 57 43 > 7 3,5 - 4 67 348

(6)

Biasanya petani lahan lebak melakukan peliburan dengan cara, gulma hasil penyiangan dijatuhkan ke tabukan (berair) jika sudah busuk diangkat dan diletakkan disekitar pohon jeruk. Pupuk organik dibutuhkan untuk meningkatkan kadar humus sehingga tanah menjadi lembab di sekitar perakaran. Bagi petani yang memiliki modal, pemupukan dilakukan pada tanaman sebelum berbuah sebanyak dua kali per tahun yaitu dilakukan pada awal dan akhir musim hujan. Sedangkan pada tanaman yang sudah berbuah dilakukan tiga kali setahun. Pemupukan pertama dilakukan sebelum bunga muncul, pemupukan kedua pada saat pemasakan buah, dan pemupukan ketiga dilakukan setelah panen. Dosis pupuk yang diberikan petani umumnya masih dibawah dosis anjuran. Petani Desa Pematang Hambawang umumnya menggunakan jenis pupuk Urea, SP36 dan pupuk kandang, sedangkan petani Desa Mahang Matang Landung menggunakan NPK dan pupuk kandang dan sedikit Urea. Pada awal pertanaman, petani Pematang Hambawang menggunakan 0,025 kg - 0,05 kg Urea dan 1 kg pupuk kandang per pohon; sementara petani Desa Mahang Matang Landung berkisar 0,025 kg - 0,05 kg NPK dan 1 kg pupuk kandang per pohon. Dosis pupuk ditingkatkan dengan semakin bertambah umur tanaman. Penyiangan dilakukan 1-2 kali tergantung kondisi gulmanya. Pemberantasan hama penyakit dilakukan jika terjadi serangan. Hama penyakit yang menyerang tanaman jeruk Siam umumnya penyakit diplodia basah dan diplodia kering yang dapat menyebabkan kematian tanaman.

Kegiatan penjarangan buah hanya dilakukan oleh sebagian petani karena pendapatan dari jumlah jeruk Siam yang dijarangkan (jumlah buah dikali harganya) hampir sama dengan buah jeruk tanpa penjarangan yang buahnya banyak dan harga lebih murah. Penjarangan dilakukan pada pohon jeruk Siam yang subur, berbuah cukup banyak dengan mempertahankan buah 60%. Pemanenan jeruk Siam pada umur 6-8 bulan setelah bunganya mekar. Cara panen buah jeruk Siam dilakukan dengan menggunakan cara tangkai buah dipotong dengan gunting pangkas sekitar 1-2 cm dari buahnya. Waktu pemetikan dilakukan setelah matahari sudah bersinar sekitar jam 9 pagi hingga sore.

Sistem Penjualan dan Pascapanen

Sistem penjualan jeruk Siam di Desa Pematang Hambawang dan Mahang Matang Landung adalah berdasarkan berat/harga per kilogram, dan harga per buah. Penjualan harga per buah umumnya dilakukan petani Desa Pematang Hambawang sementara sistem penjualan berdasarkan berat buah di Desa Mahang Matang Landung. Petani telah melakukan penyortiran buah sebelum dijual. Menurut perhitungan dari kedua sistem penjualan tersebut, penjualan dengan sistem per buah lebih menguntungkan dibanding per kg. Jumlah jeruk Siam 1000 buah jika dijual dalam bentuk kg dengan harga yang berlaku diperoleh penerimaan sebesar Rp 214.583 dan jika dijual berdasarkan harga per buah

(7)

diperoleh penerimaan sebesar Rp 237.500,-. Implikasinya petani diharapkan melakukan penjarangan buah agar diperoleh buah yang berukuran besar. Menurut petani dengan sistem penjualan yang ada sekarang untuk di wilayah mereka sudah baik, hanya pada saat panen, harga akan lebih rendah terutama setelah masuknya jeruk dari Mamuju Sulawesi Barat. Analisis Usahatani Jeruk Siam Banjar

Tenaga Kerja Pembuatan Surjan:

Biasanya petani membuat tukungan-tukungan, kemudian dari tahun kedua hingga tahun ke lima petani berangsur-angsur menyambung tukungan tersebut menjadi surjan. Bagi petani di lahan lebak yang memiliki modal, cara penanaman jeruk dilakukan dengan membuat baluran sekaligus, sementara bagi yang tidak memiliki modal cukup membuat tukungan terlebih dahulu kemudian dibiarkan 6 - 12 bulan baru ditanami jeruk Siam. Pada tahun kedua dan seterusnya baru dilakukan penyambungan tukungan sampai jeruk Siam pada umur berbuah (4-5 tahun).

Jumlah tenaga kerja rata-rata yang tersedia di desa Pematang Hambawang 575,5 HOK/KK/tahun dan di Desa Mahang Matang Landung 659,7 HOK/KK/tahun. Jumlah tenaga kerja yang diperlukan untuk membuat surjan dari pertanaman jeruk Siam sistem surjan 1 ha di Desa Pematang Hambawang dengan luas surjan 0,37 ha diperlukan 449 HOK. Sedangkan di Desa Mahang Matang Landung dengan luas surjan 0,33 ha diperlukan tenaga kerja 642,5 HOK (Gambar 1). Petani pada umumnya mengerjakannya dengan tenaga kerja upahan sebanyak 75% dan tenaga sendiri 25%. Jika dibandingkan dengan tenaga kerja yang tersedia, maka tenaga kerja keluarga petani masih belum digunakan optimal. Hal ini karena pembuatan sistem surjan dilakukan petani secara bertahap pada umur jeruk Siam 0 - 4 tahun. Penggunaan tenaga kerja keluarga petani selain untuk usahatani jeruk Siam dan padi juga untuk beternak itik, mencari ikan dan sebagainya. Kebutuhan tenaga kerja sistem surjan dengan pola tanam padi + jeruk Siam di Desa Mahang Matang Landung lebih tinggi karena selain kebutuhan tenaga kerja dari padi yang tinggi juga lokasi desa ini merupakan daerah cekungan sehingga lebih dalam dan mendapat resiko kebanjiran yang lebih lama dibanding desa Pematang Hambawang. Untuk membuat tembokan/guludan tersebut tanahnya diambil dari lahan antara guludan. Jadi dari lahan antara tersebut dikerok tanahnya dengan lebar 1 depa (1,7m) dan panjang 10 depa (170 m) kemudian dinaikkan ke lahan guludan ; hasilnya setengah dari lebar tembokan/guludan. Selanjutnya selebar yang sama dinaikan ke tembokan sebelahnya sehingga terbentuk guludan. Biaya pembuatan setengah surjan di lahan sawah dengan lebar 1,7 m panjang 170 m senilai Rp. 40.000; sehingga untuk 1 surjan dengan panjang 170 m dan lebar 1,7 m diperlukan biaya Rp 80.000,- (Gambar 2).

(8)

Gambar 1. Kebutuhan Tenaga Kerja Usahatani Padi + Jeruk Siam Banjar pada Sistem Surjan di Desa Pematang Hambawang dan Mahang Matang Landung, 2006.

(Labour Requirement of Rice and Siam Banjar Farming Operation on Surjan System at Pematang Hambawang and Mahang Matang Landung Villages, 2006)

Gambar 2. Ukuran dan Cara Pembuatan Guludan di Desa Pematang Hambawang dan Mahang Matang Landung, 2006.

(Size and Beds Making in Pematang Hambawang and Mahang Matang Landung Villages, 2006) 1,7 m 30-50 cm 1, m 1,7 m 1,7 m 1,7 m

Keterangan : batas tanah

Arah / asal timbunan tanah Tampak depan 0 100 200 300 400 500 600 700 1 3 5 7 9 11 13 15 17 19 21

Umur tanaman (Tahun)

T e n a g a K e rj a ( H O K )

Pematang Hambawang TK tersedia Mahang ML Mahang Matang Landung TK tersedia Pematang H

(9)

Analisis Biaya Manfaat:

Hasil manfaat ini diperoleh dari perhitungan jumlah produksi, penerimaan, biaya dari usahatani padi dan jeruk Siam. Dalam menganalisis biaya manfaat sistem surjan dengan satuan luas lahan hektar yaitu Desa Pematang Hambawang dengan luas 1 ha terdiri tabukan (padi) 0,63 ha dan guludan 0,37 ha dengan populasi jeruk Siam dengan bibit cangkok dan okulasi sejumlah 142 pohon dan mulai berproduksi pada umur 4 tahun dengan populasi awal 100 buah/pohon. Pada umur 10 tahun, produksi tertinggi 71.000 buah/ha; setelah itu produksi stabil hingga umur 13 tahun dan setelah umur 13 tahun produksi jeruk Siam mulai menurun. Produksi rata-rata pada umur 20 tahun sebanyak 100 buah/phn. Sedangkan produksi padi di Desa Pematang Hambawang pada umur jeruk Siam < 5 tahun masih berkisar 2,8 ton gkg/ha, tetapi seiring dengan bertambahnya umur jeruk Siam maka produksi padi semakin menurun hingga pada umur jeruk 20 tahun, padi masih menghasilkan sebesar 1,738 ton gkg/ha. Di Desa Mahang Matang Landung populasi jeruk Siam sebanyak 67 pohon/ha (guludan 0,33 ha) dengan bibit cangkok dan okulasi. Produksi rata-rata padi 2,692 ton gkg/ha. Jeruk Siam mulai berproduksi pada umur 4 tahun dengan produksi awal 100 buah/th kemudian pada umur 10 tahun sebanyak 500 buah/phn dan sejak umur 14 tahun produksi mulai menurun. Dari ke dua desa penelitian terungkap bahwa kestabilan produksi sangat ditentukan oleh teknologi budidaya yang dilakukan petani terutama pemeliharaan tanaman termasuk kondisi guludan. Produksi jeruk Siam per pohon dan umur tanaman disajikan pada Gambar 3.

Analisis biaya manfaat dilakukan di Desa Pematang Hambawang dan Mahang Matang Landung selama 20 tahun. Dalam analisis ini digunakan tingkat bunga 12%, 15%, 18% dan 24%. Penerimaan tertinggi per ha terjadi pada pola padi + jeruk Siam di Desa Pematang Hambawang pada umur 10 tahun dan Mahang Matang Landung pada umur 10 tahun. Hasil analisis di Desa Pematang Hambawang menggunakan harga Rp 350/buah untuk ukuran 6-8 buah/kg, Rp 250/buah untuk ukuran 10-12 buah/kg dan Rp 150/buah untuk ukuran 12-15 buah/kg. Harga yang digunakan merupakan rata-rata dari 15 responden untuk masing-masing desa. Buah jeruk Siam yang dipanen per pohon menurut petani terdiri dari 25% klas A, 50% klas B dan 25% klas C. Sedangkan di Desa Mahang Matang Landung harga Rp 3000/kg untuk klas A, Rp 2.500/kg untuk klas B dan Rp 1500/kg untuk klas C.

(10)

Gambar 3. Produksi Jeruk Siam Banjar Per Pohon pada Berbagai Umur di Desa Pematang Hambawang dan Mahang Matang Landung, 2006.

(Siam Banjar Fruit Production/tree in Any Tree Ages in Pematang Hambawang and Mahang Matang Landung Villages, 2006)

Hasil analisis jeruk Siam Banjar di lahan lebak Desa Pematang Hambawang dan Mahang Matang Landung dengan pola padi + jeruk Siam menunjukkan nilai B/C < 1 sampai umur ke 3, kemudian pada tahun ke 4 nilai B/C > 1 dan tertinggi pada umur 10 tahun. Net Present Value (NPV) di Desa Pematang Hambawang dan Mahang Matang Landung pada tahun ke tiga masih negatif dan nilai NPV positif terjadi pada terjadi pada tahun keempat.

Tabel 2. B/C, NPV dan IRR dalam Tingkat Bunga 12%, 15%, 18% dan 24% pada Analisis Finansial Seluas 1 ha, 2006.

(B/C, NPV and IRR in the Level of Interest 12%, 15%, 18% dan 24% on a Financial Analysis of 1 ha Area, 2006) 0 100 200 300 400 500 600 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 2 21 umur tanaman jeruk (th)

Pematang Hambawang Mahang Matang Landung

P ro d u k s i je ru k p e r p h n ( b u a h ) No Desa/Kriteria Investasi Df 12% Df 15% Df 18% Df 24% 1. 2. Pematang Hambawang B/C NPV (Rp) IRR(%) Mahang Mt Landung B/C NPV (Rp) IRR(%) 2,07 44.018.686 49,67 1,79 30.765.012 48,10 1,96 37.483.538 49,64 1,75 27.823.088 48,08 1,78 24.125.719 49,49 1,52 15.672.368 47,01 1,55 14.346.451 49,31 1,35 9.036.443 48,05

(11)

Semakin tinggi tingkat bunga nilai B/C dan NPV semakin kecil (Tabel 2). Keadaan ini sesuai dikemukakan Rajino (1984) dan Gettinger (1973) bahwa semakin besar tingkat bunga maka nilai B/C dan NPV akan semakin kecil, sedangkan nilai IRR ditentukan oleh pendapatan, biaya investasi dan lamanya cakrawala waktu yang ditentukan dalam penilaian. Dari analisis ini diperoleh nilai IRR yang hampir sama pada semua tingkat bunga. Hal ini karena pendapatan, biaya investasi dan lamanya waktu digunakan dalam penilaian yang sama pada semua tingkat bunga. Pada keadaan ini investasi surjan untuk lahan lebak pola padi + Jeruk Siam dapat dinyatakan layak karena nilai B/C >1, nilai NPV positip, pay back periode lebih kecil dari umur ekonomis adalah umur 4 tahun (umur tanaman di analisis 20 tahun) dan nilai IRR lebih besar dari suku bunga 12%, 15% , 18% dan 24%.

Kontribusi Usahatani Jeruk Siam Banjar Terhadap Pendapatan

Sumber pendapatan petani lahan lebak berasal dari pertanian, luar pertanian dan non pertanian. Pendapatan dari pertanian disumbang dari ternak unggas, padi dan jeruk Siam. Besarnya kontribusi usahatani jeruk Siam di lahan lebak ditentukan oleh populasi dan, umur tanaman jeruk Siam. Kontribusi usahatani jeruk Siam di Desa Pematang Hambawang sebesar 47,40% dan di Desa Mahang Matang Landung sebesar 18,71%. dari pendapatan total per KK per tahun (Tabel 3). Hal ini lebih kecil dibanding sumbangan usahatani jeruk Siam terhadap pendapatan rumah tangga petani di lahan pasang surut yang berkisar 60,8- 88,2% (Rina, 2006).

Tabel 3. Kontribusi Usahatani Jeruk Siam Banjar terhadap Pendapatan Rumah Tangga Petani di Lahan Lebak, 2006.

(Citrus Farming Contribution to Farmer Household Income at Monotonous Swamp Land, 2006)

No Uraian Pematang Hambawang Mahang Mt Landung Nilai (Rp) % Nilai (Rp) % 1. 2. 3. Pertanian Ternak unggas Padi Jeruk Buah-buahan Buruh tani Non Pertanian 180.000 1.338.345 5.287.887 749.866 2.002.933 1.595.833 1,64 12,00 47,40 6,72 17,95 14,32 266.000 5.342.247 1.773.896 40.000 1.951.666 106.667 2,81 56,35 18,71 0,42 20,59 1,12 Jumlah 11.154.864 100,00 9.480.476 100,00

(12)

Masalah Usahatani Jeruk Siam Banjar

Benih dan tenaga kerja bukan merupakan masalah bagi petani, hanya sebesar 7% petani Desa Pematang Hambawang menyatakan sulit mencari benih yang berkualitas sementara petani Desa Mahang Matang Landung benih bukan masalah karena di desa ini merupakan penghasil benih cangkok.

Pemasaran jeruk Siam pada umumnya mudah dan harga jeruk Siam cukup baik, tetapi pada masa panen petani merasakan harga lebih murah terutama pada Desa pematang Hambawang sebesar 13% dan Desa Mahang Matang Landung sebesar 7% menyatakan harga jeruk Siam rendah. Sebanyak 7% petani Desa Pematang Hambawang dan 13% petani Desa Mahang Matang Landung menyatakan modal merupakan masalah untuk peremajaan tanaman jeruk Siam.

Penyakit utama pada jeruk Siam adalah diplodia, sebanyak 60% petani Desa Pematang Hambawang dan 80% petani Desa Mahang Matang Landung menyatakan penyakit merupakan masalah dalam usahatani jeruk.

KESIMPULAN

1. Penataan lahan dimulai dengan percetakan sawah, setelah 3-5 tahun terjadi suksesi dengan sistem surjan dengan okupasi areal yang bervariasi antar lokasi penelitian. Pola tanam yang berlaku, padi + jeruk Siam Banjar. Benih jeruk Siam Banjar berasal dari okulasi dan cangkok

2. Pembuatan surjan dilakukan petani dengan teknologi pembuatan surjan secara bertahap. Jumlah tenaga kerja diperlukan untuk pembuatan surjan dari luas tanam 1 ha cukup tinggi yaitu dengan okupasi areal di Desa Pematang Hambawang 0,37 ha (guludan): 0,63 ha (tabukan) sebesar 449 HOK dan di Desa Mahang Matang Landung 0,33 ha (guludan): 0,67 ha (tabukan) sebesar 642,5 HOK.

3. Pengelolaan lahan sistem surjan padi + jeruk Siam Banjar dan sistem penjualan yang berlaku adalah layak untuk dikembangkan karena nilai B/C > 1, NPV positif dan IRR > dari tingkat bunga yang berlaku.

4. Kontribusi usahatani jeruk Siam Banjar terhadap pendapatan rumah tangga petani Desa Pematang Hambawang sebesar 47,4% dan Mahang Matang Landung sebesar 18,71% . 5. Masalah utama dalam usahatani jeruk Siam Banjar adalah serangan penyakit.

(13)

DAFTAR PUSTAKA

Alkusuma, Suparto. Samdan CD dan Jaelani. 2001. Laporan akhir Identifikasi potensi lahan rawa lebak untuk pengembangan tanaman pangan dalam rangka antisipasi dampak El-Nino. Bagian proyek penelitian sumberdaya air dan iklim. Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanah dan Agroklimat.

Ar-Riza, I, H.D., D. Nazemi dan Khairuddin. 1993. Varietas Padi Rintak Berdaya Hasil tinggi di Lahan Lebak Kalimantan Selatan. Dalam Teknologi Produksi dan Pengembangan Sistem Usahatani di Lahan Rawa. Hasil Penelitian. Royek Penelitian Pengembangan Pertanian Rawa Terpadu-ISDP. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian.

Bappeda Propinsi Kalimantan Selatan. 2003. Penyusunan rencana tata ruang pengembangan kawasan prioritas (rawa potensial) tahun anggaran 2003.

Badan Pusat Statistik Kal Sel. 2000. Kalimantan Selatan Dalam Angka. BPS Badan Pusat Statistik Propinsi Kalimantan Selatan

Dinas Pertanian Tanaman Pangan dan Hortikultura. 2003. . Laporan Tahunan. Dinas Pertanian Tanaman Pangan dan Hortikultura Provinsi Kalimantan Selatan. Banjarbaru

Gettinger, J.P. 1973. Economic Analysis of Agriculture Projects. Third Printing. John Hopkins Press. London

Johnson, R.W. 1970. Capital Budgeting Wadworth Public Inc. Belmont California

Kadariah, Liem Karina, Clive Gray. 1976. Pengantar Evaluasi Proyek (Jilid !). Lembaga Penerbit Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia. Jakarta.

Pusat Data dan Informasi Pertanian Dep.Tan. 2004. Statistik Pertanian 2004. Dalam Harisno, D.N. Cakrabawa, P.H. Muliany, E. Respati. Rumonang G. Widyawati dan M. Manurung (Eds). Pusat Data dan Informasi Pertanian. Departemen Pertanian. Jakarta.

Rajino, Anton Yusuf. 1978. Agribisnis di Sektor Perkebunan Tanaman tahunan. Penelitian dan Pelayanan dalam pemecahan permasalahannya. Menara Perkebunan 45 : 281-288.

Rina, Y, 2006. Kontribusi Usahatani Jeruk Terhadap Pendapatan Petani di Lahan Pasang Surut. Dalam D.Indradewa, D.Kastono, E.Sulistyaningsih dan Eka Tarwaca (Penyunting). Prosiding Seminar Nasional PERAGI 2006: Peran Agronomi Dalam revitalisasi Pertanian Bidang Pangan Dan Perkebunan. Peragi Pusat dan Peragi Komda D.I.Yogyakarta bekerjasama dengan Jurusan Budidaya Pertanian. Fakultas Pertanian Universitas Gadjah Mada. Hal 177-185.

Rianto, B. 1984. Dasar-Dasar Pembelanjaan Perusahaan. Yayasan Badan Penerbit Gadjah Mada. Yogjakarta.

Widjaja Adhi, I.P.G., K. Nugroho, Didi Ardi, S. dan A.S. Karama. 1992. Sumber daya Lahan Pasang Surut, Rawa dan Pantai, Potensi Keterbatasan dan Pemanfaatan. Dalam : Partohardjono dan M. Syam (eds). Pengembangan Terpadu Pertanian Lahan Pasang Surut dan Lebak. Risalah Pertemuan Nasional Pengembangan Pertanian Lahan Pasang Surut dan Rawa. Puslitbangtan Bogor.

Gambar

Tabel 1. Karakterisasi  Usahatani  Jeruk  Siam  Banjar  di  Desa  Pematang  Hambawang  dan  Mahang  Matang Landung, Kalimantan Selatan, 2006.
Gambar 1. Kebutuhan  Tenaga  Kerja  Usahatani  Padi  +  Jeruk  Siam  Banjar  pada  Sistem  Surjan  di  Desa Pematang Hambawang dan Mahang Matang Landung, 2006.
Tabel 2. B/C, NPV dan IRR dalam Tingkat Bunga 12%, 15%, 18% dan 24% pada Analisis Finansial  Seluas 1 ha, 2006.
Tabel 3. Kontribusi  Usahatani  Jeruk  Siam  Banjar  terhadap  Pendapatan  Rumah  Tangga  Petani  di  Lahan Lebak, 2006.

Referensi

Dokumen terkait

Analisis SWOT (Strengths, Weaknesses, Opportunities, dan Threats). Analisis SWOT diawali dengan terlebih dahulu melakukan identifikasi terhadap faktor lingkungan strategis,

Adalah sebenarnya kawula, dengan sebenarnya Gusti, Keduanya merupakan gambaran nyata dari wayang dan dalang, Ada gusti yang mengabdi, menyuruh ketika lagi disuruh,

lama di tanah dan akan berkecambah jika terdapat nutrisi (Martin &amp; Travers, 1989). Tanah di bawah pohon, cabang dan lubang pohon sudah tua, tanah becek, tempat

(3) Keberatan harus diajukan dalam jangka waktu paling lama 3 (tiga) bulan sejak tanggal Surat, tanggal Pemotongan atau Pemungutan sebagaimana dimaksud pada

Kandungan senyawa antioksidan pada spesies lokal tanaman yang dijadikan microgreens telah terbukti tinggi berdasarkan pengujian laboratorium di Jurusan Biologi UIN Bandung

Walaupaun adat pernikah sudah ditentukan dalam masyarakat Kampung Tanjung Batang Kapas Kecamatan Pancung Soal Kabupaten Pesisir Selatan namun masih terdapat

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui perbedaan kekuatan geser dan kekuatan tarik pada restorasi resin komposit microhybrid antara bonding generasi V dan

Ulama telah memainkan peran penting dalam pengembangan pendidikan Islam di Indonesia jauh sebelum terlibat dalam politik kebangsaan, melalui pendirian berbagai pesantren,