• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN NHT DAN GQGA UNTUK

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN NHT DAN GQGA UNTUK"

Copied!
14
0
0

Teks penuh

(1)

PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN NHT DAN GQGA UNTUK MENINGKATKAN KEAKTIFAN DAN HASIL BELAJAR KOGNITIF PADA MATERI PERBAIKAN PERIFERAL SISWA KELAS X TKJ

SMK MUHAMMADIYAH 2 NGAWI

Binti Arifah Mardiastuti, Dwi Maryono, Rosihan Ari Yuana

Program Studi Pendidikan Teknik Informatika dan Komputer, Universitas Sebelas Maret, E-mail: b.arifah@gmail.com

ABSTRACT

The objectives of the research are: (1) to identify whether the use of Numbered Heads Together (NHT) and Giving Question Getting Answer (GQGA) can improve the students’ activeness in peripheral reparation at X TKJ SMK Muhammadiyah 2 Ngawi in the school year of 2015/2016; (2) to identify whether the use of Numbered Heads Together (NHT) and Giving Question Getting Answer (GQGA) can improve the students’ cognitive learning outcomes at X TKJ SMK Muhammadiyah 2 Ngawi in the school year of 2015/2016. This research was classroom action research which conducted in two cycles. Each cycle consisted of planning, action, observation, and reflection from March until April 2016. The subject of research was the X TKJ grade of SMK Muhammadiyah 2 Ngawi in the school year of 2015/2016. The research data were collected by using techniques of interview, observation, tests (pre-test and post-test), documentation. The qualitative data were validated by using triangulations, and then the quantitative data were validated by using content validity. The qualitative data were analysed by using reduction, presentation, verification, conclusion, and then the quantitative data were analysed by using descriptive statistics. The results showed that the implementation of collaboration NHT and GQGA improved the activeness and cognitive learning outcomes. The percentage of activeness before the implementation of collaboration NHT and GQGA was 19,44%, after that 61,54% in cycle I, and 69,23% in cycle II. The cognitive learning outcomes also increased. The percentage of the qualified students was 38,46%, after that 51,28% in cycle I, and 71,79% in cycle II. From the results above, it can be concluded that the implementation of collaboration NHT and GQGA can improve the activeness and learning outcomes in peripheral reparation at X TKJ students of SMK Muhammadiyah 2 Ngawi in the school year of 2015/2016.

Keywords: Numbered Heads Together, Giving Question Getting Answer, activeness, and

cognitive learning outcomes

(2)

ABSTRAK

Penerapan model pembelajaran kooperatif tipe Numbered Heads Together (NHT) dan model pembelajaran aktif tipe Giving Question Getting Answer (GQGA) dapat meningkatkan keaktifan siswa kelas X TKJ SMK Muhammadiyah 2 Ngawi pada perbaikan periferal, (2) penerapan kolaborasi model pembelajaran kooperatif tipe Numbered Heads Together (NHT) dan model pembelajaran aktif tipe Giving Question Getting Answer (GQGA) dapat meningkatkan hasil belajar ranah kognitif siswa kelas X TKJ SMK Muhammadiyah 2 Ngawi pada perbaikan periferal. Penelitian ini merupakan penelitian tindakan kelas yang terdiri dari 2 siklus. Masing-masing siklus terdiri dari 4 tahap yaitu perencanaan, pelaksanaan tindakan, observasi, dan refleksi yang dimulai dari bulan Maret sampai April 2016. Subjek penelitian ini adalah siswa kelas X TKJ SMK Muhammadiyah 2 Ngawi tahun pelajaran 2015/2016 yang berjumlah 40 orang. Teknik pengumpulan data meliputi wawancara, observasi, tes, dan analis dokumen. Validasi data kualitatif dilakukan dengan cara triangulasi, sedangkan data kuantitatif dengan cara validasi isi. Analisis data kualitatif dilakukan dengan teknik analisis kritis yang terdiri dari reduksi, penyajian, verifikasi, penarikan kesimpulan, sedangkan data kuantitatif dianalisis dengan teknik statistik deskriptif komparatif. Hasil penelitian menunjukkan bahwa penerapan kolaborasi model pembelajaran NHT dan GQGA dapat meningkatkan keaktifan dan hasil belajar ranah kognitif. Persentase keaktifan siswa sebelum penerapan model NHT dan GQGA adalah 19,44%, sedangkan setelah penerapan model NHT dan GQGA persentase keaktifan meningkat pada tahap siklus I sebesar 42,10%, dari 19,44% menjadi 61,54%, kemudian meningkat lagi pada tahap siklus II sebesar 7,69%, dari 61,54% menjadi 69,23%. Adapun persentase ketuntasan hasil belajar ranah kognitif sebelum penerapan model NHT dan GQGA sebesar 38,46%, sedangkan setelah penerapan model NHT dan GQGA persentase keaktifan meningkat pada tahap siklus I sebesar 12,82%, dari 38,46% menjadi 51,28%, kemudian meningkat lagi tahap siklus II sebesar 20,51%, dari 51,28%, menjadi 71,79%. Berdasarkan hasil penelitian, dapat disimpulkan bahwa penerapan kolaborasi model pembelajaran NHT dan GQGA dapat meningkatkan keaktifan dan hasil belajar ranah kognitif pada materi perbaikan periferal siswa kelas X TKJ SMK Muhammadiyah 2 Ngawi tahun pelajaran 2015/2016.

Kata Kunci: Numbered Heads Together, Giving Question Getting Answer, keaktifan, hasil belajar ranah kognitif

(3)

PENDAHULUAN Latar Belakang

Pembelajaran merupakan proses interaksi antara guru yang bertindak sebagai pelaksana kegiatan mengajar dengan siswa yang bertindak sebagai pelaksana kegiatan belajar. Pembelajaran yang terjadi pada masing-masing sekolah berbeda. Kualitas pembelajaran dapat dilihat dari proses pembelajaran dan hasil belajar siswa. Proses pembelajaran akan lebih baik jika dilakukan secara aktif oleh guru dan siswa, tetapi pada umumnya pembelajaran hanya dilakukan secara aktif oleh guru. Hal tersebut tidak berbeda jauh dengan pembelajaran yang terjadi di SMK Muhammadiyah 2 Ngawi yang mana pembelajarannya didominasi oleh guru.

Berdasarkan wawancara pada salah satu guru mata pelajaran program keahlian teknik komputer jaringan SMK Muhammadiyah 2 Ngawi, rendahnya keaktifan siswa disebabkan oleh kurangnya respon siswa terhadap materi yang disampaikan, sehingga siswa cenderung pasif dan hanya guru yang berperan aktif dalam pembelajaran. Berdasarkan observasi kelas yang telah dilakukan pada kelas X TKJ SMK Muhammadiyah 2 Ngawi, dapat diketahui bahwa tidak banyak aktivitas belajar yang dilakukan siswa pada pembelajaran yang berlangsung. Hasil observasi kelas yang dilakukan pada saat pembelajaran

menunjukkan bahwa terdapat 5 siswa aktif dalam pembelajaran, yang didominasi siswa laki-laki. Persentase siswa aktif yaitu 13,16%, sedangkan persentase siswa tidak aktif yaitu 86,84%. Rendahnya keaktifan siswa dalam pembelajaran dimungkinkan dapat menyebabkan rendahnya hasil belajar. Berdasarkan penelusuran dokumen rapor pada kelas X TKJ SMK Muhammadiyah 2 Ngawi ditemukan bahwa hasil belajar siswa pada beberapa standar kompetensi belum optimal, salah satunya pada standar kompetensi mendiagnosis permasalahan pengoperasian PC dan periferal. Hal tersebut dapat dilihat dari nilai UTS (Ulangan Tengah Semester) semester ganjil yang menunjukkan terdapat 23 siswa memiliki nilai UTS di bawah Kriteria Ketuntasan Minimal (KKM) dari total siswa yang berjumlah 38. Persentase siswa lulus KKM yaitu 39,47%, sedangkan persentase siswa tidak lulus KKM yaitu 60,53%.

Berdasarkan permasalahan yang telah disampaikan sebelumnya, maka perlu dilakukan inovasi model pembelajaran untuk meningkatkan kualitas pembelajaran. Pembelajaran yang biasanya

terpusat pada guru dengan menggunakan metode ceramah dapat digantikan dengan penerapan model pembelajaran yang inovatif. Model pembelajaran kooperatif tipe Numbered Heads Together (NHT)

(4)

dapat digunakan dengan alasan bahwa model pembelajaran tersebut dapat meningkatkan pemahaman, kerjasama, dan keaktifan dalam pembelajaran. Model pembelajaran kooperatif tipe NHT membagi siswa dalam kelompok yang anggotanya heterogen. Siswa dituntut aktif berdiskusi dalam kelompok tersebut agar dapat menyelesaikan soal diskusi. Hasil diskusi yang mereka sepakati harus dipahami oleh semua anggota kelompok. Penunjukkan secara acak dalam menyampaikan hasil diskusi menjadikan siswa lebih bertanggung jawab atas kelompoknya.

Demi terwujudnya pembelajaran yang optimal, model pembelajaran kooperatif tipe NHT dikolaborasikan dengan model pembelajaran aktif tipe Giving Question Getting Answer (GQGA). Penerapan model pembelajaran NHT dan GQGA merupakan kolaborasi dua model pembelajaran yang diharapkan dapat menjadi kombinasi yang baik. Kolaborasi model pembelajaran tersebut dapat menutupi kekurangan model pembelajaran satu dengan lainnya. Model pembelajaran aktif tipe GQGA dipilih untuk dikolaborasikan dengan model pembelajaran kooperatif tipe NHT dengan alasan untuk menjadikan siswa lebih paham terhadap materi yang dipelajari. Model pembelajaran aktif tipe GQGA bertujuan untuk mengecek pemahaman

siswa dengan melatih keterampilan bertanya dan menjawab menggunakan bantuan media kertas. Siswa akan diuji pamahamannya melalui tanya jawab antar kelompok, sehingga siswa akan tertantang untuk mengingat kembali materi apa saja yang telah dipelajari.

Penelitian ini dihararapkan dapat memberikan solusi terhadap masalah yang terjadi pada kelas X TKJ SMK Muhammadiyah 2 Ngawi. Penelitian yang dilaksanakan merupakan jenis Penelitian Tindakan Kelas (PTK) dengan judul “Penerapan Model Pembelajaran NHT dan GQGA untuk Meningkatkan Keaktifan dan Hasil Belajar Kognitif pada Materi Perbaikan Periferal Siswa Kelas X TKJ SMK Muhammadiyah 2 Ngawi”.

Tujuan Penelitian

(1) Mengetahui apakah penerapan kolaborasi model pembelajaran kooperatif tipe NHT dan model pembelajaran aktif tipe GQGA dapat meningkatkan keaktifan siswa kelas X TKJ SMK Muhammadiyah 2 Ngawi pada perbaikan periferal. (2) Mengetahui apakah penerapan kolaborasi model pembelajaran kooperatif tipe NHT dan model pembelajaran aktif tipe GQGA dapat meningkatkan hasil belajar kognitif siswa kelas X TKJ SMK Muhammadiyah 2 Ngawi pada perbaikan periferal.

(5)

Kajian Pustaka

Keaktifan

Mengenai keaktifan, Dimyati dan Mudjiono (2013: 51) berpendapat “Keaktifan merupakan motor dalam kegiatan pembelajaran maupun kegiatan belajar, siswa dituntut selalu aktif memproses dan mengolah perolehan belajarnya”. Astri (2012: 12) yang mengutip simpulan Diedrich dalam Hamalik menyatakan bahwa keaktifan belajar dapat diklasifikasikan dalam 8 kelompok yaitu (1) Kegiatan-kegiatan visual, seperti: membaca, melihat gambar-gambar, mengamati eksperimen, demonstrasi, pameran, dan mengamati orang lain bekerja atau bermain. (2) Kegiatan-kegiatan lisan, seperti: mengemukakan suatu fakta yang ada atau prinsip, menghubungkan suatu tujuan, mengajukan suatu pertanyaan, memberi saran, mengemukakan pendapat, wawancara, diskusi, dan interupsi. (3) Kegiatan-kegiatan mendengarkan, seperti: mendengarkan penyajian bahan, mendengarkan percakapan atau diskusi kelompok, mendengarkan suatu permainan, mendengarkan radio. (4) Kegiatan-kegiatan menulis, seperti: menulis cerita, menulis laporan, memeriksa karangan, bahan-bahan materi, membuat rangkuman, mengerjakan tes, dan mengisi angket. (5) Kegiatan-kegiatan menggambar, seperti: menggambar,

membuat suatu grafik, chart, diagram, peta, dan pola. (6) Kegiatan-kegiatan metrik, seperti: melakukan percobaan-percobaan, memilih alat-alat, melaksanakan pameran, menari dan berkebun. (7) Kegiatan-kegiatan mental, seperti: merenungkan, mengingat, memecahkan masalah, menganalisa faktor-faktor, melihat hubungan-hubungan dan membuat keputusan. (8) Kegiatan-kegiatan emosional, seperti: menaruh minat, membedakan, merasa bosan, gembira, bersemangat, berani, tenang, dan gugup. Keaktifan siswa dalam penelitian ini dapat dinilai menggunakan skala 100 dengan rumus sebagai berikut:

Nilai =Skor yang diperolehSkor Maksimum x Skala (Sumber: Purwanto, 2014:207)

Nilai keaktifan yang telah diperoleh siswa, dikategorikan menggunakan pedoman kategori keaktifan siswa yang dapat dihitung dengan rumus sebagai berikut:

Jarak interval (i) =Skor tertinggiJumlah kelas interval−Skor terendah (Sumber: Widoyoko, 2016: 110)

Bedasarkan rumus tersebut, kategori yang dikehendaki untuk penelitian ini ada 4 kategori. Empat kategori tersebut meliputi kategori sangat aktif, aktif, kurang aktif, dan tidak aktif.

Berdasarkan hasil diskusi dengan guru pada standar kompetensi melakukan perbaikan periferal, siswa dikatakan aktif

(6)

apabila masuk dalam kategori “sangat aktif” atau “aktif”, sedangkan siswa dikatakan tidak aktif apabila masuk dalam kategori “kurang aktif” atau “tidak aktif”. Hasil perhitungan dengan rumus tersebut dapat dilihat pada Tabel 2.1.

Tabel 2.1. Kategori Aktivitas Siswa Rentang

Nilai

Kategori Keterangan 76 – 100 Sangat Aktif Aktif 51 – 70 Aktif Aktif 26 – 50 Kurang Aktif Tidak Aktif

0 – 25 Tidak Aktif Tidak Aktif

Hasil Belajar Kognitif

Annurahman berpendapat, “Sebenarnya belajar dapat terjadi tanpa pembelajaran, namun hasil belajar akan tampak jelas dari suatu aktivitas belajar” (2014:34). Hal tersebut sesuai dengan simpulan Jihad dan Haris (Santoso, 2015:25) bahwa semakin baik proses pembelajaran dan keaktifan siswa dalam mengikuti proses pembelajaran, maka seharusnya hasil yang diperoleh siswa akan semakin tinggi sesuai dengan tujuan yang telah dirumuskan sebelumnya.

Purwanto (2014:49) bependapat, “Hasil belajar adalah perwujudan kemampuan akibat perubahan perilaku yang dilakukan oleh usaha pendidikan. Kemampuan menyangkut domain kognitif, afektif, dan psikomotorik”. Salah satu ranah dari hasil belajar adalah ranah kognitif. Berkaitan dengan ranah kognitif,

Jarolimek dan Foster (Dimyati dan Mudjiono 2013:202) menyatakan bahwa tujuan ranah kognitif berhubungan dengan ingatan atau pengenalan terhadap pengetahuan dan informasi, serta pengembangan keterampilan intelektual. Syah (2003:48) berpendapat, “Kognitif adalah sumber sekaligus pengendali ranah-ranah kejiwaan yang lainnya, yakni ranah-ranah afektif (rasa) dan psikomotorik (karsa)”.

Numbered Heads Together

Sarutobi (2010:7) menjelaskan bahwa keaktifan siswa dalam pembelajaran dapat diwujudkan melalui penggunaan berbagai macam variasi model pembelajaran dan media pembelajaran. Ahmadi, Amri, dan Elisah berpendapat, “Numbered Heads Together adalah sutu metode belajar dimana setiap siswa diberi nomor kemudian dibuat suatu kelompok kemudian secara acak guru memanggil nomor dari siswa” (2011: 59). “Pada umumnya NHT digunakan untuk melibatkan siswa dalam penguatan pemahaman pembelajaran atau mengecek pemahaman siswa terhadap materi pembelajaran” (Daryanto dan Rahardjo 2012:245). Berkaitan dengan penerapan model pembelajaran kooperatif tipe NHT, hasil penelitian Misu (2014) menunjukkan bahwa dengan penerapan Numbered Heads Together (1) partisipasi siswa dalam kelompok meningkat, sehingga dapat memotivasi siswa untuk belajar

(7)

memecahkan permasalahan pada materi pembelajaran, (2) ketuntasan hasil belajar pada pertemuan pertama 37,5% dengan rata-rata 50,5, kemudian pada pertemuan kedua menjadi 52,4% dengan rata 52,9, kemudian pada pertemuan ketiga menjadi 72,5% dengan rata-rata 62,3.

Giving Question Getting Answer

Wijayanti (2014:2) yang mengutip simpulan Suprijono menyatakan bahwa GQGA dikembangkan untuk melatih peserta didik memiliki kemampuan dan keterampilan bertanya dan menjawab pertanyaan.

METODE PENELITIAN

Jenis penelitian ini adalah Penelitian Tindakan Kelas (PTK) dengan subjek dalam penelitian ini adalah kelas X TKJ SMK Muhammadiyah 2 Ngawi. Sumber data diperoleh dari informan, tempat, peristiwa, dan perilaku, serta dokumen. Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah wawancara, observasi, analisis dokumen, dan tes. Uji validitas yang digunakan untuk data kualitatif adalah teknik triangulasi sumber, sedangkan uji validitas yang digunakan untuk data kuantitatif adalah validasi isi. Analisis data yang digunakan untuk data kualitatif adalah teknik analisis kritis, sedangkan analisis data yang digunakan untuk data kuantitatif adalah teknik deskriptif komparatif. Indikator kinerja penelitian ini adalah

terjadinya peningkatan keaktifan dan hasil belajar ranah kognitif siswa pada materi perbaikan periferal. Persentase keakifan siswa dirumuskan menjadi minimal 60%, sedangkan persentase hasil belajar ranah kognitif siswa yang mencapai KKM dirumuskan menjadi minimal 70%. Indikator kinerja penelitian ditetapkan berdasarkan hasil diskusi dengan guru pada standar kompetensi perbaikan periferal melalui pertimbangan keadaan kondisi awal siswa. Keaktifan siswa diukur dari observasi aktivitas belajar siswa yang kemudian dihitung jumlah siswa yang aktif. Siswa dikatakan aktif apabila memiliki nilai keaktifan ≥ 50. Hasil belajar kognitif diukur dari tes yang kemudian dihitung jumlah siswa yang tuntas. Siswa dikatakan tuntas apabila memiliki nilai diatas KKM, yaitu ≥ 75. HASIL DAN PEMBAHASAN Data Pra Tindakan

Kegiatan yang dilaksanakan pada tahap pra tindakan meliputi kegiatan observasi dan pre test untuk mengetahui kondisi awal sebelum dilakukan tindakan. Kegiatan observasi dan pre test dilaksanakan untuk mengetahui keaktifan siswa, hasil belajar ranah kognitif, dan pelaksanaan pembelajaran pada materi perbaikan periferal. Tahap pra tindakan dilaksanakan selama 2 pertemuan dengan masing-masing pertemuan dijadwalkan 2 jam pelajaran.

(8)

Berdasarkan hasil observasi pelaksanaan pembelajaran pada tahap pra tindakan, peran guru dan siswa dalam pembelajaran terlihat belum maksimal. Beberapa komponen pembelajaran belum dilaksanakan, seperti guru tidak melakukan apersepsi sebelum penjelasan materi pelajaran, diskusi dalam kelas belum terlaksana, dan tidak ada evaluasi pada akhir pembelajaran. Adapun data hasil observasi pada tahap pra tindakan dapat dilihat melalui beberapa aktivitas dalam pembelajaran. Aktivitas yang dapat diamati dalam pembelajaran materi perbaikan periferal seperti (1) Aktivitas visual: membaca dan mengamati. (2) Aktivitas lisan: bertanya, menjawab, dan berpartisipasi dalam diskusi. (3) Aktivitas mendengarkan: mendengarkan penjelasan guru dan mendengarkan percakapan diskusi. (4) Aktivitas gerakan: melakukan percobaan. (5) Aktivitas menulis: mencatat dan mengerjakan soal diskusi. (6) Aktivitas mental: siap saat ditunjuk dan pemecahan permasalahan. (7) Aktivitas emosional: semangat dan berani. Berdasarkan obsevasi keaktifan yang telah dilaksanakan pada tahap pra tindakan dapat diketahui nilai keaktifan masing-masing siswa. Diagram persentase keaktifan siswa dapat dilihat pada Gambar 4.2.

Gambar 4.2. Persentase Keaktifan Siswa pada Materi Perbaikan Periferal Tahap Pra

Tindakan

Berdasarkan tes yang telah dilaksanakan pada tahap pra tindakan dapat diketahui nilai pre test masing-masing siswa, dapat dihitung rata-rata hasil belajar ranah kognitif pada tahap pra tindakan, yaitu sebesar 69,95. Diagram persentase ketuntasan hasil belajar ranah kognitif siswa pada tahap pra tindakan dapat dilihat pada Gambar 4.3.

Gambar 4.3. Persentase Ketuntasan Hasil Belajar Ranah Kognitif Siswa Materi Perbaikan Periferal Tahap Pra Tindakan Data Siklus I

Siklus I dilaksanakan selama 2 pertemuan dengan tahap pelaksanaan yang meliputi perencanaan tindakan, pelaksanaan tindakan, observasi, dan refleksi. Kegiatan yang dilaksanakan pada tahap perencanaan siklus I adalah membuat rencana pelaksanaan

19.44% 80.56% 0.00% 20.00% 40.00% 60.00% 80.00% 100.00% Aktif Tidak Aktif 38.46% 61.54% 0.00% 20.00% 40.00% 60.00% 80.00% Tuntas Tidak Tuntas commit to user

(9)

pembelajaran (RPP) pada kompetensi dasar memperbaiki periferal, menyiapkan pembagian kelompok, soal diskusi, lembar observasi, soal untuk post test, dan alat yang dibutuhkan untuk melaksanakan model pembelajaran NHT dan GQGA. Adapun kegiatan yang dilaksanakan pada tahap pelaksanaan tindakan meliputi kegiatan awal, inti, dan penutup. Kegiatan dilanjutkan pada tahap berikutnya yaitu observasi dan refleksi. Berdasarkan obsevasi keaktifan yang telah dilaksanakan pada tahap siklus I dapat diketahui nilai keaktifan masing-masing siswa. Diagram persentase keaktifan siswa dapat dilihat pada Gambar 4.5.

Gambar 4.5. Persentase Keaktifan Siswa pada Materi Perbaikan Periferal

Tahap Siklus I

Berdasarkan tes yang telah dilaksanakan pada tahap siklus I dapat diketahui nilai post test masing-masing siswa, dapat dihitung rata-rata hasil belajar ranah kognitif pada tahap siklus I, yaitu sebesar 70,46. Diagram persentase ketuntasan hasil belajar ranah kognitif siswa pada tahap pra tindakan dapat dilihat pada Gambar 4.6.

Gambar 4.6. Persentase Ketuntasan Hasil Belajar Ranah Kognitif Siswa pada Materi

Perbaikan Periferal Tahap Siklus I Berdasarkan hasil observasi dan tes pada tahap siklus I dapat diketahui bahwa dengan penerapan model pembelajaran NHT dan GQGA terjadi peningkatan keaktifan dan ketuntasan siswa jika dibandingkan dengan tahap pra tindakan. Hal tersebut menunjukkan bahwa melalui tindakan pada tahap siklus I keaktifan siswa sudah bisa mencapai indikator yang ditentukan yaitu ≥60%, sedangkan hasil belajar ranah kognitif siswa belum mencapai indikator yang ditentukan yaitu ≥70%.

Belum tercapainya indikator yang ditentukan pada hasil belajar ranah kognitif, maka perlu dilaksanakan tindakan pada tahap siklus II. Berdasarkan hasil diskusi dengan guru mata pelajaran dapat disimpulkan bahwa kekurangan pada tahap siklus I seperti (1) Tidak semua anggota kelompok berpartisipasi dalam kegiatan diskusi. (2) Alokasi waktu yang digunakan tidak tepat waktu dengan yang direncanakan pada RPP. (3) Siswa yang tuntas dalam materi perbaikan periferal 61.54% 38.46% 0.00% 20.00% 40.00% 60.00% 80.00% Aktif Tidak Aktif 51.28% 48.72% 0.00% 10.00% 20.00% 30.00% 40.00% 50.00% 60.00% 70.00% Tuntas Tidak Tuntas commit to user

(10)

belum mencapai indikator yang ditentukan. Hal tersebut mungkin dikarenakan siswa kurang memahami materi yang dijelaskan.

Beberapa kekurangan yang terjadi pada tahap siklus I dijadikan sebagai bahan perbaikan untuk melaksanakan tindakan pada tahap siklus II. Beberapa perbaikan yang dilaksanakan pada tahap siklus II seperti (1) Pembagian kelompok yang semula 5 anggota setiap kelompok diubah menjadi 4 anggota setiap kelompok. (2) Guru lebih memperhatikan alokasi waktu pada setiap kegiatan yang dilaksanakan dalam penerapan model pembelajaran NHT dan GQGA. (3) Video pembelajaran dijadikan sebagai media untuk membantu guru dalam menjelaskan materi agar lebih menarik. (4) Guru memberikan tugas untuk dikerjakan di rumah agar siswa lebih paham mengenai materi perbaikan periferal.

Data Siklus II

Pelaksanaan tindakan pada tahap siklus II merupakan hasil refleksi pada tahap siklus I. Tahap pelaksanaan pada Siklus II meliputi tahap perencanaan tindakan, pelaksanaan tindakan, observasi, dan refleksi. Kegiatan yang dilaksanakan pada tahap perencanaan siklus II adalah membuat rencana pelaksanaan pembelajaran (RPP) pada kompetensi dasar memeriksa hasil perbaikan periferal, menyiapkan pembagian kelompok, soal

diskusi, lembar observasi, soal untuk post test, video pembelajaran, dan alat yang dibutuhkan untuk melaksanakan model pembelajaran NHT dan GQGA. Pembagian kelompok dibuat secara heterogen dengan memperhatikan beberapa aspek seperti hasil belajar, jenis kelamin, dan latar belakang siswa. Masing-masing kelompok yang beranggotakan 4 orang, ditugaskan untuk berdiskusi sesuai soal yang telah diberikan guru. Adapun kegiatan yang dilaksanakan pada tahap pelaksanaan tindakan meliputi kegiatan awal, inti, dan penutup. Kegiatan dilanjutkan pada tahap berikutnya yaitu observasi dan refleksi. Berdasarkan obsevasi keaktifan yang telah dilaksanakan pada tahap siklus II dapat diketahui nilai keaktifan masing-masing siswa. Diagram persentase keaktifan siswa dapat dilihat pada Gambar 4.8.

Gambar 4.8. Persentase Keaktifan Siswa pada Materi Perbaikan Periferal Tahap

Siklus II

Berdasarkan tes yang telah dilaksanakan pada tahap siklus II dapat diketahui nilai post test masing-masing

69.23% 30.77% 0.00% 20.00% 40.00% 60.00% 80.00% Aktif Tidak Aktif commit to user

(11)

siswa, dapat dihitung rata-rata hasil belajar ranah kognitif pada tahap siklus II, yaitu sebesar 77. Diagram persentase ketuntasan hasil belajar ranah kognitif siswa pada tahap pra tindakan dapat dilihat pada Gambar 4.9.

Gambar 4.9. Persentase Ketuntasan Siswa pada Hasil Belajar Ranah Kognitif Materi

Perbaikan Periferal Tahap Siklus II Berdasarkan data hasil observasi dan tes pada tahap siklus II, dapat dilihat bahwa melalui penerapan model pembelajaran NHT dan GQGA terjadi peningkatan jika dibandingkan dengan data pada tahap siklus I. Hal tersebut menunjukkan bahwa melalui tindakan pada tahap siklus II, keaktifan dan hasil belajar ranah kognitif sudah bisa mencapai indikator yang ditentukan, yaitu ≥60% siswa aktif dan ≥70% siswa tuntas. Tercapainya indikator tersebut dikarenakan penerapan model pembelajaran NHT dan GQGA pada tahap siklus II lebih optimal daripada tahap siklus I. Jumlah anggota kelompok pada tahap siklus II yang lebih sedikit dapat mendorong siswa untuk lebih paham tentang materi yang dipelajari, karena

tanggungjawab masing-masing anggota kelompoknya untuk aktif dalam pembelajaran lebih besar. Penugasan dan penggunaan video pembelajaran menjadikan lebih tertarik untuk memperhatikan, sehingga siswa semakin paham tentang materi yang dipelajari. Pemahaman mereka pada materi tersebut diuji dengan kegiatan tanya jawab pada akhir pembelajaran, sehingga mereka akan tertantang untuk mengingat kembali materi apa saja yang telah dipelajari sebelumnya. Perbandingan Hasil Tindakan

Perbandingan hasil dari tindakan masing-masing siklus tersebut adalah sebagai berikut:

Keaktifan

Persentase keaktifan pada masing-masing siklus mengalami peningkatan. Peningkatan persentase keaktifan siswa diperoleh dari hasil perbandingan persentase keaktifan siswa antar siklus. Diagram perbandingan persentase keaktifan pada tahap pra tindakan, siklus I, dan siklus II dapat dilihat pada Gambar 4.10.

Gambar 4.10. Perbandingan Persentase Keaktifan 71.79% 28.21% 0.00% 20.00% 40.00% 60.00% 80.00% Tuntas Tidak Tuntas 19.44% 61.54% 69.23% 0.00% 20.00% 40.00% 60.00% 80.00% Pra Tindakan Siklus I Siklus II commit to user

(12)

Hasil Belajar Kognitif

Persentase keaktifan pada masing-masing siklus mengalami peningkatan. Peningkatan persentase keaktifan siswa diperoleh dari hasil perbandingan persentase keaktifan siswa antar siklus. Diagram perbandingan persentase ketuntasan hasil belajar kognitif pada tahap pra tindakan, siklus I, dan siklus II dapat dilihat pada Gambar 4.12.

Gambar 4.12. Perbandingan Persentase Ketuntasan

Pembahasan

Berdasarkan observasi dan tes yang dilaksanakan sebelum dilakukan tindakan, dapat diketahui bahwa keaktifan dan hasil belajar siswa pada ranah kognitif rendah. Tindakan yang dilakukan pada masing-masing siklus berdampak pada meningkatnya keaktifan dan ketuntasan hasil belajar kognitif siswa. Peningkatan persentase keaktifan pada tahap siklus I adalah 42,10%, dari 19,44% menjadi 61,54%, sedangkan persentase ketuntasan siswa pada tahap siklus I adalah 12,82%, dari 38,46% menjadi 51,28%. Keaktifan siswa pada tahap siklus I sudah mencapai

indikator yaitu ≥60%, sedangkan ketuntasan siswa pada tahap siklus I belum mencapai indikator yang ditentukan yaitu ≥70%. Adapun tindakan pada siklus II perlu dilaksankan karena indikator pada hasil belajar ranah kognitif siswa belum tercapai. Peningkatan persentase keaktifan pada tahap siklus II adalah 7,69%, dari 61,54% menjadi 69,23%, sedangkan peningkatan persentase ketuntasan pada tahap siklus II adalah 20,51%, dari 51,28% menjadi 71,79%. Keaktifan dan ketuntasan siswa pada tahap siklus II sudah mencapai indikator yaitu ≥60% siswa dikatakan aktif, dan ≥70% siswa dikatakan tuntas.

Sebagaimana dengan penelitian Astri (2012) yang menunjukkan bahwa model pembelajaran kooperatif tipe NHT dapat diterapkan dengan baik sehingga dapat meningkatkan keaktifan dalam kategori tinggi dan prestasi belajar siswa sudah tuntas sesuai nilai KKM. Adapun dari hasil penelitian Hidayat (2011) yang dapat disimpulkan bahwa penerapan model GQGA dapat meningkatkan aktivitas dan hasil belajar siswa kelas IV SDN Kidul Dalem 2 Kota Malang.

SIMPULAN DAN SARAN Simpulan

(1) Penerapan kolaborasi model NHT dan GQGA dapat meningkatkan keaktifan siswa kelas X TKJ SMK Muhammadiyah 2 Ngawi tahun pelajaran 2015/2016. (2) Penerapan kolaborasi 38.46% 51.28% 71.79% 0.00% 20.00% 40.00% 60.00% 80.00% Pra Tindakan Siklus I Siklus II commit to user

(13)

model NHT dan GQGA dapat meningkatkan hasil belajar kognitif siswa kelas X TKJ SMK Muhammadiyah 2 Ngawi tahun pelajaran 2015/2016.

Saran

(1) Penelitian yang lebih lanjut mengenai keaktifan, hasil belajar ranah kognitif, dan penerapan kolaborasi model NHT dan GQGA dapat dilakukan lebih maksimal oleh peneliti lain. (2) Penerapan kolaborasi model pembelajaran NHT dan GQGA membutuhkan alokasi waktu yang tepat pada pembuatan RPP agar semua komponen dapat dijalankan.

DAFTAR PUSTAKA

Ahmadi, I.K., Amri, & Elisah (2011). Strategi Pembelajaran Sekolah terpadu. Jakarta: Prestasi Pustaka.

Annurahman. (2014). Belajar dan Pembelajaran. Bandung: Alfabeta.

Astri, K. (2012). Peningkatan Keaktifan dan Prestasi Belajar Siswa pada Pembelajaran Kewirausahaan dengan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe NHT (Numbered Heads Together) di SMK Negeri 8 Purworejo, Hlm 12-46. LPPM Universitas Negeri Yogyakarta.

Daryanto. (2009). Panduan Proses Pembelajaran Kreatif &Inovatif. Jakarta: AV Publisher.

Daryanto dan Muljo Rahardjo. 2012. Model Pembelajaran Inovatif. Yogyakarta: Gava Media.

Dimyati & Mudjiono. (2013). Belajar &Pembelajaran. Jakarta: Rineka Cipta.

Misu, L. (2014). Mathematical Problem Solving of Student by Approach Behavior Learning Theory. International Journal of Education and Research, 2 (10, 181). Diperoleh pada 11 Juni

2016, dari http://eprints.uny.ac.id/24329/

Purwanto. (2014). Evaluasi Hasil Belajar. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Santoso, T.N.B. (2015). Penerapan Kolaborasi Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Think Pair Share (TPS) dengan Talking Stick untuk Meningkatkan Keaktifan dan Hasil Belajar Siswa dalam Mata

Pelajaran Administrasi Kepegawaian, Hlm 25-28 . LPPM

Universitas Sebelas Maret.

Sarutobi, A. (2010). Pentingnya Keaktifan Siswa dalam Pembelajaran. Diperoleh 7 Juni 2016, dari

(14)

http://ardiyansarutobi.blogspot.co. id/2010/11/pentingnya-keaktifan-siswa-dalam.html.

Syah, M. (2003). Psikologi Belajar Catatan II. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada

Thobroni, M. (2015). Belajar dan

Pembelajaran: Teori dan Praktik. Yogyakarta: Ar-Ruzz Media.

Widoyoko, E.P. (2016). Teknik Penyusunan Instrumen Penelitian. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Wijayanti, S. (2014). Penerapan Model Pembelajaran Giving Question and Getting Answer (GQGA) untuk Meningkatkan Keaktifan Belajar Siswa. Kumpulan Abstrak Hasil Penelitian Universitas Muhammadiyah Purworejo Tahun 2014, Hlm 2. LPPM Universitas Muhammadiyah Purworejo.

Gambar

Gambar 4.3. Persentase Ketuntasan Hasil  Belajar Ranah Kognitif Siswa Materi  Perbaikan Periferal Tahap Pra Tindakan  Data Siklus I
Gambar 4.5. Persentase Keaktifan Siswa  pada Materi Perbaikan Periferal
Gambar 4.8. Persentase Keaktifan Siswa  pada Materi Perbaikan Periferal Tahap
Gambar 4.9. Persentase Ketuntasan Siswa  pada Hasil Belajar Ranah Kognitif Materi
+2

Referensi

Dokumen terkait

Seperti yang disampaikan oleh guru Akidah Akhlak berikut ini. Buku Kurikulum 2013 memiliki tahapan-tahapan sebagai berikut. Yang pertama ini berisi cerita secara

Alat analisis yang digunakan untuk menilai kinerja keuangan pada kedua Bank Syariah tersebut adalah metode CAMELS sebagai alat penilai kinerja keuangan dan tingkat kesehatan Bank

Buerger Allen Exercise terbukti dapat meningkatkan nilai ABI lebih tinggi karena adanya perbedaan mekanisme dari perlakuan yang diberikan dimana Buerger Allen Exercise

Sebelum UU Nomor 17 Tahun 2003 dan UU Nomor 1 Tahun 2004 ditetapkan, sesuai dengan tugas pokok dan fungsi Departemen Keuangan di bidang fi skal, Menteri Keuangan RI telah

157 terdapat tanda dan makna, pasangan suami istri di ruang makan maknanya istri yang taat dan berbakti pada suami, mitos yang terdapat di dalamnya “Swarga nunut

Menurut Chapra, stabilitas dalam nilai uang tidak bisa dilepaskan dari tujuan dalam kerangka referensi yang Islami karena hal ini ditekankan Islam secara jelas mengenai ketulusan

Tulisan ini merupakan bagian dari kegiatan Riset Kapasitas PEnangkapan Cantrang pada Perikanan Demersal di Laut Jawa Serta Pukat Cincin pada Perikanan Cakalang dan

Guru Taman Kanak-kanan dalam pembelajaran seni tari, disamping harus menguasai bentuk-bentuk tarian dan ketrampilan dalam