• Tidak ada hasil yang ditemukan

Diajukan Guna Melengkapi Sebagian Persyaratan Untuk Mencapai Gelar Sarjana Hukum. Oleh:

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Diajukan Guna Melengkapi Sebagian Persyaratan Untuk Mencapai Gelar Sarjana Hukum. Oleh:"

Copied!
11
0
0

Teks penuh

(1)

PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP TENAGA KERJA WANITA

(TKW) DARI TINDAK PIDANA PERDAGANGAN ORANG

JURNAL

Diajukan Guna Melengkapi Sebagian Persyaratan

Untuk Mencapai Gelar Sarjana Hukum

Oleh:

YOGI UTAMA

NPM: 0810013111033

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS BUNG HATTA

PADANG

(2)

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS BUNG HATTA

PERSETUJUAN JURNAL

Nama : YOGI UTAMA

Nomor Pokok Mahasiswa : 0810012111033 Program Kekhususan : Hukum Pidana

Judul Skripsi : Perlindungan Hukum Terhadap Tenaga Kerja Wanita (TKW) Dari Tindak Pidana Perdagangan Orang

Telah disetujui pada hari Minggu tanggal Satu Bulan September tahun Dua Ribu Tiga Belas untuk dipertahankan dihadapan Tim Penguji.

1. Dr. Fitriati, S.H., M.H. (Pembimbing I)

2. Syafridatati, S.H., M.H. (Pembimbing II)

(3)

PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP TENAGA KERJA WANITA (TKW) DARI TINDAK PIDANA PERDAGANGAN ORANG

Yogi Utama1), Dr. Fitriati, S.H., M.H.1), Syafridatati, S.H., M.H.2) 3)

Mahasiswa Program Studi Ilmu Hukum, 4)Fakultas Hukum, 5)Universitas Bung Hatta

E-mail: michikolaw@yahoo.co.id ABSTRACT

Legal protection of women's labor-related trafficking offenses stipulated in Law No. 39 of 2004, Act No. 21 of 2007, and some other legislation, but the crime of trafficking in people still occur so much power Indonesian workers who are victims. This study is an analysis of the problem, namely: protection 1. How Law Against Female Labor Overseas From the Crime of Trafficking in Persons pursuant to Act No. 39 of 2004?, 2. How legal protection of women workers from human trafficking crime by Law Number 21 Year 2007?, 3. What rehabilitation efforts against migrant workers as victims of human trafficking based on Government Regulation No. 9 of 2008?. This study uses descriptive research, with systematic normative juridical approach that is based on the laws and regulations in force and based on literature studies, in this study the researchers used legal materials. Based on the research results and conclusions generated discussion namely Law No. 39 of 2004, Act No. 21 of 2007 and Government Regulation No. 9 of 2008 by the substance contained some weaknesses such as the inconsistent settings, is broad, and complicate enforcement law in determining the law that are used to overcome the problems of human trafficking against women workers.

Keywords: Protection, Law, Trafficking, Human

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Perdagangan orang yang terjadi merupakan suatu hal yang sebenarnya telah ada pada masa dulu, namun merupakan bentuk perbudakan yang baru dengan modus yang berbeda-beda. Kejahatan perdagangan orang tersebut melintasi batas-batas geografis tidak hanya antar wilayah satu negara tetapi juga antar negara sehingga menimbulkan permasalahan internasional. Perdagangan orang merupakan perekrutan,

pengangkatan, pemindahtanganan, penampungan atau penerimaan orang dengan

menggunakan ancaman atau penggunaan kekerasan atau berbagai bentuk paksaan lainnya, penculikan, pemalsuan, penipuan,

penyalahgunaan kekuasaan atau penyalahgunaan posisi kerentanan atau pemberian atau penerimaan bayaran atau keuntungan lain guna mendapat persetujuan dari seseorang yang mempunyai kendali terhadap orang lain, untuk kepentingan eksploitasi. (Komnas Perempuan, Edisi: 10/IX/Jan/2003)

Perkembangan ini harus diperhatikan oleh bangsa-bangsa agar dapat terus mengikuti dan mencegah serta menangani masalah perbudakan modern ini. Perdagangan orang sebenarnya mempunyai makna lebih luas yang tidak hanya terbatas pada perempuan dan anak-anak. Perdagangan orang dapat menimpa semua orang yang tidak dapat dibatasi oleh jenis

(4)

kelamin maupun usia. Namun ada perhatian yang lebih dikhususkan pada perempuan dan anak sebagai kelompok rentan dalam pembicaraan perdagangan orang. Perdagangan orang merupakan isu yang sensitif yang secara tidak langsung berhadapan dengan nilai-nilai budaya setempat serta diskriminasi yang sudah berakar cukup kuat sejak berabad-abad. Penulisan ini lebih memfokuskan kepada perdagangan perempuan yaitu perempuan dewasa.

perempuan merupakan korban yang terbesar dari perdagangan orang. Pergerakan manusia menjangkau perbatasan illegal dan tersembunyi ialah fenomena global yang serius. Perdagangan orang bukan hanya kejahatan transnasional, tetapi juga perbudakan bentuk baru. Perdagangan orang berkembang menjadi persoalan kemanusiaan yang memprihatinkan. Perempuan dibujuk, dipaksa, dan diperdagangkan untuk industri seks serta dunia hiburan lainnya, terdapat juga yang dipekerjakan sebagai pembantu rumah tangga atau pabrik dengan jam kerja tak terbatas dan upah minimum. Praktek-praktek semacam ini tergolong pelanggaran terhadap pemajuan, pemenuhan, penghormatan, perlindungan dan penegakan hukum dan HAM. (http://forum.hukumumm. info/index.php?topic=190.0,)

Kejahatan ini telah menimpa banyak perempuan Indonesia, khususnya mereka yang sedang mencari kerja. Sebagai

gambaran, sejumlah korban perdagangan manusia asal Kabupaten Sukabumi belum bisa dipulangkan ke Tanah air. ada yang tertahan di Yordania satu orang dan Suriah dua orang. Pada awal tahun 2012 korban di Brunei Darussalam telah dipulangkan ke Indonesia dan telah menjalani pembinaan. (http://www.republika.co.id/berita/nasional/j awa-barat-nasional/)

Di Indonesia sendiri pengaturan yang mengacu mengenai korban perdagangan orang dapat ditemui beberapa aturan hukum, dari aturan hukum yang bersifat umum sampai aturan yang bersifat khusus yang lebih spesifik mengatur mengenai perdagangan orang yaitu Undang-Undang RI Nomor 7 tahun 1984 tentang Ratifikasi Konvensi Penghapusan Segala Bentuk Diskriminasi Terhadap Perempuan, Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2000 Tentang Pengadilan Hak Asasi Manusia, Undang-Undang RI Nomor 21 tahun 2007 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan orang dan Keppres Nomor 88 Tahun 2002 Tentang Rencana Aksi Nasional Penghapusan Perdagangan Perempuan dan Anak.

Berbicara mengenai suatu kejahatan maka tidak terlepas dari korban, dimana korban merupakan pihak yang paling menderita suatu kerugian akibat terjadinya kejahatan.

Berdasarkan alasan di atas, maka penulis tertarik untuk menulis skripsi yang

(5)

berjudul: ”Perlindungan Hukum terhadap Tenaga Kerja Wanita (TKW) Dari Tindak Pidana Perdagangan Orang”

Metodologi

Metode penelitian ini bertitik tolak dari peraturan perundang-undangan yang berlaku dan dikaitkan dengan permasalahan yang dibahas. Sehingga penulisan ini menggunakan metode penelitian sebagai berikut:

1. Jenis Penelitian

Dalam penulisan penelitian ini penulis menggunakan jenis penelitian deskriptif, dengan menggunakan metode pendekatan permasalahan yuridis normatif sistematis yaitu berdasarkan pada peraturan perundang-undangan yang berlaku dan berdasarkan studi kepustakaan, sehingga dalam penelitian ini peneliti menggunakan bahan hukum. Penelitian ini menggunakan beberapa sumber yaitu data yang memiliki kekuatan mengikat, yang diperoleh dari bahan-bahan berupa catatan, Koran, dokumen, laporan yang berhubungan perlindungan hukum Tenaga Kerja Wanita (TKW) Sebagai korban perdagangan orang.

2. Bahan Penelitian

Bahan penelitian yang digunakan dalam penelitian ini meliputi bahan hukum primer, bahan hukum sekunder, dan bahan hukum tersier, sebagai berikut:

a. Bahan Hukum Primer

Bahan hukum primer ialah bahan-bahan penelitian hukum yang mengikat. Dalam hal ini bahan hukum primer yang digunakan penulis adalah Bahan hukum primer yang mengikat yang antara lain : 1. Undang-Undang Nomor 25 Tahun

2000 Tentang Program pembangunan Nasional (Propenas)

2. Kitab Undang-Undang hukum pidana 3. Undang-Undang RI Nomor 7 tahun

1984 tentang Ratifikasi Konvensi Penghapusan Segala Bentuk Diskriminasi Terhadap Perempuan,

4. Undang-Undang RI Nomor 21 tahun 2007 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan orang

5. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 39 Tahun 2004 Tentang Penempatan Dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia di Luar Negeri

6. Keppres Nomor 88 Tahun 2002 Tentang Rencana Aksi Nasional Penghapusan Perdagangan Perempuan dan Anak.

b. Bahan Hukum Sekunder

Bahan hukum sekunder yaitu bahan hukum yang memberikan penjelasan mengenai bahan hukum primer. (Soerjono Soekanto dan Sri Mamudji:1990). Dalam penelitian ini penulis menggunakan hasil karya dari kalangan hukum.

(6)

Bahan hukum tersier yang digunakan dalam penelitian ini ialah kamus, tepatnya Kamus Bahasa Inggris, kamus bahasa Hukum, dan Black’s Law

Dictionary untuk memberikan petunjuk

maupun penjelasan terhadap bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder.

3. Teknik pengumpulan data

Studi dokumen, dalam mengumpulkan data digunakan studi dokumen yang bertujuan untuk mengumpulkan data yang utama untuk mengarahkan penulis dalam melakukan penelitian. Dalam bab ini penulis memberikan kesimpulan dari hasil penelitian dan pembahasan serta memberikan saran-saran yang sifatnya operasional.

4. Analisis Data

Data yang di peroleh dari gambaran dalam bentuk analisa kualitatif yaitu dengan mengelompokan data menurut aspek-aspek yang diteliti tanpa menggunakan angka-angka.

Hasil Penelitian dan Pembahasan

A. Perlindungan Hukum Terhadap Tenaga Kerja Wanita Di Luar Negeri Dari Tindak Pidana Perdagangan Orang Berdasarkan Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2004

Sejalan dengan semakin meningkatnya tenaga kerja yang ingin bekerja di luar negeri dan besarnya

jumlah TKI yang sekarang ini bekerja di luar negeri, meningkat pula kasus perlakuan yang tidak manusiawi terhadap TKI baik di dalam maupun di luar negeri. Kasus yang berkaitan dengan nasib TKI semakin beragam dan bahkan berkembang kearah perdagangan manusia yang dapat dikategorikan sebagai kejahatan terhadap kemanusiaan.

Dikaitkan dengan praktek penyelenggaraan pemerintahan di Indonesia masalah penempatan dan perlindungan TKI ke luar negeri, menyangkut juga hubungan antar negara, maka sudah sewajarnya apabila kewenangan penempatan dan perlindungan TKI di luar negeri merupakan kewenangan Pemerintah. Namun Pemerintah tidak dapat bertindak sendiri, karena itu perlu melibatkan Pemerintah Provinsi maupun Kabupaten/Kota serta institusi swasta. Di lain pihak karena masalah penempatan dan perlindungan tenaga kerja Indonesia langsung berhubungan dengan masalah nyawa dan kehormatan yang sangat azasi bagi manusia, maka institusi swasta yang terkait tentunya haruslah mereka yang mampu baik dari aspek komitmen, profesionalisme maupun secara ekonomis, dapat menjamin hak-hak azasi warga negara yang bekerja di luar negeri agar tetap terlindungi.

(7)

Setiap tenaga kerja yang bekerja di luar wilayah negaranya merupakan orang pendatang atau orang asing di negara tempat ia bekerja. Mereka dapat dipekerjakan di wilayah manapun di negara tersebut, pada kondisi yang mungkin di luar dugaan atau harapan ketika mereka masih berada di tanah airnya. Berdasarkan pemahaman tersebut kita harus mengakui bahwa pada kesempatan pertama perlindungan yang terbaik harus muncul dari diri tenaga kerja itu sendiri, sehingga kita tidak dapat menghindari perlunya diberikan batasan-batasan tertentu bagi tenaga kerja yang akan bekerja di luar negeri. Pembatasan yang utama adalah keterampilan atau pendidikan dan usia minimum yang boleh bekerja di luar negeri. Dengan adanya pembatasan tersebut diharapkan dapat

diminimalisasikan kemungkinan eksploitasi terhadap TKI.

Dengan mempertimbangkan kondisi yang ada serta peraturan perundang-undangan, termasuk didalamnya Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1982 tentang Pengesahan Konvensi Wina 1961 mengenai Hubungan Diplomatik dan Konvensi Wina 1963 mengenai Hubungan Konsuler, Undang-undang Nomor 2 Tahun 1982 tentang Pengesahan Konvensi mengenai Misi Khusus (Special

Missions) Tahun 1969, dan

Undang-undang Nomor 37 Tahun 1999 tentang

Hubungan Luar Negeri, Undang-undang Nomor 39 Tahun 2004 Tentang Penempatan dan Perlindungan TKI di Luar Negeri dirumuskan dengan semangat untuk menempatkan TKI pada jabatan yang tepat sesuai dengan bakat, minat dan kemampuannya, dengan tetap melindungi hak-hak TKI. Dengan demikian Undang-Undang ini diharapkan disamping dapat menjadi instrumen perlindungan bagi TKI baik selama masa pra penempatan, selama masa bekerja di luar negeri maupun selama masa kepulangan ke daerah asal di Indonesia juga dapat menjadi instrumen peningkatan kesejahteraan TKI beserta keluarganya.

Banyak dari TKI kita yang menjadi mangsa perdagangan manusia, pada asalnya mereka di janjikan pekerjaan dan telah di paksa bekerja melebihi kemampuannya, Dan gajinya akan di ambil oleh sindiket untuk beberapa waktu sampai lunas hutang ongkos untuk biaya perjalanan dan kemasukan mereka ke sesuatu negara tertentu. Umumnya para PRT (pembantu rumah tangga) yang sering menjadi korban dalam contoh di atas. Baik yang bekerja di dalam negeri maupun di luar negeri seperti Timur tengah, Asia Timur, Malaysia dan Singapura.

Analisa normatif terhadap substansi UU 39 Tahun 2004 di atas memperlihatkan bahwa dalam UU ini

(8)

sistem penempatan dan perekrutan buruh migran belum berpihak pada perlindungan tenaga kerja. Hal ini tercermin dalam hal-hal sebagai berikut:

a) Pencaloan masih akan berlangsung karena tidak ada kewajiban PJTKI untuk membentuk kantor cabang di daerah rekrut

b) Penempatan TKI illegal masih terbuka lebar karena tidak ada ketentuan tegas yang melarang;

c) Pelatihan yang diserahkan pada PJTKI menimbulkan permasalahan pengawasan yang umumnya masih lemah;

d) Ditemukan ketentuan-ketentuan yang tidak jelas subjek hukumnya padahal dapat diancam sanksi pidana;

e) Ditemukan ketentuan yang lemah yang dirumuskan dalam bentuk kebolehan padahal sebaiknya keharusan;

f) Ada ketentuan yang dirumuskan sebagai keharusan namun tidak ada ancaman sanksi pidananya;

g) Adanya peraturan yang bertentangan.

h) Adanya ketentuan yang tidak efektif karena mengatur subjek hukum yang berada di luar batas wilayah NKRI.

B. Perlindungan Hukum terhadap Tenaga Kerja Wanita dari Tindak Pidana Perdagangan orang Berdasarkan Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2007

Hak-hak yang dicantumkan misalnya jaminan perlindungan dalam pemberian kesaksian, hak untuk didampingi pembela, hak atas layanan pemulihan dan rehabilitasi dan hak untuk mendapatkan ganti rugi/restitusi dari pelaku. Banyak yang menjadi korban tapi karena belum terlindungi secara hukum korban dan para saksi tidak berani melapor ke polisi dan bersaksi. Alih-alih melapor ke polisi, rehabilitasi untuk korban pun tidak jelas. Kalau tidak direhabilitasi korban akan punya beban psikologis yang luar biasa berat mengingat umumnya mereka korban eksploitasi seksual. UU ini juga mengatur agar lahirnya Peraturan Daerah mengatur hukum acara yang lebih spesifik, lex specialis, dan mengatur agar terbentuk gugus tugas, namun tidak semua daerah merespon Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2007.

C. Rehabilitasi Terhadap TKW sebagai Korban Perdagangan Orang berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 9 Tahun 2008

Prosedur Standar Operasional Pelayanan Terpadu Bagi Saksi dan/ atau Korban Tindak Pidana Perdagangan Orang merupakan realisasi dari amanat

(9)

Peraturan Pemerintah Nomor 9 Tahun 2008 tentang Tata Cara dan Mekanisme Pelayanan Terpadu Bagi Saksi dan/atau Korban Tindak Pidana Perdagangan Orang. Kewajiban yang dimuat dalam Peraturan Pemerintah Nomor 9 Tahun 2008 itu, merupakan penjabaran Undang-undang Nomor 21 Tahun 2007 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang khususnya Pasal (51) yang menyebutkan bahwa korban perdagangan orang berhak memperoleh rehabilitasi kesehatan, rehabilitasi sosial, pemulangan dan reintegrasi sosial dari Pemerintah apabila yang bersangkutan mengalami penderitaan baik fisik maupun psikis akibat tindak pidana perdagangan orang.

Kesimpulan

a) Di dalam Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2004 terdapat beberapa Pasal yang tidak konsisten secara substansi sehingga longgarnya perlindungan hukum terhadap tenaga kerja wanita di luar negri mengakibatkan mudahnya tenaga kerja Indonesia menjadi sasaran tindak pidana perdagangan orang. b) Undang-Undang Nomor 21 Tahun

2007 sulit ditegakkan karena salah satunya, UU PTPPO konsekuensi yuridisnya seperti lingkupnya yang luas, terikat dengan banyak Undang-Undang, seperti UUPA, UU Imigrasi, KUHP, UU TKI, UU Tenaga Kerja,

UU Kewarganegaraan, UU Perlindungan Saksi dan Korban, dan UU Penempatan TKI LN.

c) Perangkat hukum, gugus tugas, dan infrastruktur untuk menangani rehabilitasi bagi korban perdagangan orang dan sudah menjalankan pemenuhan hak untuk rehabilitasi korban sesuai dengan. Undang-undang Nomor 21 Tahun 2007 dan Peraturan Pemerintah Tahun 2008 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang. Namun demikian, pemenuhan hak atas rehabilitasi korban belum seragam, sehingga tidak terdapat standar yang sama antar-daerah.

Daftar Pustaka A. Buku-buku

Arif Gosita, 1993, Masalah Korban

Kejahatan, Akademika Pressindo,

Jakarta.

Ari Hernawan, Perlindungan dan Pembelaan Tenaga Kerja Indonesia, Mimbar Hukum, Jurnal Berkala FH UGM, Vol. 19, No. 1, Februari 2007

Dikdik. M. Arief Mansur, 2007, Urgensi Perlidungan Korban Kejahatan

Antara Norma dan Realita, PT.

RajaGrafindo Persada, Jakarta.

I Gusti Made Arka, Dirjen PPTKLN Depnakertrans, 2005, Peran dan Tanggungjawab Departemen Tenaga

(10)

Kerja dalam Proses Penempatan Tenaga Kerja Indonesia ke Luar Negeri, Makalah dalam Seminar tentang Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia Di Luar Negeri penyelenggara BPHN, FH Unair dan KAnwil Depkum dan Ham Prov. Jawa Timur, Surabaya.

Lilik Mulyadi, 2007, Kapita Selekta Hukum Pidana Kriminologi dan Victimologi, Djambatan, Jakarta.

Mardjono Reksodiputro, 1994, Kriminologi

dan Sistem Peradilan Pidana,

Universitas Indonesia, Jakarta.

Prof. Dr. Barda Nawawi Arief, SH., 2007,

Masalah Penegakan Hukum dan Kebijakan Hukum Pidana dalam

Penanggulangan Kejahatan,

Kencana, Jakarta.

prosedur Standar Operasional Pelayanan Terpadu Bagi Saksi dan/Atau Korban Tindak Pidana Perdagangan Orang Deputi Bidang Perlindungan Perempuan

Ruth Rosenberg, 2003, Perdagangan Perempuan dan Anak di Indonesia,

International Catholic Migration Commission (ICMC) dan American Center for International Labor Solidarity (ACILS).

Soerjono Soekanto Dan Sri Mamudji, 1990,

Penelitian Hukum Normatif Suatu

Tinjauan Singkat, Rajawali Pers, Jakarta

Thauefiek Zulbahary, 2010, “Menilai Dampak Kebijakan Anti Perdagangan orang di Indonesia terhadap HAM Kelompok Rentan dan Korban”, Jurnal Perempuan (2010)

B. Perundang-undangan Undang-Undang Dasar 1945

Undang-Undang RI No. 21 Tahun 2007 tentang Pemberantasan Tindak Pidana PerdaganganOrang.

Undang-Undang No. 13 Tahun 2006 tentang Perlindungan Saksi dan Korban.

Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2004 Peraturan Pemerintah Nomor 9 Tahun 2008

C.Sumber lain

Mahfud tefani. 2012, Metode penelitian hukum,http://artikelkomplit2011.blogs pot.com/2012/07/metode-penelitian-hukum.html

Novelina, 2010, /skripsi kajian yuridis perlindungan hukum perdagangan orang,

http://1xdeui.blogspot.com/2011/02/skr ipsi-kajian-yuridis- perlindungan. html Nicolas Timothy, 2012, Perdagangan

Manusia, TKI dan Buruh Paksa,

http://felixkusmanto.com/2012/08/11/p erdagangan-manusia-tki-dan-buruh-paksa/

(11)

Tri Hermintandi, 2011, sebuah Pengantar Tindak Pidana Perdagangan Orang,

www. BADILAG.net.

Mahfudz Tefani,2013, Hukum UMM http:// forum. hukum umm. info/ index. Php ? topic = 190. 0

Referensi

Dokumen terkait

Proyeksi hingga tahun 2020 atas anggaran yang dibutuhkan untuk angkatan kerja guru dalam pendidikan dasar, disamping angkatan guru yang dipekerjakan di tahun 2011, tanpa

Penggunaan sensor ini cukup powerfull karena gas hasil pembakaran bukan fosil dapat menghasilkan gas CO2 serta pada pembakaran yang tidak sempurna akan

dengan demikian koefisien korelasi ganda tersebut signifikan, yang berarti bahwa ada hubungan yang signifikan antara koordinasi mata kaki, kekuatan otot tungkai,

Halaman Admin Form Data komponen Proses Tampilkan halaman admin () Pilih Menu Data komponen() click form komponen () update data () Administrator Website Koneksi database

1. work it self , perasaan seorang karyawan akan senang dan puas bila kemampuannya sesuai dibutuhkan pekerjaan tersebut. pay , diperkirakan setara atau tidak dengan

Aktiva tetap merupakan faktor yang sangat penting dalam menjalankan operasi perusahaan sehingga pengawasan terhadap aktiva tetap penting dilaksanakan untuk melindungi aktiva

Sedangkan, menurut hukum Positif tindak pidana korupsi diatur secara tegas oleh Undang-Undang Nomor 20 tahun 2001 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi perubahan

Iran lingkar cakram Bima Sakti lebih besar ipada perkiraan sehingga memerlukan waktu 200 juta tahun cahaya untuk